PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antikonvulsi (anti kejang) digunakan untuk mencegah dan mengobati
bangkitan epilepsi (epileptic seizure) dari bangkitan non-epilepsi. Bromida, obat
pertama yang digunakan untuk terapi epilepsi telah ditinggalkan karena
ditemukannya berbagai anti epilepsi baru yang lebih efektif. Fenobarbital
diketahui memiliki efek anti konvulsi spesifik, yang berarti efek anti konvulsi nya
tidak berkaitan langsung dengan efek hipnotik nya. Di Indonesia Fenobarbital
ternyata masih digunakan, walaupun di luar negeri obat ini mulai banyak di
tinggalkan. (Utama dan Gan, 2007) Oleh sebab itu, sebagai mahasiswa
kedokteran harus mempelajari bagaimana memilih jenis obat antikonvulsi yang
akan digunakan dengan dosis yang sesuai dan cara penggunaannya.
B. Tujuan
1. Mengamati perubahan aktivitas perilaku setelah pemberian Phenobarbital
pada tikus.
2. Menentukan ED 50 (dosis yang member efek tidur) Phenobarbital secara
i.p
Necel © 2009 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fenobarbital
Fenobarbital (asam 5,5-fenil-etil-barbiturat) merupakan senyawa organik
pertama yang digunakan dalam pengobatan antikolvulsi, dan merupakan obat
pilihan utama untuk terapi kejang dan kejang demam pada anak. Dosis dewasa
yang biasa digunakan ialah 2x120-250 mg sehari. Dosis anak ialah 30-100 mg
sehari. Penghentian fenobarbital harus secara bertahap untuk mencegah
kemungkinan meningkatnya frekuensi bangkitan kembali, atau malah bangkitan
status epileptikus. Penggunaan fenobarbital menyebabkan berbagai efeksamping
seperti sedasi, psikosis akut, dan agitasi. Interaksi fenobarbital dengan obat lain
umumnya terjadi karena fenobarbital menoingkatkan aktivitas enzim mikrosom
hati. Kombinasi dengan asam valproat akan menyebabkan kadar fenobarbital
meningkat 40%. (Utama dan Gan, 2007)
2. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja fenobarbital yang pasti belum diketahui, tetapi memacu
proses peghambatan dan mengurangi transmisi eksitasi. Data menunjukkan
bahwa fenobarbital dapat menekan saraf abnormal secara selektif,
menghambata penyebaran, dan menekan pelepasan dari fokus. Seperti fenitoin,
dalam dosis tinggi, fenobarbital dapat menekan melalui konduksi Na+, lepasnya
frekuensi tinggi renjatan saraf yang berulang dalam kultur. Begitu pula pada
konsentrasi tinggi, barbiturat menghambat arus Ca2+ (tipe L dan M).
Fenobarbital terikat pada sisi pengatur alosterik dari reseptor GABA
benzodiazepin, dan memacu arus yang dirangsang reseptor GABA dengan cara
perpanjangan pembukaan saluran Cl-,. Fenobarbital juga menghambat respon
eksitatif yang disebabkan glutamat, terutama yang diakibatkan oleh aktivasi
reseptor AMPA. Dengan kadar terapi yang relevan, fenobarbital meningkatkan
penghambatan melalui GABA dan reduksi eksitasi melalui glutamat. (Katzung,
1997)
Fenobarbital memiliki aktivitas antiepilepsi, membatasi penyebaran
lepasan kejang di dalam otak dan meningkatkan ambang serangan epilepsi.
Mekanisme kerjanya tidak diketahui tetapi mungkin melibatkan potensiasi efek
inhibisi dari neuron-neuron yang diperantarai oleh GABA (asam gama
aminobutirat) dosis-dosis yang diperlukan untuk efek antiepilepsi lebih rendah
daripada dosis yang menyebabkan penekanan saraf pusat yang hebat. (Mycek,
2001)
3. Penggunaan klinik
Fenobarbital digunakan dalam pengobatan kejang parsial dan tonik-klinik
umum, meskipun obat ini dicoba untuk setiap jenis kejang, terutama jika
Necel © 2009 2
serangan sulit dikendalikan. Terdapat sedikit bukti untuk kemampuannya dalam
kejang umum seperti absence, serangan atonik, atau spasme infantil, dapat juga
lebih memperburuk keadaan pasien dengan jenis kejang tersebut. (Katzung,
1997)
Fenobarbital memberikan 50% respon yang diinginkan untuk serangan-
serangan parsial sederhana tetapi kurang efektif untuk serangan parsial
kompleks. Obat tersebut telah dipandang sebagai pilihan utama dalam
mengobati serangan–serangan epilepsi berulang pada anak-anak termasuk
kejang demam. Namun, fenobarbital dapat menekan kinerja kognitif pada anak-
anak yang diobati untuk kejang demam, dan obat tersebut harus digunakan
secara hati-hati. Fenobarbital juga digunakan untuk mengobati serangan tonik
klonik kambuhan, terutama pada penderita yang tidak memberikan respon pada
kombinasi diazepam dan fenitoin. Fenobarbital juga digunakan sebagai suatu
sedatif ringan untuk menghilangkan ansietas ketegangan mental dan insomnia,
walaupun bezodiazepin lebih baik ( Mycek, 2001)
4. Distribusi
Transpor hipnotik sedatif di dalam darah adalah proses dinamik dimana
banyaknya molekul obat masuk dan meninggalkan jaring tergantung pada aliran
darah, tingginya konsentrasi dan permeabilitas. Kelarutan dalam dalam lemak
memegang peranan penting dalam menentukan berapa banyak hipnotik-sedatif
yang khusus masuk ke susunan saraf pusat. (Katzung, 1997)
5. Efek Samping
Sedasi, ataksia, nistagmus, vertigo dan reaksi psikotik akut bisa terjadi
pada pemakaian kronis. Mual dan muntah ditemukan seperti juga ruam
morbilifomis pada orang-orang yang peka. Agitasi dan kebingungan terjadi pada
dosis tinggi. Serangan-serangan rebound dapat terjadi pada penghentian
fenobarbital. (Mycek, 2001)
6. Farmakodinamik
a. Susunan saraf pusat
Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat
dicapai mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anastesi, koma,
sampai kematian. (Wiria, 2007)
Pada beberapa individu dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa
sakit, barbiturat tidak menyebabkan sedasi, melainkan malah menimbulkan
eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan oleh
adanya depresi pusat penghambatan. (Wiria, 2007)
b. Efek pada tingkatan tidur
Efek hipnotik barbiturat meningkatkan total lama tidur dan mempenaruhi
tingkatan tidur yang bergantung kepada dosis. Barbiturat mengurangi masa
tidur laten, jumlah terbangun, dan lama toleransi. (Wiria, 2007)
Toleransi farmakodinamik lebih berperan dalam penurunan efek dan
berlangsung lebih lama daripada toleransi farmakokinetik. Toleransi
terhadap efek sedasi dan hipnosis terjadi lebih segera dan lebih kuat
daripada efek anti konvulsi. Toleransi terhadap barbiturat dapat terjadi
toleransi silang terhadap senyawa dengan efek farmakologi yang berbeda
seperti opioid dan fensiklidin. (Wiria, 2007)
Necel © 2009 3
c. Tempat dan mekanisme kerja pada SSP
Barbiturat bekerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak
sama kuatnya. Dosis nonanastesi terutama menekan respon pasca sinaps.
Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Barbiturat
memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi
transmisi sinaptik. (Wiria, 2007)
d. Pernapasan
Barbiturat menyebabkan depresi napas yang sebanding dengan besarnya
dosis. Barbiturat dosis hipnotik oral menyebabkan pengurangan frekuensi
dan amplitudo napas, ventilasi alveolus sedikit berkurang, sesuai dengan
keadaan tidur fisiologis. (Wiria, 2007)
e. Sistem kardiovaskuler
Pemberian barbiturat dosis terapi IV secara cepat dapat menyebabkan
tekanan darah turun secara mendadak, meskipun hanya selintas efek
kardiovaskuler pada intoksikasi barbituratsebagian besar disebabkan oleh
hipoksia sekunder akibat depresi napas. Selain itu, dosis tinggi barbiturat
menyebabkan depresi pusat vasomotor diikuti pusat vasidolatasi perifer
sehingga terjadi hipotensi. Barbiturat dosis sangat tinggi berpengaruh
langsung terhadap kalpiler sehingga menyebabkan syok kardiovaskuler.
(Wiria, 2007)
f. Hati
Efek barbiturat terhadap hati yang paling dikenal ialah efeknya terhadap
sistem metabolisme obat di mikrosom. Barbiturat bersama-sama dengan
sitokrom P450 secara kompetitif mempengaruhi biotransformasi obat serta
zat endogen dalam tubuh, misalnya hormon steroid. Pemberian barbiturat
secara kronik menaikkan jumlah protein dan lemak pada retikulo-
endoplasmik hati, serta menaikkan aktivitas glukoronil transferase dan
enzim oksidase sitokrom P450. Induksi enzim ini menaikkan kecepatan
metabolisme beberapa obat dan senyawa endogen termasuk hormon
steroid, kolesterol, garam empedu, vitamin K dan D. Toleransi terhadap
barbiturat antara lain disebabkan karena barbiturat merangsang aktivitas
enzim yang merusak barbiturat sendiri. Efek induksi ini tidak terbatas hanya
pada enzim mikrosomal saja, tetapi juga terjadi pada enzim mitokondria,
yaitu δ-Amino Levulanic Acid (ALA) sintetase dan enzim sitoplasma yaitu
aldehid dehidrogenase. (Wiria, 2007)
B. Effective Dose
Dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50% individu disebut dosis
terapi median atau dosis efektif median (=ED50). Dosis ltal median (TD50) ialah
dosis yang menimbulkan kematian pada 50% individu, sedangkan TD50 ialah
dosis toksik 50%.
ED50 ini biasa digunakan untuk menentukan indeks terapi. Dalam suatu
farmakodinamik, indeks terapi suatu obat dinyatakan dalam rasio sebagai berikut
Necel © 2009 4
BAB III
METODE PERCOBAAN
B. Cara Kerja
1. Berikan Phenobarbital secara i.p dengan dosis 50, 100, dan 150 mg /
kgBB
2. Amati perubahan perilaku seperti tertera pada lembar pengamatan
Necel © 2009 5
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Pengaruh Luminal pada perilaku Tikus
Aktivitas Tes Postur
Menit No Analgesia Ptosis Mati
Motor Kasa Tubuh
1 + + + + +
5 2 +++ +++ ++ + ++
3 +++ + + + ++
1 + + + + +
10 2 ++++ +++ ++ + ++
3 +++ ++++ + + +++
1 ++ + ++ + ++
15 2 ++++ ++++ ++ ++ +++
3 ++++ ++++ ++ ++ +++
1 ++ +++ ++ + ++
30 2 ++++ ++++ ++ ++ +++
3 ++++ ++++ ++ + +++
1 +++ ++ ++ ++ ++
60 2 ++++ ++++ ++ +++ +++
3 ++++ ++++ ++ +++ +++
Grafik
AKTIVITAS MOTORIK
120
100
80
% MEAN
60 DOSIS 50mg
DOSIS 100mg
40
DOSIS 150mg
20
0
5 10 15 30 60
MENIT KE
Necel © 2009 6
TEST KASA
90
80
70
60
% MEAN
50 DOSIS 50mg
40
DOSIS 100mg
30
20
DOSIS 150mg
10
0
5 10 15 30 60
MENIT KE
TES ANALGESIK
90
80
70
60
% MEAN
50
DOSIS 50mg
40
DOSIS 100mg
30
20
DOSIS 150mg
10
0
5 10 15 30 60
MENIT KE
PTOSIS
90
80
70
60
% MEAN
50
DOSIS 50mg
40
DOSIS 100mg
30
DOSIS 150mg
20
10
0
5 10 15 30 60
MENIT KE
Necel © 2009 7
P OS IS I T UB UH
90
80
70
60
% MEAN
50
DOSIS 50mg
40
DOSIS 100mg
30
DOSIS 150mg
20
10
0
5 10 15 30 60
MENIT KE
120
y = 0.6667x + 5.55
100
R 2 = 0.9231
80
S eries 1
60
L inear
40 (S eries 1)
20
0
0 50 100 150 200
Perhitungan :
Y = 0.6667x + 5.55
50 = 0.6667x + 5.55
0.6667x = 50 – 5.55
0.6667x = 44.45
X = 66.67
Jadi ED 50 sebesar 66.67 mg
Necel © 2009 8
B. Pembahasan
Perubahan perilaku pada hewan coba seperti diatas dapat terjai karena
Fenobarbital mengakibatkan inhibisi aktivitas sistem retikuler mesensefalik.
Sistem retikuler ini bertanggung jawab sebagai penggalak kesadaran. Jika ada
inhibisi pada sistem ini, maka akan timbul efek penurunan kesadaran yang dapat
dilihat dari keadaan yang awalnya compos mentis menjadi somnolen. Keadaan
somnolen ditunjukkan dengan ptosis, menurunnya aktivitas motorik, menurunnya
kewaspadaan, perubahan postur tubuh, dan berkurangnya respon saat
dirangsang nyeri.
Dari grafik hasil percobaan, melihat grafik aktifitas motorik dosis 50 dan
dosis 150 mg sudah memberikan efek pada menit ke 5. Sedangkan dosis 100
mg baru memberikan efek pada menit ke 10 dari hasil tersebut tampak
ketidaksesuaian yaitu dosis 50 bekerja mendahului dosis 100mg, hal ini mungkin
di karenakan ketidaktepatan waktu pengamatan. Kemudian pada grafik test kasa,
dosis 50 mg baru memberikan efek pada menit ke 30. Dosis 100 mg pada menit
ke 15 baru memberikan efek dan dosis 150 mg sudah memberikan efek mulai
menit ke 5.
Dari grafik tes analgetik, semua dosis baru memberikan efek pada menit
ke 10 dan dosis 150 mg memberikan efek analgetik yang paling kuat. Sedangkan
Necel © 2009 9
untuk ptosis dosis 50 mg tidak menimbulkan efek berarti pada menit berapapun
waktu percobaan. Artinya dosis 50 mg, tidak efektif dalam menimbulkan
ptosis.Dosis 100 mg dan 150 mg memberikan efek pada menit ke 30.
Melihat grafik posisi tubuh dosis 50 mg memberikan efek pada menit ke
15, dosis 100 mg memberikan efek mulai menit ke 10 sedangkan dosis 150 mg
sudah memberikan efek sejak menit ke 5.
Pada pengmatan respon tidur, besar persentase indikasi yang berespon
adalah 33,3% pada pemberian dosis 50 mg. Selanjutnya pada dosis 100 mg
persentasi indikasi yang berespon adalah 83,33%. Dan persentase indikasi yang
bersepon pada dosis 150 mg adalh 100%. Dari hasil tersebut tampak jelas
bahwa dosis 150 mg efektif menyebabkan respon tidur pada semua hewan coba.
Dengan menggunakan persamaan regresi didapatkan ED 50 sebesar
66.67 mg, artinya pada dosis 66.67 mg menimbulkan efek tidur pada 50%
individu hewan coba. Respon tidur ditentukan berdasarkan penurunan aktivitas
motor pada menit ke 60.
Necel © 2009 10
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Diharapkan praktikan dapat memahami tujuan dan materi praktikum agar
tidak mengalami kesulitan dalam membahas laporan praktikum
Penguasaan metode percobaan sangat diperlukan untuk kelancaran
praktikum
Necel © 2009 11
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 6. EGC : Jakarta, hal.
354-356
Wiria MSS. 2007. Hipnotik-Sedatif dan Alkohol . Dalam : Farmakologi dan Terapi,
edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta, hal. 148-162
Necel © 2009 12
Trims 4 downloading.
See the next chapter of necel publication
Made under authority of Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman`s student
For further information please visit:
necel.wordpress.com
Necel © 2009 13