Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

SYOK SEPTIK

DISUSUN OLEH : VANIA VALENTINA 030.09.262

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD KOTA SEMARANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PENGESAHAN
Nama NIM Fakultas Universitas Tingkat BIdang Pendidikan : : : : : : Vania Valentina 030.09.262 Kedokteran Umum Universitas Trisakti Jakarta Program Pendidikan Profesi Dokter Ilmu Penyakit Dalam 26 Juli 2013 2 November 2013 Syok Septik 24 Oktober 2013 Dr. Pujo Hendriyanto, Sp.PD

Periode Kepaniteraan Klinik : Judul Referat Diajukan Pembimbing : : :

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN PADA TANGGAL : Mengetahui, Ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Semarang Pembimbing

Dr. Pujo Hendriyanto, Sp.PD

Dr. Pujo Hendriyanto, Sp.PD

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kami memperoleh kesempatan dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam. Referat berjudul Syok Septik, diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan persyaratan dalam menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Semarang. Selama penyusunan referat ini banyak bantuan yang telah kami peroleh. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Direktur Rumah Sakit Umum Kota Semarang 2. dr. Pujo Hendriyanto, Sp.PD selaku ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Semarang dan Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 3. dr. Syaifun Niam, Sp.PD selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Semarang 4. dr. Diana Novitasari, Sp.PD selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Semarang 5. Semua pihak yang telah membantu penulis sampai terselesaikannya referat ini. Dengan segala kerendahan hati penulis mengakui bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis membuka hati untuk menerima segala bentuk kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan referat ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga referat ini dapat memberikan manfaat berupa tambahan ilmu pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk mahasiswa kedokteraan dan masyarakat pada umumnya.

Semarang,

Oktober 2013

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

Syok septik atau sepsis adalah suatu sindrom respon inflamasi sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang terkait dengan adanya suatu infeksi. Sindrom ini penyebab kematian tertinggi urutan ke-13 di Amerika Serikat, meskipun perkembangan dunia kedokteran, angka mortalitasnya belum berubah. Pasien menunjukkan adanya takikardia, takipneu, demam, dan leukositosis, atau terjadinya syok septik disertai gagal organ multiple. Seperti halnya SIRS, pelepasan mediator inflamasi sistemik dalam sepsis berakibat terjadinya gangguan dalam mikrosirkulasi, venodilatasi, dan disfungsi miokard dan ginjal. Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau fungi. Respon sistemik dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal. Umumnya disebabkan kuman gram negatif. Insidensnya meningkat, antara lain karena pemberian antibiotik yang berlebihan, meningkatnya penggunaan obat sitotoksik dan imunosupresif, meningkatnya frekuensi penggunaan alat-alat invasive seperti kateter intravaskuler, meningkatnya jumlah penyakit rentan infeksi yang dapat hidup lama, serta meningkatnya infeksi disebabkan organisme yang resisten terhadap antibiotik. Penatalaksaan awal pasien dugaan sepsis ialah resusitasi cairan mencakup

memaksimalkan distribusi oksigen dan perfusi jaringan, monitoring tanda vital dan fungsi organ sebagai pedoman resusitasi lanjutan dan menyiapkan strategi untuk menyingkirkan sumber infeksi

BAB II PEMBAHASAN

I.

DEFINISI Syok adalah suatu sindrom klinis dimana terdapat kegagalan dalam pengaturan peredaran darah sehingga terjadi kegagalan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi ini biasanya disebabkan oleh kehilangan cairan

(hipovolemik), karena kegagalan pompa jantung ataupun karena perubahan resistensi vaskuler perifer1 Syok secara garis besar dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Berikut adalah tabel singkat mengenai jenis-jenis syok2 : Jenis Syok Hipovolemik Kardiogenik Obstruktif Disrtibutif, Septik dibagi menjadi tiga : Infeksi bakteri gram negative (E. Coli, K. Perdarahan Dehidrasi Aritmia Gangguan fungsi miokard (Infark miokard) Gangguan mekanik (kelainan katup) Tension pneumothoraks Tamponade jantung Emboli paru Penyebab

pneumonia, Enterobacter, Serratia, Proteus) Kokus gram positif (Stafilococcus,

Enterococcus, Streptococcus) Neurogenik Anafilaktik Disfungsi saraf simpatis Nyeri hebat Rangsangan medulla spinalis Rangsangan simpatis pada jantung (bradikardi) Antibiotic (penisilin, sefalosporin,

kloramfenikol, polimixin, amfoterisin B) Makanan Gigitan binatang Anestesi lokal

Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan

disfungsi/kegagalan organ multiple Nomenklatur mengenai sepsis telah banyak dilakukan, salah satu yang paling sering digunakan ialah sepsis merupakan kelanjutan dari sebuah sindrom respons

inflamasi sistemik / Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) atau yang sering disebut sindrom sepsis ditandai dengan 2 dari gejala berikut3 : a. Hyperthermia/hypothermia (>38,3C; <35,6C) b. Takipneu (resp >20/menit) c. Takikardia (nadi >100/menit) d. Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm e. 10% >cell immature neutrofil Sepsis merupakan SIRS yang disertai dengan dugaan ataupun bukti adanya sumber infeksi yang jelas. Sepsis dapat berlanjut menjadi sepsis berat yaitu sepsis yang disertai dengan kegagalan organ multipel / Multiple Organ Dysfunction / Multiple Organ Failure (MODS/MOF). Sepsis berat dengan hipotensi ialah sepsis dengan tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg. Perkembangan berikut dari sepsis ialah berujung pada suatu syok septik. Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi oleh sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, serta disertai dengan hipoperfusi jaringan. Syok septik didefinisikan sebagai keadaan kegagalan sirkulasi akut ditandai dengan hipotensi arteri persisten meskipun dengan resusitasi cairan yang cukup ataupun adanya hipoperfusi jaringan (dimanifestasikan oleh konsentrasi laktat yang melebihi 4 mg / dL) yang tidak dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain.4

Perbedaan Sepsis dengan Syok Septik Sindroma Sepsis Takipneu (respirasi > 20x/menit) Takikardia (nadi > 100x/menit) Hipertermia <35,6oc Hipoksemia Peningkatan asam laktat plasma Oliguria (urine 0,5cc/kgBB dalam 1 jam) > 38,3oc, Hipotermia Syok Septik Sindroma sepsis ditambah dengan gejala : Hipotensi (systole <90mmHg) Tensi menurun hingga 40mmHg

dalam waktu 1 jam Tidak membaik dengan pemberian cairan, serta penyakit hipovolemik, infark miokard dan emboli pulmonal sudah disingkirkan

II.

EPIDEMIOLOGI Sebuah studi oleh selama 16 melaporkan angka kejadian 2 kasus per 100 penerimaan rumah sakit di AS, dengan distribusi 55% terjadi di ICU, 12% di bagian gawat darurat dan 33% pada non-ICU. .Data yang lebih baru menunjukkan bahwa insiden tahunan sepsis terjadi sekitar 50-95 per 100.000 kasus. Selain itu, insiden sepsis tersebut telah tumbuh sebesar 9% setiap tahunnya.4 Bakteri Gram-negatif biasanya menjadi salah satu etiologi tebanyak dengan proporsi 35 hingga 40% pada kasus sepsis akan tetapi telah menurun menjadi 25-30% pada 2000.Bakteri Gram-positif menyebabkan 30-50% kasus, dan infeksi polimikrobial menyumbang sekitar 25%.5 Sekitar 50% dari pasien sepsis berkembang menjadi syok septik, dengan angka kematian 45%. Tempat yang paling sering mengalami infeksi adalah paru-paru, abdomen, dan saluran kemih. Komplikasi dari syok septik meliputi Acute Respiratory Distress Syndrome / ARDS (18%), Disseminated Intravascular Coagulation / DIC (38%) dan gagal ginjal (50%).6 Pria maupun orang dewasa yang lebih tua menjadi faktor predisposisi berkembangnya syok septik bila dibandingkan dengan perempuan

III.

FAKTOR RESIKO Faktor resiko pada sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut7 : Usia (<10 tahun dan > 70 tahun) Penyakit primer (misalnya, sirosis hati, alkoholisme, diabetes mellitus, penyakit kardiopulmonal, keganasan, keganasan hematologi) Imunosupresi (contoh: neutropenia, terapi imunosupresif, terapi kortikosteroid, Intra Venous Drugs User, asplenia, HIV/AIDS)

Operasi besar, trauma, luka bakar Prosedur invasif (kateter, alat intravaskular, prosthetic device, hemodialisis dan kateter dialisis peritoneal, tabung endotrakeal)

Pengobatan antibiotik sebelumnya Perawatan di rumah sakit yang berkepanjangan Faktor-faktor lain, seperti melahirkan, aborsi, dan malnutrisi

IV.

ETIOLOGI Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau fungi. Respon sistemik dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal. Umumnya disebabkan kuman gram negatif. Insidensnya meningkat, antara lain karena pemberian antibiotik yang berlebihan, meningkatnya penggunaan obat sitotoksik dan imunosupresif, meningkatnya frekuensi penggunaan alat-alat invasive seperti kateter intravaskuler, meningkatnya jumlah penyakit rentan infeksi yang dapat hidup lama, serta meningkatnya infeksi yang disebabkan organisme yang resisten terhadap antibiotik. Infeksi traktus repiratorius merupakan penyebab sepsis yang tersering diikuti infeksi abdomen dan jaringan lunak. Setiap sistem organ memiliki patogen yang berbeda, seperti di antaranya7 : Infeksi traktur repiratorius bawah yang menyebabkan syok septik pada sekitar 25% pasien, patogen yang umum : Streptococcus pneumonia, Klebsiella

pneumonia, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Legionella species , Haemophilus species, Anaerobes, Gram-negative bacteria, Fungi Infeksi traktus urinarius yang menyebabkan syok septik pada sekitar 25% pasien, patogen yang umum : E coli, Proteus species, Klebsiella species, Pseudomonas species, Enterobacter species, Serratia species Infeksi jaringan lunak yang menyebabkan syok septik pada sekitar 15% pasien, patogen yang umum : S aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococci, Clostridia, Gram-negative bacteria, Anaerobes Infeksi traktus gastro-intestinal yang menyebabkan syok septik pada 15% pasien, patogen yang umum : E coli, Streptococcus faecalis, Bacteroides fragilis, Acinetobacter species, Pseudomonas species, Enterobacter species, Salmonella species Infeksi saluran reproduktif laki-laki dan perempuan yang menyebabkan syok septik pada sekitar 10% pasien, patogen yang umum : Neisseria gonorrhoeae, Gram-negative bacteria, Streptococci, Anaerobes Benda asing yang mengakibatkan infeksi berkontribusi 5% pada syok septik. S aureus, S epidermidis, adan fungi/yeasts (Candida species) merupakan patogen yang umum. Infeksi lain-lain menyebabkan 5% syok septik. Neiserria meningitidis merupakan penyebab tersering pada golongan ini.

V.

PATOFISIOLOGI Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam plasma, dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh hepatosit, diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan antibody dalam serum darah menjadi LPSab sehingga mempercepat ikatan dengan CD14. Kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2).1,6 Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan komponen dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II dari antigen presenting cells dan V-chains dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih.1,8

Peran Sitokin pada Sepsis Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi dan invasi mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi

yang berlebih, yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai hormon.1 Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting adalah TNF-, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai antiinflamasi. Pengaruh TNF- dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas endotel meningkat, ekspresi TF, penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek prokoagulan, ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-CAM1, PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1, PGE2 dan PGI2, pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan mediator primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder seperti prostaglandin E2 (PGE2), tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF), peptida vasoaktif seperti bradikinin dan angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti histamin dan serotonin di samping zat-zat lain yang dilepaskan yang berasal dari sistem komplemen.6 Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi pada sepsis berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi. Peran Komplemen pada Sepsis Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi respons imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi dari sirkulasi. Pada sepsis, aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif, selain jalur klasik. Potongan fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a

(anafilatoksin) akan berikatan pada reseptor di sel menimbulkan respons inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi pembentukan radikal oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan permeabilitas kapiler dan ekspresi faktor jaringan. Peran NO pada Sepsis NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular. Pada sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan hemodinamik berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi karena dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan menghambat agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan renjatan septik yang tidak responsif dengan vasopresor.1

Peran Netrofil pada Sepsis Pada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan pengaruh mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi umumnya meningkat, walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun. Walaupun netrofil penting dalam mengeradikasi kuman, namun pelepasan berlebihan oksidan dan protease oleh netrofil dipercaya bertanggungjawab terhadap kerusakan organ. Terdapat 2 studi klinis yang menyatakan bahwa menghambat fungsi netrofil untuk mencegah

komplikasi sepsis tidak efektif, dan terapi untuk meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil pada pasien dengan sepsis juga tidak efektif . Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer meyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskular ke interstisial yang terlihat sebagai edema. Pada syok sepsis hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman Berlanjutnya proses inflamasi yang maladaptive akan menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multiple (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan (injury) pada tingkat seluler (termasuk disfungsi endotel), gangguan perfusi ke organ/jaringan sebagai akibat hipoperfusi, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang ikut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori-protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan.

VI.

MANIFESTASI KLINIK Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok (nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan penurunan tekanan darah). Gejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi / pulse pressure). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal,

mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar. 9 Tanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada awal adalah hipovolemia. Kejadian ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehingga apabila volume intravaskuler adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis berat kemampuan kontraksi otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik) terganggu. Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia daripada peningkatan volume sekuncup), tetapi aliran darah perifer tetap berkurang. Status hemodinamika pada sepsis berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik (vasodilatasi dan meningkatnya aliran darah), pada stadium lanjut kenyataannya lebih mirip status hipodinamik (vasokonstriksi dan aliran darah berkurang). Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik adalah gangguan ekstraksi oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO2 (pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok septik dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan. Karakteristik lain sepsis berat dan syok septik adalah terjadinya hiperlaktataemia, mungkin hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dys-oxia jaringan (produksi energi dalam keterbatasan oksigen) Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi, dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).2

1.

Fase I : Kompensasi Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui

mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya resistensi sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke organ vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah diastolik tetap normal sedangkan tekanan darah sistolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik. Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara temporer dengan meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi vasopressin dan renin angiotensin aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air dalam sirkulasi. Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan dingin dengan pengisian kapiler (CRT) yang melambat > 2 detik. 2. Fase II : Dekompensasi. Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung yang adekuat dan sistem sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara anaerobic yang tidak efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-asam lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2. Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons terhadap katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme energi dependent pompa Na/K ditingkat selular, akibatnya integritas membran sel terganggu,

fungsi lisosom dan mitokondria akan memburuk yang dapat berakhir dengan kerusakan sel. Lambatnya aliran darah dan kerusakan reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat memperburuk keadaan syok dengan timbulnya agregasi tombosit dan pembentukan trombos disertai tendensi perdarahan. Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin, serotonin, sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1), xanthin, oxydase yang dapat membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator oleh makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada keadan syok yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi arteriol dan peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang kembali kejantung (venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi miokard. Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refilling bertambah lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran). 3. Fase III : Irreversible Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus berlanjut, sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi sistem multi organ lainnya. Cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar, sintesa ATP yang baru hanya 2% / jam dengan demikian tubuh akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi walaupun system sirkulasi dapat dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-tanda kegagalan sistem organ lain.

Syok septik yang berat dapat berkemgbang menjadi suatu sindrom gangguan / penurunan fungsi organ multipel akibatnya hipoperfusi generalisata. Berikut adalah tanda-tanda kelainan sistemik pada Multiple Organ Failure VII. DIAGNOSIS Penegakan diagnosis syoks sepsis dapat dilihat melalui beberapa klasifikasi sebagai berikut :

VIII.

TATALAKSANA Pada pasien sepsis wajib dinilai dan dimulai penatalaksanaan sebagai berikut : 10 A : B : C : Airway and maintenance oxygen Breathing and ventilator assement Circulation and Fluid Resusitation

Penatalaksaan awal pasien-pasien yang dicurigai dengan sepsis ialah resusitasi cairan yang mencakup 3 proses, yaitu: Memaksimalkan penyebaran oksigen dan perfusi jaringan Monitoring seksama dari tanda-tanda vital dan fungsi organ sebagai pedoman resusitasi lanjutan Menyiapkan strategi untuk menyingkirkan sumber infeksi

Proses ini ditujukan untuk menghentikan atau memperlambat onset dari sindrom disfungsi organ multipel / multi organ dysfunction syndrome. Saat sepsis sudah dikonfirmasi, beberapa langkah berikut sebaiknya sudah dilakukan seperti oksigen aliran tinggi, cannule, terapi cairan, monitoring jumlah urin. Penatalaksanaan awal ini dapat disingkat menjadi Sepsis Six yakni :10 1. Oksigen aliran tinggi Sepsis secara dramatis akan meningkatkan kecepatan metabolik tubuh sehingga kebutuhan akan oksigen akan meningkat. Untuk itu digunakan non-rebreathe face mask dengan aliran oksigen tinggi. Saturasi oksigen ditargetkan di sekitar >= 94% kecuali jika pasien memiliki riwayat hipoksemia kronis. Non-rebreathe face mask biasanya tidak cocok untuk

pemakaian jangka panjang, namun sangat penting dalam fase resusitasi akut untuk memaksimalkan jumlah oksigen yang masuk. 2. Kultur darah dan Pemeriksaan Penunjang Kultur darah sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik intravena. Kultur darah diambil secara percutaneous dan sebelum meletakkan akses IV yang baru. Kultur darah tidak mempengaruhi pilihan terapi antibiotik speksturm luas pada fase awal tetapi berpengaruh pada pemilihan antibiotik ketika patogen telah diidentifikasi. 3. Antibiotik spektrum luas secara intravena Pemilihan antibiotik spektrum luas yang tepat akan mengikuti langkahlangkah berikut : 4. Riwayat alergi yang dimiliki oleh pasien. Kondisi klinis pasien dan kemungkinan sumber infeksi Peraturan mengenai administrasi antibiotik.

Uji terapi cairan intravena. Bila pasien sepsis mengalami hipotensi atau bila pasien menunjukkan tanda-tanda insufisiensi sirkulasi, uji terapi cairan dengan 10ml/kg koloid ataupun 20ml/kg kristaloid sebaiknya dilakukan dalam bolus yang telah dibagi. Dapat diulang dua kali, hingga bolus total tiga kali. Bila pasien masih mengalami hipotensi, sebaiknya dipasang Central Venous Catheter yang sekaligus dapat memonitor administrasi vasopressor dan inotropik bila dibutuhkan.

5.

Pengukuran hemoglobin dan laktat

Laktat dapat diukur dari sampel vena menggunakan jarum Arterial Blood Gas. Akumulasi laktat menandakan respirasi anaerob yang sedang berlangsung. Penelitian terbaru menyebukan Procalcitonin sebagai alternatif penanda kaskade hipoperfusi lanjut. 6. Monitor jumlah urin Pada kondisi normal, sistem autoregulasi tubuh akan menjamin aliran cukup ke ginjal dalam jumlah normal meski adanya perubahan tekanan darah. Pada sepsis, fungsi ini terganggu sehingga ketika tekanan darah menurun, aliran darah ke ginjal juga menurun sehingga jumlah urin juga akan menurun. Urinary kateter dapat mengukur jumlah produksi urin dari ginjal, sehingga membantu mengestimasi aliran darah ginjal. Hal ini membantu dalam menilai perfusi ginjal dan sebagai prediktor dari gagal ginjal. Pasien harus ditargetkan mencapai produksi urin normal. Dikatakan oliguria bila produksi urin <0.5ml/kg/jam selama 2 jam berturut-turut. Oliguria persisten menjadi tanda awal dari gagal ginjal. Anuria mengindikasikan bahwa ginjal telah sepenuhnya mengalamai kegagalan, namun seringkali akibat terbloknya aliran urin di kateter

Target yang ingin dicapai pada resusitasi awal : 9 MAP > 65mmHg Capillary Refill Time membaik Akral menjadi lebih hangat Produksi urin >0.5ml/kg/jam

Status mental yang membaik. Menurunnya kadar laktat

Oksigenasi Hipoksemia dan Hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor (delivery) oksigen ke jaringan dapat pula terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard dapat menurunkan curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oksigen oleh eritrosit menurun. Transport oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vascular, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia. Dalam tatalaksana hipoksemia dan hipoksia semua faktor yang mempengaruhi baik ventilasi, perfusi, delivery, dan penguunaan oksigen perlu mendapat perhatian dan koreksi. Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal nafas bila disertai dengan penurunan kesadaran dan kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik perlu segera dilakukan. Oksigenasi bertujuan untuk mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi oksigen dalam darah.9 Terapi Cairan Hipovolemia dapat terjadi pada sepsis sebagai peningkatan kapasitas vascular( penurunan alir balik vena), dehidrasi (karena asupan yang menurun, kehilangan cairan melalui pernapasan dan keringat), terjadinya perdarahan dan kebocoran kapiler. Pada keadaan hipovolemik akan terjadi gangguan transport oksigan dan nutrisi ke jaringan dan menyebabkan hipotensi dan renjatan

Hipovolemia pada sepsis perlu segera daiatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid (NaCl 0,9% atau ringer laktat), maupun koloid. Kristaloid merupakan pillihan pada terapi awal karena lebih murah dan mudah didapat, tetapi perlu diberikan dengan volume yang lebih besar. Volume cairan yang diberikan perlu di monitor kecukupannya agar tidak kurang atau berlebihan. Secara klinis respons terhadap pemberian cairan terlihat pada tekanan darah, penurunan frekuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan juga tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugularis, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi. Albumin merupakan protein plasma yang juga berfungsi sebagai koloid. Albumin berfungsi mempertahankan tekanan onkotik plasma. Pada keadaan serum albumin yang rendah (<2g/dl) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit (pack red cell) diperlukan pada keadaan perdarahan aktif, atau bilamana kadar hemoglobin(Hb) yang rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septic. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan di atas 8 hingga 10 g/dl. 9 Vasopresor dan Inotropik Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian secara adekuat, akan tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Hipotensi terjadi sebagai akibat vasodilatasi atau sebagai akibat disfungsi miokardial sehingga terjadi penurunan curah jantung. Tetapi vasopresor diberikan mulai dosis terendah secara titrasi untuk mencapai tekanan arteri rata-rata (MAP) 60mmHg atau tekanan darah

sistolik 90mmHg. Pemantauan terhadap tingkat kesadaran dan produksi urin dapat menggambarkan adanya perbaikan perfusi dan fungsi organ. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamine dengan dosis >8 mikrogram(mcg)/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Sebagai inotropik yang dapat digunakan dobutamin dosis 2-28mcg/kg/menit, dopamine 3-8mcg/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amniron dan milrinon). Bikarbonat Bikarbonat telah lama digunakan dalam mengkoreksi asidemia pada sepsis. Namun tetapi bikarbonat untuk koreksi asidemia pada sepsis saat ini diragukan manifestasinya, dengan alasan bahwa bikarbonat sebagai buffer bermanfaat pada tingkat selular, sedangkan pada sepsis dan renjatan terjadi hipoperfusi jaringan dengan konsekuensi terjadinya gangguan transport karbon dioksida dari jaringan, sehingga akan terjadi pH sel yang semakin rendah. Secara empiric bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat < 9 mcg/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.9 Disfungsi Renal Gangguan fungsi ginjal pada sepsis dan renjatan terjadi secara akut, disebabkan karena gangguan perfusi ke organ tersebut. Bilamana pasien dalam keadaan hipovolemik atau hipotensi, keadaan ini harus segera diperbaiki dengan pemberian cairan secara adekuat, terapi dengan vasopresor dan inotropik bila diperlukan. Dalam keadaan oliguria pemberian cairan harus dipantau secara ketat oleh karena pemberian cairan secara agresif mengakibatkan edema paru. Dopamine dosis renal (1-3mcg/kg/menit) sering kali

digunakan untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis akan tetapi secara efidence base tidak terbukti menurunkan mortalitas dan menurunkan kebutuhan kan dialysis. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu (continous hemofiltration). Pada hemodialisis digunakan gradient tekanan osmotic dan filtrasi substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi yang digunakan gradient tekanan hidrostatik. Teknik hemofiltrasi yang digunakan berupa Continous Arteriovenous Hemofiltration (CAVH) atau Circullation of Dyalisis on Ultrafiltrate Chamber (CAVHDF). Baik hemodialisis ataupun haemofiltrasi merupakan terapi pengganti yang saling melengkapi. Hemofiltrasi dilakukan kontiniu selama perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis. Hemofiltrasi memiliki kelebihan dalam memperbaiki kontraktilitas miokard, memperbaiki transport oksigen dan memodulasi respons imunologis melalio bersihan mediator inflamasi. 9 Kortikosteroid Kortikosteroid hanya diberikan dengan kondisi insufiensi adrenal dan dapat diberikan secara empiric pada keadaan tersebut. Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali sehari selama 7 hari pada pasien renjatan septic dapat menurunkan angka mortalitas 9

EARLY GOAL DIRECTED TREATMENT Penelitian yang dilakukan Rivers dengan membandingkan tatalaksana yang disebut Early Goal Directed Treatment dengan terapi standard inti dari tatalaksana ini bahwa terapi mencakup penyesuain beban jantung preload, afterload, dan kontraktilitas

dengan oxygen delivery dan demand. Protocol tersebut mencakup pemberian cairan kristaloid dan koloid bolus 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12mmHg. Bila tekanan asteri rata-rata (MAP) kurang dari 65mmHg, diberikan vasopressor hingga >65mmHg, bila MAP >90mmHg diberikan vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi oksigen vena sentral (ScvO2); bila ScvO2<70% dilakukan koreksi hematokrit hingga diatas 30%. Setelah CVP, MAP dan hematokrit optimal namun ScvO2 <70% dimulai pemberian inotropik. Inotropik diturunkan bila MAP <65mmHg atau frekuensi jantung >120kali/menit Hasil penelitian pada 130 pasien dengan 133 kontrol didapatkan penurunan mortalitas pada kelompok Early Goal Directed Treatment 30,5% dibandingkan control 46,5% dengan perbaikan parameter SCVO2, kadar laktat darah, deficit basa rendah dap pH lebih tinggi 11

IX.

KOMPLIKASI Syok septik yang berat dapat berkembang menjadi suatu sindrom gangguan / penurunan fungsi organ multipel akibatnya hipoperfusi generalisata. Berikut adalah tanda-tanda kelainan sistemik pada Multiple Organ Failure6 Multiple Organ Failure DIC FDP >+ 1:40 atau D dimmers >= 2,0 dengan rendahnya platelet Memanjangnya waktu : protrombin, partial thromboplastin, Perdarahan Respiratory Distress Syndrome Acute Renal Failure Hipoksemia Kreatinin > 2,0 ug/dl Na. Urin 40mmol/L Kelainan prerenal sudah disingkirkan Hepatobillier Dysfunction Bilirubin > 34 umol (2,0 mg/dl) Harga Alkali Fosfatase, SGOT, SGPT dua kali harga normal Central Nervous System GCS < 15

X.

PROGNOSIS Keseluruhan angka kematian pada pasien dengan syok septik menurun dan sekarang rata- rata 40% (kisaran 10 hingga 90%, tergantung pada karakteristik pasien). Hasil yang buruk sering mengikuti kegagalan dalam terapi agresif awal (misalnya, dalam waktu 6 jam dari diagnosa dicurigai). Setelah laktat asidosis berat dengan asidosis

metabolik decompensated menjadi menetap, terutama dalam hubungannya dengan kegagalan multiorgan, syok septik cenderung ireversibel dan fatal.1

BAB III KESIMPULAN

Sepsis merupakan SIRS yang disertai dengan dugaan ataupun bukti adanya sumber infeksi yang jelas. Sepsis dapat berlanjut menjadi sepsis berat yaitu sepsis yang disertai dengan kegagalan organ multipel / Multiple Organ Dysfunction / Multiple Organ Failure (MODS/MOF). Sepsis berat dengan hipotensi ialah sepsis dengan tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg. Perkembangan berikut dari sepsis ialah berujung pada suatu syok septik. Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi oleh sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, serta disertai dengan hipoperfusi jaringan.
Syok septik didefinisikan sebagai keadaan kegagalan sirkulasi akut ditandai dengan hipotensi arteri persisten meskipun dengan resusitasi cairan yang cukup ataupun adanya hipoperfusi jaringan (dimanifestasikan oleh konsentrasi laktat yang melebihi 4 mg / dL) yangtidak dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain.

Penatalaksaan awal pasien-pasien yang dicurigai dengan sepsis ialah resusitasi cairan yang mencakup Memaksimalkan penyebaran oksigen dan perfusi jaringan, Monitoring seksama dari tanda-tanda vital dan fungsi organ sebagai pedoman resusitasi lanjutan dan menyiapkan strategi untuk menyingkirkan sumber infeksi. Keseluruhan angka kematian pada pasien dengan syok septik menurun dan sekarang rata- rata 40% (kisaran 10 hingga 90%, tergantung pada karakteristik pasien).

DAFTAR PUSTAKA

1. Widodo D, Pohan HT (editor). Bunga rampai penyakit infeksi. Jakarta: 2004; h.54-88 2. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372 3. Bone RC, Balk RA, Cerra FB, et al. Definition for Sepsis and Organ Failure and Guidelines for the use of Inovative Therapies in Sepsis.American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine. Chest. 1992. 101 : 1644 4. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: 2003; h. S15-18 5. Michael R. Pinsky. Septic Shock. [online] cited Oktober 2013. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/168402 6. Guntur, A., Sepsis: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III, edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hal: 1840-1842 7. Michael R. Pinsky. Septic Shock. [online] cited Oktober 2013. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/168402 8. Bochud PY, Calandra T. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implication for future treatment. BMJ 2003;325:262-266. Available at: http://www.bmj.com 9. Chen K, Pohan HT. Penatalaksanaan Syok Sepsis: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, h. 187 10. Ron Daniels. Tim Nutbeam. ABC of Sepsis.2010. UK : Wiley Blackwell BMJ books 11. Rivers E, Nguyen B, Havstad S. Early goal-directed therapy in the treatment of severe sepsis and septic shock. N Engl J Med. Nov 8 2001;345(19):1368-77.

Anda mungkin juga menyukai