Acara
: Sphericity
STB
: D611 08 313
Latar Belakang
Material sedimen yang merupakan pembentuk batuan sedimen
sangat bervariasi kandungan dan ukuran mineralnya. Batuan sdeimen
tersebeut terbentuk dari akumulasi material lepas sedimen yang
tertransportasi lalu terendapkan dan terlitifikasi.
Pelapukan merupakan perubahan batuan yang disebabkan oleh
faktor fisika, kimia , maupun biologi sehingga dapat merubah sifat fisik
dan kimia dari batuan tersebut. Material sedimen yang merupakan
pembentuk batuan sedimen sangat bervariasi kandungan dan ukuran
mineralnya.. Material tersebut tertransportasi oleh agen-agen geologi
yaitu air , udara, dan es.. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pembentukan batuan sedimen, terbagi atas 5 yaitu : sumber material,
pelapukan,
tranportasi,
lingkungan
pengendapan
dan
setelah
pengendapan
Salah satu cara dalam menentukan proses transportasi materialmaterial sedimen adalah dengan mengetahui tingkat kebulatan dari
butiran
sedimen
tersebut
(sphericity).
Kebulatan
atau
sphericity
tersebut
sangatlah
beragam
diantaranya
uniformitarianism
prinsip
adalah
di daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju atmosfer. Sedimensedimen yang ada terangkut sampai di suatu tempat yang disebut
cekungan. Di tempat tersebut sedimen sangat besar kemungkinan
terendapkan karena daerah tersebut relatif lebih rendah dari daerah
sekitarnya dan karena bentuknya yang cekung ditambah akibat gaya
grafitasi dari sedimen tersebut maka susah sekali sedimen tersebut akan
bergerak melewati cekungan tersebut. Dengan semakin banyaknya
sedimen yang diendapkan, maka cekungan akan mengalami penurunan
dan membuat cekungan tersebut semakin dalam sehingga semakin
banyak sedimen yang terendapkan. Penurunan cekungan sendiri
banyak disebabkan oleh penambahan berat dari sedimen yang ada dan
kadang dipengaruhi juga struktur yang terjadi di sekitar cekungan seperti
adanya patahan.
Marshall (1927) menyatakan adanya tiga proses penurunan
ukuran: abrasi (dalam pengertian terbatas), tumbukan (impact), dan
grinding. Abrasi adalah efek pengeratan yang dilakukan oleh suatu
partikel terhadap partikel lain. Abrasi merupakan proses penghancuran
yang berlangsung paling lambat. Tumbukan adalah pukulan suatu
partikel berukuran relatif besar terhadap partikel lain yang ukurannya
lebih kecil. Karena itu, tumbukan hanya memegang peranan penting jika
ada perbedaan ukuran yang berarti antara partikel yang menumbuk
dengan partikel yang tertumbuk. Jika perbedaan ukuran itu 27 Batuan
Sedimen (Pettijohn, 1975) cukup jauh dan jika suatu sistem didominasi
atrisi
(attrition),
chipping,
dan
penyubanan
(splitting).
A. Metode Zinggs
Dalam metode ini dijelaskan mengenai pengukuran diameter suatu
sedimen dengan menggunakan penamaan bentuk tertentu. Diameter ini
kemudian dijabarkan dalam bentuk diameter terpanjang (D L), menengah
(DI), dan terpendek (DS). Dari penjabaran ketiga diameter tersebut
diperoleh 4 penamaan bentuk butir, yaitu oblate (disk), equent (spheres),
bladed dan prolat
DS 2
DL DI
Dimana :
L = Long diameter
I = Intermediet diameter
S = Short diameter
Vol . Partikel
Vol . Batas Bola
I =
DL DS DI
6
3
D L
6
I =
DS DL
D2 L
CLASS INTERVAL
Very angular
Angular
Subangular
Subrounded
Rounded
Well rounded
V. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dalam pengamatan ini adalah :
1. Memilih sampel yang akan diukur
2. Mengukur diameter sampel dari sisi terpanjang, intermediet dan
terpendek.
3. Mencatat hasil pengukuran
4. Mengolah data dengan metode Zinggs, Wadell dan Sneed and
folk.
VI. Pengolahan Data
No.
Samp
el
DL
(cm
)
DI
(cm)
Ds
(cm)
V
(cm3)
Ds
DI
DI
DL
0.75
S1
2.5
1.5
7.5
0.8
0.5
S2
2.5
S3
1.2
0.5
0.6
S4
1.5
18
S5
0.7
4.2
S6
3.5
105
0.8
0.5
0.8
0.5
0.75
0.35
0.67
0.7
0.8
0.5
S7
2.5
2.4
1.2
7.2
0.96
0.62
S8
4.5
2.5
45
S9
1.2
0.5
0.6
0.8
0.5
0.8
0.8
S10
S11
2.2
4
1.2
3.2
1
2.3
2.64
29.4
4
0.54
0.7
0.8
0.4
S12
1.5
Sampel 1
1.3
0.8
1.56
0.8
DLDI 3 Ds2 3 DS . DI Ds
DLDS Dl . DI D 2 L DL
0.5
0.76
0.33
0.58
0.28
0.59
0.4
0.57
0.43
0.43
0.4
0.74
0.07
0.62
0.25
0.7
0.28
0.59
0.83
0.71
0.47
0.74
0.28
0.68
0.78
0.6
0.68
0.4
0.4
1
0.3
7
0.2
5
0.5
8
0.4
8
0.5
5
1.0
0.65
0.53
0.78
0.77
0.79
0.7
0.62
0.77
0.77
0.4
0.4
5
0.5
7
0.5
3
Di
DL =
Ds2
DL . Di
2 .52
= 2 . 51 . 5 = 0,5
1.5
2.5 = 0,6
1.52
2.5 x 2
= 0,76
Ds . Di
DL2
1,5 x 2
2.52
= 0,78
2
2.5 = 0,8
SAMPEL 2
a. Metode Zingg (1935)
Di
DL =
Ds2
DL . Di
2 . 52
2 . 51
= 0,33
1
2.5 = 0,4
12
2.5 x 2
=0,58
2
2.5 = 0,8
Ds . Di
DL2
1 x2
2.52
= 0,68
SAMPEL 3
a. Metode Zingg (1935)
Ds
DI =
Ds2
DL . Di
1 . 21
1 . 20 . 5
= 0,28
0.5
1.2 = 0,41
0.52
1.2 x 1
=0,5
0.5
1 = 0,5
Ds . Di
DL2
0.5 x 1
1.2
= 1.01
SAMPEL 4
a. Metode Zingg (1935)
Ds
DI =
Ds2
DL . Di
43
41. 5
= 0,4
1.5
4 = 0,37
1.52
4 x3
=0,57
1.5
3 = 0,5
Ds . Di
DL2
1.5 x 3
42
= 0,65
SAMPEL 5
a. Metode Zingg (1935)
Ds
DI =
32
30 . 7
0.7
3 = 0,25
= 0,43
0.7
2 =0,35
Ds2
DL. Di
0.72
3 x2
=0,43
Ds . Di
DL2
0.7 x 2
32
= 0,5
SAMPEL 6
a. Metode Zingg (1935)
Ds
DI =
3.5
5 = 0,7
DLDi
DLDs
Ds
DL =
Ds2
DL. Di
65
63 . 5
= 0,4
3.5
6 = 0,58
3.52
6 x5
=0,74
SAMPEL 7
a. Metode Zingg (1935)
Ds
DI =
1.2
2.4 = 0,5
Ds2
DL. Di
2.52.4
2.51.2
= 0,076
1.2
2.5 = 0,48
1.22
2,5 x 2.4
=0,62
Ds . Di
DL2
1.2 x 2.4
2,52
= 0,77
SAMPEL 8
a. Metode Zingg (1935)
Ds
DL =
2.5
4 = 0,625
Ds2
DL . Di
4,54
4,52,5
= 0,25
2,5
4,5 = 0,55
2,52
4.5 x 4
=0,702
Ds . Di
DL2
2,5 x 4
4,52
= 0,79
SAMPEL 9
a. Metode Zingg (1935)
Ds
DI =
0.5
1 = 0,5
Ds2
DL . Di
1.21
1.20,5
= 0,28
0.5
1.2 = 0,41
0.52
1.2 x 1
=0,59
Ds . Di
DL2
0,5 x 1
1.22
= 0,7
Sampel 10
a. Metode Zingg (1935)
Ds
DI =
1
1.2 = 0,8
Ds2
DL . Di
2.21.2
2.21
= 0,83
1
2,2 = 0,45
12
2,2 x 1.2
=0,71
Ds . Di
DL2
1 x 1.2
2,22
= 0,62
SAMPEL 11
a. Metode Zingg (1935)
Ds
DI =
Ds2
DL . Di
43.2
42.3
= 0,47
2.3
4 = 0,57
2.32
4 x 3.2
=0,7
Ds . Di
DL2
2.3 x 3.2
42
SAMPEL 12
a. Metode Zingg (1935)
= 0,77
2.3
3.2 = 0,7
Ds
DI =
Ds2
DL. Di
1.51.3
1,50,8
= 0,285
0.8
1.5 = 0,53
0.82
1,5 x 1.3
=0,68
Ds . Di
DL2
0.8 x 1.3
1.52
= 0,77
0.8
1.3 = 0,4
VII.
A. Hasil
Sampel
M. Zinggs
M. Wadell
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S8
S9
S10
S11
S12
Equant
Oblate
Oblate
Oblate
Bladed
Equant
Oblate
Oblate
Oblate
Prolate
Equant
Oblate
Compact - Bladed
Bladed
Platty
Bladed
Very - Bladed
Compact Bladed
Platty
Compact-Platty
Platty
Elongate
Compact - Bladed
Compact - Platty
Well Rounded
Rounded
Well Rounded
Rounded
Rounded
Well Rounded
Well Rounded
Well Rounded
Rounded
Rounded
Well Rounded
Well Rounded
B. Pembahasan
Dari pengolahan data dan hasil pengukuran 12 sampel diatas
bahwa penentuan kebulatan (sphericity) butiran material sedimen dapat
ditentukan dengan tiga metode yaitu metode Zinggs, metode Sneed dan
Folk dan metode Wadell.
Sampel 1
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter
DS
DI
DS
DI
DS
DI
DS
DI
Sampel 5
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter
DS
DI
DS
DI
Sampel 7
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter
DS
DI
DS
DI
Sampel 9
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter
DS
DI
DS
DI
Sampel 11
Dengan menggunakan metode Zinggs, pengukuran diameter
DS
DI
DS
DI
VIII.
A. Kesimpulan
Dari pengamatan mengenai kebulatan (sphericity) ukuran dan
bentuk butir sedimen diatas bahwa dari 12 sampel yang diamati nilai
sphericity pada metode Zinggs adalah oblate dan equant. Pada metode
Sneed dan Folk nilai sphericity pada 12 sampel ini hampir merata yaitu
platty, bladed, dan elongated, tetapi nilai yang lebih dominanan adalah
LAPORAN
MAKASSAR
2012
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
SEDIMENTOLOGI
JURNAL SEDIMENTOLOGI
MAKASSAR
2012