0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
370 tayangan28 halaman
1. Pasien mengalami syok hipovolemik akibat perdarahan dari varises esofagus dan sirosis hati.
2. Pemeriksaan fisik menunjukkan penurunan kesadaran dan tanda-tanda syok. Aspirat dari NGT berwarna merah marun menunjukkan perdarahan masif.
3. Pemeriksaan laboratorium menemukan anemia, peningkatan enzim hati, hipoalbuminemia, dan elektrolit abnormal seperti hipokalemia.
1. Pasien mengalami syok hipovolemik akibat perdarahan dari varises esofagus dan sirosis hati.
2. Pemeriksaan fisik menunjukkan penurunan kesadaran dan tanda-tanda syok. Aspirat dari NGT berwarna merah marun menunjukkan perdarahan masif.
3. Pemeriksaan laboratorium menemukan anemia, peningkatan enzim hati, hipoalbuminemia, dan elektrolit abnormal seperti hipokalemia.
1. Pasien mengalami syok hipovolemik akibat perdarahan dari varises esofagus dan sirosis hati.
2. Pemeriksaan fisik menunjukkan penurunan kesadaran dan tanda-tanda syok. Aspirat dari NGT berwarna merah marun menunjukkan perdarahan masif.
3. Pemeriksaan laboratorium menemukan anemia, peningkatan enzim hati, hipoalbuminemia, dan elektrolit abnormal seperti hipokalemia.
Syok Hipovolemik et causa Rupture Varices Esofagus et causa Sirosis Hepatis
Atikah Binti Ab. Rahim Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Semester IV Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 www.ukrida.ac.id
I. PENDAHULUAN Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolic ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti perdarahan yang massif, trauma atau luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok septic), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik), atau akibat respons imun (syok anafilaktik).
II. ANAMNESIS Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana dalam melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis yang sangat cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang diutamakan adalah penanganan A- BC (AirwayBreathingCirculation) terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama. 1 Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting untuk menentukan penyebab yang mungkin untuk penanganan langsung. Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan 2
status mental. Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan, sebaiknya dinilai pada pasien. 1 Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat mengkonsumsi NSAID, obat rematik, alkohol, jamu-jamuan, obat untuk penyakit jantung, obat stroke. Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit paru dan adanya perdarahan ditempat lainnya. 1 Dari anamnesis juga dikumpulkan keterangan tentang hematemesis dan melena, Kronologi muntah dan hematemesis ditentukan. 1 Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaaye atau Mallory-Weiss tear, sedangkan pasien dengan riwayat hematemesis sejak awal kemungkinan mengalami ulkus peptikum atau varises esophagus. 1
III. PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN KESADARAN DAN GCS
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi : 1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.. 2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. 3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal. 4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. 5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. 3
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). 2
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala. 2 Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian). 2 GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. 2 Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 6 tergantung responnya. 2
4
Tabel 1. Skala GCS Eye (respon membuka mata) (4) spontan (3) dengan rangsang suara (suruh membuka mata). (2) dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, menekan kuku jari) (1) tidak ada respon Verbal (respon verbal) (5) orientasi baik (4) bingung, berbicara mengacau (bertanya berulang- ulang ) (3) disorientasi tempat dan waktu, kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat) (2) suara tanpa arti (mengerang) (1) tidak ada respon Motor (respon motorik) (6) mengikuti perintah (5) melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri) (4) withdraws (menghindar/menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri) (3) flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (2) extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (1) tidak ada respon
Nilai : 15 : Compos mentis 12-14 : Somnolen 8-11 : Soporous 3-7 : Coma 5
PEMERIKSAAN FISIK Dalam pemeriksaan fisik yang pertama harus dilakukan adalah penilaian ABC, pasien- pasien dengan hematemesis yang masif dapat mengalami aspirasi atau sumbatan jalan nafas, hal ini sering ini sering dijumpai pada pasien usia tua dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran. 3 Sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Diagnosis tidak hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini menyebabkan diagnosis lambat. Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit diperhatikan. 3 Khusus untuk penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi jumlah perdarahan. Tabel 2. Derajat Perdarahan dan Gejala Derajat Perdarahan Gejala Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0- 15%) - Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardia minimal. - Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan. - Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%. Perdarahan Derajat II (kehilangan darah 15- 30%) - Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi >100/menit), takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan. - Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik Perdarahan Derajat III - Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, 6
(kehilangan darah 30- 40%) penurunan tekanan darah sistolik, oliguria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan dan agitasi. - Sebagian besar pasien membutuhkan tranfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan respon awal terhadap pemberian cairan. Perdarahan Derajat IV (kehilangan darah >40%) - Gejala berupa takikardia, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat. - Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.
Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu mencari stigmata penyakit hati kronis ( kterus, spider nevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai), masa abdomen, nyeri abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung,penyakit rematik dan lain-lain. Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur (rectal toucher). Warna feses ini mempunyai nilai prognostik. 3 Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT). Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif, aspirat berwarna merah marun menandakan perdarahan masif sangat mungkin perdarahan arteri. Seperti halnya warna feses maka warna aspirat pun dapat memprediksi mortalitas pasien. 3
PEMERIKSAAN PENUNJANG Dalam prosedur diagnostik ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang; antara lain adalah pemeriksaan laboratorium, rontgen dada, USG, angiografi (untuk mengukur tekanan vena porta) dan elektrokardiografi. Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: 7
1. Darah lengkap Hb/Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan. Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada sebagai akibat hipersplenisme 2. Kenaikan kadar SGOT, SGPT 3. Albumin serum menurun (Normal : 3,2-4,6 g/dL) 4. Pemeriksaan kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO 3 ): hipokalemia 5. Pemanjangan masa protrombin 6. Glukosa serum: hipoglikemi 7. Bilirubin meningkat. 8. BUN meningkat 9. Kimia darah (termasuk tes fungsi hati, faal ginjal) 3
PEMERIKSAAN RADIOLOGI Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan Gold Standard. Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera (bukan prosedur emergensi), dapat dilakukan dalam waktu 12-24 jam setelah pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil. Tidak ada keuntungan yang nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesismelena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya. 3
Lokasi dan sumber perdarahan 1. Esofagus :Varises, erosi, ulkus, tumor 2. Gaster : Erosi, ulkus, tumor, polip, angiodisplasia, Dilafeuy, varises, gastropati kongestif 3. Duodenum : Ulkus, erosi, tumor, divertikulitis Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur varises dan perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding dan non variceal bleeding). 8
Identifikasi varises biasanya memakai cara red whale marking. Yaitu dengan menentukan besarnya varises (F1-F2-F3), jumlah kolom (sesuai jam), lokasi di esofagus (Lm,Li,Lg) dan warna ( biru, cherry red, hematocystic). Untuk ulkus memakai kriteria Forrest. - Forrest Ia :Tukak dengan perdarahan aktif dari arteri - Forrest Ib :Tukak dengan perdarahan aktif berupa oozing - Forrest IIa :Tukak dengan visible vessel - Forrest IIb :Tukak dengan ada klot diatasnya yang sulit dilepas - Forrest IIc :Tukak dengan klot diatasnya yang dapat dilepas - Forrest III :Tukak dengan dasar putih tanpa klot. Pada beberapa keadaan dimana pemeriksaan endoskopi tidak dapat dilakukan, pemeriksaan dengan kontras barium (OMD) mungkin dapat membantu. Untuk pasien yang tidak mungkin dilakukan endoskopi dapat dilakukan pemeriksaan dengan angiografi atau skintigrafi. 3 Hasil pemeriksaan endoskopi untuk pasien-pasien perdarahan non varises mempunyai nilai prognostik. Dengan menganalisis semua data yang ada dapat ditentukan strategi penanganan yang lebih adekwat. 3 Dari berbagai pemeriksaan diatas harus dilakukan pemilahan pasien apakah berada pada kelompok risiko tinggi atau bukan. 3
IV. WORKING DIAGNOSIS WD yang didapatkan dari kasus adalah syok hipovolemik et causa rupture varices esophagus et causa sirrhosis hepatis. Syok hipovolemik et causa rupture varices esophagus Syok hipovolemik merujuk kepada suatu kondisi di mana terjadi kehilangan cairan yang mendadak hingga menyebabkan kegagalan beberapa organ karena kurang volume sirkulasi dan perfusi yang tidak mencukupi. Syok hipovolemik paling sering terjadi sebagai akibat dari kehilangan darah yang mendadak (syok hemorragik). 4 9
Kehilangan darah eksternal akut akibat trauma atau perdarahan gastrointestinal adalah 2 penyebab syok hemorragik yang paling sering. Syok hemorragik juga dapat disebabkan oleh kehilangan darah internal akut ke ruang abdomen dan thorax. 2 penyebab sering kehilangan darah internal adalah kecideraan organ atau rupture dari aneurisma aorta abodminalis. Syok hipovolemik juga dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (selain darah) yang signifikan. Contohnya seperti gastroenteritis refraktori atau luka bakar. 4 Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda beberapa ketidakstabilan hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan. Diagnosis akan sulit bila perdarahan tak ditemukan dengan jelas atau berada dalam traktus gastrointestinal atau hanya terjadi penurunan jumplah plasma dalam darah. Setelah perdarahan maka biasanya hemoglobin dan hematokrit tidak langsung turun sampai terjadi gangguan kompensasi atau terjadi penggantian cairan dari luar. Jadi kadar hematokrit di awal tidak menjadi pegangan adanya perdarahan. Kehilangan plasma ditandai dengan hemokonsentrasi, kehilangan cairan bebas ditandai dengan hipernatremia. Temuan terhadap hal ini semakin meningkatkan kecurigaan adanya hipovolemia. 5 Harus dibedakan syok akibat hipovolemik dan akibat kardiogenik karena penatalaksanaannya berbeda. Keduanya memang memiliki penurunan curah jantung dan mekanisme kompensasi simpatis. Tetapi dengan menemukan adanya tanda syok kardiogenik seperti distensi vena jugularis, ronki dan gallop S3 maka semua dapat dibedakan. 5
Tabel 3. Gejala Klinis Syok Hipovolemik Ringan (<20% volume darah) Sedang (20-40% volume darah) Berat (>40% volume darah) Ekstremitas dingin Sama, ditambah : Sama, ditambah : Waktu pengisian kapiler meningkat Takikardia Hemodinamik tak stabil Diaporesis Takipnea Takikardi bergejala Vena kolaps Oliguria Hipotensi Cemas Hipotensi ortostatik Perubahan kesedaran Sumber : Buku Ajar IPD FKUI 10
Tabel 4. Klasifikasi berdasarkan Fundamental Critical Care Support Ringan Sedang Berat Perdarahan kurang <20% volume darah Perdarahan 20-50% darah Perdarahan >50% darah Penurunan perfusi jaringan dan organ non vital Penurunan perfusi pada organ hati, usus dan ginjal Perfusi dalam otak dan jantung tidak adekuat Tidak ada penurunan kesadaran Kesadaran masih baik Penurunan kesadaran Volume urin normal/ sedikit berkurang Oliguria Anuria Asidosis metabolic Asidosis metabolic Mekanisme kompensasi vasokonstriksi pada organ dan jantung Hipoksia jantung
Varices et causa sirrosis hepatis Hipertensi portal menyebabkan dilatasi pembuluh darah vena kolateral di anastomose portosistemik. Varices sering terjadi di bagian bawah esophagus, tetapi dapat juga dijumpai di lambung sekitar daerah umbilicus dan di rectum. Varices terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis apabila tekanan portal adalah >10mmHg; jika >12mmHg perdarahan varices dapat terjadi yang dikaitkan dengan mortalitas 30-50% per episode. 6 Varices dianggap penyebab perdarahan gastrointestinal apabila terdapat riwayat penyalahgunaan alcohol atau sirosis. Cari gejala-gejala penyakit kronik hati, seperti ensefalopati, splenomegali, asites, hiponatremia, koagulopati dan trombositopeni. 6
11
Tabel 5. Pembagian derajat varises Tingkat 1 Varises yang kolaps pada saat inflasi esophagus dengan udara Tingkat 2 Varises antara tingkat 1 dan 3 Tingkat 3 Varises yang boleh menutup lumen esophagus (Rekomendasi tingkat CII)
Pembagian derajat sirosis Child-Pugh dan resiko perdarahan varices Grade A = 5-6, Grade B = 7-9, Grade C >10. Resiko perdarahan varices adalah lebih tinggi apabila nilai skor >8. Pembagian dreajat juga dapat digunakan untuk memprediksi mortalitas dan menentukan keperluan untuk transplantasi hati. 6 Tabel 6. Pembagian derajat sirosis Child-Pugh 1 poin 2 poin 3 poin Bilirubin (mmol/L) <34 34-51 >51 Albumin (g/L) >35 28-35 <28 Prothrombin time (detik > normal) 1-3 4-6 >6 Acites Tiada Ringan Sedang Ensefalopati Tiada 1-2 3-4
Manifestasi klinis Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok. Respons fisiologi yang normal adalah mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung sambil memperbaiki volume darah dalam sirkulasi dengan efektif. Disini akan terjadi peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormone stress serta ekspansi besar guna pengisian 12
volume pembuluh darah dengan menggunakan cecair interstisial, intraselular dan mengurangkan produksi urin. 5 Hipovolemia ringan (<20% volume darah) menimbulkan takikardia ringan dengan sedikit gejala yang tampak, terutama pada penderita muda yang sedang berbaring. Pada hipovolemia sedang (20-40% dari volume darah) pasien menjadi lebih cemas dan takikardia lebih jelas, meski tekanan darah bisa ditemukan normal pada posisi berbaring, namun dapat ditemukan dengan jelas hipotensi ortostatik dan takikardia. Pada hipovolemia berat maka gejala klasik syok akan muncul, tekanan darah menurun drastic dan tak stabil walaupun posisi berbaring, pasien menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung. Perfusi ke susunan saraf pusat dipertahankan dengan baik sampai syok bertambah berat. Penurunan kesadaran adalah gejala penting. Transisi dari syok hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi bertahap atau malah sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut dan yang memiliki penyakit berat di mana kematian mengancam. Dalam waktu yang sangat pendek dari terjadinya kerusakan akibat syok maka dengan resusitasi agresif dan cepat. 5 Riwayat Penyakit Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan lansung. Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan, sebaiknya dinilai pada semua pasien. Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu (misalnya, cedera akibat tertumbuk kemudi kendaraan, gangguan kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor) Jika sadar, pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri Tanda vital, sebelum dibawa ke unit gawat darurat sebaiknya dicatat. 13
Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan gangguan pada pembuluh darah. Tanda klasik pada aneurisma arteri torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul. Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan tentang hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti-inflamasi non steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah sangat penting. o Kronologi muntah dan hematemesis harus ditentukan. o Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss tear, sedangkan pasien dengan riwayat hematemesis sejak sejak awal kemungkinan mengalami ulkus peptik atau varises esophagus. Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan informasi mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko kehamilan ektopik, perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk konsepsi pada saluran vagina, dan nyeri. Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani tes kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka hamil. Tes kehamilan negatif bermakna untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik. 4,5
V. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS Keluhan utama pasien ketika dibawa ke dokter adalah muntah darah (hematemesis), jadi difikirkan DD yang turut memberikan gejala hematemesis hingga pasien mengalami syok hipovolemik. Antara penyakit yang mempunyai gejala hematemesis adalah seperti ; 1. Mallory Weiss syndrome Mallory Weiss syndrome adalah luka pada membrane mucus di bagian bawah esophagus atau bagian atas lambung. Perdarahan dapat berlaku pada luka tersebut. Mallory Weiss biasanya disebabkan oleh muntah dan batuk yang berlanjutan. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh konvulsi epilepsy, atau kelainan lain yang 14
meningkatkan tekanan di dalam abdomen. Apa sahaja kondisi yang menyebabkan batuk atau muntah yang hebat dan berlanjutan dapat menyebabkan Mallory Weiss syndrome. Gejala yang utama adalah melena dan hematemesis. Pada pemeriksaan darah rutin, pasien dapat menunjukkan nilai hematokrit yang rendah. Diagnosa dapat ditegakkan dengan melakukan EGD, yang biasanya dilakukan apabila terdapat perdarahan aktif. 7 2. Neoplasma / tumor gaster Tumor gaster terdiri atas tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak adalah lebih jarang daripada tumor ganas. Tumor ganas yang terbanyak adalah adenokarsinoma dan tumor ini menempati urutan ketiga tumor saluran cerna di AS. Hematemesis yang massif dapat berlaku sebagai komplikasi dari tumor ganas gaster sehingga dapat menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis tumor ini dapat dilakukan pemeriksaan gastroskopi dan biopsy. 5 3. Ulkus di lambung / tukak gaster. Tukak gaster jinak adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval, ukuran >5mm kedalaman submukosal pada mukosa lambung akibat terputusnya kontinuitas/integritas mukosa lambung. Tukak gaster merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak ditutupi debris. Pasien tukak peptic memberikan ciri-ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman / discomfort disertai muntah. Rasa sakit tukak gaster timbul setelah makan, berbeda dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah makan. Tukak pada usia lanjut biasanya tidak menimbulkan keluhan, hanya diketahui melalui komplikasi berupa perdarahan dan perforasi. Diagnosa tukak peptic dibuat berdasarkan : Pengamatan klinis, dyspepsia, kelainan fisik yang dijumpai, sugestif pasien tukak Hasil pemeriksaan penunjang ( radiologi dan endoskopi) Hasil biopsy untuk pemeriksaan tes CLO, histopatologi kuman Helicobacter pylori. 5
15
VI. ETIOLOGI Syok hipovolemik adalah terganggunya system sirkulasi akibat dari volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat perdarahan yang massif atau kehilangan plasma darah. 1. Perdarahan a. Hematom subkapsular hati b. Aneurisma aorta pecah c. Perdarahn gastrointestinal d. Perlukaan berganda 2. Kehilangan plasma a. Luka bakar luas b. Pankreatitis c. Deskuamasi kulit d. Sindrom Dumping 3. Kehilangan cairan ekstraseluler a. Muntah (vomitus) b. Dehidrasi c. Diare d. Terapi diuretic yang sangat agresif e. Diabetes insipidus f. Insufisiensi adrenal 5
VII. EPIDEMIOLOGI Perdarahan varises esophagus ialah salah satu komplikasi terbanyak dari hipertensi portal akibat sirosis dan terjadi sekitar 10-30% seluruh kasus perdarahan saluran cerna bagian atas. Perdarahan varises sendiri terjadi pada 25-35% pasien sirosis. Perdarahan sering disertai dengan angka morbiditas dan mortiloitas yang tinggi berbanding dengan perdarahan saluran cerna akibat lain. Perdarahan pertama biasanya member angka mortalitas yang tinggi yang bias mencapai 30%. 70% penderita yang selamat akan mengalami perdarahan ulang. 70-80% pasien yang mengalami perdarahan rata-rata mempunyai ketahanan hidup selama 1 tahun. Di Indonesia, 16
sirosis hati masih merupakan penyebab perdarahan saluran cerna yang paling banyak. Kasusnya kurang lebih 25-82% tergantung daerah di mana pemeriksaan dijalankan. Dari pemeriksaan endoskopi, perdarahan varises esophagus ditemukan hamper merata diseluruh Indonesia yaitu sekitar 15-63% 5
VIII. FAKTOR RESIKO 1. Pengambilan obat-obatan pengencer darah. Contohnya seperti Warfarin, Aspirin. 2. Peningkatan tekanan portal 3. Ukuran varices 4. Gambaran endoskopik dari dinding varices seperti haematocystic spot. 5. Skor Child-Pugh >8. 6
IX. PATOFISIOLOGI Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi). Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal: a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien. b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan kapiler- kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok. c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah kecil, yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer 17
rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun. 8
18
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh yaitu sistem hematologi, sistem kardiovaskular, sistem renal dan sistem neuroendokrin. 9
19
i. Sistem hematologi berespon kepada perdarahan hebat yang terjadi secara akut dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur. ii. Sistem kardiovaskular Awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah paru. System kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI. iii. System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian diproses kemudian terjadi pembentukan angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan konservasi air. iv. System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the loop of Henle. 10
20
PENATALAKSANAAN Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal. Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi CAB. Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer. Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat, yang juga bisa merupakan penyebab syok 11 Pertolongan pertama syok hipovolemik Posisi Tubuh 1. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. 2. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas. 3. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia. 21
4. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya. 5. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan posisi telentang datar. 6. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali. 11
Pertahankan Respirasi 1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah. 2. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway). 3. Berikan oksigen 6 liter/menit 4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT. 11
Pertahankan Sirkulasi Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP). Cari dan Atasi Penyebab Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk. Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada 22
obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada dibetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan- perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial. 12 Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang. 12 Penanggulangan Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan. 12
23
Pemilihan cairan resusitasi Pemilihan cairan yang terbaik untuk resusitasi masih selalu merupakan kontroversi antara kristolaid atau koloid. Namun demikian penggunaan cairan kristaloid sebagai langka pertama dalam resusitasi telah menjadi pedoman umum. Terdapat beberapa pilihan yaitu : Cairan Elektrolit (isotonik) kristaloid, terdiri dari: Ringer Laktat, Na Cl 0,9%,- Ringer Asetat Cairan koloid, seperti: Alami : Plasma atau Albumin Sintesia, bisa berupa Gelatin, Strach atau Dekran Cairan Hipertonik + Detran (HSD NaCl 7,5% + 6% Dextran 70) 12 Teknik Pemberian cairan-cairan Kristaloid (Ringer Laktat, Ringer Asetat) mempercepat koreksi hipovolemia. Dimenganjurkan pemberian RL 2000 ml secepat mungkin. Jika hemodinamik masih belum baik ditambah 1000 ml lagi dalam waktu 10 menit. Dengan demikian masa hipovolemia, vasokonstriksi, penurunan perfusi organ dan hipoksia jaringan dapat dipersingkat. Ringer laktat tidak memperberat asidosis laktat. Volume yang diberikan memperbaiki sirkulasi dan transpor oksigen kejaringan, sehingga metabolisme aerobik bertambah dan produksi asam laktat berkurang. Sirkulasi yang membaik akan membawa timbunan asam laktat ke hati di mana asam laktat melalu siklus krebb diubah menjadi HCO3 yang menetralisir asidosis metabolik. Cairan koloid memiliki tekanan onkotik mirip plasm dan tinggal dalam pembuluh darah lebih lama maka tekanan darah kembali normal lebih cepat. Ada dua macam cairan koloid yaitu derivat plasma protein (Albumin, Plasma Protein Fraction) dan bahan sistemik yakni plasma substitusi (dulu disebut Plasma Expander). Albumin adalah cairan yang paling fisiologis, tetapi harganya sangat mahal. Banyak peneliti menyatakan bahwa larutan albumin isotonis tidak memberikan hasil yang lebih baik dibanding dengan RL atau plasma substitusi. Penggunaan 24
NaCl hipertonis dengan kadar 7,5% dalam volume kecil untuk mengganti perdarahan mulai banyak diteliti. 12 Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus: Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia. Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan. Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2--5 g/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan. 12
X. PREVENTIF Pencegahan memburuknya syok Langkah mencegah daripada terjadinya syok adalah lebih mudah berbanding upaya yang dilakukan untuk merawat seseorang yang mengalmi syok. Untuk mengelakkan syok menjadi bertambah berat, maka langkah yang perlu segera di ambil adalah mendeteksi dan merawat punca terjadinya syok. Pertolongan cemas pertama dapat membantu mengawal keadaan syok. Pengobatan pasien dengan perdarahan varises gastroesofagus meliputi prevensi terhadap perdarahan pertama (primary prophylaxis) yaitu upaya untuk memprevensi perdarahan aktif dan prevensi perdarahan ulang (secondary prophylaxis). 13
25
Profilaksis primer perdarahan varises esophagus Ketika varises esophagus teridentifikasi pada pasien sirosis, risiko terjadinya perdarahan ialah 25-35%. Outcome setelah perdarahn pertama adalah buruk, maka tindakan mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi dan mencegah dari terjadinya perdarahan adalah sangat penting. Antara tindakan yang boleh dilakukan ialah skrining dengan endoskopi. Umumnya, skrining ini dianjurkan untuk semua pasien dengan sirosis yang bertujuan untuk menegakkan apakah ada varises esophageal yang berukuran besar. Seterusnya, jika varises esophagus terdeteksi dan sudah di tingkat 3 atau 4, tindakan ligasi (pengikatan) dianjurkan biarpun belum terjadi perdarahan. Rekomendasi Baveno III-2000, metode profilaksis primer yang paling baik dan efektif ialah; Penggunaan propanolol yang bertujuan untuk menurunkan gradient tekanan vena hepatica menjadi kurang daripada 12 mm Hg. (rekomendasi AI) Dosis dimulai dengan 2x40mg, dinaikkan hingga 2x80mg bila perlu. Pemakaian long acting propanolol dalam dosis 80 atau 160 mg dapat digunakan untuk mengatasi masalah kepatuhan pasien dalam meminum obat. (rekomendasi AI) Jika penggunaan propanolol di kontraindikasikan atau terdpat intoleransi terhadap propanolol, pengobatan ligasi varises endoskopi (LVE) menjadi pilihan. (rekomendasi AI) Dalam situasi dimana propanolol dan LVE tidak dapat digunakan, isosorbide mononitrat dipakai sebagai pilihan utama dengan dosis 2x20 mg. (rekomendasi BI) 13
Profilaksis sekunder Profilaksis sekunder untuk perdarahan varises pada sirosis dapat dilakukan dengan cara berikut; Ligasi varises endoskopik (LVE) Setelah perdarahan aktif, pilihan pertama ialah varises harus diligasi (rekomendasi AI) dengan 1 ligator setiap minggu sampai varises hilang (rekomendasi BI). Pemakaian over tube sebaiknya dihindari karena boleh menambahkan komplikasi 26
(rekomendasi BII). Setelah sembuh, pasien harus mengikuti endoskopi setiap 3 dan 6 bulan. Jika terdapat varises baru, tindakan eradikasi harus dilakukan kembali.
Skleroterapi endoskopik (STE) STE dilakukan pada situasi yang tidak memungkinkan untuk digunakan LVE( Rekomendasi BI). Bahan sklerosan yang digunakan tergantung persediaan yang ada. Interval pengobatan yang dijalankan adalah sama dengan pengobatan LVE. (rekomendasi AII)
Penghambat beta non-selektif dengan atau tanpa terapi endoskopik Kombinasi STE dengan penghambat beta non-selektif , maupun beta bloker tunggal , dapat digunakan. Bila yang dipilih yang terakhir, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan pengukuran HVPG, untuk memastikan bahwa pengobatan tersebut berhasil menurunkan tekanan HVPG di bawah 12 mm Hg. (rekomendasi AII)
Transjugular Intrahepatic Portosystemic Stent Shunt (TIPSS) TIPSS lebih efektif untuk menekan perdarahan ulang varises berbanding terapi endoskopik yang lain. Namun, kaedah ini tidak dapat memperbaiki ketahanan hidup pasien dan sering di ikuti ensefalopati hepatic. Tidak semua pusat kesehatan mengerjakan tindakan ini dan hanya dilakukan di tempat yang tersedia alat untuk melakukan tindakan ini. (Rekomenasi tingkat AI) 13
Antara panduan dalam melakukan prevensi pada pasien sirosis adalah seperti; i. Siapa yang harus dilakukan surveilans untuk perdarahan varises? Semua pasien sirosis sebaiknya dikerjakan endoskopi pada saat diagnosis sirosis dilakukan (Rekomendasi CI) ii. Barapa kali pasien sirosis harus diendoskopi? Jika varises tidak ditemukan semasa endoskopi pertama, pasien sirosis harus dilakukan endoskopi berkala dengan jarak 3 tahun sekali (Rekomendasi AII) 27
Bila ditemukan varises yang kecil semasa diagnosis ditegakkan, endoskopi berkala setahun sekali perlu dilakukan. (Rekomendasi grade AII) iii. Pasien sirosis mane yang perlu dilakukan profilaksis primer? Bila dibuat diagnosis varises tingkat 3, pasien harus mendapat profilaksis primer, tanpa melihat beratnya gangguan faal hati pasien. (Rekomendasi AI) Jika varises pasien adalahpada tingkat 2, dengan gangguan faal hati, Child kelas B atau C, merka perlu mendapat profilaksis primer (Rekomendasi BI) 14
XI. PROGNOSIS Deteksi dini dan juga terapi yang adekuat dapat meghasilkan prognosis yang baik. Namun, jika syok berlanjut ke level yang lebih tinggi iaitu dengan kehilangan cairan tubuh yang melebihi 25% dari total cairan tubuh di nyatakan sebagai syok yang ireversibel dan dapat mengakibatkan kematian. 14
XII. PENUTUP Syok adalah suatu keadaan kegawadaruratan yang harus ditanggulangi segera. Terdapat beberapa tipe syok yang diketahui dengan pelbagai penyebab dan harus dibedakan satu dengan yang lainnya. Dengan terapi yang benar dan cepat, keadaan pasien syok dapat diselamatkan dan pasien bisa segera kembali pulih. Sebaliknya jika terapi dilengahkan, keadaan pasien malah menjadi lebih cepat memburuk dan dapat berakibat kematian.
28
DAFTAR PUSTAKA 1. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta 2. Kesadaran dan GCS. 2009. Diunduh dari http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/25/kesadaran-dan-gcs/ pada 14 Nopember 2011. 3. Djumhana H.A. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Dr Hasan Sadikin / FK Unpad. Diunduh dari, http://pustaka.unpad.ac.id/wp- content/uploads/2011/03/pendarahan_akut_saluran_cerna_bagian_atas.pdf, pada 15 Nopember 2011. 4. Hypovolemic shock. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/760145- overview 5. Aru WS et al. Buku Ajar IPD FKUI. 4th ed. Pusat Penerbitan FKUI. 2006; Hal. 180-1, 338-44, 349-51, 297-304 6. Murray L et al. Oxford Handbook of Clinical Medicine. 8th ed. Oxford University Press. Hal. 252-255. 7. Mallory Weiss Syndrome. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/931141- overview 8. Maier RV. Approach to the patient with shock. In: Fauci AS, Harrison TR, eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York, NY: McGraw Hill; 2008:chap 264. 9. Tarrant AM, Ryan MF, Hamilton PA, Bejaminov O. A pictorial review of hypovolaemic shock in adults. Br J Radiol. 2008;81:252-257 10. den Uil CA, Klijn E, Lagrand WK, Brugts JJ, Ince C, Spronk PE, Simoons ML. The microcirculation in health and critical disease. Prog Cardiovasc Dis. 2008;51:161-170. 11. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499. 12. Spaniol JR, Knight AR, Zebley JL, Anderson D, Pierce JD. Fluid resuscitation therapy for hemorrhagic shock. J Trauma Nurs. 2007;14:152-156. 13. Derita Pasien Sirosis, Ethical Digest no.72 tahun 7 keluaran februari 2010; 28-35 14. Menangani Vena Hepatika Tersumbat Ethical Digest no 84, tahun 8,keluaran Februari 2011; 24-28