Anda di halaman 1dari 6

PENDUGAAN EROSI YANG TERJADI DI DESA TANA KARAENG DENGAN

METODE USLE (Universal Soil Loss Equation)


Oleh :
Arni Ekayanti, Fatmawati, M.Y. Fadly, Melani Arsyad, Miftahul Jannah S,
Muhammad, Serly Asviyanti
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis
Kemerdekaan KM 10 Tamalanrea Makassar 90254
ABSTRAK
Konservasi tanah dan air merupakan suatu upaya untuk meningkatkan fungsi lahan
sebagai media tanam sehingga dapat berproduksi secara lestari dan berkelanjutan guna
mengurangi dampak degradasi lahan di masa depan. Masalah yang umum dihadapi
dalam Konservasi Tanah dan Air di daerah tropis seperti Indonesia sejak dulu hingga
sekarang adalah adanya degradasi lahan akibat erosi yang disebabkan oleh sifat aktif
air hujan beserta limpasannya yang mampu memecah agregat tanah, mengikis unsur
hara tanah, dan membawanya ke tempat lain untuk diendapkan sehingga kesuburan
tanah menjadi semakin berkurang. Penelitian dilakukan di Desa Tana Karaeng,
Kecamatan Manuju, Kabupaten Gowa dengan kemiringan lereng 27%, vegetasi berupa
semak belukar dan tanaman perkebunan campuran. Adapun tujuan dari penelitian ini
yaitu untuk menduga erosi yang terjadi di daerah tersebut sebagai alternatif upaya
untuk mencegah erosi sehingga dapat berproduksi secara lestari dan berkelanjutan
guna mengurangi degradasi lahan di masa depan. Metode yang digunakan dalam
menghitung tingkat erosi yang terjadi adalah metode USLE (Universal Soil Loss
Equation) yang kemudian menggunakan rumus TSL (Torrable Soil Loss) untuk
mengetahui hasil toleransi kehilangan tanah sebagai perbandingan untuk dapat
diketahui tindakan konservasi yang dapat diterapkan pada daerah tersebut. Hasilnya
diperoleh nilai erosi yang terjadi sebesar ton/ha/tahun dengan hasil toleransi kehilangan
tanah yaitu sebesar 7,5 ton/ha/tahun sehingga tidak perlu lagi diadakan tindakan
konservasi tanah dan air.
Kata Kunci: Tanah, Konservasi, Erosi, USLE, TSL
PENDAHULUAN
Sumber daya alam utama yaitu tanah
dan air mudah mengalami kerusakan
atau degradasi. Tanah mempunyai dua
fungsi utama yaitu sebagai sumber
unsur hara bagi tumbuhan, dan sebagai
matriks tempat akar tumbuhan berjangkar
dan
air tanah tersimpan. Kedua fungsi
tersebut dapat hilang atau menurunnya
fungsi tanah ini yang biasa disebut
kerusakan tanah atau degradasi tanah.

Hilangnya fungsi tanah sebagai sumber


unsur hara bagi tumbuhan dapat terus
menerus diperbaharui dengan pemupukan.
Tetapi, hilangnya fungsi tanah sebagai
tempat berjangkarnya perakaran dan
menyimpan air tanah tidak mudah
diperbaharui karena diperlukan waktu
yang lama untuk pembentukan tanah.
Kerusakan air berupa hilangnya atau
mengeringnya sumber air dan menurunnya
kualitas air. Hal ini terjadi antara lain
karena dampak degradasi tanah tidak

selalu segera terlihat di lapangan atau


tidak secara drastis menurunkan hasil
panen. Padahal tanpa tindakan konservasi
tanah yang efektif, produktivitas lahan
yang tinggi dan usaha pertanian sulit
terjamin keberlanjutannya.
Konservasi tanah dalam arti luas
adalah penempatan setiap bidang tanah
pada cara penggunaan yang sesuai dengan
kemampuan
tanah
tersebut
dan
memperlakukannya sesuai dengan syaratsyarat yang diperlukan agar tidak terjadi
kerusakan
tanah
oleh
erosi
dan
memperbaiki tanah yang rusak oleh
erosi (Arsyad, 2010). Tujuan konservasi
secara umum yaitu untuk mencegah
hilangnya tanah akibat erosi, menjaga
tanah agar dapat berfungsi untuk sebagai
lahan pertanian yang dapat digunakan
secara terus menerus (sustainable).
Erosi tanah adalah peristiwa
terangkutnya tanah dari satu tempat
ke tempat lain oleh air atau angin
(Arsyad, 1989). Pada dasarnya ada tiga
proses penyebab erosi yaitu pelepasan
(detachment) partikel tanah, pengangkutan
(transportation),
dan
pengendapan
(sedimentation).
Erosi
menyebabkan
hilangnya tanah lapisan atas (top soil)
dan unsur hara yang sangat penting
bagi pertumbuhan tanaman. Tanah-tanah
di daerah berlereng mempunyai risiko
tererosi yang lebih besar daripada
tanah di daerah datar. Selain tidak stabil
akibat pengaruh kemiringan, air hujan
yang jatuh akan terus menerus memukul
permukaan tanah sehingga memperbesar
risiko erosi. Berbeda dengan daerah
datar, selain massa tanah dalam
posisi stabil, air hujan yang jatuh tidak
selamanya memukul permukaan tanah
karena dengan cepat akan terlindungi oleh
genangan air.
Bentuk-bentuk konservasi tanah
dapat di bedakan menjadi 3, yaitu (1) cara
vegetatif seperti penggunaan tanaman

penutup
tanah
sebagai
pelindung
tanah untuk mengurangi besarnya energi
air hujan dalam mendispersi tanah,
(2) cara mekanik seperti pembuatan teras
yang dapat mengurangi laju aliran
permukaan. (3) cara kimia seperti
pemanfaatan soil conditioner sebagai
bahan pemantap struktur tanah.
Sitanala Arsyad (1989) juga
mengemukakan tentang dua strategi
konservasi tanah. Pertama, metode
prediksi
erosi
yaitu
cara
untuk
memperkirakan laju erosi yang akan
terjadi dari tanah yang dipergunakan
untuk penggunaan dan pengelolaan
lahan tertentu. Prediksi erosi merupakan
salah
satu
hal
penting
untuk
mengambil keputusan dalam perencanaan
konservasi tanah pada suatu bidang
lahan. Model prediksi erosi yang umum
digunakan di Indonesia adalah model
USLE (Universal Soil Loss Equation).
Desa Tana Karaeng yang berada
di Kabupaten Gowa merupakan daerah
bukit yang memiliki ketinggian 103 mdpl
dan kemiringan 27% dengan tingkat
kesuburan sedang. Tumbuhan semak
belukar
yang mendominasi
sangat
membantu menahan laju erosi yang terjadi
pada daerah tersebut.
METODE PENELITIAN
Praktek lapangan di laksanakan di Desa
Tana Karaeng, Kecamatan Manuju,
Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi
Selatan, hari Selasa tanggal 12 Maret 2013
pukul 09.00 WITA sampai selesai.
Titik koordinat lokasi: 0501750,2 LS dan
11903620,2 BT.
Metode yang dilakukan yaitu
secara observasi langsung di lapangan
untuk melihat kondisi awal lokasi,
serta pengumpulan data primer yaitu
dengan pengambilan sampel tanah
utuh, dan sampel tanah terganggu untuk

mengetahui sifat fisik tanah lahan


konservasi sebagai data kualitatif dan
kuantitatif
yang
kemudian
akan
dianalisis secara deskriptif dan yang
dilanjutkan
dengan
data
sekunder
berupa data curah hujan yang diperoleh
dari kombinasi data curah hujan
stasiun Bili-bili DAM site dan stasiun
Pakkatto, serta nilai faktor penutup
tanah (C) dan nilai faktor tindakan
konservasi (P) yang diperoleh dari
tabel nilai faktor C dan nilai faktor P.
Adapun metode yang digunakan untuk
pendugaan erosi yang terjadi yaitu
dengan menggunakan metode USLE
(Universal Soil Loss Equation) yang terdiri
dari nilai faktor erosivitas (R), faktor
erodibilitas (K), faktor kemiringan dan
panjang lereng (LS). Faktor vegetasi
penutup tanah (C), dan faktor tindakan
khusus konservasi (P) yang akan diuraikan
sebagai berikut:

menggunakan rumus
sebagai berikut:
(

EI30= 6.119 (R)1,21 (H)-0,47 (RM) 0,53

Dimana:
a : persen c-organik
b : harkat struktur tanah
c : harkat permeabilitas
c. Metode Penetapan Tekstur
Laboratorium

di

Metode penetapan tekstur digunakan


metode Hidrometer untuk mengetahui
proporsi perbandingan persen pasir,
persen liat, dan persen debu.
d. Metode Penetapan Bahan Organik
Pada prinsipnya metode penetapan
bahan organik dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
(

a. Faktor Erosivitas (R)


Dalam praktikum ini penentuan faktor
erosivitas hujan (R) yang digunakan
adalah EI30 yang merupakan perkalian
antara energi kinetik hujan (E) dengan
menggunakan berbagai formula atau
persamaan untuk memperoleh nilai R
diantaranya rumus pendugaan EI30
menurut Bols (1978), yaitu

)(

Hammer (1978),

e. Metode Penentuan Permeabilitas


Metode penentuan permeabilitas (K)
didasarkan
pada
Hukum
Darcy
yaitu perbandingan banyaknya air
yang mengalir (Q) pada setiap satuan
waktu (t) tertentu yang dinyatakan
dengan rumus:

Dimana:
R : curah hujan rata-rata bulanan (cm)
H : jumlah hari hujan rata-rata bulanan
(hari)
RM : curah hujan maksimum 24 jam
bulanan (cm)
b. Faktor Erodibilitas Tanah ( K )
Untuk mengetahui tingkat erodibilitas
tanah
(K),
pada
praktikum
ini

f. Faktor panjang dan kemiringan


lereng (LS)
Faktor panjang lereng dan kemiringan
lereng dihitung menggunakan rumus
Morgan (1979) dengan persamaan:

g. Faktor Vegetasi Penutup Tanah


Berdasarkan kondisi lapangan, tempat
pengambilan sampel tanah tersebut
memiliki
tanaman
penutup
tanah
berupa semak belukar dengan nilai
faktor C sebesar 0,3. Nilai ini diperoleh
dari tabel Nilai faktor C dengan
pertanaman tunggal (Abdurrachman,
Sopiah dan Undang 1981, dan Hammer
1981 dalam Hardjoatmidodo 2008).

Tabel 2. Perbandingan nilai erosi yang


terjadi dengan erosi yang diperbolehkan
Kriteria

Nilai

A (USLE)

17,93 ton/ha/tahun

TSL

7,5 ton/ha/tahun

Sumber: Data Primer Hasil Pengolahan,


2013
PEMBAHASAN

h. Faktor tindakan konservasi (P)


Nilai faktor tindakan konservasi (P)
yang ada di lokasi praktikum lapang
tempat pengambilan sampel tanah
tersebut berupa tanaman perkebunan
dengan penutup tanah rapat adalah
sebesar 0,3. Nilai ini diperoleh dari
tabel
Nilai
faktor
P
dalam
Hardjoatmidodo (2008).
i. Erosi yang Diperbolehkan (TSL)
Erosi yang diperbolehkan atau nilai
TSL diduga dengan menggunakan
metode
Hammer
(1982)
dalam
Hardjowigeno (2003) dengan persamaan:

Dimana;
KE : Kedalaman Efektif
FKT : Faktor Kedalaman Tanah
UGT: Umur Guna Tanah
BD : Bulk Density
HASIL
Tabel 1. Faktor-faktor nilai erosi yang
terjadi berdasarkan metode USLE
R
2683

K
0,094

LS
0,571

C
0,3

P
0,1

Sumber: Data Primer Hasil Pengolahan,


2013

Berdasarkan hasil pengamatan yang


dilakukan diperoleh hasil yang menyatakan
bahwa besar erosi yang terjadi di daerah
Desa Tana Karaeng ini mencapai 17,93
ton/ha/tahun sedangkan besarnya erosi
yang masih bisa ditoleransi sebesar 7,5
ton/ha/tahun. Artinya, erosi yang terjadi di
daerah ini masih berada di bawah batas
toleransinya. Hal ini menyatakan bahwa di
daerah tersebut tidak perlu lagi dilakukan
tindakan konservasi, karena dari hasil
pengamatan di lapangan terlihat di daerah
ini sudah dilakukan tindakan konservasi
yang tepat untuk mengurangi volume erosi.
Dalam kaitannya dengan erosi, Suripin
(2004) mengatakan bahwa besarnya erosi
maksimum yang masih dapat dibiarkan
berkisar antara 2,5 12.5 ton/ha/tahun.
Sedangkan besar erosi yang tercapai pada
daerah tersebut sudah melewati erosi
maksimum yang dapat dibiarkan.
Nilai erosi yang terjadi (A) ini
diperoleh dari beberapa faktor erosi yang
menentukan tingkat erosi yang terjadi yang
terdiri dari faktor curah hujan dan aliran
permukaan (R), faktor erodibilitas tanah
(K), faktor panjang dan kemiringan lereng
(LS), faktor vegetasi penutup tanah dan
pengelolaan tanaman (C), dan faktor
tindakan-tindakan khusus konservasi (P).
sedangkan nilai TSL diperoleh dari nilai
kedalaman efektif (KE), nilai faktor
kedalaman tanah (FKT), dan umur guna
tanah (UGT).

Data hujan untuk penelitian E130


(R) diambil dari hasil pengumpulan data
curah hujan selama 13 tahun terakhir yang
diperoleh dari kombinasi 2 stasiun yaitu :
stasiun Bili-bili DAM site dan stasiun
Pakatto. Waktu yang lama bertujuan untuk
menghasilkan E130 yang teliti. Hal ini
sesuai dengan penelitian Wischmeier dan
Smith
(1978)
yang
menunjukkan
pengambilan data curah hujan selama 22
tahun akan memberikan ketelitian E130
yang tinggi. Adapun faktor curah hujan
dan aliran permukaan (R) sebagai nilai
Erosivitas diperoleh dari curah hujan
bulanan (R), jumlah hari hujan rata-rata
bulanan (H), dan curah hujan maksimum
24 jam bulanan (RM) sehingga didapatkan
nilai erosivitas sebesar 2683 ton m/ha/cm
hujan.
Selain itu, faktor erodibilitas tanah
(K) ini diperoleh dari beberapa nilai dari
sifat fisik tanah yaitu persentase fraksifraksi tanah atau disebut tekstur,
kandungan bahan organik, struktur tanah,
dan permeabilitas tanah yang didapatkan
melalui
pengamatan
laboratorium,
sehingga diperoleh nilai erodibilitas
tanahnya sebesar 0,094. Hal ini sesuai
dengan pendapat Veiche (2002) bahwa
pada prinsipnya sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi erodibilitas tanah adalah
sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju
infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas tanah
menahan air dan sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi ketahanan struktur tanah
terhadap dispersi, dan pengikisan oleh
butir-butir air hujan dan aliran permukaan.
Sifat-sifat tanah tersebut mencakup tekstur,
struktur, bahan organik, kedalaman tanah,
sifat lapisan tanah dan tingkat kesuburan
tanah.
Terdapat pula faktor lereng (L) dan
kemiringan lereng (S) yang marupakan
faktor topografi yang mempengaruhi
tingkat erosi berupa kecepatan dan volume
air dari aliran permukaan. Namun untuk

teknis di lapangan nilai L dan S ini dapat


disatukan menjadi nilai LS. Dari hasil
perhitungan persentase kemiringan lereng
(26,79%) dan panjang lereng (6 m) maka
diperoleh nilai LS sebesar 0,571. Hal ini
sesuai dengan pendapat Purwowidodo
(1999) bahwa faktor-faktor topografi
merupakan panjang lereng dan faktor
kemiringan dalam USLE dapat ditetapkan
secara terpisah sebagai nilai faktor L dan
S, namun untuk berbagai pekerjaan
lapangan yang lebih teknis faktor-faktor
tersebut disatukan menjadi faktor LS.
Untuk faktor C diperoleh dari jenis
vegetasi sekitar lahan tempat pengambilan
sampel tanah yang dapat menentukan
besarnya erosivitas tanah karena berfungsi
sebagai penutup tanah dari tumbukan air
hujan. Dari hasil pengamatan diperoleh
bahwa nilai C untuk vegetasi berupa semak
belukar adalah 0,3. Hal sesuai dengan
pendapat Asdak (2010) yang menyatakan
bahwa faktor C menunjukkan keseluruhan
pengaruh dari vegetasi, serasah, keadaan
permukaan tanah, dan pengelolaan lahan
terhadap besarnya tanah yang tererosi.
Nilai faktor tindakan konservasi
tanah atau nilai faktor P dari hasil
pengamatan diperoleh nilai 0,1. Nilai
tersebut diperoleh melalui pengamatan
pada lokasi pengambilan sampel bahwa
lokasi tersebut tindakan konservasi
sebelumnya berupa tanaman perkebunan
dengan penutup tanah rapat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Purwowidodo (1999)
bahwa dalam USLE nilai faktor tindakan
konservasi tanah atau nilai faktor P adalah
perbandingan nilai laju erosi tanah dari
suatu lahan yang memperoleh tindakan
konservasi tertentu terhadap laju erosi
tanah lahan tersebut jika diolah mengikuti
arah kemiringan lahan.
Adapun tindakan konservasi yang
direkomendasikan untuk mengurangi erosi
yang terjadi yaitu tindakan vegetatif
dengan pemberian semak tak terganggu

(faktor C=0,01) sebagai faktor penutup


tanah dan mempertahankan teknik
konservasi sebelumnya yaitu penanaman
tanaman perkebunan dengan penutup tanah
rapat (faktor P=0,1). Sehingga nilai erosi
yang terjadi hanya 0,59 ton/ha/tahun. Hal
ini didasarkan pada ketepatan faktor C dan
P yang dipilih berpedoman pada nilai CPmaksimum.
Nilai
CP
maksimum
menunjukkan
nilai CP terbesar yang
menjamin nilai prediksi erosi sama dengan
erosi yang diperbolehkan. Berdasarkan
nilai CP-maksimum tersebut, maka dapat
ditentukan usaha konservasi yang memadai
untuk
lahan
tersebut.
Kombinasi
penggunaan lahan yang menjamin nilai
pendugaan erosi yang terjadi lebih kecil
atau
sama
dengan
erosi
yang
diperbolehkan didasarkan pada efektivitas
teknik konservasi dan teknologi yang ada
dan dapat diterapkan pada lahan yang
bersangkutan.
KESIMPULAN
1. Nilai erosi yang terjadi di daerah desa
Tana Karaeng adalah 17,93 ton/ha/thn
sedangkan nilai TSLnya adalah 0,75
ton/ha/tahun.
2. Faktor-faktor
yang
menyebabkan
tingginya erosi yang terjadi terdiri dari
faktor curah hujan dan aliran
permukaan (R), faktor erodibilitas
tanah (K), faktor panjang lereng (L),
faktor kemiringan lereng (S), faktor
vegetasi
penutup
tanah
dan
pengelolaan tanaman (C), dan faktor

tindakan-tindakan khusus konservasi


(P).
3. Oleh karena nilai erosi yang terjadi (A)
lebih kecil dibandingkan nilai erosi
yang diperbolehkan (TSL) maka tidak
perlu diadakan tindakan konservasi di
lahan tersebut, cukup mempertahankan
tindakan konservasi sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1983. Konservasi Tanah Dan
Air. Institut Pertanian Bogor Press.
Bogor.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah Dan
Air. Institut Pertanian Bogor Press.
Bogor.
Asdak. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. Gadjah
Mada
University
Press.
Yogyakarta.
Nasiah. 2000. Evaluasi Kemampuan Lahan
dan Tingkat Bahaya Erosi Untuk
Prioritas Konservasi Lahan di
Daerah Aliran Sungai Takapala
Kabupaten Dati II Gowa Propinsi
Sulawesi Selatan. Tesis. Program
Pasca sarjana, UGM. Yogyakarta.
Purwowidodo. 1999. Konservasi Tanah di
Kawasan
Hutan.
Jurusan
Manajemen
Hutan.
Fakultas
Kehutanan IPB.

Anda mungkin juga menyukai