Anda di halaman 1dari 185

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah kelainan yang sudah ada
sejak lahir, dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non-genetik. 1
Kematian pada neonatus merupakan kejadian yang paling sering terjadi pada
anak-anak usia di bawah 5 tahun.2 Kelainan bawaan merupakan penyebab
kematian tersering ketiga setelah prematuritas dan gizi buruk.2 Di negara
maju, 30% dari seluruh seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit anak
terdiri dari penderita kelainan kongenital dan akibat yang ditimbulkannya. 1 Di
Asia Tenggara, jumlah penderita kelainan bawaan cukup tinggi yaitu
mencapai 5%.2 Di Indonesia, prevalensi kelainan bawaan mencapai angka 5
per 1.000 kelahiran.3 Di Ruang Perinatologi RSAB Harapan kita Jakarta
dari tahun 1994 2005 kelainan bawaan terdapat pada 2,55% dari seluruh
bayi yang lahir.1
Banyak faktor risiko dari kelainan kongenital, di antaranya faktor umur
ibu, hormonal, radiasi, dan gizi. Banyak kelainan kongenital yang tidak
diketahui penyebabnya. Faktor janin dan faktor lingkungan hidup janin diduga
dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau
hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. 2
Kelainan kongenital atau birth defect dapat berupa abnormalitas
kongenital (kasus terbesar), fetal diseases, genetic diseases, retardasi
perkembangan (mental) intra uterine, dan disabilitas. Proporsi perbandingan
kelahiran dengan kecacatan dan jumlah kelahiran absolut di negara-negara
berkembang lebih besar bila dibandingkan dengan negara-negara maju. Birth
defects yang berat dapat bersifat letal, sedangkan bagi yang dapat bertahan
hidup akan mengalami disabilitas mental, fisik, auditorik atau visual. Dari data
yang ada minimal ada 3,3 juta anak balita meninggal karena birth defect tiap
tahunnya. Dan sebanyak 3,2 juta yang hidup mengalami disabilitas sepanjang
hidupnya. Setiap tahun lebih kurang 7,9 juta anak-anak (6% dari total
kelahiran di dunia), lahir dengan birth defect yang berat karena disebabkan

faktor genetik atau partially genetic. Ditambah lagi adanya ratusan ribu yang
lahir dengan birth defect berat sebagai akibat dari penyebab post konsepsi
seperti ibu yang terpapar agen lingkungan (teratogen) seperti alkohol, rubella,
syphilis, defisiensi yodium, dan thalassemia yang dapat membahayakan janin
yang sedang berkembang.3
Kelahiran bayi dengan

kelainan bawaan ini juga menimbulkan

berbagai permasalahan dalam keluarga, meliputi perasaan tertekan, malu, rasa


bersalah, serta perhatian dan pembiayaan yang lebih besar daripada anak yang
lahir normal. Sebagian besar orang tua yang mempunyai anak dengan kelainan
bawaan ini tidak mengetahui apa yang telah terjadi dan bagaimana kelanjutan
hidup anak tersebut.1 Selama ini di negara-negara dengan income sedang atau
rendah hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali perbaikan pada
angka kematian bayi karena birth defect, sehingga upaya-upaya surveillance,
pencegahan dan promosi tentang insidensi birth defect ini sangat perlu
dikembangkan secara seksama dan segera.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi Kelainan Kongenital


Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak

lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang
mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi.1
2.2.

Etiologi
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali tidak diketahui secara

pasti. Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.4
Etiologi kelainan bawaan dapat dibedakan menjadi:1
1.

Faktor genetik
Kelainan karena faktor genetik adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh

kelainan pada unsur pembawa keturunan yaitu gen. Kelainan yang disebabkan
oleh faktor genetik dikelompokkan ke dalam kelainan akibat mutasi gen tunggal,
kelainan aberasi kromosom, dan kelainan multifaktorial (gabungan genetik dan
pengaruh lingkungan).
a. Kelainan mutasi gen tunggal (single gen mutant)
Kelainan single gen mutant atau disebut juga pola pewarisan Mendel
(Mendelian) terbagi 4 macam antara lain: autosomal resesif, autosomal
dominan, x-linked recessive, x-linked dominant.
b. Gangguan keseimbangan akibat kelainan aberasi kromosom
Kelainan kromosom dibagi atas aberasi numerik dan aberasi struktural.
Kelainan pada struktur kromosom seperti delesi, translokasi, inversi, dan
lain sebagainya, ataupun perubahan pada jumlahnya (aberasi kromosom
numerik/ aneuploidi) yang biasanya berupa trisomi, monosomi, tetrasomi,
dan lain sebagainya. Kelainan bawaan berat (biasanya merupakan anomali
multipel) seringkali disebabkan aberasi kromosom. Aberasi numerik
3

timbul karena terjadinya kegagalan proses replikasi dan pemisahan sel


anak yang disebut juga nondisjunction. Sedangkan aberasi struktural
terjadi apabila kromosom terputus, kemudian dapat bergabung kembali
atau hilang.
2.

Faktor non-genetik
Kelainan oleh faktor non-genetik dapat disebabkan oleh obat-obatan,

teratogen, dan radiasi. Teratogen adalah obat, zat kimia, infeksi, penyakit ibu,
yang berpengaruh pada janin sehingga menyebabkan kelainan bentuk atau fungsi
pada bayi yang dilahirkan.
Tabel 1. Teratogen yang Berkaitan dengan Malformasi pada Manusia
Teratogen yang Berkaitan dengan Malformasi pada Manusia
Teratogen
Malformasi Kongenital
Agen infeksi
Virus Rubella
Katarak, glaukoma, cacat jantung, tuli, kelainan gigi
Sitomegalovirus
Mikrosefalus, kebutaan, retardasi mental, kematian janin
Virus Herpes
Mikroftalmia, mikrosefalus, displasia retina
Simpleks
Virus varisela
HIV
Toksoplasma
Sifilis
Agen fisik
Sinar X
Hipertermia

Hipoplasia extremitas, retardasi mental, atrofi otot


Mikrosefalus, retardasi pertumbuhan
Hidrosefalus, kalsifikasi serebrum, mikroftalmia
Retardasi mental, ketulian
Mikrosefalus, spina bifida, cacat ekstremitas
Anensefalus, Retardasi mental, cacat wajah, kelainan
jantung , omfalokel, cacat ekstremitas

Bahan Kimia
Talidomid
Aminopretin
Difenihidantoin

Cacat ekstremitas, malformasi jantung


Anensefalus, hidrosefalus, bibir dan langit-langit sumbing
Sindrom hidantoin janin: cacat wajah, retardasi mental

(fenitoin)
Asam valproat

Cacat tabung saraf, anomali

Trimetadion

jantung/kraniofasial/ekstremitas
langit-langit sumbing, cacat jantung, kelainan urogenital

Litium
Amfetamin
Warfarin
Inhibitor ACE

dan tulang
Malformasi jantung
Bibir dan langit-langit sumbing, cacat jantung
Kondroplasia, mikrosefalus
Retardasi pertumbuhan, kematian janin
4

Kokain

Retardasi pertumbuhan, mikrosefalus, kelainan perilaku,

Alkohol

gastroskisis
Sindrom alkohol janin, fisura palpebra pendek, hipoplasi

Isotretinoin (vitamin

maksila, cacat jantung, retardasi mental


Embriopati vit A : telinga kecil dan berbentuk abnormal,

A)

hipoplasia mandibula, langit-langit sumbing, cacat

Pelarut industri

jantung
Berat badan lahir rendah, cacat kraniofasial dan tabung

Merkuri organik

saraf
Gejala neurologis serupa dengan yang disebabkan oleh
cerebral palsy
Retardasi pertumbuhan, gangguan neurologis

Timbal
Hormon
Bahan androgenik

Maskulinisasi genitalia wanita: labia menyatu, hipertrofi

(etisteron,

klitoris

norestisteron)
Dietilstilbesterol

Malformasi uterus, tuba uterina, dan vagina bagian atas;

(DES)
Diabetes ibu

kanker vagina; malformasi testis


Berbagai malformasi; tersering cacat jantung dan tabung

Obesitas ibu

saraf
Cacat jantung,omfalokel

2.3.

Embriogenesis1
Embriogenesis normal merupakan proses yang sangat kompleks.
Perkembangan pranatal terdiri dari 3 tahap yaitu:
1. Tahap

implantasi

(implantation

stage),

dimulai

pada

saat

fertilisasi/pembuahan sampai akhir minggu ketiga kehamilan.


2. Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu keempat sampat
minggu ketujuh kehamilan:

Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitif.

Jaringan saraf berproliferasi sangat cepat dengan menutupnya


tabung saraf (neural tube) dan fleksi dari segmen anterior
membentuk bagian-bagian otak.

Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi


melalui sistem vaskular yang baru terbentuk meskipun struktur
jantung belum terbentuk sempurna.

Terlihat primordial dari struktur wajah, ekstremitas dan organ


dalam.

3. Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada
tahap ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam
ukuran, pertumbuhan progresif struktur skeletal, muskulus dan
terutama otak.
Embriogenesis abnormal1,4

2.4.

Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat


menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan
yang timbul tergantung pada jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme
perkembangan, dan waktu pada saat terjadinya. Penyimpangan pada tahap
implantasi

dapat

merusak

embrio

dan

menyebabkan

abortus

spontan.

Diperkirakan 15% dari seluruh konsepsi akan berakhir pada periode ini.
Bila proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi
struktur, dapat berkisar dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai ukuran daun
telinga yang kecil.
Proses kematian sel yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan,
antara lain sindaktili, atresia ani. Fungsi jaringan yang tidak sempurna akan
menyebabkan celah bibir dan langit-langit. Beberapa zat teratogen dapat
mengganggu perkembangan, tetapi efeknya sangat dipengaruhi oleh waktu pada
saat aktivitas teratogen berlangsung selama tahap embrio.
2.5.

Patogenesis
Berdasarkan patogenesisnya, kelainan kongenital dibagi menjadi:1,5
1. Malformasi
Malformasi adalah suatu proses kelainan yang disebabkan oleh kegagalan
atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis.
Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti,

melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu


kelainan struktur yang menetap. Kelainan ini mungkin terbatas hanya pada
satu daerah anatomi, mengenai seluruh organ, atau mengenai berbagai
sistem tubuh yang berbeda.
2. Deformasi
Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal
sehingga mengubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang
semula berkembang normal, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia
(mandibula yang kecil).
3. Disrupsi
Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang
semula berkembang normal. Berbeda dengan deformasi yang hanya
disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia,
perdarahan atau perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai
beberapa jaringan yang berbeda. Perlu ditekankan bahwa bahwa baik
deformasi maupun disrupsi biasanya mengenai struktur yang semula
berkembang normal dan tidak menyebabkan kelainan intrinsik pada
jaringan yang terkena.

4. Displasia
Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah
displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan
struktur) akibat fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam
jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat
penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai kelainan
produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh
mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik, efek
klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga
patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan
efek dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang
ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relative

berlangsung singkat. Displasia dapat terus menerus menimbulkan


perubahan kelainan seumur hidup.
2.6.

Klasifikasi Kelainan Kongenital

1.

Menurut European Registration of Congenital Anomalies (2010)


Kelainan kongenital dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang
dapat dilihat pada halaman lampiran.

2. Menurut Gejala Klinis


Kelainan kongenital dikelompokkan berdasarkan hal-hal berikut:
a. Kelainan tunggal (single-system defects)
Porsi terbesar dari kelainan kongenital terdiri dari kelainan yang hanya
mengenai satu regio dari satu organ (isolated). Contoh kelainan ini
yang juga merupakan kelainan kongenital yang tersering adalah celah
bibir, club foot, stenosis pilorus, dislokasi sendi panggul kongenital
dan penyakit jantung bawaan. Sebagian besar kelainan pada kelompok
ini penyebabnya adalah multifaktorial.
b. Asosiasi (Association)
Asosiasi adalah kombinasi kelainan kongenital yang sering terjadi
bersama-sama.

Istilah

asosiasi

untuk

menekankan

kurangnya

keseragaman dalam gejala klinik antara satu kasus dengan kasus yang
lain. Sebagai contoh Asosiasi VACTERL (vertebral anomalies, anal
atresia,

cardiac

malformation,

tracheoesophageal

fistula,

renal

anomalies, limbs defects). Sebagian besar anak dengan diagnosis ini


tidak mempunyai keseluruhan anomali tersebut, tetapi lebih sering
mempunyai variasi dari kelainan di atas.
c. Sekuensial (Sequences)
Sekuensial adalah suatu pola dari kelainan multiple dimana kelainan
utamanya diketahui. Sebagai contoh, pada Potter Sequence kelainan
utamanya adalah aplasia ginjal. Tidak adanya produksi urin
mengakibatkan jumlah cairan amnion setelah kehamilan pertengahan

akan berkurang dan menyebabkan tekanan intrauterine dan akan


menimbulkan deformitas seperti tungkai bengkok dan kontraktur pada
sendi serta menekan wajah (Potter Facies). Oligoamnion juga berefek
pada pematangan paru sehingga pematangan paru terhambat. Oleh
sebab itu bayi baru lahir dengan Potter Sequence biasanya lebih
banyak meninggal karena distress respirasi dibandingkan karena gagal
ginjal.
d. Kompleks (Complexes)
Istilah ini menggambarkan adanya pengaruh berbahaya yang mengenai
bagian utama dari suatu regio perkembangan embrio, yang
mengakibatkan kelainan pada berbagai struktur berdekatan yang
mungkin sangat berbeda asal embriologinya tetapi mempunyai letak
yang sama pada titik tertentu saat perkembangan embrio. Beberapa
kompleks

disebabkan

oleh

kelainan

vaskuler.

Penyimpangan

pembentukan pembuluh darah pada saat embriogenesis awal, dapat


menyebabkan kelainan pembentukan struktur yang diperdarahi oleh
pembuluh darah tersebut. Sebagai contoh, absennya sebuah arteri
secara total dapat menyebabkan tidak terbentuknya sebagian atau
seluruh tungkai yang sedang berkembang. Penyimpangan arteri pada
masa embrio mungkin akan mengakibatkan hipoplasia dari tulang dan
otot yang diperdarahinya. Contoh dari kompleks, termasuk hemifacial
microsomia, sacral agenesis, sirenomelia, Poland Anomaly, dan
Moebius Syndrome.
e. Sindrom
Kelainan kongenital dapat timbul secara tunggal (single), atau dalam
kombinasi tertentu. Bila kombinasi tertentu dari berbagai kelainan ini
terjadi berulang-ulang dalam pola yang tetap, pola ini disebut dengan
sindrom. Istilah syndrome berasal dari bahasa Yunani yang berarti
berjalan bersama. Pada pengertian yang lebih sempit, sindrom
bukanlah suatu diagnosis, tetapi hanya sebuah label yang tepat.

Apabila penyebab dari suatu sindrom diketahui, sebaiknya dinyatakan


dengan nama yang lebih pasti, seperti Hurler syndrome menjadi
Mucopolysaccharidosis type I. Sindrom biasanya dikenal setelah
laporan oleh beberapa penulis tentang berbagai kasus yang mempunyai
banyak persamaan. Sampai tahun 1992 dikenal lebih dari 1.000
sindrom dan hampir 100 diantaranya merupakan kelainan kongenital
kromosom. Sedangkan 50% kelainan kongenital multipel belum dapat
digolongkan ke dalam sindrom tertentu.
3. Menurut Berat Ringannya
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a. Kelainan mayor
Kelainan mayor adalah kelainan yang memerlukan tindakan medis
segera demi mempertahankan kelangsungan hidup penderitanya.
b. Kelainan minor
Kelainan minor adalah kelainan yang tidak memerlukan tindakan
medis.
4. Menurut Kemungkinan Hidup Bayi
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a. Kelainan kongenital yang tidak mungkin hidup, misalnya anensefalus.
b. Kelainan kongenital yang mungkin hidup, misalnya sindrom down,
spina

bifida,

meningomielokel,

fokomelia,

hidrosefalus,

labiopalastokisis, kelainan jantung bawaan, penyempitan saluran cerna,


dan atresia ani.
5. Menurut Bentuk/Morfologi
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a. Gangguan pertumbuhan atau pembentukan organ tubuh, dimana tidak
terbentuknya organ atau sebagian organ saja yang terbentuk, seperti
anensefalus, atau terbentuk tapi ukurannya lebih kecil dari normal,
seperti mikrosefali.

10

b. Gangguan penyatuan/fusi jaringan tubuh, seperti labiopalatoskisis,


spina bifida
c. Gangguan migrasi alat, misalnya malrotasi usus, testis tidak turun.
d. Gangguan invaginasi suatu jaringan, misalnya pada atresia ani atau
vagina
e. Gangguan terbentuknya saluran-saluran, misalnya hipospadia, atresia
esofagus
6. Menurut Tindakan Bedah yang Harus Dilakukan
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a. Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan segera, dan bantuan
tindakan harus dilakukan secepatnya karena kelainan kongenital
tersebut dapat mengancam jiwa bayi.
b. Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan yang direncanakan,
pada kasus ini tindakan dilakukan secara elektif
2.7.

Diagnosis
DIAGNOSIS ANTENATAL/PRANATAL
Dilakukan pada wanita hamil yang mempunyai faktor resiko
kongenital

(keturunan, kelainan kongenital

anak

yang dilahirkan

sebelumnya, usia ibu mendekati menopause, dll)


Bentuk Kelainan Kongenital :

Kelainan skeletal, Cardiovaskuler, SSP, genitourinaria dan


GIT
Dilakukan pada :

Ibu penderita epilepsi, minum antikonvulsan resiko


kelainan kongenital 2-3 x (kelainan jantung kongenital, bibir
sumbing atau palatoskizis, retardasi mental, dll)

Ibu peminum obat antikonvulsan lain : fenotoin, litium,


barbiturat, benzodiazepin

Ibu pemakai obat sitostatika, antikoagulansia, steroid, obat


psikotropika

11

Ibu usia lanjut atau pemeriksaan Alfa fetoproteinnya (AFP)


Jenis Pemeriksaan :

Pemeriksaan Radiologik,

USG

Darah ibu terhadap AFP (16-20 mg kehamilan)

Fetoskopi

Pengambilan sampel darah janin

Amniosentesis dengan analisa cairan amnion, biopsi vilus


korion
Pemeriksaan USG pada midtrimester

kehamilan

dapat

mendeteksi :

Hidrosefalus dengan atau tanpa spina bifida

Defek tuba neural

Porensefali

Kelainan jantung bawaan yang besar

Penyempitan GIT (atresia duodenum)

Kelainan sistem genitourinaria (kista ginjal) dan


kelainan paru (kista paru)
Pemeriksaan Amniocentesis transabdominal (14-20 mg

kehamilan)
Pemeriksaan Cairan amnion
Pemeriksaan Genetik/kromosom
Pemeriksaan AFP terhadap defek tuba neural (anensefali,
meningomielokel), dll
Pemeriksaan Biopsi vilus korion pemeriksaan sel secara
langsung/kultur sel.
2.8.

Pencegahan

Pencegahan Primer
Upaya pencegahan primer dilakukan untuk mencegah ibu hamil agar tidak
mengalami kelahiran bayi dengan kelainan kongenital, yaitu dengan :

12

a. Tidak melahirkan pada usia ibu risiko tinggi, seperti usia lebih dari 35
tahun agar tidak berisiko melahirkan bayi dengan kelainan kongenital.
b. Mengonsumsi asam folat yang cukup bila akan hamil. Kekurangan asam
folat pada seorang wanita harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum wanita
tersebut hamil, karena kelainan seperti spina bifida terjadi sangat dini.
Maka kepada wanita yang hamil agar rajin memeriksakan kehamilannya
pada trimester pertama dan dianjurkan kepada wanita yang berencana
hamil untuk mengonsumsi asam folat sebanyak 400mcg/hari. Kebutuhan
asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari. Asam folat banyak
terdapat dalam sayuran hijau daun, seperti bayam, brokoli, buah alpukat,
pisang, jeruk, berry, telur, ragi, serta aneka makanan lain yang diperkaya
asam folat seperti nasi, pasta, kedelai, sereal.
c. Perawatan Antenatal (Antenatal Care)
Antenatal care mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya
menurunkan angka kematian ibu dan perinatal. Dianjurkan agar pada
setiap kehamilan dilakukan antenatal care secara teratur dan sesuai dengan
jadwal yang lazim berlaku. Tujuan dilakukannya antenatal care adalah
untuk mengetahui data kesehatan ibu hamil dan perkembangan bayi
intrauterin sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal dalam
menghadapi persalinan, puerperium dan laktasi serta mempunyai
pengetahuan yang cukup mengenai pemeliharaan bayinya. Perawatan
antenatal juga perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya persalinan
prematuritas atau berat badan lahir rendah yang sangat rentan terkena
penyakit infeksi. Selain itu dengan pemeriksaan kehamilan dapat dideteksi
kelainan kongenital. Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling
sedikit 4 kali selama masa kehamilan dengan distribusi kontak sebagai
berikut:
c.1. Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu.
c.2. Minimal 1 kali pada trimester II (K2), usia kehamilan 13-24 minggu.
c.3. Minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan >24
minggu

13

d. Menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan, dan alkohol karena


dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti atresia ani, celah bibir dan
langit-langit.
Pencegahan Sekunder
a. Diagnosis
Diagnosis kelainan kongenital dapat dilakukan dengan cara:
a.1. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara dini
beberapa kelainan kehamilan/pertumbuhan janin, kehamilan ganda,
molahidatidosa, dan sebagainya. Beberapa contoh kelainan kongenital
yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan non invasive (ultrasonografi)
pada midtrimester kehamilan adalah hidrosefalus dengan atau tanpa
spina bifida, defek tuba neural, porensefali, kelainan jantung bawaan
yang besar, penyempitan sistem gastrointestinal (misalnya atresia
duodenum yang memberi gambaran gelembung ganda), kelainan sistem
genitourinaria (misalnya kista ginjal), kelainan pada paru sebagai kista
paru, polidaktili, celah bibir, mikrosefali, dan ensefalokel.
a.2. Pemeriksaan cairan amnion (amnionsentesis)
Amnionsentesis dilakukan pada usia kehamilan 15-19 minggu dengan
aspirasi per-abdomen dengan tuntunan USG. Dari cairan amnion
tersebut dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut antara lain
pemeriksaan genetik/kromosom, pemeriksaan alfa-feto-protein terhadap
defek tuba neural (anensefali, mengingomielokel), pemeriksaan
terhadap beberapa gangguan metabolic (galaktosemia, fenilketonurua),
dan pemeriksaan lainnya.
a.3. Pemeriksaan Alfa feto protein maternal serum (MSAFP).
Apabila serum ini meningkat maka pada janin dapat diketahui
mengalami defek tuba neural, spina bifida, hidrosefalus, dan lain-lain.

14

Apabila serum ini menurun maka dapat ditemukan pada sindrom down
dan beberapa kelainan kromosom.
a.4. Biopsi korion
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kelainan kromosom pada
janin, kelainan metabolik, kelainan genetik dapat dideteksi dengan
analisis DNA, misalnya talasemia dan hiperplasia adrenal kongenital.
a.5. Fetoskopi/kordosentesis
Untuk mengenal kelainan kongenital setelah lahir, maka bayi yang baru
lahir perlu diperiksa bagian-bagian tubuh bayi tersebut, yaitu bentuk
muka bayi, besar dan bentuk kepala, bentuk daun telinga, mulut, jarijari, kelamin, serta anus bayi.
b. Pengobatan
Pada umumnya penanganan kelainan kongenital pada suatu organ tubuh
umumnya memerlukan tindakan bedah. Beberapa contoh kelainan
kongenital yang memerlukan tindakan bedah adalah hernia, celah bibir dan
langit-langit, atresia ani, spina bifida, hidrosefalus, dan lainnya. Pada kasus
hidrosefalus, tindakan non bedah yang dilakukan adalah dengan pemberian
obat-obatan yang dapat mengurangi produksi cairan serebrospinal.
Penanganan PJB dapat dilakukan dengan tindakan bedah atau obat-obatan,
bergantung pada jenis, berat, dan derajat kelainan.
Pencegahan Tersier
Upaya pencegahan tersier dilakukan untuk mengurangi komplikasi penting
pada pengobatan dan rehabilitasi, membuat penderita cocok dengan situasi yang
tak dapat disembuhkan. Pada kejadian kelainan kongenital pencegahan tersier
bergantung pada jenis kelainan. Misalnya pada penderita sindrom down, pada saat
bayi baru lahir apabila diketahui adanya kelemahan otot, bisa dilakukan latihan
otot

yang

akan

membantu

mempercepat

kemajuan

pertumbuhan

dan

15

perkembangan anak. Bayi ini nantinya bisa dilatih dan dididik menjadi manusia
yang mandiri untuk bisa melakukan semua keperluan pribadinya.
Banyak orang tua yang syok dan bingung pada saat mengetahui bayinya
lahir dengan kelainan. Memiliki bayi yang baru lahir dengan kelainan adalah
masa-masa yang sangat sulit bagi para orang tua. Selain stres, orang tua harus
menyesuaikan dirinya dengan cara-cara khusus. Untuk membantu orang tua
mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan suatu tim tenaga kesehatan yang
dapat mengevaluasi dan melakukan penatalaksanaan rencana perawatan bayi dan
anak sesuai dengan kelainannya.
2.9.

Contoh Kelainan Kongenital

Berdasarkan faktor genetik


1. Kromosomal
Sel somatik manusia normal mengandung 46 kromosom; gamet normal
mengandung 23 kromosom. Sel somatik normal bersifat diploid atau 2n; gamet
normal adalah haploid. Kelainan dalam jumlah kromosom dapat berasal
sewaktu pembelahan meiotik atau mitotik. Namun, terkadang pembelahan
tidak terjadi (nondisjuction). Akibatnya, satu sel menerima 24 kromosom dan
yang lain 22 kromosom.

Gambar 1. Kromosom Manusia

16

Jika, saat pembuahan, sebuah gamet yang memiliki 23 kromosom


menyatu dengan sebuah gamet dengan 24 atau 22 kromosom, hasilnya adalah
individu dengan 47 kromosom (trisomi) atau 45 kromosom (monosomi).
a. Monosomi (2n-1)
Sindrom Turner, dengan kariotipe 45,X, adalah satu-satunya monosomi
yang masih memungkinkan kehidupan. Namun, 98% janin dengan
sindrom ini mengalami abortus spontan. Yang bertahan hidup memiliki
penampilan jelas wanita dan ditandai oleh tidak adanya ovarium
(disgenesis gonad) dan perawakan pendek. Kelainan lain yang sering
ditemukan adalah leher bersayap, limfedema ekstremitas, kelainan tulang
dan dada lebar dengan puting terpisah jauh. Pada 80% dari para wanita ini,
penyebabnya adalah nondisjunction pada gamet pria.

Gambar 2. Sindrom Turner

17

Gambar 3. Manifestasi Klinis Sindrom Turner

Gambar 4. Webbed Neck

18

Gambar 5. USG Sindrom Turner


Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada kehamilan 11 13 minggu.
Sekitar 60% bayi dengan kelainan ini didapatkan nuchal translucency yang
positif yaitu lebih dari 3 milimeter.
b. Trisomi (2n+1)
Trisomi 21 (sindrom down)
Biasanya di sebabkan

tambahan

salinan

kromosom

21.

Gambarannya: retardasi pertumbuhan; retardasi mental dengan derajat


bervariasi; kelainan kraniofasial, termasuk kelopak mata sipit ke atas,
lipatan epikantus (lipatan kulit tambahan di sudut medial mata), wajah
datar, dan telinga kecil; cacat jantung dan hipotonia.
Pada 95% kasus ini disebabkan oleh trisomi 21 karena
nondisjunction meiotik, dan 75% dari kasus ini nondisjuction terjadi
sewaktu pembentukan oosit. Insidens sind.down sekitar 1:2000
konseptus untuk wanita berusia kurang dari 25 tahun. Risiko ini
meningkat seiring dengan usia ibu dari 1:300 pada usia 35th menjadi
1:100 pada usia 40th.

19

Gambar 6. Kromosom Sindrom Down

Gambar 7. Manifestasi Klinis Sindrom Down

Gambar 8. Fetal Nasal Bone


Fetal nasal bone yaitu pemeriksaan tulang hidung janin yang bisa
dilihat setelah kehamilan 11 minggu. 3 dari 4 bayi dengan down

20

syndrome tidak menunjukan adanya tulang hidung. Jika fetal nasal


bone tidak terlihat pada pemriksaan ini, maka pemeriksaan dapat
diulang 1 minggu kemudian.

Trisomi 18 (sind. edward)


Gambarannya sebagai berikut : retardasi mental, cacat jantung
kongenital, telinga letak rendah, dan flexi jari tangan dan tangan. Selain
itu,pasien sering mengalami mikrognatia, anomali ginjal, sindaktili, dan
malformasi sistem rangka. Insiden kelahiran ini sekitar 1:5000
neonatus. 85% meninggal pada usia kehamilan antara 10 minggu dan
aterm, sedangkan yang lahir biasanya meninggal pada usia 2 bulan.

Gambar 9. Trisomi 18

21

Gambar 10. Sindrom Edward

Trisomi 13 (Sindrom Patau)


Sindrom ini terjadi jika pasien memiliki lebih satu kromosom pada
pasangan kromosom ke-13 karena tidak terjadinya persilangan antara
kromosom saat proses meiosis. Kelainan utamanya adalah retardasi
mental, holoprosensefalus, cacat jantung kongenital, tuli, bibir dan
langit-langit sumbing dn cacat mata, misal mikroftalmia, anoftalmia,
dan koloboma. Insiden kejadiannya sekitar 1:20.000 kelahiran hidup,
dan lebih dari 90% bayi meninggal pada bulan pertama setelah lahir.

Gambar 11 Trisomi 13

22

Gambar 12. Sindrom Patau


c. Trisomi Kromosom Sex
Sindrom Triple X, 47, XXX, kelainan ini biasanya terjadi pada sel
telur ibu atau sperma ayah yang tidak terbentuk sempurna. Kromosom
X tambahan biasanya didapatkan dari ibu. Semakin tua usia ibu, maka
kemungkinannya semakin besar. Sekitar 1:1000 bayi perempuan.
Sindrom triple X ini bersifat infantil, dengan haid sedikit dan sedikit
banyak mengalami retardasi mental.
Ciri-ciri:
Lebih tinggi dari orang normal ( 172cm)
Kepala kecil
Mongolisme
Terdapat lipatan kulit pada epichantal
Memiliki masalah dalam pemahaman
Payudara tidak berkembang
Menstruasi tidak teratur dan steril
Mengalami gangguan mental
Pada umumnya tidak berumur panjang
23

Gambar 13. Kromosom Triple X

Gambar 14. Manifestasi Klinis Triple X

Sindrom Klinefelter, 47, XXY, ditemukan hanya pada pria dan


biasanya terdeteksi saat pubertas, yaitu sterilitas, atrofi testis tapi
pemesaran penis normal, hialinisasi tubulus semeniferus, dan biasanya
ginekomastia. Sel-sel memiliki 47 kromosom dengan 1 komplemen
kromosom seks tipe XXY, dan 1 badan kromatin seks. Insidensinya
sekitar 1:500 pria. Nondisjuntion homolog XX adalah penyebab
tersering. Kadang-kadang pasien dengan sindrom Klinefelter memiliki
48 kromosom: 44 autosom dan 4 kromosom seks (XXXY). Meskipun

24

retardasi mental bukan merupakan gambaran umum sindrom ini,


semakin banyak terdapat kromosom X semakin besar kemungkinan
terjadinya gangguan mental.

Gambar 15. Kromosom Klinefelter

Gambar 16. Sindrom Klinefelter


d. Kelainan struktur kromosom
Cri-du-chat syndrome
Sindroma ini diberi nama cri du chat karena sejak masih bayi dan
untuk seterusnya suara tangisnya mirip suara kucing. Karyotipe
penderita sindroma cri-du-chat ini menunjjukkan adanya delesi pada
25

lengan pendek dari autosom nomor 5. Karena delesi terjadi pada


autosom, maka sindroma cri-du-chat dapat diderita oleh perempuan
maupun laki-laki. Penderita sindroma cri-du-chat tidak mewariskan
kromosom yang mengalami defisiensi itu kepada keturunannya. Akan
tetapi kadang-kadang potongan dari autosom nomor 5 itu mengadakan
translokasi dengan autosom nomor 15. Tangisan yang melengking
timbul akibat kelainan perkembangan pita suara posterior. Hal inilah
yang menyebabkan pemberian nama cri-du-chat (bahasa prancis) yang
berarti tangisan kucing.
Sindrom cri-du-chat diperkirakan terjadi di setiap satu dari 50.000
kelahiran hidup. Hal ini dapat terjadi di semua ras dan kedua jenis
kelamin, dimana perbandingan perempuan dengan laki-laki adalah 4:3.
Individu cri-du-chat memiliki 10% kematian selama masa pertumbuhan
karena terkait dengan komplikasi jantung bawaan yang cacat, hypotonia
dan kesulitan makan. jika masalah ini di kontrol, kebanyakan penderita
sindrom cri-du-chat memiliki siklus hidup yang normal.
Kromosom yang mengandung gen yang bertanggung jawab untuk
fitur utama dari sindrom cri-du-chat terletak di band 5p15.2 (kromosom
no.5 lengan pendek,nregio 15, pita no.2), sedangkan yang menyebabkan
tangisan seperti suara kucing berada di band 5p15.3. Hal ini akan
menjelaskan mengapa beberapa bayi dengan fitur-fitur lain dari
sindroma tidak memiliki karakteristik seperti kucing dan beberapa bayi
menangis tetapi dengan karakteristik yang lain.
Tanda-tanda yang dapat dilihat pada penderita sindroma cri-du-chat
diantaranya:
-

mikrosefalus (kepala kecil)

muka lebar

hidung seperti pelana

kedua mata berjauhan letaknya

kelopak mata mempunyai lipatan epikantus

memperlihatkan gangguan mental

IQ rendah (20-40)

26

Selain gejala-gejala yang lazim ditemukan pada penderita sindroma


cri-du-chat, pada pemeriksaan fisik juga ditemukan:
-

Hernia Inguinalis

Diastasis Rekti (otot-otot perut terpisah)

Otot kendur

Lipatan telinga yang tidak lengkap atau abnormal

Gambar 17. Sindrom Cri-du-chat

Sindrom Angelman dan Sindrom Prader-Willi


Mikrodelesi yang hanya mengenai beberapa gen yang berdekatan,
dapat menyebabkan contiguous gene syndrome. Salah satu contoh
mikrodelesi adalah yang terjadi di lengan panjang kromosom 15
(15q11-15q13). Jika delesi di kromosom ibu menyebabkan sindrom
Angelman, dan anak yang bersangkutan mengalami retardasi mental,
tidak dapat berbicara, mengalami gangguan perkembangaan motorik,
dan rentan terhadap serangan tawa yang spontan dan berkepanjangan.
Jika cacat diwariskan di kromosom ayah, timbullah sindrom PraderWilli; individu yang terjangkit memperlihatkan hipotonia, obesitas,
retardasi mental, hipogonadisme dan kriptorkidimus.

27

Gambar 18. Sindrom Angelman

Gambar 19. Sindrom Prader-Willi


Wolf-Hirschhorn syndrome
Sindroma 4p- (sindroma Wolf-Hirschhorn) adalah suattu kelainan
kromosom yang ditandai dengan monosomi parsia kromosom 4p dan
menyebabkan berbagai kelainan pada tubuh. Empat ciri utama sindroma
ini adalah gambaran dismorfik wajah, hambatan dalam perkembangan
dan pertumbuhan, gangguan intelektual dan kejang.

28

Sindroma ini terjadi akibat kelainan kromosom yang terjadi secara


acak saat pembentukan sel-sel reproduktif (sel telur atau sperma) atau
pada tahap awal perkembangan janin.
Gejala pada saat lahir, bayi telah enunjukkan gambaran wajah
dismorfik:
- Hipertelorisme okular (jarak antara kedua mata sangat lebar)
- Jembatan hidung yang datar dan dahi yang tinggi (seperti helm
prajurit Yunani)
- Hidung lebar atau seperti paruh
- Mikrosefalus (kepala kecil)
- Letak telinga lebih rendah
- Jarak antara hidung dengan bibir atas yang dekat
- Sudut mulut mengarah ke bawah
- Dagu yang kecil (Mikrognatia)
- Pembentukkan telinga yang kurang baik dengan lubang yang kecil
atau adanya lipatan-lipatan kulit
- Wajah asimetris
- Kelainan pada kulit kepala
- Kelopak mata atas turun (ptosis)
- Koloboma iris (celah pada iris mata)
- Celah pada bibir / langit-langit

29

Gambar 20. Sindrom Wolf-Hirschhorn


e. Kelainan kromosom lainnya

Cyclopia

Gambar 21. Cyclopia


2. Sistem Saraf
Neural Tube Defects

30

a. Anensefalus
Anencepalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang
tengkorak dan otak tidak terbentuk. Anensefalus merupakan suatu kelainan
tabung saraf (suatu kelainan yang terjadi pada awal perkembangan janin yang
menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak dan korda spinalis).
Anencepalus terjadi karena kegagalan menutupnya tempurung tengkorak.
ETIOLOGI
Kebanyakan bayi yang lahir dengan kelainan bawaan memiliki orang tua
yang jelas-jelas tidak memiliki gangguan kesehatan maupun factor resiko.
Sebanyak 60% kasus kelainan bawaan penyebabnya tidak diketahui, sisanya
disebabkan oleh factor lingkungan atau genetic atau kombinasi dari keduanya.
Kelainan struktur atau kelainan metabolisme terjadi akibat: hilangnya bagian
tubuh tertentu, kelainan pembentukan bagian tubuh tertentu, serta kelainan
bawaan pada kimia tubuh. Kelainan metabolisme biasanya berupa hilangnya
enzim atau tidak sempurnanya pembentukan enzim. Penyebab lain dari
kelainan bawaan adalah pemakaian alcohol oleh ibu hamil. Pemakaian alcohol
oleh ibu hamil bisa menyebabkan sindroma alcohol pada janin dan obat-obat
tertentu yang diminum oleh ibu hamil juga bisa menyebabkan kelainan
bawaan. Penyakit Rh, terjadi jika ibu dan bayi memiliki factor Rh yang
berbeda juga dapat meningkatkan kejadian kelainan bawaan pada bayi baru
lahir. Beberapa factor yang dapat menyebabkan meningkatnya resiko kelainan
bawaan:
Faktor teratogenik

31

Teratogen adalah setiap factor atau bahan yang bisa menyebabkan atau
meningkatkan resiko suatu kelainan bawaan. Radiasi, obat tertentu dan
racun merupakan teratogen. Infeksi pada ibu hamil juga bisa merupakan
teratogen. Beberapa infeksi selama kehamilan yang dapat menyebabkan
sejumlah

kelainan

bawaan

sindroma

rubella

congenital,

infeksi

toksoplasmosis pada ibu hamil, infeksi virus herpes genitalis pada ibu
hamil, serta sindroma varicella congenital
Faktor gizi
Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat.
Kekurangan asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina bifida
atau kelainan tabung saraf lainnya. Karena spina bifida bisa terjadi
sebelum wanita menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita subur
sebaiknya

mengkonsumsi

asam

folat

minimal

sebanyak

400

mikrogram/hari.
Faktor fisik pada rahim
Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan
pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang abnormal, yang
bisa menyebabkan atau menunjukkan kelainan bawaan. Cairan ketuban
yang terlalu sedikit bisa memperngaruhi pertumbuhan paru-paru dan
anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan adanya kelainan ginjal yang
memperlambat proses pembentukan air kemih. Penimbunan cairan ketuban
terjadi jika janin mengalami gangguan menelan, yang bisa disebabkan oleh
kelainan otak yang berat misalnya anensefalus atau atresia esophagus.
Faktor genetik dan kromosom
Beberapa

kelainan

bawaan

merupakan

penyakit

keturunan

yang

diwariskan melalui gen yang abnormal dari salah satu atau kedua orang
tua. Gen adalah pembawa sifat individu yang terdapat di dalam kromosom
setiap sel di dalam tubuh manusia. Jika satu gen hilang atau cacat, bisa
terjadi kelainan bawaan. Kelainan pada jumlah ataupun susunan
kromosom juga bisa menyebabkan kelainan bawaan. Suatu kesalahan yang
terjadi selama pembentukan sel telur atau sperma bisa menyebabkan bayi

32

terlahir dengan kromosom yang terlalu banyak atau sedikit, atau bayi
terlahir dengan kromosom yang telah mengalami kerusakan. Semakin tua
seorang wanita ketika hamil terutama diatas 35 tahun maka semakin besar
kemungkinan

terjadinya

kelainan

kromosom

pada

janin

yang

dikandungnya. Kelainan bawaan yang lainnya disebabkan oleh mutasi


genetic (perubahan pada gen yang bersifat spontan dan tidak dapat
dijelaskan).
FAKTOR RESIKO
Faktor ibu usia resti
Riwayat anencephalus pada kehamilan sebelumnya
Hamil dengan kadar asam folat rendah
Fenilketonuria pada ibu yang tidak terkontrol
Kekurangan gizi (malnutrisi)
Mengonsumsi alkohol selama masa kehamilan.
GEJALA
Pada ibu
Polihidramnion (cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak)
Pada bayi
Tidak memiliki tulang tengkorak
Tidak memiliki otak (hemisfer serebri dan serebelum)
Kelainan pada gambaran wajah Kelainan jantung

33

Gambar 22. Anensefalus


b. Spina Bifida
Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau
tanpa tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang. Spina bifida (Sumbing
Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang
terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal
terbentuk secara utuh.
Klasifikasi
Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi
beberapa jenis yaitu:
Spina Bifida Okulta
Merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra
tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya
(meningens) tidak menonjol. Spina bifida okulta merupakan cacat arkus
vertebra dengan kegagalan fusi pascaerior lamina vertebralis dan
seringkali tanpa prosesus spinosus, anomali ini paling sering pada daerah
34

antara L5-S1, tetapi dapat melibatkan bagian kolumna vertebralis, dapat


juga terjadi anomali korpus vertebra misalnya hemi vertebra. Kulit dan
jaringan subkutan diatasnya bisa normal atau dengan seberkas rambut
abnormal, telangietaksia atau lipoma subkutan. Spina bifida olkuta
merupakan temuan terpisah dan tidak bermakna pada sekitar 20%
pemerikasaan radiografis tulang belakang. Sejumlah kecil penderita bayi
mengalami cacat perkembangan medula dan radiks spinalis fungsional
yang bermakna. Secara patologis kelainan hanya berupa defek yang kecil
pada arkus pascaerior.
Meningokel
Meningokel melibatkan meningen, yaitu selaput yang bertanggung jawab
untuk menutup dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Jika
Meningen mendorong melalui lubang di tulang belakang (kecil, cincinseperti tulang yang membentuk tulang belakang), kantung disebut
Meningokel.

Meningokel

memiliki

gejala

lebih

ringan

daripada

myelomeningokel karena korda spinalis tidak keluar dari tulang pelindung,


Meningocele adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang
tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit
dan ditandai dengan menonjolnya meningen, sumsum tulang belakang dan
cairan serebrospinal. Meningokel seperti kantung di pinggang, tapi disini
tidak terdaoat tonjolan saraf corda spinal. Seseorang dengan meningocele
biasanya mempunyai kemampuan fisik lebih baik dan dapat mengontrol
saluran kencing ataupun kolon.
Myelomeningokel
Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat,
dimana korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya
tampak kasar dan merah. Penaganan secepatnya sangat di perlukan untuk
mengurangi kerusakan syaraf dan infeksi pada tempat tonjolan tesebut.
Jika pada tonjolan terdapat syaraf yamg mempersyarafi otot atau
extremitas, maka fungsinya dapat terganggu, kolon dan ginjal bisa juga

35

terpengaruh. Jenis myelomeningocale ialah jenis yang paling sering


dtemukan pada kasus spina bifida. Kebanyakan bayi yang lahir dengan
jenis spina bifida juga memiliki hidrosefalus, akumulasi cairan di dalam
dan di sekitar otak.

Etiologi
Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan
kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan
pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau
gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut
atau di bagian bawahnya.
Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan
terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena
penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.
Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya)
dapat menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Pada 95 % kasus spina bifida tidak ditemukan riwayat keluarga dengan
defek neural tube. Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8 kali
lebih besar bila sebelumnya pernah melahirkan anak spina bifida.

36

Gambar 23. Spina Bifida


c. Encephalocele
Encephalocele adalah herniasi jaringan otak dan atau mening melewati
tengkorak kepala. Ensefalokel adalah meningokel otak atau meningomielokel.
Merupakan defek tabung neural yang dikarakteristikan dengan kista seperti
kantung yang mengandung jaringan otak, cairan serebrospinal, dan meninges,
yang menonjol melalui defek kongenital pada tengkorak dan dikaitkan pada
defek otak.
Defek ini mungkin dapat dilihat pada saat lahir, namun dapat tidak
tampak selama kehidupan intrauterin.

37

Defek ini terjadi pada area oksipital tengkorak atau mungkin defek
nasal atau nasofaring.
Ensefalokel secara umum dapat tertutup seluruhnya oleh kulit tetapi
mungkin terbuka disertai resiko infeksi.
Etiologi karena kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh
gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam uterus seperti kurangnya
asupan Asam Folat selama kehamilan, adanya infeksi saat kehamilan terutama
infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiology), obat-obatan yang
mengandung bahan yang teratogenik.
Enchephalocele mudah dideteksi dengan USG bila defek tulang kepala
cukup besar, apalagi bila sudah disertai herniasi. Akan telapi lesi pada tulang
kepala menjadi sulit di kenali bila terdapat oligohidramnion.

Gambar 24. Encephalocele


d. Hidrochepalus
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel dan dapat
diakibatkan oleh gangguan reabsorpsi LCS (hidrisefalus komunikans) atau
diakibatkan oleh obstruksi aliran LCS melalui ventrikel dan masuk ke dalam
rongga subaraknoid (hidrosefalus non komunikans). Hidrosefalus dapat
timbul sebagai hidrosefalus kongenital atau hidrosefalus yang terjadi
postnatal. Secara klinis, hidrosefalus kongenital dapat terlihat sebagai
38

pembesaran kepala segera setelah bayi lahir, atau terlihat sebagai ukuran
kepala normal tetapi tumbuh cepat sekali pada bulan pertama setelah lahir.
Peninggian tekanan intrakranial menyebabkan iritabilitas, muntah, kehilangan
nafsu makan, gangguan melirik ke atas, gangguan pergerakan bola mata,
hipertonia ekstrimitas bawah, dan hiperefleksia. Etiologi hidrosefalus
kongenital dapat bersifat heterogen. Pada dasarnya meliputi produksi cairan
serebrospinal di pleksus korioidalis yang berlebih, gangguan absorpsi di vilus
araknoidalis, dan obsruksi pada sirkulasi cairan serebrospinal.

Gambar 25. Hidrocephalus


3.
a.

Kelainan Kongenital Pada Kepala


Microcephali

39

Mikrosefali adalah kondisi medis dimana lingkar kepala bayi (anak) lebih
kecil dari ukuran normal akibat otak tidak berkembang dengan sempurna atau
berhenti berkembang. Mikrosefali dapat terjadi sejak lahir atau pada beberapa
awal tahun kelahiran anak.
Gejalanya ialah :
Mengalami keterbelakangan mental.
Terlambat bicara dan mengalami keterlambatan motorik.
Gangguan pada bentuk wajah.
Hiperaktif.
Kejang.
Gangguan pada keseimbangan dan koordinasi.
Mikrosefali disebabkan oleh kelainan genetik yang mengganggu
pertumbuhan serebral korteks di awal pertumbuhan janin. Mikrosefali juga
terkait dengan gangguan pada saraf dan downs syndrome.
Bayi dapat pula terlahir dengan mikrosefali, jika sang ibu saat sedang
mengandung :
Mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan terlarang.
Terinfeksi rubella atau virus cacar air.

40

Gambar 26. Microcephali


b. Craniosynostosis
Craniosynostosis adalah suatu kondisi di mana satu atau lebih dari sutura
berserat pada kranium bayi menyatu dan mengeras sebelum waktunya,
sehingga mengubah pola pertumbuhan kranium. Kelainan ini terjadi pada
1:2500 kelahiran. Bentuk tengkorak bergantung pada sutura mana yang
menutup lebih dahulu. Penutupan sutura sagitalis (57% kasus) menyebabkan
ekspansi frontal dan oksipital, dan tengkorak menjadi panjang dan sempit
(skafosefalus).

Penutupan

sutura

koronalis

lebih

dini

mnyebabkan

terbentuknya tengkorak lebih pendek dan tinggi yang dikenal sebagai

41

akrosefalus atau tower skull (tengkorak menara). Jika sutura koronalis dan
sutura lamboidea menutup lebih dini, disebut brakisefalus. Pengaturan
penutupan sutura melibatkan antara lain sekresi berbagai isoform dari
transformating growth factor (TGF).
Jika pada saat dilahirkan ubun-ubun bayi sudah menutup, maka
kemungkinan penyebabnya bisa merupakan kelainan bawaan atau infeksi
selama kehamilan. Di samping itu, craniosynostosis antara lain bisajuga
disebabkan gangguan perkembangan jaringan otak dan kelainan tulang seperti
osteopetrosis (pertumbuhan dan kepadatan tulang yang berlebihan).

Gambar 27. Skafosefalus

Gambar 28. Brakisefalus

42

4.

Kelainan Kongenital Mata

4.1. Kelainan Bola Mata


ANOFTALMOS / MIKROFTALMOS
Anophthalmos primer atau true anophthalmos jarang terjadi. True
anophthalmos adalah keadaan dimana terjadi kehilangan atau tidak adanya
jaringan okular di dalam orbita. Kasus anophtalmos yang sering terjadi
merupakan kasus microphtalmos yang ekstrim. Pada kasus ini, bola mata (globe)
dengan ukuran yang sangat kecil dapat terlihat di dalam jaringan lunak orbita,
yang tidak dapat terlihat pada pemeriksaan awal.

Anophthalmia dan

microphthalmia dapat terjadi sebagai akibat dari terhambatnya perkembangan dari


mata pada beberapa tahap pertumbuhan dari vesikula optika (optic vesicle).
Anophthalmia dapat berkembang menjadi masalah yang serius pada anakanak, karena selain menyebabkan hilangnya kemampuan penglihatan, juga dapat
terjadi adanya kecacatan pada orbita, kelopak mata. Perawatan yang segera baik
dengan metode operasi atau perawatan lainnya dapat mengurangi asymmetry
orbita dan deformitas kosmetik.
Etiologi
Idiopathic/sporadic
Dapat diwariskan secara autosomal dominant, recessive, atau sex linked
Chromosome deletion pada band 14q22-23 yang berhubungan dengan
polydactyly, atau pada delesi pada 7 p15.1-21.1 yang berhubungan dengan
cryptophthalmos/anophthamos
Trisomy 13-15
Genetic deletions yang melibatkan SOX2, SIX6, and STRA6, with many new
microdeletions being reported, including within PAX6, RAX, and SMOC1.
Infeksi maternal selama kehamilan (seperti; rubella, toxoplasmosis)

43

Sering berhubungan dengan syndroma malformasi craniofacial (seperti,


Goldenhar syndrome, Hallermann-Streiff syndrome)

Patofisiologi
Anophthalmia dapat terjadi jika neuroectoderm dari primary optic vesicle
mengalami kegagalan untuk berkembang dengan baik dari anterior neural plate
pada neural tube selama perkembangan embrio. Sedangkan microphtalmia yang
lebih sering terjadi merupakan hasil dari kegagalan dari perkembangan bola mata
(globe) pada tahap pertumbuhan vesikula optika (optic vesicle). Pertumbuhan
yang tepat dari regio orbita tergantung dari adanya mata, yang menstimulasi
pertumbuhan dari orbit dan pembentukan kelopak mata serta forniks. Anak yang
terlahir dengan anophthalmia biasanya memiliki orbit yang kecil dengan palpebral
fissure yang sempit dan forniks yang berkerut.
Gejala Klinis

Orbital
o

Lingkar orbita yang kecil

Penurunan ukuran tulang rongga orbita

Biasanya disertai dengan tidak adanya otot Extraocular.

Kemungkinan disertai dengan tidak adanya kelenjar dan duktus


Lacrimal.

Foramen optica yang kecil dan mengalami kelainan perkembangan

Kelopak mata
o

Pemendekan/pengecilan pada kelopak mata dari semua arah

Tidak adanya atau penurunan fungsi levator disertai dengan


penurunan lipatan kelopak mata

Kontraksi pada m. orbicularis oculi

Fornix conjunctival, yang dangkal, terutama di daerah inferior

Globe
o

Tidak terdapat Globe pada primary anophthalmos.

44

Pada

microphthalmos,

globe

berukuran

sangat

kecil

dan

mengalami kelainan bentuk.


Penatalaksanaan
a. Paliatif care
Perawatan secara medis difokuskan pada perawatan hypoplasia jaringan
lunak seperti pertumbuhan tulang yang asimetris atau seperti berikut :

Ocular/orbital
o

Protesa okular dapat dipasang di sekitar conformer untuk


memaksimalkan penampilan.

Pada pasien dengan unilateral anophthalmos, harus ditekankan


pada pasien dan keluarganya bahwa orbita hasil rekonstruksi tidak
bisa dibandingkan dengan orbita yang normal dan sulit didapatkan
orbita dengan hasil yang normal.

b. Surgical Care
Perawatan operasi pada anophthalmos meliputi:

Inflatable expander
o

Jika teknik conformers tidak bisa ditoleransi tubuh atau tidak


sukses, dapat dilakukan inflatable expander.

expander akan bekerja maksimal jika diletakkan pada tahap sangat


awal, yakni pada tahun pertama.

inflatable silicone expander diletakkan dengan metode perasi di


dalam orbita dan dapat diakses dengan tube yang diletakkan di
lingkar orbital lateral.

expander dapat diisi dengan cairan (eg, saline) setiap seminggu


atau tiap dua minggu.

Keuntungan dari inflatable expander adalah teknik ini dapat


menghasilkan ekspansi jaringan orbital yang lebih padat dan
ekstensivjika dibandingkaan dengan solid conformers.

Injectable

calcium

hydroxylapatite:

penambahan

Volume

pada

anophthalmic socket dengan injectable hydroxylapatite.

Eyelid surgery

45

Peningkatan ukuran dari conformer seringkali terhambat oleh


pemendekan dari kelopak mata pada fissura palpebral. Panjang
horizontal dari fissura palpebral dapat ditingkatkan dengan cara
lateral canthotomy or cantholysis.

Metode tambahan untuk memperanjang kelopak mata adalah


dengan graft kombinasi dari kulit , mucosa, atau kartilago.

Orbital surgery
o

Jika conformers dan expanders tidak berhasil, dapat dilakukan


ekspansi pada tulang orbita dengan operasi. Metode ini dapat
digunakan pada kasus insufficient orbital volume atau kasus yang
terlambat ditangani.

Orbita dapat diekspansi dalam 3 arah yakni lateral, inferior, dan


superior.

Cranial bone grafts dapat dilakukan untuk menutupi kontur orbita


yang kurang.

Gambar 29. Anoftalmos congenital (sumber ; dalpasso.it)


KRIPTOFTALMOS
Kriptoftalmos yang biasa terjadi merupakan fusi antara kelopak mata atas
dan kelopak mata bagian bawah yang dikenal dengan ankyloblepharon. Kulit pada
bagian dahi berlanjut dan menyatu dengan kulit pada bagian pipi tanpa adanya

46

bulu alis maupun bulu mata. Walaupun pada beberapa kasus, dapat ditemukan
adanya kelopak mata yang terbentuk sebagian. Pada kondisi ini, ukuran bola mata
biasanya cukup kecil dan mengalami malformasi/kelainan bentuk. Sehingga
kondisi ini menyebabkan tersembunyinya bola mata yang biasanya dikenal
dengan cryptophthalmos. Kondisi ini terkadang berhubungan dengan beberapa
kegagalan pembentukan/malformasi lain seperti pada Fraser syndrome.
Kriptoftalmos ini dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, dimana yang paling
sering terjadi adalah bilateral kriptoftalmos.
Kriptoftalmos dapat diturunkan pada keluarga secara autosomal dominan.
Cryptophthalmos sering terjadi bilateral dan symmetric. Penyebab genetik secara
autosomal recessive dan autosomal dominant pernah dilaporkan. Globe yang
terbentuk seringkali abnormal yang mana menyebabkan prognosis visual yang
buruk. Cryptophthalmos biasanya berhubungan dengan kelainan kongenital yang
lain, seperti retardasi mental, anomali nasal, anomali telinga, celah bibir dan
palatum, pembentukan gigi yang ireguler, kelainan genitourinary, malformasi
cardiac, meningoencephalocele, abnormal hairline, umbilical hernia, anal atresia,
ankyloglossia, laryngeal atresia, dan syndactyly.
Diagnosis dapat ditegakkan oleh ophthalmologist yang mana jika
cryptophthalmos terjadi tanpa disertai dengan malformasi di daerah lain pada
tubuh, prognosisnya baik. Namun pada kasus ini sering terjadi kebutaan. Operasi
yang dilakukan untuk membuat celah/pembukaan antara kelopak mata atas dan
bawah seringkali gagal karena mata yang ada danterbentuk seringkali mengalami
malformasi atau bahkan menyatu dengan kelopak mata.
Perawatan pada cryptophthalmos bertujuan untuk merekonstruksi kelopak
mata sehingga terjadi perkembangan pada kemampuan visual. Kelopak mata
dapat direkonstruksi melalui oral mucous membrane grafts yang dikombinasikan
dengan local myocutaneous atau eyelid sharing grafts.

47

Gambar 30. Kriptoftalmos (lookfordiagnosis.com)


4.2. Kelainan Kelopak Mata
KOLOBOMA KELOPAK
Koloboma kelopak mata adalah kecacatan ketebalan penuh pada kelopak
mata. Meskipun koloboma kelopak mata dapat terjadi di banyak lokasi, posisi
yang paling umum adalah di persimpangan antara medial dan sepertiga tengah
kelopak mata atas. Tidak menutupnya kelopak mata atau tidak adanya struktur
aksesori biasanya terlihat dalam koloboma. Koloboma kelopak dapat terjadi baik
secara kongenital atau sebagai akibat dari trauma (misalnya, kecelakaan, bedah).
coloboma kelopak mata hampir dapat ditemukan pada setiap Treacher Collins
syndrome yang diwariskan secara autosomal dominan.
Koloboma kelopak mata atas sering dikaitkan dengan cryptophthalmos dan
dapat terjadi pada setiap penyakit genetik yang melibatkan cryptophthalmos,
termasuk

Fraser

syndrome

(sindrom

cryptophthalmos)

dan

Manitoba

Oculotrichoanal (MOTA) sindrom.

48

Gambar 31. Koloboma Palpebra (sumber: medscape.com)


SINDROM HORNER
Sindrom Horner adalah gangguan langka yang mempengaruhi saraf untuk
mata dan wajah. Penyebab dari Horner sindrom dapat disebabkan oleh gangguan
dalam serangkaian serabut saraf yang dimulai di otak yang disebut hipotalamus
dan lari ke wajah. Cedera pada serabut saraf simpatis mungkin akibat dari:
1. Cedera pada salah satu arteri utama untuk otak (arteri karotid)
2. Cedera pada saraf di leher yang disebut pleksus brakialis
3.

Migrain atau sakit kepala cluster

4. Stroke, kerusakan tumor atau lainnya ke bagian otak yang disebut batang
otak
5. Tumor pada paru-paru
Gejala:
1. Penurunan berkeringat di sisi yang terkena wajah.
2. Kelopak mata terkulai (ptosis)
3. Tenggelamnya bola mata ke wajah
4. Siswa (pusat hitam mata) kecil (menyusut)

Gambar 32. Horners syndrome


Pengobatan:
Pengobatan tergantung pada penyebab masalah, tetapi tidak ada
pengobatan untuk sindrom Horner yang spesifik
4.3. Defek Iris dan Pupil
MEMBRANA PUPILARIS PERSISTANS

49

Pada penghidupan foetal, pupil tertutup oleh suatu membran mesoderm.


Pada umur 7-8 bulan penghidupan foetal, membran itu lenyap diabsorpsi,
sehingga waktu lahir pupilnya telah terbuka. Kadang-kadang penyerapan itu tidak
terjadi seluruhnya, sehingga pada waktu lahir masih tampak sebagai benangbenang halus di muka lensa. Tidak memberi akibat pa-apa karena yang tertinggal
biasanya hanya berupa serabut benang yang halus saja.

Gambar 33. Membrana Pupilaris Persistans


KOLOBOMA IRIS
Pada proses pembentukan mata, mata berasal dari neural tube yang
membentuk optic vesicle, kemudian mengadakan invaginasi dan membentuk optic
cup, kemudian membentuk foetal cleft yang seharusnya makin lama makin
menutup. Bila foetal cleft ini tidak tertutup dengan sempurna, maka daerah ini
tetap berlubang yang disebut koloboma. Bila hanya bagian depan saja yang masih
terbuka, maka dapat terjadi koloboma iris, bahkan bisa sampai ke N. II. Oleh
karena itu kalau terlihat koloboma iris yang terletak di bagian bawah nasal harus
dilihat pula keadaan bagian dalam mata.

50

Gambar 34. Left Lens Coloboma

HETEROCHROMIA
Keadaan dimana pada satu mata iris warnanya tidak sama seluruhnya.
Dapat kongenital seperti pada glaukoma kongenital, dapat pula aquisita
akibat glaukomo atau irisiklitis oleh karena adanya atrofi pada iris.

Gambar 35. Heterochromia (sumber: docstoc)


4.4. Kelainan Lensa
EKTOPIA LENTIS
Ektopia lentis adalah suatu kondisi lensa mata yang mengalami kesalahan
letak karena zonula melemah atau rusak. Zonula merupakan ratusan string seperti
serat yang memegang lensa yang tersuspensi dalam posisi dan memungkinkan
untuk berubah bentuk untuk penglihatan dekat atau jauh. Lensa mengalami
dislokasi dan berada sepenuhnya di luar tempat lensa, di ruang depan, bebas
mengambang di vitreous atau langsung pada retina. Kelemahan zonula

51

menyebabkan pergeseran lensa. Lensa menjadi lebih bundar dan mata menjadi
lebih miopik. Kelainan ini desebabakan oleh beberapa hal, yaitu trauma, gangguan
metabolisme sejak lahir (misalnya homosistinuria, kelainan resesif dengan defek
mental dan cirri skeletal. Lensa biasanya bergeser ke bawah), sindrom tertentu
(sindrom Marfan, kelainan dominan dengan abnormalitas skeletal dan jantung dan
resiko diseksi aneurisma aorta. Lensa biasanya bergeser ke arah atas), Sindrom
Weill-Marshecani, katarak hipermatur, peradangan uvea, tumor intraokuler,
tekanan bola mata yang tinggi seperti pada buftalmus (James Bruce, et all, 2003).
Bila zonula Zinnii putus sebagian maka lensa akan mengalami subluksasi
dan bila seluruh zonula Zinnii putus maka lensa akan mengalami luksasi kedepan
(luksasi anterior) atau luksasi ke belakang (luksasi posterior). Subluksasi lensa
terjadi akibat putusnya sebagian zonula Zinn sehingga lensa berpindah tempat.
Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada
zonula Zinn yang rapuh seperti pada Sindrom Marphan. Pada subluksasi kadangkadang penderita tidak memberikan keluhan kecuali keluhan myopia atau
astigmat. Hal ini disebabkan karena zonula Zinn putus sebagian maka lensa bebas
mencembung. Selain itu dapat pula ditemukan penurunan penglihatan, diplopia
monokular dan iridodonesis (iris tremulans). Pada pemeriksaan dengan senter/slit
lamp akan terlihat pada bagian zonula yang terlepas, bilik mata dalam dengan iris
tremulens, sedang pada bagian zonula yang utuh terlihat bilik mata yang dangkal
akibat lensa tertarik dan mencembung pada bagian ini. Perubahan akibat
subluksasi lensa akan memberikan penyulit glaukoma atau penutupan pupil oleh
lensa cembung.

Gambar 36. Luksasi Anterior (a) dan Posterior (b)


a. Luksasi Anterior
52

Trauma atau kelainan kongenital yang mengakibatkan seluruh zonula putus


disertai perpindahan letak lensa ke depan akan memberikan keluhan
penurunan tajam penglihatan yang mendadak. Akibat kedudukan lensa di
dalam bilik mata depan akan terjadi gangguan pengaliran humor akuous
sehingga terjadi serangan glaukoma kongestif. Pasien akan mengeluh rasa
sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Pada
pemeriksaan akan ditemukan edema kelopak, injeksi siliar, edema kornea
dengan pupil lebar disertai terlihatnya lensa di dalam bilik mata depan.
b. Luksasi Posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior
akibat putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa
jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior
fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang
pandangannya akibat lensa mengganggu lapangan pandang. Mata ini akan
menunjukkan gejala afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa + 10.0
D untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu
lama berada di polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat degenerasi
lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik.
Lensectomy adalah proses koreksi penglihatan untuk orang penderita ektopia
lentis, yaitu dalam prosedurnya lensa mata akan dihapus dan diganti dengan lensa
buatan khusus denga kemampuan fokus yang jelas. Hal ini digunakan untuk
koreksi yang sangat tinggi, atau ketika operasi laser tidak dianjurkan. Setiap mata
dikoreksi pada hari bedah yang berbeda
Lensa yang

digunakan

untuk

refraksi

adalah

Lensa

Phakic.

Adapun metode implantasi Lensa Phakic yaitumemasukkan lensa tambahan ke


mata, baik di depan iris mata atau hanya di belakangnya. Lensa intraokular Phakic
terbuat dari bahan lembut, lentur, mirip dengan bahan yang digunakan untuk
membuat lensa kontak lunak
KATARAK KONGENITAL
A. Definisi

53

Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu tahun. Sebuah
katarak disebut kongenital bila ada saat lahir, atau dikenal juga sebagai
infantile cataract jika berkembang pada usia 6 bulan setelah lahir.
B. Epiemiologi
Frekuensi
Di Indonesia belum data mengenai insiden katarak kongenital, namun di
Amerika Serikat insiden katarak kongenital adalah 1,2-6 kasus per 10.000
kelahiran. Dan secara internasional insiden katarak belum diketahui.
Meskipun WHO dan organisasi kesehatan yang lain membuat resolusi yang
luar biasa dalam vaksinasi dan pencegahan penyakit, angka rata-rata katarak
kngenital mungkin lebih tinggi di bawah negara berkembang.
Mortalitas/Morbiditas
Mordibitas penglihatan mungkin berasal dari ambliopia deprivasi, ambliopia
refaksi, glaukoma (sebanyak 10% setelah operasi pengangkatan), dan retinal
detachment. Penyakit metabolik dan sistemik ditemukan sebanyak 60% pada
katarak bilateral. Katarak kongenital umumnya menyertai pada retardasi
mental, tuli, penyakit ginjal, penyakit jantung dan gejala sistemik.
Umur
Katarak kongenital biasanya didiagnosa pada bayi yang baru lahir.
C. Etiologi
Katarak terbentuk saat protein didalam lensa menggumpal bersama-sama
membentuk sebuah clouding atau bentuk yang menyerupai permukaan es.
Ada banyak alasan yang menyebabkan katarak kongenital, yaitu antara lain:
1. Herediter (isolated tanpa dihubungkan dengan kelainan mata atau
sistemik) seperti autosomal dominant inheritance.
2. Herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom
multisistem.
Kromosom seperti Downs syndrome (trisomy 21), Turners syndrome.

Penyakit otot skelet atau kelainan otot seperti Stickler syndrome,

Myotonic dystrophy.
Kelainan sistem saraf pusat seperti Norries disease.
Kelainan ginjal seperti Lowes syndrome, Alports syndrome.
Kelainan mandibulo-facial seperti Nance-Horan cataract-dental
syndrome.

54

Kelainan kulit seperti Congenital icthyosis, Incontinentia pigmenti7


3. Infeksi seperti toxoplasma, rubella(paling banyak)4, cytomegalovirus,
herpes simplex, sifilis, poliomielitis, influenza, Epstein-Barr virus saat
4.
5.
6.
7.

hamil
Obat-obatan prenatal (intra-uterine) seperti kortikosteroid dan vitamin A
Radiasi ion prenatal (intra-uterine) seperti x-rays,
Kelainan metabolik seperti diabetes pada kehamilan,
Tapi penyebab terbanyak pada kasus katarak adalah idiopatik, yaitu tidak
diketahui penyebabnya.

Lebih dari 200 anak di Inggris lahir dengan katarak kongenital bentuk yang
sama setiap tahun. Sekitar 1 dari 5 anak tersebut mempunyai riwayat katarak
kongenital didalam keluarga. Katarak dapat menurun secara dominan berasal
dari satu atau orang tua yang lain kepada anak karena sebuah kesalahan gen.
Orang tua mungkin tahu bahwa mereka memiliki katarak tapi kadang mereka
mungkin hanya memiliki sebuah katarak berukuran kecil yang tidak berefek pada
penglihatan dan mereka tidak menyadarinya. Inilah sebabnya kenapa pergi ke
dokter mata dapat membantu mengevaluasi mata pada orang tua yang mempunyai
anak katarak, bahkan meskipun mereka tidak menyadari mempunyai masalah
dengan mata meraka
Banyak anak-anak yang lahir atau perkembangan katarak infantil tidak
mempunyai masalah kesehatan yang lain namun ada beberapa yang mempunyai
masalah kesehatan. Biasanya, hal ini akan terlihat bila spesialis mata merujuk
seorang anak kepada seorang spesialis anak..
Kebanyakan anak-anak dengan katarak kongenital will be able to attend
mainstream school, membaca, bermain, dan pergi ke kehidupan yang
menyenangkan.
F. Patofisiologi

Pembentukan lensa selama invaginasi dari lapisan ektoderm overlying the


optic vesicle. Nukleus embrionik berkembang dari minggu ke enam
gestasi. Nucleus fetal yang mengelilingi nukleus emrionik. Saat lahir,
nukleus embrionik dan fetal membentuk lensa paling banyak. Setelah lahir,
fiber kortikal lensa dilapisi dari konversi epitel lensa anterior ke dalam
fiber kortikal lensa.

55

The Y sutures adalah sebuah pertanda penting karena mengidentifikasi luas


dari nukleus fetal. Bahan tepi lensa ke sutura Y adalah bagian korte lensa,
sebaliknya bahan lensa dan meliputi sutura Y adalah inti. Pada stit lamp,
sutura Y bagian anterior terorientasi tegak lurus dan sutura Y bagian

posterior terbalik.
Beberapa hal yang merusak (seperti infeksi, trauma, metabolik) terhadap
nukleus atau serabut lensa mungkin menghasilkan sebuah opacity
(katarak) dari media lenticular yg bersih. Lokasi dan bentuk dari
kekeruhan berwarna putih(lekokoria) biasa digunakna untuk menentukan
waktu kerusakan dan etiologi.

G. Tanda dan Gejala


Setiap bayi sebaiknya pertama diskrining sejak 24-48 jam setelah
kelahiran sebagai bagian dari

the National Screening procedure. Bayi-bayi

normalnya kembali diperiksa oleh seorang petugas kesehatan sekitar umur 6


bulan. Jika seorang orang tua melihat sesuatu yang tidak normal pada setiap
tingkat pertumbuhan dari bayi mereka, mereka seharusnya mendiskusikannya
dengan dokter keluarga mereka.
Jika seorang dokter kandungan atau dokter rumah sakit mencurigai
seorang anak mempunyai katarak kongenital, mereka akan merencanakan
sebuah pemeriksaan lengkap terhadap mata dan lensa. Seorang spesialis mata
akan melakukan pemeriksaan tersebut di rumah sakit. Jika seorang anak
katarak atau katarak tampak mempunyai efek yang signifikan terhadap
penglihatan anak, pembedahan mungkin dipertimbangkan pada usia dibawah
3 bulan. Dalam kasus seperti ini sangatlah penting untuk segera merujuk ke
dokter spesialis mata secepat mungkin sesuai diagnosis.
Seorang dokter mata biasanya menggunakan sebuah alat yang disebut
oftalmoskop yang dapat memeriksa bagian dalam mata seoarang anak.
Oftalmoskop dipegang mendekati mata tapi tidak sampai menyentuh mata.
Kadang-kadang seorang anak diberikan anastesi umum agar dokter
spesialis mata dapat memeriksa mata anak tersebut secara keseluruhan tanpa
menyebabkan kesukaran. Jika katarak berkembang pada masa anak nanti,
mereka mungkin menyadari secara nyata jika hal tersebut mempengaruhi
penglihatan mereka. Contohnya kadang seorang anak mempunyai kesulitan

56

dalam memfokuskan objek secara pasti atau harus mendekatkan kepala


mereka ke suatu objek atau bisa menimbulkan strabismus. Dalam kasus
seperti ini seorang dokter umum hendaknya segera merujuk ke dokter
spesialis mata.
Dalam sedikit kasus sebuah katarak dapat mengubah bentuk mata.
Sebuah katarak yang berat dapat menyebabkan pupil anak terlihat berwarna
putih, as the cloudy cataract can be seen through it. Namun demikian, ada
banyak penyebab lain yang menyebabkan pupil berwarna putih yang
sebaiknya diperiksa sebagai sesuatu yang emergensi, karena hal tersebut
dapat menjadi sesuatu yang serius.

Gambar 37. Katarak Kongenital


Pemeriksaan fisik
Pupil berwarna abu-abu atau putih seperti awan(normal berwarna hitam)
Sebuah lensa berwarna putih disebut katarak. Tidak semua katarak tampak
secara nyata. Lekokoria atau reflek putih dapat muncul sebagai pertanda
katarak. Faktanya, pada studi tahun 2008, 60% pasien yang ada dengan
lekokoria mempunyai katarak kongenital (18% unilateral dan 42%

bilateral).
Deskripsi dari sebuah katarak kongenital harus meliputi lokasi, warna,

densitas, dan bentuk, sebagai tujuan dari identifikasi


Cahaya "Red eye" dari pupil menghilang pada foto atau berbeda pada

kedua mata
Sebuah reflex merah yang irreguler adalah sebuah pertanda dari masalah
penglihatan. Jika terdeteksi sebuah sebuah reflex saat skrining awal, hal ini
biasanya mengindikasikan terdapatnya sebuah katarak kongenital dan
disarankan untuk konsultasi ke spesialis mata
57

Pergerakan bola mata yang cepat dan tidak biasa (nistagmus).


Pemeriksaan slit lamp pada kedua mata (yang sudah didilatasikan terlebih
dahulu) tidak hanya mengkonfirmasikan keberadaan katarak tetapi juga
mungkin dapat

mengidentifikasikan waktu terbentuknya di dalam

kandungan dan jika terdapat keterlibatan sistemik atau metabolik yang

lain.
Pemeriksaan

fundus

yang

sebelumnya

telah

didilatasikan

direkomendasikan sebagai bagian dari pemeriksaan mata untuk kasus


katarak unilateral dan katarak bilateral.
H. Diferensial Diagnosis
Retinoblastoma (11% unilateral dan 7% bilateral),
Ablasio retina (2.8% unilateral dan 1.4% bilateral),
Bilateral persistent hyperplastic primary vitreous (4.2%),
Unilateral Coats disease (4.2%)
I. Penatalaksanaan
Beberapa katarak tidak menyebabkan gangguan penglihatan dan tidak
membutuhkan terapi pembedahan. Jika katarak memberi efek pada
penglihatan, dipertimbangkan pembedahan untuk mengeluarkan lensa dari
mata. Katarak sedang hingga berat yang mengganggu penglihatan, atau
sebuah katarak yang hanya ada pada satu mata membutuhkan operasi
pengangkatan

katarak.

Kebanyakan

bedah

katarak

(nonkongenital),

dimasukkan lensa intraokular buatan (IOL) kedalam mata. Namun


penggunaan IOL pada anak-anak masih kontroversi. Tanpa IOL, bayi akan
membutuhkan lensa kontak.
Refraksi
Prioritas utama adalah mengkoreksi apakia dan hal ini harus
ditangani sesegera mungkin. Di negara maju lensa kontak digunakan
secara luas. Mereka dapat diganti dengan mudah dan kekuatan dapat
dimodifikasi.

Meskipun,

penggunaan

lensa

kontak

membutuhkan

kebersihan, water solution dan sanitasi. Alternatif lain menggunakan


kacamata atau IOL. Bahkan meskipun IOL digunakan akan tetap ada error
refraksi yang risidual and kacamata tetap menjadi pilihan untuk
kemungkinan mendapatkan penglihatan yang terbaik. Kacamata harus
disesuaikan sesegera mungkin saat anak sudah bisa menggunakannya.
58

Refraksi harus di periksa secara reguler, setidaknya setiap 4 bulan sampai


berumur 2 tahun, dan menjadi setahun sekali setelah berumur 5 tahun.
Ambliopia
Kebanyakan anak-anak dengan katarak kongenital akan menjadi
ambliopia. Karena gambaran retina menjadi buram oleh katarak.,
penglihatan tidak berkembang sebagaimana mestinya, dan otak tidak dapat
menangkap sensitivitas informasi dari mata. Ekstraksi katarak dan koreksi
apakia, akan mengembalikan kejernihan gambar tetapi otak masih butuh
pembelajaran untuk melihat, dan hal ini membutuhkan waktu. Jika mata
tidak pernah memiliki penglihatan yang jernih, mereka tidak akan pernah
melihat atau memandang secara benar dan dapat menyebabkan nistagmus.
Jika penglihatan diperbaiki, nistagmus sering berubah, jadi nistagmus pada
anak-anak bukanlah kontraindikasi untuk pembedahan.
Seringkali satu mata akan menjadi lebih baik dari yang lain dan hal ini
akan menjadi mata yang dominan, yang membuat mata lainnya menjadi
amblopia. Satu-satunya cara untuk mendeteksi hal ini adalah pengukuran
visus secara reguler pada setiap mata. Jika satu mata memiliki satu atau
dua derajat lebih buruk dari mata yang lain tanpa penjelasan yang jelas, hal
tersebut mungkin merupakan amblopia dan anak tersebut membutuhkan
pengobatan untuk mata yang dominan. Risiko amblopia merupak risiko
terbesar selama tahun pertama kehidupan dan menurun secara signifikan
setelah tahun kelima.
J. Komplikasi
Setiap anak yang tidak dilakukan kapsulektomi posterior, kapsul tersebut
akan berkembang menjadi keruh. Hal ini dapat diobati dengan membuat
sebuah bukaan didalam kapsul dengan laser atau jarum. Alternatif lain ,
kapsul posterior dan vitreous anterior dapat di ekstraksi dengan sebuah
vitrektor. Jika kapsul dibuka tanpa mengeluarkan vitreus, kekeruhan mungkin
akan rekuren pada anterior hyaloid face. Kehilangan penglihatan satu mata
dari peningkatan kekeruhan kapsul akan menjadi asimptomatis dan bisa
dideteksi hanya dengan pemeriksaan yang reguler . Komplikasi lanjut seperti

59

glaukoma, infeksi mata, ablasio retina mungkin terjadi setelah bedah sekita 2
% dari kasus. Terdapat pengobatan yang bisa dilakukan untuk kondisi dan
informasi ini dari RNIB.
Glaukoma mungkin timbul setelah lensektomi, sebagian jika di ekstraksi
pada minggu pertama kehidupan. Glaukoma ini sangat susah untuk diobati
dan frekuensi nya mengarah ke kebutaan. Menunda operasi sampai bayi
berumur 3-4 bulan membuat visus mata tidak sampai 6/6 namun dapat
menurunkan risiko glaukoma.
Ablasio retina lebih sering terjadi pada bedah katarak kongenital. Sering
timbul sangat lambat, sekitar 35 tahun setelah operasi. Jika bebrapa pasien
mengeluh tiba-tiba kehilangan penglihatan, bahkan meskipun bertahun-tahun
setelah operasi katarak kongenital, hal tersebut dianggap sebagai akibat dari
ablasio retian sampai dibuktikan terdapat penyebab yang lain.
Komplikasi lebih biasa terjadi pada anak dibawah umur satu tahun yang
melakukan operasi katarak kongenital, seperti bengak, perdarahan, a lot of
stickiness, nyeri atau kemerahan didalam atau disekitar mata yang dioperasi.
Masalah ini dapat ditangani dengan sempurna bila orang tua segera
membawa anak tersebut ke rumah sakit.

K. Prognosis
Prognosis penglihatan adalah bagus setelah operasi. Di Kenya, 47% mata
mencapai visus 6/18 atau lebih baik dan hanya 5% kurang dari 6/60. Hampir
semua anak katarak yang melakukan operasi dapat bersekolah dengan
normal.
Ekstraksi sebuah katarak kongenital merupakan suatu prosedur yang aman
dan efektif. Anak-anak membutuhkan tindak lanjut untuk rehabilitasi
penglihatan mereka. Kebanyakan anak-anak mempunyai tingkat "lazy
eye/mata malas" (amblyopia) sebelum pembedahan.
Menurut emedecine, seorang dengan unilateral katarak kongenital, 40%
mencapai visus 20/60 atau lebih baik. Sedangkan seorang dengan bilateral

60

katarak kongenital 70% mencapai visus 20/60 atau lebih baik. Prognosis
menjadi lebih buruk bila melibatkan penyakit mata atau sistemik lainnya.
4.5. Anomali Segmen Anterior
GLAUKOMA KONGENITAL
Glaukoma adalah neuropati optic yang disebabkan oleh tekanan intraokuler
(TIO) yang (relative) tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan pandang yang
khas dan atrofi papil saraf optic. Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang
pasling sering terjadi pada anak dan merupakan penyebab penting kebutaan pada
anak. Glaukoma kongenital terjadi karena saluran pembuangan yang tidak
terbentuk dengan baik atau bahkan tidak terbentuk sama sekali.glaukoma
kongenital dibagi menjadi dua :
Tipe infantile
Tipe yang berhubungan dengan kelainan kongenital lainnya.
Etiologi marformatif dari glaukoma kongenital primer adalah ketiadaan
membrane persisten pada sudut iridokorneal bilik mata depan. Glaukoma
kongenital primer banyak ditemukan pada kasus dengan kelainan bawaan
autosomal resesif. Banyak ditemukan secara keturunan. Terjadi mutasi dari
gen GLC3A dan GLC3B yang terletak pada kromosom 2p21 dan 1p36
berurutan. Gen GLC3A berhubungan dengan gen CYP1B1, yang dikode
oleh sitokrom P450 dan terlihat pada trabecular meshwork, namun
fungsinya belum diketahui. Aniridia disebabkan oleh kelainan pada gen
PAX6 pada kromosom 11
Tanda dan gejala linis glaukoma kongenital ini mencakup 3 tanda klasik
berupa :
Epifora,
Fotofobia,
Dan blepharospasme

61

Gambar 38. Glaukoma Kongenital


Pemeriksaan klinis pada kongenital akut sebaiknya dilakukan dalam anasthesi
umum. Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan mata luar, tajam penglihatan,
tonometry, gonioskopi, oftalmoskopi,

ultrasonografi, pemeriksaan

lapang

pandang, dan test provokasi.


Komplikasi glaukoma yang tidak terdiagnosis bisa kelemahan penglihatan
sepanjang hidup. Komplikasi serius akibat intervensi operasi meliputi hifema,
infeksi, kerusakan lensa, dan uveitis. Komplikasi dari penyakit glaukoma
kongenital dan gejala sisa yang ditimbulkan antara lain seperti :

kebutaan yang berat


fotofobia
hiperlakrimasi
tekanan intraokuler yang meningkat
blefarospasme
amblyopia (mata malas )
ablasio retina
astigmatisme dan dislokasi lensa.

Prognosis glaukoma kongenital adalah baik bila ditangani lebih awal.


Prognosis paing baik terlihat pada bayi dengan operasi trabekulodisgenesis antara
umur 2 bulan umur 8bulan. Prognosis buruk terjadi pada bayi dengan
peningkatan TIO dan kekeruhan kornea saat lahir. Pada kasus yang tidak diobati,
kebutaan timbul dini.
4.6. Kelainan Koroid dan Retina
BUTA WARNA
Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta warna
juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang disebabkan
62

ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata untuk menangkap
suatu spektrum warna tertentu sehingga objek yang terlihat bukan warna yang
sesungguhnya.
Fisiologi
Penglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen
terutama

cis

aldehida

A2.

Penglihatan

warna

merupakan

kemampuan

membedakan gelombang sinar yang berbeda. Warna ini terlihat akibat gelombang
elektromagnetnya mempunyai panjang gelombang yang terletak antara 440-700.
Warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna yang
terlihat dengan campuran ukuran tertentu. Pada sel kerucut terdapat 3 macam
pigmen yang dapat membedakan warna dasar merah, hijau dan biru.
1. Sel kerucut yang menyerap long-wavelength light (red)
2. Sel kerucut yang menyerap middle- wavelength light (green)
3. Sel kerucut yang menyerap short-wavelength light (blue)
Untuk dapat melihat normal, ketiga pigmen sel kerucut harus bekerja
dengan baik. Jika salah satu pigmen mengalami kelainan atau tidak ada, maka
terjadi buta warna.
Warna komplemen ialah warna yang bila dicampur dengan warna primer
akan berwarna putih. Putih adalah campuran semua panjang gelombang cahaya,
sedangkan hitam tidak ada cahaya.
Gelombang elektromagnit yang diterima pigmen akan diteruskan
rangsangannya pada korteks pusat penglihatan warna di otak. Bila panjang
gelombang terletak di antara kedua pigmen maka akan terjadi penggabungan
warna.
Seseorang yang mampu membedakan ketiga macam warna, disebut
sebagai trikromat. Dikromat adalah orang yang dapat membedakan 2 komponen
warna dan mengalami kerusakan pada 1 jenis pigmen kerucut. Kerusakan pada 2
pigmen sel kerucut akan menyebabkan orang hanya mampu melihat satu
komponen yang disebut monokromat. Pada keadaan tertentu dapat terjadi seluruh
komponen pigmen warna kerucut tidak normal sehingga pasien tidak dapat
mengenal warna sama sekali yang disebut sebagai akromatopsia.
Etiologi
Buta warna karena herediter dibagi menjadi tiga: monokromasi (buta
warna total), dikromasi (hanya dua sel kerucut yang berfungsi), dan anomalus

63

trikromasi (tiga sel kerucut berfungsi, salah satunya kurang baik). Dari semua
jenis buta warna, kasus yang paling umum adalah anomalus trikromasi,
khususnya deutranomali, yang mencapai angka 5% dari pria. Sebenarnya,
penyebab buta warna tidak hanya karena ada kelainan pada kromosom X, namun
dapat mempunyai kaitan dengan 19 kromosom dan gen-gen lain yang berbeda.
Gen buta warna terkait dengan dengan kromosom X (X-linked genes). Jadi
kemungkinan seorang pria yang memiliki genotif XY untuk terkena buta warna
secara turunan lebih besar dibandingkan wanita yang bergenotif XX untuk terkena
buta warna. Jika hanya terkait pada salah satu kromosom X nya saja, wanita
disebut carrier atau pembawa, yang bisa menurunkan gen buta warna pada anakanaknya. Menurut salah satu riset 5-8% pria dan 0,5% wanita dilahirkan buta
warna. Dan 99% penderita buta warna termasuk dikromasi, protanopia, dan
deuteranopia.
Klasifikasi
Buta warna dikenal berdasarkan istilah Yunani protos (pertama), deutros
(kedua), dan tritos (ketiga) yang pada warna 1. Merah, 2. Hijau, 3. Biru.
1. Anomalous trichromacy
Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat
disebabkan oleh faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa.
Penderita anomalous trichromacy memiliki tiga sel kerucut yang lengkap,
namun terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap salah satu dari tiga
sel reseptor warna tersebut.
Pasien buta warna dapat melihat berbagai warna akan tetapi dengan
interpretasi berbeda daripada normal yang paling sering ditemukan adalah:
a) Trikromat anomali, kelainan terdapat pada short-wavelenght pigment
(blue). Pigmen biru ini bergeser ke area hijau dari spectrum merah.
pasien mempunyai ketiga pigmen kerucut akan tetapi satu tidak normal,
kemungkinan gangguan dapat terletak hanya pada satu atau lebih pigmen
kerucut. Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang dipilih pada
anomaloskop berbeda dibanding dengan orang normal.

64

b) Deutronomali, disebabkan oleh kelainan bentuk pigmen middlewavelenght (green). Dengan cacat pada hijau sehingga diperlukan lebih
banyak hijau, karena terjadi gangguan lebih banyak daripada warna hijau.
c) Protanomali adalah tipe anomalous trichromacy dimana terjadi kelainan
terhadap

long-wavelenght

(red)

pigmen,

sehingga

menyebabkan

rendahnya sensitifitas warna merah. Artinya penderita protanomali tidak


akan mempu membedakan warna dan melihat campuran warna yang
dilihat oleh mata normal. Penderita juga akan mengalami penglihatan
yang buram terhadap warna spektrum merah. Hal ini mengakibatkan
mereka dapat salah membedakan warna merah dan hitam.
2. Dichromacy
Dichromacy adalah jenis buta warna di mana salah satu dari tiga sel
kerucut tidak ada atau tidak berfungsi. Akibat dari disfungsi salah satu sel
pigmen pada kerucut, seseorang yang menderita dikromatis akan mengalami
gangguan penglihatan terhadap warna-warna tertentu.
Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pigmen yang rusak:
a. Protanopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak
adanya photoreceptor retina merah. Pada penderita protonopia,
penglihatan terhadap warna merah tidak ada. Dichromacy tipe ini terjadi
pada 1 % dari seluruh pria. Keadaan yang paling sering ditemukan
dengan cacat pada warna merah hijau sehingga sering dikenal dengan
buta warna merah - hijau.
b. Deutranopia adalah gangguan penglihatan terhadap warna yang
disebabkan tidak adanya photoreceptor retina hijau. Hal ini menimbulkan
kesulitan dalam membedakan hue pada warna merah dan hijau (redgreen hue discrimination).
c. Tritanopia adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki shortwavelength cone. Seseorang yang menderita tritanopia akan kesulitan
dalam membedakan warna biru dan kuning dari spektrum cahaya tanpak.
Tritanopia disebut juga buta warna biru-kuning dan merupakan tipe
dichromacy yang sangat jarang dijumpai.

65

3. Monochromacy
Monochromacy atau akromatopsia adalah keadaan dimana seseorang hanya
memiliki sebuah pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel cones.
Pasien hanya mempunyai satu pigmen kerucut (monokromat rod atau batang).
Pada monokromat kerucut hanya dapat membedakan warna dalam arti
intensitasnya saja dan biasanya 6/30. Pada orang dengan buta warna total atau
akromatopsia akan terdapat keluhan silau dan nistagmus dan bersifat
autosomal resesif.
Pemeriksaan
a. Uji Ishihara
Merupakan uji untuk mengetahui adanya defek penglihatan warna,
didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan
berbagai ragam warna. Menurut Guyton (1997), metode Ishihara yaitu
metode yang dapat dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan
buta warna didasarkan pada pengunaan kartu bertitik-titik. Kartu ini disusun
dengan menyatukan titik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna.
Uji ini merupakan pemeriksaan untuk penglihatan warna dengan
memakai satu seri gambar titik bola kecil dengan warna dan besar berbeda
(gambar pseudokromatik), sehingga dalam keseluruhan terlihat warna pucat
dan menyukarkan pasien dengan kelainan penglihatan warna melihatnya.
Penderita buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat
sebagian ataupun sama sekali tidak dapat melihat gambaran yang
diperlihatkan. Pada pemeriksaan pasien diminta melihat dan mengenali tanda
gambar yang diperlihatkan dalam waktu 10 detik.
Penyakit tertentu dapat terjadi ganguan penglihatan warna seperti buta
warna merah dan hijau pada atrofi saraf optik, optik neuropati toksi dengan
pengecualian neuropati iskemik, glaukoma dengan atrofi optik yang
memberikan ganguan penglihatan biru kuning.
4.7. Kelainan Nervus Optikus

66

HIPOPLASIA NERVUS OPTIKUS


Hipoplasia nervus optikus adalah suatu kelainan congenital non progresif
pada satu atau dua nervus optikus; pada kondisi ini, terdapat pengurangan jumlah
akson saraf yang terkena. Derajat gangguan penglihatan bervariasi dari ketajaman
penglihatan normal yang disertai berbagai defek lapangan pandang sampai tidak
adanya persepsi cahaya.
Saraf optik hypoplasia telah dikaitkan pada ibu dengan diabetes, ibu
alkohol dan penyalahgunaan narkoba, ibu yang menggunakan obat anti-epileptic,
dan ibu muda yang mencapai usia 20 tahun atau kurang, kebanyakan kasus tidak
bisa diidentifikasi secara jelas penyebabnya .Tidak ada ras atau faktor sosial
ekonomi yang dikenal, yang dikenal juga tidak ada hubungannya dengan paparan
pestisida.
Diagnosis klinis terhambat oleh kesulitan pemeriksaan pada anak kecil dan
samarnya gejala-gejala klinis. Pada kasus yang lebih mencolok, diskus optikus
jelas tampak kecil dan halo sirkumpapiler pada kanalis sclera yang berukuran
normal menghasilkan tanda cincin ganda. Pada kasus-kasus lain, hipoplasianya
mungkin hanya sebagian (segmental) dan jauh lebih sulit dideteksi.

Gambar 39. Hipoplasia Nervus Optikus


4.8. Kelainan Sistem Nasolakrimalis
OBSTRUKSI DUKTUS NASOLAKRIMALIS KONGENITAL
Kanalisasi duktus nasolakrimalis distal normalnya terjadi sebelum
kelahiran atau selama bulan pertama kehidupan. Sebanyak 30% bayi akan

67

mengalami epifora selama periode ini. Sekitar 6% mengalami gejala gejala


berkepanjangan, yang sebagian besar diantaranya akan pulih dengan bantuan
pemijatan saccus lacrimalis dan terapi antibiotic topikal untuk episode-episode
konjungtivitis. Sisanya biasanya dapat disembuhkan dengan tindakan sonde
nasolakrimalis dan sebaiknya dibiarkan sampai usia 1 tahun. Pada serangan
dakriosistisis akut, sering diindikasikan tindakan sonde yang lebih dini. Pada
pasien dengan anomali kraniofasial, harus selalu diingat kemungkinan adanya
anomali nasolakrimal kongenital congenital yang lebih luas. Epifora dapat pula
disebabkan oleh penyakit peradangan segmen anterior, kelainan palpebra, dan
glaukoma kongenital.

Gambar 40. Obstruksi Duktus Nasolkrimalis Kongenital


4.9. Kelainan Otot Mata
STRABISMUS
I. DEFINISI
Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata
tidak searah. Strabismus merupakan suatu kelainan posisi bola mata dan bisa
terjadi pada arah atau jauh penglihatan tertentu saja, atau terjadi pada semua
arah dan jarak penglihatan.
II. ETIOLOGI
Strabismus ditimbulkan oleh cacat motorik, sensorik atau sentral. Cacat
sensorik disebabkan oleh penglihatan yang buruk, tempat ptosis, palpebra,
Parut Kornea Katarak Kongenital Cacat Sentral akibat kerusakan otak. Cacat
Sensorik dan Sentral menimbulkan Strabismus Konkomitan atau non

68

paralitik. Cacat motorik seperti paresis otot mata akan menyebabkan gerakan
abnormal mata yang menimbulkan strabismus paralitik.
Gangguan fungsi mata seperti pada kasus kesalahan refraksi berat atau
pandangan yang lemah karena penyakit bisa berakhir pada strabismus.
Ambliopia (berkurangnya ketajaman penglihatan) dapat terjadi pada
strabismus, biasanya terjadi pada penekanan kortikal dari bayangan mata
yang menyimpang.
III. DIAGNOSIS STRABISMUS
Kelainan kedudukan mata dapat dibagi dalam :
- strabismus paralitik (noncomitant) = incomitant
- nonparalitik = (comitant = concomitant)
manifes = strabismus = heterotropia
laten = heteroforia
akomodatif
non akomodatif
Seringkali heteroforia bertambah secara progresif, sehingga kelainan
deviasi ini tidak dapat lagi diatasi, sehingga menjadi = strabismus.

Gambar 41. Strabismus


Strabismus Nonparalitik (terjadi pada umur <6 bulan / kongenital)
Disini kekuatan duksi dari semua otot normal dan mata yang berdeviasi
mengikuti gerak mata yang sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi
dengan kekuatan yang sama. Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama
dengan deviasi sekunder (deviasi pada mata yang sehat). Mata yang ditujukan
pada obyek disebut fixing eye, sedang mata yang berdeviasi disebut squinting eye.
Dibedakan strabismus nonparalitika; nonakomodatif akomodatif
berhubungan dengan kelainan refraksi.

69

Strabismus Nonparalitik nonakomodatif


Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama.
Deviasinya sama kesemua arah dan tidak dipengaruhi oleh akomodasi. Karena itu
penyebabnya tak ada hubungannya dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan
otot-otot. Mungkin disebabkan oleh Insersi yang salah dari otot-otot yang bekerja
horizontal.
Gangguan keseimbangan gerak bola mata, dapat terjadi karena gangguan
yang bersifat sentral, berupa kelainan kwantitas rangsangan pada otot. Hal ini
disebabkan kesalahan persarafan terutama dari perjalanan supranuklear, yang
mengelola konvergensi dan divergensi. Kelainan ini dapat menimbulkan proporsi
yang tidak baik antara kekuatan konvergensi dan divergensi. Untuk melakukan
konvergensi dari kedua mata, harus ada kontraksi yang sama dan serentak dari
kedua m.rektus internus, sehingga terjadi gerakan yang sama dan simultan dari
mata ke nasal. Divergensi dan konvergensi adalah bertentangan, overaction dari
yang satu menyebabkan kelemahan dari yang lain dan sebaliknya.
Rangsangan sentral yang berlebihan untuk konvergensi, menyebabkan
kedudukan bola mata yang normal untuk penglihatan jauh (divergensi) sedang
menjadi

strabismus

konvergens

untuk

penglihatan

dekat

(konvergensi).

Dibedakan :
1. Kelebihan konvergensi : (convergence excess) pada penglihatan jauh
normal, pada penglihatan dekat timbul strabismus konvergens.
2. Kelebihan divergensi (divergence exess) : pada penglihatan dekat
normal. pada penglihatan jauh timbul strabismus divergens.
3. Kelemahan

konvergensi

(convergence

insufficiency)

pada

penglihatan jauh normal, pada penglihatan dekat timbul strabismus


divergens.
4. Kelemahan divergensi (divergence insufficiency) : pada penglihatan
dekat normal, pada penglihatan jauh timbul strabismus konvergens.
Kekurangan daya fusi : Kelainan daya fusi kongenital sering didapatkan.
Daya fusi ini berkembang sejak kecil dan selesai pada umur 6 tahun. Ini
penting untukk penglihatan binokuler tunggal yang menyebabkan mata
melihat lurus. Tetapi bila daya fusi ini terganggu secara kongenital atau

70

terjadi gangguan koordinasi motorisnya, maka akan menyebabkan


strabismus. Pada kasus yang idiopatis, kesalahan mungkin terletak pada
dasar genetik. Eksotropik dan esotropia sering merupakan keturunan
autosomal dominan. Kadang-kadang pada anak dengan esotropia,
didapatkan orang tuanya dengan esoforia yang hebat. Tidak jarang
strabismus nonakomodatif tertutup oleh faktor akomodatif, sehingga bila
kelainan refraksinya dikoreksi, strabismusnya hanya diperbaiki sebagian
saja.
Tanda-tanda :
1.

Kelainan kosmetik, sehingga pada anak-anak yang lebih besar

merupakan beban mental.


2.

Tak terdapat tanda-tanda astenopia.

3.

Tak ada hubungan dengan kelainan refraksi.

4.

Tak ada diplopia, karena terdapat supresi dari bayangan pada mata

yang berdeviasi.
Pada strabismus yang monokuler, karena supresi dapat terjadi
ambliopia ex anopsia. Bila deviasinya mulai pada umur muda dan sudut
deviasinya besar, maka bayangan dimakula yang terdapat pada mata yang
fiksasi (fixing eye) terdapat didaerah diluar makula pada mata yang
berdeviasi (squiting eye). Jadi terdapat abnormal retinal correspondence
(binocular fals projection). Pengukuran derajat deviasinya dilakukan
dengan : tes Hisrchberg, tes Krimsky, tes Maddox cross. Pemeriksaan
kekuatan duksi untuk mengukur kekuatan otot.
Pengobatan :
1.

Preoperatif

2.

Operatif

Preoperatif :
Pengobatan yang paling ideal pada setiap strabismus adalah bila tercapai
hasil fungsionil yang baik, yaitu penglihatan binokuler yang normal

71

dengan stereopsis, disamping perbaikan kosmetik. Hal ini sukar dicapai


karena tergantung dari pada
o lamanya strabismus.
o umur anak pada waktu diperiksa.
o sikap orang tuanya.
o kelainan refraksi.
Pada strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6
tahun atau lebih pada waktu diperiksa pertama, maka hasil pengobatannya
hanya kosmetis saja. Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang
berdeviasi harus dihilangkan dengan:
Menutup mata yang normal (terapi oklusi = patching).
Dengan demikian penderita dipaksa untuk memakai matanya yang
berdeviasi. Biasanya ketajaman penglihatannya menunjukkan perbaikan
dalam 4-10 minggu. Penutupan ini mempunyai pengaruh baik pada pola
sensorisnya retina, tetapi tidak mempengaruhi deviasi. Sebaiknya terapi
penutupan sudah dimulai sejak usia 6 bulan, untuk hindarkan timbulnya
ambliopia. Pada anak berumur dibawah 5 tahun dapat diteteskan sulfas
atropin 1 tetes satu bulan, sehingga mata ini tak dipakai kira-kira 2
minggu. Ada pula yang menetesinya setiap hari dengan homatropin
sehingga mata ini beberapa jam sehari tak dipakai. Sedang pada anak-anak
yang lebih besar, dilakukan penutupan matanya 2-4 jam sehari. Penetesan
atau penutupan jangan dilakukan terlalu lama, karena takut menyebabkan
ambliopia pada mata yang sehat ini. Pada anak yang sudah mengerti (3
tahun), harus dikombinasikan dengan latihan ortoptik untuk mendapatkan
penglihatan binokuler yang baik. Kalau pengobatan preoperatif sudah
cukup lama dilakukan, kira-kira 1 tahun, tetapi tak berhasil, maka
dilakukan operasi.
Operatif
Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada umur 4-5 tahun,
supaya bila masih ada strabismusnya yang belum terkoreksi dapat dibantu

72

dengan

latihan.

Prinsip operasinya :

reseksi dari otot yang terlalu kuat

reseksi dari otot yang terlalu lemah

4.10. Kelainan Rongga Orbita


Disostosis kraniofasialis (Penyakit Crouzon)
Penyakit ini adalah deformitas herediter yang jarang dijumpai akibat suatu
gen autosomal dominan, yang ditandai oleh eksoftalmos, hipoplasia maksila,
pembesaran tulang-tulang hidung, menjauhnya jarak antara kedua mata
(hipertelorisme okuler), atrofi optik, dan kelainan tulang regio sinus
perilongitudinalis. Fisura palpebra miring ke arah bawah (berlainan dengan miring
kea rah atas pada sindrom down). Juga dijumpai strabismus akibat anomali
struktur otot dan anomaly sudut orbita.

Gambar 42. Penyakit Crouzon(medicaldictionary.thefreedictionary.com)


5. Kelainan Kongenital Telinga,wajah,dan leher

FISTULA PREAURIKULA
DEFINISI

73

Kelainan bawaan pada telinga yang sering ditemukan, namun tidak


semuanya menimbulkan keluhan bagi penderitanya. Kelainan ini terbentuk akibat
gangguan perkembangan arkus brakial I dan II.
EPIDEMIOLOGI
Dalam sebuah studi, insidensi fistula preaurikular di Amerika Serikat
sekitar 0- 0.9% dan insidensinya di kota New York sekitar 0.23%. Di Taiwan,
insidensinya sekitar 1.6-2.5% di Skotlandia sekitar 0.06% dan di Hungaria sekitar
0.47%. Di beberapa bagian Asia dan Afrika, insidensinya sekitar 4-10%
Mortalitas/ Morbiditas

Fistula preaurikular tidak berhubungan dengan dengan mortalitas.


Morbiditas termasuk infeksi rekuren pada bagian tersebut, ulserasi,
jaringan parut, pioderma dan sellulitis fasial. Secara spesifik, kondisi ini
dapat diikuti oleh terjadinya: abses pada dan anterior dari telinga yang
terlibat, drainase kronik dan rekurren dari lubang fistula, otitis externa dan

sellulitis fasial unilateral.


Terapi dengan operasi dihubungkan dengan angka kejadian morbiditas ini,
dengan kemungkinan kekambuhan post operasi.
Insidens fistula preaurikular pada orang kulit putih adalah 0.0-0.6%
dan insidensinya pada ras Amerika, Afrika dan Asia adalah 1-10%. Baik
laki-laki maupun perempuan memiliki kemungkinan yang sama untuk
menderita kelainan ini. Fistula preaurikular muncul pada masa antenatal
dan terlihat pada saat lahir.

ETIOLOGI
Fistula preaurikular diturunkan secara autosomal dominan inkomplit.
Kelainan ini dapat muncul secara spontan. Fistula dapat terjadi secara bilateral
pada 25-50% kasuS dan fistula preaurikular bilateral lebih sering herediter. Pada
kasus yang terjadi secara unilateral, preaurikular kiri lebih sering terkena
GEJALA KLINIS
1. Sebagian orang dengan kelainan ini asimptomatik. Hanya sepertiga orang
menyadari adanya kelainan ini. Dalam sebuah studi terhadap 31 pasien, suatu

74

lesi menjadi jelas, sekitar 9,2 tahun (rata-rata) sebelum mereka mencari
pertolongan medis.
2. Beberapa pasien dating dengan drainase kronik yang intermitten berupa
material purulen dari tempatnya yang terbuka. Drainase fistula ini menjadi
mudah mengalami infeksi. Sekali infeksi, fistula-fistula ini jarang mengalami
asimptomatik, sering berkembang menjadi eksaserbasi akut yang rekurren.
3. Pasien mungkin datang dengan sellulitis fasial atau ulserasi yang berlokasi
pada bagian depan telinga. Ulserasi ini sering diobati tanpa mengetahui
sumber primernya dan fistula preaurikular menjadi tidak ketahuan
4. Perkembangan dari adanya infeksi, pasien mungkin dapat berkembang
menjadi scarring.
5. Bayi dari ibu yang DM memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinyaoculo
auriculo-vertebral, termasuk fistula.

Gambar 43. Fistula Preaurikula


TERAPI
Terapi Medis
Dalam sebuah studi yang besar, 52% pasien mengalami peradangan pada
fistulanya, 34% mengalami abses dan 18% dari fistulanya mengalami infeksi.
Agen infeksius yang teridentifikasi adalah Staphylococcus epidermidis (31%),
Staphylococcus aureus(31%), Streptococcus viridans(15%), Peptococcus sp.
(15%) dan Proteus sp. (8%). Sekali pasien mengalami infeksi pada fistulanya,
pasien tersebut harus diberikan antibiotik sistemik. Jika terdapat abses, abses
tersebut harus di insisi dan di drainase dan eksudat harus dikirim untuk dilakukan
pengecatan Gram dan kultur untuk dapat memilih antibiotik yang tepat.10
Operasi

75

Sekali infeksi terjadi, kemungkinan terjadinya kekambuhan eksaserbasi


akut sangat tinggi dan saluran fistula harus diangkat dengan cara operasi. Operasi
perlu sekali dilakukan ketika infeksi yang telah diberikan antibiotik dan
peradangan pasti memiliki waktu untuk sembuh. Indikasi operasi masih menjadi
perdebatan. Beberapa percaya bahwa saluran fistula harus di ektirpasi dengan cara
operasi pada pasien yang asimptomatik karena onset gejala dan infeksi yang
berikutnya

menyebabkan

pembentukan

jaringan

parut

(scarring),

yang

memungkinkan pengangkatan yang tidak sempurna dari saluran fistula dan


kekambuhan setelah operasi. Angka kekambuhan setelah operasi adalah 13-42%.
KOMPLIKASI
1. Pasien dapat mengalami infeksi pada salurannya dengan pembentukan abses.
2. Kekambuhan post operasi merupakan komplikasi dari ekstirpasi saluran
fistula
3. Sebagian kekambuhan terjadi masa-masa awal setelah operasi, berlangsung
dalam 1 bulan prosedur. Kekambuhan harus dicurigai ketika discharge dari
saluran sinus tetap ada. Insidensi kekambuhan terjadi sekitar 5-42%.
PROGNOSIS

Fistula preaurikular umumnya memiliki prognosis yang baik.

MIKROTIA
DEFINISI
Malformasi daun telinga yang memperlihatkan kelainan bentuk ringan
sampai berat, dengan ukuran kecil sampai tidak terbentuk sama sekali (anotia).
Biasanya bilateral dan berhubungan dengan stenosis atau atresia meatus akustikus
eksternus dan mungkin malformasi inkus dan maleus.
ETIOLOGI
Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti apa penyebab terjadinya
Mikrotia. Tapi hal-hal berikut harus diperhatikan oleh ibu hamil di trimester
pertama kehamilan :
a.
b.
c.
d.

Faktor Makanan
Stress
Kurang Gizi pada saat kehamilan
Menghindari pemberian / penggunaan obat - obatan / zat kimia

76

e. Genetik bisa menjadi salah satu faktor penyebab mikrotia tapi belum pernah
diketahui bagaimana genetik bisa mempengaruhi / menjadi faktor penyebab
Mikrotia.
EPIDEMIOLOGI
Terjadi pada setiap 5000 - 7000 kelahiran (bergantung kepada statistik
tiap-tiap negara dan ras individual). Jumlahnya di Indonesia tidak diketahui
dengan pasti karena belum pernah ada koleksi data sehubungan dengan mikrotia.
Sekitar 90% kasus mikrotia hanya mengenai satu telinga saja (unilateral) dan 10%
dari kasus mikrotia adalah mikrotia bilateral. Telinga terbanyak yang terkena
adalah telinga kanan. Anak laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan
anak perempuan (sekitar 65:35). Dan ras Asia lebih sering terkena dibanding ras
lain.
MANIFESTASI KLINIS
Ada tiga kategori penting yang memudahkan menilai kelainan daun telinga
dengan cepat. Departemen THT FKUI/RSCM menggunakan kriteria menurut
Aguilar dan Jahrsdoerfer,1 yaitu:
a.

Derajat I: jika telinga luar terlihat normal tetapi sedikit lebih kecil. Tidak
diperlukan prosedur operasi untuk kelainan daun telinga ini. Telinga
berbentuk lebih kecil dari telinga normal. Semua struktur telinga luar ada
pada grade I ini, yaitu kita bisa melihat adanya lobus, heliks dan anti heliks.
Grade I ini dapat disertai dengan atau tanpa lubang telinga luar (eksternal

b.

auditori kanal).
Derajat II: jika terdapat defisiensi struktur telinga seperti tidak terbentuknya
lobus, heliks atau konka. Ada beberapa struktur normal telinga yang hilang.

c.

Namun masih terdapat lobulus dan sedikit bagian dari heliks dan anti heliks.
Derajat III: terlihat seperti bentuk kacang tanpa struktur telinga atau anotia.
Kelainan ini membutuhkan proses operasi rekonstruksi dua tahap atau lebih.
Kelompok ini diklasifikasikan sebagai mikrotia klasik. Sebagian besar pasien
anak akan mempunyai mikrotia jenis ini. Telinga hanya akan tersusun dari
kulit dan lobulus yang tidak sempurna pada bagian bawahnya. Biasanya juga
terdapat jaringan lunak di bagian atas nya, dimana ini merupakan tulang

77

kartilago yang terbentuk tidak sempurna. Biasanya pada kategori ini juga
akan disertai atresia atau ketiadaan lubang telinga luar.

Gambar 1: Grade I

Gambar 3: Grade III

Gambar 2: Grade II

Gambar 4: Anotia

Gambar 44. Mikrotia


DIAGNOSIS
Mikrotia akan terlihat jelas pada saat kelahiran, ketika anak yang
dilahirkan memiliki telinga yang kecil atau tidak ada telinga. Tes pendengaran
akan digunakan untuk mengetahui apakah ada gangguan pendengaran di telinga
yang bermasalah atau tidak. Dan jika ada gangguan pendengaran, maka derajat
berapa gangguan pendengarannya.
PENATALAKSANAAN
Usia pasien menjadi pertimbangan operasi, minimal berumur 68tahun.
Pada usia ini, kartilago tulang iga sudah cukup memadai untuk dibentuk sebagai
rangka telinga dan telinga sisi normal telah mencapai pertumbuhan maksimal,

78

sehingga dapat digunakan sebagai contoh rangka telinga. Pada usia ini daun
telinga mencapai 8090% ukuran dewasa.
Dengan tidak adanya tulang rawan daun telinga, pembedahan rekonstruksi
jarang menghasilkan kosmetik yang memuaskan. Prostesis yang artistik adalah
pemecahan yang paling baik untuk kosmetiknya. Pada kelainan unilateral dengan
pendengaran normal dari telinga telinga sisi lain, rekonstruksi telinga tengah tidak
dianjurkan, tetapi bila terjadi gangguan pendengaran bilateral, dianjurkan
rekonstruksi telinga tengah. Biasanya menggunakan teknik Brent.
PROGNOSIS
Sekitar 90% anak dengan mikrotia akan mempunyai pendengaran yang
normal. Karena adanya atresia pada telinga yang terkena, anak-anak ini akan
terbiasa dengan pendengaran yang mono aural (tidak stereo). Sebaiknya orang tua
berbicara dengan gurunya untuk menempatkan anak di kelas sesuai dengan sisi
telinga yang sehat agar anak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Pada kasus
bilateral (pada kedua telinga) umumnya juga tidak terjadi gangguan pendengaran.
Hanya saja anak-anak perlu dibantu untuk dipasang dengan alat bantu dengar
konduksi tulang (BAHA = Bone Anchor Hearing Aid). Hal ini diperlukan agar
tidak terjadi gangguan perkembangan bicara pada anak. Lebih jauh lagi agar
proses belajar anak tidak terganggu

LOPS EAR (BATS EAR)


Kelainan ini merupakan kelainan kongenital, yaitu bentuk abnormal daun
telinga dimana terjadi kegagalan pelipatan antiheliks. Tampak daun telinga lebih
lebar dan lebih berdiri. Secara fisiologik tidak terdapat gangguan pendengaran,
tetapi dapat menyebabkan ganguan psikis karena estetik. Koreksi bedah umumnya
dilakukan pada usia 5 tahun karena perkembangan telinga luar hampir sempurna.
Operasi dilakukan sebelum anak masuk sekolah untuk mencegah ejekan teman
dan efek emosional serta psikologis.

79

Gambar 45. Lops ear

ATRESIA LIANG TELINGA


Selain dari liang telinga yang tidak terbentuk, juga biasanya disertai
dengan kelainan daun telinga dan tulang pendengaran. Kelainan ini jarang disertai
kelainan telinga dalam, karena perkembangan embriologik yang berbeda antara
telinga dalam dengan telinga luar dan telinga tengah.
Atresia telinga kongenital merupakan kelainan yang jarang ditemukan.
Penyebab kelainan ini belum diketahui dengan jelas, diduga oleh faktor genetik,
seperti infeksi virus atau intoksikasi bahan kimia pada kehamilan muda.
Diagnosis atresia telinga kongenital hanya dengan melihat daun telinga
yang tidak tumbuh dan liang telinga yang atresia saja, keadaan telinga tengahnya
tidak mudah di evaluasi. Sebagai indikator untuk meramalkan keadaan telinga
tengah ialah keadaan daun telinganya. Makin buruk keadaan daun telinga, makin
buruk pula keadaan telinga tengah.
Atresia liang telinga dapat unilateral dan bilateral. Tujuan operasi
rekontruksi ialah selain dari memperbaiki fungsi pendengaran, juga untuk
kosmetik. Pada atresia liang telinga bilateral masalah utama ialah gangguan
pendengaran. Setelah diagnosis ditegakkan sebaiknya pada pasien dipasang alat

80

bantu dengar, baru setelah berusia 5 7 tahun dilakukan operasi pada sebelah
telinga. Pada atresia liang telinga unilateral, operasi sebaiknya dilakukan setelah
dewasa, yaitu pada umur 15 17 tahun. Operasi dilakukan dengan bedah mikro
telinga.

Gambar 46. Atresia Liang telinga


6. Kelainan Kongenital Congenital Heart Disease
A. Definisi
Congenital heart disease (CHD) atau penyakit jantung congenital adalah
kelainan jantung yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut terjadi
sebelum bayi lahir. Tetapi kelaianan jantung bawaan ini tidak selalu member!

81

gejala segera setelah bayi lahir; tidak jarang kelainan tersebut baru ditemukan
setelah pasien berumur beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun
(Ngastiah)
B. Etiologi
Penyebab penyakit jantung congenital berkaitan dengan kelainan
perkembangan embrionik, pada usia lima sampai delapan minggu, jantung
dan pembuluh darah besar dibentuk. Gangguan perkembangan mungkin
disebabkan oleh factor-faktor prenatal seperti infeksi ibu selama trimester
pertama. Agen penyebab lain adalah rubella, influenza atau chicken fox.
Factor-faktor prenatal seperti ibu yang menderita diabetes mellitus dengan
ketergantungan pada insulin serta factor-faktor genetic juga berpengaruh
untuk terjadinya penyakit jantung congenital. Selain factor orang tua, insiden
kelainan jantung juga meningkat pada individu. Fackor-faktor lingkungan
seperti radiasi, gizi ibu yang jelek, kecanduan obat-obatan dan alcohol juga
mempengaruhi perkembangan embrio.
Cardiac Development
Multiple genes
Environmental factors
Hemodynamic factors
Possibility of deformation, disruption,and dysplasia

Gambar 47. Cardiac Developmental Mechanism

82

Gambar 48. Normal Developmental Genes


C. Tanda dan Gejala
INFANTS:
1. Dyspnea
2. Difficulty breathing
3. Pulse rate over 200 beats/mnt
4. Recurrent respiratory infections
5. Failure to gain weight
6. Heart murmur
7. Cyanosis
8. Cerebrovasculer accident
9. Stridor and choking spells
Children
1. Dyspnea
2. Poor physical development
3. Decrease exercise tolerance
4. Recurrent respiratory infections
5. Heart murmur and thrill

83

6. Cyanosis
7. Squatting
8. Clubbing of fingers and toes

9. Elevated blood pressure


D. Klasifikasi
1. Terdapat berbagai cara penggolongan penyakit jantung congenital.
2. Penggolongan yang sangat sederhana adalah penggolongan yang
dasarkan ada adanya sianosis serta askuiarisasi paru.
3. Penyakit Jantung bawaan (PJB) non sianotik dengan vaskularisasi paru
bertambah, misalnya defek septum (DSV), defek septum atrium
(DSA), dan duktus arteriousus persisten (DAP)
4. PJB

non

sianotik

dengan

vaskularisasi

paru

normal.

Pada

penggolongan ini ermasuk stenosis aorta(SA),stenosis pulmonal (SP)


dan koarktasio aorta
5. Pjb sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang. Pada penggolongan
ini yang paling banyak adalah tetralogi fallot (TF)
6. Pjb sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah, misalnya transposisi
arteri besar (TAB)
Non sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah
Terdapak detek pada septum ventrikel, atrium atau duktus yang tetap
terbuka menyebabkan adanya pirau (kebocoran) darah dari kiri ke kanan karena
tekanan jantung dibagian kiri lebih tinggi daripada dibagian kanan.

84

a. Ventrikel Septum Defek (VSD)


VSD terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk dengan sempurna.
Akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada saat systole.

Manifestasi klinik
Pada pemeriksaan selain didapat pertumbuhan terhambat, anak
terlihat pucat,banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik.
Diameter dada bertambah, sering terlihat pembonjolan dada kiri. Tanda
yang menojol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, seia
intrakostal dan region epigastrium. Pada anak yang kurus terlihat impuls
jantung yang hiperdinamik.
Penatalaksanaan
Pasien dengan DSV besar perlu ditolong dengan obat-obatan utuk
mengatas igagal jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretic,
misalnya lasix. Bila obat dapat memperbaiki keadaan, yang dilihat dengan
membaiknya pernafasan dan bertambahnya berat badan, rnaka operasi
dapat ditunda sampai usia 2-3 tahun.Tindakan bedah sangat menolong
karena tanpa tindakan tersebut harapan hidup berkurang.

85

b. Atrium Septum Defek (ASD)


Kelainan septum atrium disebabkan dari suatu lubang pada
foramen ovale atau pada septum atrium. Tekanan pada foramen ovale atau
septum atrium,tekanan pada sisi kanan jantung meningkat.

Manifesfasi klinik
Anak mungkin sering mengalami kelelahan dan infeksi saluran pernafasan
atas. Mungkin ditemukan adanya murmur jantung. Pada foto rongent
ditemukan adanya pembesaran jantung dan diagnosa dipastikan dengan
kateterisasi jantung.

86

Type ASD

(a)
(b)
(a) ASD sekundum,
(b)
ASD primum

(c) ASD tipe sinus venosus


Penatalaksanaan
Kelainan tersebut dapat ditutup dengan dijahit atau dipasang suatu
graft pembedahan jantung terbuka, dengan prognosis baik.
c. Duktus Arteriosus Persisten
DAP adalah terdapatnya pembuluh darah fetal yang menghubungkan
percabangan arteri pulmonalis sebelah kiri (left pulmonary artery) ke aorta
desendens tepat di sebelah distal arteri subklavikula kiri. DAP terjadi bila
duktus tidak menutup bila bayi lahir. Penyebab DAP bermacam-macam, bisa
karena infeksi rubella pada ibu dan prematuritas.

87

Manifestosi klinik
Neonatus menunjukan tanda-tanda respiratory distress seperti
mendengkur, tacipnea dan retraksi. Sejalan dengan pertumbuhan anak,
maka anak akan mengalami dispnea, jantung membesar, hipertropi
ventrikuler kiri akibat penyesuaian jantung terhadap penigkatan volume
darah, adanya tanda machinery type. Murmur jantung akibat aliran darah
turbulen dari aorta melewati duktus menetap. Tekanan darah sistolik
mungkin tinggi karena pembesaran ventrikel kiri.
Penatalaksanaan
Karena neonatus tidak toleransi terhadap pembedahan, kelainan
biasanya diobati dengan aspirin atau idomethacin yang menyebabkan
kontraksi otot lunak pada duktus arteriosus. Ketika anak berusia 1-5 tahun,
cukup kuat untuk dilakukan operasi.

Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan vaskularisasi paru normal


a. Stenosis aorta

88

Pada kelainan ini striktura terjadi diatas atau dibawah katup aorta.
Katupnya sendiri mungkin terkena atau retriksi atau tersumbat secara total
aliran darah.

Manifestasi klinik
Anak menjadi kelelahan dan pusing sewaktu cardiac output
menurun, tanda-tanda ini lebih nampak apabila pemenuhan kebutuhan
terhadap O2 tidak terpenuhi, hal ini menjadi serius dapat rnenyebabkan
kematian, ini juga ditandai dengan adanya murmur sistolik yang terdengar
pada batas kiri sternum, diagnosa ditegakan berdasarkan gambaran ECG
yang menunjukan adanya hipertropi ventrikel kiri, dan dari kateterisasi
jantung yang menunjukan striktura.
Penatalaksanaan
Stenosis dihilangkan dengan insisi pada katup yang dilakukan pada
saat anak mampu dilakukan pembedahan tx.
b. Stenosis pulmonal
Kelainan pada stenosis pulmonik, dijumpai adanya striktura pada katup,
normal tetapi puncaknya menyatu.

89

Manifestasi klinik
Tergantung pada kondisis stenosis. Anak dapat mengalami dyspne
dan

kelelahan, karena aliran darah ke paru-paru tidak adekuat untuk

mencukupi kebutuhan O2 dari cardiac output yang meingkat. Dalam


keadaan stenosis yang berat, darah kembali ke atrium kanan yang dapat
rnenyebabkan kegagalan jantung kongesti. Stenosis ini didiagnosis
berdasarkan murmur jantung sistolik, ECG dan kateterisai jantung.
Penatalaksanaan
Stenosis dikoreksi dengan pembedahan pada katup yang dilakukan
pada saat anak berusia 2-3 tahun.
c. Koarktasio Aorta
Kelaianan pada koartasi aorta, aorta berkontriksi dengan beberapa cara.
Kontriksi mungkin proksimal atau distal terhadap duktus arteiosus. Kelaianan
ini biasanya tidak segera diketahui, kecuali pada kontriksi berat. Untuk itu
penting meiakukan skrening anak saat memeriksa kesehatannya, khususnya
bila anak mengikuti kegiatan-kegiatan olah raga.

90

Manifestasi klinik
Ditandai dengan adanya kenaikan tekanan darah, searah proksimal
pada kelainan dan penurunan secara distal. Tekanan darah lebih tinggi
pada lengan daripada kaki. Denyut nadi pada lengan terasa kuat, tetapi
lemah pada popliteal dan femoral. Kadang-kadang dijumpai adanya
murmur jantung lemah dengan frekuensi tinggi. Diagnosa ditegakkan
dengan cartography.
Penatalaksanaan
Kelainan

dapat

dikoreksi

dengan

Balloon

Angioplasty,

pengangkatan bagian aorta yang berkontriksi atau anastomi bagian akhir,


atau dengan cara memasukkan suatu graf.
Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisai paru berkurang
a. Tetralogi fallot
Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung yang umum, dan terdiri dari
4 kelainan yaitu: 1) stenosis pulmonal, 2) hipertropi ventrikel kanan, 3)
kelainan septum ventrikuler, 4) kelainan aorta yang menerima darajh dari
ventrikel dan aliran darah kanan ke kiri melalui kelainan septum ventrikel.

91

Manifestasi klinik
Bayi baru lahir dengan TF menampakan gejala yang nayata yaitu
adanya cianosis, letargi dan lemah. Setain itu juga tampak tanda-tanda
dyspne yang kemudian disertai jari-jari clubbing, bayi berukuran kecil dan
berat badan kurang. Bersamaan dengan pertambahan usia, bayi diobservasi
secara teratur, serta diusahakan untuk mencegah terjadinya dyspne. Bayi
mudah mengalami infeksi saluran pernafasan atas. Diagnosa berdasarkan

92

pada gejala-gejala klinis, murmurjaniung, ecg foto rongent dan kateterisai


jantung.

Penatalaksanaan
Pembedahan paliatif dilakukan pada usia awal anak-anak, untuk
mernenuhi peningkatan kebutuhan oksigen dalam masa pertumbuhan.
Pembedahan berikutnya pada masa usia sekolah, bertujuan untuk koreksi
secara permanent. Dua pendekatan paliatif adalah dengan cara BlalockTausing, dilakukan pada ananostomi ujung ke sisi sub ciavikula kanan atau
arteri karotis menuju arteri pulmonalis kanan. Secara Waterson dikerjakan
pada sisi ke sisi anastonosis dari aorta assenden, menuju arteri pulmonalis
kanan, tindakan ini meningkatakan darah yang teroksigenasi dan
membebaskan gejala-gejala penyakit jantung sianosis.
Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah
a. Transposisi arteri besar/ Transpotition Great artery (TGA)
Apabila pembuluh pembuluh darah besar mengalami transposisi aorta,
arteri aorta dan pulmonal secara anatomis akan terpengaruh. Anak tidak akan
hidup kecuali ada suatu duktus ariosus menetap atau kelainan septum
ventrikuler atau atrium, yang menyebabkan bercampurnya darah arteri-vena.

93

Pada

TGA

terjadi

perubahan

tempat

kelurnya

posisi

aorta

dana.pulmonalis yakni aorta keluar dari ventrikel kanan dan terletak di


sebelah anterior a.pulmonalis, sedangkan a.pulmonalis keluar dari ventrikel
kiri , terletak posterior terhadap aorta. Akibatnya aorta menerima darah v.
Sistemik dari vena kava, atriumkanan, ventrikel kanan dan darah diteruskan
ke sirkulasi sistemik. Sedang darah dari vena pulmonalis dialirkan ke atrium
kiri, ventrikel kiri dan diteruskan ke a. Pulmonalis dan seterusnya ke paru.
Dengan demikian maka kedua sirkulasi sistemik dan paru tersebut
terpisah dan kehidupan hanya dapat berlangsung apabila ada komunikasi
antara 2 sirkulasi ini. Pada neonatus percampuran darah terjadi melalui duktus
arteriosus dan foramen ovale keatrium kanan. Pada umumnya percampuran
melalui duktus dan foramen ovale ini tidak adekuat, dan bila duktus arteriosus
menutup maka tidak terdapat percampuran lagi di tempattersebut, keadaan ini
sangat mengancam jiwa penderita.
Manifesfasi klinik
Transposisi pembuluh-pembuluh darah ini tergantung pada adanya
kelainan atau stenosis. Stenosis kurang tampak apabila kelainan merupakan
PDA atau ASD atau VSD, tetapi kegagalan jantung akan terjadi.
Penatalaksanaan
Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi percampuran darah. Pada saat
prosedur, suatu kateter balon dimasukan ketika kateterisasi jantung, untuk
memperbesar kelainan septum intra arterial. Pada cara Blalock Halen dibuat

94

suatu kelainan septum atrium. Pada Edward vena pulmonale kanan. Cara
Mustard

digunakan

untuk

koreksi

yang

permanent.

Septum

dihilangkandibuatkan sambungan sehingga darah yang teroksigenisasi dari


vena pulmonale kembali ke ventrikel kanan untuk sirkulasi tubuh dan darah
tidak teroksigenisasi kembali dari vena cava ke arteri pulmonale untuk
keperluan sirkulasi paru-paru. Kemudian akibat kelaianan ini telah berkurang
secara nyata dengan adanya koreksi dan paliatif.
E. Komplikasi
Pasien dengan penyakit jantung congenital teramcam mengalami
berbagai komplikasi antara lain:
1. Gagal jantung kongestif
2. Renjatan kardiogenik, Henti Jantung
3. Aritmia
4. Endokarditis bakterialistis
5. Hipertensi
6. Hipertensi pulmonal
7. Tromboemboli dan abses otak
F. Pafofisiologi
Kelainan jantung congenital menyebabkan dua perubahan hemodinamik
utama. Shunting atau percampuran darah arteri dari vena serta perubahan
aliran darah pulmonal dan tekanan darah. Nornalnya, tekanan pada jantung
kanan lebih besar daripada sirkulasi pulmonal. Shunting terjadi apabila darah
mengalir melalui lubang abnormal pada jantung sehat dari daerah yang
bertekanan lebih tinggi ke daerah yang bertekanan rendah, menyebabkan
darah yang teroksigenisasi mengalirke dalam sirkulasi sistemik. Aliran darah
pulmonal dan tekanan darah meningkat bila ada keterlambatan penipisan
normal serabut otot lunak pada arteriola pulmonal sewaktu lahir. Penebalan
vascular meningkatkan resistensi sirkulasi pulmonal, aliran darah pulmonal
dapat melampaui sirkulasi sis dan aliran darah bergerakdari kanan ke kiri.

95

Perubahan pada aliran darah, percampuran darah vena dan arteri, serta
kenaikan tekanan pulmonal akan meningkatkan kerja jantung. Menifestasi
dari penyakit jantug congenital yaitu adanya gagal jantung, perfusi tidak
adekuat dan kongesti pulmonal.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Gambaran ECG yang menunjukan adanya hipertropi ventrikel
kiri,kateterisasi jantung yang menunjukan striktura.
2. Diagnosa ditegakkan dengan cartography,
3. Cardiac iso enzim (CPK & CKMB) meningkat
4. Roentgen thorax untuk melihat atau evaluasi adanya cardiomegali dan
infiltrate paru.
7. Kelainan Kongenital Pernafasan
ATRESIA CHOANAL
1.

DEFINISI
Atresia choanal adalah kegagalan perkembangan rongga hidung untuk

berhubungan dengan nasofaring. Atresia choanal adalah anomali kongenital


yang relatif jarang dan terjadi pada sekitar 1 di antara 5.000 sampai dengan
8.000 kelahiran hidup, dengan Ratio wanita dibanding pria 2:1. (6,7)
Atresia choanal dapat dikaitkan dengan anomali kongenital lainnya
sampai dengan 50%, sedangkan sisanya memiliki anomali tersendiri. Anomali
kongenital yang paling umum yang terkait adalah CHARGE syndrome (C =
coloboma, H = heart disease, A = atresia dari choanae, R = retardation mental
and perkembangan, G = genital hipoplasia, E = ear deformity or deafness.
Anomali lain yang dikaitkan dengan atresia choanal termasuk polydactyli,
cacat hidung-aurikularis dan palatal, sindrom Crouzon, sindrom Down,
sindrom

Treacher-Collins,

microencephaly,

meningocele,

sindrom

DiGeorge,

meningoencephalocele,

craniosynostosis,
wajah

asimetris,

hipoplasia dari orbita dan midface, bibir sumbing, dan hipertelorisme.(3,5,6,8)


Umumnya, 65% sampai 75% dari pasien dengan atresia choanal adalah
unilateral, sedangkan sisanya adalah bilateral. Sekitar 30% atresia choanal
murni tipe tulang, sedangkan 70% adalah campuran tulang-membran. Plat

96

atresia biasanya berlokasi di depan ujung posterior dari septum hidung. Pada
cacat anatomi termasuk rongga hidung sempit, obstruksi tulang lateral oleh plat
pterygoideus lateral, obstruksi medial yang disebabkan oleh penebalan vomer,
dan obstruksi membran. Atresia choanal posterior yang didapat jarang terjadi.
Hal ini biasanya disebabkan oleh cedera misalnya rhinopharyngeal setelah
adenoidektomi, radioterapi untuk karsinoma nasofaring, tuberkulosis atau
sifilis epipharynx, atau kadang-kadang oleh sebab-sebab yang tidak diketahui.
(2,6)

Gambar 49 (1) dan (2) : Nasofaring bagian posterior dengan CT dan


endoskopi. Bagian Atap palatum dan di atas nasofaring. Ditunjukan atresia
choanal membran sisi kanan (Dikutip dari : Ahmed A, 2011, Unilateral
Membranous of Choanal Atresia, SA Journal of Radiology) (9)
2.

ANATOMI DAN EMBRIOLOGI


Ada empat teori untuk perkembangan atresia choanal:(8)
1) Persisten dari membran buccopharyngeal dari foregut.
2) Persisten dari membran nasobuccal dari Hochstetter - teori yang paling
umum diterima.
3) Persisten abnormal atau lokasi perlekatan mesodermal di wilayah
choanal.
4) Kesalahan arah aliran mesodermal sekunder untuk faktor genetik lokal
yang lebih baik menjelaskan teori populer membran nasobuccal
persisten.
Ada beberapa teori mengenai embriogenesis dari atresia choanal, tetapi

umumnya dianggap sekunder karena persisten baik membran nasobuccal dari


97

Hochstetter atau membran buccopharyngeal dari foregut. Membran ini


biasanya pecah antara minggu kelima dan keenam kehamilan untuk
menghasilkan choanae. Kegagalan membran yang pecah ini menyebabkan
atresia dari choanae. Teori lain adalah abnormal yang persisten dari mesoderm
menyebabkan perlengketan di wilayah hidung-choana atau kesalahan migrasi
sel mesodermal sekunder untuk faktor lokal. Selain itu, cacat dalam wilayah
proses hidung dan palatal sekitar membran nasobuccal mungkin memainkan
peran dalam terjadinya atresia choanal.(6,8)
3.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Rongga hidung memanjang ke arah posterior selama perkembangan di

bawah pengaruh fusi posterior yang dipengaruhi oleh proses palatal. Penipisan
membran terjadi, yang memisahkan rongga hidung dari rongga mulut. Pada
hari ke-38 perkembangan embriogenesis, membran lapisan ke-2 yang terdiri
dari hidung dan mulut epitel pecah dan membentuk choanae (nares posterior).
Kegagalan pecahnya epitel ini menyebabkan terjadinya atresia choanal. Pada
tahun 2008, Barbero et al menyarankan bahwa penggunaan obat prenatal
berupa obat antitiroid (methimazole, carbimazole) dikaitkan dengan terjadinya
atresia choanal. (10,11)
4.

MANIFESTASI KLINIK
Sejak anak yang baru lahir dengan gangguan pernapasan terjadi pada

pasien dengan atresia choanal bilateral

segera setelah lahir. Mereka

memberikan gejala sianosis dan hilang pada saat menangis. Obstruksi jalan
napas selama makan tapi menghilang dengan menangis menunjukkan bahwa
jalan napas oral utuh sementara saluran udara hidung terganggu. Hilangnya
gangguan pernapasan setelah menangis dapat menunda diagnosis. Gagal
pernafasan mungkin terjadi, dan kesulitan makan dapat menyebabkan gagal
pertumbuhan dan perkembangan. Kebanyakan pasien dengan atresia choanal
bilateral terdeteksi dalam bulan pertama kehidupan. Namun, dapat didiagnosis
pada orang dewasa dengan jangka panjang dengan sumbatan hidung bilateral
dan Rhinorrhea.(6,12)

98

4.1.

Bilateral choanal atresia: (13,14)


Obstruksi nasal komplit: Akan ada gangguan pernapasan segera dan
bahkan potensial menyebabkan kematian karena asfiksia pada bayi
yang baru lahir yang bernapas lewat hidung sampai kira-kira 4-6

minggu pada saat pernapasan mulut dipelajari.


obstruksi Siklus pernapasan: Pada anak jatuh tertidur dengan mulut
tertutup dan obstruksi yang progresif diikuti oleh stridor, peningkatan

upaya pernapasan dan sianosis.


Presentasi fistula trakeo-esofagus: atresia choanal bilateral dapat hadir
seperti fistula trakeo-esofagus karena aspirasi susu. Obstruksi jalan

4.2.

4.3.

napas progresif, sianosis & tersedak berkembang pada kedua kasus.


Atresia choanal unilateral
Jarang menimbulkan gangguan pernapasan akut.
Temuan yang paling umum adalah keluarnya cairan berlendir
unilateral.
Atresia choanal unilateral tidak memerlukan pendekatan bedah segera.
Anomali kongenital yang berhubungan:
Ada banyak anomali kongenital yang berhubungan dengan atresia

choanal :

Sindrom CHARGE : Komponen dari sindrom ini adalah C: Coloboma


H: Heart disease A: Atresia Choanal R: Retarded pertumbuhan dan

perkembangan G: Genital Anomali E: Ear anomali & tuli.


59% dari pasien dengan sindrom CHARGE memiliki atresia choanal

bilateral. Sisanya memiliki atresia choanal unilateral.


2,75% dari semua pasien dengan multiple anomali kongenital &
dengan atresia choanal bilateral.

99

Gambar 3 : Gambaran obstruksi nasal unilateral dan mucus discharge yang


persisten. Nasal Endoscopy ( 0 degree telescope ) memperlihatkan atresia choanal
sisi hidung ( A,B ), lubang nasal normal (C), dan Choana (D)
Dikutip dari : Assanasen P, Metheetrairut C, 2009, Choanal Atresia. J Med Assoc
Thai, 92(5): 699-706 (6)
5.

DIAGNOSIS
Anamnesa.(15,16)
Bayi yang baru lahir umumnya lebih memilih untuk bernapas

5.1.

melalui hidung mereka. Biasanya, bayi hanya mulut bernapas ketika


mereka menangis. Bayi dengan atresia choanal kesulitan bernapas kecuali
mereka menangis.
Atresia choanal dapat mempengaruhi satu atau kedua sisi saluran
udara hidung. Atresia Choanal memblokir kedua sisi (bilateral) dari hidung
menyebabkan masalah pernapasan akut dengan sianosis dan kegagalan
pernapasan. Bayi dengan atresia choanal bilateral mungkin perlu resusitasi
pada saat persalinan. Lebih dari separuh dari bayi memiliki penyumbatan
hanya pada satu sisi, yang menyebabkan masalah yang tidak parah.
Gejala meliputi:
1) Retraksi dada kecuali anak itu bernapas melalui mulut atau
menangis
2) Kesulitan bernapas saat pertama kelahiran, yang dapat
mengakibatkan sianosis (warna kebiruan), kecuali bayi yang
menangis

100

3) Ketidakmampuan untuk perawat dan bernapas pada saat yang


sama
4) Ketidakmampuan untuk dilewati kateter melalui setiap sisi
hidung ke tenggorokan
5) Penyumbatan satu sisi hidung yang Persistent
5.2.

Pemeriksaan Fisik.(6)
1) Tergantung dari level obstruksi dari kateter yang dipasang untuk
diagnosis. Kegagalan untuk untuk melewati lubang nares
dengan kateter palstik # 6-8. Kegagalan untuk melewati septum
nasi sampai 5,5 cm dari alar rim adalah diagnosa dari atresia
choanal.
2) Metode lain untuk mendeteksi atresia choanal adalah kegagalan
unruk melewati soft metal probes .

5.3.

Pemeriksaan penunjang
5.3.1. Rhinography
Rhinography adalah prosedur yang melibatkan pemberian
pewarna radioaktif ke dalam rongga hidung

Gambar 50. Rhinography dari atresia choanal


Dikutip dari : Tewfik T.L, Meyers A.D, 2011, Choanal Atresia : Diagnose
Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/791704-diagnose (12)

101

5.3.2. Computed Tomography ( CT-Scan)


CT scan merupakan prosedur radiografi pilihan dalam
evaluasi atresia choanal. Untuk hasil yang baik, suction harus
dilakukan untuk membersihkan lendir yang, dan pemberian
dekongestan topikal. Tujuan dari CT scan yang diuraikan sebagai
berikut: (1,17)
Konfirmasi diagnosis atresia choanal (unilateral atau
bilateral).
Kemungkinan obstruksi pada sisi nasal yang lain.
Menggambarkan kelainan di rongga hidung dan nasofaring.
Menentukan jenis dari atresia choanal yaitu tipe tulang,
atresia membran, atau campuran.
Mengevaluasi atresia choanal ( lebar tulang vomer dan jarak
choanal

airspace).

102

Gambar 51. CT Scan dari Atresia Choanal


Dikutip dari : Lii X, Cai C, Zhang L, Han X, Wei X, 2011, Bilateral Congenital
Choanal atresia and Osteoma of Ethmoid Sinus with Supernumerary Nostril: Study
and Literature, Journal of Medical Case Report, Vol 5: 583 (2)

6.

PENATALAKSANAAN
Pengelolaan pada pasien dengan atesia choanal bervariasi dan tergantung

pada usia, jenis atresia, dan kondisi umum pasien. Karena bayi lewat bernapas
hidung, bilateral choanal atresia adalah situasi yang mengancam nyawa karena,
jika tidak segera didiagnosa, dapat menyebabkan asfiksia berat dan kematian
103

segera setelah lahir. Obstruksi jalan napas dari atresia choanal bilateral
biasanya ditunjukkan segera setelah melahirkan. Intubasi endotrakeal biasanya
tidak diperlukan kecuali bayi membutuhkan ventilasi mekanis. Jika ada
gangguan pernapasan yang berat dan saluran napas tidak dapat dilakukan
intubasi endotrakeal, tindakan tracheotomi darurat harus dilakukan sampai
evaluasi lebih lanjut dan pengobatan dapat dilakukan. Namun demikian,
koreksi bedah biasanya diperlukan pada awal kehidupan. (6)
Pendekatan secara bedah pada atresia kongenital merupakan salah satu
tantangan dalam bidang THT. Ada banyak metode untuk memperbaiki kondisi
ini, tetapi yang paling sering digunakan adalah transseptal, transpalatal dan
pendekatan transnasal endoskopi. Faktor-faktor yang mempengaruhi jenis
tindakan bedah yang dipilih dan tingkat keberhasilan termasuk usia pasien,
ukuran nasofaring, ketebalan dari atresia, bilateral vs atresia unilateral dan
penggunaan stenting pasca operasi. (7,14,19)

Gambar 52 : (A). Pada Choane kanan terdapat obstruksi total terlihat pada
telescope 70 degree. (B). CT Scan memperlihatkan atresia membrane pada
sisi kanan. (C). Prosedur Transnasal dilakukan menggunakan crescent knife
pada garis inferior dari choane. (D).Area yang atresia sudah dipindahkan
sampai menjadi area yang lebar (Dikutip dari: Assanasen P, Metheetrairut C,
2009, Choanal Atresia. J Med Assoc Thai, 92(5): 699-706) (6)

104

Kelainan Kongenital Oro-facial cleft


Celah bibir (cleft lip) merupakan kelainan bawaan telah dikenal sejak
dahulu. Celah bibir dapat terjadi pada satu sisi (unilateral) maupun kedua
sisi (bilateral) secara

simetris atau tidak simetris. Keadaan ini semua

tergantung tingkat keparahan gangguan dalam proses pertumbuhan


pembentukan embrional. Celah bibir termasuk kelainan kraniofasial yang
terjadi pada proses pembentukan janin dalam masa kandungan ibunya.
Dengan manifestasi klinis:
Labioskisis:
- Distorsi pd hidung
- Tampak sebagian atau keduanya
- Adanya celah pada bibir
Palatoskisis
-

Tanpa ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras atau foramen

incisive
Adanya rongga pada hidung
Distorsi hidung
Teraba ada celah atau terbukanya langit- langit saat diperiksa dengan jari
Kesukaran dalam menghisap atau makan karena tidak adanya palatum
sebagai vacum dan Inkompetensi dari faringeal (sebagai pemisah saluran
nafas dengan saluran cerna)

Keadaan diatas mengakibatkan komplikasi pada pasien, antara lain:


1. Kesulitan berbicara hipernasalitas, artikulasi, kompensatori. Dengan
adanya celah pada bibir dan palatum, pada faring terjadi pelebaran
sehingga suara yang keluar menjadi sengau.
2. Maloklusi pola erupsi gigi abnormal. Jika celah melibatkan tulang
alveol, alveol ridge terletak disebelah palatal, sehingga disisi celah dan
didaerah celah sering terjadi erupsi.

105

3. Masalah pendengaran otitis media rekurens sekunder. Dengan adanya


celah pada paltum sehingga muara tuba eustachii terganggu akibtnya dapat
terjadi otitis media rekurens sekunder.
4. Aspirasi. Dengan terganggunya tuba eustachii, menyebabkan reflek
menghisap dan menelan terganggu akibatnya dapat terjadi aspirasi.
5. Distress pernafasan. Dengan terjadi aspirasi yang tidak dapat ditolong
secara dini, akan mengakibatkan distress pernafasan
6. Resiko infeksi saluran nafas. Adanya celah pada bibir dan palatum dapat
mengakibatkan udara luar dapat masuk dengan bebas ke dalam tubuh,
sehingga kuman kuman dan bakteri dapat masuk ke dalam saluran
pernafasan.
7. Pertumbuhan dan perkembangan terlambat. Dengan adanya celah pada
bibir dan palatum dapat menyebabkan kerusakan menghisap dan menelan
terganggu. Akibatnya

bayi

menjadi

kekurangan

nutrisi

sehingga

menghambat pertumbuhan dan perkembangan bayi.


8. Asimetri wajah. Jika celah melebar ke dasar hidung alar cartilago dan
kurangnya penyangga pada dasar alar pada sisi celah menyebabkan
asimetris wajah.
9. Penyakit periodontal. Gigi permanen yang bersebelahan dengan celah
yang tidak mencukupi di dalam tulang. Sepanjang permukaan akar di
dekat aspek distal dan medial insisiv pertama dapat menyebabkan
terjadinya penyakit peri odontal.
10. Crosbite. Penderita labio palatoschizis seringkali paroksimallnya menonjol
dan lebih rendah posterior premaxillary yang colaps medialnya dapat
menyebabkan terjadinya crosbite.
Kecacatan yang terjadi pada bagian wajah dan mulut menyebabkan
bayi cacat fisik maupun mental dan secara psikologis sangat mencemaskan
orang tuanya. Penyebab celah bibir belum diketahui pasti, tetapi terdapat
bahwa ada dua faktor yang berperan dalam timbulnya bibir sumbing, yaitu
faktor keturunan dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan memainkan
peranan terjadinya celah bibir pada saat kritis penyatuan bagian-bagian
bibir dan palatum. Pada wanita hamil yang mengkonsumsi obat-obatan

106

secara berlebihan atau tidak benar, seperti kortison, aspirin, obat-obatan


anti-konvulsi, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya celah bibir.
Radiasi yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya cacat
bayi, juga pada ibu yang mempunyai kebiasaan merokok dan waktu hamil
masih diteruskan juga mempunyai resiko terjadinya cacat pada bayinya.
Faktor herediter dianggap sebagai faktor yang sudah dapat
dipastikan sebagai penyebab terjadinya celah bibir. Brophy (1971)
mencatat beberapa kasus anggota keluarga yang mempunyai kelainan
wajah dan palatal yang terdapat pada beberapa generasi. Kelainan ini tidak
selalu serupa, tetapi bervariasi antara celah bibir unilateral dan bilateral.
Pada beberapa contoh, tampaknya mengikuti hukum Mendel dan pada
kasus lainnya distribusi kelainan itu tidak beraturan. Schroder mengatakan
bahwa 75% dari faktor keturunan yang menimbulkan celah bibir adalah
resesif dan hanya 25% bersifat dominan.
Etiologi secara umum terdiri dari beberapa faktor, antara lain:
faktor genetik, defisiensi nutrisi(asam Folat, vitamin C, B Complex, dan
Zn) Vitamin dan mineral terdapat pada buah sehingga kekurangan
nutrisi(dominan) berhubungan dengan proses penyatuan pembelahan shg
terjadi ketidaksempurnaan. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat- obatan
antidepresan,

nikotin, antimetabolisme, antiepilepsi(sodium float),obat

yang mengandung steroid, obat- obat teratogenik(aminotreptin, antikejang,


kortison, talidomit, aspirin, diazepam, codein( obat batuk dan pereda nyeri
menyebabkan bibir sumbing dan ketagihan obat)), obat antiradang
(antihistamin), antibiotik, zat besi, obat maag, dan obat penenang dapat
menyebabkan cacat pd janin. Ibu hamil punya perlindungan yang disebut
sawar plasenta. Fungsinya menyaring molekul yang masuk ke janin.
Molekul berasal dari pemecahan makanan, minuman , dan obat. Obat- obat
tersebut dapat menembus plasenta dan berpengaruh buruk terhadap janin.
Jadi hati- hati mengkonsumsinya terutama pada trisemester pertama.
Fenitoin umumnya digunakan sebagai obat tunggal utk mengobati pasien
epilepsi. Obat ini punya efek teratogenik dan bila digunakan selama hamil

107

dapat menyebabkan bibir sumbing dan langit- langit sumbing apabila


digunakan selama hamil.
Lingkungan seperti konsumsi rokok, merokok pd ibu hamil dpt
menyebabkan bayi kurang oksigen, dan masuknya CO yang meracun serta
zat racun lainnya melalui aliran darah dari plasenta ke bayi. Ada skitar
4000 racun dalam rokok yang masuk ke tubuh bayi. Asap rokok yg dihisap
ibu hamil baik bila ibu merokok atau ibu menghirup asam rokok dari
perokok di dekatnya dapat mengakibatkan tumor otak pada janin, anak
bertubuh pendek, dan inteligensi berkurang. Salah satu zat di dalam rokok
yaitu nikotin bisa menyebabkan terjadinya bibir sumbing, hidung pipih,
atau berat badan kurang. Selanjutnya konsumsi alkohol, penyinaran radio
aktif infeksi (virus toksoplasma dan chlamidia), radiasi yang menyebabkan
mutasi kromosom ,hipoksia(kekurangan Oksigen), Stress pada Ibu yang
berakibat meningkatkan sekresi ACTH, merangsang adrenal sehingga
kortison meningkat dalam darah yang mengganggu pertumbuhan.
Hereditas(abnormalisasi kromosom), pemberian hormon sex,
hormon tiroid, rokok, alkohol, terdapat infeksi penyakit menular (infeksi
sifilis), virus rubella(penyebab janin cacat berat), trauma pada trimester
pertama kehamilan, serta faktor usia Ibu di atas 40 tahun yang beresiko
terhadap kandungan dan janin(berpengaruh terhadap usia ovum,
pembentukan organ terganggu jadi tidak sempurna,semakin tua usia ibu
semakin lemah ovum ibu, maka bertambah pula resiko ketidaksempurnaan
pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kehamilan
trisomi, jalan rahim kurang elastis, dari segi usia, 40 tahun memiliki
potensi terjadinya perdarahan lebih tinggi dan terdapat sindrom /resiko
kelahiran bayi dengan usia ibu diatas 40th).

108

Patofisiologi terjadinya bibir sumbing dibagi atas empat teori,

antara lain:
Teori fusi: pada akhir minggu ke 6 akhir minggu ke7, proc.maksilaris
berkembang ke arah depan menuju garis median mendekati proc.
Nasomedialis

dan

bersatu,

bila

terjadi

kegagalan

fusi

antara

proc.maksilaris dan nasomedialis maka akan terbentuk celah bibir


Teori Penyusupan mesodermal/ teori hambatan perkembangan: mesoderm
mengadakan

penyusunan

menyebrangi

celah,sehingga

bibir

atas

berkembang dengan normal,bila terjadi kegagalan migrasi mesodermal

maka terjadi celah bibir


Teori mesodermal sebagai kerangka membran branchial: pada minggu ke 2
kehamilan membran branchial memerlukan jaringan mesodermal yang
bermigrasi melalui puncak kepala dan kedua sisi ke arah muka,bila
mesodemal tidak ada, maka dalam pertumbuhan embriomembran

branchial akan pecah sehingga akan terbentuk celah bibir.


Gabungan Teori fusi dan penyusupan mesodermal:adanya fusi proc.
Maksilaris dan penggabungan kedua proc. Nasomedialis yang kelak akan
membentuk bibir bagian tengah.

109

Klasifikasi labiopalatoschizis :
a. Berdasarkan organ yang terlibat
-

Labioschizis(celah bibir): celah yang terdapat pada bibir bagian atas

Gnatoschizis(celah gusi): celah yang terdapat pada gusi gigi bagian atas

Palatoschizis(celah palatum): celah yang terdapat pada palatum

b. Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah terbentuk


-

Komplit: jika celah melebar sampai ke dasar hidung

Inkomplit:jika celah tidak melebar sampai ke dasar hidung

c. Berdasarkn letak celah


-

Unilateral: celah terjadi hanya pada satu bibir

Bilateral: celah terjadi pada kedua sisi bibir

Midline: celah terjadi pada tengah bibir

110

PENATALAKSANAAN
Sebelumnya dilakukan pemeriksaan penunjang yang antara lain,
Labiopalatoschizis dengan foto rontgen, MRI untuk evaluasi abnormal.
Pemeriksaan terapeutik: berat ringan kecacatannya, meprioritaskan
masalah nutrisi, mencegah komplikasi
USG: mndeteksi kelainan struktur pd janin
AFP: pd ibu hamil dngn sampel darah>>tinggi(kecacatan pd batang saraf)
Fetoscopi: jarang karena resiko tinggi
Bayi yang terlahir dengan labiopalatoschizis harus ditangani oleh
klinisi

dari

multidisiplin

dengan

pendekatan team-based,

agar

memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek multidisiplin


tersebut. Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing, masih ada
masalah lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah pendengaran,
bicara, gigi-geligi dan psikososial. Masalah-masalah ini sama pentingnya
dengan rekonstruksi anatomis, dan pada akhirnya hasil fungsional yang
baik dari rekonstruksi yang dikerjakan juga dipengaruhi oleh masalahmasalah tersebut. Dengan pendekatan multidisipliner, tatalaksana yang
komprehensif dapat diberikan, dan sebaiknya kontinyu sejak bayi lahir
sampai remaja. Diperlukan tenaga spesialis bidang kesehatan anak, bedah
plastik, THT, gigi ortodonti, serta terapis wicara, psikolog, ahli nutrisi dan
audiolog.4
Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan
mengganggu

pada

waktu

menyususui

dan

akan

mempengaruhi

pertumbuhan normal rahang serta perkembangan bicara. Penatalaksanaan


labioschisis adalah operasi. Bibir sumbing dapat ditutup pada semua usia,
namun waktu yang paling baik adalah bila bayi berumur 10 minggu, berat
badan. mencapai 10 pon, Hb > 10g%. Dengan demikian umur yang paling
baik untuk operasi sekitar 3 bulan. Jangan lupa memberi edukasi pada
orang tua pasca operasi atau pada masa perawatan. Ketika bayi baru lahir
dipasang NGT untuk mmbantu masuknya makanan ke lambung,
membantu menutup langit- langit dan mengarah pertumbuhan, 6 tahun

111

evaluasi gigi rahang, cangkok tulang alveolar dapat dilakukan pada usia1213 tahun. Dibuatkan dop khusus dipalatal/ obturator.
8. Kelainan Kongenital Saluran Pencernaan
1.
Labiopalatoskizis
Yaitu kelainan bagian depan serta samping muka serta langit-langit
mulut tidak menutup dengan sempurna
Etiologi
a. factor Genetik atau keturunan
Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma
Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel
penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya
adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir
sumbing

akan

menyebabkan

gangguan

berat

pada

perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini


sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi
yang lahir.
Selain itu bisa juga karena mutasi gen THF 8
b. Kurang Nutrisi contohnya defisiensi vitamin C pada waktu
hamil, kekurangan asam folat.
Fungsi Asam Folat:
- berperan dalam sintesis purin-purin guanin dan adenin serta
pirimidin timin
- Folat juga dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah dan
sel

darah

putih

dalam

sumsum

tulang

dan

untuk

pendewasaannya.
Defisiensi Asam Folat menyebabkan gangguan metabolisme
DNA. Akibatnya terjadi perubahan dalam morfologi intisel
terutama sel-sel yang cepat membelah, seperti sel darah merah,
sel darah putih serta sel-sel epitel lambung dan usus, vagina,
Kekurangan folat menghambat penyembuhan, menyebabkan
anemia megaloblastik dan gangguan darah lain, peradangan
lidah (glositis) dan gangguan saluran cerna.
Pada ibu hamil, kekurangan asam folat

menyebabkan

meningkatnya resiko anemia, sehingga ibu mudah lelah, letih,


lesu dan pucat serta bisa menyebabkan keguguran. Kebutuhan

112

asam folat untuk ibu hamil dan usia subur sebanyak 400
mikrogram/ hari
Asam folat perlu diberikan mulai 4 bulan sebelum kehamilan.
Ini didasarkan pada kenyataan bahwa banyak wanita tidak tahu
pasti kapan dirinya akan hamil.
Bagi janin, kekurangan asam folat pada ibu hamil, bisa
menyebabkan terjadinya kecacatan pada bayi yang dilahirkan.
Bayi mengalami kecacatan pada otak dan sumsum tulang
belakang, menyebabkan bayi lahir dengan bibir sumbing, bayi
lahir dengan berat badan rendah, Downs Syndrome, bayi
mengalami kelainan pembuluh darah,
Vitamin C yang ada dalam jeruk menghambat kerusakan folat.
Alkohol mengganggu absorbsi dan menungkatkan ekskresi folat
c. Radiasi
d. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
e. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya
seperti infeksi Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia
f. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi
hormonal, akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya
kecanduan alkohol, terapi penitonin
Patofisiologi
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya
karena tidak terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut
sehingga bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris)
pecah kembali.
Klasifikasi
1. Berdasarkan organ yang terlibat
a. Celah di bibir (labioskizis)
b. Celah di gusi (gnatoskizis)
c. Celah di langit (palatoskizis)
d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di
bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis)
2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk
a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya
disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya
disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
113

c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi


bibir dan memanjang hingga ke hidung.
Gejala
Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :
1. Terjadi pemisahan langit-langit
2. Terjadi pemisahan bibir
3. Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
4. Infeksi telinga berulang
5. Berat badan tidak bertambah
6. Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu
keluarnya air susu dari hidung
Diagnosis
Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir
mudah karena pada celah sumbing mempunyai ciri fisik yang
spesifik. Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau idak.
Walaupun pemeriksaan ini tidak sepenuhya spesifik. Ibu hamil
dapat memeriksakan kandungannya dengan menggunakaan USG.
Komplikasi
i. Kesulitan makan; dalami pada penderita bibir sumbing dan jika
diikuti dengan celah palatum. memerlukan penanganan khusus
seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran
ii.

dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing.


Infeksi telinga, dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran
yang menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan
jika tidak segera diatasi maka akan kehilangan pendengaran
Kesulitan berbicara. Otot otot untuk berbicara mengalami

iii.

penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat


iv.

mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya


Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau
bahkan tidak tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan
khusus.

Penatalaksanaan
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi.
Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat

114

badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran
napas dan sistemik.
Untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh
(rules of Ten)yaitu :
Berat badan bayi minimal 10 pon,
Kadar Hb 10 g%,
usianya minimal 10 minggu
kadar leukosit minimal 10.000/ui.
Pencegahan
- menghindari faktor- faktor yang meningkatkan terjadinya
labiopalatoskizis
- Skrining USG
2.

Atresia esofagus (esofagus)


Biasanya terjadi pada minggu ke-3 sampai minggu ke-4 kehamilan sebagai
akibat dari:
Diferensiasi usus depan yang tidak sempurna dalam memisahkan diri untuk
masinbg-masing menjadi esofagus dan trakea
Perkembangan sel endotermal yang tidak lengkap sehingga menyebabkan
atresia
Etiologi
Beberapa etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelaianan
kongenital atresia esofagus :
1.
Faktor obat, Salah satu obat yang diketahui dapat menimbulkan
kelainan kongenital ialah thalidomine
2. Faktor radiasi, Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janian yang dapat mengakibatkan
mutasi pada gen.
3.
Faktor gizi, Penyelidikan menunjukan bahwa frekuensi kelainan
congenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan
makanan
4. Dihubungkan dengan trisomi 21, 13, 18

115

116

Klasifikasi
a)

Kalasia
Chalasia ialah keadaan bagian bawah esophagus yang tidak dapat menutup

secara

baik,

sehingga

menyebabkan

regurgitasi,

terutama

kalau

bayi

dibaringkan. Pertolongan : memberi makanan dalam posisi tegak, yaitu duduk


dalam kursi khusus.
Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada bagian bawah esophagus (pada
persambungan dengan lambung yang tidak dapat menutup rapat sehingga bayi
sering regurgitasi bila dibaringkan.
b)

Akalasia
Ialah kebalikan chalasia yaitu bagian akhir esophagus tidak membuka

secara baik, sehingga keadaan seperti stenosis atau atresia. Disebut pula spasmus
cardio-oesophagus.Sebabnya : karena terdapat cartilage trachea yang tumbuh
ektopik dalam esophagus bagian bawah, berbentuk tulang rawan yang ditemukan
secara mikroskopik dalam lapisan otot.(2)(3)
c)

Classification System Gross


Atresia esophagus disertai dengan fistula trakeoesofageal distal adalah tipe

yang paling sering terjadi. Varisi anatomi dari atresia esophagus menggunakan
system klasifikasi gross of bostom yang sudah popular digunakan.
System ini berisi antara lain.(1)
Tipe A__ Atresia esophagus tanpa fistula ; atresia esophagus murni (10%)

117

Tipe B__ Atresia esophagus dengan TEF proximal (<1%)


Tipe C__ Atresia esophagus dengan TEF distal (85%)
Tipe D__ Atresia esophagus dengan TEF proximal dan distal (<1%)
Tipe E__ TEF tanpa atresia esophagus ; fistula tipe H (4%)
Tipe F__ Stenosis esophagus congenital tanpa atresia (<1%)
Manifestasi klinis

Ditemukan riwayat polihydramnion pada ibu.

Kateter yang dipakai untuk resusitasi tidak dapat masuk ke lambung.

Bayi tersedak, batuk atau sianotik pada saat diberi minum.

Biasanya terjadi pada bayi kurang bulan

Gangguan Proses Menelan saat lahir

Terjadi gangguan pernapasan akibat makanan teraspirasi.

Air liur selalu meleleh dari mulut bayi dan berbui.Pada fistula trakea

esophagus, cairan lambung masuk kedalam paru, oleh karena itu bayi sering
sianosis.

Pemberian minum dapat menyebabkan batuk atau seperti tercekik dan bayi

sianosis.

Jika terdapat fistula trekoesofagus perut bayi tampak membuncit karena

terisi udara.

Bila dimasukkan kateter melalui mulut sepanjang 7.5 10 cm dari bibir,

kateter akan terbentur pada ujung esophagus yang buntu: dan jika kateter
didorong terus akan melingkar lingkar di dalam esophagus yang buntu tersebut.

Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan memasukkan pipa radio-opak

atau larutan kontras liopodol ke dalam esophagus dan dibuat foto toraks biasa.
Diagnosis
dari gejala-gejala yang terlihat
Diagnosis antenatal dengan USG pada gestasi 14-15 minggu dengan
hasil tidak tampak adanya gambaran lambung janin dengan cairan amnion
normal atau meningkat
Diagnosis post natal

118

Masukkan kateter yang agak kaku melalui lubang hidung ke esofagus. Jika
kateter terhenti setelah masuk 10-12 cm dari rongga hidung, maka
diagnosis dapat ditegakkan
Pemeriksaan radiologis = foto thoraks

Masukkan kateter lewat hidung. Akan terlihat gambaran kateter


melengkung ke atas pada kantong esofagus yang buntu.

Adanya udara dalam abdomen menunjukkan fistula trakeoesofageal


Penatalaksanaan
Pembedahan
Sebelumnya bayi ditelungkupkan untuk mencegah isi lambung masuk ke
paru-paru. Untuk mencegah aspirasi kantong buntu esofagus harus tetap
dipertahankan kosong dengan pengisapan teratur, pemantauan suhu rutin,
cairan tubuh
3.
Stenosis pylorus ( lambung )
Penyebab kelainan ini belum jelas diketahui. Kelainan ini biasanya baru
diketahui setelah bayi berumur 2-3 minggu

119

Manifestasi klinis

Muntah Proyektil, biasanya setelah diberi minum, makin sering


sampai 2 3 kali pemberian minum.
Bisa mulai dari minggu ke 1 2, Kebanyakan mulai bergejala umur 2
8 minggu.

Tidak berwarna bil (dari empedu) tetapi terkadang ada flek sedikit
darah.
Tidak ada mual, dan bayi segera mau minum lagi.

Kalau lama: berat badan turun, dihidrasi, alkalosis matabolik dengan


hypokloremia & jaundis.
Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik carilah benjolan sebesar buah zaitun (olive)
di kwadrant kanan atas. Lebih mudah diraba kalau bayi bersandar dan
sedang minum.
< 50% dapat diraba.

Radiologis: Seri Kontras Saluran Cerna Atas (UGIS): Dilatasi


lambung serta string sign (benang)pada waktu kontras melewati pylorus
yang menyempit & double tract karena edema mukosa.
Tata laksana
Koreksi dihidrasi & alkalosis metabolik dulu
Operasi piloromyotom

120

4.
Lambung intratorak ( lambung )
Etiologi
Esofagus pendek akibat kelainan kongenital yaitu kegagalan elongasi usus
depan antara hari 30 dan hari ke 39 perkembangan janin
Gejala
nyeri perut epigastrum
nyeri perut setelah makan dan muntah
disfagia
rasa panas akibat refluks cairan lambung
Diagnosis
fluroskopi = untuk melihat batas gastroesofageal
esofagoskopi = disfagia
pemeriksaan manometrik = untuk menilai tekanan sfingter esofagus
Penatalaksanaan
Sewaktu makan bayi duduk dalam posisi tegak dan tidur dengan
letak kepala lebih tinggi
Antasid = cegah ulkus
Tindakan bedah = jika perawatan konservatif tidak berhasil

5.

Atresia bilier
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak
terbentuk atau tidak berkembang secara normal.
PENYEBAB
Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran
empedu di dalam maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya
gangguan perkembangan saluran empedu ini tidak diketahui.
Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran.
PATOFISIOLOGI
Secara embriologi, percabangan bilier berkembang dari divertikulum
hepatik dari embrio foregut. Duktus bilier intrahepatik berkembang dari
hepatosit janin, sel-sel asal bipotensial mengelilingi percabangan vena
porta. Sel-sel duktus bilier primitif ini membentuk sebuah cincin, piringan
duktal, yang berubah bentuk menjadi struktur duktus bilier matang. Proses
perkembangan duktus biliaris intrahepatik dinamis selama embriogenesis
121

dan berlanjut sampai beberapa waktu setelah lahir. Duktus biliaris


ekstrahepatik muncul dari aspek kaudal divertikulum hepatik. Selama
stadium pemanjangan, duktus ekstrahepatik nantinya akan menjadi, seperti
duodenum, sebuah jalinan sel-sel padat. Pembentukan kembali lumen
dimulai dengan duktus komunis dan berkembang secara distal seringkali
mengakibatkan 2 atau 3 lumen untuk sementara, yang nantinya akan
bersatu. Komponen intrahepatik selanjutnya bergabung dengan sistem
duktus ekstrahepatik dalam daerah hilus.
Patogenesis atresia bilier tetap tidak jelas meskipun terdapat
beberapa teori etiologi dan investigasi. Telah diusulkan bahwa penyakit ini
disebabkan oleh: (a) kegagalan rekanalisasi, (b) faktor genetik, (c) iskemia,
(d) virus, atau (e) toksin. Saat ini, teori yang paling membangkitkan minat
adalah bahwa atresia bilier merupakan hasil akhir satu atau beberapa dari
cemooh-cemooh ini yang nantinya menyebabkan epitel bilier menjadi
peningkatan susunan untuk mengekspresikan antigen pada permukaan sel
(Dillon). Pengenalan oleh sel T yang beredar kemudian memulai respon
imun dimediasi-sel, mengakibatkan cedera fibrosklerotik yang terlihat
pada atresia bilier. Tampaknya terdapat dua kelompok terpisaah pasien
dengan atresia bilier: bentuk embrionik awal dihubungkan dengan
kemunculan berbagai anomali lainnya dan bentuk janin kelak/perinatal
yang biasanya terlihat terisolasi. Etiologi masing-masingnya mungkin
berbeda.
Temuan patologis pada atresia bilier ditandai dengan sklerotik
inflamasi yang kehilangan semua atau sebagian percabangan bilier
ekstrahepatik juga sistem bilier intrahepatik. Tidak seperti atresia traktus
gastrointestinal lainnya yang memiliki batasan tempat obstruksi jelas
dengan dilatasi proksimal, dalam varian atresia bilier yang paling umum,
duktus biliaris diwakili oleh jalinan fibrosa tanpa dilatasi apapun di
proksimalnya. Sedangkan varian lainnya memiliki sisa nyata distal, dari
kandung empedu, duktus sistikus dan duktus komunis, atau proksimal,
dengan hilus kista Kandung empedu biasanya kecil namun kemungkinan
masih memiliki lumen berkerut yang berisi cairan jernih (empedu putih).

122

Secara mikroskopis, sisa bilier diwakili oleh jaringan fibrosa padat, distal.
Proksimal, duktus biliaris dikelilingi oleh fibrosis konsentris dan infiltrat
peradangan disekitar struktur seperti-duktus yang kecil sekali, duktus
koledokus dan kelenjar bilier. Oklusi sclerosingduktus bilier menjadi lebih
luas seiring dengan pertambahan usia. Kasai dan rekan-rekannya
memperlihatkan bahwa duktus intrahepatik berhubungan dengan hepatis
porta melalui kanal yang kecil sekali, setidaknya diawal masa bayi.
Rekonstruksi bedah berdasarkan pada pedoman ini.
Dalam 2 bulan pertama setelah kelahiran, perubahan histologis hati
memperlihatkan pemeliharaan arsitektur hepatik dasar dengan proliferasi
duktulus empedu, sumbatan empedu dan fibrosis periportal ringan pada
bayi dengan atresia bilier. Nantinya, fibrosis membentang kedalam lobulus
hepatikus, akhirnya menghasilkan gambaran sirosis. Seperempat bayi yang
memiliki infiltrat inflamasi portal dan transformasi sel-raksasa yang tak
dapat dibedakan dari temuan patologis hepatitis neonatorum.

GEJALA
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
- air kemih bayi berwarna gelap
- tinja berwarna pucat
- kulit berwarna kuning
- berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung
lambat

123

- hati membesar.

DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pada pemeriksaan perut, hati teraba membesar.
#

Pemeriksaan yang biasa dilakukan: Pemeriksaan darah (terdapat

peningkatan kadar bilirubin)


# USG perut
# Rontgen perut (tampak hati membesar)
# Kolangiogram
# Biopsi hati
# Laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan).
PENGOBATAN
Prosedur yang terbaik

adalah mengganti

saluran empedu

yang

mengalirkan empedu ke usus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin


dilakukan pada 5-10% penderita.
Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan
usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai.
Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi berusia 8 minggu.
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan
pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
6.

Atresia dan stenosis duodenale ( duodenum )

Etiologi
Mungkin disebabkan dari kegagalan rekanalisasi

124

terganggunya suplai darah sehingga satu segmen usus tidak berkembang


dan menyebabkan penyempitan malahan bisa hilang sehingga terjadilah
atresia.
Patogenesis
Atresia menyebabkan obstruksi usus.
Akibatnya makanan tidak dapat melewati usus dan tertahan di saluran
bagian atas.Hal ini menyebabkan terjadinya muntah yang berulang untuk
mengeluarkan makanan tadi sehingga terjadilah dehidrasi pada anak.
Obstruksi juga mengakibatkan udara tidak bisa keluar sehingga perut
menjadi kembung yang nantinya bisa mendesak saluran nafas dan
mengakibatkan nafas jadi sesak.

125

Manifestasi klinis
Muntah proyektil dan berwarna hijau
Perut bagian epigastrium membuncit
Dehidrasi
Diagnosis
Foto polos abdomen yang memperlihatkan gambaran double bubble
Tata laksana
Lambung dikosongkan terlebih dahulu
Beri cairan intravena untuk memperbaiki keseimbangan air dan elektrolit.
Operasi yaitu duodenoduodenostomia atau duodenoyeyunostomia
7.

Divertikulum mekel ( yeyunum ileum )

Adalah suatu kelainan bawaan yang

merupakan suatu kantung

( divertikula ) yang menonjol dari dinding usus halus. Divertikula ini bisa
mengandung jaringan lambung maupun jaringan pankreas.
Penyebab pasti tidak diketahui.

126

127

128

Gejala
Biasanya tidak bergejala, tapi kantungnya dapat melepaskan asam dan
menyebabkan ulkus sehingga terjadi perdarahan rektum yang tidak disertai
nyeri.
Tinja biasanya berwarna keunguan / kehitaman
Pada remaja dan orang dewasa, divertikulum cenderung menyebabkan
penyumbatan usus sehingga timbul nyeri, kram dan muntah
Diagnosa
> Melalui skrining radionuklir
> Pada pemeriksaan tinja bisa ditemukan adanya darah
> Pemeriksaan darah dilakukan untuk menemukan adanya anemia

Penatalaksanaan

Jika tidak timbul gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan


khusus

Jika terjadi perdarahan, maka dilakukan pengangkatan divertikulum


disertai pengangkatan jaringan usus disekitarnya
129

8.
Hirschsprung (Megakolon Kongenital)
Etiologi
Terjadi akibat tidak adanya sel-sel ganglion submukosa dan pleksus
miesterikus dari intestin distal.
Patogenesis
Tidak ada ganglion parasimpatik dalam dinding usus yang terbentang ke
arah proksimal mulai dari anus hingga jarak tertentu menyebabkan bagian
kolon yang sempit ini tidak dapat mengembang sehingga tatap sempit dan
defekasi terganggu. Kolon proksimal (antara usus yang persarafannya
normal dan abnormal) akan menebal/hipertropi otot karena tinja yang
tertimbun menyebabkan penebalan dinding usus.
Manifestasi klinis
Gangguan defekasi 24 jam setelah lahir
Trias klasik : Mekonium keluar terlambat, muntah hijau, perut membuncit
seluruhnya
Gejala obstipasi kronik diiringi oleh diare berat dengan feses berbau dan
berbau khas karena enterokolitis

Distensi berlebihan dinding abdomen

Pada anak yang lebih besar, diare lebih menonjol


Diagnosis
Pemeriksaan fisik rectal toucher
Pemeriksaan radiologis : Tampak masa usus yang melebar
Pemberian barium enema ditemukan perubahan kaliber usus yang
mendadak diantara usus berganglion dan aganglion
Pemeriksaan manometri anal didapat kenaikan tekanan sfingter ani interna
dibandingkan orang yang normal
Biopsi rektum -> tidak ditemukan sel ganglion parasimpatik
Tata laksana

Untuk mengobati gejala obstipasi dan mencegah enterokolitis,


lakukan bilasan kolon dengan cairan garam faai atau kolostomi di daerah
yang ganglioner dengan laparatomi atau anal tube
Bedah definitive bila bayi berusia 6 12 bulan, dengan BB >9 kg.
9.

Atresia recti dan ani

130

Tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian

entoderm mengakibatkan pembentukan lobang anus yang tidak sempurna

Anus tampak rata / sedikit cekung kedalam / anus ada tapi tidak
berhubungan dengan rectum
Etiologi
l Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur
2 Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/
3 bulan

131

3 Adanya gangguan/ berhentinya perkembangan embriologik di daerah


usus, rektum bagian distal, serta traktus urogenital
Tanda dan gejala
Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi
Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
Perut kembung
Klasifikasi
1) Anal stenosis -> penyempitan daerah anus -> feses tidak bisa keluar
2) Membranosus atresia -> terdapat membran pada anus
3) Anal agenesis -> memiliki anus, tapi ada daging antara rektum dan
anus
4) Rektal atresia -> tidak memiliki rektum
Diagnosis
* Kelainan biasanya dapat di diagnosis setelah lahir, Mekonium tidak
keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
* Perut kembung
* Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan foto rontgen untuk menentukan letak ujung buntu
USG perianal untuk menentukan jarak antara ujung rektum dengan kulit
Penatalaksanaan
o Kolonostomi, dilakukan saat bayi berusia 12 bulan
o Eksisi membran anal membuat anus buatan
Atresia Oesofagus
Atresia osofagus dan fistula trakeo-osofagus terjadi akibat kegagalan
foregut primitif untuk membelah menjadi trakhea (bagian anterior) dan
osofagus
(bagian posterior) pada usia gestasi 4 minggu. Angka kejadiannya sekitar 1 :
3000 persalinan, ditemukan secara sporadik. Kelainan kromosom (terutama
2 trisomi 18 dan 21) ditemukan pada sekitar 20% kasus. 50% disertai
kelainan mayor lainnya, terutama kelainan jantung. Fistula trakheo-osofagus
dapat merupakan bagian dari sindroma VATER (defek vertebra dan VSD,
atresia ani, fistula trakheo-osofagus, anomali ginjal, displasia radius, dan
arteri umbilikalis tunggal). Lebih dari 80% atresia osofagus disertai fistula

132

trakeo-osofagus sehingga masih mungkin terjadi asupan (intake) cairan


amnion dari gaster, terutama pada usia kehamilan dini. Diagnosis prenatal
dibuat berdasarkan adanya hidramnion tanpa gambaran gaster (biasanya
setelah kehamilan 25 minggu).
Bila disertai fistula, gambaran gaster bisa tampak normal. Sekresi
lambung masih cukup sehingga gaster dapat tampak pada pemeriksaan
USG. Kadangkadang (setelah 25 minggu), bagian proksimal osofagus dapat
berdilatasi sebagai struktur anekoik memanjang, terletak di mediastinum
bagian atas dan dibelakang jantung. Gambaran katong tersebut bersifat
dinamis, artinya hanya dapat dilihat setelah janin menelan cairan amnion
sehingga memerlukan pengamatan sonografis berkala.
Diagnosis banding hidramnion dan tidak tampak gambaran gaster
adalah kompresi intrathorak akibat hernia diafragma dan kelainan
muskuloskeletal yang menyebabkan bayi tidak dapat menelan.
Prognosis tergantung pada usia gestasi, dan adanya kelainan penyerta.
Bila hanya dijumpai fistula trakheo-osofagus dan dilahirkan setelah gestasi
32 minggu, serta tidak terjadi aliran refluks atau aspirasi penumonia, maka
harapan hidup pasca bedah dapat mencapai lebih dari 95%.

Gambar 1. Atresia osofagus


Atresia Duodenum
Pada usia gestasi 5 minggu, lumen duodenum masih mengalami
obliterasi dan baru terbuka kembali pada usia gestasi 11 minggu. Kegagalan
dalam proses vakuolisasi tersebut menyebabkan terjadinya atresia atau
stenosis. Obstruksi duodenum juga dapat disebabkan oleh kompresi dari

133

jaringan sekitarnya, misalnya pankreas annular atau pita jaringan fibrosa


peritoneum. Kejadian atresia duodenum diperkirakan 1 : 5000 persalinan.
Atresia duodenum terjadi secara sporadis, pada beberapa kasus dijumpai
pola resesif autosomal. Sekitar 50% janin dengan atresia duodenum disertai
3 kelainan lain, termasuk Trisomi 21 (40% janin) dan defek skeletal
(anomali vertebra dan kostae, agenesis sakral, abnormalitas radius, dan
talipes), abnormalitas traktus digestivus (atresia osofagus/fistula trakheoosofagus, malrotasi usus, divertikulum Meckel, dan atresia anorektal),
kelainan jantung dan kelainan ginjal.
Diagnosis atresia duodenum dibuat berdasarkan adanya gambaran
khas double-bubble berupa dilatasi gaster dan duodenum bagian
proksimal, sering disertai hidramnion. Bila obstruksi disebabkan central
web, maka gambarannya berupa single-bubble, yaitu gaster yang terisi
cairan.Harus dapat diikuti kesinambungan duodenum hingga gaster untuk
membedakan dialtasi duodenum dari massa kistik lainnya, termasuk kista
hepar atau kista duktus koledokhus. Gambaran double-bubble seringkali
baru tampak setelah kehamilan 25 minggu.
Prognosis baik pada kasus atresia duodenum tanpa kelainan lainnya,
dimana angka harapan hidup pasca operasi lebih dari 95%.

Gambar 2. Double-bubble pada atresia duodenum


Obstruksi Intestin
Obstruksi intestin bisa diakibatkan oleh faktor intrinsik (atresia atau

134

stenosis saat rekanalisasi intestin) ataupun ekstrinsik (malrotasi kolon


disertai volvulus, pita peritoneum, ileus mekoneum, dan agangliosis
(penyakit Hirsvhsprung). Lokasi obstruksi tersering adalah ileum distal
(35%), selanjutnya adalah proksimal jejunum (30%), distal jejunum (20%)
dan proksimal ileum (15%). Sekitar 5% kasus mengalami obstruksi pada
beberapa tempat (multipel). Atresia anorektal terjadi akibat abnormalitas
pemisahan kloaka pada kehamilan 9 minggu.
Obstruksi intestin umumnya jarang terjadi (sporadis), bila kelainannya
multipel, pernah ditemukan kasus yang berkaitan dengan hubungan
keluarga. Anomali lainnya serta defek kromosom jarang ditemukan. Pada
atresia anorektal sering ditemukan kelainan lainnya seperti cacat saluran
genitourinaria, vertebra, dan traktus digestivus (sekitar 80% kasus).
Diagnosis dibuat berdasarkan ditemukannya gambaran lesi kistik multipel
berisi cairan, intra abdomen, yang timbul akibat dilatasi intestin dan kolon
(diameter normal intestin adalah 7 mm, dan kolon 20 mm), dan seringkali
baru tampak setelah kehamilan 25 minggu disertai adanya hidramnion
(terutama pada obstruksi bagian proksimal). Abdomen janin seringkali
mengalami distensi, dan
tampak gambaran peristaltik yang aktif. Jika terjadi perforasi usus, maka
dapat timbul asites yang bersifat sementara, peritonitis mekoneum, dan
pseudokista mekoneum. Diagnosis prenatal adanya atresia anorektal
seringkali sulit ditegakkan karena usus bagian proksimal mungkin tidak
menampakkan adanya dilatasi yang nyata, dan volume cairan amnion
seringkali normal; kadang-kadang ditemukan adanya kalsifikasi mekoneum
intraluminal di daerah pelvik janin.

135

Gambar 3. Dilatasi usus pada atresia ileum


Penyakit Hirschsprung
Kelainan ini dicirikan dengan tidak adanya ganglion parasimpatik
intramural pada sebagian jaringan kolon; akibat kegagalan migrasi
neuroblas pada usia gestasi 6 12 minggu. Teori lain menyatakan adanya
degenerasi neuroblas prenatal atau postnatal. Segmen aganglionik tersebut
tidak dapat melanjutkan gerak peristaltic sehingga terjadi penumpukkan
mekoneum dan dilatasi lumen usus. Kejadian penyakit Hirschsprung 1 :
3000 kelahiran, bersifat sporadis, dan sekitar 5% berkaitan dengan kelainan
keluarga. Pada sebagian kecil kasus berkaitan dengan trisomi 21.
Gambaran sonografisnya sama dengan atresia anorektal, bila lesi yang
terjadi terletak pada kolon atau rectum. Bila usus halus terkena, dapat
disertai hidramnion dan dilatasi usus, dan tidak dapat dibedakan dari
gambaran obstruksi usus lainnya.

136

Gambar 4. Dilatasi usus pada penyakit Hirschsprung


Peritonitis Mekoneum
Akibat perforasi usus , terjadi peritonitis kimiawi lokal yang diikuti
dengan terbentuknya massa padat dari jkaringan ikat yang mengalami
kalsifikasi dan melapisi usus yang perforasi tersebut. Angka kejadian
peritonitis mekoneum sekitar 1 : 3000 kelahiran.
Penyebab terbanyak dari peritonitis mekoneum adalah stenosis atau
atresia intestin dan ileus mekoneum (65%). Penyebab lainnya adalah
volvulus dan divertikulum Meckel. Sebagian besar ileus mekoneum
disebabkan oleh fibrosis kistik.
Diagnosis dibuat berdasarkan adanya gambaran daerah ekogenik intra
abdominal, dilatasi usus, dan asites. Diagnosis banding kelainan ini adalah
perdarahan intraamnion, asites dini, hipoksia janin, peritonitis mekoneum,
dan fibrosis kistik. 75% penderita fibrosis kistik pada kehamilan 16 18
minggu menunjukkan adanya gambaran ileus mekoneum dan hiperekogenik
pada usususus.

137

Gambar 5. Peritonitis mekoneum

Gambar 6. Asites, pseudokista mekoneum dan obstruksi usus


pada peritonitis mekoneum
Hepatosplenomegali
Hepatosplenomegali dapat disebabkan oleh hidrops fetalis (immunologi dan
nonimmunologi), infeksi kongenital, gangguan metabolik, hemangioma, dan
hepatoblastoma.
Kalsifikasi Hati
Tampak sebagai fokus ekogenik di parensim atau kapsul hepar. Ditemukan
padatrimester kedua dengan angka kejadian sekitar 1 : 2000 janin. Sebagian
besar penyebabnya tidak diketahui, lainnya karena infeksi kongenital dan
kelainan kromosom. Bentuknya dapat tunggal atau multipel, diameter 1 2
mm, ekogenik, terletak dalam parensim atau kapsul hepar.

138

Gambar 7. Kalsifikasi hati


Kista Intra abdomen
Tidak jarang ditemukan adanya kista intra abdominal janin, tersering berasal
dari traktus urinarius dan digestivus. Lesi kistik yang mungkin ditemukan
adalah kista duktus koledokus, kista ovarium, kista mesenterium atau
omentum, kista hepar, kista duplikasi intestine, dan anomali vena
umbilikalis.
Defek Dinding Anterior Abdomen
Kelainan ini paling dini dapat dideteksi pada kehamilan 10 minggu. Secara
embriologis, gangguan ini terjadi pada usia gestasi 5 10 minggu; bila
kelainannya parah dapat melibatkan organ lain, misalnya traktus urinarius.
Kelainan yang sering dijumpai adalah gastroskizis dan omfalokel.

139

Gastroskizis.
Gastroskizis merupakan defek para umbilikus yang mengenai seluruh
lapisan dinding abdomen. DeVries (1980) membuat hipotesis terjadinya
gastroskizis adalah akibat involusi abnormal (persisten) atau atrofi prematur
vena
umbilikalis kanan pada 28 33 hari pasca konsepsi.
Diagnosis dibuat berdasarkan adanya defek pada dinding abdomen
anterior, terletak lateral dari insersi umbilikus, dimana usus dan atau hepar
dapat
keluar dari celah tersebut. Usus akan tampak melayang-layang di dalam
cairan
amnion. Kelainan ini jarang disertai kelainan lainnya sehingga prognosisnya
lebih
baik dari omfalokel. Serum maternal AFP juga meningkat.

140

141

Omfalokel.
Omfalokel merupakan defek dinding abdomen pada daerah insersi
umbilikus. Organ yang keluar dapat dilapisi peritoneum parietalis dan
amnion.
Kelainan ini dapat disertai kelainan lain (50 80%) DIMANA 40 60%
disertai
kelainan kromosom.
Diagnosis dibuat berdasarkan adanya massa usus yang keluar dari celah
defek tanpak disertai hepar (omfalokel tipe intrakorporal), atau sudah
disertai
keluarnya hepar (omfalokel tipe ekstrakorporal). Kadang-kadang selaput
omfalokel ruptur sehingga gambarannya mirip gastroskizis, bedanya insersi
tali
pusat pada daerah omfalokel.

142

Gambar 8. Gastroskizis

143

Gambar 9. Omfalokel
HERMAPHRODITES
Hermaprodit berasal dari mitologi Yunani, yaitu hermes yang
artinya dewa pencipta atletik dan filsafat ajaib dan aphroditus yang artinya
dewi percintaan. Hermaprodit secara biologi adalah individu yang
memiliki dua alat atau organ kelamin, yaitu jantan dan betina yang
berfungsi penuh.
Ditinjau dari perkembangan embrio, setiap orang memiliki sifatsifat dari jenis kelamin yang berlawanan dalam tingkat rudimenter. Sampai

144

umur 7 minggu setelah fertilisasi, keadaan pada dua seks itu masih sama.
Kemudian diferensiasialat-alat kelamin dimulai dari umur kira-kira 24
minggu setelah fertilisasi.
Rangsang pembentukan jenis kelamin timbul karena faktor genetik,
yaitu kromosom Y dan kromosom X. Telah diketahui bahwa pada manusia
kehadiran kromosom Y menentukan seks laki-laki.Di bawah pengaruh
kromsom Y plika genetalis yang indifferen berkembang menjadi testis,
tetapi bila tidak terdapat kromosom Y maka plika genetalis berkembang
menjadi ovarium.
Jenis Jenis Hermaphrodites
1. Hermaphrodit Sejati
Hermaprodit

sejati

merupakan

suatu

keadaan

individu

mempunyai jaringan testis maupun jaringan ovarium. Tetapi, bentuk


alat kelamin luarnya tidak jelas. Individu ini disebut juga interseks
ovotestikular.
2. Hermaprodit Pseudo Male
Sering disebut laki-laki tapi palsu. Seseorang dengan
kelainan tersebut memiliki organ kelamin wanita lengkap di tubuhnya.
Tetapi, klitorisnya membesar sehingga menyerupai penis. Bentukan
penis itulah yang membuat seseorang tersebut diidentifikasi laki-laki.
Padahal, sebenarnya ia perempuan. Dalam hal ini, lubang tetap di
bawah, klitoris yang disangka penis biasanya tidak berlubang
ukurannya sekitar 2 cm sedangkan klitoris normal hanya seukuran
kacang hijau.
1. Hermaprodit Pseudo Female
Merupakan kebalikan dari hermaprodit male. Seseorang yang
menderita kelainan ini sebenarnya laki laki tetapi alat kelamin
luarnya perempuan.

145

Kelainan genitalia pada pseudohermaprodit

Bentuk alat kelamin pada Pseudohermaprodit lakilaki bersifat laki laki

Pseudohermaproditisme laki-laki bersifat perempuan (Feminizing male


pseudohermaprodit)

146

Collodion Baby
Iktiosis lamelar (IL) termasuk dalam kelompok kelainan kornifikasi.
Prevalensimya rendah yaitu 1/200.000 sampai dengan 1/300.000 kelahiran hidup
dan mode transmisi biasanya autosomal resesif. IL dapat mengancam hidup segera
setelah lahir, karena kulit neonatus ditutupi oleh collodion yang menyerupai
membran tebal, sehingga menyebabkan bayi sepsis dan mengalami dehidrasi
dramatis. Penumpukann spontan membran ini memberikan gambaran iktiosis,
yang digambarkan dengan sisik pada seluruh tubuh. Intensitas iktiosis berkisar
dari sisik cokelat yang luas sampai hanya dengan deskuamasi yang halus. Hal ini
juga disertai dengan berbagai keratoderma palmoplantar, alopesia dan eritema.
Autosomal recessive congenital ichthyosis (ARCI) terdiri dari 2 bentuk yaitu
Iktiosis lamelar (IL) dan non bullous congenital ichthyosiform erythroderma
(NCIE). Sekitar 95% kasus bayi kolodion akan berlanjut menjadi iktiosis dan
sisanya dapat sembuh sempurna (spontaneously healing collodion baby).
Klasifikasi iktiosis umumnya berdasarkan pola pewarisan, berat-ringannya
penyakit, klinis dan histopatologi. Klasifikasi yang sering digunakan adalah
berdasarkan pola pewarisan yaitu secara dominan autosomal contohnya iktiosis
vulgaris (IV), resesif terangkai X dan resesif autosomal (IL dan NCIE).
Klasifikasi lain berdasarkan berat ringannya penyakit yaitu bentuk yang ringan
(IV), bentuk sedang (IL, NCIE) dan bentuk berat (iktiosis harlequin).

147

148

Higroma Colli
Higroma dalam bahasa Yunani berarti tumor yang berisi air. Higroma
merupakan kelainan kongenital dari sistem limfatik. Higroma pertama kali
dideskripsikan oleh Wernher pada tahun 1843 sebagai lesi kista limfatik yang
dapat mengenai berbagai daerah anatomi pada tubuh manusia. Akan tetapi,
sebagian besar mengenai daerah kepala dan leher (75%), dengan predileksi
sebelah kiri.
Higroma colli yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap
saluran nafas dan pencernaan sehingga memerlukan penatalaksanaan
sesegera mungkin.Modalitas terapi utama berupa tindakan eksisi bedah
untuk membuang lesi kista.Prognosis kista higroma colli bergantung pada
ukurannya dan tindakan yang dilakukan karena jarang ada kasus yang
mengalami regresi spontan.
Bayi dan anak-anak yang ditemukan dengan massa di leher sering diajukan
ke radiologist untuk evaluasi lebih lanjut. Berbagai modalitas seperti USG, CT149

Scandan MRIdapat membantu membedakan jenis massa pada leher ini.Foto polos
diindikasikan apabila ada kompresi dan pergeseran struktur pada leher.

150

9. Sistem Urogenital
Displasia dan Agenesis Ginjal
Adalah suatu malformasi berat dan merupakan penyakit primer
yang memerlukan dialisis dan transplantasi ginjal pada tahun pertama
151

kehidupan. Ginjal displastik multikistik adalah salah satu contoh dari


kelompok kelainan ini yang ditandai dengan adanya duktus-duktus
dikelilingi oleh sel yang tidak berdiferensiasi. Nefron tidak berkembang
dan tunas ureter tidak membentuk percabangan sehingga duktus koligentes
tidak pernah terbentuk. Pada sebagian kasus, cacat ini menyebabkan
involusi ginjal dan agenesis ginjal. Agenesis ginjal juga dapat terjadi jika
interaksi antara mesoderm metanefrosdan tunas ureter tidak terjadi.

Displasia Ginjal
Pada displasia ginjal ditemukan gambaran glomerulus, tubulus,
duktus primitif, dan gambar berbentuk tulang rawan metaplastik. Struktur
lobus piramid dan stroma ginjal tidak beraturan. Biasanya bersifat sporadik
dan tidak herediter.
Gambaran klinis
Asimtomatik
Gejala massa abdomen unilateral
Hipertensi
ISK
Hemturia
Proteinuria
Kelainan ginjal kontralateral (refluks vesiko ureter, obstruksi
hubungan ureteropelvik)

152

Displasia Ginjal
Agenesis Ginjal
Agenesis ginjal unilateral dapat terjadi pada 1 : 1000 kelahiran,
sedangkan Agenesis ginjal bilateral terjadi pada 12 : 100.000 kelahiran.
Etiologinya
menyebabkan

karena

kelainan

terganggunya

perkembangan
perkembanagan

tunas
blastema

ureter

yang

metanefrik

menjadi dewasa.
Pada Agenesis Ginjal Bilateral, sebagian besar lahir mati. Sisanya
hanya mampu hidup dalam beberapa jam / hari. Sehingga secara klinis
sering tidak terdeteksi. Saat pranatal didapatkan ologohidramnion dan
saat USG fetus tidak ditemukan ginjal. Saat lahir, Fasies Potter (hidung
seperti burung betet, kuping letak rendah). Agenesis Ginjal Unilateral,
bersifat asimptomatik apabila kondisi ginjal unilateralnya berfungsi
normal. Kelainan sering ditemukan secara tidak sengaja saat meakukan
pemeriksaan skrining.

153

Hipospadia

154

Yaitu, suatu keadaan akibat penyatuan liptan uretra yang tidak


sempurna sehingga terbentuk muara uretra abnormal di sepanjang
permukaan inferior penis, biasanya di dekat glans, di sepanjang batang
penis atau dekat pangkal penis. Pada kasus yang jarang, ostium uretra
meluas di sepanjang rafe scrotalis. Jika penyatuan kedua lipatan urethra
sama sekali tidak terjadi, akan terbentuk suatu celah sagital lebar
sepanjang penis dan skrotum. Insidens hipospadia adalah 3-5/1000
kelahiran.

Penyebab dari hipospadia sampai saat ini belum dapat diijelaskan


secara pasti, namun teori-teori yang berkembang umumnya mengaitkan
kelainan ini dengan masalah hormonal. Sebuah teori mengungkapkan
kelainan ini disebabkan oleh penghentian prematur perkembangan sel-sel
penghasil androgen di dalam testis, sehingga produksi androgen terhenti
dan mengakibatkan maskulinisasi inkomplit dari alat kelamin luar. Proses
ini menyebabkan gangguan pembentukan saluran kencing (uretra),
sehingga saluran ini dapat berujung di mana saja sepanjang garis tengah
penis tergantung saat terjadinya gangguan hormonal. Semakin dini
terjadinya gangguan hormonal, maka lubang kencing abnormal akan
bermuara semakin mendekat ke pangkal.

155

156

Epispadia

157

Kelainan yang jarang dijumpai (1/30.000) berupa ostium uretra


eksternum yang ditemukan di dorsum penis. Keadaan ini biasanya tidak
terjadi sendirian, tetapi juga disertai anomaly saluran kemih disepanjang
batang penis.
Terdapat 3 jenis epispadia :
1. Lubang uretra terdapat di puncak kepala penis
2. Seluruh uretra terbuka di sepanjang penis
3. Seluruh uretra terbuka dan lubang kandung kemih terdapat pada
dinding perut.
Etiologi
1. Idiopatik.
2. Dapat dihubungkan dengan faktor genetik, lingkungan atau pengaruh
hormonal.
3. Maskulinisasi inkomplit dari genitalia karena involusi menyangkut
prematur dari sel

158

Mikropenis

Terjadi jika stimulasi androgen tidak cukup untuk pertumbuhan genitalia


eksterna. Mikropenis biasanya disebabkan oleh hipogonadisme primer atau
disfungsi hipotalamus atau hipofisis. Ukuran penis yang tidak sesuai dengan usia
bayi (dilihat dari panjang dan diameternya), biasanya testis berukuran kecil dan
undesensus.

10. Ekstremitas
Polidaktili
Polidaktili adalah kelainan bawaan dimana didapatkan jari lebih dari
lima pada satu tangan atau kaki. Nama lain: hiperdaktili.
GEJALA DAN TANDA

159

Ditemukan sejak lahir.


Dapat terjadi pada salah satu atau kedua jari tangan atau kaki.
Jari tambahan bisa melekat pada kulit ataupun saraf, bahkan dapat melekat
sampai ke tulang.
Jari tambahan bisa terdapat di jempol (paling sering) dan keempat jari
lainnya.
Dapat terjadi bersamaan dengan kelainan bawaan lainnya, walaupun
jarang.
PENYEBAB
Diturunkan secara genetik (autosomal dominan). Jika salah satu
pasangan suami istri memiliki polidaktili, kemungkinan 50% anaknya
juga polidaktili.

160

Brakidaktili
Adalah suatu kelainan yang dicirikan dengan jari tangan atau jari
kaki yang memendek, karena memendeknya ruas-ruas tulang jari.
Penderita brakidaktili memiliki gen dalam keadaan heterozigot
(Bb). Individu yang memiliki gen yang homozigot dominan (BB)
menyebabkan kematian pada masa embrio, sedangkan dalam keadaan
heterozigot hanya mempunyai 2 ruas jari, karena ruas jari yang tengah
sangat pendek dan tumbuh menyatu dengan ruas jari lain. Brakidaktili
terjadi pada 1 dari 4.000 kelahiran.

161

Sindaktili
Sindaktili merupakan kelainan jari berupa pelekatan dua jari atau
lebih sehingga telapak tangan menjadi berbentuk seperti kaki bebek atau
angsa (webbed fingers). Jari yang sering mengalami pelekatan adalah jari
telunjuk dengan jari tengah, jari` tengah dengan jari manis, atau ketiganya.
Sindaktili terjadi pada 1 dari 2.500 kelahiran. Lebih banyak terjadi pada
bayi laki-laki dibandingkan bayi perempuan.
Pada awal perkembangan janin manusia, selaput jari- jari kaki
adalah normal. Pada sekitar 16 minggu kehamilan, apoptosis (kematian
sel) berlangsung dan enzim menghilangkan selaput tersebut. Pada
beberapa janin, proses ini tidak terjadi sepenuhnya antara semua jari
tangan atau kaki sehingga selaput tersebut menetap.
Sindaktili (jari-jari saling berlekatan) yang disebabkan gen
homozigot

(karier)

melakukan

perkawinan

dengan

sesamanya,

kemungkinan anaknya adalah :


162

P : Ss (normal karier) >< Ss (normal karier)


G : S dan s
F1 :
SS = sindaktili
Ss = normal karier
Ss = normal karier
ss = normal
Dari perkawinan tersebut, kemungkinan anaknya yang normal dan yang
menderita sindaktili adalah 3 : 1.

163

Congenital Talipes Equino Varus (CTEV)


Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) adalah deformitas umum
dimana kaki berubah/bengkok dari keadaan atau posisi normal.
Congenital Talipes Equino Varus merupakan suatu kelainan bawaan
yang sering ditemukan pada bayi baru lahir, mudah didiagnosis, tetapi
koreksi sepenuhnya sulit dilakukan. Lebih detail, CTEV ialah
deformitas forefoot adduksi dan supinasi melalui sendi midtarsal, tumit
varus pada subtalar, equinus pada ankle dan deviasi medial seluruh
kaki dalam hubungan dengan lutut (salter).
Etiologi:
Penyebab pasti kelainan ini tidak diketahui dengan pasti.
Berbagai macam dugaan untuk membedakan CTEV primer dan
sekunder. CTEV sekunder
berhubungan

dengan

merupakan suatu kelainan yang

kelainan

yang

lain

seperti

aberasi

kromosomal, artrogriposis (suatu kondisi imobilitas dari persendian


secara

umum), serebral

palsy atau spina

bifida.

Beberapa dugaan mengenai penyebab terjadinya CTEV adalah:


Teori

kromosom:

dimungkinkan

karena

cacat

dari

sel germativumyang tidak dibuahi dan muncul sebelum


fertilisasi.

164

Teori embrio: biasanya ini terjadi pada CTEV Primer yang


terjadi pada sel germinativum yang dibuahi (Irani dan
Sherman) yang menyatakan bahwa kelainan terjadi antara
masa konsepsi dan minggu ke 12 kehamilan.
Teori otogenik: adanya hambatan dalam perkembangan
minggu ke 7-8 masa gestasi. Teori ini dihubungkan dengan
perubahan pada genetik.
Teori fetus: adanya blok mekanik pada perkembangan
akibat lingkungan intrauterin.
Teori neurogenik: yaitu kelainan primer pada jaringan
neurogenik.
Teori amiogenik, bahwa kelainan primer terjadi pada otot.
Clubfoot

adalah

istilah

umum

yang

digunakan

untuk

menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah dari posisi


yang normal. Congenital Talipes Equino-varus (CTEV) atau biasa
disebut Clubfoot merupakan deformitas yang umum terjadi pada anakanak.
Clubfoot sering disebut juga CTEV (Congeintal Talipes Equino
Varus) adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki,
inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari
tibia (Priciples of Surgery, Schwartz).

CTEV adalah salah satu

anomali ortopedik kongenital yang paling sering terjadi seperti


dideskripsikan oleh Hippocrates pada tahun 400 SM dengan gambaran
klinis tumit yang bergeser kebagian dalam dan kebawah. Tanpa terapi,
pasien dengan clubfoot akan berjalan dengan bagian luar kakinya,
yang mungkin menimbulkan nyeri dan atau disabilitas. Clubfoot
seringkali secara otomatis dianggap sebagai deformitas equinovarus,
namun ternyata terdapat permutasi dan kombinasi lainnya, seperti
Calcaneovalgus, Equinovalgus danCalcaneovarus yang mungkin saja
terjadi.

165

Insidens CTEV yaitu 1 dari setiap 1000 kelahiran hidup. Lebih


sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan (2:1) dan
50% bersifat bilateral.
Sampai saat ini masih banyak perdebatan dalam etiopatologi
CTEV. Banyak teori telah diajukan sebagai penyebab deformitas ini,
termasuk faktor genetik, defek sel germinativum primer, anomali
vascular, faktor jaringan lunak, faktor intrauterine dan faktor miogenik.
Telah diketahui bahwa kebanyakan anak dengan CTEV memiliki atrofi
otot betis, yang tidak hilang setelah terapi, karenanya mungkin
terdapat hubungan antara patologi otot dan deformitas ini. Beberapa
teori yang dikemukakan mengenai penyebab clubfoot. Pertama, adalah
kuman plasma primer merusak talus menyebabkan flexi plantar yang
berkelanjutan dan inversi pada tulang tersebut, dan selanjutnya diikuti
dengan perubahan pada jaringan lunak pada sendi dan kompleks
musculotendinous. Teori lainnya kelainan jaringan lunak primer
beserta neuromuscular akibat perubahan tulang sekunder. Klinisnya,
anak dengan CTEV mempunyai hipotrofi arteri tibialis anterior dalam
penambahan terhadap atrofi dari muscular sekitar

166

167

Dislokasi Panggul Kongenital


Congenital Dislocation of the Hip (CDH) atau dislokasi panggul
kongenital adalah deformitas ortopedik yang didapat segera sebelum
atau pada saat kelahiran. Kondisi ini bervariasi dari pergeseran
minimal ke lateral sampai dislokasi komplit dari caput femoris keluar
acetabulum.
Ada tiga pola yang terlihat: (1) subluxation, caput femoris berada
di acetabulum dan dapat mengalami dislokasi parsial saat pemeriksaan;
(2) dislocatable, pinggul dapat dislokasi seluruhnya dengan manipulasi
tetapi berada pada lokasi normal pada saat bayi istirahat; (3)
dislocated, pinggul berada dalam posisi dislokasi (paling parah).
Etiologi
o Genetik => kelemahan ligamen
o Lingkungan
o Intrauterin
o Desakan : kembar, oligohidramnion
Desakan dapat membuat caput femur janin yang masih
belum terfiksasi dengan baik lepar dari acetabulum.
o Hormon relaksin
Relaksin merupakan hormon yang muncul saat partus untuk
melemaskan tulang panggul agar mempermudah proses
kelahiran.
o Partus
Kesalahan dalam penolongan partus
o Bayi dengan interpretasi bokong
o Pasca Partus
o Kebiasaan membedung
Bedung dengan sangat erat sampai membuat kaki anak
yang seharusnya fleksi menjadi ekstensi dapat membuat
kemungkinan timbulnya DDH lebih tinggi.
168

Congenital Dislocation of the Hip (CDH) merupakan fase


spektrum dari ketidakstabilan sendi panggul pada bayi. Dalam keadaan
normal, panggul bayi baru lahir dalam keadaan stabil dan sedikit
fleksi. Ketidakstabilan panggul berkisar 5 20% dari 1.000 kelahiran
hidup dan sebagian besar akan menjadi stabil setelah 3 minggu dan
hanya 1-2% yang tetap tidak stabil. Dislokasi panggul kongenital tujuh
kali lebih banyak pada perempuan daripada laki laki, sendi panggul
kiri lebih sering terkena dan hanya 1- 5% yang bersifat bilateral.

169

Meromelia, Amelia, Fokomelia dan Mikromelia


Kelainan pada extremitas sangat bervariasi dan kelainan
tersebut mungkin berupa ketiaadan parsial (meromelia) atau total
(amelia) satu atau lebih ekstremitas. Kadang-kadang tulang panjang
tidak terbentuk, dan dijumpai tangan dan kaki rudimenter yang
melekat ke badan melalui tulang kecil dengan bentuk tidak teratur
(fokomelia, suatu bentuk meromelia). Kadang-kadang terdapat semua
segmen ekstremitas tetapi terlalu pendek (mikromelia).

170

Fokomelia

171

Micromelia
Ectrodactyly
Tangan dan kaki belah (lobster claw deformity, deformitas capit
udang) merujuk kepada adanya celah abnormal antara jaringan lunak dan
tulang metakarpal kedua dan keempat. Tulang metakarpal dan falang
ketiga hampir selalu tidak ada, sementara ibu jari dan jari kedua serta jari
keeempat dan kelingking menyatu. Kedua bagian tangan kadangkadangberhadapa satu sama lain dan berfungsi seperti capit udang.

172

11. Musculo-skeletal
Akondroplasia (ACH)
Bentuk tersering kekerdilan (1:26.000 kelahiran hidup),
terutama mengenai tulang panjang. Tengkorak besar dengan bagian
tengah wajah kecil, jari tangan pendek, dan kurvatura tulang
belakang yang mengalami aksentuasi. ACH diwariskan sebagai

173

suatu sifat dominan otosom dan 80% kasus muncul secara


sporadis.
Faktor Risiko
o Parental usia> 37 tahun
o Achondroplastic induk
o Genetika
o Autosomal dominan
o Diakuisisi oleh kebanyakan pasien (70%) sebagai
mutasi baru
o Homozigot pasien (dengan 2 orang tua yang terkena
dampak) biasanya meninggal.
Patofisiologi
Pertumbuhan piring menunjukkan penurunan selular dan
aktivitas

organisasi,

mengakibatkan

osteogenesis
Tulang

dan

Pertumbuhan

cacat

dalam

endochondral.
jaringan
adalah

lainnya
pelat

dinyatakan

dengan

lebar

normal.
normal,

mikroskopis, pengaturan, normal teratur sel tulang rawan


ke

kolom

rusak.

Membran pembentukan tulang, yang menyumbang bagi


pertumbuhan keliling dari poros dari tulang panjang, hasil
normal.
Perubahan dapat diakui radiografi sedini 3 bulan
kehamilan.
Etiologi
Achondroplasia hasil dari cacat di fibroblast faktor
pertumbuhan protein reseptor-3. Proses patologis dimulai
di dalam rahim: Pertumbuhan tulang rawan epifisis plat
adalah diperlambat dan teratur, dengan penurunan yang
mengakibatkan pertumbuhan memanjang.

174

175

Congenital Constriction Band Syndrome


Congenital Constriction Band Syndrome (CCBD) merupakan suatu
kelainan kongenital yang menyebabkan malformasi kongenital anggota
gerak. Insiden CCBD terjadi pada 1 diantara 5000 sd 10.000 anak.
Akibat CCBD ini dapat menimbulkan gangguan pada sistem
neurovaskular

dibagian

ujung.

Hal

ini

dapat

menimbulkan

pembengkakan yang akan semakin diperburuk dengan proses


pertumbuhan yang sedang berlangsung. Akibat yang paling parah dari
CCBD ini adalah terjadi amputasi spontan didalam rahim sehingga
bayi lahir dalam keadaan tidak memiliki sebagian anggota badan.
Penyebab CCBD masih belum diketahui secara pasti. Namun dua teori
besar yang masih dalam perdebatan hingga saat ini masih menjadi
rujukan yaitu teori ekstrinsik dan teori intrinsik. Teori ekstrinsik
sebagai teori yang paling banyak dianut dalam memandang masalah
ini menyatakan bahwa 'free strands of amnion' merupakan materi yang
paling bertanggung jawab sebagai penyebab terjadinya sindrom ini.
Bukti-bukti yang mendukung teori ini adalah kurangnya faktor
keturunan dalam keterlibatan sindrom ini, pencitraan usg yang

176

memperlihatkan adanya pita amnion prenatal (prenatal amniotic


bands), keterlibatan jari2 panjang dan gambaran histologis amnion
pada pita cekik.4
Sementara teori intrinsik yang dikemukakan oleh Streeter
menyatakan bahwa suatu plasma germinal di subkutaneus (the
subcutaneous germ plasm) yang sering dipakai terhadap terjadinya
sindroma ini. Teori ini mengatakan bila terjadi defek pada plasma
germinal subkutaneus ini maka akan terjadi nekrosis jaringan lunak
dan kemudian terjadi proses penyembuhan dengan pembentukan
CCBD. Teori ini didukung dengan tidak ditemukannya pita amnion
prenatal pada kasus ini, adanya kerusakan vaskular semasa janin, dan
adanya infark karena emboli dari plasenta. Adanya dua teori ini yang
seolah tidak saling mendukung menunjukkan bahwa CCBD dapat
disebabkan oleh berbagai faktor.4

Gambaran radiologi Congenital Constriction Band Syndrome

Gambaran klinis Congenital Constriction Band Syndrome

177

12. Sindrom Teratogenik Dengan Malformasi


Sindrom Alkohol Janin
Sindrom alkohol janin atau fetal alcohol syndrome (FAS) adalah
kondisi yang diakibatkan oleh paparan alkohol selama masa kehamilan.
Parahnya sindrom ini dapat menyebabkan cacat fisik, keterbelakangan
mental, gangguan belajar, gangguan penglihatan dan perilaku
bermasalah.
Sindrom alkohol janin disebabkan oleh ibu yang tetap
mengonsumsi

alkohol

selama

masa

kehamilan. Alkohol

akan

mengganggu pengiriman oksigen dan nutrisi lain yang optimal bagi


perkembangan jaringan dan organ bayi, termasuk otak.
Gejala
Fitur wajah yang sedikit berbeda dari anak kebanyakan
seperti mata kecil, bibir bagian atas yang sangat tipis, hidung
yang pendek dan terbalik atau permukaan kulit yang halus
antara hidung dan bibir bagian atas
Cacat pada sendi, anggota tubuh dan jari-jari
Pertumbuhan fisik yang lambat sebelum dan setelah
persalinan
Gangguan penglihatan atau masalah pendengaran. Lingkar
kepala dan ukuran otak yang kecil (mikrosepali)
Koordinasi tubuh yang buruk
Keterbelakangan mental dan perkembangan otak yang
lambat
Gangguan belajar
Perilaku abnormal seperti rentang fokus yang pendek,
hiperaktif, kendali impuls yang buruk, gugup dan cemas secara
ekstrim
Cacat jantung

178

13. Malformasi Lain


Situs Inversus
Situs inversus adalah suatu kelainan berupa terjadinya
transposisi orga dalam (visera) di toraks dan abdomen. Meskipun terjadi
pembalikan letak organ, frekuensi kelainan struktural lain hanya sedikit

179

lebih tinggi daripad populasi normal. Sekitar 20% pasien dengan situs
inversus komplit juga mengidap bronkiektasis dan sinusitis kronis
karena kelainan silia. Prevalensi situs inversus < 1:10000 orang.
Ilmu kedokteran mencatat belum dapat dipastikan penyebab dari
kelainan ini, hanya asumsi bahwa hal tersebut terjadi karena
perubahan/mutasi gen saat pembentukan organ saat masih janin. Hal
tersebut menjadi misteri yang belum terpecahkan hingga saat ini.
Situs inversus secara umum merupakan kelainan genetik
autosomal resesif. Orang orang dengan situs inversus totalis tidak
menyadari dengan kelainan anatomi yang mereka miliki hingga mereka
datang ke dokter untuk memeriksakan penyakit yang tidak berkaitan
dengan kondisi ini. Organ organ yang terbalik ini akan menyebabkan
kebingungan dalam melakukan anamnesa dan diagnosa. Dokter
biasanya akan mencurigai pasien situs inversus saat memeriksa denyut
jantungnya ternyata berada pada sisi kanan tubuh, yang kemudian
dokter akan meminta pasien untuk melakukan pemeriksaan radiologi.
Sekitar 25% individu dengan situs inversus memiliki kondisi
yang mendasarinya yang dikenal dengan nama diskinesia silier primer
(PCD). PCD adalah disfungsi dari silia yang terjadi selama
perkembangan embrio. Silia yang berfungsi dengan normal akan
menentukan posisi organ dalam selama perkembangan embriologi, dan
oleh karena itu individu dengan PCD memiliki kesempatan untuk
berkembang menjadi situs inversus sebanyak 50%. PCD yang disertai
dengan situs inversus dikenal dengan nama sindrom kartagener yang
terdiri dari trias situs inversus, sinusitis kronis, dan bronkiektasis.

180

Asplenia
Istilah asplenia menunjukan tidak adanya limpa. Individu dengan
asplenia beresiko tinggi terkena berbagai macam penyakit, terutama
infeksi. Asplenia adalah salah satu istilah yang digunakan untuk
menunujukan kondisi ini. Istilah lainnya adalah Ivemark syndrome, right
isomerism sequence, bilateral right-sideness sequence, splenic agenesis
syndrome, dan asplenia dengan cardiovascular anomalies.
181

Insidens asplenia adalah rendah, 1 dari 10.000 20.000 kelahiran


hidup. Laki laki lebih banyak terkena dibandingkan perempuan. Asplenia
juga ada 1-3% pada kelainan jantung kongenital. Dan asplenia tidak
menyerang suatu kelompok tertentu.

Valproate syndrome
Antikonvulsan yang dikonsumsi selama kehamilan berhubungan
dengan peningkatan risiko malformasi dan keterlambatan perkembangan.
Sodium valproate, banyak digunakan sebagai obat anti epilepsi dan mood
stabilizer. Ini diijinkan untuk digunakan pada tahun 1978 dan laporan
pertama kali bahwa obat ini merugikan janin diterbitkan pada tahun 1980.
Fitur wajah terlihat pada FVS adalah trigonocephaly, dahi tinggi
dengan penyempitan bifrontal, lipatan epicanthic, alur infraorbital,
jembatan hidung datar, akar hidung lebar, hidung anteversi, philtrum
dangkal dan bibir atas yang panjang.

182

Warfarin Syndrome

Warfarin merupakan senyawa yang bersifat teratogen. Obat ini


mempunyai berat molekul yang kecil yaitu 308,33 g/mol (Farmakope
183

Indonesia, 1995) sehingga dapat melintasi plasenta dan efek kerjanya


sebagai antagonis vitamin K dapat mempengaruhi perkembangan embrio
dan fetus. Warfarin yang dikonsumsi pada trimester pertama kehamilan
dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada janin yang dikenal dengan
istilah Fetal Warfarin Syndrom (FWS).
Cacat lahir yang terjadi berupa nasal hypoplasia (kelainan pada
skeletal hidung), short neck (leher pendek), brachydactyly (jari pendek)
dan neonatal bleeding (Baillie et al., 1980; Mason et al., 1992;
Sathienkijkanchai and Wasant, 2005). Kelainan yang ditimbulkan oleh
warfarin ini disebabkan oleh stress oksidatif.
Stress oksidatif adalah keadaan dimana tingkat oksigen reaktif
intermediate (ROI) yang toksik melebihi pertahanan antioksidan endogen
(Allen and Tressini, 2000). Di dalam tubuh ROS cendrung bereaksi dengan
jaringan sehingga menimbulkan reaksi berantai yang menyebabkan
kerusakan jaringan (Afonso et al., 2007; Agarwal et al., 2005). Stres
oksidatif dapat dicegah dan dikurangi dengan asupan antioksidan yang
cukup dan optimal ke dalam tubuh.

184

DAFTAR PUSTAKA

1. Indrasanto E, Effendi SH. Pendekatan Diagnosis Kelainan Bawaan


menurut Klasifikasi European Registration of Congenital Anomalies
(EUROCAT). Dalam: Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. 2008. 41-70.
2. WHO. Major causes of death in neonates and children under five in the
world. 2004.
3. Wiziyanti E. Angka Kelainan Kongenital di RSUP dr. Sardjito Yokyakarta
tahun 2004-2007. Surakarta: Skripsi FK Universitas Muhammadiyah.
2009.
4. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3. Jakarta: PT.
YarsifWatampone. 2009.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 3.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2007.
6. Patel M. Congenital Talipes Equino Varus. Melbourne. 2011 [Diakses pada
2

Februari

2013].

Diakses

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1237077-overview
7. Astira EF. Congenital Talives Equino Varus. Jakarta. 2011 [Diakses pada 2
Februari 2013]. Diakses dari: http://www.scribd.com/doc/68327926/ctev
8. Suryo. Polidaktili dalam Genetika Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. 2003.

185

Anda mungkin juga menyukai