Anda di halaman 1dari 6

Kelainan Gen Tertaut Kelamin dalam Tubuh Manusia

Novelia Puspita Widyanto


102012059
A6
Novelia.p@hotmail.com
KAMPUS II UKRIDA FAKULTAS KEDOKTERAN
Jl. Terusan Arjuna No.6, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Latar Belakang
Manusia dilahirkan dengan berbagai tahapan yang kompleks. Sifat-sifat yang
dimiliki orangtua akan diwariskan kepada anaknya. Gen adalah pembawa sifat yang
menentukan dan mengatur perkembangan, metabolisme tubuh, dan menyampaikan
informasi genetik dari suatu generasi ke generasi berikutnya.1 Namun pada proses
perkembangan janin, dapat terjadi malformasi yang disebabkan oleh zat teratogen
seperti: bahan kimia, hormon, serta virus yang akan menyebabkan kelainan genetik
dan menghasilkan cacat bawaan (malformasi congenital) pada bayi. Tidak hanya zat
teratogen yang dapat menyebabkan kelainan genetik pada janin, tapi kelainan
genetik dapat diwariskan dari orangtua terhadap anaknya sebagai cacat bawaan yang
dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan mekanisme.
Makalah ini akan membahas kelainan genetik tertaut kelamin yang dapat
menyebabkan malformasi congenital, serta berbagai penjelasan mengenai dasar
terjadi hipertrikosis yang merupakan salah satu contoh cacat bawaan yang
disebabkan oleh kelainan genetik tertaut kromosom.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada skenario adalah seorang ibu yang melahirkan bayi laki-
laki mirip kera.

Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dasar terjadinya
kelainan genetik tertaut kelamin yang terjadi dalam tubuh manusia.

1
Isi

Skenario
Di sebuah surat kabar, tersiar berita seorang ibu dari kota X melahirkan bayi laki-
laki mirip kera. Dokter setempat yang membantu persalinannya mengatakan hal
tersebut terjadi karena suatu malformasi congenital.

Hipotesis
Kelainan hipertrikosis merupakan malformasi congenital yang terpaut pada
kromosom Y.

Studi Pustaka
Kromosom memiliki peran penting yaitu membawa sifat individu yang akan
diwariskan kepada generasi selanjutnya. Namun, pada perkembangannya yang tidak
sempurna akan ditemukan berbagai kelainan genetik yang akan diwariskan secara
turun-temurun. Kelainan genetik adalah penyimpangan dari sifat umum atau sifat
rata-rata manusia, serta merupakan penyakit yang muncul karena tidak berfungsinya
faktor-faktor genetik yang mengatur struktur dan fungsi fisiologi manusia. Salah
satu golongan kelainan genetik berdasarkan sifat alelnya yaitu kelainan genetik yang
disebabkan alel tertaut kromosom seks/kelamin.

Kelainan Gen yang Terpaut Kromosom Kelamin Manusia


Gen yang terpaut pada kromosom kelamin (gonosom) terdapat pada kromosom X
dan Y yang disebut dengan pautan seks (sex linkage).2 Sejauh penelitian para
ilmuwan, pada kenyataannya lebih banyak gen terpaut pada kromosom X daripada
kromosom Y. Gen abnormal terpaut kromosom X antara lain hemofilia yaitu
penyakit genetik yang ditandai dengan darah sukar membeku pada saat terjadi luka
karena tubuh gagal membentuk enzim tromboplastin yang berperan dalam
pembekuan darah; buta warna yaitu kelainan pada retina seseorang karena sel
kerucut tidak peka terhadap cahaya yang berwarna. Buta warna dibagi menjadi buta
warna Partial (tidak dapat mengenal warna tertentu) dan buta warna total (tidak
dapat membedakan semua jenis warna). Selain itu terdapat hidrosefalus, yakni
penyakit yang dibawa kromosom X resesif yang ditandai dengan besarnya kepala

2
karena adanya penimbunan cairan cerebrospinal dalam otak; anodontia yaitu
kelainan pada kromosom X resesif dan menyebabkan penderita tidak memiliki gigi
serta umumnya dijumpai pada pria; kebotakan yang banyak dijumpai pada lelaki;
anenamel yaitu kelainan gen X dominan yang ditandai dengan gigi penderita
kekurangan lapisan email sehingga berwarna cokelat dan lebih cepat rusak.2

Gen Abnormal Terpaut Kromosom Y


Gen yang terpaut kromosom Y tidak sebanyak seperti pada kromosom X. Sifat-sifat
yang tampak jika gen tersebut terpaut pada kromosom Y disebut Holandrik, antara
lain: gen resesif wt yang menyebabkan tumbuhnya kulit diantara jari-jari (terutama
jari kaki), sehingga tangan atau kaki penderita seperti kaki katak; gen resesif hg
menyebabkan pertumbuhan rambut panjang dan kaku di permukaan tubuh manusia,
sehingga menyerupai hewan landak; dan kelainan gen terpaut kromosom Y terakhir
adalah hipertrikosis.3

Hipertrikosis
Hipertrikosis merupakan kelainan turunan, yakni tumbuhnya rambut di bagian
tertentu pada tubuh manusia secara berlebih. Penyebab hipertrikosis adalah gen
resesif (h) yang terpaut pada kromosom Y sehingga sifat keturunan ini hanya
dimiliki oleh laki-laki.4
Oleh karena perkembangan teknologi dan ilmu kedokteran yang pesat, para ilmuwan
menemukan bahwa hipertrikosis dapat terjadi oleh karena bawaan lahir atau
diperoleh kemudian hari yang disebabkan adanya faktor ekstrinsik. Faktor ekstrinsik
yang menyebabkan hipertrikosis yaitu: malnutrisi, peradangan dermatosis lama, dan
obat-obatan.5 Pada kasus di skenario, diketahui bahwa bayi laki-laki mirip kera
tersebut mengalami hipertrikosis yang disebabkan oleh suatu malformasi congenital
yang merupakan cacat bawaan.

Malformasi Congenital
Malformasi congenital merupakan anomali perkembangan yang sudah terjadi pada
saat kelahiran.6 Beberapa diantaranya dapat diketahui pada saat dalam kandungan,
ada pula yang diketahui setelah dilahirkan. Kelainan tumbuh kembang yang bersifat
ringan menyebabkan sedikit atau bahkan tidak terjadi gangguan fungsi sama sekali.
Sedangkan kelainan tumbuh kembang yang bersifat lebih berat atau lebih signifikan

3
merupakan bagian dari suatu sindrom (kumpulan gejala atau tanda yang terjadi
bersamaan) yang merupakan bagian suatu malformasi yang lebih serius.

Cacat bawaan merupakan penyebab penting dari kelahiran mati. Kejadian cacat
bawaan dipengaruhi oleh umur, paritas, bangsa ibu, dan jenis kelamin janin.
Sindrom Down, misalnya sangat dipengaruhi oleh umur ibu, banyak terdapat pada
anak yang lahir dari ibu 35 tahun ke atas. Begitu pula dengan hidrosefal yang lebih
banyak terdapat pada anak dari ibu yang sudah lanjut usia. Selain itu hipertrikosis
yang lebih banyak terdapat pada bayi laki-laki dibandingkan pada bayi perempuan.
Terdapat tiga tahapan terjadinya malformasi kongenital, yaitu:
- Stadium pragerminal: adanya teratogen (semua faktor yang menyebabkan cacat
bawaan) pada saat fertilisasi yang menyebabkan abortus spontan.
- Stadium embrional: adanya teratogen pada hari ke 13 sampai minggu ke 12
(organogenesis).
- Stadium fetus: adanya teratogen pada bulan ke 3 yang akan menyebabkan
kelainan struktur anatomi/fisiologi pada saat kelahiran.

Ada 2 jenis malformasi kongenital, yaitu:


- Monotopik: kecacatan yang terjadi di satu daerah yang berdekatan, contoh:
sirenomelia (kaki menyatu sehingga bentuknya seperti sirip ikan),
holoprosencephaly (kegagalan berkembangnya forebrain dan wajah); robinson
defect (agenesis membran kloaka yang menyebabkan kegagalan pembentukan
alat kelamin eksternal, lubang anus, dan uretra); otocephaly (kegagalan
pembentukan rahang bawah, biasanya terjadi bersama holoprosencephaly)
- Politopik: kecacatan yang terjadi di tempat-tempat yang berbeda jauh letaknya,
contoh: goldenhart syndrome (kelainan pada daerah telinga dan tulang
belakang); d’George syndrome (kelainan teratology fallot pada jantung;
abnormal facies; aplasia thymus; dan bibir sumbing)

Malformasi kongenital yang merupakan cacat bawaan dapat berupa:

- Deformitas: bayi sebenarnya tumbuh dengan normal namun mengalami


kerusakan akibat pengaruh mekanik eksternal berupa kondisi rahim yang tidak
mendukung.

4
- Disrupsi: bayi sebenarnya tumbuh dengan normal namun mengalami kerusakan
akibat pengaruh mekanik eksternal berupa tali amnion yang mengganggu
perkembangan fetus (biasanya mengganggu perkembangan ekstremitas).
- Malformasi. Malformasi dapat berupa kelainan morfologi organ, abnormalitas
perkembangan organ yang bersifat intrinsik. Biasa penyebabnya multifaktorial.
- Sindrom malformasi menunjukkan adanya beberapa cacat yang tidak dijelaskan
oleh satu kesalahan lokal pemicu pada morfogenesis. Sindrom ini paling sering
disebabkan oleh satu faktor penyebab, misalnya infeksi virus atau kelainan
kromosom tertentu yang secara simultan memengaruhi jaringan.
- Sequence: beberapa kelainan yang timbul secara berurutan pada fetus.

Cacat bawaan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:7


- Faktor lingkungan: Rubela dapat menyebabkan katarak, kelainan janin, kelainan
telinga tengah; toksoplasmosis dapat menimbulkan kelainan susunan saraf pusat
(hidrosefal dan lain-lain); penyinaran dapat menimbulkan kelainan susunan saraf
pusat; intosikasi CO dapat menimbulkan hidrosefal dan anensefal; progesteron
dapat menimbulkan kelainan pada genitalia eksterna; begitu juga antibiotik yang
dapat menimbulkan kelainan pada janin.
- Faktor genetik: polidaktili dan hipertrikosis
- Kombinasi faktor 1 dan 2
Pada kenyataannya, kebanyakan cacat bawaan dapat dimasukkan dalam
golongan ini mengingat bahwa cacat bawaan sering bersifat multipel. Jadi,
apabila ditemukan suatu cacat bawaan, perlu dicurigai kemungkinan adanya
cacat lainnya.

Selain faktor-faktor diatas, berdasarkan cara terjadinya, terdapat cacat bawaan yang
disebabkan karena adanya kegagalan perkembangan atau agenesis yang
menyebabkan tidak adanya sel primordia yang membentuk organ/sebagian organ
(tidak terbentuk ginjal dan ganglion pada kolon); cacat bawaan yang disebabkan
karena adanya perkembangan yang tidak sempurna, seperti: pertumbuhan terhambat,
gagal bersatu, gagal berpisah, gagal migrasi, dan gagal metabolisme; cacat bawaan
yang disebabkan karena adanya perkembangan yang berlebih, seperti: gigantisme,
histogenesis yang berlebihan (hipertrikosis), jumlah bagian tubuh yang berlebih
(polidaktili).

5
Kesimpulan

Daftar Pustaka

1. Furqonita D. Seri IPA: biologi 3. Jakarta: Quadra; 2008.h.53.

2. Susilowarno G, Mulyadi SH, Murtiningsih EM, Umiyati. Biologi (diknas).

Jakarta: Grasindo; 2009.h.143.

3. Susilowarno G. Biologi SMA. Jakarta: Grasindo; 2009.h.122.

4. Karmana O. Cerdas belajar biologi. Jakarta: Grafindo Media Pratama; 2007.h.135.

5. Benheman, Kliegma, Arvin. Ilmu kesehatan anak nelson. Edisi ke-15. Jakarta:

EGC; 2000.h.2290.

6. Soediono J. Gangguan tumbuh kembang dentokraniofasial. Jakarta: EGC;

2009.h.1.

7. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Ilmu kesehatan

reproduksi: obstetri patologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2005.h.42

Anda mungkin juga menyukai