Anda di halaman 1dari 15

PERAN ITB SEBAGAI PENGGERAK PENINGKATAN

KUALITAS PRODUKSI NASIONAL

Optimalisasi Peran dan Fungsi ITB Sebagai Agen Pembaharu dalam Pembangunan Teknologi Nasional
Harapan dan Tantangan 2020

Pendahuluan
Perkembangan teknologi dan kebudayaan yang mengglobal telah mencapai ke
hampir seluruh pelosok nusantara. Hal tersebut dimotori dengan adanya media
elektronik yang menjadi telah sangat biasa dimasyarakat. Siaran televisi telah
dinikmati oleh lebih dari 90 persen penduduk Indonesia. Gaya hidup di hampir
seluruh pedesaan dan perkotaan terutama di pulau jawa adalah gaya hidup yang telah
tersentuh oleh budaya telenovela, VCD player dan motor cina. Hal tersebut
menunjukan bahwa benda-benda hasil teknologi tinggi yang juga tidak murah telah
cukup akrab dengan masyarakat kita. Ironisnya yang membudaya justru televisi, VCD
player dan barang-barang lain yang cenderung bersifat konsumtif Namun barang-
barang hasil teknologi tinggi yang dapat berpengaruh langsung pada produktivitas
masyarakat pedesaan, seperti komputer belum menjadi barang yang cukup akrab di
masyarakat kita. Padahal teknologi adalah kunci dalam peningkatan produktifitas
suatu proses produksi. Efisiensi proses produksi adalah kunci bagi peningkatan taraf
hidup para petani yang kini sebagian besar hidup di bawah garis kemiskinan Adalah
sangat ironis apabila kemajuan teknologi hanya berdampak pada sisi konsumtif
namun tidak pada segi produktif.
Adalah salah apabila kita beranggapan bahwa teknologi yang dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat secara luas adalah teknologi yang sederhana saja, yang tidak perlu
“high technology” karena kenyataannya apabila produsen barang teknologi tinggi
tersebut mampu mengemas barang teknologi tinggi dalam bentuk yang sangat user
friendly, maka masyarakat pedesaan dengan pendidikan terbatas pun mampu
mengadopsi teknologi tersebut. Teknologi internet dan komputer apabila dapat dibuat
dalam format yang sangat user friendly akan menjadi barang penunjang proses
produksi yang bisa dipakai oleh masyarakat yang juga mampu menikmati hiburan
lewat televisi dan VCD player.
Yang manjadi masalah, pemasok barang teknologi tinggi seperti televisi dan VCD
player adalah industri yang berorientasi laba semata, sehingga produsen tersebut
tidak berorientasi dalam penciptaan barang yang berfungsi dalam proses produksi,
tetapi mereka hanya berorientasi pada kepuasan pelanggan semata, yang cenderung
menitik beratkan pada dunia hiburan. Untuk masyarakat kelas menengah fenomena
tersebut juga terjadi, handphone yang telah keluar dari vendor tidak lama kemudian
pasti telah ada ditangan konsumen di Indonesia. Dalam penggunaan barang-barang
yang bersifat konsumtif masyarakat kita tidak ketinggalan zaman.
Fenomena tersebut berbeda dengan fenomena yang terjadi dalam proses
produksi, terutama produksi hasil bumi atau pertanian. Coba bandingkan teknologi
pertanian kita dengan negara Eropa, atau usaha penangkapan ikan kita dengan Jepang.
Secara mechanical engineering dan control engineering rasanya metoda penggarapan
lahan yang dipakai oleh para petani Indonesia tidak berubah secara berarti dalam satu
abad ini. Perubahan yang ada hanya perubahan pada “teknologi murni pertanian”-nya
saja, seperti penggunaan bibit hasil mutasi genetika, pengendalian hama dengan zat
kimia dan sebagainya. Sedangkan pemakaian hasil teknologi seperti infomasi hasil
bumi bebasis internet, penyiraman lahan dengan pesawat mini, pengolahan lahan
dengan smart tractor hampir belum digunakan. Ternyata perkembangan teknologi
elektronika, komputer dan telekomunikasi yang sangat cepat belum mampu
memberikan sentuhan yang cukup berarti di bidang produksi pertanian.
Kedua fenomena tersebut akan berdampak pada produktifitas proses produksi
yang rendah, dan pola konsumerisme yang tinggi, yang akan berdampak pada
keterpurukan ekonomi Nasional. Oleh karena itu budaya masyarakat kita dalam
mengadopsi teknologi harus segera diperbaiki demi pencapaian tujuan Nasional.
Harus ada satu kekuatan besar yang mampu melakukan perubahan budaya masyarakat
tersebut.
Namun harus kita akui bahwa budaya tersebut lahir tidak semata-mata tanpa
sebab. Rendahnya pendidikan masyarkat dan barang atau metode bermuatan teknologi
untuk peningkatan kualitas proses produksi yang cenderung tidak user frendly,
dibandingkan barang yang bersifat konsumtif mungkin dua hal yang menjadi
penyebab utama lahirnya budaya tersebut. Kenyataannya mengoperasikan komputer
jauh lebih sulit daripada menghidupkan televisi dan VCD player.
Memang harus diakui untuk barang hasil teknologi semacam peralatan
elektronika yang beraplikasi pada proses produksi terutama yang bersifat spesifik dan
agraris belum terbukti mampu menembus pasar Indonesia dan berimplikasi pada
perolehan laba yang besar bagi produsen. Sedangkan barang-barang yang bersifat
konsumtif atau nonproduktif cenderung tidak membutuhkan cara pemakaian yang
rumit dan mudah dipasarkan secara masal. Barang dengan cara pemakaian yang
mudah, berimplikasi barang tersebut dapat segera diadopsi oleh mayarakat. Barang
yang dihasilkan melalui produksi masal dan dipasarkan dalam pasar yang luas berarti
barang akan memiliki harga yang bersaing. Kedua hal tersebut berdampak pada
semakin cerahnya Industri yang bergerak dalam produksi barang yang konsumtif.
Namun demikian demi peningkatan kesejahteraan nasional, sangat dibutuhkan
pengaplikasian teknologi dalam proses produksi. Oleh karena itu dibutuhkan pihak-
pihak yang mau mengembangkan teknologi tersebut. Pihak-pihak tersebut bukanlah
pihak-pihak yang berorientasi laba semata, namun juga berorientasi sosial dan
kebangsaan.
Untuk mengembangkan teknologi yang mampu di adopsi dan mampu menunjang
proses produksi pada seluruh lapisan masyarakat tentu saja dibutuhkan riset yang
panjang dan cukup rumit. Sebagian besar biaya produksi barang dengan muatan
teknologi tinggi adalah biaya riset. Oleh karena itu upaya untuk dapat mendukung
pihak industri untuk memproduksi barang teknologi tinggi yang bersifat produktif,
salah satunya adalah melalui optimalisasi universitas sebagi pusat riset. Dengan
pemakain universitas sebagai pusat riset, biaya produksi dapat ditekan dan daya saing
dapat ditingkatkan.
Untuk menyerap teknologi dalam proses produksi, masyarakat juga perlu
disadarkan akan pentingnya kehadiran teknologi tersebut. Diperlukan adanya
perubahan paradigma dalam memandang ‘teknologi’, terutama bagi masyarakat
berpendidikan rendah dan masyarakat pedesaan. Universitas seharusnya mampu
melakukan perubahan paradigama tersebut, sebagaimana mahasiswa juga telah
mampu melakukan perubahan paradigma tentang demokrasi di era reformasi.
Adalah Institut Teknologi Bandung, Perguruan tinggi teknik tertua di Indonesia
dengan dukungan sumber daya manusia yang luar biasa (memiliki pengajar dengan
381 doktor 252 magister dan memiliki 10000 lebih mahasiswa), seharusnya mampu
menciptakan suatu upaya kreatif untuk mengambil tugas tersebut mulai kini dan masa
depan. Institut Teknologi Bandung sebagai suatu komunitas intelektual bidang teknik
tertua dan terbesar di Indonesia seharusnya mampu memberikan kontribusi nyata bagi
perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pola penyerapan teknologi
oleh mayarakat.

Dengan menyadari tantangan pasar bebas pada 2020 dan lemahnya proses
produksi kita saat ini, maka diperlukan kontribusi ITB untuk segera ‘berbuat’
melakukan perubahan paradigma masyarakat dalam pemakaian teknologi dan
mengambil peran sebagai penunjuk arah dalam perkembangan industri dan pasar.
Sebelum mengkaji lebih jauh tentang peran ITB pada 2020 ada baiknya kita melihat
sejenak, pada bagian manakah dan sebagai apakah seharusnya ITB memainkan
perannya dalam pengembangan kualitas produksi Nasional.
Dengan melihat potensi dalam negeri dan perkembangan teknologi bangsa lain
yang telah sedemikian maju, bidang agraris dengan segala industri pendukungnya
adalah sektor yang memiliki potensi strategis untuk kita kembangkan. Bidang agraris
meliputi pertanian, perkebunan, perikanan dan perhutanan. Sedangkan industri
pendukungnya diantaranya industri kimia untuk pengelolaan lahan pertanian,
pengolahan rotan sebagai hasil hutan dan radiasi dalam teknik pengawetan. Ilmu
pengetahuan dan teknologi dibutuhkan mulai dari penentuan metode terbaik
pengolahan lahan, GPS untuk sistem navigasi nalayan dan pengelola hutan, kimia
organik anorganik untuk pengolahan hasil bumi hingga teknologi IT untuk
penyediaan informasi pasar.
Walaupun bertumpu pada industri agraris ITB tetap mampu memberi kontribusi
besar dalam penyediaan teknologi untuk peningkatan kualitas produksi bidang agraris.
Departemen Teknik Elektro dapat berperan dalam penyediaan teknologi GPS untuk
navigasi nelayan dan pengelola hutan, teknologi kontrol untuk proses pabrikasi kayu
lapis, teknologi konversi energi untuk penyediaan energi untuk industri dan
perkebunan, dan teknologi telekomunikasi untuk menciptakan sistem informasi
tentang iklim, cuaca, serangan hama, harga hasil bumi, potensi pasar dan hal lain yang
berguna untuk para petani dan nelayan. Departemen teknik sipil dapat berperan dalam
pembangunan saluran irigasi untuk pertanian, perancangan jalan sarana pendukung
untuk usaha kehutanan dan pembangunan pelabuhan untuk nelayan.
gambar 1
Keterkaitan antara industri dan usaha primer dapat digambarkan dalam gambar 1.
Gambar tersebut menjelaskan bahwa hasil-hasil usaha primer (bidang agraris,
pertambangan, perikanan dan sebagainya) hanya sebagian yang bisa langsung
dimanfaatkan oleh konsumen, sedangkan bagian yang lain membutuhkan industri
untuk melakukan pengolahan barang. Apabila tidak ada industri maka hasil-hasil
usaha primer tersebut tidak dapat termanfaatkan secara optimal. Beberapa bidang
industri yang terletak secara vertikal, saling berkaitan industri lapis kedua tidak akan
mendapatkan bahan baku tanpa industri lapis pertama, dan apabila industri lapis
kadua tidak ada maka industri lapis pertama tidak akan mampu memasarkan barang.
Oleh karena itu pembangunan industri dan usaha primer adalah saling berkaitan.
Untuk melakukan pemanfaatan potensi usaha primer di Indonesia diperlukan
industri-industri pada seluruh lapisan. Seluruh lapisan Industri tersebut tidak harus
terletak di Indonesia namun harus memiliki kemampuan untuk menyerap ‘hasil’ dari
lapisan berikutnya secara cepat dan menguntungkan semua pihak. Apabila lapisan
industri tersebut belum ada maka kita harus menciptakan lapisan industri tersebut.
Pembangunan proses produksi pada intinya adalah pembangunan setiap lapisan
pada gambar 1. Pada lapisan industri, proses produksi adalah pengolahan hasil bumi
berupa bahan mentah menjadi bahan baku, bahan baku menjadi bahan jadi. Pada
bidang agraris proses produksi adalah pengolahan alam supaya dapat memproduksi
hasil bumi. Oleh karena itu peningkatan kualitas produksi pada satu bagaian akan
menghasilkan dampak yang positif pada bagian yang lain pula.
Peran ITB
Secara garis besar; untuk memperkenalkan teknologi dalam proses produksi dan
mengurangi dampak negatif teknologi akibat pola konsumsi hasil teknologi yang
keliru, ITB memiliki dua peran utama sebagai berikut :
1. Penciptaan barang, software, ilmu ataupun metoda bermuatan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang mampu meningkatkan kualitas proses
produksi dalam bentuk yang mampu diadopsi oleh masyarakat yang
membutuhkan.
Contoh pelaksanaan peran ini adalah ITB mampu mengembangkan jaringan
informasi pasar hasil bumi di dunia yang mampu diakses oleh seluruh petani dari
seluruh pelosok nusantara. User interface yang digunakan tentu sangat user friendly,
memakai bahasa Indonesia, mudah diapilikasikan, disertai animasi gambar yang
membantu dan juga terdapat petunjuk pemakaian yang mudah dipelajari.
Untuk melakukan peran ini, ITB dan perguruan tinggi lain harus bersama-sama
memajukan riset nasional yang menopang kualitas produksi nasional.

Pengembangan Riset Nasional

Pengembangan Riset Bernuansa Lokal


Dalam mengadopsi teknologi, ITB harus secara proaktif melihat peluang-peluang
yang ada dalam proses produksi masyarakat untuk dikembangkan dengan sentuhan
teknologi. Dalam dunia yang telah dipenuhi persaingan pengembangan teknologi
yang umumnya dibiayai oleh industri dengan biaya yang luar biasa besar, adalah
tidak mudah menghidupkan pusat-pusat riset lokal (termasuk diantaranya ITB) yang
mampu memiliki daya saing dalam pengembangan ilmu dan menciptakan barang
dengan kualitas terbaik. Namun demikian apabila dikaji lebih lanjut ternyata banyak
peluang-peluang riset, yang justru potensial dikembangkan oleh pusat riset lokal
(dalam negeri). Hal tersebut disebabkan kebutuhan teknologi yang berbeda dalam
setiap kelompok masyarakat. Warung telepon misalnya, adalah teknologi yang hanya
bisa dipalikasikan di negara berkembang seperti Indonesia, tetapi tidak di negara maju
seperti Eropa. Karena pusat-pusat riset lokal berada dekat dengan pemakai teknologi
yaitu rakyat Indonesia, maka seharusnya kita mampu berada diposisi terdepan dalam
penyediaan teknologi bagi rakyat. Dapat disimpulkan bahwa terdapat peluang dalam
meriset berbagai macam hal yang bersifat lokal. Lebih jauh lagi justru riset-riset yang
seperti inilah yang dibutuhkan oleh bangsa kita dalam memperbaiki proses produksi,
terutama dalam menunjang proses produksi yang bersifat khas Indonesia, seperti
usaha agraris dan kerajinan. Misalnya dalam proses produksi agraris, dibutuhkan
teknologi pengawetan khusus untuk produk bumi lokal, yang memiliki komposisi
yang khas.
Mengembangkan teknologi bernuansa lokal dengan titik berat pada perbaikan
proses produksi pada dasarnya adalah melihat peluang-peluang riset tentang masalah
produksi dinegara kita. Oleh karena itu ITB dalam pengembangan teknologi tidak
hanya berdasarkan trend yang diciptakan oleh industri besar diluar negeri, namun
berdasarkan kebutuhan dalam negeri. Riset dilakukan dalam rangka memenuhi
kebutuhan dalam negeri, kemudian dalam kegiatan riset tersebut ITB tetap melihat
perkembangan riset dan industri dunia sebagai salah satu refrensi untuk diadopsi.
Untuk itu dibutuhkan kepekaan civitas akademika ITB untuk melihat kondisi
masyarakat.

Proses yang terhambat sebagai kesempatan untuk berproses lebih baik


Tak lama sebelum penemuan listrik, di London telah dibangun instalasi gas yang
mampu menerangi seluruh jalan besar kota London. London tumbuh sebagai kota
dengan penerangan terbaik di seluruh Eropa. Namun tak lama berselang terjadi
penemuan listrik dan bola lampu, teknologi ini dapat diaplikasikan untuk penerangan
kota secara lebih bersih dan efisien. Amsterdam dengan penerangan listrik mampu
mengungguli London dalam waktu singkat. London tertinggal beberapa waktu dalam
pengaplikasian penerangan listrik, karena dana yang besar telah diinvestasikan untuk
sistem penerangan gas. Untuk melepas seluruh instalasi gas harus menunggu
pengembalian modal. London kota yang mulanya terdepan dalam penerangan kota
justru menjadi terbelakang setelah adanya terobosan baru dibidang kelistrikan.
Demikian pula Belanda dengan sistem kanalnya yang canggih. Saat itu Belanda
memiliki sistem lalu lintas terbaik di Eropa utara, tetapi ketika teknologi yang lebih
baik dikembangkan yaitu teknologi kereta api, Belanda terhambat untuk mengadopsi
teknologi tersebut. Karena sangat sulit membangun rel kereta api diatas kanal-kanal.
Sejarah telah membuktikan terobosan-terobosan baru dalam teknologi yang
betul-betul revolusioner dapat membuat pihak-pihak baru bersaing dan merebut posisi
terdepan, merebut posisi pihak lain yang sebelumnya lebih maju. Pembangunan pusat-
pusat industri baru dengan teknologi terbaru akan memiliki daya saing yang lebih
tinggi dibandingkan dengan industri tua yang memakai teknologi konvensional. Pusat
industri baru yang dibangun dengan teknologi terbaru, budaya kerja yang baik,
disiplin yang tinggi dan etos kerja karyawan yang tinggi akan memiliki fleksibilitas
tinggi dalam pengembangan dan penyerapan teknologi, sehingga mampu berada di
posisi terdepan dalam persaingan global.
Oleh karena itu ketertinggalan dalam bidang industri yang kini dialami bangsa
Indonesia, merupakan suatu kesempatan bagi pengembangan pusat industri baru yang
berdaya saing. Namun demikian salah satu syaratnya adalah industri tersebut
membawa satu terobosan baru dalam pengembangan teknologi. Dan pertanyaanya
adalah bagaimana kita dapat memunculkan terobosan baru dalam bidang teknologi.
Terobosan baru dalam bidang teknologi sangat potensial untuk dilahirkan oleh
suatu universitas, khususnya ITB. Karena universitas memiliki iklim riset yang
independen sehingga para periset dapat bebas berkreatifitas. Keikutsertaan mahasiswa
sebagai periset-periset muda yang tidak terikat dengan nilai konservatif dan periset
yang memiliki idealisme yang tinggi, juga semakin meningkatkan potensi universitas
untuk menghasilkan terobosan-terobosan baru dalam peningkatan kualitas teknologi
produksi.

2. Penciptaan kultur pola pemakaian hasil teknologi yang tepat, kultur riset dan
masyarkat yang menghargai kekayaan intelektual.
Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat yang menyadari pentingnya riset
dalam peningkatan kesejahteraan manusia. Karena sadar bahwa riset adalah penting
maka masyarakat akan tergerak untuk menumbuhkan kemandirian dibidang riset,
sehingga tidak bergantung pada negara lain. Dengan demikian diharapkan masyarakat
bersedia memberikan dukungan dana untuk riset, mau mencoba mengaplikasikan
hasil riset dan menghargai kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh riset.

Dua peran diatas saling berkaitan, harus dilakukan secara sinergis dan simultan
oleh ITB, perguruan tinggi lain, industri dan pemerintah.
Uraian diatas semakin mepertegas potensi ITB yang besar, yang seharusnya
diikuti dengan peran ITB yang besar pula.
Langkah-langkah pencapaian
Untuk melaksanakan kedua peran tersebut ITB harus harus tumbuh sebagai
universitas riset berwawasan nasional, kemudian melaksanakan peran tersebut
bersama dengan universitas lain dengan dukungan penuh dari industri dan
pemerintah. Dalam kondisi ideal tersebut ITB akan bertidak sebagai lembaga riset
yang selalu mencari terobosan-terobosan baru dalam mengaplikasikan teknologi
untuk optimalisasi proses produksi. Industri bertindak sebagai penyokong dana dan
eksekutor produksi masal barang-barang hasil riset ITB. Sedangkan pemerintah
melalui kebijakan dalam hal regulasi dan pengaturan anggaran, bertindak sebagai
penjaga dan penyeimbang supaya mekanisme ini dapat terus berjalan.
ITB dengan para cendekiawannya bersama-sama pemerintah harus mampu
mengarahkan industri nasional kearah peningkatan kualitas produksi nasional. Oleh
karena itu ITB bukanlah penghasil sekrup-sekrup industri atau buruh-buruh
intelektual, tetapi ITB bersama lulusannya adalah lembaga yang betul-betul mampu
mengarahkan seluruh industri nasional ke arah yang jelas. Untuk itu ITB harus
memiliki posisi yang sangat kuat dalam peta bisnis, ekonomi dan industri. Selama ini
lulusan ITB memang telah diakui secara internasional namun gerak langkah ITB
dalam mendukung pembangunan nasional sebagai suatu institusi belum terlihat jelas.
Kembali melihat Indonesia saat ini, rasanya pola kerjasama universitas-industri
dan pemerintah dalam arahan supaya ITB mampu melaksanakan dua peran tersebut,
tidak mungkin terjadi secara alami. Daripada berharap ke pihak lain yang diluar
kontrol kita, lebih baik kita persiapkan diri kita, civitas akademika ITB, untuk
menjadikan ITB sebagai motor penggerak mekanisme kerjasama tersebut..
Untuk menjadikan ITB sebagai penggerak utama mekanisme kerjasama tersebut,
ITB harus betul-betul menjadi Institusi riset yang tangguh, Instititusi riset yang betul-
betul mampu menghasilkan ide-ide kreatif dalam membuat terobosan teknologi dan
aplikasi teknologi.Untuk mencapai hal tersebut ada beberapa tahapan yang harus
ditempuh, yaitu:

1. Penanaman Visi
Seluruh bagian dalam civitas akademika ITB terutama mahsiswa,dosen dan
rektorat harus betul-betul memahami visi tersebut. Yang dimaksud memahami adalah
setiap civitas akademika ketika mulai menginjakkan kami di ITB, maka dia mulai
sadar bahwa ada sebuah tanggung jawab besar yang harus ditunaikan terhadap bangsa
dan negara.
Penanaman visi khususnya kepada mahasiswa dapat dilakukan melalui
pemahaman oleh dosen maupun doktrinasi dalam kegiatan kemahasiswaan. Dosen
memiliki kesempatan yang sangat besar dalam memahamkan visi tersebut kepada
mahasiswa melalui interaksi yang dilakukan pada kuliah. Apabila setiap kegiatan di
kampus diarahkan kepada visi tersebut, maka sedikit demi sedikit mahasiswa baru
akan mampu memahami visi tersebut.
Apabila visi tersebut telah melembaga dalam seluruh civitas akademika maka
akan lahir semangat baru yang berdampak pada optimalisasi kemampuan diri.

3. Aktualisasi visi

Setelah visi tersebut melembaga dalam seluruh atau setidaknya sebagian besar
civitas akademika, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana visi tersebut dapat
teraktualisasi dalam setiap kegiatan kemahasiswaan, perkuliahan dan kegiatan
kampus lainnya. KM sebagai Badan Ekesekutif Mahasiswa memiliki arahan kegiatan
yang berorientasi pada pengaktualisasian kreatifitas mahsiswa dalam lingkup
keprofesian masing-masing dengan tetap memperhatikan manfaatnya bagi
optimalisasi produksi nasional. Kegiatan riset yang berbasis pada workshop dan
himpunan-himpunan harus tumbuh dan menghasilkan karya, dengan mendapatkan
dukungan penuh dari laboratorium.
Dalam sejarah bangsa Indonesia pergerakan mahasiswa telah terbukti mampu
menggulingkan pemerintah, mulai dari rezim Sukarno, rezim Suharto hingga rezim
Gus-Dur. Hal ini membuktikan bahwa pergerakan mahasiswa secara nasional yang
telah teroganisir akan memiliki kekuatan yang luar biasa. Apabila dalam politik energi
besar terbukti bisa tergalang, pertanyaannya adalah bisakah energi besar dalam
pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bisa tergalang ?
Apabila kita kaji lebih mendalam bagaimana pergerakan mahasiwa bisa muncul
secara masif, maka kita menemukan bahwa pergerakan tersebut timbul karena adanya
idealisme-idealisme yang telah melembaga dalam kebanyakan mahasiswa, atau
setidaknya telah dikenal oleh kebanyakan mahasiswa. Namun pemikiran tentang
mahasiswa adalah ‘pengawas pemerintah’ dan ‘pembela rakyat’ baru sebatas dalam
artian politik, belum dalam lingkup IPTEK. Namun demikian harus diakui bahwa
pergerakan mahasiswa dibidang politik saat ini sangat dibutuhkan sebagai upaya
perbaikan kondisi politik dan pemerintahan bangsa Indonesia. Namun dengan
semakin idealnya sistem pemerintahan Indonesia pada tahun-tahun mendatang, maka
bidang yang membutuhkan partisipasi mahasiswa akan berubah. Pada tahun-tahun
mendatang, dengan pemerintahan yang telah ‘ideal’, mahasiswa seharusnya banyak
berperan dalam bidang pembangunan keilmuan. Perubahan peran tersebut dapat
digambarkan pada gambar 2.

gambar 2
Faktor lain yang juga menyebabkan pergerakan kemahasiswaan sekarang tidak
bernuansa IPTEK adalah fakta bahwa yang mendominasi kegiatan kemahasiswaa
adalah bukan dari golongan mahasiswa terbaik dalam biadang akademis, bahkan
beberapa mahasiswa menjadikan kegiatan kemahasiswaan sebagai “aktualisasi
pelarian” karena kegagal mereka untuk mengaktualisasikan diri pada bidang
akademis. Namun faktor tersebut bukanlah faktor yang terlalu dominan.
Perubahan paradigma kegiatan kemahasiswaan sangat penting dilakukan karena
melalui sinilah akan lahir budaya riset dan kepedulian terhadap masalah teknologi
nasional di ITB. Mahasiswa dengan enarginya yang besar, kreatifitasnya yang sangat
baik dan kebebasan yang mereka miliki seharusnya dapat menjadi motor utama
penggerak riset di ITB. Seiring dengan belajar di kelas, mahasiswa mampu melihat
masalah yang dihadapi masyarakat dan kemudian dengan ilmu yang telah didapatkan
melalui kuliah mahasiswa membawanya ke laboratorium, dengan bimbingan dari
dosen bersaha mancari solusi atas masalah tersebut. Mahasiswa juga dapat membuat
suatu acara yang melibatkan masyarakat luas untuk memasyarakatkan teknologi baru
yang bermanfaat.
Salah satu contoh nyatanya adalah kegiatan desa binaan, mahasiswa melihat
kondisi sosial ekonomi masyarakat suatu desa, kemudian hasilnya dianalisis. Dari
hasil analisis tersebut mahasiswa mulai melakukan berbagai upaya untuk memajukan
desa tersebut dalam berbagai aspek. Upaya tersebut dapat berupa pembangunan
sarana fisik seperti pembangunan jalan dan jembatan, pengenalan teknologi
pengolahan hasil bumi, pengenalan sistem telekomunikasi atau pemberian bekal ilmu
sederhana tentang kimia organik-anorganik untuk lebih memahami cara pemakaian
obat dan pupuk tanaman. Melaui kegiatan tersebut mahasiswa juga belajar proses
adaptasi teknologi oleh masyarakat, bagaimana masyarakat memandang teknologi
baru, apa saja kendala yang timbul akibat teknologi baru dan bagaimana menciptakan
solusi cerdasnya.
Kegiatan lain adalah industri binaan, mirip dengan desa binaan namun pada
kegiatan ini obyeknya adalah industri. Mahasiswa yang teroganisir dalam wadah
himpunan atau unit membina suatu indutri kecil. Yang dimaksud membina disini
adalah mahasiswa membantu memecahkan berbagai masalah yang dihadapi industri
yang dibina, mulai dari sektor teknologi, manajemen sampai pemasaran. Melalui
kegiatan ini diharapkan mahasiswa dapat belajar bagaimana membangun suatu
industri.

3. Integrasi seluruh kemampuan

Supaya terjadi akselerasi riset dalam arah riset yang jelas, seluruh pihak ITB
harus saling terbuka mengembangkan komunikasi, membuat suatu forum yang terdiri
atas perwakilan mahasiswa, rektorat dan dosen yang berkompeten dalam berbagai
disiplin ilmu. Forum tersebut menentukan arah riset ITB dan menentukan target serta
langkah-langkah yang harus diambil. Oleh karena itu setiap laboratorium dan wadah
penelitian lainnya harus saling bekerjasama, hasil penelitian dari satu laboratorium
harus segera dipublikasikan supaya dapat dipakai oleh pihak yang lain. Dalam satu
proyek besar setiap wadah riset memiliki bagian risetnya masing-masing untuk
kemudian diintegrasikan dalam satu kesatuan sistem. Dapat dibayangkan bahwa ITB
adalah seperti lembaga riset dalam satu perusahaan besar, dalam hal ini perusahaan
besar tersebut adalah Indonesia dan investor perusahaan besar tersebut adalah negara
dan industri. Dengan demikian potensi ITB betul-betul bisa teraktualisasi dalam satu
karya besar, yang salah satunya adalah optimalisasi proses produksi melalui
teknologi.
Salah satu contoh proses integrasi ini adalah penyatuan atau kerjasama
laboratorium atau pusat riset yang sejenis. Misalnya pusat riset robotika dan
mekatronika, saat ini ada tiga departemen yang memilikinya, yaitu Departemen
Teknik Fisika, Departemen Teknik Elektro dan Departemen Teknik Mesin, dimasa
yang akan datang akan sangat baik apabila laboratorium tersebut disatukan dalam satu
tempat, dikelola bersama dan para peneliti yang berasal dari bidang ilmu yang
berbeda saling bekerjasama. Dengan demikian laboratorium tidak lagi dipecah-pecah
berdasarkan departemen, namun yang ada adalah pusat riset mekatronika yang
dikelola dan dikembangkan Departemen Teknik Fisika, Departemen Teknik Elektro
dan Departemen Teknik Mesin, pusat riset mengenai komputer dikelola dan
dikembangkan oleh Departemen Teknik Elektro dan Departemen Teknik
Informatika,pusat riset biomedika dikelola dan dikembangkan oleh Departemen
Teknik Elektro, Departemen Farmasi, Departemen Biologi dan Departemen Kimia,
demikian pula untuk pusat riset yang lain.

4. Integrasi kemampuan ITB (bersama perguruan tinggi lain), industri dan


pemerintah

Proses integrasi kemampuan ITB (bersama perguruan tinggi lain), industri dan
pemerintah berjalan seiring dengan semakin berkembangnya riset di ITB. Industri
berperan sebagai pemodal, unit produksi masal, pemain pasar dan penjual produk.
ITB bersama perguruan tinggi lain bertindak sebagai pusat riset, penyedia SDM,
penjaga nilai-nilai moral dan pengawas arah perkembangan industri dan pemerintah.
Jaringan antar universitas yang diwujudkan dalam riset bersama dan sistem informasi
yang membagikan tentang kemajuan hasil riset, kegagalan riset dan segala sesuatu
tentang pengembangan ilmu harus tumbuh sebagai media yang mampu menyatukan
seluruh perguruan tinggi dalam satu arah riset, dengan kerjasama yang saling sinergis.
Pusat riset yang sama, seharusnya saling bekerjasama membagikan ilmu yang
telah dimiliki. Sangat baik apabila ada satu website yang menjadi pusat pertukaran
informasi akdedemis dan riset. Setiap kemajuan riset, ide-ide kreatif dan kegagalan
dalam riset dipublikasikan dalam website tersebut. Dalam website tersebut juga
terdapat suatu forum diskusi yang memungkinkan setiap akademisi dari berbagai
universitas dan setiap periset dari berbagai industri dapat saling bertukar ide, ilmu dan
pengalaman.
Setiap universitas bisa jadi memiliki peran dan kecenderungan pengembangan
ilmu dan riset yang berbeda, seperti IPB dibidang riset pertanian, ITS dibidang riset
kelautan, UI dibidang pengembangan ilmu politik dan pemerintahan, ITB dibidang
industri. Dengan kerjasam yang saling sinergis potensi-potensi yang berbeda tersebut
dapat saling melengkapi dalam pengembangan teknologi Nasional.

5. Partsipasi dalam Perbaikan kualitas Proses Produksi Nasional

Setelah melalui beberapa tahapan, tahap selanjutnya adalah langkah nyata ITB
dalam perbaikan kualitas produksi nasional, berikut adalah beberapa contoh atas
partisipasi yang mungkin dilakukan oleh ITB bersama perguruan tinggi lain,industri
dan pemerintah.

1. Pembangunan Industri dasar dan pengadaan tiap lapis industri


Upaya pembangunan ini ditujukan untuk menjaga terjadinya keberlangsungan
siklus pengolahan barang dan konsumsi, seperti yang telah dijelaskan pada
gambar 1.
Untuk malakukan pembangunan ini, ITB dan perguruan tinggi lain harus mampu
memahami bagaimana kondisi siklus pengolahan barang dan konsumsi masyarkat,
kemudian menganalisis dan mencari terobosan-terobosan baru sebagi solusinya.
Setelah melalui pengkajian yang menyeluruh, selanjutnya bekerjasama dengan
industri, mulai memecahkan masalah. Pemecahan masalah dapat berupa
penemuan metode baru dalam proses produksi atau pembuatan mesin baru.

2. Pemasyarakatan teknologi
Setelah solusi ditemukan langkah berikutnya adalah bagaimana solusi tersebut
dapat diaplikasikan oleh masyarakat. Langkah tersebut ditempuh melalui
pemasyarkatan hasil teknologi, disini peran industri dalam promosi dan
mahasiswa sebagai pihak yang dapat dekat dengan masyarakat sangat dibutuhkan.

Tahap pertama dan kedua harus mulai dilaksanakan pada tahun 2003 dan
selambat-lambatnya pada tahun 2008. Apabila mahasiswa yang telah memiliki
idealisme untuk mengembangkan teknologi untuk peningkatan kualitas produksi
nasional telah lulus dari ITB sejak tahun 2005, maka diharapkan limabelas tahun
berikunya ketika mereka mulai terlibat dalam riset industri, menjadi dosen, pebisnis
muda mereka menjadi salah satu motor penggerak upaya pemajuan teknologi untuk
peningkatan kualitas produksi nasional. Melalui langkah-langkah tersebut diharapkan
ITB pada tahun 2020 telah mencapai tahap yang terakhir, telah mampu menggerakan
seluruh potensi yang ada bagi perbaikan kualitas produksi nasional, yang berdampak
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Penutup

Keseluruhan proses dan kegiatan tersebut akan memiliki dampak terhadap bangsa
Indonesia berupa peningkatan kualitas produksi nasional dan akan berdampak
terhadap ITB berupa semakin mendekatkan ITB untuk mencapai visi masa depannya,
yaitu "ITB menjadi lembaga pendidikan tinggi dan pusat pengembangan sains,
teknologi dan seni yang unggul, handal dan bermartabat di dunia, yang bersama
dengan lembaga terkemuka bangsa menghantarkan masyarakat Indonesia menjadi
bangsa yang bersatu, berdaulat dan sejahtera".

Anda mungkin juga menyukai