Anda di halaman 1dari 31

PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI

Acara

: Sphericity

Nama : Zulfikar Khalis

Hari/Tgl : Jumat / 9-3-2012


I.

STB

: D611 08 313

Latar Belakang
Material sedimen yang merupakan pembentuk batuan sedimen
sangat bervariasi kandungan dan ukuran mineralnya. Batuan sdeimen
tersebeut terbentuk dari akumulasi material lepas sedimen yang
tertransportasi lalu terendapkan dan terlitifikasi.
Pelapukan merupakan perubahan batuan yang disebabkan oleh
faktor fisika, kimia , maupun biologi sehingga dapat merubah sifat fisik
dan kimia dari batuan tersebut. Material sedimen yang merupakan
pembentuk batuan sedimen sangat bervariasi kandungan dan ukuran
mineralnya.. Material tersebut tertransportasi oleh agen-agen geologi
yaitu air , udara, dan es.. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pembentukan batuan sedimen, terbagi atas 5 yaitu : sumber material,
pelapukan,

tranportasi,

lingkungan

pengendapan

dan

setelah

pengendapan
Salah satu cara dalam menentukan proses transportasi materialmaterial sedimen adalah dengan mengetahui tingkat kebulatan dari
butiran

sedimen

tersebut

(sphericity).

Kebulatan

atau

sphericity

merupakan perbandingan antara diameter bola yang mempunyai volume


yang sama dengan objek yang diameter bola terkecilnya dapat
mengelilingi objek tersebut. Dapat juga diartikan sebagai rasio

matematik dari diameter volume yang sama sebagai partikel dari


diameter terkecil yang membatasi bentuk dari partikel tersebut.
II. Maksud dan Tujuan
Maksud dari pengamatan sphericity ini adalah mengetahui proses
proses yang dapat mempengaruhi suatu ukuran butir material sedimen
Adapun tujuannya adalah :
1. Menghitung dan mengukur dimensi terpanjang, intermediet, dan
terpendek dari suatu batuan sedimen.
2. Mengklasifikasikan nilai sphericity berdasarkan metode yang ada.
3. Menetukan proses transportasi sedimen setelah diketahui nilai
sphericity.
III. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengamatan ini adalah :
1. Sampel berupa material sedimen yang akan diukur
2. Mistar atau pita meter
3. Kalkulator
4. Pensil warna
5. Alat tulis-menulis
6. Literature (Sam Boogs)
7. Lap kasar dan lap halus
IV.Teori Ringkas
Batuan sediment memang sangat menarik untuk dibahas. Selain
bentuknya yang unik dan beragam serta jumlahnya yang melimpah di
muka bumi (hampir 75% kulit bumi terdiri atas batuan sedimen), prosesproses yang terjadi juga sangatlah menarik untuk dibahas. Salah satu
proses yang menarik adalah bagaimana sedimen sebagai penyusun
batuan sedimen dapat terangkut dan diendapkan menjadi batuan
sedimen.

Sebelum mengetahui bagaimana sedimen terangkut dan terendapkan


dalam suatu cekungan mungkin ada baiknya kita dapat memahami
prinsip apa saja yang bisa kita temukan dalam batuan sedimen. Prinsipprinsip

tersebut

sangatlah

beragam

uniformitarianism. Prinsip penting dari

diantaranya

uniformitarianism

prinsip
adalah

proses-proses geologi yang terjadi sekarang juga terjadi di masa


lampau. Prinsip ini diajukan oleh Charles Lyell di tahun 1830. Dengan
menggunakan prinsip tersebut dalam mempelajari proses-proses geologi
yang terjadi sekarang, kita bisa memperkirakan beberapa hal seperti
kecepatan sedimentasi, kecepatan kompaksi dari sediment, dan juga
bisa memperkirakan bagaimana bentuk geologi yang terjadi dengan
proses-proses geologi tertentu.
Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya sedimen adalah iklim,
topografi, vegetasi dan juga susunan yang ada dari batuan. Sedangkan
faktor yang mengontrol pengangkutan sedimen adalah air, angin, dan
juga gaya grafitasi. Sedimen dapat terangkut baik oleh air, angin, dan
bahkan salju. Mekanisme pengangkutan sedimen oleh air dan angin
sangatlah berbeda. Pertama, karena berat jenis angin relatif lebih kecil
dari air maka angin sangat susah mengangkut sedimen yang ukurannya
sangat besar. Besar maksimum dari ukuran sedimen yang mampu
terangkut oleh angin umumnya sebesar ukuran pasir. Kedua, karena
sistem yang ada pada angin bukanlah sistem yang terbatasi (confined)
seperti layaknya channel atau sungai maka sedimen cenderung tersebar

di daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju atmosfer. Sedimensedimen yang ada terangkut sampai di suatu tempat yang disebut
cekungan. Di tempat tersebut sedimen sangat besar kemungkinan
terendapkan karena daerah tersebut relatif lebih rendah dari daerah
sekitarnya dan karena bentuknya yang cekung ditambah akibat gaya
grafitasi dari sedimen tersebut maka susah sekali sedimen tersebut akan
bergerak melewati cekungan tersebut. Dengan semakin banyaknya
sedimen yang diendapkan, maka cekungan akan mengalami penurunan
dan membuat cekungan tersebut semakin dalam sehingga semakin
banyak sedimen yang terendapkan. Penurunan cekungan sendiri
banyak disebabkan oleh penambahan berat dari sedimen yang ada dan
kadang dipengaruhi juga struktur yang terjadi di sekitar cekungan seperti
adanya patahan.
Marshall (1927) menyatakan adanya tiga proses penurunan
ukuran: abrasi (dalam pengertian terbatas), tumbukan (impact), dan
grinding. Abrasi adalah efek pengeratan yang dilakukan oleh suatu
partikel terhadap partikel lain. Abrasi merupakan proses penghancuran
yang berlangsung paling lambat. Tumbukan adalah pukulan suatu
partikel berukuran relatif besar terhadap partikel lain yang ukurannya
lebih kecil. Karena itu, tumbukan hanya memegang peranan penting jika
ada perbedaan ukuran yang berarti antara partikel yang menumbuk
dengan partikel yang tertumbuk. Jika perbedaan ukuran itu 27 Batuan
Sedimen (Pettijohn, 1975) cukup jauh dan jika suatu sistem didominasi

oleh partikel besar, maka partikel kecil akan mengalami penghancuran


dalam waktu relatif singkat. Grinding adalah crushing partikel kecil
sewaktu berhubungan terus menerus dengan partikel yang lebih besar
daripadanya dan dikenai oleh tekanan partikel-partikel besar itu.
Grinding merupakan proses penghancuran yang paling efektif, bahkan
lebih efektif dibanding tumbukan sekalipun.
Dalam abrasion mill, partikel pasir yang bercampur dengan gravel
dalam beberapa jam akan terubah menjadi partikel lanau dan lempung.
Wadell (1932) menyatakan adanya empat proses abrasi: pelarutan
(solution),

atrisi

(attrition),

chipping,

dan

penyubanan

(splitting).

Perbedaan diantara keempat proses itu terutama terletak pada nisbah


ukuran material yang dihasilkan oleh abrasi, relatif terhadap ukuran
partikel sebelum terabrasi. Modus abrasi sendiri tidak dipertimbangkan
dalam penggolongan tersebut. Jika partikel hasil abrasi berukuran
suboptik, maka penghancurannya disebut pelarutan. Pelarutan dapat
merupakan peng-hancuran ionik atau penghancuran koloidal. Jika
partikel hasil abrasi dapat dilihat, namun ukurannya kurang dari 1/150
kali ukuran partikel asalnya, maka penghancurannya disebut atrisi. Jika
partikel hasil abrasi masih cukup besar dan terbentuk akibat hilang-nya
sudut-sudut partikel asal, maka proses penghancurannya disebut
chipping. Jika proses penghancuran itu menghasilkan fragmen-fragmen
yang ukurannya lebih kurang sama, maka proses itu disebut
penyubanan. Atrisi normal pada gravel menghasilkan material berukuran

lanau atau lempung, bukan pasir. Chipping dan penyubanan jarang


terjadi, kecuali di bawah aliran yang sangat cepat, dimana kondisi itu
memicu terbentuknya spalls dan broken rounds. Ada beberapa metode
yang digunakan dalam perhitungan sphericity adalah sebegai berikut :

A. Metode Zinggs
Dalam metode ini dijelaskan mengenai pengukuran diameter suatu
sedimen dengan menggunakan penamaan bentuk tertentu. Diameter ini
kemudian dijabarkan dalam bentuk diameter terpanjang (D L), menengah
(DI), dan terpendek (DS). Dari penjabaran ketiga diameter tersebut
diperoleh 4 penamaan bentuk butir, yaitu oblate (disk), equent (spheres),
bladed dan prolat

(roller). Dari hasil perhitungan Zinggs, kemudian

unsure penamaan dimasukkan dari nama tersebut berdasarkan hasil


pehitungan. Jika ada suatu faktor material yang melebihi angka
kebulatan yaitu 1, maka material tersebut harus dikoreksi terlebih
dahulu, karena tidak mungkin suatu partikel melebihi angka lebih dari
angka kebulatan.
B. Metode Sneed dan Folk
Metode ini membandingkan unsur untuk menetukan tingkat
kebolaan dengan menggunakan analisa grafik, setelah analisa grafik
dimasukkan kemudian diketahui tingkat kebolaannya yang terbagi atas :
platy, bladed, elongated, dan compact.
DLDI
DLDS

DS 2
DL DI

Dimana :
L = Long diameter
I = Intermediet diameter
S = Short diameter

C. Metode Wadell (1932)


metode ini membandingkan antara unsur-unsur volume material
dengan volume bola kemudian hasilnya dipangkatkan sepertiga untuk
mendapatkan harga sphericity. Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut.
=

Vol . Partikel
Vol . Batas Bola

I =

DL DS DI
6
3
D L
6

I =

DS DL
D2 L

Hasil perhitungan kemudian disesuaikan dengan penamaan bentuk


butir berikut ini :
CLASS
0.12-0.17
0.17-0.25
0.25-0.0.35
0.35-0.49
0.49-0.70
0.70-1.0

CLASS INTERVAL
Very angular
Angular
Subangular
Subrounded
Rounded
Well rounded

V. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dalam pengamatan ini adalah :
1. Memilih sampel yang akan diukur
2. Mengukur diameter sampel dari sisi terpanjang, intermediet dan
terpendek.
3. Mencatat hasil pengukuran
4. Mengolah data dengan metode Zinggs, Wadell dan Sneed and
folk.
VI. Pengolahan Data

No.
Samp
el

DL
(cm
)

DI
(cm)

Ds
(cm)

V
(cm3)

Ds
DI

DI
DL

0.75
S1

2.5

1.5

7.5

0.8
0.5

S2

2.5

S3

1.2

0.5

0.6

S4

1.5

18

S5

0.7

4.2

S6

3.5

105

0.8
0.5
0.8
0.5
0.75
0.35
0.67
0.7
0.8
0.5

S7

2.5

2.4

1.2

7.2

0.96
0.62

S8

4.5

2.5

45

S9

1.2

0.5

0.6

0.8
0.5
0.8
0.8

S10
S11

2.2
4

1.2
3.2

1
2.3

2.64
29.4
4

0.54
0.7
0.8
0.4

S12

1.5

Sampel 1

1.3

0.8

1.56

0.8

DLDI 3 Ds2 3 DS . DI Ds
DLDS Dl . DI D 2 L DL
0.5

0.76

0.33

0.58

0.28

0.59

0.4

0.57

0.43

0.43

0.4

0.74

0.07

0.62

0.25

0.7

0.28

0.59

0.83

0.71

0.47

0.74

0.28

0.68

0.78

0.6

0.68

0.4
0.4
1
0.3
7
0.2
5
0.5
8
0.4
8
0.5
5

1.0
0.65
0.53
0.78
0.77
0.79
0.7
0.62
0.77
0.77

0.4
0.4
5
0.5
7
0.5
3

a. Metode Zingg (1935)

Di
DL =

b. Metode Sneed and Folk (1958)


DLDi
DLDs
Ds
DL =

Ds2
DL . Di

2 .52

= 2 . 51 . 5 = 0,5
1.5
2.5 = 0,6

1.52
2.5 x 2

= 0,76

c. Metode Wadell (1932)

Ds . Di
DL2

1,5 x 2
2.52

= 0,78

2
2.5 = 0,8

SAMPEL 2
a. Metode Zingg (1935)

Di
DL =

b. Metode Sneed and Folk (1958)


DLDi
DLDs
Ds
DL =

Ds2
DL . Di

2 . 52
2 . 51

= 0,33

1
2.5 = 0,4

12
2.5 x 2

c. Metode Wadell (1932)

=0,58

2
2.5 = 0,8

Ds . Di
DL2

1 x2
2.52

= 0,68

SAMPEL 3
a. Metode Zingg (1935)

Ds
DI =

b. Metode Sneed and Folk (1958)


DLDi
DLDs
Ds
DL =

Ds2
DL . Di

1 . 21
1 . 20 . 5

= 0,28

0.5
1.2 = 0,41

0.52
1.2 x 1

=0,5

0.5
1 = 0,5

c. Metode Wadell (1932)

Ds . Di
DL2

0.5 x 1
1.2

= 1.01

SAMPEL 4
a. Metode Zingg (1935)

Ds
DI =

b. Metode Sneed and Folk (1958)


DLDi
DLDs
Ds
DL =

Ds2
DL . Di

43
41. 5

= 0,4

1.5
4 = 0,37

1.52
4 x3

=0,57

1.5
3 = 0,5

c. Metode Wadell (1932)

Ds . Di
DL2

1.5 x 3
42

= 0,65

SAMPEL 5
a. Metode Zingg (1935)

Ds
DI =

b. Metode Sneed and Folk (1958)


DLDi
DLDs
Ds
DL =

32
30 . 7

0.7
3 = 0,25

= 0,43

0.7
2 =0,35

Ds2
DL. Di

0.72
3 x2

=0,43

c. Metode Wadell (1932)

Ds . Di
DL2

0.7 x 2
32

= 0,5

SAMPEL 6
a. Metode Zingg (1935)

Ds
DI =

b. Metode Sneed and Folk (1958)

3.5
5 = 0,7

DLDi
DLDs
Ds
DL =

Ds2
DL. Di

65
63 . 5

= 0,4

3.5
6 = 0,58

3.52
6 x5

=0,74

c. Metode Wadell (1932)


3 Ds . Di
3 3,5 x 5
2
=
= 0,78
DL
62

SAMPEL 7
a. Metode Zingg (1935)

Ds
DI =

1.2
2.4 = 0,5

b. Metode Sneed and Folk (1958)


DLDi
DLDs
Ds
DL =

Ds2
DL. Di

2.52.4
2.51.2

= 0,076

1.2
2.5 = 0,48

1.22
2,5 x 2.4

=0,62

c. Metode Wadell (1932)

Ds . Di
DL2

1.2 x 2.4
2,52

= 0,77

SAMPEL 8
a. Metode Zingg (1935)

Ds
DL =

2.5
4 = 0,625

b. Metode Sneed and Folk (1958)


DLDi
DLDs
Ds
DL =

Ds2
DL . Di

4,54
4,52,5

= 0,25

2,5
4,5 = 0,55

2,52
4.5 x 4

=0,702

c. Metode Wadell (1932)

Ds . Di
DL2

2,5 x 4
4,52

= 0,79

SAMPEL 9
a. Metode Zingg (1935)

Ds
DI =

0.5
1 = 0,5

b. Metode Sneed and Folk (1958)


DLDi
DLDs
Ds
DL =

Ds2
DL . Di

1.21
1.20,5

= 0,28

0.5
1.2 = 0,41

0.52
1.2 x 1

=0,59

c. Metode Wadell (1932)

Ds . Di
DL2

0,5 x 1
1.22

= 0,7

Sampel 10
a. Metode Zingg (1935)

Ds
DI =

1
1.2 = 0,8

b. Metode Sneed and Folk (1958)


DLDi
DLDs
Ds
DL =

Ds2
DL . Di

2.21.2
2.21

= 0,83

1
2,2 = 0,45

12
2,2 x 1.2

=0,71

c. Metode Wadell (1932)

Ds . Di
DL2

1 x 1.2
2,22

= 0,62

SAMPEL 11
a. Metode Zingg (1935)

Ds
DI =

b. Metode Sneed and Folk (1958)


DLDi
DLDs
Ds
DL =

Ds2
DL . Di

43.2
42.3

= 0,47

2.3
4 = 0,57

2.32
4 x 3.2

=0,7

c. Metode Wadell (1932)

Ds . Di
DL2

2.3 x 3.2
42

SAMPEL 12
a. Metode Zingg (1935)

= 0,77

2.3
3.2 = 0,7

Ds
DI =

b. Metode Sneed and Folk (1958)


DLDi
DLDs
Ds
DL =

Ds2
DL. Di

1.51.3
1,50,8

= 0,285

0.8
1.5 = 0,53

0.82
1,5 x 1.3

=0,68

c. Metode Wadell (1932)

Ds . Di
DL2

0.8 x 1.3
1.52

= 0,77

0.8
1.3 = 0,4

VII.

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil

Sampel

M. Zinggs

M. Sneed dan Folk

M. Wadell

S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S8
S9
S10
S11
S12

Equant
Oblate
Oblate
Oblate
Bladed
Equant
Oblate
Oblate
Oblate
Prolate
Equant
Oblate

Compact - Bladed
Bladed
Platty
Bladed
Very - Bladed
Compact Bladed
Platty
Compact-Platty
Platty
Elongate
Compact - Bladed
Compact - Platty

Well Rounded
Rounded
Well Rounded
Rounded
Rounded
Well Rounded
Well Rounded
Well Rounded
Rounded
Rounded
Well Rounded
Well Rounded

B. Pembahasan
Dari pengolahan data dan hasil pengukuran 12 sampel diatas
bahwa penentuan kebulatan (sphericity) butiran material sedimen dapat
ditentukan dengan tiga metode yaitu metode Zinggs, metode Sneed dan
Folk dan metode Wadell.
Sampel 1
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter

DS
DI

sedimen yang dijabarkan dalam bentuk ( DL )dan ( DL , diperoleh


penamaan bentuk butir sampel 1 adalah equant. Pada metode Sneed

dan Folk, penentuan tingkat kebolaan dapat dilakukan dengan


membandingkan unsur yang ada dengan memasukkan pada analisa
grafik, dengan demikian tingkat kebolaan untuk sampel 1 adalah
compact - bladed. Sedangkan pada metode Wadel harga sphericity
yang didapat pada sampel 1 dari perbandingan antara unsur-unsur
volume material dengan volume bola adalah well - rounded.
Sampel 2
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter

DS
DI

sedimen yang dijabarkan dalam bentuk ( DL ) dan ( DL , diperoleh


penamaan bentuk butir sampel 2 adalah oblate. Pada metode Sneed
dan Folk, penentuan tingkat kebolaan dapat dilakukan dengan
membandingkan unsur yang ada dengan memasukkan pada analisa
grafik, dengan demikian tingkat kebolaan untuk sampel 2 adalah
bladed. Sedangkan pada metode Wadel harga sphericity yang didapat
pada sampel 2 dari perbandingan antara unsur-unsur volume material
dengan volume bola adalah rounded.
Sampel 3
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter

DS
DI

sedimen yang dijabarkan dalam bentuk ( DL ) dan ( DL , diperoleh


penamaan bentuk butir sampel 3 adalah oblate. Pada metode Sneed
dan Folk, penentuan tingkat kebolaan dapat dilakukan dengan

membandingkan unsur yang ada dengan memasukkan pada analisa


grafik, dengan demikian tingkat kebolaan untuk sampel 3 adalah platty.
Sedangkan pada metode Wadel harga sphericity yang didapat pada
sampel 3 dari perbandingan antara unsur-unsur volume material dengan
volume bola adalah well rounded.
Sampel 4
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter

DS
DI

sedimen yang dijabarkan dalam bentuk ( DL ) dan ( DL , diperoleh


penamaan bentuk butir sampel 4 adalah oblate. Pada metode Sneed
dan Folk, penentuan tingkat kebolaan dapat dilakukan dengan
membandingkan unsur yang ada dengan memasukkan pada analisa
grafik, dengan demikian tingkat kebolaan untuk sampel 4 adalah bladed.
Sedangkan pada metode Wadel harga sphericity yang didapat pada
sampel 4 dari perbandingan antara unsur-unsur volume material dengan
volume bola adalah rounded.

Sampel 5
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter

DS
DI

sedimen yang dijabarkan dalam bentuk ( DL ) dan ( DL , diperoleh


penamaan bentuk butir sampel 5 adalah bladed. Pada metode Sneed
dan Folk, penentuan tingkat kebolaan dapat dilakukan dengan

membandingkan unsur yang ada dengan memasukkan pada analisa


grafik, dengan demikian tingkat kebolaan untuk sampel 5 adalah verybladed. Sedangkan pada metode Wadel harga sphericity yang didapat
pada sampel 5 dari perbandingan antara unsur-unsur volume material
dengan volume bola adalah rounded.
Sampel 6
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter

DS
DI

sedimen yang dijabarkan dalam bentuk ( DL ) dan ( DL , diperoleh


penamaan bentuk butir sampel 6 adalah equant. Pada metode Sneed
dan Folk, penentuan tingkat kebolaan dapat dilakukan dengan
membandingkan unsur yang ada dengan memasukkan pada analisa
grafik, dengan demikian tingkat kebolaan untuk sampel 6 adalah
compact-bladed. Sedangkan

pada metode Wadel harga sphericity

yang didapat pada sampel 6 dari perbandingan antara unsur-unsur


volume material dengan volume bola adalah well-rounded.

Sampel 7
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter

DS
DI

sedimen yang dijabarkan dalam bentuk ( DL ) dan ( DL , diperoleh


penamaan bentuk butir sampel 7 adalah oblate. Pada metode Sneed
dan Folk, penentuan tingkat kebolaan dapat dilakukan dengan

membandingkan unsur yang ada dengan memasukkan pada analisa


grafik, dengan demikian tingkat kebolaan untuk sampel 7 adalah platty.
Sedangkan pada metode Wadel harga sphericity yang didapat pada
sampel 7 dari perbandingan antara unsur-unsur volume material dengan
volume bola adalah well-rounded.
Sampel 8
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter

DS
DI

sedimen yang dijabarkan dalam bentuk ( DL ) dan ( DL , diperoleh


penamaan bentuk butir sampel 8 adalah oblate. Pada metode Sneed
dan Folk, penentuan tingkat kebolaan dapat dilakukan dengan
membandingkan unsur yang ada dengan memasukkan pada analisa
grafik, dengan demikian tingkat kebolaan untuk sampel 8 adalah
compact-platty. Sedangkan pada metode Wadel harga sphericity yang
didapat pada sampel 8 dari perbandingan antara unsur-unsur volume
material dengan volume bola adalah well-rounded.

Sampel 9
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter

DS
DI

sedimen yang dijabarkan dalam bentuk ( DL ) dan ( DL , diperoleh


penamaan bentuk butir sampel 9 adalah oblate. Pada metode Sneed
dan Folk, penentuan tingkat kebolaan dapat dilakukan dengan

membandingkan unsur yang ada dengan memasukkan pada analisa


grafik, dengan demikian tingkat kebolaan untuk sampel 9 adalah platty.
Sedangkan pada metode Wadel harga sphericity yang didapat pada
sampel 9 dari perbandingan antara unsur-unsur volume material dengan
volume bola adalah rounded.
Sampel 10
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter

DS
DI

sedimen yang dijabarkan dalam bentuk ( DL ) dan ( DL , diperoleh


penamaan bentuk butir sampel 10 adalah prolate. Pada metode Sneed
dan Folk, penentuan tingkat kebolaan dapat dilakukan dengan
membandingkan unsur yang ada dengan memasukkan pada analisa
grafik, dengan demikian tingkat kebolaan untuk sampel 10 adalah
elongate. Sedangkan

pada metode Wadel harga sphericity yang

didapat pada sampel 10 dari perbandingan antara unsur-unsur volume


material dengan volume bola adalah rounded.

Sampel 11
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter

DS
DI

sedimen yang dijabarkan dalam bentuk ( DL ) dan ( DL , diperoleh


penamaan bentuk butir sampel 11 adalah equant. Pada metode Sneed
dan Folk, penentuan tingkat kebolaan dapat dilakukan dengan

membandingkan unsur yang ada dengan memasukkan pada analisa


grafik, dengan demikian tingkat kebolaan untuk sampel 11 adalah
compact-bladed. Sedangkan

pada metode Wadel harga sphericity

yang didapat pada sampel 11 dari perbandingan antara unsur-unsur


volume material dengan volume bola adalah well - rounded.
Sampel 12
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter

DS
DI

sedimen yang dijabarkan dalam bentuk ( DL ) dan ( DL , diperoleh


penamaan bentuk butir sampel 12 adalah oblate. Pada metode Sneed
dan Folk, penentuan tingkat kebolaan dapat dilakukan dengan
membandingkan unsur yang ada dengan memasukkan pada analisa
grafik, dengan demikian tingkat kebolaan untuk sampel 12 adalah
compact-platty. Sedangkan pada metode Wadel harga sphericity yang
didapat pada sampel 12 dari perbandingan antara unsur-unsur volume
material dengan volume bola adalah well-rounded.

VIII.

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan
Dari pengamatan mengenai kebulatan (sphericity) ukuran dan
bentuk butir sedimen diatas bahwa dari 12 sampel yang diamati nilai
sphericity pada metode Zinggs adalah oblate dan equant. Pada metode
Sneed dan Folk nilai sphericity pada 12 sampel ini hampir merata yaitu
platty, bladed, dan elongated, tetapi nilai yang lebih dominanan adalah

bladed. Sedangkan pada metode Wadell nilai sphericity yang dominan


muncul pada pengamatan ini adalah rounded dan well rounded.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam praktikum kali ini
adalah kelengkapan alat-alat laboratorium agar proses pelaksanaan
praktikum dapat berjalan maksimum.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI
ACARA I : SPHERICITY

LAPORAN

NAMA : ZULFIKAR KHALIS


STB : D 611 08 313

MAKASSAR
2012
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
SEDIMENTOLOGI
JURNAL SEDIMENTOLOGI

NAMA : AYUB ANGLING D


NIM : D611 08 297

MAKASSAR
2012

Anda mungkin juga menyukai