Anda di halaman 1dari 41

BEBERAPA PEMIKIRAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA (TTG)

DI INDONESIA

Oleh  Haslizen Hoesin

I.        BEBERAPA PENGERIAN

1.       Pembangunan Nasional.  Masalah utama yang dihadapi dalam pembangunan


Nasional pada hakekatnya adalah peningkatan mutu kehidupan dan perluasan Kesempatan
kerja
2.       Iptek dan Pembangunan.  1) Membangun kemampuan Iptek agar tumbuh menjadi
suatu sistem yang dapat menjadi penggerak dirinya sendiri.  2) Menghimpun kemampuan
Iptek  untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan sosio-ekonomi Nasional.
3.       Teknologi Tepat Guna di Indonesia.  Ber-urusan dengan proses modernisasi untuk
mengubah sikap mental seiring dengan usaha meningkatkan kemampuan untuk membuka diri
terhadap perkembangan Iptek.
4.       Teknologi Tepat Guna (TTG) yaitu suatu teknologi  yang memenuhi  persyaratan:
teknis, ekomomi dan sosial budaya.

Teknis, yaitu memperhatikan dan menjaga tata kelestarian lingkungan hidup, penggunaan
secara maksimal bahan baku lokal, menjamin mutu (kualitas) dan jumlah (kuantitas)
produksi, secara teknis efektif dan efisien, mudah perawatan dan operasi, serta relatif aman
dan mudah menyesuaikan terhadap perubahan.

Ekonomi, yaitu efektif menggunakan modal, keuntungan kembali kepada produsen, jenis
usaha kooperatif yang mendorong timbul industri lokal.

Sosial budaya, memanfaatkan keterampilan yang sudah ada, menjamin perluasan lapangan
kerja, menekan pergeseran tenaga kerja, menghidari konflik sosial budaya dan meningkatkan
pendapatan yang merata.

II.      PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TEPATGUNA DI INDONESIA

Teknologi Tepat Guna hanya dapat tumbuh dengan wajar apabila ia merupakan jawaban
terhadap tantangan pembangunan nasional.  Untuk itu berbagai azas pemerataan akan
menentukan pilihan teknologi itu sendiri.   Tidak mudah bagi kita untuk membebaskan diri
dari usaha menumbuhkan sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan.  Yang perlu dikaji
adalah keserasian antara permintaan, pengadaan dan mutu lingkungan.

Perkembangan Teknologi  Tepat Guna  akan tergantung pada berbagai  factor.  Yang
terpenting adalah struktur permintaan dan pengadaan.  Sebelum  permintaan itu datang dari
kebutuhan nyata (bukan produk dari ketimpangan kemakmuran misalnya) maka pilihan
teknologi  belum akan menjurus ke suatu yang tepatguna.  Selain itu pengadaan teknologi  ini
bersandar  pada usaha penelitian dan pengembangan Indonesia.

Penelitian dan pengembangan akan mempunyai fungsi utama:  1) Penyebar luasan teknologi
yang mampu memanfaatkan sumber daya alam secara baik dan produktif.  2) Penggunaan
tenaga kerja yang bermanfaat dalam tiap kegiatan ekonomi.

III.    TEKNOLOGI TEPATGUNA DI INDONESIA SAAT INI


1.    Teknologi  Tepat Guna di Indonesia merupakan gerakan yang hanya bermanfaat, bila
teknologi  ini mempunyai dimensi Nasional.  Karena situasi saat ini perlu peneropongan
secara cermat.

Secara umum, gejala yang ada saat ini:

a)      Gandengan dan interaksi  antar pengambil keputusan dan pelaksana dalam berbagai
tingkat masih perlu penyempurnaan.

b)      Kerja sama antar berbagai unsur  belum selancar yang diinginkan.

c)       Sikap dan kebiasaan mengenai masalah pembangunan secara multi dan inter-disiplin
belum mewujudkan secara jelas.  Hal ini antara lain masih menimbulkan kesan terjadinya
duplikasi yang tidak perlu.

2.   Gambaran diatas ini memberi petunjuk  akan dua hal:

a)      Identifikasi  prioritas belum baik

b)      Alokasi dana  dan daya yang sub-optimal

3.    Mengingat kemampuan Iptek  selalu mempunyai dua fungsi  seperti  tertera pada I.2,
maka Teknologi  Tepat  Guna menghadapi 2 tantangan:

a)      Kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, yang langsung  menyangkut kehidupan rakyat
banyak.  Untuk ini Teknologi Tepat Guna dapat diidentikkan dengan teknologi pedesaan.

b)      Kemampuan memenuhi kebutuhan sosio-ekonomi, yang  dalam  hal ini diartikan
sebagai proses industrialisasi (termasuk industri  pedesaan sebagai satu dari beberapa mata
rantainya).

4.   Pengalaman introduksi teknologi ke pedesaan akan berubah menunjukkan bahwa struktur
masysrakat pedesaan akan berubah. perubahan ini  akan menjadi  awal dari rantai proses
pembangunan melahirkan proses pembangunan berikutnya (development generates further
development).

Dalam pemasukan benda teknologi, terselip unsur pengolahan yang akhirnya mendorong
sikap masysrakat untuk bergerak maju, merubah sikap sehingga azas tolong-diri-sendiri
menjadi suatu yang nyata dan bermanfaat.

Jenis-jenis Teknologi Tepat Guna

                  Teknologi tepat guna bisa dikatakan sebagai hasil karya manusia yang
mengagumkan. Sebagai bukti bahwa manusia memiliki akal, cerdas dan kreatif untuk
menciptakan sesuatu yang mampu mendukung aktifitasnya. Akhirnya tercipta banyak
teknologi yang meningkatkan produktifitas manusia dari berbagai sektor. Jenis-jenis
teknologi tersebut antara lain :

1. Bidang Transportasi.
Untuk bidang satu ini termasuk banyak teknologi yang telah dilakukan. Mulai dari
ditemukannya sepeda, sepeda bermotor, mobil, pesawat, kapal dan belakangan motor atau
mobil dengan bahan listrik yang ramah lingkungan. Bukan tidak mungkin jika dikemudian
hari teknologi pada bidang transportasi ini semakin maju dengan temuan baru yang semakin
memudahkan dan cepat.

2. Bidang Pertanian

Anda bisa melihat bagaimana tanah digarap dengan bajak. Dimana sebelumnya harus
dicangkul. Pencangkulan lahan dinilai terlalu lama dan terlalu banyak orang yang diperlukan.
Kemudian muncul bajak dengan memanfaatkan sapi atau kerbau sebagai penggerak.
Pekerjaan menggarap tanah lebih cepat. Namun ternyata masih dianggap terlalu lama lalu
muncullah trantor yang membuat penggarapan lahan pertanian lebih cepat. Belum lagi
penemuan pembuatan pupuk. Mulai pupuk buatan hingga pupuk organik cair (POC) yang
dinilai lebih aman bagi tanaman.

Teknologi tepat guna di bidang pertanian ini sudah banyak diproduksi oleh pabrik mesin
Agrowindo.

3. Bidang Usaha Kecil

Nah, bidang satu ini termasuk sangat berkembang teknologi yang dihasilkan. Jika dulu untuk
mengiris bawang perlu bersusah payah menahan air mata, kini sudah ada mesin pengupas dan
pengiris bawang. Tidak hanya menghindarkan dari deraian air mata, pengirisian lebih cepat
dan lebih banyak. Lalu ada mesin pengiris untuk pembuatan keripik singkong, keripik ubi,
keripik kentang. Siapa sangka, buah dan sayur bisa dijadikan keripik. Namun saat ini hal
tersebut bukan bualan. Terdapat pengiris untuk keripik buah, terdapat mesin untuk
pembuatan keripik, dimana hasilnya akan dimaksimalkan dengan mesin peniris minyak.
Apapun jenis gorengan akan semakin renyah dan minim sisa minyak goreng. Padahal dahulu
untuk meniriskan minyak kebanyakan menggunakan koran bekas yang belakangan diketahui
berbahaya karena tinta pada koran bisa menempel pada makanan tersebut.

4. Bidang Kedokteran.

Bidang kedokteran sudah pasti ada banyak teknologi yang digunakan. Misalnya untuk
memeriksa kadar kolesterol, kadar gula, fungsi pencernaan, fungsi syaraf dan lainnya ada
sistem canggih yang digunakan. Menggunakan alat semacam maghnet yang digenggam
kemudian langsung terhubung dengan layar komputer dan diketahui bagaimana kondisi tubuh
pasien. Hal tersebut berarti tidak hanya menggunakan metode pengambilan sampel darah
saja. Alhasil ada banyak alternatif untuk membandingkan hasil pemeriksaan sehingga lebih
maksimal. Belum lagi teknoloti CT scan, USG dan sebagainya.

5. Bidang Pendidikan

Begitu pula bidang pendidikan. Pendidikan hanya dikenal dengan proses pengajaran di dalam
kelas menggunakan papan tulis dan kapur tulis yang berdebu. Kemudian menggunakan papan
tulis dengan spidol belakangan menggunakan laptop dan proyektor, pembelajaran melalui
video, internet dan sebagainya.

 
Memperlancar Kinerja Manusia

                  Pada akhirnya setiap perkembangan teknologi yang ada mampu meningkatkan
produktifitas kinerja manusia. Misalnya pada bidang usaha kecil. Para pengusaha atau
wirausaha yang dilakukan semakin berkembang usaha yang dimiliki dengan menggunakan
berbagai teknologi yang ada saat ini. Pengirisian lebih cepat, hasil lebih banyak dengan mesin
pengiris untuk keripik singkong, buah tempe dan sebagainya. Hasil penggorengan lebih
maksimal dengan mesin peniris minyak. Adanya teknologi tepat guna pun bisa dikatakan
mampu meningkatkan perekonomian lebih banyak orang.

Baca artikel sebelumnya tentaang teknologi tepat guna di bidang Pakan ternak. Pasti sangat
bermanfaat bagi para peternak dan Anda yang bergerak di bidang tersebut

PENGARUH PENGGUNAAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA TERHADAP


PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT TANI

07.14  UBU69  2 comments


PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masyarakat dalam kehidupannya pasti mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi bukan
hanya menuju ke arah kemajuan, tetapi dapat juga menuju ke arah kemunduran. Terkadang
perubahan- perubahan yang terjadi berlangsung dengan cepat, sehingga membingungkan dan
menimbulkan ”kejutan budaya” bagi masyarakat. Perubahan itu dapat terjadi di berbagai
aspek kehidupan, seperti peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian, sistem
kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, serta religi/keyakinan
Di dalam buku Sosiologi Pembangunan karangan Prof. Dr. Ny. Pudjiwati Sajogyo, ditelaah
ciri-ciri masyarakat yang menjadi modern, artinya mempelajari proses perubahan penting
yang terjadi dalam struktur sosial negara-negara yang menjadi modern. Dikutip beberapa ciri
masyarakat modern yang dikemukakan Prof. Selo Soemardjan, antara lain: (1)tingkat
pendidikan formal adalah tinggi dan merata; (2)kepercayaan yang kuat pada manfaat ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai sarana untuk kesejahteraan masyarakat (3)masyarakat
tergolong-golong menurut bermacam-macam profesi serta keahlian yang dapat dipelajari dan
ditingkatkan dalam lembaga pendidikan, keterampilan dan kejuruan. Sedangkan ciri manusia
modern yang menjadi penentu modernisasi, menurut Soerjono Soekanto, antara lain:
(1)manusia modern adalah orang yang bersikap terbuka terhadap pengalaman-pengalaman
baru dan penemuan-penemuan baru; (2)siap menerima perubahan-perubahan; (3)percaya
kepada keampuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam meningkatkan kesejahteraan umat
manusia.
Modernisasi tidak hanya milik masyarakat yang bermukim di daerah perkotaan saja, sekarang
ini sentuhan – sentuhan modernisasi telah menjalar ke berbagai pelosok daerah, hal ini
dimungkinkan dengan adanya sarana dan prasarana dibidang telekomunikasi yang amat
memudahkan kehidupan manusia. Begitupun dengan masyarakat pertanian, yang umumnya
identik dengan daerah pedesaan tidak luput dari euphoria akan modernisasi, masyarakat
pertanian yang dulunya dianggap terbelakang dalam penyerapan dan penguasaan akan
teknologi dalam berbagai bentuk kini mau tidak mau sangat membuthkan sentuhan teknologi
dalam aktivitas pertanian. Jika dulunya masyarakat pertanian cenderung ‘kolot’ akan hal –
hal yang bersifat inovatif, lain halnya dengan sekarang ketergantungan akan hal- hal yang
berhubungan dengan teknologi seakan menjadi bagian hidup mereka. Sebagai contoh, untuk
membeli bibit saja mereka rela dating jauh – jauh dari tempat tinggal ke toko – toko atau
pusat penjualan sarana produksi (input) pertanian seperti bibit, benih, dan input lainnya
seperti pupuk dan pestisida. Hal ini mengindikasikan masyarakat pertanian telah sepenuhnya
dapat menerima sentuhan teknologi dalam kehidupan mereka.
B. PERMASALAHAN
Mengapa penggunaan teknologi tepat guna dalam bidang pertanian dapat menyebabkan
terjadinya perubahan sosial?
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN
Tujuan penyusunan makalah ini agar pembaca dapat mengetahui Pengaruh penggunaan
teknologi tepat guna terhadap perubahan sosial di bidang pertanian ,sedangkan kegunaan dari
penyusunan makalah ini adalah guna melengkapi salah satu tugas penunjang perkuliahan
kususnya mata kuliah Perubahan Sosial.
D. METODE
Dalam penyusunan makalah ini digunakan metode studi pustaka dengan mengambil data dari
buku dan beberapa sumber dari internet.

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA DAN CIRI – CIRINYA


Teknologi adalah pengetahuan yang digunakan untuk membuat barang, menyediakan jasa
serta meningkatkan cara dalam menangani sumber daya yang penting dan terbatas.
Pengertian lain tentang teknologi adalah upaya manusia untuk membuat kehidupan lebih
sejahtera, lebih baik, lebih enak dan lebih mudah. Teknologi dikembangkan untuk membuat
hidup lebih baik, efisien dan mudah.
TTG merupakan alih bahasa secara cukup longgar dari “appropriate technology”, suatu
pengertian yang mempunyai makna tertentu, pada dasarnya, dilihat dari aspek teknis.
Perujudan TTG banyak ditemukan dalam bentuk teknologi tradisional yang dipraktekkan
oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Masyarakat tersebut, kecil sekali peluang memiliki
kesempatan memakai teknologi maju dan efisien, yang merupakan pola teknologi dari
masyarakat maju/industri. Secara teknis TTG merupakan jembatan antara teknologi
tradisional dan teknologi maju. Oleh karena itu aspek-aspek sosio-kultural dan ekonomi juga
merupakan dimensi yang harus diperhitungkan dalam mengelola TTG.
Teknologi yang dikembangkan dari beragam teknologi satu diantaranya adalah Teknologi
Tepat Guna (TTG) yaitu suatu teknologi yang memenuhi, persyaratan: teknis, ekomomi dan
sosial budaya.
• Teknis, yaitu memperhatikan dan menjaga tata kelestarian lingkungan hidup, penggunaan
secara maksimal bahan baku lokal, menjamin mutu (kualitas) dan jumlah (kuantitas)
produksi, secara teknis efektif dan efisien, mudah perawatan dan operasi, serta relatif aman
dan mudah menyesuaikan terhadap perubahan.
• Ekonomis, yaitu efektif menggunakan modal, keuntungan kembali kepada produsen, jenis
usaha kooperatif yang mendorong timbul industri lokal.
• Sosial budaya, memanfaatkan keterampilan yang sudah ada, menjamin perluasan lapangan
kerja, menekan pergeseran tenaga kerja, menghidari konflik sosial budaya dan meningkatkan
pendapatan yang merata.
Sebagaimana telah dikemukakan pengertian dan persyaratan Teknologi Tepat Guna (TTG)
dapat dikemukakan ciri-ciri yang cukup menggambarkan TTG (walaupun tidak berarti
sebagai batasan) adalah sebagai berikut:
• Perbaikan teknologi tradisional yang selama ini menjadi tulang punggung pertanian,
industri, pengubah energi, transportasi, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan,
• Biaya investasi cukup rendah/relatif murah,
• Teknis cukup sederhana dan mampu untuk dipelihara dan didukung oleh keterampilan
setempat,
• Masyarakat mengenal dan mampu mengatasi lingkungannya
• Cara pendayagunaan sumber-sumber setempat termasuk sumber alam/energi/bahan secara
lebih baik/optimal dan
• Alat mandiri masyarakat dan mengurangi ketergantungan kepada “pihak luar” (self-
realiance motivated).

B. ALASAN DI SEBUT TEKNOLOGI TEPAT GUNA


Menilai ketepat gunaan suatu teknologi, dalam hal ini, yang memberikan makna atau
pengertian berhubungan dengan masalah pembangunan pedesaan atau masyarakat
berpenghasilan rendah dalam hal ini erat sekali kaitannya dengan masyarakat pertanian.
Menurut Suwarto Martosudarjo dari LIPI makna/pengertian yang perlu digaris bawahi
kriteria ketepat gunaan teknologi itu bahwa: 1) Teknologi itu ekonomis (viable), 2) Teknologi
itu dapat dipertanggung jawabkan (technically feasible) dan 3) Teknologi dapat beradaptasi
secara mapan kepada lingkungan kultur dan sosial pada sesuatu lokal yang kita
perbincangkan (socially acceptable and ecologically sound).
Dalam bentuk pengertian lain TTG adalah hasil dari pendekatan kepada masalah-masalah
pembangunan. Menilai TTG adalah dalam pengertian kebutuhan yang nyata dan sumber-
sumber yang tersedia, tidak dalam pengertian “maju” yang telah ada. Pendekatan ini
menyadari bahwa perbedaan ekonomi, geografis dan kebudayaan memerlukan teknologi yang
berbeda dan pembangunan hendaknya menjadi pengabdi kepada manusia dan bukan sebagai
tuan atau raja bagi kebutuhan manusia.
Banyak rumusan lain mengenai Teknologi Tepat Guna. Rumusan berikut adalah yang dianut
Pusat Tteknologi Pembangunan – ITB (PTP – ITB). PTP – ITB mengajukan tiga
kriteria/persyaratan yang harus dipenuhi yaitu Teknis, Sosial dan Ekonomik.
Persyaratan Teknis meliputi:
1. Memperhatikan kelestarian tata lingkungan hidup, menggunakan sebanyak mungkin bahan
baku dan sumber energi setempat dan sesedikit mungkin menggunakan bahan baku yang di
import.
2. Jumlah produksi harus cukup dan mutu produksi harus dapat diterima oleh pasaran yang
ada, baik dalam maupun luar negeri.
3. Menjamin agar hasil dapat diangkut ke pasar dengan sarana angkutan yang tersedia dan
yang masih dapat dikembangkan, sehingga dapat dihindarkan kerusakan atas mutu hasil
(produk) serta menjamin kesinambungan peneyediaan pasokan (suplay) cukup teratur.
4. Memperhatikan ketertersediaan peralatan, serta opersi dan perawatannya demi
kesimanbungan (kontinuitas) persyaratan teknis.
Persyaratan Sosial meliputi:
1. Memanfaatkan keterampilan yang sudah ada atau kerterempilan yang mudah
pemindahannya, serta sejauh mungkin mencegah latihan ulang yang sukar dilakukan, mahal
dan memakan waktu
2. Menjamin timbulnya perluasan lapangan kerja yang dapat terus menerus berkembang.
3. Menekan serendah mungkin pergeseran tenaga kerja yang mengakibatkan pengangguran
ataupun setengah pengangguran.
4. Membatasi timbulnya ketegangan sosial dan budaya, dengan mengatur agar peningkatan
produksi berlangsung dalam batas-batas tertentu,
5. Menjamin agar peningkatan produksi serasi dengan peningkatan yang merata atas
pendapatan
Persyaratan Ekonomik
1. Membatasi sesedikit mungkin kebutuhan modal,
2. Menekan, sehingga minimum kebutuhan akan devisa,
3. Mengarahkan pemakaian modal, agar sesuai dengan rencana pengembangan lokal, regional
dan nasional
4. Menjamin agar hasil dan keuntungan kembali kepada produsen dan tidak menciptakan
terbentuknya mata-rantai baru.
5. Mengarahkan usaha pada pengelompokan secara koperatif

6. HUBUNGAN PENGUNAAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA DENGAN PERUBAHAN


SOSIAL MASYARAKAT PERTANIAN
Pembangunan yang telah dilakukan di setiap desa-desa yang ada di wilayah Indonesia,
utamanya pada masyarakat petani saat ini. Bentuk penerapan teknologi tepat guna dalam
pertanian dan perubahan sosial masyarakat petani merupakan implementasi dari
pembangunan yang dilakukan di negara-negara berkembang seperti di Indonesia.
Penerapan teknologi tepat guna dalam pertanian dan perubahan sosial masyarakat petani telah
menciptakan cara dan sikap masyarakat petani dalam melakukan proses produksi pertanian.
Secara tegas dikatakan bahwa teknologi tepat guna dalam pertanian yang diperkenalkan
dipedesaan Jawa lebih banyak mengandalkan masukan modern dan membatasi tenaga kerja.
Hanya saja pada masa selanjutnya, hal ini berbanding berbalik, yakni penerapan teknologi
tepat guna dalam pertanian semakin menambah kesempatan kerja, utamanya bagi kaum
buruh tani. Bentuk lain dari hasil analisa mengenai cara dan sikap masyarakat petani ini
adalah bahwa teknologi meningkatkan alternatif kita, penerapan teknologi tepat guna dalam
pertanian membawa cita-cita yang sebelumnya tak dapat dicapai ke dalam alam kemungkinan
dan dapat mengubah kekuasaan relatif atau memudahkan menyadari nilai-nilai berbeda.
Penerapan teknologi tepat guna dalam pertanian saat ini telah mampu membentuk alternatif-
alternatif baru bagi masyarakat petani dalam melakukan proses produksi pertanian, serta
menjadikan masyarakat petani untuk dapat selalu mengkondisikan alam
Bila memperhatikan ciri-ciri masyarakat Indonesia, yaitu tingkat pendidikan formal yang
kurang merata, kepercayaan yang kurang kuat pada teknologi sebagai sarana untuk
kesejahteraan masyarakat, banyaknya golongan profesi di masyarakat, serta kesiapan
menerima perubahan-perubahan, khusus pemanfaatan teknologi baru, dalam meningkatkan
kesejahteraannya, menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat lamban untuk disebut
sebagai masyarakat modern, khususnya masyarakat di daerah tertinggal dan daerah terbatas.
Pengertian masyarakat di daerah tertinggal dan terbatas adalah masyarakat di
wilayah/provinsi yang kurang memanfaatkan teknologi tepat guna untuk memajukan
daerahnya, sehingga selalu mengalami krisis pangan dan sulit serta mahalnya layanan
transportasi darat, laut maupun udara, sehingga kurang terjangkau informasi teknologi.
Daerah tertinggal dan terbatas tersebar di seluruh wilayah Indonesia antara lain; wilayah
Indonesia Timur, misalnya provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), iklimnya cenderung panas, curah hujan sedikit. Secara
fisik daerah ini memiliki 566 pulau, tetapi hanya 43 pulau yang berpenghuni, dengan tiga
pulau besar (pulau Timor, Sumba dan Flores). Sebagian besar penduduknya mengandalkan
mata pencaharian di sektor pertanian. Secara administratif NTT terbagi menjadi 19 kabupaten
dan 1 kota madya. Komoditi unggulan bidang perkebunan adalah: kopi, kelapa, kemiri,
kakao, jambu mete, yang terdapat di hampir semua kabupaten/kota. Komoditi unggulan
bidang pertanian tanaman pangan adalah: padi (sawah, ladang), jagung, kacang kedelai,
kacang hijau, ubi kayu/singkong, ubi jalar, memiliki tingkat produksi naik turun karena
musim tanam yang tidak menentu, tergantung curah hujan, dan komoditi sektor ini terdapat
pada semua kabupaten/kota di NTT. Hasil peternakan adalah sapi, kerbau dan kuda, hasil
perikanan dan kelautan juga merupakan produk unggulan, bahkan industri pariwisata yang
sangat menjanjikan belum dikelola secara profesional. Sebagai provinsi dengan pendapatan
perkapita dan pendidikan masyarakat yang masih rendah, teknologi yang tepat digunakan di
wilayah NTT adalah teknologi tepat guna.

7. JENIS – JENIS PERUBAHAN SOSIAL


Sebuah perubahan bisa terjadi karena sebab dari dalam (intern) atau sebab dari luar (ekstern).
Dalam sebuah masyarakat, perubahan sosial dan budaya bisa terjadi karena sebab dari
masyarakat sendiri atau yang berasal dari luar masyarakat.
1. Sebab Intern
Merupakan sebab yang berasal dari dalam masyarakat sendiri, antara lain:
a. Dinamika penduduk, yaitu pertambahan dan penurunan jumlah penduduk. Pertambahan
penduduk akan menyebabkan perubahan pada tempat tinggal. Tempat tinggal yang semula
terpusat pada lingkungan kerabat akan berubah atau terpancar karena faktor pekerjaan.
Berkurangnya penduduk juga akan menyebabkan perubahan sosial budaya. Contoh
perubahan penduduk adalah program transmigrasi dan urbanisasi.
b. Adanya penemuan-penemuan baru yang berkembang di masyarakat, baik penemuan yang
bersifat baru (discovery) ataupun penemuan baru yang bersifat menyempurnakan dari bentuk
penemuan lama(invention).
c. Munculnya berbagai bentuk pertentangan(conflict) dalam masyarakat.
d. Terjadinya pemberontakan atau revolusi sehingga mampu menyulut terjadinya perubahan-
perubahan besar.
2. Sebab Ekstern Merupakan sebab yang berasal dari dalam masyarakat sendiri, antara lain:
a. Adanya pengaruh bencana alam.
b. Terjadi peperangan
c. Adanya pengaruh kebudayaan lain

Jika dilihat dari segi cepat atau lambatnya perubahan, maka perubahan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:

1. Evolusi dan Revolusi (perubahan lambat dan perubahan cepat)


Evolusi adalah perubahan secara lambat yang terjadi karena usaha-usaha masyarakat dalam
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan
dengan pertumbuhan masyarakat. Contoh perubahan evolusi adalah perubahan pada struktur
masyarakat. Suatu masyarakat pada masa tertentu bentuknya sangat sederhana, namun karena
masyarakat mengalami perkembangan, maka bentuk yang sederhana tersebut akan berubah
menjadi kompleks.

2. Revolusi, yaitu perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga-lembaga


kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat. Seringkali perubahan revolusi diawali oleh
munculnya konflik atau ketegangan dalam masyarakat, ketegangan-ketegangan tersebut sulit
dihindari bahkan semakin berkembang dan tidak dapat dikendalikan. Terjadinya proses
revolusi memerlukan persyaratan tertentu, antara lain:
a. Ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
b. Adanya pemimpin/kelompok yang mampu memimpin masyarakat tersebut.
c. Harus bisa memanfaatkan momentum untuk melaksanakan revolusi.
d. Harus ada tujuan gerakan yang jelas dan dapat ditunjukkan kepada rakyat.
e. Kemampuan pemimpin dalam menampung, merumuskan, serta menegaskan rasa tidak
puas masyarakat dan keinginan-keinginan yang diharapkan untuk dijadikan program dan arah
gerakan revolusi.
2. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar
Perubahan kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak
membawa pengaruh langsung atau pengaruh yang berarti bagi masyarakat. Contoh perubahan
kecil adalah perubahan mode rambut atau perubahan mode pakaian.
Perubahan besar adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang
membawa pengaruh langsung atau pengaruh berarti bagi masyarakat. Contoh perubahan
besar adalah dampak ledakan penduduk dan dampak industrialisasi bagi pola kehidupan
masyarakat.

3. Perubahan yang Direncanakan dan Tidak Direncanakan


Perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan merupakan perubahan yang telah
diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak melakukan
perubahan di masyarakat. Pihak-pihak tersebut dinamakan agent of change, yaitu seseorang
atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat untuk memimpin satu atau
lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk mengubah suatu sistem sosial.
Perubahan yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan perubahan yang
terjadi di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-
akibat sosial yang tidak diharapkan.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN
Ciri manusia modern yang menjadi penentu modernisasi, menurut Soerjono Soekanto, antara
lain: (1)manusia modern adalah orang yang bersikap terbuka terhadap pengalaman-
pengalaman baru dan penemuan-penemuan baru; (2)siap menerima perubahan-perubahan;
(3)percaya kepada keampuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam meningkatkan
kesejahteraan umat manusia.
Penggunaan Teknologi Tepat Guna dalam bidang pertanian menimbulkan suatu perubahan
sosial bagi masyarakat petani, hal ini dapat dilihat dari kecenderungan masyarakat tani yang
sekarang ini sangat tergantung pada Teknologi Tepat Guna seperti bibit/ benih ungul, pupuk,
dan pestisida. Penggunaan Teknologi – Tekonologi Tepat Guna dirasa sangat memberi
manfaat dan masih berpotensi untuk membantu masyarakat tani dalam meningkatkan
produksi. Pernyataan ini memberi gambaran bahwa masyarakat tani sudah mulai menerima
sentuhan modernisasi, ini merupakan salah satu bentuk dari perubahan yang dikehendaki atau
yang direncanakan merupakan perubahan yang telah diperkirakan atau direncanakan terlebih
dahulu oleh pihak-pihak yang hendak melakukan perubahan di masyarakat. Pihak-pihak
tersebut dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat
kepercayaan masyarakat untuk memimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan
yang bertujuan untuk mengubah suatu sistem sosial dalam hal ini pihak yang dimaksudkan
ialah para petugas penyuluh pertanian lapang, yang bertugas memberikan rekomendasi bagi
peningkatan produktivitas kerja masyarakat tani, salah satunya dengan penggunaan
Teknologi Tepat Guna.

B. SARAN
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), iklimnya cenderung panas, curah hujan sedikit. Secara
fisik daerah ini memiliki 566 pulau, tetapi hanya 43 pulau yang berpenghuni, dengan tiga
pulau besar (pulau Timor, Sumba dan Flores). Sebagian besar penduduknya mengandalkan
mata pencaharian di sektor pertanian. Secara administratif NTT terbagi menjadi 19 kabupaten
dan 1 kota madya. Komoditi unggulan bidang perkebunan adalah: kopi, kelapa, kemiri,
kakao, jambu mete, yang terdapat di hampir semua kabupaten/kota. Komoditi unggulan
bidang pertanian tanaman pangan adalah: padi (sawah, ladang), jagung, kacang kedelai,
kacang hijau, ubi kayu/singkong, ubi jalar, memiliki tingkat produksi naik turun karena
musim tanam yang tidak menentu, tergantung curah hujan, dan komoditi sektor ini terdapat
pada semua kabupaten/kota di NTT. Hasil peternakan adalah sapi, kerbau dan kuda, hasil
perikanan dan kelautan juga merupakan produk unggulan, bahkan industri pariwisata yang
sangat menjanjikan belum dikelola secara profesional. Sebagai provinsi dengan pendapatan
perkapita dan pendidikan masyarakat yang masih rendah, teknologi yang tepat digunakan di
wilayah NTT adalah teknologi tepat guna.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/teknologitepatguna diakses pada 11 juni 2010


http://www.scribd.com/doc/11479563/Modul-Perubahan-Sosial-Budaya diakses pada 11 juni
2010

MAKALAH TENTANG TEKNOLOGI TEPAT GUNA

BAB I

PEMBAHASAN

A. Pengertian Produk Teknologi Tepat Guna

Pada dasarnya Teknologi Tepat Guna adalah teknologi yang memberikan tingkat pelayanan
yang paling dapat diterima, baik itu secara teknis, sosial dan lingkungan, dengan tingkat
biaya yang paling murah.

Namun perlu disesuaikan dengan kondisi setempat, adakalanya diperlukan teknologi yang
tidak murah bila memang sesuai dengan kondisi setempat.

Sebelum membahas macam-macam teknologi tepat guna, ada baiknya kita mengulas dulu
bagaimana sih sehingga suatu teknologi dikatakan tepat guna.

Dalam rangka meningkatkan sistem usaha pembangunan masyarakat supaya lebih produktif
dan efisien, diperlukan teknologi. Pengenalan teknologi yang telah berkembang di dalam
masyarakat adalah teknologi yang telah dikembangkan secara tradisional, atau yang dikenal
dengan "teknologi tepat guna" atau teknologi sederhana dan proses pengenalannya banyak
ditentukan oleh keadaan lingkungan dan mata pencaharian pokok masyarakat tertentu.

Pertumbuhan dan perkembangan teknologi, ditentukan oleh kondisi dan tingkat isolasi dan
keterbukaan masyarakat serta tingkat pertumbuhan kehidupan sosial ekonomi masyarakat
tersebut. Untuk memperkenalkan teknologi tepat guna perlu disesuaikan dengan kebutuhan,
yaitu kebutuhan yang berorientasi kepada keadaan lingkungan geografis atau propesi
kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Teknologi yang demikian itu merupakan barang
baru bagi masyarakat dan perlu dimanfaatkan dan diketahui oleh masyarakat tentang nilai dan
kegunaannya. Teknologi tersebut merupakan faktor ekstern dan diperkenalkan dengan
maksud agar masyarakatyang bersangkutan dapat merubah kebiasaan tradisional dalam
proses pembangunan atau peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Istilah teknologi tepat guna mulai muncul menyusul krisis minyak 1973 dan pergerakan
lingkungan pada dasawarsa 1970-an. Istilah ini biasanya digunakan di dalam dua wilayah:
memanfaatkan teknologi paling efektif untuk menjawab kebutuhan daerah pengembangan,
dan memanfaatkan teknologi yang ramah lingkungan dan ramah sosial di negara maju.

TTG merupakan alih bahasa secara cukup longgar dari “appropriate technology”, suatu
pengertian yang mempunyai makna tertentu, pada dasarnya, dilihat dari aspek teknis.
Perujudan TTG banyak ditemukan dalam bentuk teknologi tradisional yang dipraktekkan
oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Masyarakat tersebut, kecil sekali peluang memiliki
kesempatan memakai teknologi maju dan efisien, yang merupakan pola teknologi dari
masyarakat maju/industri. Secara teknis TTG merupakan jembatan antara teknologi
tradisional dan teknologi maju. Oleh karena itu aspek-aspek sosio-kultural dan ekonomi juga
merupakan dimensi yang harus diperhitungkan dalam mengelola TTG.

Pengenalan teknologi semacam TTG, dihadapkan kepada beragam nama, tergantung pada
dimensi yang dicakupnya seperti: teknologi tepat, teknologi pedesaan, teknologi madya
(intermediate), teknologi biaya rendah (low cost technology), teknologi padat karya (labour
intensive technology) dan lain-lain. Kiranya tidak perlu diperdebatkan tentang pengertian
sematik, mengingat selera berbeda-beda. Pengertian yang terkandung dan tersirat pada
terminologi berbagai TTG di atas kiranya sudah cukup jelas.

Teknologi tepat guna adalah ada sebuah gerakan idelogis (termasuk manifestasinya) yang
awalnya diartikulasikan sebagai intermediate technology oleh seorang ekonom bernama Dr.
Ernst Friedrich "Fritz" Schumacher dalam karyanya yang berpengaruh, Small is Beautifull.
Walaupun nuansa pemahaman dari teknologi tepat guna sangat beragam di antara banyak
bidang ilmu dan penerapannya, teknologi tepat guna umumnya dikenal sebagai pilihan
teknologi beserta aplikasinya yang mempunyai karakteristik terdesentralisasi, berskala relatif
kecil, padat karya, hemat energi, dan terkait erat dengan kondisi lokal. Secara umum, dapat
dikatakan bahwa teknologi tepat guna adalah teknologi yang dirancang bagi suatu masyarakat
tertentu agar dapat disesuaikan dengan aspek-aspek lingkungan, keetisan, kebudayaan, sosial,
politik, dan ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Dari tujuan yang dikehendaki, teknologi
tepat guna haruslah menerapkan metode yang hemat sumber daya, mudah dirawat, dan
berdampak polutif seminimal mungkin dibandingkan dengan teknologi arus utama, yang
pada umumnya beremisi banyak limbah dan mencemari lingkungan. Baik Schumacher
maupun banyak pendukung teknologi tepat guna pada masa modern juga menekankan bahwa
teknologi tepat guna adalah teknologi yang berbasiskan pada manusia penggunanya. 

BAB II

PEMBAHASAN
A. DEFINISI TEPAT GUNA
Indonesia sangat kaya karena memiliki potensi sumber daya alam yang sangat melimpah,
apabila kekayaan tersebutdikelola dengan baik dan benar, maka Indonesia akan menjadi
negara yang berdaulat dan disegani oleh dunia. Untukpengelolaan sumberdaya alam tersebut
diperlukan penguasaan di bidang teknologi.

Teknologi Tepat Guna merupakan pilihan yang tepat untuk memberikan kesempatan yang
merata kepada masyarakatdalam memanfaatkan potensi sumberdaya alam tersebut,
karenanya perlu ada upaya yang maksimal agar masyarakatdapat mengetahui, menguasai dan
memanfaatkan teknologi tepat guna dalam kegiatan produktifnya sehari hari.

Gelar Teknologi Tepat Guna Nasional merupakan salah satu upaya strategis dalam
penyebaran dan pemerataaninformasi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
dapat menjawab permasalahan masyarakat, tidakmerusak lingkungan dan dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat secara mudah serta menghasilkan nilai tambah dariaspek ekonomi dan aspek
lingkungan hidup.

B. Tujuan Teknologi Tepat Guna

Dari tujuan yang dikehendaki, teknologi tepat guna haruslah menerapkan metode yang hemat
sumber daya, mudah dirawat, dan berdampak polutif minimalis dibandingkan dengan
teknologi arus utama, yang pada umumnya beremisi banyak limbah dan mencemari
lingkungan. Secara garis besar Teknologi tepat guna juga harus bisa membantu meningkatkan
kualitas kehidupan, selain itu membantu masyarakat untuk menjaga tanah serta
lingkungannya demi perkembangan menuju masa depan yang berkelanjutan. Ini juga akan
meningkatkan kualitas lingkungan dunia.

C. Manfaat Teknologi Tepat Guna


Sebelum berbicara mengenai manfaat dari TTG, maka ada sebuah proses yang harus
diketahui sebelum memperoleh manfaat dari TTG tersebut, yaitu penerapan teknologi tepat
guna tersebut. Penerapan TTG adalah sebuah usaha pembaharuan. Meskipun pembaharuan
itu tidak mencolok dan masih dalam jangkauan masyarakat, tetapi harus diserasikan dengan
keadaan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat serta alam. Kalau tidak, maka
usaha pembaharuan itu akan mendapat hambatan yang dapat menggagalkan usaha
pembaharuan tersebut.

Usaha pembaharuan itu dirancang sedemikan rupa sehingga seluruh masyarakat merasa
bahwa pembaharuan adalah prakarsa mereka sendiri. Berarti di dalam pembaharuan teknologi
itu, terdapat minat dan semangat dalam masyarakat tersebut.

Banyak orang keliru dalam berpendapat kalau orang membawa pompa bambu, biogas,
pengering dengan energi radiasi matahari sederhana kedesa, maka orang itu telah menerapkan
teknologi tepat guna. Membawa paket-paket teknologi sederhana tersebut kesebuah desa
belum dapat dikatakan sebagai penerapan teknologi tepat guna, bahkan dapat
menjerumuskan, apabila tidak disertai pendidikan kepada masyarakat desa tersebut,
bagaimana cara membuat dan memperbaiki alat tersebut. Paling ideal penerapan teknologi
tepat guna adalah teknologi yang telah ada pada suatu masyarakat dan perbaikan itu ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat.
Penerapan TTG juga harus mempertimbangkan keadaan alam sekitar. Dapat diartikan bahwa
dampak lingkungan yang disebabkan penerapan Teknologi Tepat Guna (TTG) harus lebih
kecil dibandingkan pemakaian teknologi tradisional maupun teknologi maju. Dengan
demikian manfaat dari teknologi tepat guna itu dapat dirasakan oleh masyarakat tersebut. 

D. Ciri-ciri Teknologi Tepat Guna

Sebagaimana telah dikemukakan pada kriteria dan syarat dan kesesuaian TTG, dapat
dikemukakan ciri-ciri yang cukup menggambarkan TTG (walaupun tidak berarti sebagai
batasan) adalah sebagai berikut:

1. Perbaikan teknologi tradisional yang selama ini menjadi tulang punggung pertanian,
industri, pengubah energi, transportasi, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat di suatu
tempat.

2. Biaya investasi cukup rendah/ relatif murah.

3. Teknis cukup sederhana dan mampu untuk dipelihara dan didukung oleh keterampilan
setempat.

4. Masyarakat mengenal dan mampu mengatasi lingkungannya.

5. Cara pendayagunaan sumber-sumber setempat termasuk sumber alam, energi, bahan secara
lebih baik dan optimal.

6. Alat mandiri masyarakat dan mengurangi ketergantungan kepada pihak luar (self-realiance
motivated).

E. Penerapan Teknologi Tepat Guna

Penerapan TTG adalah sebuah usaha pembaruan. Meskipun pembaharuan itu tidak mencolok
dan masih dalam jangkauan masyarakat, tetapi harus diserasikan dengan keadaan sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat setempat serta alam. Kalau tidak, maka usaha pembaharuan
itu akan mendapat hambatan yang dapat menggagalkan usaha permbaharuan tersebut.

Usaha pembaharuan itu dirancang sedemikan rupa sehingga seluruh masyarakat merasa
bahwa pembaharuan adalah prakarsa mereka sendiri. Berarti di dalam pembaharuan teknologi
itu, terdapat minat dan semangat dalam masyarakat tersebut.

Banyak orang keliru sangaka: kalau orang membawa pompa bambu, biogas, pengering
dengan energi radiasi matahari sederhana kedesa, maka orang itu telah menerapkan teknologi
tepat guna. Membawa paket-paket teknologi sederhana tersebut kesebuah dasa belum dapat
dikatakan sebagai penerapan teknologi tepat guna, bahkan dapat menjerumuskan, apabila
tidak disertai pendidikan kepada masyarakat desa tersebut, bagaimana cara membuat dan
memperbaiki alat tersebut. Paling ideal penerapan teknologi tepat guna adalah teknologi yang
telah ada pada suatu masyarakat dan perbaikan itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang semakin meningkat

Penerapan TTG juga harus mempertimbangkan keadaan alam sekitar. Dapat diartikan bahwa
dampak lingkungan yang disebabkan penerapan Teknologi Tepat Guna (TTG) harus lebih
kecil dibandingkan pemakaian teknologi tradisional maupun teknologi maju.

F. Fungsi Teknologi Tepat Guna

Sebagai mana fungsi dari teknologi tepat guna adalah:


1. Alat kesehatan yang digunakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
2. Biaya yang digunakan cukup rendah dan relatif murah.
3. Teknis cukup sederhana dan mampu untuk dipelihara.
4. Mengurangi kesalahan dalam mendiagnosis suatu penyakit.

G. Syarat Tepat Guna

Teknologi diciptakan sebaiknya bisa langsung diaplikasikan untuk menunjang kerja manusia,
sedangkan yang dimaksud tepat guna adalah produk teknologi yang berguna sesuai dengan
kebutuhan pengguna.

Adapun persyaratan teknologi tepat guna adalah: dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
setempat; merupakan hasil rekayasa praktis yang mudah diterapkan; efektif dan efisien;
ekonomis dan pemeliharaannya mudah; memanfaatkan sumber daya yang ada; mudah
dioperasikan oleh pemakai; dibuat sesuai kebutuhan; dan mudah dikembangkan.

H. Macam-Macam Teknologi Tepat Guna

Manusia dikaruniai akal dan otak. Dengan keduanya manusia bisa membuat berbagai alat
canggih sebagai penunjang kehidupannya. Berikut ini adalah contoh berbagai teknologi tepat
guna yang digunakan pada segala sektor aktivitas manusia:

1. Sektor Pertanian

Sektor pertanian tak lepas dari pengaruh teknologi modern. Mengapa demikian? Karena
pertanian berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, yakni bahan makanan.

Pertanian sudah menjadi bagian dari industri besar, jadi harus dieksplorasi secara maksimal.
Maka diciptakanlah berbagai macam produk teknologi yang tepat guna, untuk
mengoptimalkan eksplorasi pangan.

2. Sektor Usaha Kecil


Pada sektor usaha menengah pun tak luput dari sentuhan teknologi dalam proses
produksinya. Misalnya pada industri pembuatan keripik singkong, ada pengusaha yang telah
menggunakan mesin pemotong singkong, sehingga hasil produksinya lebih banyak.

3. Bidang Kedokteran

Bidang kedokteran/medis sudah lama menggunakan teknologi canggih guna membantu


menyelamatkan hidup manusia. Ada banyak teknologi bersifat tepat guna yang digunakan
oleh dokter untuk mendiagnosa penyakit atau membantu proses operasi.

4. Pengolahan Sampah

Pengelolaan sampah merupakan masalah klasik yang sering terjadi pada daerah perkotaan.
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi selalu berbanding lurus dengan tingkat konsumsi
dan aktivitas masyarakat, menyebabkan jumlah sampah yang dihasilkan juga semakin tinggi.
Dengan teknologi tepat guna tentunya sampah dapat dikelola dengan baik.

Pengelolaan sampah kota yang saat ini banyak diterapkan di beberapa kota di Indonesia
masih terbatas pada sistem 3P (Pengumpulan, Pengangkutan, dan Pembuangan).

Sampah dikumpulkan dari sumbernya, kemudian diangkut ke Tempat Pembuangan


Sementara (TPS) dan akhirnya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Fungsi TPA
semestinya bukan hanya merupakan tempat pembuangan akhir saja, tetapi dapat menjadi
tempat pengelolaan sampah yang dapat mengolah sampah sehingga menghasilkan nilai
tambah.

Macam-macam teknologi tepat guna bidang persampahan, diantaranya:

§ Pengomposan sampah organik dapur (sampah basah) dengan komposter rumah tangga
secara individual atau komunal, yang tertanam maupun tidak tertanam, dengan komposter
pot, komposter karung,

§ Pengomposan sampah organik rumah tangga dengan pengembangbiakan cacing tanah,

§ Pengomposan skala lingkungan,

§ Daur ulang sampah plastik lembaran (kresek) – peletasi

Salah satunya yang saat ini paling anyar dan sedang dikembangkan adalah mengkonversi
sampah plastik menjadi BBM setara solar dan premium. Sistem kerja yang digunakan dengan
pirolisis, sampah plastik dipanaskan dengan suhu diatas 300 C sehingga menjadi uap dan
didinginkan oleh fluida cair untuk mendapatkan hasil minyaknya.

Penanganan dan pengelolaan sampah tentunya akan semakin kompleks dan rumit dengan
semakin kompleksnya jenis maupun komposisi sampah.
BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan

Teknologi Tepat Guna merupakan teknologi yang telah dikembangkan secara tradisional dan
proses pengenalannya banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan dan mata pencaharian
pokok masyarakat setempat.

Sebelum menggunakan TTG, terlebih dahulu kita lakukan penerapan dari TTG tersebut
kepada masyarakat. Dengan adanya penerapan ini di harapkan masyarakatnya berubah dan
mengerti tentang manfaat TTG dan mampu menggunakan TTG tersebut dengan sebaik
mungki. Sehingga penggunaa dari TTG tersebut bermanfaat bagi masyarakat, yaitu dapat
memenuhi kebutuhan individu atau masyarakat karena kebutuhan masyarakat semakin hari
semakin meningkat.

B. Saran

Teknologi tepat guna apabila dimanfaatkan dengan baik maka akan memeperoleh hasil yang
bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penerapan TTG juga harus
mempertimbangkan keadaan alam sekitar. Dapat diartikan bahwa dampak lingkungan yang
disebabkan penerapan Teknologi Tepat Guna (TTG) harus lebih kecil dibandingkan
pemakaian teknologi tradisional maupun teknologi maj

PENGEMBANGAN DAN PEMASYARAKATAN TEKNOLOGI TEPAT


GUNA MELALUI POSYANTEK

1.    Latar Belakang

Sebagai negara agraris, sumberdaya alam di Indonesia sangat


melimpah, berbagai sumberdaya alam banyak tersedia terutama di perdesaan.
Sumberdaya dalam bidang pertanian (pertanian dalam arti luas meliputi pertanian
budidaya, perikanan, kehutanan, perkebunan dan peternakan) banyak tersedia dan
telah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun disadari
pemanfaatan sumberdaya alam lebih banyak dikelola secara turun temurun dan
secara tradisional (sangat sederhana), akibatnya produktifitas masih relatif rendah.
Sementara tuntutan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara massal semakin
lama semakin meningkat termasuk pemenuhan kebutuhan pangan dan varian
lainnya.

Rendahnya produktifitas yang ada berimplikasi pada rendahnya daya


saing yang dimiliki negara Indonesia. Berangkat dari permasalahan pengelolaan
sumberdaya alam yang teramat komplek inilah yang digunakan sebagai landasan
bagi perumusan dan implementasi kebijakan pengelolaan sumberdaya alam
perdesaan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna. Berbicara mengenai isu
pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia tidak bisa dipungkiri bahwa
kelangsungan penghidupan masyarakat sangat ditentukan oleh bagaimana
sumberdaya alam dan lingkungan dikelola. Dengan kata lain, pengelolaan
sumberdaya alam dengan memanfaatkan teknologi tepat guna secara optimal
sekaligus melestarikan sumberaya alam akan memberikan fondasi yang kuat bagi
terwujudnya daya saing untuk meningkatkan pendapatan dan livelihood outcomes
lainnya.

Selain isu pengelolaan sumberdaya alam tersebut diatas, isu lain yang tidak
kalah pentingnya adalah partisipasi masyarakat. Ketika “demokrasi” menjadi pilihan
untuk membangun konsensus dalam menyelesaikan masalah, maka partisipasi
masyarakat merupakan sebuah kebutuhan yang tidak bisa dihindari dalam proses
perumusan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan.

2.    Kebijakan dan Program terkait TTG Perdesaan

Kebijakan pemerintah yang mendukung upaya penerapan dan


pengembangan teknologi tepat guna diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyebutkan bahwa
penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat antara lain melalui pemberdayaan masyarakat serta
peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu peraturan lainnya yang merupakan kebijakan pemerintah
dalam rangka penerapan teknologi tepat guna adalah Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan
Iptek (Sisnas P3 Iptek). Di dalam Undang-undang tersebut disebutkan antara lain
bahwa Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan anggaran sebesar jumlah tertentu
yang cukup memadai untuk memacu akselerasi penguasaan, pemanfaatan, dan
pemajuan Iptek (Bab VI tentang Pembiayaan pasal 27 ayat 1).

Kebijakan lainnya yang turut mendukung upaya pemberdayaan


masyarakat dalam rangka penerapan teknologi tepat guna adalah Instruksi Presiden
RI Nomor 3 Tahun 2001 tentang Penerapan dan Pengembangan teknologi tepat
guna. Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 tentang
Penerapan dan Pengembangan teknologi tepat guna disebutkan bahwa untuk
mempercepat pemulihan ekonomi nasional, mempercepat kemajuan desa dan
menghadapi persaingan global dipandang perlu melakukan percepatan
pembangunan pedesaan melalui pemberdayaan masyarakat di berbagai bidang
yang didukung oleh penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna.

Inpres tersebut antara lain menginstruksikan kepada Gubernur dan


Bupati/Walikota seluruh Indonesia untuk melaksanakan pemberdayaan masyarakat
perdesaan melalui penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna guna
mendorong, menumbuhkan, meningkatkan, mengembangkan perekonomian
masyarakat, memeratakan pembangunan, mengentaskan kemiskinan serta
pengembangan wilayah. Secara lebih rinci, dalam Inpres tersebut diinstruksikan
kepada Gubernur untuk melakukan: (1) fasilitasi pelaksanaan kebijakan penerapan
dan pengembangan teknologi tepat guna, (2) koordinasi penerapan dan
pengembangan teknologi tepat gunaantar Kabupaten/Kota, (3) fasilitasi kerjasama
penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna, serta (4) evaluasi dan
pelaporan pelaksanaan program penerapan dan pengembangan teknologi tepat
guna.Sementara kepada Bupati/Walikota diinstruksikan untuk (1) melaksanakan
program penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna, (2) memfasilitasi
penguatan kelembagaan pelayanan teknologi dalam penerapan dan pengembangan
teknologi tepat guna, (3) kerjasama dengan lembaga lain dalam penerapan dan
pengembangan teknologi tepat guna, (4) serta pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan program penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna.

Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan Inpres tersebutpada setiap level


tingkat pemerintahan, dibentuk Tim Koordinasi Penerapan dan Pengembangan
Teknologi Tepat Guna, yang beranggotakan unsur-unsur terkait, dengan sekretariat
Tim di Instansi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Selain itu, Bupati/Walikota
perlu mengembangkan instrumen kebijakan melalui dukungan sumber daya, dana,
pemberian insentif, penyelenggaraan program Iptek untuk menumbuhkembangkan
motivasi, stimulasi, dan fasilitas, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi
wilayahnya masing-masing.

Untuk lebih mengoptimalkan upaya pengembangan dan pemanfaatan


teknologi tepat guna di daerah, Menteri Dalam Negeri telah menetapkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2010 tentang Pemberdayaan Masyarakat
melalui Pengelolaan Teknologi Tepat Guna,Sedangkan kegiatan yang dilakukan
oleh Sub Direktorat Pemasyarakatan dan Kerjasama Teknologi Perdesaan selalu
mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010
– 2014, program kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka Pengembangan dan
Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna antara lain Gelar Teknologi Tepat Gunadan
Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna (Posyantek).

3.    TTG yang Diadopsi untuk Mata Pencaharian

Kegiatan mengadopsi suatu teknologi tepat gunadi masyarakat


merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan dan
pemanfataan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumberdaya alam.
Pengembangan teknologi tepat guna adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas
dan kuantitas dalam bentuk desain, fungsi dan manfaat dari suatu teknologi melalui
proses penelitian, pengkajian, uji coba, dan fasilitasi.Teknologi tepat guna
dikembangkan dengan memperhatikan sasaran, kebutuhan, dan kemampuan
pengguna agar mudah diterima dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
pengguna.
Penghasil teknologi tepat guna relatif banyak, tetapi teknologi yang dihasilkan
belum secara optimal tersosialisasikan dengan baik, bahkan kurang terjadi
keterkaitan dan kesepadanan (link and match) dengan usaha kecil
menengah.Ketidaktuntasan kegiatan penelitian, pengembangan dan sinergi
membawa dampak pada hasil litbang teknologi tepat guna belum layak
dimanfaatkan apalagi layak ekonomis. Padahal keberadaan teknologi tepat guna
sangat diperlukan untuk menunjang kegiatan proses produksi agar berjalan lancar
sesuai dengan produk yang akan dihasilkan.

Untuk menghasilkan suatu produk yang mampu memenuhi kualitas yang baik
dan kuantitas yang memadai dalam waktu yang optimal, maka pengembangan
teknologi harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat penggunanya tanpa harus
bertentangan dengan kondisi sosial budayanya, kondisi spesifik wilayah serta
kecocokan dengan kapasitas produksi dari jenis industri yang sedang
dikembangkan.

Secara sosiologis pemahaman teknologi tepat guna harus berbasis atau


paling tidak “dekat” dengan struktur sosial dan kultur masyarakat yang
membutuhkannya. Apabila teknologi tepat guna berbasis atau dekat dengan
struktur sosial dan kultur masyarakatnya maka diperkirakan teknologi tersebut dapat
memenuhi atau sesuai dengan berbagai karakteristik masyarakat yang
membutuhkannya. Artinya, teknologi tepat guna tersebut diciptakan dan
dikembangkan dari dalam sistem sosialnya, meskipun diciptakan dan dikembangkan
di luar sistem sosialnya. Akan tetapi tetap mempertimbangkan atau bersumber dari
pengetahuan, teknologi, dan kearifan lokal.

Sementara itu pemanfaatan suatu teknologi di masyarakat harus melalui


proses tahapan berdasarkan kondisi keadaan budaya, ekonomi, sosial masyarakat
yang berkembang sangat dinamis, sehingga terjadi adopsi dalam alih teknologi.
Dengan demikian, pemanfaatan teknologi tepat guna bersifat dinamis, karena
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi, seperti faktor sosial budaya masyarakat,
potensi sumber daya alam, teknologi yang digunakan secara teknis diserap dan
dipelihara serta dikembangkan sendiri oleh masyarakat, sehingga berpotensi
membuka lapangan kerja baru, bersifat produktif dan memiliki nilai tambah yang
secara ekonomis serta mampu menghasilkan produk yang diserap
pasar.Berkembangnya pemanfaatan teknologi tepat guna dalam masyarakat
berjalan seiring dengan meluasnya kapasitas usaha di suatu daerah.

Dalam konteks pemberdayaan masyarakat bahwa pemanfaatan


teknologi tepat guna secara optimal akan mampu mewujudkan usaha masyarakat
yang dapat mengefisienkan ongkos produksi, memperbaiki proses mutu produksi,
meningkatkan kapasitas, ketelitian dan fleksibilitas, serta nilai tambah produk,
sehingga dapat mensejahterakan masyarakat, meningkatkan taraf hidup
masyarakat, dan memberantas kemiskinan.

Dengan demikian dapat disinergikan bahwa adopsi teknologi tepat


guna dilakukan masyarakat dalam rangka mendukung mata pencaharian yang ada
dengan demikian maka teknologi tepat guna tersebut sangat bermanfaat untuk
meningkatkan pendapatanyang pada akhirnya berkorelasi terhadap kesejahteraan
masyarakat.

4.    TTG Yang Memiliki Dampak bagi Negara

Teknologi tepat guna yang memiliki dampak bagi negara adalah


berbagai ragam teknologi tepat guna yang ada di masyarakat yang dikembangkan
dan dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai dengan kondisi lingkungan setempat.
Berbagai jenis alat teknologi tepat guna telah dikembangkan oleh masyarakat di
berbagai daerah, dan memungkinkan sebuah alat teknologi tepat guna sangat
bermanfaat di suatu daerah namun tidak bermanfaat di daerah lain. Oleh karena itu
teknologi tepat guna yang memiliki dampak bagi negara adalah teknologi tepat guna
yang dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat sesuai dengan kondisi setempat.

Mengenai alat-alat yang bisa dimanfaatkan sangat beragam


tergantung wilayah dan daerah masing-masing, beberapa contoh misalnya, alat
perontok padi, alat penghancur beras, pemipil jagung, pembuat tepung jagung,
pengasap ikan, alat giling keripik ubi, pengiris keripik, hand tractor mini, choper,
pengupas kelapa, pemarut kelapa, mesin pemecah kedelai, alat pengiris bawang
merah, alat pengering bawang merah, penghancur sampah, komposter skala rumah
tangga,alat pengolah sagu, alat pengering kopi, alat pencabut pohon, alat pencabut
sisik ikan, alat mesin kopi kering/Holler.

Alat-alat teknologi tepat gunayang dimanfaatkan oleh masyarakat


tentunya memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat itu sendiri.

5.    Partsipasi Masyarakat, Diseminasi dan Penerapan TTG

Istilah partisipasi masyarakat merupakan istilah umum bagi hampir


sebagian besar agen pembangunan. Selalu nampak menarik, jika istilah partisipatif
ditempelkan dalam kerja pengembangan masyarakat, atau pembangunan pada
umumnya. Ada kesan bahwa dengan label partisipasi akan mampu menampilkan
kesan seolah olah sebuah kegiatan memiliki legitimasi kuat dari masyarakat.Namun
sejatinya, peran partispasi masyarakat benar-benar dibutuhkan dalam
keberlangsungan suatu program termasuk pengembangan dan pemasyarakatan
teknologi tepat guna. Penerapan partisipasi dalam pengeolaan sumberdaya alam
telah berlangsung sejak lama, dan telah menjadi kata kunci bagi berbagai agen
pembangunan baik nasional maupun internasional, yang mempunyai makna
pelibatan masyarakat pada aspek perencanaan dan implementasi. Ada dua sudut
pandang yang berkembang dalam memahami partisipasi, yaitu satu sisi partisipasi
dipahami sebagai dalam konteks peningkatan efisiensi, dimana keterlibatan
masyarakat akan menjadi persetujuan dan dukungan bagi pembagunan atau
layanan publik kepada masyarakat. Pada sudut pandang yang lain partisipasi
dipahami sebagai hak fundamental bagi masyarakat untuk memobilisasi aksi
kolektif, pemberdayaan dan pembangunan institusi (Pretty, 1995).

Saat ini, banyak sudi komparatif dari proyek pembangunan yang


menunjukkan bahwa partisipasi adalah satu dari komponen penting untuk
pembangunan. Hal ini dikaitkan dengan peningkatan mobilisasi dari rasa memiliki
stakeholder terhadap kebijakan dan proyek; peningkatan efisiensi ; pemahaman dan
kohesi sosial; lebih cost-effective dalam pelayanan; transparansi dan akuntabilitas;
peningkatan keberdayaan masyarakat miskin dan marginal; dan penguatan
kapasitas manusia untuk belajar dan bertindak (Uphoff et al, 1998).

Dari kedua definisi tersebut dapat dianalogikan juga bahwa


partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pemasyarakatan teknologi tepat
guna sangat diperlukan. Masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam
pengembangan teknologi tepat guna dan pemasyarakatan (desiminasi/sosialisasi)
hasil-hasil teknologi tepat guna kepada masyarakat. Secara kelembagaan
masyarakat dapat membentuk Posyantek (Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna)
lembaga kemasyarakatan di kecamatan yang memberikan pelayanan teknis,
informasi dan orientasi berbagai jenis teknologi tepat guna. Dengan tugas yang
dimiliki tersebut maka Posyantek bisa terlibat secara aktif dalam
sosialisasi/desiminasi teknologi tepat guna kepada masyarakat.

Sejak digulirkannya Program Pengembangan Posyantek Percontohan


sejak Tahun 2010 – 2013, sudah terbentuk sebanyak 118 Posyantek yang tersebar
di 28 Provinsi dari 34 Provinsi, seperti:

1. Posyantek Kecamatan Grogol Petamburan Kotamadya Jakarta Barat


DKI Jakarta dengan kegiatan usaha kain perca,pembuatan pupuk cair dan
padat, pembuatan alat tepsor (biogas sampah), komposter, dan kerajinan
limbah styrofoam.;
2. Posyantek Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat,
Posyantek ini sudah bermitra dengan pengusaha sepatu Exsavator dalam hal
Promosi, Informasi dan pemasaran baik melalui brosur, reaplat maupun on
line, dan Gunung Tiram Musroom (GTM) kerjasama dalam hal Promosi jamur,
pelatihan jamur dan penjualansemua produk jamur baik yang sudah di kemas
maupun yang belum; 
3. PosyantekKecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan Provinsi Jawa
Tengah, Pengembangan dan Inovasi yang telah dilakukan seperti alat
perajang kentang spiral, kompor batik listrik, blong fermentasi, alat tambal ban
listrik, septic tank apung, kupu-kupu batik (dari daun), batako limbah batu
bara dan sirup mangrove. 
4. Posyantek Kecamatan Pariangan KabupatenTanah Datar Provinsi Sumatera
Barat telah berhasil mengembangkan berbagai jenis alat teknologi
tepat guna seperti mesin pengiris ubi, handtraktor mini, alat pengupassabut
kelapa, pembuat adonan kue, alat pengiling limbah plastik 
menjadiminyak,dan pengiris jerami (Choper) 
5. Posyantek Kecamatan Unter Iwes Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa
Tenggara Barat,Kegiatan Usaha Produktif yang dimiliki Posyantek
denganPola kerjasama seperti penangkaran benih,Pengelolaan jasa Alat
dan Mesin Pertanian (ALSINTAN), Pengembangan bibit buah-buahan,
Pembuatan dan pemasaran pupuk kompos,Pengolahan hasil komoditi
pertanian (makanan ringan), dan Batik Khas Sumbawa.

Memang dari sekilan banyak Posyantek tersebut, tidak semuanya


dapat berjalan dengan baik, hal ini banyak faktor yang mempengaruhinya seperti
sumber daya manusia Pengurus yang masih rendah, pembinaan dan monev dari
Provinsi dan Kabupaten/Kota masih lemah, pengurus jarang melakukan koordinasi
dengan pihak terkait, dan pemahaman pengurus terhadap tugas dan fungsi yang
tidak merata. Untuk mengatasi permasalahan tersebut telah dilaksanakan pelatihan
dan bintek bagi pengurus dan Pembina Posyantek Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Selain itu, sosialisasi teknologi tepat guna telah dilakukan melalui


Gelar Teknologi Tepat Guna Nasional, dimana secara pokok kegiatan Gelar
teknologi tepat gunaNasional terdiri dari beberapa kegiatan yaitu, 1) Pameran
teknologi tepat guna, 2) Lokakarya dan Rakonis PMD, 3) Widyawisata Teknologi.
Ketiga kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan yang utuh dan berkaitan dalam
rangka desiminasi teknologi tepat gunakepada masyarakat. Diharapkan berbagai
alat teknologi tepat guna, temuan-temuan teknologi tepat gunadan manfaat teknologi
tepat gunadapat tersampaikan secara luas kepada masyarakat melalui gelar
teknologi tepat gunatersebut, sehingga masyarakat lebih mudah menjangkau akses
informasi sekaligus memanfaatkan teknologi tepat gunadalam kegiatan pengelolaan
sumberdaya alam yang ada di daerahnya masing-masing.

6.    Penutup
Pengelolaan sumberdaya alam masa depan sangat ditentukan oleh
para pelaku yang terlibat di dalamnya. Pilihan atas substansi, arah dan strategi
pengelolaan sumber daya alam tidak bisa dirumuskan oleh sekelompok kecil dalam
lingkaran kekuasaan, namun harus mulai memperluas keterlibatan dan partisipasi
seluruh komponen masyarakat.

Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya alam sudah seharusnya


diletakkan dalam konteks pemanfaatan teknologi tepat gunadalam pengelolaan
sumber daya alam secara berkelanjutan. Beberapa kegiatan besar yang dapat
dimanfaatkan untuk mensosialisasikan teknologi tepat guna kepada masyarakat
adalah melalui Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna (Posyantek) dan Gelar
Teknologi Tepat Guna Nasional.

Semoga makalah ini memberikan inspirasi dan sumbangan pemikiran


bagi para pelaku pembangunan perdesaan terutama dalam pemanfaatan teknologi
tepat guna dalam pengelolaan teknologi tepat guna serta dapat memberi semangat
dan keberanian untuk mewujudkannya.

Teknologi Tepat Guna: Apaaa ……..itu?????

Oleh: Haslizen Hoesin

Kata Pengantar

Sedikit tulisan yang membahas Teknologi Terapan  atau Teknologi Tepat Guna, semoga
tulisan ini menambah wawasan dan membantu menjelaskan tentang Teknologi Tepat atau
Teknologi Tepat Guna. selamat membaca semoga bermanfaat.

1. Teknologi

Teknologi  merupakan hasil pemikiran atau rekayasa manusia sebagai cara untuk
meningkatkan kemampuan fisik dan mental umat manusia.  Dalam kaitan ini teknologi dapat
berupa berbagai macam bentuk, antara lain: Alat-alat, Permesinan, Proses, Keterampilan,
Pengetahuan  dll. Baca juga: BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG PERKEMBANGAN
TEKNOLOGI DAN MASYARAKAT TERHADAP AGAMA (1)
https://lizenhs.wordpress.com/2012/07/14/1053/  dan
(2) https://lizenhs.wordpress.com/2012/07/14/beberapa-pemikiran-tentang-perkembangan-
teknologi-dan-masyarakat-terhadap-agama-2/  sebagai penambah wawasan tentang teknologi

2. Pengertian Teknologi

Beberapa pengertian lain tentang Teknologi

1). Upaya manusia untuk membuat kehidupan lebih sejahtera, lebih baik, lebih enak dan lebih
mudah.

2). Para ahli memberikan pengertian bahwa teknologi merupakan hasil ciptaan dan pemikiran
manusia yang tersusun secara teratur dan ilmiah untuk mencapai tujuan tertentu yang telah
ditentukan sebelumnya.

3). Pengetahuan yang digunakan untuk membuat barang, menyediakan jasa serta
meningkatkan cara dalam menangani sumber daya yang penting dan terbatas.
Jadi teknologi itu dikembangkan untuk membuat hidup sejahtera, lebih baik, efisien dan
memudahkan.

Dari pengertian-pengertian diatas, memberikan gambaran yang jelas, bahwa teknologi


mencakup 3 (tiga) aspek utama, yaitu:  (1). Perangkat keras (hardware) yang dapat berupa
mobil, computer, televisi, radio, permesinan,  alat-alat dll.  (2). Teknologi Madya  dan (3).
Teknologi tradisional.

Dalam menetapkan tujuan  (sasaran) penerapan  teknologi,  hendaknya berorientasi kepada


sesuatu yang ideal dan muluk-muluk.  Untuk itu diperlukan Pendidikan, yaitu pendidikan
Teknologi (pepatah lama menyatakan bahwa “segala sesuau itu ada ilmunya”).

2. Pendidikan Teknologi

Banyak orang beranggapan bahwa teknologi harus bercirikan mesin-mesin industri yang
besar, pesawat terbang atau komputer.  Padahal pengertian teknologi adalah upaya manusia
untuk membuat kehidupan lebih sejahtera, lebih baik, lebih enak dan lebih mudah.  Kalau
begitu, bila seseorang mengupas sabut kelapa dengan gigi dan kemudian berusaha mengupas
dengan kampak terbuat dari batu, berubah lagi menjadi kampak dari besi, kejadian seperti itu
termasuk kedalam teknologi.  Karena ada pengembangan alat di sana. Contoh lain adalah
menaikan air dari sungai awalnya dengan timba menggunakan tenaga manusia, kemudian
menggunakan kinci air digerakkan dengan aliran air  untuk mengangkat timba.  Kejadian
seperti ini juga termasuk kedalam teknologi.  Karena memiliki suatu penambahan nilai, yaitu
pengembangan pemikiran dalam bentuk alat yang memanfaatkan aliran air, mengangkat
timba. Baca Teknologi Tepat Guna: Menaikan Air Dengan Kincia Aia,
https://lizenhs.wordpress.com/2008/12/23/teknologi-tepat-guna-menaikan-air-dengan-kincia-
aia/

Oleh karena itu, pendidikan teknologi diperlukan, dalam apaya mengenali keadaan
lingkungan dan kemampuan masyarakat mengantisipasi lingkungannya. Setelah mengenal
keadaan lingkungan dan kemampuan berpikir (masyarakat) karena ada ilmu baru dari
pengalaman-pengalaman masa lalu yang dikembangkan terus.  Jadi pendidikan teknologi
harus berusaha dan bercirikan mengembangkan kemampuan masyarakat dalam
mengantisipasi lingkungan, sehingga hidup masyarakat lebih mudah, lebih enak dan yang
terpenting lebih sejahtera. Kalau begitu bila ingin menerapkan teknologi, harus diikuti
dengan pendidikan teknologi, untuk memahami lingkungan, pengetian teknolog (TTG),
kriteria dan persyaratan, ciri-ciri dan ketepatan suatu teknologi.

3. Pengertian Teknologi Tepat Guna (TTG)

TTG merupakan alih bahasa secara cukup longgar dari “appropriate technology”, suatu
pengertian yang mempunyai makna tertentu, pada dasarnya, dilihat dari aspek teknis.
Perujudan TTG banyak ditemukan dalam bentuk teknologi tradisional yang dipraktekkan
oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Masyarakat tersebut, kecil sekali berpeluang
memiliki kesempatan memakai teknologi maju dan efisien, yang merupakan pola teknologi
dari masyarakat maju/industri.  Secara teknis TTG merupakan jembatan antara teknologi
tradisional dan teknologi maju.  Oleh karena itu aspek-aspek sosio-kultural dan ekonomi juga
merupakan dimensi yang harus diperhitungkan dalam mengelola TTG.
Pengenalan teknologi semacam TTG, dihadapkan kepada beragam nama, tergantung pada
dimensi yang dicakupnya, seperti: teknologi tepat, teknologi pedesaan, teknologi madya
(intermediate), teknologi biaya rendah (low cost technology), teknologi padat karya (labour
intensive technology) dan lain-lain. Kiranya tidak perlu diperdebatkan tentang pengertian
sematik, mengingat selera berbeda-beda. Pengertian yang terkandung dan tersirat pada
terminologi berbagai TTG di atas, kiranya sudah cukup jelas.

Meskipun Teknologi Tepat Guna telah diperkenalan selama lebih dari satu dasawarsa, namun
masih didapati perbedaan pendapat tentang pengertian Teknologi  Tepat Guna.  Dalam
kontek pembangunan lokal  kiranya dapat dikelompokkan  lima orientasi pokok yang
mendasarkan pengertian Teknologi Tepat Guna kepada:

1).  Pertimbangan pemilihan teknologi.

2).  Pertimbangan kelompok sasaran,

3).  Pertimbangan keterbatasan  sumberdaya,

4).  Pertimbangan lingkungan,

5).  Pertimbangan perubahan evolusioner yang selaras dengan tradisi.

Bila ditinjau dari jalur kegiatan berusaha cakupan spectrum yang lebar, maka teknologi itu
harus mempunyai ciri:

(1). Dapat dioperasikan dengan mudah oleh anggota masyarakat  yang lebih rendah taraf
ketermpilan teknologinya.  (2). Dapat  merangsang pertumbuhan  keterampilan berteknologi
bagi masyarakat yang bersangkutan dengan mudah.  (3). Prasarana  dan sarana pendukung
bagi pengoperasian teknologi  dapat disediakan  dengan mudah dan  (4). Dalam penerapan
memperhatikan keseimbangan dan keselarasan dengan lingkungan, serta kemampuan
ekonomi masyarakat.

Dari pengerian Teknologi Tepat Guna diatas, pada kenyatannya, begitu terbuka dan memiliki
rentang yang begitu luas, baik pada masyarakat modern maupun masyarakat pedesan dan
masyarakat  berpenghasilan rendah lainnya.  Semuanya  akan memiliki  peluang yang cukup
pemanfaatkan produk Teknologi  Tepat Guna yang  jenisnya sangat beragam  dan mencakup
berbagai  tingkatan, terutama dalam  meningkatkan kenyamanan kehidupan masyarakat.

Teknologi Tepat Guna  (TTG) merupakan spectrum dari teknologi (dapat berupa teknologi
tinggi atau teknologi madya dan teknologi tradisional).  Pada penggunaan teknologi tentu
memenuhi  persyaratan teknik, ekonomi dan social budaya.  Secara terperinci persyaratan
tersebut adalah sebagai berikut:

1).  Persyaratan Teknis, adalah

(1).  Menjamin kelestarian lingkungan.

(2).  Relatif dapat dipenuhi dengan bahan baku local,

(3).  Jumlah dan mutu produk dapat memenuhi permintaan pasar,


(4).  Relatif dapat memanfaatkan keterampilan local.

Jadi persyaratan Teknis itu,  memperhatikan dan menjaga tata kelestarian lingkungan hidup,
penggunaan secara maksimal bahan baku lokal, menjamin mutu (kualitas) dan jumlah
(kuantitas) produksi, secara teknis efektif dan efisien, mudah perawatan dan operasi, serta
relatif aman dan mudah menyesuaikan terhadap perubahan.

2).  Persyaratan Ekonomi, adalah

(1).  Permodalan dapat dipenuhi  oleh kemampuan local.

(2).  Hasil dari keuntungan dinimkati oleh produsen.

(3).  Tidak menimbuhkan mata rantai baru dalam tataniaga.

(4).  Menumbuhkan sistem tataniaga  yang sehat dan ekonomis

(5).  Mengarah kepada sistem perkoprasian  yang sehat.

Jadi persyaratan Ekonomis itu, efektif menggunakan modal, keuntungan kembali kepada
produsen, jenis usaha kooperatif yang mendorong timbul industri lokal.

3). Persyaratan Sosial Budaya, adalah:

(1). Menghindarkan pengangguran.

(2). Dapat menyerap tenaga  kerja setempat.

(3). Menimbulkan lapangan kerja baru.

(4). Tidak dertentangan dengan norma dan kebiasaan setempat.

Jadi Persyaratan Sosial budaya itu, memanfaatkan keterampilan yang sudah ada, menjamin
perluasan lapangan kerja, menekan pergeseran tenaga kerja, menghidari konflik sosial budaya
dan meningkatkan pendapatan yang merata.

4. Kriteria Dan Syarat TTG

Menilai ketepat gunaan suatu teknologi, tentu memberikan makna atau pengertian yang
berhubungan dengan masalah pembangunan (pedesaan) atau masyarakat berpenghasilan
rendah.  Menurut Suwarto Martosudarjo dari LIPI makna/pengertian yang perlu digaris
bawahi kriteria ketepat gunaan teknologi itu bahwa: 1) Teknologi itu ekonomis (viable), 2)
Teknologi itu dapat dipertanggung jawabkan (technically feasible) dan 3) Teknologi dapat
beradaptasi secara mapan kepada lingkungan kultur dan sosial pada disesuatu tempat (local)
yang diperbincangkan (socially acceptable and ecologically sound).

Dalam bentuk pengertian lain TTG, adalah hasil dari pendekatan kepada masalah-masalah
pembangunan. Menilai TTG itu adalah dalam pengertian kebutuhan yang nyata dan sumber-
sumber yang tersedia, tidak dalam pengertian “maju” yang telah ada. Pendekatan ini
menyadari bahwa perbedaan ekonomi, geografis dan kebudayaan memerlukan teknologi yang
berbeda, oleh karena itu  pembangunan hendaknya menjadi pengabdi kepada manusia dan
bukan sebagai tuan atau raja bagi kebutuhan manusia.

Banyak rumusan mengenai Teknologi Tepat Guna. sebagaiman dikemukakan diatas.


Rumusan berikut adalah yang dianut Pusat Teknologi Pembangunan – ITB (PTP – ITB).
PTP – ITB mengajukan tiga kriteria/persyaratan yang harus dipenuhi yaitu Teknis, Sosial
dan Ekonomik.

Persyaratan Teknis meliputi:

1). Memperhatikan kelestarian tata lingkungan hidup, menggunakan sebanyak mungkin


bahan baku dan sumber energi setempat dan sesedikit mungkin menggunakan bahan baku
yang di import.

2). Jumlah produksi harus cukup dan mutu produksi harus dapat diterima oleh pasar  yang
ada, baik dalam maupun luar negeri. Mengenai Mutu baca: Apakah Mutu dan Bermutu
Itu ?     https://lizenhs.wordpress.com/2011/05/07/apakah-mutu-dan-bermutu-itu/

3). Menjamin agar hasil dapat diangkut ke pasar dengan sarana angkutan yang tersedia dan
yang masih dapat dikembangkan, sehingga dapat dihindarkan kerusakan atas mutu hasil
(produk) serta menjamin kesinambungan peneyediaan pasokan (suplay) cukup teratur.

4). Memperhatikan ketertersediaan peralatan, serta operasi dan perawatannya demi


kesimanbungan (kontinuitas) persyaratan teknis.

Persyaratan Sosial meliputi

1). Memanfaatkan keterampilan yang sudah ada atau kerterempilan yang mudah
pemindahannya, serta sejauh mungkin mencegah latihan ulang yang sukar dilakukan, mahal
dan memakan waktu

2). Menjamin timbulnya perluasan lapangan kerja yang dapat terus menerus berkembang.

3). Menekan serendah mungkin pergeseran tenaga kerja yang mengakibatkan pengangguran
ataupun setengah pengangguran.

4). Membatasi timbulnya ketegangan sosial dan budaya, dengan mengatur agar peningkatan
produksi berlangsung dalam batas-batas tertentu,

5). Menjamin agar peningkatan produksi serasi dengan peningkatan yang merata atas
pendapatan

Persyaratan Ekonomi meliputi:

1). Membatasi sesedikit mungkin kebutuhan modal,

2). Menekan, sehingga minimum kebutuhan akan devisa,

3). Mengarahkan pemakaian modal, agar sesuai dengan rencana pengembangan lokal,
regional dan nasional
4). Menjamin agar hasil dan keuntungan kembali kepada produsen dan tidak menciptakan
terbentuknya mata-rantai baru.

5). Mengarahkan usaha pada pengelompokan secara koperatif.

 5. Kesesuaian (Ketepat Gunaan)

Kapan suatu teknologi itu yang sesuai (tepat guna)? Suatu pertanyaan yang sering diajukan.
Berbagai jawaban dikemukakan. Dari beberapa jawaban-jawaban dan bertolak dari kriteria
dan syarat TTG yang dikemukakan diatas, dapat diajukan beberapa ketentuan bahwa suatu
teknologi dikatakan sesuai (tepat guna):

1). Apabila teknologi itu sebanyak mungkin mempergunakan sumber-sumber Daya  Alam
yang tersedia di suatu tempat,

2). Apabila teknologi itu sebanyak mungkin mempergunakan sumber-sumber Daya Manusia
yang terdapat  disuatu tempat,

3). Apabila teknologi itu dapat sesuai dengan keadaan ekonomi dan sosial masyarakat
setempat dan

4). Apabila teknologi itu membantu memecahkan persoalan/masalah yang sebenarnya, bukan
teknologi yang hanya bersemayam dikepala perencananya.

Suatu yang harus diperhatikan bahwa, masalah-masalah pembangunan boleh jadi


memerlukan pemecahan yang unik dan khas, jadi suatu teknologi tidak perlu dipindahkan
begitu saja ke negara-negara atau kedaerah lain dengan masalah serupa. Karena apa yang
sesuai disuatu tempat mungkin saja tidak cocok di lain tempat.

Oleh karena itu tujuan TTG adalah melihat pemecahan-pemecahan terhadap masalah-
masalah tertentu dan menganjurkan mengapa hal itu “sesuai”.

6.Ciri-ciri TTG

Sebagaimana telah dikemukakan pada kriteria dan syarat dan kesesuaian TTG, dapat
dikemukakan ciri-ciri yang cukup menggambarkan TTG (walaupun tidak berarti sebagai
batasan) adalah sebagai berikut:

1). Perbaikan teknologi tradisional yang selama ini menjadi tulang punggung pertanian,
industri, pengubah energi, transprtasi, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan,

2). Biaya investasi cukup rendah/relatif murah,

3). Teknis cukup sederhana dan mampu untuk dipelihara dan didukung oleh keterampilan
setempat,

4). Masyarakat mengenal dan mampu mengatasi lingkungannya

5). Cara pendayagunaan sumber-sumber setempat termasuk sumber alam/energi/bahan secara


lebih baik/optimal dan
6). Alat mandiri masyarakat dan mengurangi ketergantungan kepada “pihak luar” (self-
realiance motivated).

7.Penerapan TTG

Penerapan TTG adalah sebuah usaha pembaharuan. Meskipun pembaharuan itu tidak
mencolok dan masih dalam jangkauan masyarakat, tetapi harus diserasikan dengan keadaan
sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat serta alam. Kalau tidak, maka usaha
pembaharuan itu akan mendapat hambatan yang dapat menggagalkan usaha permbaharuan
tersebut.

Usaha pembaharuan itu dirancang sedemikan rupa sehingga seluruh masyarakat merasa
bahwa pembaharuan adalah prakarsa mereka sendiri. Berarti di dalam pembaharuan teknologi
itu, terdapat minat dan semangat dalam masyarakat tersebut.

Banyak orang keliru atau salah sangka: kalau orang membawa pompa bambu, biogas,
pengering dengan energi radiasi matahari sederhana, penjernihan air  kedesa, maka orang itu
telah menerapkan teknologi tepat guna. Membawa paket-paket teknologi sederhana tersebut
kesebuah desa belum dapat dikatakan sebagai penerapan teknologi tepat guna, bahkan dapat
menjerumuskan, apabila tidak disertai pendidikan kepada masyarakat desa tersebut,
bagaimana cara membuat dan memperbaiki alat tersebut. Paling ideal penerapan teknologi
tepat guna adalah teknologi yang telah ada pada suatu masyarakat dan perbaikan itu ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat kemanpuan perlatan
(teknologi) itu lebih efisien.

Penerapan TTG juga harus mempertimbangkan keadaan alam sekitar. Dapat diartikan bahwa
dampak lingkungan yang disebabkan penerapan Teknologi Tepat Guna (TTG) harus lebih
kecil dibandingkan pemakaian teknologi tradisional maupun teknologi maju.

8. Pemanfaatan Teknologi Tepat

Bila berbicara pemanfaatan teknologi tepat maka titik-tolak konseptualnya adalah

1. Sasaran pembangunan adalah untuk mensejahterakan masyarakat secara lahir maupun


batin.
2. Cakupan dan lingkungan pembangunan meliputi aspek:

 Menggerakkan Sumber Daya manusia.


 Pengembangan Teknologi (alat dan sarana).
 Penembangan sistem (organisasi, tata laksana, tata kerja dan tata nilai)

Bertolah dari kerangka pemikiran diatas, perlu ditempuh  berbagai upaya  dan langkah  yang
mendukung dan memperlancar pembangunan lokal  dan diharapkan  langsung menyentuh
masyarakat dan dapat dirasakan manfaatnya.

Dilihat dari kepentingan nasional, tumbuhnya kegiatan produksi di pedesaan dalam bentuk
industri pedesaaan merupakan potensi yang sangat strategis dalam upaya pemerataan
pembangunan.
Sikap dan peran lembaga lokal yang handal, tentu yang mampu pelaksana program
pembangunan lokal harus berada dalam kegiatan gabungan tiga aspek pembangunan yang
saling bersingungan yaitu Sumberdaya alam, Sumberdaya manusia, Teknologi dengan
Sistemnya.  Artinya harus mampu melaksanakan penggabungan yang saling sesuai antara: 
Sumberdaya alam, Sumberdaya manusia, Teknologi dengan Sistemnya.

Agar lebih bertambah wawasan/pengertian tentang Teknologi Tepat Guna atau Teknologi
Terapa

Implementasi Teknologi Tepat Guna untuk Pemberdayaan


Masyarakat : Peluang, Strategi dan Tantangan[1]
Oleh :
Yanu Endar Prasetyo, S.Sos, M.Si[2], Rohmah Lutfiyanti, S.TP[3], Rima Kumalasari, S.TP.
MM[4]

Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (B2PTTG)


Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
JL. K.S. Tubun No 5 Kabupaten Subang – Jawa Barat 41213
Telp : 0260-411478, 41288 Fax : 0260-411239

(Link berita terkait acara ini : DRPM UI, Technology for the poor-UI)

“I have no doubt that it is possible to give a new direction to technological development, a


direction that shall lead it back to the real needs of man, and that also means : to the
actual size of man. Man is small, and, therefore, small is beautiful.”
[E.F. Schumacher, technology with a human face]

A.   Latar Belakang : Pemanfaatan TTG untuk Pemberdayaan Masyarakat


Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (B2PTTG) LIPI telah berkiprah
dalam kegiatan implementasi dan pemanfaatan Teknologi Tepat Guna (TTG) untuk
pemberdayaan masyarakat sejak tahun 1979 dengan embrio “proyek TTG” yang digagas
oleh Lembaga Fisika Nasional (LFN). Setelah itu, pada tahun 1987 proyek TTG
berkembang menjadi “Balai Pengembangan TTG” dibawah Puslitbang Fisika Terapan.
Tidak berhenti sampai disitu, pada tahun 1998 Balai Pengembangan TTG berubah lagi
menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Besar Pengembangan TTG dan kemudian
menjadi “Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (B2PTTG) LIPI” sejak tahun
2005 sampai dengan sekarang[5]. Dalam perjalanannya, B2PTTG telah banyak
melakukan kegiatan implementasi TTG, terutama di wilayah pedesaan, mulai dari
wilayah paling Barat hingga Timur Indonesia. Beberapa bidang teknologi pokok yang
terus diterapkan dan dikembangkan hingga saat ini adalah bidang pangan dan energi.

Sebelum membahas lebih jauh tentang pengalaman dalam penerapan TTG, ada
baiknya kita menyamakan persepsi terlebih dahulu terkait dengan filosofi dan tujuan
dari teknologi tepat guna itu sendiri. Dari berbagai pengertian yang ada - baik yang
telah diadopsi oleh pemerintah melalui Inpres No 3 tahun 2001[6], Permendagri No
20/2010[7], maupun yang tertuang dalam visi misi B2PTTG LIPI - setidaknya dapat kita
rangkum pemahaman TTG ini ke dalam 4 pilar utama yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lain, yaitu (1) layak secara teknis (2) menguntungkan secara ekonomi (3) diterima
secara sosial-budaya dan (4) ramah terhadap lingkungan. Sasaran implementasi TTG
menurut dua peraturan diatas (Inpres 3/2001 dan Permendagri 20/2010) secara
umum sama, yaitu golongan miskin (masyarakat penganggur, putus sekolah, dan
keluarga miskin), golongan wirausaha (masyarakat yang memiliki usaha mikro, kecil
dan menengah) kawasan (pedesaaan dan perkotaan) serta institusi yang
membutuhkan. Dengan pemahaman tersebut, implementasi TTG bukan saja mampu
mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat miskin, tetapi juga dapat menjadi
strategi jangka panjang untuk meraih kesejahteraan secara berkelanjutan.

*) Sumber : diolah dari data BPS 2007-2010

Gambar 1. Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia lebih banyak yang tinggal di wilayah
pedesaan, potensi bagi penerapan TTG untuk peningkatan kesejahteraan

Senada dengan semangat teknologi untuk masyarakat miskin dan pengentasan


kemiskinan (pro-poor technology) diatas, dalam Agenda Riset Nasional (ARN) 2010-
2014 juga dikemukakan bahwa untuk mewujudkan kemandirian dan kemampuan
penguasaan teknologi itu perlu didukung oleh kemampuan mengembangkan potensi
sumberdaya manusia (SDM), sehingga tercapai peningkatan produktivitas,
pengembangan kelembagaan ekonomi yang efisien dengan menerapkan praktik-praktik
terbaik (best practices). Berbagai bentuk teknologi yang dikembangkan hendaknya
dipusatkan kepada pemenuhan kebutuhan pokok bagi peningkatan kesejahteraan
rakyat yaitu pangan, energi, kesehatan, serta infrastruktur dasar berupa perumahan,
ketersediaan air bersih, akses transportasi dan komunikasi. Implementasi teknologi
dapat dilaksanakan melalui program-program difusi atau transfer teknologi khususnya
untuk usaha kecil dan menengah, serta penguatan institusi intermediasi.

Tabel 1. Potensi UMKM di Indonesia (2010)


Jumlah UMKM 53,82 juta unit
Tenaga Kerja 99,40 juta orang
Nilai dalam perekonomian Rp. 3,466 triliun
(PDB harga berlaku)
Porsi terhadap total 57,12 persen
kegiatan ekonomi
                                        *) Sumber BPS dan Litbang Kompas (16/02/12)
Penumbuhan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) melalui implementasi
TTG juga merupakan sasaran strategis dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan
pertumbuhan ekonomi sekaligus. Sebab, sektor UMKM ini paling banyak dijalankan oleh
masyarakat ekonomi lemah yang bermodal kecil dan minim akses terhadap
permodalan, teknologi maupun pasar. Padahal, sektor ini mampu menyerap tenaga
kerja yang cukup besar [lihat tabel 1]. Karakteristik TTG yang sederhana, mudah
dioperasikan, dan relatif murah sangat cocok untuk dijadikan pendorong bagi
berkembangnya UMKM sehingga layak secara teknis maupun bisnis. Terlebih dengan
prinsip pemberdayaan masyarakat yang bermakna “help people to help themselves”, TTG
ini sangat tepat menjadi alat untuk menumbuhkan kemandirian pada masyarakat atau
komunitas miskin tersebut. Tinggal sejauh mana rasa empati dan keberpihakan dari
penyedia TTG tersebut untuk secara serius dan sepenuh hati dalam
mengimplementasikannya?

Gambar 2. Konsep Alih Teknologi (sumber : Abbas & Hidajat, 2006)

B.   Pengalaman-Pengalaman Implementasi TTG : “Best Practices”


Dalam makalah sependek ini tentu saja kami tidak dapat menyajikan
keseluruhan pengalaman – baik keberhasilan maupun kegagalan – dari implementasi
TTG yang pernah dijalankan oleh B2PTTG LIPI. Bahkan, jika harus memilih mana dari
sekian banyak kegiatan tersebut yang dapat disebut sebagai “best practices” rasanya
juga tidak mudah, sebab setiap kegiatan memiliki kadar dan konteks permasalahannya
masing-masing. Disamping itu, belum tentu suatu pengalaman yang bagus dan pernah
diterapkan pada suatu wilayah dan waktu tertentu, akan memiliki hasil yang sama
bagus ketika direplikasi ke tempat dan waktu yang berbeda.  Lokalitas dan ciri spesifik
lokasi kegiatan teramat penting untuk dipandang sebelah mata. Justru, terkadang faktor
penentu keberhasilan implementasi TTG ini adalah pada aspek-aspek non-teknis
semacam itu. Berikut adalah beberapa kegiatan implementasi TTG yang menurut
pengalaman kami memiliki nilai historis dan mengandung pelajaran yang cukup penting
dalam melakukan intervensi TTG kepada masyarakat, khususnya di wilayah pedesaan.     

1.     TTG di Wamena : Yogotak Hubuluk Motok Hanorogo[8]


Salah satu kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis TTG yang cukup
komprehensif adalah kegiatan Pengembangan Masyarakat Pedesaan Wamena (PWPW)
tahun 1987 s.d 1997. PMPW ini merupakan program penugasan khusus dari BAPPENAS
kepada LIPI. Tindak lanjut dari penugasan ini, LIPI menerjunkan personil-personil dari
beberapa kedeputian dan satuan kerja yang berbeda bidang ilmunya, mulai dari Biologi,
Limnologi, Geologi, Ilmu Sosial hingga berbagai ilmu terapan. Kegiatan PMPW yang
multidisiplin ilmu dan dilakukan di wilayah pedalaman lembah Balim ini tentu saja
memberi banyak pelajaran dan pengalaman tentang arti penting dan keberpihakan
kepada mereka yang minim akses terhadap IPTEK. Beberapa contoh kegiatan yang
berkaitan langsung dengan implementasi TTG antara lain :
a.    Pengembangan usaha tani. Terdiri dari budidaya pertanian lahan kering (palawija dan
hortikultura), pertanian lahan basah (sawah, sistem tumpang sari), teknologi
penanganan pasca panen (sarana penyimpanan, perontok padi, penggiling padi, pemipil
jagung sederhana, pembuat beras jagung, pengupas kopi, alas jemur dll), Peternakan
keluarga dan Perikanan darat.
b.    Pengembangan Pemukiman dan Lingkungan hidup, misalnya pembangunan sumur gali,
jembatan gantung Waesaput, pembangunan Honai dan Sili contoh.
c.     Pengembangan Sarana Berhimpun dan Pelatihan. Terdiri dari pembangunan sarana
fisik (pilamo adat, perbengkelan logam, kios usaha, lantai jemur dan gudang, bangunan
honai serba guna dan perbengkelan kayu).
Hasil dari kegiatan tersebut tentu saja telah berhasil membuka wawasan
masyarakat lokal terhadap IPTEK “modern”, meskipun intervensi TTG harus dipahami
selalu memberi dampak-dampak lain yang tidak selalu konstruktif. Namun secara
umum, kegiatan PWPW ini dapat menjadi suatu model pemberdayaan masyarakat
berbasis TTG yang cukup lengkap.

2.     Pengembangan TTG di Wilayah Poso Pasca konflik[9]


Wilayah berpotensi konflik di Indonesia ini cukup banyak, baik konflik yang
bersifat horisontal hingga konflik berbau SARA. Salah satu titik api konflik tersebut
adalah wilayah Poso. Ketika konflik mulai mereda dan situasi kembali kondusif,
ternyata implementasi TTG dapat menjadi jembatan dan strategi yang cukup efektif
dalam membangun kembali persatuan dan kebersamaan warga masyarakat.
Pengalaman ini diperoleh pada kurun waktu 2002 hingga 2012 dimana B2PTTG LIPI
mendapat Penugasan khusus dari DPR RI (2002-2004) yang kemudian dilanjutkan
melalui kerjasama dengan BPMPD dan Bappeda Kabupaten Poso (2005-2012).
Penugasan khusus tersebut adalah untuk melakukan kegiatan pemberdayaan ekonomi
masyarakat pasca konflik di Poso melalui implementasi TTG berbasis kakao. Hasil
kegiatan ini antara lain : pilot plant pengolahan kakao menjadi selai coklat, permen dark
coklat, dan permen milk coklat, brownies, cookies, dan industri pengolahan pangan
(dodol, abon). Capaian terpenting dari kegiatan ini tentu saja adalah kegiatan kelompok
masyarakat ini – dengan mendorong partisipasi kedua kelompok yang berkonflik –
dapat mengambil peran sebagai media rekonsiliasi pasca konflik antar agama di
kabupaten Poso.

3.     Pengembangan TTG di daerah perbatasan NTT-Timor Leste[10]


Selain daerah terpencil seperti di pedalaman Wamena dan daerah konflik seperti
Poso, ternyata implementasi TTG juga dapat berperan dalam mengembangkan wilayah
perbatasan atau pintu gerbang NKRI. Daerah-daerah perbatasan ini merupakan pintu
terdepan Indonesia yang seharusnya mencerminkan kesejahteraan dan martabat
bangsa di hadapan negara tetangga. Sayangnya, kondisi di lapangan adalah sebaliknya,
banyak pulau terluar maupun wilayah perbatasan yang kondisinya sangat
memprihatinkan. Dengan kondisi semacam itu, sejak tahun 2003 LIPI memfokuskan
kegiatan pengembangan wilayah perbatasan NTT melalui implementasi TTG. Beberapa
kegiatan implementasi di wilayah perbatasan ini antara lain penanganan pasca panen
kopi, teknologi proses pengolahan pangan (sale pisang, dendeng dan abon ikan, sirup
jambu mete, jahe dan kunyit instan serta keripik ubi kayu), teknologi pembuatan
kompos dan budidaya pertanian, serat pendampingan usaha mikro bersama
pemerintah daerah setempat. Hasilnya, banyak usaha ekonomi produktif yang berhasil
ditumbuhkan dari kegiatan-kegiatan ini.  

4.     Pelita TTG di desa terpencil : Implementasi PLTMH di Enrekang[11]


Sebelum tahun 2006, Tanete hanyalah sebuah desa terpencil di bawah kaki
gunung Latimojong, kabupaten Enrekang yang gelap gulita tanpa penerangan. Lokasi
yang terisolir membuat Desa Tanete tidak terjangkau aliran listrik dari PLN.  Sampai
pada tahun 2005 dilakukan kajian potensi energi yang dilakukan oleh Tim LIPI yang
tindak lanjutnya adalah  pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)
20 KW yang dilakukan atas kerjasama B2PTTG LIPI dan Pemerintah Daerah Kabupaten
Enrekang.   Pembangunan PLTMH yang diresmikan tanggal 10 Juni 2006 ini merupakan
PLTMH pertama yang dibangun di Kabupaten Enrekang. Masyarakat Desa Enrekang
yang berpuluh-puluh tahun gelap gulita, kini terang benderang, terutama di malam hari.
Hingga tahun 2009,  jaringan listrik dari PLTMH telah menerangi 91 rumah dari total
124 rumah yang ada di desa tersebut dengan daya terpasang rata-rata 220 watt/rumah.
Masuknya listrik ke desa terpencil Tanete ini telah membawa perubahan
signifikan dalam aspek kehidupan masyarakat, khususnya dalam bidang pendidikan,
sosial, ekonomi dan informasi. Masyarakat dapat mengakses berbagai informasi melalui
televisi di rumah masing-masing. Dibangun pula usaha-usaha ekonomi produktif
pengolahan pangan dengan memanfaatkan TTG yang dapat memberikan nilai tambah
ekonomi bagi rumah tangga, meskipun infrastruktur lainnya seperti jalan raya masih
belum cukup memadai. Dengan keberadaan PLTMH yang memanfaatkan sumber daya
air dari hutan ini  masyarakat juga menjadi lebih peduli dengan hutan alam setempat,
termasuk tidak sembarang menebang pohon atau membuang sampah ke sungai karena
akan mengganggu keberlanjutan PLTMH. Namun demikian, dampak buruk PLTMH juga
perlu diantisipasi, seperti perilaku masyarakat yang semakin konsumtif. Terlepas dari
itu semua, keberhasilan dari pembangunan PLTMH pertama di Tanete ini adalah difusi
TTG PLTMH ini ke desa-desa terpencil lain di wilayah Enrekang seperti Palakka, Bungin,
dan lain-lain. Pada tahun 2012, PLTMH di Kabupaten Enrekang ini pun telah
berkembang dan tersebar di 12 titik yang berbeda.

5.     Pengembangan TTG di daerah Pesisir


Sebagai negeri maritim yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia,
semestinya kita juga insyaf bahwa potensi terbesar kita adalah berada di pesisir dan
lautan tersebut. banyak sekali sumber daya di pesisir dan laut yang belum diolah
dengan maksimal dan memberi nilai tambah bagi masyarakat pesisir. Selain perikanan
sebagai produk utama, di pesisir dan laut juga memiliki kekayaan lain seperti rumput
laut. Salah satu kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui implementasi TTG
ini juga kami lakukan di beberapa wilayah pesisir, seperti Bangka Belitung (UMKM
pengolahan ikan dan rumput laut) dan Pantura Jawa Barat (pengolahan ikan, budidaya
ikan dan pakan ikan). Karakteristik sosial ekonomi masyarakat pesisir yang berbeda
dengan masyarakat pedalaman, memberikan banyak sekali pelajaran dalam proses
penerapan TTG. Meskipun potensi wilayah pesisir ini demikian besar, masalah-masalah
yang dihadapi masyarakat juga tak kalah besar. Kemiskinan hadir bak lingkaran setan
pada komunitas ini. Dengan demikian, tantangan terbesar dari keberadaan TTG di
wilayah pesisir adalah untuk membebaskan masyarakat dari jerat-jerat kemiskinan
yang nampaknya terus menerus menghantui mereka. Teknologi an sich tidak dapat
menyelesaikan persoalan khas pesisir ini, diperlukan dukungan kelembagaan yang lebih
kuat dan luas dari seluruh pihak yang berkepentingan.

6.     Iptek di Daerah (IPTEKDA) LIPI untuk pengembangan UMKM


Salah satu program andalan LIPI dalam usaha pemberdayaan ekonomi
masyarakat adalah melalui IPTEKDA, yaitu suatu program kerjasama yang strategis
antara LIPI, Lembaga Litbang dan Perguruan Tinggi di daerah untuk menyediakan
dukungan IPTEK yang maksimal kepada UMKM binaan sehingga proses inovasi dapat
dipercepat dengan biaya produksi serta operasional yang lebih efektif dan efisien[12].
Luaran dari kegiatan ini antara lain unit usaha yang berkelanjutan, produk yang
berkualitas dan laku di pasar, peningkatan pendapatan kelompok usaha, teknologi yang
reliable, terjalinnya interaksi antara dunia usaha dan lembaga litbang, dan terbentuknya
kelompok intermediasi alih teknologi (KIAT) yang berfungsi dengan baik. Beberapa
pengalaman kegiatan IPTEKDA antara lain di Aceh (pemberdayaan UKM Bumbu instan
pasca bencana tsunami), Lombok (UKM pengolahan kopi lombok), Jambi (UKM
pengolahan berbasis umbi-umbian) dan Pilot plant sari buah.

7.     Alih Teknologi Melalui Pelatihan-Pelatihan


Kegiatan Alih TTG melalui pelatihan-pelatihan di B2PTTG LIPI dapat dikatakan
sebagai aktivitas yang “rutin”, mengingat frekuensi kerjasama pelatihan yang cukup
sering dan memiliki jangkauan stakeholder mulai dari pelatihan untuk UKM, pensiunan,
tentara, pemda (BPMPD, Disperindagkop, DKP, Dinas Pariwisata, Balitbangda), berbagai
Kementerian hingga untuk level industri. Kegiatan pelatihan juga sering dilakukan
sebagai bentuk kerjasama kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR), seperti dengan
PT Badak NGL, maklon dengan PT MBF, CV. Bumi Rasa, PT Sifa Bersaudara dan lain-lain.
Kegiatan pelatihan ini biasanya dilakukan di laboratorium dan kelas-kelas di B2PTTG
maupun dilakukan di lokasi kelompok pengguna (diundang sebagai trainer). Lebih luas
dari pelatihan ini adalah kerjasama-kerjasama kegiatan, baik secara  nasional maupun
internasional. Jenis teknologi yang dilatihkan antara lain teknologi proses (pengolahan
pangan) dan rekayasa peralatan TTG.

C.   Kerangka dan Tahapan Implementasi TTG Untuk Pemberdayaan Masyarakat


Gambar 3. Kerangka dan Tahapan Kerja Implementasi TTG

D.  Kendala-Kendala Implementasi TTG


1.     Masalah ke-Tepat-Sasaran teknologi : belum “menetes ke bawah”
Biasanya, pembawa TTG cenderung mencari jalan “termudah” dalam melakukan
implementasi TTG, khususnya dalam menentukan sasaran atau penerima/calon
adopter TTG. Seperti kita tahu, ciri adopter yang potensial biasanya adalah mereka yang
memiliki akses, tingkat pendidikan dan sumber daya yang diatas rata-rata masyarakat
di sekitarnya. Biasanya mereka adalah elit masyarakat atau orang-orang yang dekat
dengan elit tersebut, seperti kepala desa, tokoh masyarakat, pemuka agama dan lain
sebagainya. Respon kelompok elit terhadap kehadiran program atau TTG ini tentu lebih
cepat dibandingkan kelompok masyarakat lapisan bawah di desa tersebut. Akibatnya,
mereka yang sebenarnya membutuhkan/potensial tetapi “tertutup” aksesnya oleh para
elit ini menjadi tidak tersentuh oleh kehadiaran TTG. Kalaupun mereka terlibat, pada
akhirnya statusnya hanya menjadi “karyawan” belaka yang sulit untuk tumbuh dan
berkembang mandiri. Oleh karena itu, kejelian yang dibarengi dengan keberpihakan
pembawa TTG dalam menetapkan sasaran akan sangat membantu aspek ketepatan
sasaran implementasi TTG ini.

2.     Masalah ke-Tepat-Gunaan teknologi : kebutuhan dasar dan tambahan


Masalah “tepat guna” ini biasanya terkait dengan kesesuaian antara TTG yang
diimplementasikan dengan kondisi lokasi kegiatan. Oleh karena itu, tahap identifikasi
potensi dan masalah lokal serta tahap pemilihan teknologi menjadi faktor yang krusial
dalam menentukan ketepatgunaan teknologi yang diimplementasikan. TTG seperti
PLTMH yang bertujuan memenuhi kebutuhan dasar energi masyarakat secara kolektif
tentu saja memiliki daya guna yang berbeda dengan penerapan TTG kepada UMKM
yang berorientasi pada peningkatan produksi dan pendapatan (income generating
activities). Tentu saja membangun usaha berbasis TTG tidak dapat dilakukan
disembarang tempat, perlu dipetakan sumber daya-sumber daya pendukung lainnya
seperti ketersediaan energi, bahan baku, pasar, kohesivitas/kebersamaan masyarakat,
dan lain sebagainya. 

3.     Hambatan difusi teknologi : berhenti pada “generasi pertama”


Keberlanjutan usaha ekonomi berbasis TTG tentu saja menjadi impian dan tujuan
setiap penyedia atau pendamping TTG. Akan tetapi, tidak jarang keberlanjutan ini
harganya sangat “mahal”, karena pelatihan dan transfer teknologi saja ternyata tidak
cukup untuk membuat penerima teknologi itu mandiri atau berkelanjutan. Diperlukan
pendampingan yang serius dan terkadang membutuhkan pengorbanan yang lebih dari
para tenaga di lapangan. Mendampingi komunitas pengguna TTG bukan saja
memerlukan keahlian teknis dan non-teknis, namun juga dibutuhkan rasa empati dan
kepedulian yang tinggi. Bukan saja kerja tangan dan otak, tetapi yang terpenting adalah
kerja hati. Pendampingan yang menyeluruh ini – dengan didukung anggaran serta
teknologi yang proven – akan menjadi kunci keberlanjutan dari usaha ekonomi berbasis
TTG agar tidak berhenti begitu saja pada “generasi pertama” (penerima langsung TTG,
kader terlatih, dll), melainkan dapat tersebar luas dan bertahan sampai pada generasi-
generasi berikutnya.

4.     Kebijakan stake holder di daerah


Salah satu hambatan yang cukup sering mengganggu dalam kegiatan
implementasi TTG yang berdurasi panjang adalah iklim birokrasi di daerah yang sering
berubah. Dinamika politik lokal – seperti pergantian kepala daerah, kepala dinas, mutasi
pegawai, dll – termasuk faktor yang sangat berperan terhadap kegiatan implementasi
TTG, khususnya terkait dengan dukungan terhadap kegiatan tersebut. Dukungan dan
pemahaman yang tepat dari para pemangku kepentingan – termasuk LSM, Swasta,
Koperasi, dll – ini akan memberikan efek yang positif bagi kegiatan. Sebaliknya, tanpa
dukungan serius dari para pemangku kepentingan di daerah ini bisa jadi akan
menghambat tercapainya tujuan pemberdayaan masyarakat melalui TTG ini. Dinamika
dan kebijakan lokal semacam ini perlu dicermati sejak awal agar tidak mengganggu
program kegiatan, salah satu caranya adalah dengan menjalin komunikasi dengan
seluas dan sebanyak mungkin stake holder, sehingga dukungan yang diperoleh juga
semakin kuat.

E.   Peluang dan Tantangan Ke Depan : Pengembangan Bioresources Untuk Ekonomi


Hijau
Paradigma pembangunan yang selama ini masih berorientasi pada pertumbuhan
ekonomi terbukti banyak mengabaikan keberlanjutan ekologis. Akibatnya, dunia
mengalami krisis multidimensi. Dalam makalahnya pada saat peluncuran Buku
“Bioresources untuk Pembangunan Ekonomi Hijau” di Gedung Bappenas bersama LIPI
dan Kemenristek (7/2/13), Prof. Emil Salim menggarisbawahi perlunya perubahan
paradigma pembangunan dari one track economy menjadi triple track economy, yaitu
pembangunan yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tetapi juga menjaga
keberlanjutan dari aspek sosial dan lingkungan (ekologi). Tentu saja paradigma baru ini
bukan hal yang “baru” bagi para praktisi TTG, sebab prinsip-prinsip tersebut memang
telah terkandung dalam definisi dan filosofi TTG itu sendiri. Dengan demikian, gagasan
untuk membangun ekonomi hijau (green economy) merupakan sasaran strategis
implementasi TTG berikutnya.   
Senada dengan Prof. Emil Salim, Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas dalam kata pengantar buku Ekonomi Hijau[13] mengatakan
bahwa ekonomi hijau merupakan keniscayaan bagi negara-negara di dunia. Indonesia,
sebagai negara yang kaya akan bioresources, harus ikut ambil bagian karena beberapa
alasan utama, yaitu pertama, ekonomi indonesia sangat menggantungkan diri pada
pengelolaan sumber daya alam sehingga Indonesia sangat berkepentingan terhadap
keberlanjutannya. Kedua, dengan menerapkan ekonomi hijau selain Indonesia akan
menjadi pelopor di tingkat global, ekonomi Indonesia akan mengarah kepada ekonomi
yang lebih efisien dalam penggunaan sumber daya yang terbatas dan akan lebih
berkelanjutan. Ketiga, penerapan ekonomi hijau akan lebih mempercepat usaha
memperbaiki krisis lingkungan hidup. Oleh karena itu, peluang pengembangan dan
implementasi TTG ini ternyata tidak hanya mampu menjadi strategi penanggulangan
kemiskinan, melainkan juga dapat menjadi langkah-langkah kecil dalam upaya
mengubah tatanan dan keadilan dunia dengan mendukung gerakan pemanfaatan
bioresources melalui TTG untuk masa depan ekonomi hijau.
F.   Ucapan Terima Kasih
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Dadang D. Hidayat,
M.Eng, Carolina, M.Sc, dan  Dr. Savitri Dyah WIKR atas diskusi, masukan dan pengayaan
yang telah diberikan untuk melengkapi makalah ini.

G.   Daftar Pustaka


Apriliyadi, Eki dan Arie Sudaryanto. 2009. Geliat Desa Terpencil Pengguna PLTMH Enrekang.
LIPI Press
Dyah, Savitri, Lidya Ariesusanty, dan Akmadi Abbas (penyunting). 2006. Dinamika Sosial dan
Pembangunan di Kabupaten Poso. LIPI Press
Dyah, Savitri, Saparita, Rachmini, dkk (editor).2006. Pengembangan Wilayah Perbatasan Nusa
Tenggara Timur Melalui Penerapan Teknologi. LIPI Press
Kusnowo, Anung dan Amru Hydari Nazif (penyunting).  1992. Pengembangan Wilayah Pedesaan
Wamena Yogotak Hubuluk Motok Hanorogo : Rekaman Perjuangan Ke Arah Hari Esok
yang Lebih Cerah. LIPI Press
Tjahja Djajadiningrat, Surna. Yeni Hendriani dan Melia Famiola. 2011. Ekonomi Hijau. Bandung :
Penerbit Rekayasa Sains
LIPI. 2012. Panduan Penyusunan Proposal Kegiatan IPTEKDA LIPI XVI tahun 2013 Untuk
Lingkungan Perguruan Tinggi
Undang-Undang :
Instruksi Presiden RI No 3/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerapan dan Pengembangan
TTG
Permendagri No 20/2010 tentang Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengelolaan TTG Siswo,
Prof. Dr. Sudarmo Muhammadi. 2005. Perspektif Pengembangan Teknologi Tepat Guna. 
Halaman 11 Orasi Ilmiah Peresmian B2PTTG LIPI tanggal 25 Januari 2005.

[1] Disampaikan dalam seminar setengah hari Dompet Dhuafa dengan tema “Technology for
the poor : Tepat Guna dan memberdayakan”,  Jumat, 22 Februari 2013, pukul 14.00 s/d
17.00 WIB, Ruang Terapung perpustakaan UI Depok
[2] Staf di B2PTTG LIPI, e-mail : yanuendar@yahoo.com
[3] Staf di B2PTTG LIPI, e-mail : romce2000@yahoo.com
[4] Staf di B2PTTG LIPI, e-mail : rima_kumalasari@yahoo.com
[5] Dikutip dari Orasi Ilmiah Prof. Dr. Sudarmo Muhammadi Siswo, berjudul “Perspektif
Pengembangan Teknologi Tepat Guna”.  Halaman 11 yang disampaikan dalam acara
peresmian B2PTTG LIPI tanggal 25 Januari 2005.
[6] Instruksi Presiden RI No 3/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerapan dan
Pengembangan TTG
[7] Permendagri No 20/2010 tentang Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengelolaan TTG
[8] Yogotak Habuluk Motok Hanorogo = Hari Esok Harus Lebih Cerah daripada Hari ini.
Pengembangan Wilayah Pedesaan Wamena, Rekaman Perjuangan Ke Arah Hari Esok yang
Lebih Cerah, LIPI, 1992, penyunting Anung Kusnowo dan Amru Hydari Nazif
[9] Dinamika Sosial dan Pembangunan di Kabupaten Poso, LIPI, 2006, Penyunting Savitri
Dyah, Lidya Ariesusanty, dan Akmadi Abbas
[10] Pengembangan Wilayah Perbatasan Nusata Tenggara Timur Melalui Penerapan
Teknologi, 2006, LIPI Press, Editor : Savitri Dyah dkk
[11] Apriliyadi, Eki dan Arie Sudaryanto. 2009. Geliat Desa Terpencil Pengguna PLTMH
Enrekang. LIPI Press
[12] Panduan Penyusunan proposal kegiatan penerapan IPTEKDA LIPI XVI tahun 2013, hal
2
[13] Penulis Surna Tjahja Djajadiningrat, Yeni Hendriani dan Melia Famiola. 2011. Penerbit
Rekayasa Sains, hal vii-ix
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook

Anda mungkin juga menyukai