Anda di halaman 1dari 9

1

DESAIN DAN IMPLEMENTASI SMART BLADELESS FAN


ADAPTIF TERHADAP SUHU MELALUI PEMBUKAAN GERBANG
SILICON CONTROLLED RECTIFIER
Design and Implementation of Smart Bladeless fan Adaptif
to Temperatures Through Gate Opening Silicon Controlled Rectifier
1
Agung Ristianto,
2
M Sarwoko,
3
Budi Setiadi

1,2,3
Departemen Elektro dan Komunikasi Universitas Telkom
Jl. Telekomunikasi, Dayeuhkolot Bandung 40257 Indonesia
E-mail :
1
Ristianto_agung@yahoo.com,
2
SWK@ittelkom.ac.id,
3
BSD@ittelkom.ac.id


ABSTRAK
Sistem kendali otomatis merupakan sistem kendali yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sekarang ini.
Namun masih banyak alat-alat elektronika di sekitar manusia sekarang yang belum memiliki sistem kendali tersebut.
Salah satu alat elektronika rumah tangga yang belum memiliki sistem kendali otomatis adalah kipas angin.
Walaupun sudah terdapat AC pintar, namun pada dasarnya kipas angin masih tetap dibutuhkan oleh manusia.
Karena kipas angin merupakan versi ekonomis dari AC dan tidak membutuhkan daya yang besar serta ramah
lingkungan. Sedangakan pada kipas, metode kontrol otomatis ini bisa diimplementasikan.
Pada tugas akhir ini dirancang Smart Bladeless Fan Adaptif terhadap Suhu Melalui Pembukaan Gerbang
Silicon Controlled Rectifier. Bladeless fan adalah kipas angin yang tidak memiliki aktuator baling kipas di bagian
luarnya. Pada perancangan ini, bladeless fan dilengkapi dengan 2 jenis sensor suhu, yaitu sensor suhu ruangan dan
sensor deteksi manusia (PIR). Hal tersebut membuat alat ini dapat menyala saat mendeteksi keberadaan manusia,
berputar sesuai range suhu yang terbaca, dan dapat mengarah sesuai posisi manusia secara otomatis. Sedangkan
pada driver untuk pengontrolan kecepatan motor kipasnya, penulis menggunakan SCR. Komponen ini memiliki
beberapa kelebihan, yaitu bisa digunakan pada beban dengan daya besar, tahan banting, dan bisa dikontrol
pembukaan gerbangnya oleh mikrokontroler. Diharapakan dengan perancangan tugas akhir ini, dapat diciptakan alat
elektronika rumah tangga yang ramah lingkungan dan hermat energi serta dapat membantu manusia secara otomatis.

Kata Kunci : Bladeless fan, SCR, Human Detector Sensor ( PIR), sensor suhu
ABSTRACT
Automatic control system is a control system that is needed nowdays. But there are a lot of electronic devices
around the people now that not have that control system yet. Whereas in fact, peoples have a lot of busyness that
makes people sometimes do not have time to organize small things like that electronics equipment.
One of household electronic appliances do not yet have automatic control system is the fan. Although there
have been smart air conditioning, but basically the fan is still needed by peoples. Because the fan is an economical
version of the AC and do not require large power also environmentally friendly. While at fan, automatic control
methods can be implemented. This can be done by way of adding a part of digital controller such as a
microcontroller and temperature sensor at the fan, so the fan can work automatically.
At this final task, designed "Smart Adaptive Bladeless Fan to Temperature Through Gate Opening Silicon
Controlled Rectifier ". This fan is different from conventional fan in general. Bladeless fan is a fan that does not
have a propeller at the actuator throw outside, so it's very safe, and thus can produce a softer wind and fifteen times
more. In addition, at this designed process, the bladeless fan is equipped with 2 types of temperature sensors,
temperature of environment sensor and human detection sensor (PIR). This makes that device can turn on when it
detects the presence of human, rotate according unreadable temperature range, and can lead to appropriate position
of human automatically. While at the driver to controls the speed of the fan motor, can use SCR. This component
has several excess, which can be used at large power load, 'robust', and the opening of the gates can be controlled by
the microcontroller. Expected, with the design of this final project, can be created a household electronic appliance
that is environmentally friendly, energy efficient and can help human automatically.

Keywords: Bladeless fan, SCR, Human Detector Sensor (PIR), temperature sensor










2

1. PENDAHULUAN
Sejalan dengan perkembangan zaman
sekarang ini, rata-rata manusia lebih memilih hal-hal
yang instant, cepat, canggih dan otomatis. Mulai dari
makanan yang dibuat instant, alat komunikasi yang
semakin canggih, sampai alat-alat elektronika rumah
tangga di sekitar manusia dibuat lebih canggih,
pintar, dan otomatis tak terkecuali kipas angin atau
fan.
Kipas angin konvensional pada umumnya
memiliki bolang-baling sebagai aktuator luar kipas
tersebut. Pada perkembangan teknologi selanjutnya
terciptalah bladeless fan yang dapat memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan kipas angin
konvensional, yaitu lebih aman, efiesien, dAn
futuristik.
Namun masih terdapat kekurangan pada
pada sistem sebelumnya. Bladeless fan tersebut
belum memiliki sistem kendali otomatis. Sedangkan
pada kenyataannya, sistem kendali otomatis
merupakan hal yang penting pada kehidupan manusia
modern sekarang ini. Dalam sistem yang
menggunakan controlled agar dapat bekerja secara
otomatis membutuhkan bagian sensor. Beberapa
sensor yang dapat diimplementasikan pada Bladeless
fan antara lain adalah sensor suhu dan sensor PIR.
Sehingga dengan kedua sensor ini, Bladeless fan
dapat menyala secara otomatis saat mendeteksi
keberadaan manusia; dapat berubah kecepatan
putaran kipasnya sesuai range suhu yang terbaca; dan
secara otomatis dapat mengarah pada posisi manusia
di ruangan. Sedangkan untuk mengontrol motor,
terdapat beberapa cara di antara lain adalah
mengontrol tegangan pencatu dengan pembukaan
gerbang SCR. Komponen ini mempunyai kelebihan
dapat diimplementasikan pada beban yang
membutuhkan daya besar. Pembukaan gerbang SCR
berpengaruh langsung pada lebar pulsa tegangan ke
motor di mana pembukaan gerbang SCR tersebut
diatur trigger-nya menggunakan mikrokontroler.
Oleh karena itu dari perancangan sistem ini
diharapkan dapat meghasilkan alat rumah tangga
yang otomatis dan hemat daya.
2.Fuzzy Logic
Dalam logika fuzzy terdapat tiga tahap proses,
yaitu: fuzzyfication, rule inference dan
deffuzyfication.
1. Fuzzyfication
Fuzzyfication merupakan proses pemetaan
nilai nilai input (crisp input) kedalam bentuk
himpunan fuzzy menurut fungsi keanggotaannya.
2. Rules evaluation / Inference
Pada tahap ini diproses hubungan antara
nilai-nilai input (crisp input) dan nilai-nilai output
(crisp output) yang dikehendaki dengan aturan-aturan
tertentu. Dari aturan-aturan yang dibentuk inilah yang
nantinya akan menentukan respon dari sistem
terhadap berbagai kondisi setting point dan gangguan
yang terjadi pada sistem.
3. Defuzzyfication
Pada tahap ini dilakukan pemetaan nilai-nilai
fuzzy output dari tahap rules evaluation ke nilai-nilai
output kuantitatif. Ada beberapa metode dalam
defuzzyfication, beberapa metode yang biasanya
dipakai adalah:
a. Centroid Method
Metode ini merupakan metode paling
penting diantara semua metode yang ada. Metode ini
menghitung nilai crisp menggunakan rumus:


b. Height method
Metode ini hanya bisa dipakai untuk fungsi
keanggotaan yang hanya memiliki derajat
keanggotaan 1 pada suatu nilai crisp tunggal dan 0
pada semua nilai crisp yang lain (singleton).
c. First (or last) of Maxima
Metode ini merupakan metode generalisasi
dari height method. Metode ini digunakan untuk
kasus dimana fungsi keanggotaan output memiliki
lebih dari satu nilai maksimum.
d. Mean-max method
Metode ini merupakan metode
pengembangan dari metode height method. Metode
ini dipakai dalam kondisi dimana terdapat lebih dari
satu nilai crisp yang memiliki derajat keanggotaan
maksimum. Sehingga

didefinisikan sebagai titik


tengah antara nilai crisp terbesar dan nilai crisp
terkecil:


e. Weighted Average
Metode ini mengambil rata-rata dengan
menggunakan nilai derajat keanggotaan. Sehingga


didefinisikan sebagai:











3

3. Rectifier
Rectifier merupakan konverter penyearah
daya. Rectifier mengubah tegangan AC menjadi DC.
Penyearah daya memiliki beberapa fungsi, di antara
lain sebagai berikut: diaplikasikan sebagai rangkaian
konverter yang mengatur kecepatan motor listrik
(Variabel Speed Drives), sebagai UPS, maupun
sebagai sumber DC untuk komponen elektronika
lainnya.
4.Transformator

Transformator atau biasa dikenal dengan
istilah trafo berasal dari kata transmormatie yang
berarti perubahan. Transformator merupakan alat
yang digunakan untuk menaikkan atau menurunkan
tegangan bolak-balik (AC) dari satu rangkaian ke
rangkaian lainnya, melalui gandeng inti magnet
berdasarkan prinsip elektromagnetik
5. Zero Crossing Detector
Metode Zero Crossing Detector adalah
sebuah metode untuk mengetahui frekuensi/periode
suatu gelombang dengan cara mendeteksi banyaknya
zero point pada suatu rentang waktu. Dalam sistem
ini metode ini berfungsi untuk mendeteksi
perpotongan gelombang sinus pada tegangan DC
gelombang penuh dengan zero point, sehingga dapat
memberikan sinyal acuan saat dimulainya pemicuan
sinyal PWM.

Gambar 1. Prinsip Kerja Metode Zero Crossing
Detector

6. SCR
SCR adalah salah satu jenis Thyristor yang
sering digunakan sebagai komponen semikonduktor
utama dalam sebuah sistem penyearah terkontrol.
Oleh karena itu secara fungsi, SCR memiliki
kesamaan dengan dioda, letak perbedaannya adalah
dalam proses penyearahannya. Pada SCR pembukaan
gate katoda dapat diatur dengan cara men-trigger arus
gate, sedangkan pada dioda proses penyearahannya
tidak dapat dikontrol. Berikut simbol komponen
SCR:

Gambar 2. SCR


7. Motor DC
Motor DC merupakan motor yang
memerlukan catuan tegangan searah untuk merubah
suatu besaran listrik menjadi suatu bentuk sistem
gerak atau mekanik. Sebuah motor DC sederhana
tersusun dari bagian-bagian sebagai berikut:
(1) Rotor yaitu bagian motor yang berputar
(2) Stator yaitu bagian motor yang diam
(3) Brushes yaitu bagian yang berfungsi mengubah
polaritas medan magnet rotor agar terus berputar
terhadap stator
(4) Komutator yaitu bagian penyangga brush

Gambar 3. Struktur Motor DC

9. PIR
PIR (Passive Infrared Receiver) merupakan
sensor berbasis infrared. namun PIR tidak
memancarkan apapun seperti IR LED. Sesuai dengan
namanya Passive, sensor ini hanya merespon energi
dari pancaran sinar inframerah pasif yang dimiliki
oleh setiap benda yang terdeteksi olehnya. Benda
yang bisa dideteksi oleh sensor ini umumnya adalah
tubuh manusia. PIR membaca pancaran infra merah
tersebut dengan sensor pyroelektrik. Karena sinar
infra merah mengandung energi panas maka sensor
pyroelektrik akan menghasilkan arus listrik. Sensor
pyroelektrik terbuat dari bahan galium nitrida
(GaN),cesium nitrat (CsNo3) dan litium tantalate
(LiTaO3). Arus listrik inilah yang akan menimbulkan
tegangan dan dibaca secara analog oleh sensor.

9. Perancangan Sistem

Gambar 4. Blok Diagram Sistem

Gambar di atas merupakan gambar diagram
blok dari sistem. Bagian-bagian tersebut di antara lain
sebagai berikut:
1 .Blok catu daya
Blok ini berfungsi sebagai sumber tegangan
bagian-bagian lain sistem. Terdapat 2 macam sumber
catu daya pada bagian ini, yaitu: sumber catu DC dan
4

sumber catu AC. Sumber catu DC digunakan untuk
mencatu tegangan komponen-komponen seperti:
mikrokontroler, sensor suhu, sensor kecepatan
(optocoupler), MOC, PIR, dan relay. Sedangkan
sumber catu AC yang berasal langsung dari jala-jala
PLN digunakan untuk mencatu motor AC dan bagian
blok SCR.
2. Blok input dan feedback
Blok ini berfungsi memberikan sinyal atau
data ke mikrokontroler untuk diproses dan digunakan
sebagai acuan untuk menjalankan program tertentu.
Komponen yang memberikan data input dalam sistem
ini di antara lain adalah: sensor suhu dan sensor PIR.
Sedangkan bagian feedback dari sistem adalh sebuah
sensor kecepatan. Bagian ini berfungsi mengirimkan
sinyal umpan balik dari output proses sistem
sebelumnya.
3. Blok Pengontrol
Blok pengontrol atau sering disebut dengan
blok controller pada sistem ini terdiri dari satu
komponen utama yaitu chip mikrokontroler.
Mikrokontroler menerima data dari bagian input dan
feedback yang selanjutnya mengolah data tersebut
secara digital. Berdasarkan data yang diolah tersebut
mikrokontroler memberikan perintah kepada bagian
driver aktuator, seperti misalnya: memberikan trigger
untuk membuka atau menutup relay, dan memberikan
sinyal PWM pada bagian MOC yang digunakan
untuk men-trigger pembukaan gerbang SCR.

4. Blok Driver dan Aktuator
Blok ini merupakan jembatan dari sebuah
sistem kendali digital (mikrokontroler) dengan
aktuator sistem yang rata-rata merupakan komponen
analog dan komponen yang membutuhkan catu daya
besar seperti: motor DC dan motor AC.

9.1 Flowchart Sistem
Flowchart pada sistem ini dibagai menjadi
dua macam, yaitu:

Proses Program Interupsi Deteksi Posisi Manusia

Gambar 5. Flowchart Deteksi Posisi Manusia
Penjelasan Flowchart Proses Deteksi Posisi
Manusia:
1. Saat proses ini dimulai, mikrokontroler
memberikan logika 0 pada rangkaian relay. Hal
ini menyebabkan motor AC tidak berputar
karena tidak mendapat catuan tegangan.
2. Selanjutnya pada tahap decision, mikrokontroler
akan mengecek apakah sistem utama sudah aktif.
Sistem utama ini merupakan proses aktifnya
kipas saat terdapat manusia di dalam ruangan
dan suhu di atas 25C.
3. Jika sistem sudah aktif, maka mikrokontroler
akan memberikan logika 1 pada rangkaian relay
sehingga motor AC mulai berputar dan kipas
mencari posisi manusia. Sedangkan jika sistem
utama belum aktif, maka relay tetap mendapat
logika 0 dari mikrokontroler dan motor AC tidak
berputar.
4. Di dalam ini sistem ini terdapat fitur button
untuk mode bebas. Mode ini berfungsi saat di
dalam ruangan terdapat lebih dari 1 orang. Saat
tahap decision, jika button ini ditekan maka
mikrokontroler akan memberikan logika 1 pada
rangkaian relay sehingga motor AC akan terus
berputar tanpa mendeteksi posisi manusia
menggunakan sensor PIR. Untuk
mengembalikan ke mode awal (mode
searching), button harus ditekan lagi.
5. Sedangkan jika button tidak ditekan maka kipas
akan tetap dalam mode searching. Pada mode ini
saat sensor PIR mendeteksi keberadaan manusia
maka mikrokontroler akan memberikan logika 0
pada rangkaian relay sehingga motor AC
berhenti berputar tepat saat kipas mengarah pada
posisi manusia dalam ruangan.

Proses Kontrol Kecepatan Kipas


Gambar 6. Flowchart Kontrol Kecepatan Kipas
5

Penjelasan Flowchart Proses Kontrol
Kecepatan Kipas:
1. Saat sistem ini dimulai, mikrokontroler akan
memberikan nilai trigger pada SCR
menggunakan sinyal PWM dengan nilai integer
PWM sebesar 255. Karena rangkaian
optoisolator yang digunakan adalah aktif-low,
maka saat diberi trigger PWM sebesar 255 SCR
akan Off dan motor DC sebagai aktuator baling
kipas tidak berputar.
2. Selanjutnya mikrokontroler akan membaca range
suhu ruangan yang terbaca oleh sensor SHT11.
Kemudian data suhu tersebut akan dibagi
menjadi 20 level dari level 1 sampai level 20.
Penjelasan lebih detail dari proses pelevelan suhu
ini akan dijelaskan pada sub bab perancangan
logika fuzzy. Setelah membaca data dari sensor
suhu, mikrokonroler juga membaca data
kecepatan dari sensor kecepatan.
3. Data dari sensor kecepatan dan sensor suhu yang
sudah diperoleh selanjutnya menjadi data input
untuk proses fuzzifikasi. Dalam proses ini nilai
crips input diubah menjadi himpunan
keanggotaan. Dalam proses fuzzy inference
terjadi penalaran himpunan keanggotaan yang
sudah diperoleh ini terhadap fuzzy rules yang
sudah dibuat untuk mencari fuzzy output. Fuzzy
output yang sudah diperoleh selanjutnya akan
diubah kembali dalam nilai crips dalam proses
defuzzifikasi.
4. Hasil defuzzifikasi tersebut merupakan
merupakan data integer PWM 8 bit dari 0-255.
Data PWM tersebut selanjutnya disimpan dalam
variable PWM OC0.
5. Pada tahap decision, jika terdapat orang dalam
ruangan dan suhu yang terbaca di atas 25C,
maka mikrokontroler akan memberikan trigger
pada SCR menggunakan sinyal PWM sebesar =
PWM OC0. Saat SCR mendapatkan trigger,
maka SCR akan On dan melewatkan tegangan
sesuai trigger yang diberikan untuk mencatu
motor DC. Dengan kata lain kecepatan putaran
motor DC yang merupakan aktuator baling kipas
tersebut tergantung pada nilai PWM OC0 yang
diperoleh pada proses defuzzifikasi. Semakin
besar nilai PWM OC0, maka putaran kipas akan
semakin lambat, sebaliknya jika nilai PWM OC0
semakin kecil maka kecepatan putaran kipas
akan semakin cepat. Hal tersebut disebabkan
karena rangkaian optoisolator yang digunakan
adalah aktif-low.
6. Sedangkan jika 2 kondisi pada point 5 tidak
terpenuhi semua, yaitu: sensor PIR mendeteksi
keberadaan manusia dalam ruangan dan suhu di
atas 25C, maka mikrokontroler akan membuat
SCR menjadi Off dan motor baling kipas tidak
berputar.

9.2 Perancangan Blok Catu Daya Sistem
Rangkaian ini merupakan rangkaian pencatu
tegangan utama dari semua blok sistem. Rangkaian
ini terdiri dari komponen-komponen utama sebagai
berikut:
1.Trafo step-down yang berfungsi menurunkan
tegangan dari PLN sebesar 220 volt/50 Hz menjadi
beberapa tegangan output, yaitu: 30 volt sebagai
sumber tegangan dari blok SCR dan 15 volt
2.Dioda bridge 2 Ampere. Dioda bridge ini berfungsi
sebagai penyearah tegangan 15 volt sebelum
tersebut masuk ke blok sistem minimum dan blok
relay dengan arus maksimal 2 ampere.
3.Regulator 12 volt. Regulator yang digunakan
adalah tipe LM2576.

Gambar 7. Rangkaian Regulator LM2576

9.3 Perancangan Rangkaian Penguat Relay
Dalam mengoprasikan relay sebuah
mikrokontroler membutuhkan rangkaian tambahan
yaitu berupa rangkaian penguat arus. Hal ini
dikarenakan arus dari mikrokontroler tidak cukup
besar untuk membuat koil relay menjadi bersifat
elektromagnetik.

Gambar 7. Rangkaian Penguat Relay

9.4 Perancangan Rangkaian SCR
Rangkaian ini digunakan sebagai driver
motor DC. Komponen utama dari rangkaian ini
adalah sebuah SCR. SCR mengatur (memotong)
sinyal tegangan DC yang belum terfilter berdasarkan
sinyal PWM dari mikrokontroler. Tipe SCR yang
digunakan adalah BT152 600R. SCR tipe ini mampu
mengontrol tegangan input sebesar 600 volt dengan
arus gate maksimal sebesar 32 mA dan arus holding
sebesar 60 mA.
6


Gambar 7.Rangkaian Pengatur Tegangan
Pada rangkaian ini terdapat beberapa
komponen pendukung, yaitu:
Dioda bridge 3A.
Resistor Gate. Resistor ini berfungsi untuk
membatasi arus yang akan men-trigger gate
SCR.
TRIAC Optoosilator. Pada sistem ini TRIAC
optoosilator yang digunakan adalah tipe MOC
3041. Tipe ini memiliki satu kelebihan utama
yaitu mempunyai fitur Zero Crossing Circuit.

9.5 Perancangan Sistem Minimum Mikrokontrole
Pada perancangan kali ini dibutuhkan
memori program yang cukup besar, satu buah pin
komunikasi USART, satu buah pin penghasil sinyal
PWM, beberapa pin input ADC, dan dua buah input
interrupt. Maka chip mikrokontroler yang cocok
digunakan untuk perancangan kali ini adalah
ATMega32. Mikrokontroler seri ini memiliki 8 bit
dan 10 bit ADC, satu buah pin untuk komunikasi
USART (Tx dan Rx), 3 buah timer, dan memori flash
yang cukup besar yaitu 32k byte.


Gambar 8.Rangkaian Pengatur Tegangan
9.6 Perancangan Bentuk Alat
Alat ini memiliki empat bagian utama, yaitu:
1.Bagian Adaptor. Pada bagian ini terdapat
komponen trafo, penyearah daya, dan relay.
2.Bagian Lambung Kipas. Pada bagian ini terdapat
beberapa aktuator utama seperti motor DC dan
motor AC.
3.Bagian Cincin Kipas. Bagian ini berbentuk seperti
lingkaran cincin dengan diameter 30cm..
4.Bagian Rangkaian Pengontrol. Bagian ini
berbentuk balok dengan alas berbentuk trapesium.
Balok ini berukuran panjang, alas, tinggi, masing-
masing sebagai berikut : 13cm/10cm, 9cm, dan
3.5cm. Ukuran ini diambil menyesuaikan ukuran
dari sistem minimum mikrokontroler dan LCD
yang terletak di dalam bagian ini.

Gambar 9.Bentuk Mekanik Alat

Dalam tugas akhir ini, saya menggunakan
metode Fuzzy Logic dari sisi pemrogramannya.
Untuk perancangan sistem Fuzzy Logic ini, saya
menggunakan aplikasi Matlab 2008a. Berikut hasil
perancangannya:

Gambar 10. Perancangan Fuzzy Logic
Pada sistem ini dua buah input yaitu data dari sensor
suhu SHT11 dan sensor kecepatan. Sedangkan
keluaran berupa nilai kuantitif dari pulse width
modulation (PWM) dalam skala integer 0-255.Di
dalam sistem kontrol fuzzy logic, terdapat beberapa
proses yang saling berkaitan, yaitu proses
fuzzification, rule evaluation, dan deffuzification.

10. PENGUJIAN DAN ANALISA
Pada bab ini akan dibahas mengenai
pengujian dan analisa dari sistem yang telah dibuat.
pengujian meliputi hardware dan juga software yang
bertujuan untuk mengetahui apakah hardware
ataupun software yang telah dibuat dalam sistem ini
dapat berkerja dengan baik dan berjalan dengan baik
sesuai dengan yang diinginkan.
10.1 Pengujian Atmega32
Pengujian ini dilakukan dengan memberikan
logika 1 (keluaran 5V) dan logika 0 secara
bergantian (keluaran 0V) dalam delay waktu 1 detik
7

pada setiap port, yaitu port A, port B, port C, serta
port D. Setiap port dihubungkan dengan LED
indikator untuk mengetahui apakah masing-masing
kaki port berkerja dengan baik

Tabel 1. Pengujian Atmega32
NO Port STATUS
Logika 1 Logika2
1 A Berfungsi Berfungsi
2 B Berfungsi Berfungsi
3 C Berfungsi Berfungsi
4 D Berfungsi Berfungsi

10.2 Pengujian Sensor SHT11
Pengujian dilakukan dengan cara
menghubungkan sensor SHT11 dengan sistem
minimum yang telah diisi dengan program
pembacaan sensor suhu. Selanjutnya data suhu yang
terbaca akan ditampilkan oleh LCD dan
dibandingkan dengan suhu yang terbaca oleh sensor
suhu lain yang telah terkalibrasi (misal: thermometer,
sensor suhu AC)

Tabel 2. Pengujian Sensor SHT11
No Suhu Terbaca
oleh
Thermometer(
C)
Suhu Terbaca
oleh SHT11
(C)
Error (%)
1 21 21,25 1
2 22 22,23 1
3 23 23,09 0.3
4 24 24,13 0.5
5 25 25,20 0.8
6 26 26,24 0.9
7 27 27,20 0.7
8 28 28,19 0.6
9 29 29,12 0.4
10 30 30.23 0.7
11 32 32,20 0.6
12 34 34,15 0.4
13 36 36,14 0.4
14 38 38,17 0.4

Berdasarkan tabel pengujian di atas dapat
dilihat bahwa sensor suhu SHT11 memiliki eror di
bawah 5%. Hal ini disebabkan karena sensor SHT11
memiliki akurasi dalam pembacaan suhu dalam range
0-40C sebesar <= 0.25C dengan resolusi 0.05C
(berdasarkan datasheet).
Namun seringkali sensor ini tidak dapat
bekerja secara optimal. Hal tersebut dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Proses kalibrasi pada program kurang maksimal.
2. Arus dari tegangan yang mencatu sistem minimum
kurang stabil, hal ini mempengaruhi data yang
dikirim maupun diterima antara mikrokontroler dan
sensor melalui komunikasi USART terganggu.
3. Keterbatasan alat (life time dan sebagainya).

10.3 Pengujian Sensor Kecepatan
Pengujian ini dilakukan dengan cara
memasang piringan yang berlubang dan sensor
kecepatan (optocoupler) pada AS motor DC yang
berputar dengan kecepatan tertentu. Data kecepatan
yang diperoleh dari pengolahan data interupsi oleh
mikrokontroler tersebut kemudian ditampilkan pada
LCD dan dibandingkan dengan data yang terbaca
oleh sensor kecepatan konvensional dari pabrik.

Tabel 3. Pengujian Sensor Kecepatan

Beberapa faktor yang menyebabkan sensor kecepatan
tersebut tidak dapat bekerja secara maksimal adalah
sebagai berikut:
1.Jumlah lubang pada piringan sensor kecepatan
tidak banyak
2. Terjadi error pada pembacaan perubahan tegangan
oleh mikrokontroler saat memproses program
interupsi.
3. Life time dari alat.


10.4 Pengujian Pengatur Tegangan Pencatu Motor
Pengujian ini dilakukan dengan cara
menghubungkan output bridge penyearah (channel 1)
dan ouput dari bagian SCR (channel 2) pada
osiloskop. Tegangan input bridge penyearah
merupakan tegangan dari trafo step-down (220/30
Volt AC). Sedangkan sinyal data duty cycle PWM
dari mikrokontroler untuk pemotongan tegangan SCR
merupakan hasil dari perses fuzzy pada pemograman
mikrokontroler. Berikut merupakan hasil pengujian
pemotongan tegangan oleh SCR:


Gambar 11. Pemotongan Tegangan oleh SCR 1
No Data Kecepatan
Sensor Pabrik
(rpm)
Data Kecepatan
Optocoupler (rpm)
Error
(%)
1 500 560 12
2 1000 1120 12
3 2000 2180 9
4 3000 3240 8
5 4000 4360 9
6 5000 5400 8
7 6000 5640 6
8


Gambar 12. Pemotongan Tegangan oleh SCR 1


Gambar 13. Pemotongan Tegangan oleh SCR 1


Gambar 14. Pemotongan Tegangan oleh SCR 1


Gambar 15. Pemotongan Tegangan oleh SCR 1


Gambar 16. Pemotongan Tegangan oleh SCR 1

Dalam sistem ini, trigger yang digunakan
untuk pembukaan gerbang SCR berupa sinyal PWM.
Sedangkan dalam perancangannya, xtal
mikrokontroler yang digunakan adalah 16 Mhz,
presscaller 1024, dan menggunakan port PWM OCO
(8 bit atau 256). Sehingga dapat diperoleh periode
PWM sebagai berikut:




ToC0= 16 ms 10 ms
Keterangan:
ToC0 = periode sinyal PWM yang dihasilkan
FoSC = frekuensi xtal mikrokontroler
N = skala clock atau presscaller

Berdasarkan nilai periode yang diperoleh di
atas. Dapat dilihat bahwa periode PWM yang
dihasilkan tidak sama dengan periode sinyal tegangan
yang dikontrol yaitu 10ms. Hal ini yang menyebabkan
pemotongan sinyal tegangan yang tidak sama rata.

10.5 Pengujian Fuzzy Logic
Pada pengujian ini menggunakan fuzzy logic
yang dirancang dengan menggunakan perancangan
seperti pada Bab III. Dimana yang fungsinya hanya
untuk mengetahui apakah program fuzzy berjalan
semestinya.
Pengujian dilakukan dengan mengeluarkan beberapa
parameter sistem fuzzy logic kemudian ditampilkan
pada LCD. Berikut ini merupakan contoh beberapa data
parameter yang diambil pada alat yang nantinya data
tersebut dianalisis apakah sama dengan perhitungan
.
Tabel 4. Pengujian Fuzzy Logic
No
Input Outp
ut
PWM
(0-
255)
Perhitung
an
Erro
r
(%)
Senso
r
SHT1
1 (C)
Sensor
Kecepat
an
(rpm)
1 21C 1680 79 78.6 0.50
2 23C 2340 93 93.5 0.53
3 27C 2700 95 95.4 0.42
4 31C 3240 125 124.8 0.16
5 35C 3960 160 159.6 0.25
6 38C 4740 205 206 0.48


Setelah melihat hasil tabel perbandingan
diatas, didapatkan bahwa program fuzzy logic yang
ditanamkan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Persentase error yang dihasilkan bervariasi, paling kecil
adalah 0,16% dan error paling besar sekitar 0,48%.
Serta dari sepuluh pengujian diatas dapat dihitung error
rata- ratanya adalah 0,39%. Perancangan perangkat
lunak ini dinilai berhasil karena nilai error maksimal di
bawah 10%.









9


11. PENUTUP
11.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian dan analisa yang telah
dilakukan pada perancangan sistem, dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.Sistem pengatur tegangan pada SCR berjalan sesuai
dengan perintah yang diberikan, walaupun proses
pengaturan tidak bisa optimal dan tidak sama rata
pada setiap gelombang tegangan
2.Proses pemberian trigger SCR menggunakan PWM
memiliki kekurangan yaitu tidak dapat mengontrol
jala-jala tegangan dengan sama rata karena periode
PWM periode tegangan yang dikontrol.
Sedangkan kelebihannya adalah pemberian trigger
ini tidak membutuhkan perintah interupsi rutin
setiap periode <10ms dari mikrokontroler.
3.Sistem fuzzy logic yang ditanamkan pada
mikrokontroller sudah sesuai dengan yang
diharapkan. Nilai error yang terjadi dibawah 10%
yaitu sebesar 0,53%.
4.Efisiensi daya pada sistem terbukti lebih hemat
dibandingkan tanpa menggunakan controller, hal
ini terlihat dari perhitungan selisih daya yang
digunakan pada sistem yang menggunakan
controller dengan tanpa controller yang mencapai
37,7%.

11.2 Saran
Pengembangan selanjutnya untuk optimasi
kinerja sistem ini dapat dilakukan dengan cara :
1. Menggunakan 2 mikrokontroler untuk memproses
progam fuzzy dan pemberian trigger SCR
menggunakan delay logika 1-0 secara terpisah.
Sehingga pengontrolan jala-jala tegangan menjadi
lebih presisi dan optimal
2. Menggunakan metode ANFIS agar keluaran sistem
lebih presisi dan akurat
3. Menggunakan trafo dengan daya yang lebih besar,
sehingga arus pada mikrokontroler lebih stabil
4. Menggunakan jenis motor DC yang lebih halus
putarannya. Sehingga kipas tidak berisik saat
berputar.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Rashid, Muhammad. 2001. Power Electronics
Handbook. Canada: Academic Press.
[2]. Muchsin, Ismail. 2007. TTL dan Elektronika.
Jakarta: Pusat Pengembangan Bahan Ajar-
UMB
[3]. Munir, Rinaldi. 2008. Pengantar Logika
Fuzzy. Bandung: STEI-ITB
[4]. Joni, I Made dan Budi
Raharjo.2008.Pemrograman C dan
Implementasinya.Bandung: Informatika
[5]. Soebhakti, Hendrawan.2007.Basic AVR
Microcontroller Tutorial.Batam: Politeknik
Batam
[6]. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.2011.Pelatihan Mikrokontroler
Atmega 8535.Yogyakarta :Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
[7]. rawan, Irfan. 2011. Mengenal LPF dan HPF.
Jakarta: Teknik Elektro ISTN
[8]. Elektronika Mania. Sensor PIR (Passive Infra
Red Sensor). http://e-
belajarelektronika.com/sensor-gerak-pir-
passive-infra-red/ (diakses tanggal 1 januari
2013)
[9]. Ramadani, Beni. Kontrol Suhu Ruangan
Berbasis Atmega8 dan DHT11.
http://kebalkebul.blogspot.com/search/label/el
ektro (dikases tanggal 1 januari 2013)
[10]. Rizqiawan, Arwinda. Sekilas Rotary
Encoder.
http://konversi.wordpress.com/2009/06/12/sek
ilas-rotary-encoder/ (diakses tanggal 1
Januari)
[11]. Ardizha, Gizha. Jenis-jenis dan Prinsip Kerja
Transformator.
http://zhagitoloh.blogspot.com/2010/01/jenis-
jenis-dan-prinsip-kerja.html (diakses tanggal
27 Desember 2012)
[12]. Attayaya. Cara Kerja Dyson Bladeless Fan.
http://www.attayaya.net/2011/06/cara-kerja-
dyson-bladeless-fan-kipas.html (diakses
tanggal 6 Januari 2013)

Anda mungkin juga menyukai