Anda di halaman 1dari 29

POLA KOMUNIKASI VERBAL DAN NONVERBAL DOKTER

Studi fenomenologi mengenai perilaku komunikasi verbal dan nonverbal dokter


dengan pasien di ruang Hemodialisa (HD) Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung.

Proposal Seminar
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Seminar
Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Padjadjaran

Early Regina S. Siregar


210110110143

Manajemen Komunikasi
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
Jatinangor

2014DAFTAR ISI

1.
2.
3.
4.
5.

Latar Belakang Penelitian... 4


Fokus Penelitian.. 6
Pertanyaan Penelitian.. 6
Tujuan Penelitian.... 7
Kegunaan Penelitian
5.1. Kegunaan Teoritis... 8
5.2. Kegunaan Praktis 8
6. Kajian Teoritis
6.1. Tinjauan Terhadap Penelitian Terdahulu.... 9
6.2. Teori.. 16
6.3. Kerangka Konseptual.... 19
7. Metodologi Penelitian
7.1. Paradigma Penelitian..... 21
7.2. Pendekatan dan Desain Penelitian. 21
7.3. Subjek dan Objek Penelitian..... 22
7.4. Informan Penelitian dan Kriteria Pemilihan Informan.. 22
8. Data dan Sumber Data
8.1.
Teknik Pengumpulan Data.
23
8.2.

Teknik

Membuka

Akses

dan

Menjalin

Hubungan

dengan

Informan 23
Teknik Pemeriksaan Otentisitas dan Keabsahan Data...

8.3.

24
8.4.

Teknik

Analisis

Data.. 25
8.5.
Waktu dan Lokasi Penelitian.....
27
DAFTAR PUSTAKA. 28

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penelitian Terdahulu... 12


Tabel 2. Relevansi Terhadap Penelitian 15

1. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, semua orang pasti
membutuhkannya. Oleh karena itulah profesi dokter tidak pernah kehilangan daya tariknya.
Walaupun saat ini sudah banyak pengobatan alternatif, dokter tetap menjadi pilihan utama
bagi pasien yang ingin berobat.
Semakin berkembangnya teknologi, semakin banyak pula bidang ilmu yang berkembang
dalam dunia medis. Jika jaman dulu pasien gagal ginjal tidak memiliki pilihan lain dalam
pengobatannya, maka sekarang sudah ada bagian tersendiri dalam rumah sakit yang khusus
menangani penyakit gagal ginjal dengan melayani cuci darah. Ruangan inilah yang disebut
ruang Hemodialisa atau biasa disingkat HD. Bagian ini berfungsi untuk mengobati pasienpasien yang terkena penyakit gagal ginjal stadium akhir. Penyakit ini harus terus bergantung
dengan mesin pencuci darah, mulai dari seminggu sekali hingga yang paling parah seminggu
tiga kali.
Belakangan ini banyak kasus di Indonesia yang meributkan hak-hak antara pasien dan dokter.
Masing-masing pihak merasa terampas haknya. Seperti kejadian nyata pada kasus tuduhan
malpraktek dokter Ayu di Kalimantan pada tahun 2010 lalu. Dokter Ayu dan rekan-rekannya
dituduh telah melakukan malpraktek saat operasi persalinan hingga mengakibatkan hilangnya
nyawa sang pasien. Saat itu dokter Ayu dan rekan-rekannya dinyatakan bebas oleh
Pengadilan Negeri Manado, tetapi pihak keluarga pasien tidak puas hingga mengajukan
kasasi ke Mahkamah Agung. Dari sinilah kemudian dokter Ayu dan rekan-rekannya divonis
10 bulan penjara. Dokter-dokter hampir di seluruh tempat di Indonesia pun mengajukan
protesnya dengan melakukan aksi solidaritas dokter. Menurut mereka, dokter Ayu dkk
tidaklah bersalah karena memang hasil otopsi menunjukkan bahwa kegagalan dari operasi ini
disebabkan oleh adanya gelembung udara pada jantung pasien yang tidak dapat diprediksi
oleh manusia. Pada akhirnya, dokter Ayu pun dibebaskan karena tidak terbukti bersalah.
Selain kasus ini, masih banyak lagi kasus-kasus lain yang mempertentangkan dokter dan
pasiennya. Sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan dokter dalam berkomunikasi
efektif dengan pasien, serta pasien yang tidak aktif dan inisiatif untuk bertanya.
4

Selain itu, berdasarkan observasi awal peneliti di lapangan menunjukan bahwa beberapa
pasien lebih memilih melakukan pengobatan dengan dokter yang ramah dan murah senyum
dibandingkan dengan dokter yang hanya menjawab pertanyaan pasien seadanya dan raut
wajah tanpa senyum.
Standar kompetensi kedokteran di Indonesia menyebutkan bahwa kompetensi komunikasi
menjadi hal yang sangat penting bagi dokter. Setiap dokter berkewajiban untuk menjelaskan
kondisi pasien serta cara penanganannya. Untuk itulah setiap dokter seharusnya mampu
berkomunikasi dengan baik dengan pasiennya. Pasien yang dalam keadaan sakit tentu
mengharapkan dokter yang mampu menjawab semua pertanyaan pasien serta memberikan
informasi dengan baik, jelas, dan ramah. Tetapi pada kenyataannya, dokter pun terkadang
masih kurang baik, kurang jelas, serta kurang ramah dalam memberikan informasi kepada
pasien. Bagaimanapun, dokter juga adalah manusia biasa yang memiliki kekurangan.
Setiap dokter tidak boleh menganggap dirinya lebih tinggi dari pasien hanya karena lebih
memiliki pengetahuan tentang medis. Setiap dokter harus menganggap dirinya setara dengan
pasien. Hal ini dilakukan guna penyampaian pesan dalam proses komunikasi lebih akurat dan
lebih mudah diterima oleh pasien. Begitu pula halnya dengan pasien. Pasien memiliki hak
untuk bertanya sejelas-jelasnya agar setiap kebingungan mengenai penyakitnya dapat
terjawab.
Kurangnya komunikasi dalam pemberian informasi dapat menyebabkan kesalahpahaman
antara dokter dengan pasien. Lebih parah lagi, informasi yang diterima pasien yang setengahsetengah akan berakibat buruk pada pemulihan kesehatannya. Terlebih pada pasien
Hemodialisa, dimana pasien-pasien pada bagian ini memiliki penyakit yang tidak umum serta
lebih berat proses pemulihannya, pasien-pasien Hemodialisa tentu lebih membutuhkan
informasi yang selengkap-lengkapnya guna memperbaiki kondisi kesehatannya.
Pasien Hemodialisa memiliki perbedaan dengan pasien-pasien lain. Mereka harus berobat
dengan rutin, bergantung pada seberapa parah kerusakan ginjalnya. Semakin parah kerusakan
ginjalnya, maka harus semakin rutin pula dilakukan pengobatan cuci darahnya. Hal ini berarti
pasien dan dokter harus membina hubungan dengan baik agar kedua belah pihak dapat
nyaman menangani proses pengobatan selama beberapa jangka waktu ke depan. Untuk
5

membina hubungan dengan baik maka yang paling dibutuhkan ialah pola komunikasi yang
baik, secara verbal maupun nonverbalnya.
Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini ingin mengungkapkan fenomena pola komunikasi
baik verbal dan nonverbal yang dilakukan antara dokter dengan pasien Hemodialisa dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif guna mendapatkan informasi mendalam secara
langsung dari sumber-sumber informasi.

2. FOKUS PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan fokus
penelitian dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana pola komunikasi verbal dan nonverbal yang terjalin antara dokter dan
pasien Hemodialisa Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung?
3. PERTANYAAN PENELITIAN
Berdasarkan fokus penelitian, peneliti menguraikan pertanyaan penelitian terkait pola
komunikasi antara dokter dengan pasien yaitu:
1) Bagaimana konsep diri dokter di ruang Hemodialisa Rumah Sakit Imanuel Bandar
Lampung?
2) Bagaimana komunikasi verbal yang dilakukan dokter Hemodialisa Rumah Sakit Imanuel
Bandar Lampung?
3) Mengapa komunikasi verbal penting bagi dokter Hemodialisa Rumah Sakit Imanuel
Bandar Lampung yang berkomunikasi dengan pasiennya?
4) Bagaimana komunikasi nonverbal yang dilakukan dokter Hemodialisa Rumah Sakit
Imanuel Bandar Lampung?
5) Mengapa komunikasi nonverbal penting bagi dokter Hemodialisa Rumah Sakit Imanuel
Bandar Lampung yang berkomunikasi dengan pasiennya?

4. TUJUAN PENELITIAN

Peneliti ingin menghadirkan sebuah gambaran mengenai pola komunikasi yang terjadi antara
dokter dan pasien. Secara spesifik, tujuan ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui konsep diri dokter di ruang Hemodialisa Rumah Sakit Imanuel
Bandar Lampung.
2) Untuk mengetahui komunikasi verbal yang dilakukan dokter Hemodialisa Rumah Sakit
Imanuel Bandar Lampung.
3) Untuk mengetahui pentingnya komunikasi verbal yang dilakukan dokter Hemodialisa
Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung.
4) Untuk mengetahui komunikasi nonverbal yang dilakukan dokter Hemodialisa Rumah
Sakit Imanuel Bandar Lampung.
5) Untuk mengetahui pentingnya komunikasi nonverbal yang dilakukan dokter
Hemodialisa Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung.

5. KEGUNAAN PENELITIAN
i.

Kegunaan Teoretis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah informasi dan
pengembangan kajian ilmu komunikasi, khususnya komunikasi antarpribadi, yang
dapat dimanfaatkan oleh pihak lain. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat
membuka wawasan baru bagi Peneliti, khususnya dalam komunikasi verbal dan
nonverbal.
Sedangkan bagi akademisi, hasil penelitian ini merupakan sebuah ruang baru untuk
mengeksplorasi dan mendefinisikan kembali komunikasi verbal dan nonverbal,
khususnya dalam kalangan dunia medis.

ii.

Kegunaan Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan ilmiah dan menjadi
media pembelajaran sosial, serta menambah pengetahuan, wawasan, dan ide
pemikiran yang dapat membantu untuk memahami komunikasi verbal dan nonverbal
antara dokter dengan pasiennya.

6. KAJIAN TEORETIS
6.1. Tinjauan Terhadap Penelitian Terdahulu dan Relevansinya Terhadap Penelitian
6.1.1. Perilaku Komunikasi Dokter (Yudha Arjuna Maoriza 210110060059)
Penelitian yang memberi perhatian terhadap pola komunikasi dokter dengan
pasien di Rumah Sakit Pertamina Jaya ini merupakan salah satu penelitian yang
dicantumkan peneliti dalam kajian teoretis. Dalam penelitian ini, Yudha Arjuna
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan penelitian
fenomenologi untuk menganalisis konsep diri dan perilaku komunikasi dokter.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep diri dokter serta perilaku
komunikasi yang dilakukan dokter saat berinteraksi dengan pasien.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dokter memiliki konsep diri yang berbedabeda dalam memandang profesi yang mereka jalani. Dokter memakai simbolsimbol verbal dan nonverbal dalam perilaku komunikasinya. Dokter memandang
profesi yang mereka jalani sebagai suatu profesi yang harus melayani pasien.
Tidak heran jika para dokter berperilaku sebaik mungkin dalam hal
berkomunikasi saat melakukan proses konsultasi.
Lebih lanjut lagi menurut penelitian ini, perilaku komunikasi dokter dipandang
sebagai sebuah proses interaksi melalui simbol-simbol yang bermakna.
Komunikasi verbal dan nonverbal yang digunakan dokter berada dalam konteks
komunikasi antar pribadi. Dokter juga telah secara sadar memakai komunikasi
efektif dalam menjalani anamnesis saat berhadapan dengan pasien.
6.1.2.

Pola Komunikasi Verbal dan Nonverbal Ibu yang Memiliki Anak

Down Syndrome (Astrid Marieska 210110070097)


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi verbal dan
nonverbal yang terjalin di antara ibu dengan anaknya yang mengalami down
syndrome, serta mengapa komunikasi verbal dan nonverbal tersebut penting bagi
sang ibu.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi


kasus. Pengumpulan datanya dilakukan melalui observasi langsung, wawancara,
dokumentasi, dan studi pustaka.
Hasil penelitian ini adalah para ibu cenderung melakukan penyesuaian sikap saat
berinteraksi dengan anaknya yang down syndrome. Para ibu memperhatikan
penggunaan bahasa dan proses penyampaiannya, baik secara verbal maupun
nonverbal. Para ibu menganggap komunikasi verbal dan nonverbal penting
digunakan agar dapat saling memahami satu sama lain serta agar saling
melengkapi komunikasi yang terjalin sehingga komunikasi menjadi efektif.
6.1.3.

Penelitian Tentang Pola Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anak-

Anak Jalanan (M. Ronny Faturrokhman, 2000)


Penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 ini memberi perhatian lebih terhadap
komunikasi verbal dan nonverbal sekelompok anak jalanan di Bandung.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
etnografi.
Yang menjadi perhatian peneliti ialah bagaimana pola komunikasi yang dilakukan
anak jalanan, terlebih mengani komunikasi verbal dan nonverbal di antara anak
jalanan. Dalam penelitian ini, komunikasi verbal dan nonverbal berada dalam
konteks komunikasi antar pribadi dan komunikasi kelompok. Dalam hal ini
komunikasi verbal dibagi menjadi unit analisis. Secara khusus, komunikasi verbal
lokal yang difokuskan pada kehidupan sehari-hari.
6.1.4.

Komunikasi Verbal dan Nonverbal Murid Tuna Rungu di Sekolah

Inklusi (Selly Herawati 210110077029)


Penelitian ini dilakukan di sekolah inklusi SMK BPP Bandung dan bertujuan
untuk mengetahui bagaimana motif murid tuna rungu memilih sekolah inklusi,
serta proses komunikasi verbal dan nonverbalnya. Metode yang digunakan
penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tradisi fenomenologi serta
menggunakan perspektif teoretis konstruktivisme dan teori interaksionisme
simbolik. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam,
10

observasi partisipan, dan studi pustaka. Dalam penelitian ini, murid tuna rungu
memiliki motif tersendiri dalam memutuskan menempuh pendidikan di sekolah
umum.
Hasil dari penelitian ini yaitu motif murid tuna rungu dalam menempuh
pendidikan di sekolah inklusi ini antara lain motif sebab yang merujuk pada masa
lalu, serta motif untuk yang merujuk pada masa mendatang. Komunikasi verbal
dan nonverbal yang digunakan merujuk pada motif mereka. Komunikasi
nonverbal mereka gunakan sebagai pendukung komunikasi vebal yang digunakan
(baik lisan, tulisan, maupun isyarat).
6.1.5.

Komunikasi Kesehatan dalam Risiko Kematian Ibu Hamil (Shalma

Melinda 210110090144)
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 ini bertujuan untuk mengetahui proses
komunikasi, khususnya komunikasi risiko antara bidan dengan ibu hamil.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi partisipatif, wawancara
mendalam, studi kepustakaan serta triangulasi untuk menguji kredibilitas data.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan terdapat lima tahapan dalam proses
komunikasi antara bidan dengan pasien, yaitu tahap preinteraksi, tahap
perkenalan, tahap orientasi, tahap kerja, dan tahap terminasi. Penggunaan media
komunikasi seperti buku KIA dan lembar balik dalam kelas ibu hamil digunakan
untuk membantu proses komunikasi risiko antara bidan dengan ibu hamil.
Kesimpulan dari penelitian ini ialah bahwa komunikasi risiko antara bidan dengan
pasien bukan hal yang mudah karena dengan komunikasi yang tidak sesuai
mengakibatkan salah penerimaan oleh pasien dan bisa mengakibatkan salah
pengambilan keputusan dan tindakan yang menyebabkan tidak lancarnya proses
persalinan, terjadi kecacatan, bahkan terjadinya kematian ibu atau anak.
Tabel 1. Penelitian Terdahulu
No.

Nama Peneliti

Judul Penelitian

Metode
Penelitian
11

Hasil Penelitian

1.

Yudha Arjuna

Perilaku

Studi

Maoriza

Komunikasi

Fenomenologi

(2010)

Dokter

Dokter memiliki konsep diri


berbeda-beda
memandang

dalam
profesi

mereka jalani
Dokter memakai

yang
simbol-

simbol verbal dan nonverbal


dalam

perilaku

komunikasinya
Perilaku komunikasi dokter
dipandang

sebagai

interaksi
2.

Studi Kasus

proses

melalui

simbol-

simbol yang bermakna


Para
ibu
cenderung

Astrid

Pola Komunikasi

Marieska

Verbal dan

(2012)

Nonverbal Ibu

saat

yang Memiliki

anaknya

yang

syndrome.
Para ibu

memperhatikan

melakukan penyesuaian sikap

Anak Down

Syndrome

berinteraksi

penggunaan

dengan
down

bahasa

dan

proses penyampaiannya, baik


secara

verbal

nonverbal.
Para
ibu
komunikasi

maupun
menganggap

verbal

dan

nonverbal penting digunakan


agar dapat saling memahami
satu sama lain serta agar
saling
komunikasi

melengkapi
yang

terjalin

sehingga komunikasi menjadi


3.

M. Ronny

Pola Komunikasi

Faturrokhman

Verbal dan

Studi Etnografi

12

efektif.
Komunikasi

verbal

dan

(2000)

Nonverbal Anak-

nonverbal

Anak Jalanan

berada

dalam

konteks

komunikasi

antar

pribadi

dan

komunikasi

kelompok.
Dalam hal ini komunikasi
verbal dibagi menjadi unit
analisis.

Secara

komunikasi
yang
4.

Selly Herawati

Komunikasi

Studi

(2011)

Verbal dan

Fenomenologi

khusus,

verbal

lokal

difokuskan

pada

kehidupan sehari-hari.
Motif murid tuna rungu
dalam menempuh pendidikan

Nonverbal Murid

di sekolah inklusi ini antara

Tuna Rungu di

lain

Sekolah Inklusi

merujuk pada masa lalu, serta

motif

sebab

yang

motif untuk yang merujuk

pada masa mendatang.


Komunikasi
verbal

dan

nonverbal yang digunakan

merujuk pada motif mereka.


Komunikasi
nonverbal
mereka

gunakan

sebagai

pendukung komunikasi vebal


yang digunakan (baik lisan,
5.

Studi Kasus

tulisan, maupun isyarat).


Terdapat lima tahapan dalam

Shalma

Komunikasi

Melinda

Kesehatan dalam

proses

(2013)

Risiko Kematian

bidan dengan pasien, yaitu

Ibu Hamil

tahap

komunikasi
preinteraksi,

antara
tahap

perkenalan, tahap orientasi,


tahap

13

kerja,

terminasi.
Komunikasi

dan

tahap

risiko

antara

bidan dengan pasien bukan


hal

yang

dengan

mudah

komunikasi

karena
yang

tidak sesuai mengakibatkan


salah penerimaan oleh pasien
dan

bisa

mengakibatkan

salah pengambilan keputusan


dan tindakan yang dapat
berakibat fatal.

14

Tabel 2. Relevansi Terhadap Penelitian


N

Judul Penelitian

Persamaan

Perbedaan

o.
1.

Perilaku Komunikasi

Sama-sama meneliti

Dalam penelitian ini

Dokter

tentang komunikasi

salah satu subjeknya

verbal dan nonverbal

adalah pasien poliklinik

antara dokter dengan

umum, sedangkan

pasien dengan metode

subjek penelitian penulis

penelitian yang sama

adalah pasien yang


kondisinya lebih berat,
yaitu pasien gagal ginjal,
dan latar belakangnya

2.

3.

4.

5.

Pola Komunikasi

Sama-sama meneliti

bukan dari kota besar.


Berbeda metode,

Verbal dan Nonverbal

tentang komunikasi

konteks, dan subjek

Ibu yang Memiliki

verbal dan nonverbal

penelitiannya

Anak Down Syndrome


Pola Komunikasi

Sama-sama meneliti

Berbeda metode,

Verbal dan Nonverbal

tentang komunikasi

konteks, dan subjek

Anak-Anak Jalanan
Komunikasi Verbal dan

verbal dan nonverbal


Sama-sama meneliti

penelitiannya
Berbeda konteks dan

Nonverbal Murid Tuna

tentang komunikasi

subjek penelitiannya

Rungu di Sekolah

verbal dan nonverbal

Inklusi

dengan metode

Komunikasi Kesehatan

penelitian yang sama


Sama-sama meneliti

Berbeda metode dan

dalam Risiko Kematian

tentang komunikasi

konteks penelitiannya

Ibu Hamil

dalam dunia medis


dengan subjek yang
sama yaitu antara yang
mengobati dengan yang
diobati
15

6.2. Teori-Teori yang Relevan


Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala terjadi seperti
itu. Proposisi-proposisi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri dari beberapa
konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Namun, karena di dalam teori
juga terkandung konsep teoretis, berfungsi menggambarkan realitas dunia sebagaimana
yang dapat diobservasi (Surbakti, 2007:37). Teori yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
Teori Interaksionisme Simbolik
Menurut pencetus teori ini, George Herbert Mead, komunikasi secara murni baru
terjadi bila masing-masing pihak tidak saja memberikan makna pada perilaku
mereka sendiri, tetapi memahami atau berusaha memahami makna yang
diberikan oleh pihak lain. Teori ini memiliki tiga premis utama di antaranya:
a. Manusia bertindak terhadap sesuatu/seseorang atas dasar makna yang
diberikan kepada sesuatu itu.
b. Makna tentang sesuatu itu diperoleh, dibentuk, bahkan direvisi melalui
proses interaksi dalam kehidupan sehari-hari.
c. Pemaknaan terhadap sesuatu dalam bertindak/berinteraksi tidaklah
berlangsung mekanisme, melainkan melibatkan proses interpretasi.
Tindakan dan pemaknaan manusia terhadap sesuatu bergantung pada definisi
situasi

yang

dihadapi

saat

interaksi.

Tindakan

manusia

tidak

dapat

disederhanakan akibat dari struktur sosial yang melekat pada diri seseorang, juga
tidak dapat dianggap sebagai konsekuensi dari sikap atau motif tertentu. Dalam
bertindak pada suatu situasi, manusia mengalami proses interpretasi dalam
dirinya (Bungin, 2003).
Interaksi simbolik adalah suatu faham yang menyatakan bahwa hakekat
terjadinya interaksi sosial antara individu dengan kelompok, kemudian antara
kelompok dengan kelompok dalam masyarakat ialah karena komunikasi, suatu

16

kesatuan pemikiran dimana sebelumnya pada diri masing-masing yang terlibat


berlangsung internalisasi atau pembatinan (Effendy, 1989:352).
Asumsi paling mendasar dari interaksi simbolik adalah perilaku
dan interaksi manusia itu dapat dibedakan, karena ditampilkan
lewat symbol dan maknanya. Mencari makna menjadi penting
dalam interaksi simbolis. Secara umum, ada enam asumsi yang
dipakai dalam konsep interaksi simbolik, yaitu1;
Perilaku
manusia
mempunyai
makna

dibalik

yang

menggejala;
Pemaknaan manusia perlu dicari sumber pada interaksi sosial

manusia;
Masyarakat merupakan proses yang berkembang holistic, tak

terpisah, tidak linear, tidak terduga;


Perilaku manusia itu
berlaku berdasarkan

penafsiran

fenomenlogik, yaitu berlangsung atas maksud, pemaknaan,


dan tujuan, bukan didasarkan atas proses mekanik dan

otomatis.
Konsep mental manusia itu berkembang dialektik; dan
Prilaku manusia itu wajar dan konstruktif reaktif

Teori Manajemen Makna Terkoordinasi


Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Barnett Pearce dan Vernon Cronen.
Menurut mereka, orang berkomunikasi berdasarkan aturan-aturan yang
memainkan peranan penting. Aturan tersebut tidak hanya membantu dalam
berkomunikasi dengan orang lain, tetapi juga dapat menginterpretasikan apa
yang orang lain komunikasikan kepada kita.
Manajemen Makna Terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana
individu-individu menetapkan aturan untuk menciptakan dan
menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-aturan tersebut terjalin
dalam sebuah percakapan dimana makna senantiasa dikoordinasikan.
Komunikasi manusia dituntun oleh aturan. (West & Turner, 2009:114)
Dalam proses pertukaran pesan saat berkomunikasi, orang saling menciptakan
makna. Saat kita menciptakan dunia sosial kita, kita menggunakan berbagai
1 http://ronikurosaky.blogspot.com/2014/05/teori-interaksi-simbolik-menurutgeorge.html Diakses pada 23 September 2014, 1:19 PM
17

aturan untuk mengonstruksi dan mengoordinasikan makna. Aturan-aturan


mengarahkan komunikasi yang terjadi antar individu. Beberapa asumsi dalam
teori ini:
1. Manusia hidup dalam komunikasi
2. Manusia saling menciptakan realitas sosial
Kepercayaan bahwa orang-orang saling menciptakan realitas social dalam
percakapan disebut konstruksionisme social. Sedangkan realitas social
merujuk pada pandangan seseorang mengenai bagaimana makna dan
tindakan sesuai dengan interaksi interpersonalnya. Percakapan yang
sekarang terjadi akan memunculkan realitas baru karena dua pihak datang
dengan sudut pandang yang berbeda. Melalui hal inilah kedua pihak
menciptakan realitas social yang baru.
3. Transaksi informasi bergantung kepada makna pribadi dan interpersonal
Hal ini berkaitan dengan cara setiap individu dalam mengendalikan
percakapan. Makna pribadi ialah makna yang dicapai ketika seseorang
berinteraksi dengan yang lain dengan membawa pengalamannya yang
unik ke dalam interaksi. Hal ini tidak hanya membuat kita mampu
menemukan informasi mengenai diri sendiri tetapi juga mengenai lawan
bicara kita. Sedangkan makna interpersonal dicapai saat dua orang
sepakat mengenai interpretasi satu sama lain dalam berbagai konteks.

18

6.3. Kerangka Konseptual


Komunikasi merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Baik buruknya
komunikasi dapat membuat perbedaan besar pada hubungan manusia. Hal ini
dikarenakan komunikasi bukan sesuatu yang terjadi apa adanya, melainkan harus diasah
dan dipelajari. Komunikasi yang dilakukan dengan baik dapat membuat hubungan
semakin baik, begitupun sebaliknya.
Dalam sebuah tulisan berjudul Komunikasi: Fondasi Hubungan Dokter dan
Pasien (Ethical Digest No 56 Thn VI Oktober 2008, hal 68-74), Dr. JB Suharjo.
B. Cahyono, memaparkan data bahwa 54% pasien mengeluh tentang kurangnya
komunikasi dan 45% pasien minta perhatian, tidak mendapat tanggapan dokter.
Bahkan studi lain mengatakan bahwa dalam 18 detik pasien mengungkapkan
masalahnya, dokter menyela ungkapan pasien. (Maoriza, 2010:6)
Sangat disayangkan bahwa komunikasi kurang mendapat perhatian dari tenaga
kesehatan, yang tentu saja lebih memerhatikan ketrampilan medis. Hal ini tidak bisa
dibilang salah, melainkan kurang tepat. Para dokter kurang memerhatikan cara
berkomunikasi efektif dengan pasiennya, sehingga tidak jarang para pasien merasa
tidak nyaman serta kurang mendapatkan informasi setelah berobat.
Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan hubungan antara dokter dengan pasien.
Dokter merasa posisinya lebih tinggi dibanding pasien sehingga bersikap semaunya.
Pasien pun terbagi menjadi dua sikap, ada yang cenderung pasif dan tidak lebih kritis
dan aktif dalam memperjelas informasi, ada juga yang malah semakin sok tahu serta
menentang dokter. Ya, semuanya disebabkan olehnya kurangnya penerapan komunikasi
efektif.
Pasien berbeda dengan dokter. Pasien lebih berorientasi pada hasil akhir yaitu
kesembuhan dibandingkan prosesnya. Sedangkan dokter lebih mementingkan
proses, dimana mereka mengusahakan tindakan medis sebaik mungkin sesuai
ukuran standar medis yang telah diuji ilmiah (evidence based), tetapi hasilnya
tidak dapat dipastikan. Ilmu kedokteran berasal dari gabungan ilmu pengetahuan
(science) dan seni (art), bukan 100% ilmu pasti. Dalam praktik kedokteran, ada
area abu-abu (grey zone) dimana daerah ini merupakan daerah yang masih tidak
diketahui dan mengandung ketidakpastian. (Maoriza, 2010:7)

19

Komunikasi efektif diperlukan dokter untuk menjembatani grey zone dengan pasien.
Jika tidak dijelaskan dengan baik dan benar, maka pasien akan susah untuk mengerti
sehingga cenderung menyalahkan dokter. Untuk itulah para dokter perlu mengasah dan
mempelajari komunikasi verbal dan nonverbal yang digunakan.

20

7. METODOLOGI PENELITIAN

7.1. Paradigma Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan
paradigma konstruktivisme. Penelitian kualitatif ialah penelitian yang menghasilkan data
deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tulisan, dan tingkah laku yang dapat diamati
dari orang-orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan dalam Hendrarso, 2007:166).
Sedangkan paradigma konstruktivisme berasumsi bahwa realitas itu tidak dibentuk
secara ilmiah, namun tidak juga turun karena campur tangan Tuhan. Tapi sebaliknya, ia
dibentuk dan dikonstruksi. Dengan demikian, realitas yang sama bisa ditanggapi,
dimaknai dan dikonstruksi secara berbeda-beda oleh semua orang. Karena, setiap orang
mempunyai pengalaman, prefrensi, pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau
sosial tertentu, dimana kesemua itu suatu saat akan digunakan untuk menafsirkan realitas
sosial yang ada di sekelilingnya dengan konstruksinya masing-masing. Selain itu,
mereka melihat bahwa realitas merupakan suatu bentukan secara simbolik melalui
interaksi sosial. Keberadaan simbol atau bahasa menjadi penting dalam membentuk
realitas. Berbagai kelompok dengan identitas, pemaknaan, pengalamaan, kepentingan,
dan sebagainya mencoba mengungkapkan diri dan selanjutnya akan memberi
sumbangan dalam membentuk realitas secara simbolik. Interaksi sosial menjadi penting
dalam proses ini. Realitas secara simbolik merupakan hasil bersama secara sosial.2
7.2. Pendekatan dan Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi dan
dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan, dalam hal ini ialah melakukan
penelitian langsung di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung.
Pendekatan fenomenologi mempelajari bagaimana kehidupan sosial berlangsung dan

2 http://butsijournal.wordpress.com/2013/01/25/pendekatan-positivis-konstruktivisdan-kritis-dalam-metode-penelitian-komunikasi/ Diakses pada 23 September 2014,


12.15 PM
21

melihat tingkah laku manusia, baik yang dikatakan maupun yang diperbuat, sebagai hasil
dari bagaimana manusia mendefinisikan dunianya. (Hendrarso, 2007:166-167)
Penggunaan pendekatan dan desain ini dikarenakan pendekatan ini lebih sesuai dan tepat
dengan penelitian yang dilakukan guna mendapatkan data yang sesuai dengan aspekaspek yang akan diteliti, yaitu mengenai konsep diri dokter serta komunikasi verbal dan
nonverbal yang dilakukan dokter maupun kegunaannya.
7.3. Subjek dan Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah dokter yang menangani
ruang Hemodialisa Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung serta pasien Hemodialisa
Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung. Dokter yang menjadi subjek penelitian
berjumlah tiga orang.
Yang menjadi objek penelitian adalah konsep diri dokter serta proses komunikasi yang
terjadi antara dokter dan pasien Hemodialisa Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung,
baik komunikasi verbal maupun nonverbal.
Perilaku komunikasi verbal yang diteliti ialah penggunaan bahasa dalam setiap
pemberian informasi maupun sapaan dan perhatian yang diberikan dokter kepada
pasiennya. Sedangkan perilaku komunikasi nonverbal yang diteliti ialah dari segi kontak
mata, sentuhan, isyarat, maupun gerak tubuh pendukung komunikasi verbal lainnya.
7.4. Informan Penelitian dan Kriteria Pemilihan Informan
Kriteria pemilihan informan ialah secara purposive. Maksudnya disini, secara purposive
berarti dilakukan dengan memilih informan berdasarkan hal-hal khusus yang sudah
ditetapkan dan sesuai dengan topik penelitian. Selain itu, memilih informan penelitian
yang dianggap kredibel untuk menjawab masalah penelitian. Berdasarkan penjelasan
tersebut, yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah dokter Ruang Hemodialisa
Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung serta pasien Ruang Hemodialisa Rumah Sakit
Imanuel Bandar Lampung.
8. Data dan Sumber Data
.1. Teknik Pengumpulan Data
22

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Observasi/Pengamatan
Observasi adalah deskripsi secara sistematis tentang kejadian dan tingkah laku dalam
setting sosial yang dipilih untuk diteliti (Marshall & Rossman dalam Hendrarso,
2007:172). Pengamatan dapat bervariasi mulai dari yang sangat terstruktur tentang
rincian tingkah laku hingga yang paling kabur.

Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam adalah teknik pengumpulan data yang didasarkan pada
percakapan intensif dengan suatu tujuan (Marshall & Rossman dalam Hendrarso,
2007:172). Dalam teknik ini harus menghindari pertanyaan yang kaku dan membuat
pernyataan yang bersifat umum berdasarkan setting atau kerangka konseptual.

Studi Literatur/Penelaahan Terhadap Dokumen Tertulis


Data yang diperoleh dari teknik ini dapat berupa cuplikan, kutipan, atau penggalanpenggalan dari dokumen tertulis.

.2. Teknik Membuka Akses dan Menjalin Hubungan dengan Informan


Dalam membuka akses dan menjalin hubungan dengan informan, peneliti menggunakan
pendekatan interpretative. Pendekatan interpretative merupakan salah satu cara yang
peneliti gunakan dalam menggali dan mengungkapkan data dan informasi melalui
wawancara mendalam. Akan tetapi kunci keberhasilan pendekatan ini terletak pada
kemampuan peneliti dalam menjalin hubungan dengan informan. Pendekatan ini lebih
menekankan pada peneliti, karena: (1) pemahaman muncul melalui interaksi; (2)
memahami konteks; (3) bagaimana memahami pengalaman informan; (4) bagaimana
informan membuat dan membagi pemahaman3.
.3. Teknik Otentisitas dan Keabsahan Data
Teknik otentisitas dan keabsahan data penelitian ini diukur melalui uji validitas dan
reliabilitas. Validitas dan reliabilitas penelitian ini didasarkan pada keterampilan
3 http://www.damandiri.or.id/file/rahmatsentikaunpadbab3.pdf Diakses pada 23
September, 1:45 PM
23

metodologis, kepekaan, dan integritas peneliti. Observasi dijalankan secara sistematis dan
ketat, wawancara dilakukan secara terampil, serta studi literature dilakukan dengan
membaca berbagai sumber dengan secermat mungkin.
Menurut Lincoln dan Guba dalam Bungin, 2003, ada empat standar utama guna
menjamin keabsahan (validitas) suatu penelitian:
Standar Kredibilitas
Hal ini dapat dipenuhi salah satunya ialah dengan melakukan observasi secara
terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama, serta memiliki informan
yang berkredibel di bidangnya.
Standar Transferabilitas
Hal ini dapat terpenuhi jika para pembaca laporan penelitian ini memperoleh
gambaran dan pemahaman yang jelas tentang konteks dan fokus penelitian.
Standar Dependabilitas
Hal ini diukur dari tingkat konsistensi peneliti dalam melakukan proses
penelitian dari awal hingga akhir.
Standar Konfirmabilitas
Hal ini dapat dipenuhi dengan melakukan audit kualitas dan kepastian hasil
penelitian yang benar-benar dilakukan di lapangan.
Sedangkan untuk mengukur realibilitas penelitian kualitatif dipengaruhi oleh definisi
konsep yaitu suatu konsep dan definisi yang dirumuskan berbeda-beda menurut
pengetahuan peneliti, metode pengumpulan dan analisis data, situasi dan kondisi sosial,
status dan kedudukan peneliti dihadapan responden, serta hubungan peneliti dengan
responden.
.4. Teknik Analisis Data
Tidak seperti penelitian kuantitatif, dalam penelitian kualitatif proses pengumpulan data
dan analisis data tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Keduanya berlangsung
secara serempak, seperti dijelaskan pada gambar di bawah ini:

24

Sumber 1: http://expresisastra.blogspot.com/2013/12/model-model-analisis-data.html

Proses analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan empat tahap, yaitu4:

1)

Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi dicatat dalam
catatan lapangan yang terdiri dari dua bagian yaitu deskriptif dan reflektif.
Catatan deskriptif adalah catatan alami, (catatan tentang apa yang dilihat, didengar,
disaksikan dan dialami sendiri oleh peneliti tanpa adanya pendapat dan penafsiran dari
peneliti terhadap fenomena yang dialami).
Catatan reflektif adalah catatan yang berisi kesan, komentar, pendapat, dan tafsiran
peneliti tentang temuan yang dijumpai, dan merupakan bahan rencana pengumpulan
data untuk tahap berikutnya.
2)

Reduksi Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya dibuat reduksi data, guna memilih data yang
relevan dan bermakna, memfokuskan data yang mengarah untuk memecahkan masalah,
4 http://expresisastra.blogspot.com/2013/12/model-model-analisis-data.html
Diakses pada 23 September 2014, 12:53 PM
25

penemuan,

pemaknaan

atau

untuk

menjawab pertanyaan penelitian.

Kemudian

menyederhanakan dan menyusun secara sistematis dan menjabarkan hal-hal penting


tentang hasil temuan dan maknanya. Pada proses reduksi data, hanya temuan data atau
temuan yang berkenaan dengan permasalahan penelitian saja yang direduksi. Sedangkan
data yang tidak berkaitan dengan masalah penelitian dibuang. Dengan kata lain reduksi
data digunakan untuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan
membuang yang tidak penting,serta mengorganisasikan data, sehingga memudahkan
peneliti untuk menarik kesimpulan.
3)

Penyajian Data

Penyajian data dapat berupa bentuk tulisan atau kata-kata, gambar, grafik dan tabel.
Tujuan

sajian

data

adalah

untuk

menggabungkan informasi sehingga

dapat

menggambarkan keadaan yang terjadi. Dalam hal ini, agar peneliti tidak kesulitan dalam
penguasaan informasi baik secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari hasil
penelitian, maka peneliti harus membuat naratif, matrik atau grafik untuk memudahkan
penguasaan informasi atau data tersebut. Dengan demikian peneliti dapat tetap
menguasai data dan tidak tenggelam dalam kesimpulan informasi yang dapat
membosankan. Hal ini dilakukan karena data yang terpencar-pencar dan kurang
tersusun dengan baik dapat mempengaruhi peneliti dalam bertindak secara ceroboh dan
mengambil kesimpulan yang memihak, tersekat-sekat daan tidak mendasar. Untuk
display data harus disadari sebagai bagian dalam analisis data.
4)

Penarikan Kesimpulan

Penarikan

kesimpulan

dilakukan

selama proses penelitian

berlangsung

seperti

halnya proses reduksi data, setelah data terkumpul cukup memadai maka selanjutnya
diambil kesimpulan sementara, dan setelah data benar-benar lengkap maka diambil
kesimpulan akhir. Kesimpulan yang diperoleh mula-mula bersifat tentatif, kabur dan
diragukan akan tetapi dengan bertambahnya data baik dari hasil wawancara maupun
dari hasil observasi dan dengan diperolehnya keseluruhan data hasil penelitian.
Kesimpulankesimpulan itu harus diklarifikasikan dan diverifikasikan selama penelitian
berlangsung.
26

.5. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian bertempat di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Imanuel, Bandar
Lampung mulai dari Februari hingga Maret 2014. Peneliti memilih untuk melakukan
penelitian di Rumah Sakit Imanuel dikarenakan memiliki akses. Selain itu, rumah sakit
Imanuel adalah rumah sakit dengan ruang Hemodialisa terbesar, terluas, serta memiliki
fasilitas terlengkap di provinsi Lampung.

27

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, B. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.
Butsi, F. I. (2013, January 25). Pendekatan Positivis, Konstruktivis dan Kritis
dalam Metode Penelitian Komunikasi. Retrieved September 23, 2014, from
http://butsijournal.wordpress.com/2013/01/25/pendekatan-positiviskonstruktivis-dan-kritis-dalam-metode-penelitian-komunikasi/
Faturrokhman, M. R. (2000). Pola Komunikasi Verbal dan Nonverbal AnakAnak Jalanan. Skripsi .
Hendrarso, E. S. (2007). Penelitian Kualitatif: Sebuah Pengantar. In B.
Suyanto, & dkk, Metode Penelitian Sosial (pp. 166-167). Jakarta: Kencana.
Herawati, S. (2012). Komunikasi Verbal dan Nonverbal Murid Tuna Rungu di
Sekolah Inklusi. Skripsi .
Hudri, S. (2013, December 9). Model-model analisis data. Retrieved
September 23, 2014, from http://expresisastra.blogspot.com/2013/12/modelmodel-analisis-data.html
Maoriza, Y. A. (2010). Perilaku Komunikasi Dokter. Skripsi , 6.
Marieska, A. (2012). Pola Komunikasi Verbal dan Nonverbal Ibu Yang Memiliki
Anak Down Syndrome. Skripsi .
Pathurroni. (2014, May 12). TEORI INTERAKSI SIMBOLIK MENURUT GEORGE
HARBERD MEAD. Retrieved September 23, 2014, from
http://ronikurosaky.blogspot.com/2014/05/teori-interaksi-simbolik-menurutgeorge.html

28

Surbakti, R. (2007). Teori dalam Penelitian Ilmu Sosial. In B. Suyanto, & dkk,
Metode Penelitian Sosial (p. 34). Jakarta: Kencana.
West, R., & Turner, L. H. (2009). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.
Zanynu, M. A. (2011, March 8). Menentukan Informan/Responden/Sampel.
Retrieved September 23, 2014, from
http://isukomunikasi.blogspot.com/2011/03/menentukaninformanrespondensampel.html

29

Anda mungkin juga menyukai