Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit keturunan adalah penyakit yang disebabkan oleh kelainan genetik yang
diturunkan dari orang tua ke anaknya. Namun, bukan berarti setiap kelainan genetik tersebut
pasti termanifestasi nyata dalam silsilah keluarga. Adakalanya tersembunyi hingga tercetus
oleh faktor lingkungan seperti polutan, pola makan yang salah, zat-zat toksik, dan lain-lain.
Penyakit genetik atau kelainan genetik adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh
kelainan oleh satu atau lebih gen yang menyebabkan sebuah kondisi fenotipe klinis. Penyakit
genetik dan kelainan kongenital merupakan masalah yang cukup serius di masyarakat yang
sebagian dapat menyebabkan adanya kecacatan pada anak. seperti pada kasus kelainan pada
jari atau adanya penambahan jari pada tangan atau kaki. Dalam istilah medis disebut
Polidaktili.
Polidaktili ini merupakan kelainan pertumbuhan jari sehingga jumlah jari pada tangan
atau kaki lebih dari lima. Dikenal juga dengan nama hiperdaktili. Bila jumlah jarinya enam
disebut seksdaktili, dan bila tujuh disebut heksadaktili. Polidaktili terjadi pada 1 dari 1.000
kelahiran.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Konsep Dasar Polidaktili ?
2. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Klien dengan Polidaktili ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini, yaitu :
1. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Polidaktili
2. Untuk Mengetahui Keperawatan Klien dengan Polidaktili.




2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Polidaktili
1. Pengertian
Penyakit keturunan adalah penyakit yang disebabkan oleh kelainan genetik yang
diturunkan dari orang tua ke anaknya. Namun, bukan berarti setiap kelainan genetik tersebut
pasti termanifestasi nyata dalam silsilah keluarga. Adakalanya tersembunyi hingga tercetus
oleh faktor lingkungan seperti polutan, pola makan yang salah, zat-zat toksik, dan lain-lain.
Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi
maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Sekitar 3-4%
bayi baru lahir memiliki kelainan bawaan yang berat. Beberapa kelainan baru ditemukan
pada saat anak mulai tumbuh, yaitu sekitar 7,5% terdiagnosis ketika anak berusia 5 tahun,
tetapi kebanyakan bersifat ringan. Semakin tua usia seorang wanita ketika hamil (terutama
diatas 35 tahun) maka semakin besar kemungkinan terjadinya kelainan kromosom pada janin
yang dikandungnya.
Penurunan sifat autosomal pada manusia dibedakan dapat bersifat dominan maupun
resesif. Suatu penyakit atau kelainan dikatakan menurun melalui autosom dominan apabila
kelainan atau penyakit tersebut timbul meskipun hanya terdapat satu gen yang cacat dari
salah satu orang tuanya. Sebagai perbandingan, penyakit autosom resesif akan muncul saat
seorang individu memiliki dua kopi gen mutan.

Ciri pada pewarisan autosomal dominan ada 5 antara lain :
a. Sifat tersebut mungkin ada pada pria maupun wanitanya.
3

b. Sifat itu juga terdapat pada salah satu orang tuan pasangan.
c. Sekitar 50% anak yang dilahirkan akan memiliki sifat ini meskipun salah satu
pasangan tidak memiliki sifat ini.
d. Pola pewarisan bersifat vertikal, artinya tiap generasi yang ada pasti ada yang
memiliki sifat ini.
e. Bila sifat yang diwariskan berupa penyakit keturunan, anak-anak yang tidak
menderita penyakit ini bila menikah dengan pasangan yang normal, maka keturunan
yang dihasilkan juga akan normal juga.
Kelainan jari akibat kelainan genetika pada anak diantaranya:
a. Polidaktili
b. Sindaktili
c. Brakidaktili

Polidaktili


Polidaktili merupakan kelainan berupa jari lebih sehingga seseorang memiliki
tambahan jari pada satu atau kedua tangan dan atau kakinya. Penambahan biasanya di dekat
jari kelingking atau ibu jari.
Polidaktili merupakan kelainan pertumbuhan jari sehingga jumlah jari pada tangan
atau kaki lebih dari lima. Dikenal juga dengan nama hiperdaktili. Bila jumlah jarinya enam
disebut seksdaktili, dan bila tujuh disebut heksadaktili. Polidaktili terjadi pada 1 dari 1.000
kelahiran.
4

Polidaktili adalah suatu kelainan yang diwariskan oleh gen autosomal dominan P.
yang di maksud dengan sifat autosomal ialah sifat keturunan yang ditentukan oleh gen pada
autosom. Gen ini ada yang dominan dan ada pula yang resesip. Oleh karena laki-laki dan
perempuan mempunyai autosom yang sama, maka sifat keturunan yang ditentukan oleh gen
autosomal dapat dijumpai pada laki-laki maupun perempuan. Sehingga orang bisa
mempunyai tambahan jari pada kedua tangan atau kakinya. Yang umum dijumpai ialah
terdapatnya jari tambahan pada satu atau kedua tangannya. Tempatnya jari tammbahan itu
berbeda-beda, ada yang terdapat didekat ibu jari dan ada pula yang terdapat didekat jari
kelingking.
Diagram pewarisannya adalah sebagai berikut :
P Pp (polidaktili) X pp (normal)
F1 : Pp (polidaktili) = 50%
Pp (normal) = 50%
Dan sebagian besar pembawa dari polidaktili merupakan kaum wanita. Karena sebagian besar
penyakit resesif pembawanya adalah wanita, sedangkan pria adalah penderit. Namun, tidak
menutup kemungkinan wanita terkena

2. Etiologi
Penyebabnya bisa karena kelainan genetika atau faktor keturunan, sehingga kelainan
ini tidak dapat dilakukan pencegahan. Ada pula dikarenakan faktor lingkungan saat masa
kehamilan. Bentuknya bisa berupa gumpalan daging, jaringan lunak, atau sebuah jari lengkap
dengan kuku dan ruas-ruas yang berfungsi normal. Tapi, umumnya hanya berupa tonjolan
daging kecil atau gumpalan daging bertulang yang tumbuh di sisi luar ibu jari atau jari
kelingking. Kelebihan jari pada sisi ibu jari lebih banyak daripada sisi jari kelingking.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya polidaktili antara lain :
a. Kelainan Genetik dan Kromosom
Diturunkan secara genetik (autosomal dominan). Jika salah satu pasangan
suami istri memiliki polidaktili, kemungkinan 50% anaknya juga polidaktili.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas
polidaktili pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti
hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan
sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur
resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital
yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya.
5

b. Faktor Teratogenik
Teratogenik (teratogenesis) adalah istilah medis yang berasal dari bahasa
Yunani yang berarti membuat monster. Dalam istilah medis, teratogenik berarti
terjadinya perkembangan tidak normal dari sel selama kehamilan yang
menyebabkan kerusakan pada embrio sehingga pembentukan organ-organ
berlangsung tidak sempurna (terjadi cacat lahir). Di dalam Keputusan Menteri
Pertanian nomor 434.1 (2001), teratogenik adalah sifat bahan kimia yang dapat
menghasilkan kecacatan tubuh pada kelahiran.
Teratogenik adalah perubahan formasi dari sel, jaringan, dan organ yang
dihasilkan dari perubahan fisiologi dan biokimia. Senyawa teratogen akan berefek
teratogenik pada suatu organisme, bila diberikan pada saat organogenesis.
Apabila teratogen diberikan setelah terbentuknya sel jaringan, sistem fisiologis
dan sistem biokimia, maka efek teratogenik tidak akan terjadi. Teratogenesis
merupakan pembentukan cacat bawaan. Malformasi (kelainan bentuk) janin
disebut terata, sedangkan zat kimia yang menimbulkan terata disebut zat
teratogen atau teratogenik.
Perubahan yang disebabkan teratogen meliputi perubahan dalam
pembentukan sel, jaringan dan organ sehingga menyebabkan perubahan fisiologi
dan biokimia yang terjadi pada fase organogenesis. Umumnya bahan teratogenik
dibagi menjadi 3 kelas berdasarkan golongan nya yakni bahan teratogenik fisik,
kimia dan biologis.

c. Faktor teratogenik fisik
Bahan tertogenik fisik adalah bahan yang bersifat teratogen dari unsur-unsur
fisik misalnya Radiasi nuklir, sinar gamma dan sinar X (sinar rontgen). Bila ibu
terkena radiasi nuklir (misal pada tragedi chernobil) atau terpajan dengan agen
fisik tersebut, maka janin akan lahir dengan berbagai kecacatan fisik. Tidak ada
tipe kecacatan fisik tertentu pada paparan ibu hamil dengan radiasi, karena agen
teratogenik ini sifatnya tidak spesifik karena mengganggu berbagai macam organ.
Dalam menghindari terpaaan agen teratogen fisik, maka ibu sebaiknya
menghindari melakukan foto rontgen apabila ibu sedang hamil. Foto rontgen
yang terlalu sering dan berulang pada kehamilan kurang dari 12 minggu dapat
memberikan gangguan berupa kecacatan lahir pada janin.
d. Faktor teratogenik kimia
6

Bahan teratogenik kimia adalah bahan yang berupa senyawa senyawa kimia
yang bila masuk dalam tubuh ibu pada saat saat kritis pembentukan organ tubuh
janin dapat menyebabkan gangguan pada proses tersebut. Kebanyakan bahan
teratogenik adalah bahan kimia. Bahkan obat-obatan yang digunakan untuk
mengobati beberapa penyakit tertentu juga memiliki efek teratogenik.
Alkohol merupakan bahan kimia teratogenik yang umum terjadi terutama di
negara-negara yang konsumi alkohol tinggi. Konsumsi alkohol pada ibu hamil
selama kehamilannya terutama di trisemester pertama, dapat menimbulkan
kecacatan fisik pada anak dan terjadinya kelainan yang dikenal dengan fetal
alkoholic syndrome . Konsumsi alkohol ibu dapat turut masuk kedalam plasenta
dan memperngaruhi janin sehingga pertumbuhan otak terganggu dan terjadi
penurunan kecerdasan/retardasi mental. Alkohol juga dapat menimbulkan bayi
mengalami berbagai kelainan bentuk muka, tubuh dan anggota gerak bayi begitu
ia dilahirkan. Obat-obatan untuk kemoterapi kanker umumnya juga bersifat
teratogenik. Beberapa polutan lingkungan seperti gas CO, senyawa karbon dan
berbagai senyawa polimer dalam lingkungan juga dapat menimbulkan efek
teratogenik.

e. Faktor teratogenik biologis
Agen teratogenik biologis adalah agen yang paling umum dikenal oleh ibu
hamil. Istilah TORCH atau toksoplasma, rubella, cytomegalo virus dan herpes
merupakan agen teratogenik biologis yang umum dihadapi oleh ibu hamil dalam
masyarakat. Infeksi TORCH dapat menimbulkan berbagai kecacatan lahir dan
bahkan abortus sampai kematian janin. Selain itu, beberapa infeksi virus dan
bakteri lain seperti penyakit sifilis/raja singa juga dapat memberikan efek
teratogenik.
3. Patofisiologi
Polidaktili, disebabkan kelainan kromosom pada waktu pembentukan organ tubuh
janin. Ini terjadi pada waktu ibu hamil muda atau semester pertama pembentukan organ
tubuh. Kemungkinan ibunya banyak mengonsumsi makanan mengandung bahan pengawet.
Atau ada unsur teratogenik yang menyebabkan gangguan pertumbuhan. Kelebihan jumlah
7

jari bukan masalah selain kelainan bentuk tubuh. Namun demikian, sebaiknya diperiksa
kondisi jantung dan paru bayi, karena mungkin terjadi multiple anomali.
Orang normalnya adalah yang memiliki homozigotik resesif pp. Pada individu
heterozigotik Pp derajat ekspresi gen dominan itu dapat berbeda-beda sehingga lokasi
tambahan jari dapat bervariasi. Bila seorang laki-laki polidaktili heterozigotik menikah
dengan perempuan normal, maka dalam keturunan kemungkinan timbulnya polidaktili adalah
50% (teori mendel). Ayah polidaktili (heterozigot) Pp x, ibu normal homozigot (pp) maka
anaknya polidaktili (heterozigot Pp) 50%, normal (homozigot pp) 50%.
4. Pathway
Faktor Penyebab
Kelainan Genetik Faktor Teratogenik
dan Kromosom Fisik Kimia Biologis
Bawaan dari orang Radiasi, sinar X Obat-obatan, alkohol, Virus,Rubella
tua, ibu/bapak polutan TORCH
Mutasi pada gen Gangguan proses
pembentukan organ

Perubahan formasi dari sel, jaringan, & organ
Teratogenesis (pembentukan cacat bawaan)
Malformasi (Kelainan bentuk)
Kelainan Kongenital
Terjadi Duplikasi Jaringan lunak hingga
disertai metacarpal & falang pada jari
Polidaktili
Pre Operasi Post Operasi
Penambahan jari Luka Operasi
8

Menolak atas Ketidaktahuan keluarga Kontak dgn
kelainan diri mengenai penyakit bakteri



5. Manifestasi Klinis
a. Ditemukan sejak lahir.
b. Dapat terjadi pada salah satu atau kedua jari tangan atau kaki.
c. Jari tambahan bisa melekat pada kulit ataupun saraf, bahkan dapat melekat sampai
ke tulang.
d. Jari tambahan bisa terdapat di jempol (paling sering) dan keempat jari lainnya.
e. Dapat terjadi bersamaan dengan kelainan bawaan lainnya, walaupun jarang.
6. Komplikasi
Polidaktili mungkin dapat mengganggu kenyamanan, terutama polidaktili di kaki, saat
memakai sepatu. Dan juga bisa terjadi multiple anomali yaitu terjadi atau terdapat beberapa
kelainan. Ini dikarenakan zat teratogenik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang
dapat menyebabkan terjadikan kelainan lain pada anak misalnya pada jantung, alat kelamin,
dan sebagainya. Tetapi terjadinya kelainan bawaan besamaan polidaktili ini jarang terjadi.
7. Penatalaksanaan
a. Tindakan pembedahan untuk mengangkat jari tambahan biasanya dilakukan untuk
mengatasi masalah yang mungkin timbul akibat jari tambahan tersebut.
Pengangkatan jari tambahan di jempol kaki merupakan prosedur tersering karena
implikasi kosmetik dan kenyamanan saat memakai sepatu. Hubungi dokter bedah
anda untuk melakukan prosedur pembedahan. Operasi pembuangan jari yang
berlebihan, terutama bila jari tersebut tidak berkembang dan tidak berfungsi normal.
Bila jari berlebihan hanya berupa gumpalan daging, biasanya tidak mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak, tapi mungkin anak menjadi malu atau
minder.
Dx 1 :
Gangguan
Konsep Diri
(Citra diri)
Dx 2 :
Ansietas
Dx 2 :
kerusakan
integritas kulit
Dx 1 : Nyeri
Dx 3 : Kurang
Pengetahuan
Dx 3 : Resiko
Tinggi Infeksi
9

b. Pemeriksaan rontgen mungkin diperlukan untuk menentukan apakah jari tambahan
mengandung struktur tulang, dan untuk menentukan perubahan yang dapat terjadi
saat operasi.

8. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Polidaktili
1. Pengkajian
a. Anamnesis mengenai riwayat keluarga
b. Riwayat pranatal postnatal
c. Pengkajian hasil laboratorium
d. Pemeriksaan status neurologis
e. Riwayat kelahiran serta berat badan lahir harus dilakukan dengan hati hati.
f. Pemeriksaan fisik dilakukan keseluruh tubuh untuk menggali adanya kelainan atau
anomali lainnya dibagian tubuh lain. Pemeriksaan fisik dengan dilakukan secara
sistematik.
Berikut adalah pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu :
a. Catat dan dokumentasikan nomor jari tangan yang mengalami gangguan,
keterlibatan jaringan yang mengalami penambahan, penyatuan, panjang setiap jari,
dan tampilan dari kuku.
b. Pengambilan foto pada tangan terutama pada saat pertama kali kunjungan biasanya
sangat membantu diagnosis.
c. Lakukan pergerakan pasif untuk memeriksa adanya penambahan tulang dengan
penambahan jaringan lunak.
d. Periksa dengan mempalpasi adanya polidaktili yang tersembunyi.
e. Tingkat anomali dari struktur tendon dan neurovakular mencerminkan kompeksitas
dari polidaktili. Adanya kondisi polidaktili komplet atau kompleks biasanya
melibatkan bagian distal dari falang ( jari ).
f. Selalu melakukan pemeriksaan radiografi untuk membantu identifikasi anomali
lainnya, seperti bony synostosis, delta falang atau symphalangism.


10

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Gangguan konsep diri (citra diri) b/d anomali kongenital / perubahan bentuk
tubuh (kaki/tangan)
2) Ansietas b/d rencana pembedahan.
3) Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi mengenai penyakit atau pengobatan.
b. Pasca Operasi
1) Nyeri b/d luka pascaoperasi
2) Kerusakan integritas kulit b/d pembedahan
3) Resiko tinggi infeksi b/d tindakan pembedahan
4) Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi mengenai penyakit atau pengobatan.
3. Intervensi Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Gangguan konsep diri (citra diri) b/d anomali kongenital / perubahan bentuk
tubuh (kaki/tangan)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat
menunjukkan harga diri dengan mengungkapkan penerimaan diri
secara verbal.
Intervensi :
a) Dorong individu mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai bagaimana
individu merasakan, memikirkan atau memandang dirinya.
R/ : dapat membantu klien berfikiran positif terhadap dirinya sendiri
b) Dorong interaksi dengan teman sebaya dan orang dewasa yang mendukung.
R/ : memberikan rasa percaya diri klien
c) Kaji dan jelaskan kepada klien tentang keadaan penambahan jari klien
R/ intervensi awal bisa mencegah distress psikologis pada klien
d) Bantu klien menggunakan mekanisme koping yang positif
R/ mekanisme koping yang positif dapat membantu klien lebih percaya diri,
kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan dan mencegah terjadinya
kecemasan tambahan
11

e) Orientsikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan
R/ orientasi dapat menurunkan kecemasan
f) Libatkan system pendukung dalam perawatan klien
R/ kehadiran system pendukung meningkatkan citra diri klien.
2) Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan.
Tujuan : setelah klien diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat
menunjukkan perasaan dan mengidentifikasi cara yang sehat dalam
berhadapan dengan mereka, tampil santai, dapat beristirahat / tidur cukup,
dan melaporkan penurunan rasa takut dan cemas berkurang ke tingkat yang
dapat diatasi.
Intervensi :
a) Informasikan pasien / orang terdekat tentang peran advokat perawat intraoperasi.
R/ : Kembangkan rasapercaya / hubungan, turunkan rasa takut akan kehilangan
control pada lingkungan yang asing.
b) Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukannya
penundaan prosedur pembedahan.
R/ : Rasa takut yang berlebihan atau terus menerus akan
mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan, resiko potensial dari
pembalikan reaksi terhadap prosedur / zat-zat anestesi.
c) Validasi sumber rasa takut. Sediakan informasi yang akurat dan
faktual.
R/ : Mengidentifikasi rasa takut yang spesifik akan membantu pasien
untuk menghadapinya secara realistis, misalnya kesalahan identifikasi /
operasi yang salah, kesalahan anggota tubuh yang di
operasi.penggambaran yang salah, dll.


d) Diskusikan penundaan / penangguhan pembedahan pembedahan
dengan dokter, anestesiologis, pasien dan keluarga sesuai kebutuhan.
R/ : Mungkin diperlukan jika rasa takut yang berlebihan tidak
berkurang / teratasi.

3) Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi,
prognosis, dan kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi.
12

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat
mengutarakan pemahaman proses penyakit / proses pra
operasi dan harapan pasca operasi, dapat melakukan prosedur
yang dilakukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan,
dan memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut
serta dalam perawatan.
Intervensi :
a) Kaji tingkat pemahaman pasien.
R/ : Berikan fasilitas perencanaan program pengajaran pasca operasi.
b) Tinjau ulang patologi khusus dan antisipasi prosedur pembedahan.
R/ : Sediakan pengetahuan berdasarkan hal dimana pasien dapat
membuat pilihan terapi berdasarkan informasi dan setuju untuk
menikuti prosedur dan adanya kesempatan untuk menjelaskan
kesalahan konsep.
c) Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran, audiovisual sesuai
keadaan.
R/ : Bahan yang dibuat secara khusus akan dapat memenuhi kebutuhan
pasien untuk belajar.
d) Melaksanakan program pengajaran pra operasi individual : pembatasan
dan prosedur pra operasi / pasca operasi misalnya perubahan urinarius
dan usus, pertimbangan diet, tingkat / perubahan aktivitas, latihan
pernapasan dan kardiovaskuler dan control rasa sakit.
R/ : Meningkatkan pemahaman / kontrol pasien dan meungkinkan
partisipasi dalam perawatan pasca operasi.

b. Pasca Operasi
1) Nyeri b/d luka pasca operasi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1X24 jam,
diharapkan nyeri klien berkurang bahkan hilang
Intervensi :
a) Kaji karakteristik, lokasi dan intensitas nyeri klien (skala 0-10).
R/ : Mengetahui tingkat rasa nyeri, berguna dalam pengawasan
keefektifan obat.
b) Ajarkan teknik relaksasi seperti : imajinasi, musik yang lembut.
13

R/ : Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu
pasien untuk mengatasi nyeri / rasa tidak nyaman.
c) Berikan posisi yang nyaman.
R/ : Posisi dapat membantu mengurangi nyeri.
d) Kolaborasi dengan medik pemberian analgetik.
R/ : Terapi analgetik dapat mengurangi nyeri

2) Kerusakan integritas kulit b/d tindakan pembedahan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1X24 jam,
diharapkan klien menunjukkan penyembuhan jaringan
progresif.
Intervensi :
a) Kaji daerah sekitar luka, apakah ada pus, atau jahitan basah.
R/ : Deteksi awal jika terjadi gangguan dalam proses
penyembuhan.
b) Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit.
R/ : Pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka /
berkembangnya komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya
kondisi yang lebih serius.
c) Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
R/ : Menurunnya cairan menandakan adanya evolusi dari proses
penyembuhan, apabila pengeluaran cairan terus menerus / adanya
eksudat yang bau menunjukkan terjadinya komplikasi (misalnya
perdarahan, infeksi).

d) Beri penguatan pada balutan awal / penggantian sesuai indikasi.
Gunakan teknik aseptik yang ketat.
R/ : Lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi. Mencegah
akumulasi cairan yang dapat menyebabkan ekskoriasi (pengikisan
kulit).
e) Gunakan teknik aseptik saat merawat luka
R/ : Mencegah infeksi dan mencegah transmisi infeksi bakterial pada
luka
f) Perhatikan intake nutrisi klien.
14

R/ : Penting untuk mempercepat penyembuhan luka.

3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat
mengidentifikasikan factor-faktor resiko individu dan intervensi
untuk mengurangi potensial infeksi, dan dapat mempertahankan
lingkungan aseptik yang aman.
Intervensi :
a) Tetap pada fasilitas control infeksi, sterilisasi dan prosedur / kebijakan
aseptik.
R/ : tetapkan mekanisme yang dirancang untuk mencegah infeksi.
b) Uji kesterilan semua peralatan.
R/ : Benda-benda yang dipaket mungkin tampak steril, meskipun
demikian, setiap benda harus secara teliti diperiksa kesterilannya,
adanya kerusakan pada pemaketan, efek lingkungan pada paket, dan
teknik pengiriman.
c) Identifikasi gangguan pada teknik aseptik dan atasi dengan segera pada
waktu terjadi.
R/ : Kontaminasi dengan lingkungan / kontak personal akan
menyebabkan daerah yang steril menjadi tidak steril sehingga
meningkatkan resiko infeksi.
d) Berikan antibiotik sesuai petunjuk.
R/ : Dapat diberikan secara profilaksis bila dicurigai terjadinya infeksi
atau kontaminasi.

4) Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi,
prognosis, dan kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi
mengenai penyakit atau pengobatan.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat
mengutarakan pemahaman proses penyakit / harapan pasca
operasi, melakukan prosedur yang dilakukan dan menjelaskan
alasan dari suatu tindakan, memulai perubahan gaya hidup yang
diperlukan dan ikut serta dalam perawatan.

15

Intervensi :
a) Kaji tingkat pemahaman pasien.
R/ : Berikan fasilitas perencanaan program pengajaran pasca operasi.
b) Tinjau ulang patologi khusus dan antisipasi prosedur pembedahan.
R/ : Sediakan pengetahuan berdasarkan hal dimana pasien dapat
membuat pilihan terapi berdasarkan informasi dan setuju untuk
menikuti prosedur dan adanya kesempatan untuk menjelaskan
kesalahan konsep.
c) Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran, audiovisual sesuai
keadaan.
R/ : Bahan yang dibuat secara khusus akan dapat memenuhi kebutuhan
pasien untuk belajar.
d) Melaksanakan program pengajaran pasca operasi individual :
pembatasan dan prosedur pasca operasi misalnya perubahan urinarius
dan usus, pertimbangan diet, tingkat / perubahan aktivitas, latihan
pernapasan dan kardiovaskuler dan control rasa sakit.
R/ : Meningkatkan pemahaman / kontrol pasien dan meungkinkan
partisipasi dalam perawatan pasca operasi.














16

B. Perdarahan Intrakranial
1. Definisi
Perdarahan intracranial mengacu pada perdarahan yang terjadi didalam kepala atau
tengkorak namun belum tentu didalam otak (intraserebral).

Perdarahan Intrakrania ialah perdarahan dalam rongga kranium dan isinya pada bayi sejak
lahir sampai umur 4 minggu. Sebabnya Perdarahan Intrakranial banyak. Sering Perdarahan
Intrakranial tak dikenal/dipikirkan karena gejala-gejalanya tidak khas.

Perdarahan intrakranial adalah perdarahan yang tiba-tiba dalam jaringan otak merupakan
bentuk yang menghancurkan pada stroke hemmorage dan dapat terjadi pada semua umur dan
juga akibat trauma kepala seperti kapitis, tumor otak,dll.
Jadi perdarahan intrakranial adalah perdarahan dalam rongga kranium dan isinya pada
bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu. Sebabnya Perdarahan Intrakranial banyak. Sering
Perdarahan Intrakranial tak dikenal/dipikirkan karena gejala-gejalanya tidak khas
2. ETIOLOGI
Penyebab utama dari perdarahan intrkranial adalah trauma. Faktro predisposisi yang
dapat meningkatkan kejadian perdarahan intracranial diantaranya;
1. Bayi premature. Bayi premature akan lebih sensitif terhadap trauma.
2. Ekstraksi pada bokong. Dimana persalinan dengan kejadian after-coming head
mendapatkan penanganan yang menyebabkan terjadinya persalinan dengan singkat
atau penuh dengan intervensi.
3. Partus presipitatus, dimana terdapat kompresi yang tiba-tiba terhadap kepala bayi.
4. Persalinan sulit atau persalinan lama dimana terjadi molase yang begitu kuat pada
kepala.
5. Persalinan dengan alat.
6. Terdapat disproporsi cepalopelvik
7. Presentasi abnormal
8. Kekerasan terhadap bayi
17

Bayi yang premature dan persalinan lama menunjukan insiden perdarahan intracranial lebih
sering terjadi.
3. Klasifikasi
Terdapat empat tipe perdarahan intracranial yang dapat dialami oleh bayi. Diantaranya;
perdarahan subdural, perdarahan epidural, perdarahan intraserebral dan perdarahan
periventrikuler-intraventikuler (PVH-IVH). PVH-IVH adalah perdarahan intracranial yang
paling sering terjadi.
1. Perdarahan subdural.
Hemoragi subdural mungkin sekali selalu disebabkan oleh trauma kapitis
walaupun mungkin traumanya tak berarti. Yang sering berdarah ialah bridging
veins, karena tarikan ketika terjadi pergeseran rotatorik pada otak. Perdarahan
subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral dan atas hemisferium dan
sebagian di daerah temporal sesuai dengan bridging veins. Karena perdarahan
subdural sering oleh perdarahan vena, maka darah yang terkumpul berjumlah
hanya 100 sampai 200 cc saja.
Gejala-gejala tersebut bias berupa kesadaran yang menurun, organic brain
syndrome, hemiparesis ringan, hemihipestesia, adakalanya epilepsi fokal dengan
adanya tanda-tanda papiledema. Perdarahan subdural pada bayi baru lahir biasanya
terjadi karena trauma yang disebabkan adanya disproporsi sepalopelvik, presentasi
abnormal, partus presipitatus dan persalinan dengan intervensi alat.

2. Perdarahan epidural
Akibat trauma krapitis tengkorak (retak). Fraktur yang paling ringan ialah
fraktur linear. Jika gaya destruktifnya lebih kuat, bisa timbul fraktur yang berupa
bintang (stelatum), atau fraktur impresi yang dengan kepingan tulangnya menusuk
ke dalam ataupun fraktur yang merobek dura dan sekaligus melukai jaringan otak
(laserasio).
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran yang menurun secara
progresif. Pupil pada sisi perdarahan pertama-tama sempit, tetapi kemudian
menjadi lebar dan tidak bereaksi terhadap penyinaran cahaya. Gejala-gejala
respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan tahap- tahap disfungsi
18

rostrokaudal batang otak. Pada tahap kesadaran sebelun stupor atau koma, bisa
dijumpai hemiparesis atau seranagan epilepsi fokal.
Perdarahan epidural lebih sering terjadi pada bayi dimana tingginya <4 kaki
dimana pusat dari gravitasi tubuhnya terdapat pada kepala dan kecenderungan
untuk jatuh dengan kepala terlebih dahulu.

3. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya
berupa perdarahan kecil-kecil saja. Perdarahan semacam itu sering terdapat di
lobus frontalis dan temporalis.
Jika penderita dengan perdarahan intra serebral luput dari kematian,
perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi.
Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologic sesuai dengan fungsi bagian
otak yang terkena.

4. Perdarahan periventrikuler-intraventikuler
Karena matriks germinal (daerah dengan vaskularisasi tinggi berbatasan
dengan daerah vebtrikel otak) ada sampai kehamilan 35 minggu, perdarahan
periventrikuler-intraventikuler umum terjadi pada bayi-bayi kurang bulan.
Pada saat perdarahan keluar melalu matriks germinal dan masuk ke system
ventrikulear, disebut perdarahan intraventikuler (IVH).
IVH ringan jika tidak ada pelebaran ventrikel.
IVH sedang jika ventrikel melebar.
IVH berat jika perdarahan meluas ke parenkim otak.
Perdarahan sedang dan berat disertai dengan peningkatan insidesn
kesakitan dan kematian. Banyak yang akan mengalami hidrosefalus pasca
perdarahan dalam waktu 2-3 minggu sejak perdarahan semula. Beberapa kasus
hidrosefalus akan sembuh spontan, sedangkan yang lain memerlukan tindakan
drainase. Penundaan perkembangan atau deficit neurologis atau keduanya akan
terjadi pada dua pertiga bayi dengan IVH sedang dan berat.


19

4. Gambaran Klinik
Gejala-gejala Perdarahan Intrakranial Neonatus tidak khas, dan umumnya sukar
didiagnosis jika tidak didukung, oleh riwayat persalinan yang jelas. Gejala-gejala berikut
dapat ditemukan :
- Fontanel tegang dan menonjol oleh kenaikan tekananintrakranial, misalnya
pada perdarahan subaraknoid.
- Iritasi korteks serebri berupa kejang-kejang, irritable,twitching, opistotonus.
Gejala-gejala ini baru timbul beberapa jam setelah lahir dan menunjukkan
adanya perdarahan subdural , kadang-kadang juga perdarahan subaraknoid
oleh robekan tentorium yang luas.
- Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil melebar,
refleks cahaya lambat sampai negatif.Kadang-kadang ada perdarahan retina,
nistagmus dan eksoftal-mus.
- Apnea: berat dan lamanya apnea bergantung pada derajatperdarahan dan
kerusakan susunan saraf pusat. Apnea dapat berupa serangan diselingi
pernapasan normal/takipnea dan sianosis intermiten.
- Cephalic cry (menangis merintih).
- Gejala gerakan lidah yang menjulur ke luar di sekitar bibir seperti lidah ular
(snake like flicking of the tongue) menunjukkan perdarahan yang luas dengan
kerusakan pada korteks
- Tonus otot lemah atau spastis umum. Hipotonia dapat berakhir dengan
kematian bila perdarahan hebat dan luas. Jika perdarahan dan asfiksia tidak
berlangsung lama, tonus otot akan segera pulih kembali. Tetapi bila
perdarahan berlangsung lebih lama, flaksiditas akan berubah menjadi spastis
yang menetap. Kelumpuhan lokal dapat terjadi misalnya kelumpuhan otot-otot
pergerakan mata, otot-otot muka/anggota gerak (monoplegi/hemiplegi)
menunjukkan perdarahan subdural/ parenkim.
Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan:
1. Gangguan kesadaran (apati, somnolen, sopor atau koma),
2. Tidak mau minum,
3. Menangis lemah,
4. Nadi lambat/cepat.
5. Kadang-kadang ada hipotermi yang menetap.
20

Apabila gejala-gejala tersebut di atas ditemukan pada bayi prematur yang 2448 jam
sebelumnya menderita asfiksia, maka Pencegahan Infeksi dapat dipikirkan.
Berdasarkan perjalanan klinik, Perdarahan Intrrakranial Neonatus dapat dibedakan 2 sindrom
1. Saltatory Syndrome
Gejala klinik dapat berlangsung berjam-jam/berhari-hari yang kemudian
berangsur-angsur menjadi baik. Dapat serabuh sempurna tetapi biasanya dengan
gejala sisa.
2. Catastrophic Syndrome.
Gejala klinik makin lama makin berat, berlangsung beberapa menit sampai
berjam-jam dan akhirnya meninggal.

5. PENEGAKAN DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN FISIK
1. Penilaian fisik dimulai dengan pemeriksaan ABCDEairway, breathing,
circulation, disability dan exposure.
Ketidakstabilan jalan nafas dapat menjadi penyebab maupun efek dari
trauma kepala.
Monitoring tanda vital adalah hal yang penting bagi perawatan lanjutan.
Mengenali dan mengontrol tanda syok adalah hal yang penting bagi perfusi
yang cukup pada CNS (central nervous system).
Syok hipovolemik jarang terjadi pada trauma dalam kepala, jika syok
terjadi, cari kemungkinan sumber perdarahan lain.
2. Pemeriksaan neurologic harus berfokus pada level dari kesadaran, temuan akan
tanda-tanda neurologis yang abnormal, ukuran dan reaksi pupil.
level dari kesadaran adalah indicator terbaik dari insufisiensi oksigenasi
pada otak.
Perubahan pupil dapat mengindikasikan herniation syndrome.
3. Secara hati-hati memeriksa mata untuk melihat adanya papiledema dan
perdarahan retina.
4. Kepala harus diperiksa secara hati-hati, carilah tanda-tanda berikut:
Laserasi pada tempurung kepala.
Ketegangan saat melakukan palpasi kepala.
Pelebaran pada fontanel anterior bayi.
21

Fraktur pada basilar kepala, dengan cirri-ciri:
Perdarahan periorbital (raccoon eyes)
Ekimosis pada belakang telinga (battle`s sign)
Perdarahan dari hidung atau telinga
5. Bayi baru lahir dengan perdarahan intracranial yang diasosiasikan dengan
trauma saat persalinan akan menimbulkan beberapa gejala, diantaranya;
Apnea
Mual
Kejang
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan likuor terutama untuk perdarahan subaraknoid dan
intraventrikuler/periventrikuler. Tujuan fungsi lumbal pada ICB untuk
diagnostik, sebagai pengobatan (mengurangi tekanan intrakranial) dan untuk
mencegah komplikasi hidrosefalus (fungsi lumbal berulang-ulang). Pada
pemeriksaan likuor dapat dijumpai tekanan yang meninggi, warna
merah/santokrom, kadar protein meninggi, kadar glukose menurun. Bila cairan
likuor berdarah, dianjurkan CT Scan untuk mengetahui lokalisasi dan luasnya
perdarahan.
- Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan:
o tanda-tanda anemi posthemoragik
o analisa gas darah (0
2
dan CO
2
apakah terjadi gangguan keseimbangan
pertukaran gas)
- Gangguan pembekuan darah terutama pada ICB yang non-traumatik. Mc
Donald dkk mendapat kadar rendah fibrinogen, trombosit, antitrombin III
faktor VIII. Faktor-faktor ini menjadi normal bila keadaan bayi membaik.
- Foto kepala tidak dapat menunjukkan adanya perdarahan, hanya fraktur yang
sukar dibedakan dengan sutura, lipatan-lipatan kulit kepala dan mulase.
Pemeriksaan ultrasonografi banyak digunakan. Berdasarkan USG, Burstein
dkk menentukan derajat perdarahan intraventrikuler sebagai berikut :
o derajat 0 : tidak ada perdarahan intrakranial.
o derajat I : perdarahan hanya terbatas pada daerah subependimal.
o derajat II : perdarahan intraventrikuler
o derajat III : perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel.
22

o derajat IV : perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel dengan
perluasan ke parenkim otak.
Derajat I dan II umumnya ringan, pada pemeriksaan ulangan 3--4 minggu
kemudian biasanya tidak ditemukan kelainan lagi. Derajat III dan IV
umumnya berprognosis buruk, bila tidak meninggal akan disertai komplikasi
berat seperti hidrosefalus.
- Dengan computerized tomography (CT Scan) semua jenis ICB dapat
diketahui. Cara ini tidak secara rutin karena biayanya sangat mahal.

6. PENGOBATAN
a) Secara konservatif
Tekanan darah diusahakan stabil dan terkontrol agar levelnya relatif tinggi
pada penderita perdarahan otak. Harus dihindari penurunan yang berlebihan
karena dapat menurunkan perfusi jaringan otak.
Pemberian osmotik diuretik dikombinasi dengan beta adrenergik blocker
digunakan untuk kontrol tekanan darah dan membantu mengurangi tekanan
dalam otak atau intracranial pressure.
Hiperventilasi atau barbiturat dapat juga digunakan, walaupun kurang efektif.
Hiperventilasi efeknya sementara sedangkan barbiturat mengurangi fungsi
neurologis; keduanya ini cenderung menyebabkan hipotensi.
Kortikosteroid masih digunakan oleh beberapa petugas kesehatan dimana
bertujuan menurunkan tekanan intra kranial dengan kontrol edema; walaupun
pada percobaan klinis obat ini tidak efektif dan menambah resiko terjadinya
komplikasi.
7. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Intensif
1. Pengkajian
Pengkajian primer
a. Airway
Data subjektif : -
Data objektif : -
23

b. Breathing
Data subjektif : -
Data objektif : irama napas cepat dan dangkal, takipnea, diselingi periode
apnea (berat dan lamanya tergantung pada derajat pendarahan dan kerusakan
susunan saraf pusat), tampak pernapasan cuping hidung dan retraksi otot bantu
pernapasan, RR : 24-30X/menit
c. Circulation
Data subjektif : -
Data objektif : nadi teraba cepat dan lemah, takikardi, CRT > 2 detik dan
turgor lambat bila terjadi syok hipovolemik, hipotermi yang menetap
Pengkajian sekunder
a. Breath
Data subjektif : -
Data objektif : irama napas cepat dan dangkal, takipnea, diselingi periode
apnea (berat dan lamanya tergantung pada derajat pendarahan dan kerusakan
susunan saraf pusat), tampak pernapasan cuping hidung dan retraksi otot bantu
pernapasan, RR : 24-30X/menit.
b. Blood
Data subjektif : -
Data objektif : nadi teraba cepat dan lemah, takikardi, CRT > 2 detik dan
turgor lambat bila terjadi syok hipovolemik, hipotermi yang menetap
c. Brain
Data subjektif : -
Data objektif : bayi menangis merintih (chepalic cry), tampak lemah dan
rewel, kesadaran dapat bervariasi dari apatis, somnolen, stupor hingga koma,
24

pupil melebar, reaksi cahaya lambat sampai negatif, nigtamus, dan
eksoftalmus, dapat terjadi kejang
d. Bladder
Data subjektif : -
Data objektif : oliguri dengan produksi urin kurang dari 1 cc/kgBB/jam
e. Bowel
Data subjektif : -
Data objektif : bayi tampak lemah dan tidak mau minum
f. Bone
Data subjektif : -
Data objektif : tonus otot lemah dan spastik umum, hemiplegi
2. Diagnosa Keperawatan

a. Pola nafas tak efektif b/d supresi pusat pernapasan di batang otak
b. Perfusi jaringan serebral tak efektif b/d herniasi batang otak
c. P.K Kejang
d. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan saraf motorik di otak












25

C. Cerebral Palsy/ Serebral Parsial
1. Definisi
Cerebral palsy (CP) merupakan kelainan fungsi motorik (kebalikan dari fungsi
mental) dan postural yang diperoleh pada usia dini, bahkan sebelum lahir.Tanda dan gejala
cerebral palsy biasanya ditunjukkan pada tahun pertama kehidupan.
Kelainan sistem motorik ini merupakan akibat lesi otak yang non-progresif.Sistem
motor tubuh memberikan kemampuan untuk bergerak dan mengendalikan gerakan. Lesi otak
adalah setiap kelainan struktur atau fungsi otak.Non-progresif berarti bahwa lesi tidak
menghasilkan degenerasi otak yang terus berlangsung.Hal ini juga menyiratkan bahwa lesi
otak adalah akibat dari cedera otak satu kali, yang tidak akan terjadi lagi.Apapun kerusakan
otak yang terjadi pada saat cedera merupakan tingkat kerusakan selama sisa hidup
anak.Cerebral palsy mempengaruhi sekitar 1-3 dari setiap seribu anak yang lahir.Namun, jauh
lebih tinggi pada bayi yang lahir dengan berat badan sangat rendah dan pada bayi prematur.
2. Etiologi
Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu:
1. Pranatal :
a. Malformasi kongenital.
Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya;
rubela, toksoplamosis, sifihis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya).
b. Radiasi sinar X.
c. Toksemia gravidarum.
d. Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi
maternal, atau tali pusat yang abnormal).
e. Keracunan kehamilan dapat menimbulkan serebral palsi.
f. Gangguan pertumbuhan otak
2. Natal :
a. Anoksia/hipoksia.
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak.
Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat
pada keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalopelvik, partus lama,
26

plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan
lahir dengan seksio sesar.
b. Perdarahan otak.
Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar
membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,
mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia.
Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan
CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat
menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
c. Trauma lahir, misalnya perdarahan subdural
d. Prematuritas.
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak
lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah,
enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
e. Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak
yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan
inkompatibilitas golongan darah.
f. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.
3. Postnatal :
a. Trauma kapitis.
b. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis,
ensefalomielitis.
c. Kern icterus.
Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih
berperan daripada faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) (dikutip dari
13) menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemi
prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi intrauterin
merupakan faktor penyebab cerebral palsy.
Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir, sedangkan
faktor perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari
lahir sampai satu bulan kehidupan.
27

Sedang faktor pasca natal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2
tahun (Hagberg dkk 1975), atau sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley,
1982), atau sampai 16 tahun (Perlstein, Hod, 1964).
3. Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar
antara lain adalah :
a) Letak sungsang.
b) Proses persalinan sulit.
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selamaa persalinan merupakan tanda awal
yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang
secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permaanen.
c) Apgar score rendah.
Apgar score yang rendah hingga 10 20 menit setelah kelahiran.
d) BBLR dan prematuritas.
Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir rendah dengan berat di
bawah 2,5 kg.
e) Kehamilan ganda
Resiko cerebral palsy akan semakin meningkat ketika sejumlah bayi membagi uterus
ibu.
f) Malformasi SSP.
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP
yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut
menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak dalam
kandungan.
g) Perdarahaan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.
h) Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan jumlah
protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi.
i) Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.
j) Kejang pada bayi baru lahir.
4. Manifestasi Klinis
1. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek
Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang
meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya
28

pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan
terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan
pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari
melintang di telapak tangan.
Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi
plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal
menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis.
Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu
monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu
anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah
kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah
kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan;
tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan lebih atau
sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
Golongan spastitis ini meliputi / 3 penderita cerebral palsy. Bentuk
kelumpuhan spastitis tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan, yaitu:
a. Monoplegia/ Monoparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih
hebat dari yang lainnya.
b. Hemiplegia/ Diparesis
Kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama.
c. Diplegia/ Diparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat daripada
lengan.
d. Tetraplegia/ Tetraparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya
dibandingkan dengan tungkai.
2. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan
berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor
neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah
hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok
terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi
spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah
29

refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang
otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
3. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid,
tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan
tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia,
kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern
pada masa neonatus.
4. Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid
dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan
tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua
pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
5. Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada
golongan koreo-atetosis.
6. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang
terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot
tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
7. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada
keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
8. Paralisis
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia.
Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
9. Gerakan involunter
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat
flaksid, rigiditas, atau campuran.
10. Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
11. Gangguan perkembangan mental
30

Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy
terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang
disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang
cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih
dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan
masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan
dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan
mental akan dapat dipengaruhi secara positif.
12. Problem emosional terutama pada saat remaja
5. Klasifikasi
a) Serebral Palsy Spastik
Cerebral palsy Spastic mengacu pada suatu kondisi di mana tonus otot meningkat,
menyebabkan postur kaku di kaki satu atau lebih (lengan atau kaki).Kekakuan ini bisa diatasi
dengan kekuatan, akhirnya memberikan cara yang sama sekali dan tiba-tiba - sangat mirip
dengan berlipat (atau pisau gesper).Spastisitas yang mengarah ke pembatasan penggunaan
ekstremitas yang terlibat, sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan untuk
mengkoordinasikan gerakan.Sering spastisitas terjadi pada satu sisi tubuh (hemiparesis),
tetapi juga dapat mempengaruhi empat anggota badan (quadriparesis) atau terbatas pada
kedua kaki (kejang diplegia).Ketika kondisi tersebut terjadi di kedua kaki, individu seringkali
memiliki postur menggunting, di mana kaki diperluas (diluruskan) dan menyilang.
Selain tonus otot meningkat ada juga meningkatnya refleks tendon dalam, gangguan
koordinasi motorik halus dan kasar, kelemahan otot, dan fatigability.
Spastisitas sering merupakan akibat dari kerusakan materi putih otak, tetapi juga dapat
disebabkan oleh kerusakan materi abu-abu.
Tingkat spastisitas dapat bervariasi, mulai dari ringan sampai parah.Anak-anak yang
sedikit terpengaruh mungkin mengalami beberapa keterbatasan fungsi mereka sementara
anak yang terkena sedikit dampak mungkin hanya memiliki sedikit atau tidak ada ekstremitas
yang terkena.Spastisitas, jika tidak diobati, dapat mengakibatkan kontraktur yang permanen
menimbulkan keterbatasan kemampuan gerakan bersama.Kontraktur bisa sangat membatasi
dalam perawatan anak-anak dengan cerebral palsy.Spastisitas juga bisa sangat menyakitkan,
memerlukan obat untuk mengendurkan otot.
31

Proses dasar yang sama yang mempengaruhi spastisitas dari anggota badan juga dapat
mengakibatkan kelainan gerakan dan otot pada sistem tubuh lainnya.Otot-otot kepala dan
wajah, misalnya, cerebral palsy dapat sangat membatasi koordinasi dan berbicara, bahkan
ketika anak telah sempurna mampu memahami pembicaraan.Ada juga keterbatasan
mengunyah, menelan, dan gerakan wajah dan mata.Gejala ini bisa sangat meresahkan bagi
anak-anak yang menderita dan keluarga mereka.
Banyak pasien dengan cerebral palsy spastik tidak dapat mengontrol pengeluaran urin
mereka.Ketidakmampuan ini tidak selalu karena masalah dalam berpikir tetapi disebabkan
oleh refleks yang tinggi dari kandung kemih.Ketika kandung kemih anak-anak ini terisi, itu
seperti mengetuk-ngetuk dengan palu refleks, sehingga membuatnya lebih keras daripada
kontraksi normal dan menyebabkan tumpahnya urin.Incontinensia urin ini bisa sangat
memalukan, terutama pada anak dengan kognitif normal.
b) Serebral Palsy Choreoathetoid
Choreoathetoid cerebral palsy dikaitkan dengan gerakan lengan dan / atau kaki
normal, tak terkendali, menggeliat.Berbeda dengan cerebral palsy spastik, orang dengan
cerebral palsy choreoathetoid memiliki variabel otot seringkali dengan tonus otot menurun
(hypotonia).Kontraktur ekstremitas kurang umum.Gerakan abnormal diaktifkan olehstres,
serta oleh reaksi emosional normal seperti tertawa.Setiap usaha untuk melakukan gerakan
sadar, misalnya memperpanjang lengan dalam upaya untuk mencapai suatu objek mungkin
akan menghasilkan banyak gerakan tak terkendali dari tangan, kaki, badan, dan bahkan
wajah.Ada berbagai jenis gerakan abnormal.Dua dari yang paling umum adalah gangguan
choreoathetotic, gerakan yang cepat dan tidak teratur, kontraksi tak terduga kelompok otot
kecil atau individu dandistonia, postur abnormal terus-menerus dan tidak permanen dari
beberapa bagian tubuh (lengan, kaki, batang) karena kontraksi otot yang abnormal.Gangguan
dystonic juga mempengaruhi otot ekspresi wajah, menelan, dan bicara, yang mengakibatkan
kekurangan fungsi yang parah.
Gerakan-gerakan ini bisa sangat melemahkan dan sangat membatasi kemampuan anak
untuk melakukan tugas-tugas motor.Selanjutnya, gerakan yang mirip dengan latihan yang
konstan, sehingga menyebabkan anak terpengaruh dalam hal metabolisme sejumlah besar
kalori.Choreoathetoid cerebral palsy sering dikaitkan dengan kerusakan struktur otak khusus
yang terlibat dalam mengontrol pergerakan - ganglia basal.Seperti cerebral palsy spastik,
tingkat keparahan gejala sering bervariasi, dari ringan sampai sangat parah.
32

c) Serebral Palsy Hipotonik
Hypotonia adalah berkurangnya tonus otot.Bayi atau anak dengan cerebral palsy
hipotonik muncul kelunglaian - seperti boneka kain.Pada masa kanak-kanak awal, hypotonia
dapat dengan mudah dilihat oleh ketidakmampuan bayi untuk mendapatkan kendali kepala
ketika ditarik oleh lengan ke posisi duduk (gejala ini sering disebut sebagai lag kepala).Anak-
anak dengan hypotonias parah mungkin memiliki kesulitan hampir semua anak dengan
cerebral palsy dalam mencapai tonggak keterampilan motorik dan perkembangan kognitif
normal.
Cerebral palsy hipotonik seringkali merupakan akibat dari kerusakan otak berat atau
malformasi.Hal ini diyakini bahwa cerebral palsy hipotonik adalah akibat dari cedera atau
kelainan pada tahap awal perkembangan otak yang menyebabkan cerebral palsy spastik atau
choreoathetoid.
Hypotonia pada masa bayi adalah umum ditemukan dalam banyak kondisi neurologis,
mulai dari kelainan-kelainan yang sangat ringan sampai neurodegenerative parah bahkan fatal
atau gangguan otot.Penting untuk dicatat bahwa banyak anak dengan cerebral palsy spastic
melalui tahapan singkat yang agak hipotonik pada awal kehidupan, sebelum menunjukkan
sindrom spastik penuh.
d) Serebral Palsy Campuran
Banyak (mungkin sebagian besar) anak-anak dengan cerebral palsy memiliki
beberapa gejala dengan kombinasi dari berbagai bentuk cerebral palsy.Misalnya, anak dengan
cerebral palsy sering kejang terus dan memiliki lag kepala, yang merupakan penampilan dari
hypotonia.Anak-anak dengan cerebral palsy choreoathetoid atau hipotonik sering mengalami
peningkatan reflek tendon dalam, yang merupakan gejala dari tipe spastik.

6. Komplikasi
Ataksi
Katarak
Hidrosepalus
Retardasi Mental
IQ di bwh 50, berat/beban dari otak motoriknya IQ rendah nya, dengan suatu
ketegangan [menyangkut] IQ yang yang lebih rendah.
Strain/ ketegangan
Lebih sering pada qudriplegia dan hemiplegia
33

Pinggul Keseleo/ Kerusakan
Sering terjadi pada quadriplegia dan paraplegia berat
Kehilangan sensibilitas
Anak-anak dengan hemiplegia akan kehilangan sensibilitas.
Hilang pendengaran
Atrtosis sering terjadi terpasang, tetapi bukan pada anak spaskis.
Gangguan visual
Bermata juling, terutama pada anak-anak prematur dan quadriplegia.
Kesukaran btuk bicara
Penyebab: disartria, Retardasi mental, hilang pendengaran, atasi kortikal,
gangguan emosional dan mungkin sebab gejala lateralisasi pada anak hemiplagia.
Lateralisasi
Dominan pada anak yang normal nya dan yang di/terpengaruh oleh gejala
hemiplegia, kemudian akan ada berbagai kesulitan untuk pindah;gerakkan pusat
bicara
Inkontinensia
RM, dan terutama oleh karena berbagai kesulitan pada pelatihan kamar kecil.
Penyimpangan Perilaku
Tidak suka bergaul, dengan mudah dipengaruhi dan mengacaukan
ketidaksuburan/kemandulan
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis sebral palsi di
tegakkan.
Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya
suatu proses degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal.
Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik
yang disertai kejang maupun yang tidak.
Foto rontgen kepala.
Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental.
8. Penatalaksanaan
a) Medik
34

Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang
baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli
ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa
dan orangtua pasien.
b) Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program
latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi pasien pada waktu
istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat
latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
c) Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan
pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan
stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang
berlebihan. Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang
antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih
sering dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada
anggota gerak bawah dibanding -dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan
disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik,
tendon, otot atau pada tulang.
d) Obat-obatan
Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak
gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di
negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung
pasien ini. Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah
laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang.
Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang memeerkan hasil yang baik
dalam mengontrol kejang, tetapi pada CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil.
Demikian pula obat muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe
spastik dan atetosis. Pada penderita dengan kejang diberikan maintenance anti kejang yang
disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya. Pada
keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan benzodiazepine, misalnya : valium,
librium atau mogadon dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil
(imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat
35

diberikan dextroamphetamine 5 -- 10 mg pada pagi hari dan 2,5 -- 5 mg pada waktu
tengah hari.
e) Tindakan keperawatan
Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi
secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . jika dijumpai adanya
kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter
agar dapat dilakukan penanganan semestinya.
Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun
selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepad
orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal supaya segera dibawa konsultasi
ke dokter.
f) Occupational therapy
Ditujukan untuk meningkatkan kemampuan untuk menolong diri sendiri, memperbaiki
kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa mengenakan pakaian, makan,
minum dan keterampilan lainnya.
g) Speech therapy
Diberikan pada anak dengan gangguan wicara bahasa, yang ditangani seorang ahli.
h) Reedukasi dan rehabilitasi.
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu
mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat
oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang
tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat
perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya
sendiri. Fisio terapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan
untuk memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisio terapi
ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi
penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara
tinggal di suatu pusat latihan. Fisio terapi dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain
fisio terapi, penderita CP perlu dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar
Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Di
Sekolah Luar Biasa dapat dilakukanspeech therapy dan occupational therapy yang
disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa
yang pulang kerumah dengan kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan,
36

hidup dalam suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan
untuk itu pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya.
9. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
- Biodata
a. Laki-laki lebih banyak dari pada wanita.
b. Sering terjadi pada anak pertama kesulitan pada waktu melahirkan.
c. Kejadin lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar.
d. Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.
- Kaji riwayat kehamilan ibu
- Riwayat kesehaataan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan post
natal serta keadaan sekitar kelaahiran yang mempredisposisikan anoksia janin.
- Kap iritabel anak, kesukaran dalam makan, perkembangan terlambat,
perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang
persisten, ataxic, kurangnya tonus otot.
- Monitor respon untuk bermain
- Kap fungsi intelektual anak
- Pemeriksaan Fisik
a. Muskuluskeletal : - spastisitas
- ataksia
b. Neurosensory : - gangguan menangkap suara tinggi
- gangguan bicara
- anak berliur
- bibir dan lidah terjadi gerakan dengan sendirinya
- strabismus konvergen dan kelainan refraksi
c. Eliminasi : - konstipasi
d. Nutrisi : - intake yang kurang
- Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
a. Pemeriksaan pendengaran (untuk menetukan status pendengaran)
b. Pemeriksaan penglihatan (untuk menentukan status fungsi penglihatan)
c. Pemeriksaan serum, antibody : terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes
d. MRI kepala / CT scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan
bawaaan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel.
37

e. EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalins) /
volsetasenya meningkat (abses)
f. Analisa kromosom
g. Biopsi otot
h. Penilaian psikologik
2. Diagnosa
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
factor biologis.
Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan
kejang.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam
artikulasi.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot.
Ganggguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berbicara.
Perubahan tumbuh dan kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
Perubahan proses pikir berhubungan dengan serebral injury, ketidakmampuan
belajar.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot, meningkatnya
aktivitas, perubahan kognitif.
Perubahan peran orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak dalam
kondisi kronik.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penggunaan atau alat penyokong.

3. Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
factor biologis.
a. Tujuan :
1) Terpenuhinya intake nutrisi.
2) Terpenuhinya energi.
3) Berat badan naik.

b. Intervensi :
1) Monitor status nutrisi pasien.
38

2) Monitor pemasukan nutrisi dan kalori.
3) Catat adanya anoreksia, muntah dan terapkan jika ada hubungan dengan medikasi.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi dan kalori agar BB naik.
5) Informasikan pada keluarga, nutrisi apa saja yang dibutuhkan bagi klien.
6) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan perencanaan ,
melibatkan orang lain yang berwenang.
Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan
kejang.
a. Tujuan : Anak akan selalu aman dan terbebas dari injury.
b. Intervensi :
1) Hindari anak dari benda-benda yang membahayakan; misalnya dapat terjatuh.
2) Perhatikan anak-anak saat beraktifitas.
3) Beri istirahat bila anak lelah.
4) Gunakan alat pengaman bila diperlukan.
5) Bila ada kejang; pasang alat pengaman dimulut agar lidah tidak tergigit
6) Lakukan suction.
7) Pemberian anti kejang bila terjadi kejang.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam
artikulasi.
a. Tujuan : Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan
berat badan dalam batas normal.
b. Intervensi :
1) Kaji respon dalam berkomunikasi.
2) Ajarkan dan kaji makna non verbal.
3) Latih dalam penggunaan bibir, mulut dan lidah.
4) Jelaskan kepada anak dan keluarga mengapa anak tidak bisa berbicara atau
memahami dengan tepat.
5) Sering berikan pujian positif kepada anak yang berusaha untuk berkomunikasi.
6) Gunakan kartu/gambar-gambar/papan tulis untuk memfasilitasi komunikasi.
7) Berikan perawatan dalam sikap yang rileks, tidak terburu-buru, dan menghakimi.
8) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi bicara.
9) Libatkan anak dengan keluarga dalam mengembangkan rencana komunikasi.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot..
39

a. Tujuan : Anak akan memiliki kemampuan pergerakan yang maksimum dan tidak
mengalami kontraktur.
b. Intervensi :
1) Ajarkan cara berkomunikasi dengan kata-kata yang pendek.
2) Ajak untuk latihan yang berbeda-beda pada ekstremitas.
3) Kaji pergerakan sendi-sendi dan tonus otot.
4) Lakukan terapi fisik.
5) Lakukan reposisi setiap 2 jam.
6) Evaluasi kebutuhan alat-alat khusus untuk makan, menulis dan membaca dan
aktivitas.
7) Ajarkan dalam menggunakan alat bantu jalan.
8) Ajarkan cara duduk, merangkak pada anak kecil, berjalan, dan lain-lain.
9) Ajarkan bagaimana cara menggapai benda.

10) Ajarkan untuk menggerakkan anggota tubuh.
11) Ajarkan rom yang sesuai.

12) Berikan periode istirahat.
Ganggguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berbicara.
a. Tujuan : Anak tidak merasa rendah diri ketika berkomunikasi.
b. Intervensi :
1) Ajarkan cara berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata yang pendek.
2) Ajarkan pendidikan kesehatan pada keluarga dan orang-orang disekitar.

3) Kolaborasi dengan tenaga ahli fisioterapi.
Perubahan tumbuh dan kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
a. Tujuan : Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan
berat badan dalam batas normal.
b. Intervensi :
1) Kaji tingkat tumbuh kembang.
2) Ajarkan untuk intervensi awal dengan terapi rekreasi dan aktivitas sekolah.
3) Berikan aktivitas yang sesuai, menarik diri dan dapat dilakukan oleh anak
40

Perubahan proses pikir berhubungan dengan serebral injury, ketidakmampuan
belajar.
a. Tujuan : Anak akan menunjukkan tingkat kemampuan belajar yang sesuai.
b. Intervensi :
1) Kaji tingkat pemahaman anak.
2) Ajarkan dalam memahami percakapan dengan verbal atau non verbal.
3) Ajarkan menulis dengan menggunakan papan tulis atau alat lain yang dapat
digunakan sesuai kemampuan orangtua dan anak.
4) Ajarkan membaca dan menulis sesuai dengan kebutuhannya.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot, meningkatnya
aktivitas, perubahan kognitif.
a. Tujuan : Orangtua / keluarga menunjukkan pemahaman terhadap kebutuhan
perawatan anak yang ditandai dengan ikut berperan aktif dalam perawatan anak.
b. Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan anak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2) Bantu dalam pemenuhan kebutuhan; makan-minum, eliminasi, kebersihan
perseorangan, mengenakan pakaian, aktivitas bermain.
3) Libatkan keluarga dan bagi anak yang kooperatif dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari.
Perubahan peran orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak dalam
kondisi kronik.
a. Tujuan : Orang tua berperan aktif dalam perawatan anak.
b. Intervensi :
1) Ajarkan orangtua dalam memenuhi kebutuhan perawatan anak.
2) Tekankan bahwa orangtua dan keluarga mempunyai peranan penting dalam
membantu pemenuhan kebutuhan.
3) Jelaskan pentingnya pemenuhan kebutuhan bermain dan sosialisasi pada orang
lain.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penggunaan atau alat penyokong.
a. Tujuan : Anak tidak menunjukkan gangguan integritas kulit yang ditandai dengan
kulit tetap utuh.
b. Intervensi :
1) Kaji area yang terpasang alat penyokong.
41

2) Gunakan lotion kulit untuk mencegah kulit kering.
3) Lakukan pemijatan pada area yang tertekan.
4) Berikan posisi yang nyaman dan berikan support dengan bantal.
5) Pastikan bahwa alat penyokong atau balutan tepat dan terfiksasi.

4. Evaluasi
1. Klien mendapat masukan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolismenya dan tidak mengalami tanda malnutrisi
2. Keluarga memberikan lingkungan yang aman untuk anak dan Anak bebas dari
cedera
3. Anak mampu mengkomunikasikan kebutuhan pada pemberi perawatan.
4. Anak mampu melakukan aktifitas Fisik dengan baik atu Aktifitas berjalan dengan
normal
5. Anak tidak merasa rendah diri
6. Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terganggu
7. Proses piker anak tidak terganggu
8. Perawatan diri anak terpenuhi
9. Orang tua ikut serta dalam perawtan anaknya
10. Kulit klien tetap keadaan utuh, bersih dan kering














42

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa polidaktili adalah suatu kelainan
yang diwariskan secara turun temurun yang ditentukan oleh gen dominan P. Seorang laki-laki
polidaktili heterozigotik menikah dengan seorang wanita normal maka keturunannya 50%
akan normal pp dan 50% polidaktili Pp. Penyakit keturunan ini juga dapat terjadi dikarenakan
faktor lain seperti zat teratogenik yang dapat menyebabkan perubahan formasi dari sel dan
jaringan yang sedang berkembang. Dimana polidaktili ini merupakan kelainan berupa jari
lebih sehingga seseorang memiliki tambahan jari pada satu atau kedua tangan dan atau
kakinya. Penambahan biasanya di dekat jari kelingking atau ibu jari.
Perdarahan Intrakranial adalah perdarahan di dalam tulang tengkorak. Perdarahan bisa
terjadi di dalam otak atau di sekeliling otak:
Perdarahan yang terjadi di dalam otak disebut perdarahan intraserebral
Perdarahan diantara otak dan rongga subaraknoid disebut perdarahan subaraknoid
Perdarahan diantara lapisan selaput otak (meningen) disebut perdarahan subdural
Perdarahan diantara tulang tengkorak dan selaput otak disebut perdarahan epidural.
Cerebral palsy (CP) adalah kelompok penyakit kronik yang mengenai pusat
pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak pada beberapa tahun
pertama kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah memburuk pada usia selanjutnya.
CP dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis neurologis. Hingga saat ini, CP
diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi dalam 4 kategori
.
Cerebral palsy dapat disebabkan faktor genetik maupun faktor lainnya. Waktu terjadinya
kerusakan otak secara garis besar dapat dibagi pada masa pranatal, perinatal dan postnatal
4
.

B. Saran
Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan rekan-rekan dapat mengetahui dan
memahami apa itu polidaktili, perdarahan intrakranial, serebral parsial karena sebagian
masyarakat menganggap adanya penambahan jari itu adalah hal biasa. Dengan begitu kita
sebagai calon perawat dapat memberikan pengertian bahwa ketiga penyakit ini merupakan
kelainan, dan dapat diatasi oleh tenaga kesehatan jika dari pihak yang bersangkutan
43

menginginkannya. Serta kita juga harus memberikan persepsi penyakit ini tidak perlu
membuat pasien merasa malu atau minder karena masing-masing dari kita sudah diatur oleh
Allah SWT.































44

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2009.). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi
9, hlm 1393. Jakarta: EGC
Eaton, Marilyn, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatn Pediatrik, Volume 2. Jakarta: EGC
E.Nelson, Waldo.2000.Nelson Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta: EGC
Latif S. 2010. Cerebral palsy in children and young people. Available from:
https://www.cerebra.org.uk/SiteCollectionDocuments/CP%20brief.pdf

Anda mungkin juga menyukai