Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa
untuk mengetahui keadaan sebenarnya. Sedangkan sosial adalah sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Jadi, analisis sosial adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa yang berkaitan dengan masyarakat.
Analisis Sosial bertujuan untuk memberikan data
sebenarnya atau objektif dari suatu kondisi sosial masyarakat guna membantu menemukan solusi atas permasalahan yang terjadi. Dalam proses ini yang dilakukan bukan sekedar mengumpulkan data, berita atau angka, melainkan berusaha membongkar apa yang terjadi sesungguhnya, bahkan menjawab mengapa demikian, dan menemukan pula faktor- faktor apa yang memberikan pengaruh kepada kejadian tersebut.
A. Unsur-Unsur Analisis Sosial
1. Historis Sejarah merelasikan suatu peristiwa yang terjadi saat ini dengan peristiwa yang terjadi di masa lalu. Untuk mengetahui sebab akibat dari suatu masalah dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dan menganalisis konteks permasalahan yang telah terjadi. Hal ini dilakukan untuk membentuk suatu 2. kesadaran historis. Struktural Dalam kehidupan bersosial, masyarakat memiliki suatu tatanan yang dibentuk untuk mengupayakan terwujudnya keadilan sosial. Seperti pemerintahan, hukum, pendidikan, keagamaan, dan lain sebagainya. Ketika terjadi suatu permasalahan, hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi lembaga yang terlibat serta menganalisis permasalahan yang terjadi. 3. Kultural Keadaan sosial dipengaruhi oleh situasi sosial yang berbeda maupun akibat kemajemukan dalam bermasyarakat. Analisis sosial memungkinkan kita melihat lebih luas pembagian masyarakat menurut ras, etnis, suku, jenis kelamin, umur, agama, kelas, geografis, dan sebagainya. 4. Derajat dan Tingkat Masalah yang ada Masalah sosial terjadi baik di tingkat regional, nasional hingga internasional. Analisis permasalahan menurut berbagai tingkatan dan interelasinya sangat penting, karena sejatinya seluruh permasalahan sosial itu saling berkaitan bukan bertentangan. B. Prinsip Analisis Sosial 1. Analisis sosial bukan suatu bentuk pemecahan masalah, melainkan hanya hipotesis (pencarian akar masalah), yang sangat mungkin digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah, karena Analisis sosial memberikan pengetahuan yang lengkap, sehingga diharapkan keputusan atau tindakan yang diambil dapat merupakan pemecahan yang tepat. 2. Analisis sosial tidak bersifat netral, selalu berasal dari keberpihakan terhadap suatu keyakinan. Soal ini berkait dengan perspektif, asumsi-asumsi dasar dan sikap yang diambil dalam proses melakukan analisis. Karena pernyataan di atas, maka analisis sosial dapat digunakan oleh siapapun. 3. Analisis sosial lebih memiliki kecenderungan mengubah; tendensi untuk menggunakan gambaran yang diperoleh dari analisis sosial bagi keperluan tindakan-tindakan mengubah, maka menjadi sangat jelas bahwa analisis sosial berposisi sebagai salah satu simpul dan siklus kerja transformasi. 4. Analisis sosial selalu menggunakan „tindakan manusia‟ sebagai sentral atau pusat dalam melihat suatu fenomena nyata. C. Dimensi Analisis Sosial 1. Dimensi Waktu : Historis Dengan mempertimbangkan konteks struktur yang saling berlainan dari periode-periode berbeda, dan tugas strategis yang berbeda dalam tiap periode. 2. Dimensi Ruang : Struktural Dengan menekankan pentingnya pengertian tentang bagaimana masyarakat dihasilkan dan dioperasikan, serta bagaimana pola lembaga-lembaga sosial saling berkaitan dalam ruang sosial yang ada. D. Aliran Analisis Sosial Asumsi dasar dalam aliran-aliran analisis sosial yaitu ontologi, epistemologi, kecenderungan dasar manusia (human nature), dan metodologi. 1. Asumsi Ontologi Asumsi tentang ontologis adalah berawal dari pertanyaan ―apa‖. Jadi asumsi ontologis ini adalah apakah kenyataan diteliti sebagai sesuatu di luar yang mempengaruhi/merusak di dalam seseorang ataukah kenyataan itu justru hasil dari kesadaran seseorang. Perdebatan mengenai hal-hal ontologis menghasilkan aliran nominalis dan realisme. a. Aliran Nominalisme, yaitu aliran yang beranggapan bahwa realitas sosial adalah sesuatu diluar diri yang merupakan suatu pengandaian konsep dan label. Artinya benda ini diberi nama hanya sekedar ‖rekaan‖ manusia agar menjadi pemahaman bersama, dalam hal ini bahasa juga termasuk di dalamnya. b. b. Aliran Realisme, yaitu aliran yang menganut kepercacayaan bahwa realitas yang di luar diri itu adalah suatu kenyataan yang hidup dan merupakan tatanan nisbi yang tepat. Artinya kenyataan itu lebih merupakan entitas empiris. 2. Asumsi Epistimologi Asumsi epistimologis berawal dari pertanyaan ―bagaimana‖. Jadi bagaimana seseorang mulai memahami dunia sosial dan mengkomunikasikanya sebagai pengetahuan kepada orang lain. Perdebatan epistemologis menghasilkan beberapa pemahaman besar, antara lain : a. Aliran Positivis, yaitu suatu aliran yang memahami bahwa hipotesa tentang kondisi alam sosial dapat dibuktikan secara empiris melalui eksperimen, b. b. Aliran Anti-Positivis, yaitu suatu aliran yang tidak mau menerapkan tatanan sosial, manusia bukanlah pengamat tetapi satu entitas yang terlibat dalam suatu struktur tatanan. 3. Human Nature Asumsi kecenderungan manusia (Human Nature) membawa kita kepada suatu upaya penyadaran diri. Asumsi mengenai hubungan makhluk hidup dengan lingkungan. Kita dapat mengidentifikasi pada ilmu social yang memerlukan pandangan dari sisi manusia ke dalam situasi yang terjadi di dunia luar. Selanjutnya debat mengenai human nature termasuk debat yang cukup tua dan abadi di lingkungan umat islam. a. Kaum Determinis (Qodariah), yaitu kaum yang menganggap bahwa manusia ditentukan oleh lingkungan. b. b. Kaum Volunteris (Jabariyah), yaitu kaum yang beranggapan bahwa lingkungan ditentukan oleh kreatifitas manusia itu sendiri. 4. Asumsi metodologi Ketiga asumsi diatas mempunyai implikasi langsusng akan suatu metodologi. Perbedaan ketiga asumsi tersebut cenderung para peneliti sosial untuk melakukan penelitiannya melalui metodologi yang berbeda. Asumsi terakhir sebenarnya adalah suatu muara ketika perdebatan diatas akhirnya akan mengarah kepada perbedaan metodologis. Perdebatan mengenai metodologis melahirkan dua aliran besar pula yaitu: a. Ideografis, yaitu seseorang hanya dapat memahami kenyataan social melalui pencapaian pengetahuan langsung dari pelaku atau yang terlibat. b. b. Nomotetis, yaitu mementingkan adanya seperangkat teknik dan cara-cara sistematis dalam penelitian. Cara-cara ini menggunakan teknik kualitatif dalam melakukan analisis data. Dari semua asumsi dan perdebatan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa teori sosial terbagi menjadi dua aliran besar yaitu; 1. Materialisme, menggunakan ontologis realis, epistemologinya positivis, pandangan sifat manusianya determinis, dan metodeloginya nomotetis. 2. Idialisme, menggunakan ontologis nominalis, epistimologinya anti- positivis, pandangan sifat manusianya volunteris, dan metodeloginya idiografis. E. Paradigma Sosiologi Burell dan Morgan mengemukakan sebuah pemetaan paradigma sosiologi yang dapat membantu kita untuk memahami ―cara pandang‖ berbagai aliran dan teori ilmu-ilmu sosial. Secara sederhana Burell dan Morgan mengklasifikasikan teori sosial menjadi empat kunci paradigma. Empat paradigma tersebut dibangun berdasarkan pandangan yang berbeda mengenai dunia sosial. Masing-masing pendirian dalam kebenarannya dan melahirkan analisis tentang kehidupan sosial. Empat paradigma tersebut diantaranya : 1. Paradigma Fungsionalisme Paradigma fungsionalisme merupakan aliran pemikiran yang paling banyak dianut di dunia. Pandangan fungsionalisme berakar kuat pada tradisi sosiologi keteraturan. Pendekatannya terhadap permasalahan berakar pada pemikiran kaum obyektivis. Pemikiran fungsionalisme sebenarnya merupakan sosiologi kemapanan, ketertiban sosial, stabilitas sosial, kesepakatan, keterpaduan sosial, kesetiakawanan, pemuasan kebutuhan, dan hal-hal yang nyata (empirik). Oleh karenanya, kaum fungsionalis cenderung realis dalam pendekatannya, positivis, deterministis dan nomotetis. Rasionalitas lebih diutamakan dalam menjelaskan peristiwa atau realitas sosial. 2. Paradigma Interperatif (Fenomenologi) Paradigma interpretatif sesungguhnya menganut pendirian sosiologi keteraturan seperti halnya fungsionalisme, tetapi mereka menggunakan pendekatan objektivisme dalam analisis sosialnya sehingga hubungan mereka dengan sosiologi keteraturan bersifat tersirat. Mereka ingin memahami kenyataan sosial menurut apa adanya, yakni mencari sifat yang paling dasar dari kenyataan sosial menurut pandangan subjektif dan kesadaran seseorang yang langsung terlibat dalam peristiwa sosial bukan menurut orang lain yang mengamati. Pendekatannya cenderung nominalis, antipositivis dan ideografis. Kenyataan sosial muncul karena dibentuk oleh kesadaran dan tindakan seseorang. Karenanya, mereka berusaha menyelami jauh ke dalam kesadaran dan subjektivitas pribadi manusia untuk menemukan pengertian apa yang ada di balik kehidupan sosial. 3. Paradigma Humanis Radikal Para penganut humanis radikal pada dasamya berminat mengembangkan sosiologi perubahan radikal dari pandangan subjektivis yakni berpijak pada kesadaran manusia. Pendekatan terhadap ilmu sosial sama dengan kaum interpretatif yaitu nominalis, antipositivis, volunteris dan ideografis. Kaum humanis radikal cenderung menekankan perlunya menghilang¬kan atau mengatasi berbagai pembatasan tatanan sosial yang ada. Namun demikian, pandangan dasar yang penting bagi humanis radikal adalah bahwa kesadaran manusia telah di¬kuasai oleh supra struktur idiologis di luar dirinya yang menciptakan pemisah antara dirinya dengan kesadarannya yang murni (alienasi), atau membuatnya dalam kesadaran palsu (false consciousness) yang menghalanginya mencapai pemenuhan dirinya sebagai manusia sejati. 4. Paradigma Strukturalis Radikal Penganut paradigma strukturalis radikal seperti kaum humanis radikal memperjuangkan perubahan sosial secara radikal tetapi dari sudut pandang objektivisme. Pendekatan ilmiah yang mereka anut memiliki beberapa persamaan dengan kaum fungsionalis, tetapi mempunyai tujuan akhir yang saling berlawanan. Analisisnya lebih menekankan pada konflik struktural, bentuk-bentuk penguasaan dan pemerosotan harkat kemanusiaan. Karenanya, pendekatannya cenderung realis, positivis, determinis, dan nomotetis. F. Tahapan Analisis Sosial 1. Memilih dan menentukan objek analisis. Dalam langkah ini menggunakan pertimbangan yang rasional dalam arti realitas yang dianalisis merupakan masalah yang memiliki signifikansi sosial. 2. Mengumpulkan data dan mendeskripsikan target analisis. Dalam mengumpulkan data dapat dilakukan dengan observasi, wawancara, dan studi literatur. Dan dalam deskripsi target analisis menjelaskan sisi historis, keadaan, dan ruang lingkup target analisis. 3. Mengidentifikasikan masalah. Dalam langkah ini melihat adanya kesenjangan dari apa yang seharusnya dan apa yang ada dalam kenyataan. Identifikasi dilakukan dengan melihat perbedaan antara fakta di lapangan dengan teori dalam ilmu pengetahuan. Memetakan beberapa variabel seperti keterkaitan aspek politik, ekonomi, budaya, dan agama. 4. Mengembangkan persepsi. Dalam langkah ini dilakukan interpretasi atas permasalahan yang terjadi dengan cara menyusun, mengenali, dan menafsirkan masalah tersebut. 5. Menetapkan posisi. Ini merupakan langkah terakhir dalam analisis sosial yaitu untuk mempertegas dan menyingkap motif serta argumen (ideologis) dari tindakan analisis sosial. G. Keberpihakan Permasalahan sosial membutuhkan solusi dan analisis sosial hanya berhenti pada fakta yang terjadi tanpa harus memberikan solusi, akan tetapi ideologi PMII menuntut bahwa sebagai kader untuk berpihak kepada kaum tertindas (Manhajul fikr dan basis realita). Kader PMII dituntut peka dan mampu membaca realitas sosial secara objektif (kritis), sekaligus terlibat aktif dalam aksi perubahan sosial (transformatif). Walaupun analisis sosial tidak akan memberikan solusi atas permasalahan sosial namun akan menjadi alat untuk menyelesaikan permasalahan sosial. Karena pada dasarnya kemampuan berpikir kritis harus ditunjang dengan wacana kritis. Dan analisis sosial digunakan untuk memproduksi wacana kritis di dalam PMII. Transformasi sosial yang dilakukan PMII akan berjalan secara efektif jika kader PMII memiliki kesadaran kritis dalam melihat realitas sosial. Kesadaran kritis akan muncul apabila dilandasi dengan cara pandangan luas terhadap realitas sosial. Untuk dapat melakukan pembacaan sosial secara kritis, mutlak diperlakukan kemampuan analisis sosial secara baik. Artinya, strategi gerakan PMII dengan paradigma yang sama akan dapat terlaksana secara efektif apabila ditopang dengan kematangan dalam analisis sosial
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita
Abraham Maslow, dari hierarki kebutuhan hingga pemenuhan diri: Sebuah perjalanan dalam psikologi humanistik melalui hierarki kebutuhan, motivasi, dan pencapaian potensi manusia sepenuhnya