Anda di halaman 1dari 15

Sedimentologi adalah ilmu yang mempelajari sedimen atau endapan (Wadell, 1932)। Sedangkan

sedimen atau endapan pada umumnya diartikan sebagai bahan yang jatuh kebawah dalam suatu
larutan. Pada mulanya hanya pada larutan yang bersifat kimia saja yang menghasilkan sedimen seperti
garam, akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya juga bahan rombakan yang ada pada cairan.

DEFINISI-DEFINISI

Endapan sedimen (sedimentary deposit) adalah tubuh material padat yang terakumulasi di permukaan
bumi atau di dekat permukaan bumi, pada kondisi tekanan dan temperatur yang rendah. Sedimen
umumnya (namun tidak selalu) diendapkan dari fluida dimana material penyusun sedimen itu
sebelumnya berada, baik sebagai larutan maupun sebagai suspensi. Definisi ini sebenarnya tidak dapat
diterapkan untuk semua jenis batuan sedimen karena ada beberapa jenis endapan yang telah disepakati
oleh para ahli sebagai endapan sedimen: (1) diendapkan dari udara sebagai benda padat di bawah
temperatur yang relatif tinggi, misalnya material fragmental yang dilepaskan dari gunungapi; (2)
diendapkan di bawah tekanan yang relatif tinggi, misalnya endapan lantai laut-dalam.
Petrologi sedimen (sedimentary petrology) adalah cabang petrologi yang membahas batuan sedimen,
terutama pemerian-nya. Di Amerika Serikat, istilah sedimentasi (sedimentation) umumnya digunakan
untuk menamakan ilmu yang mempelajari proses pengakumulasian sedimen, khususnya endapan yang
asalnya merupakan partikel-partikel padat dalam suatu fluida. Pada 1932, Wadell mengusulkan istilah
sedimentologi (sedimentology) untuk menamakan ilmu yang mempelajari segala aspek sedimen dan
batuan sedimen.
Sedimentologi dipandang memiliki ruang lingkup yang lebih luas daripada petrologi sedimen karena
petrologi sedimen biasanya terbatas pada studi laboratorium, khususnya studi sayatan tipis, sedangkan
sedimentologi meliputi studi lapangan dan laboratorium (Vatan, 1954:3-8). Pemakaian istilah
sedimentologi untuk menamakan ilmu yang mempelajari semua aspek sedimen dan batuan sedimen
disepakati oleh para ahli sedimentologi Eropa, bahkan akhirnya dikukuhkan sebagai istilah resmi secara
internasional bersamaan dengan didirikannya International Association of Sedimentologists pada 1946.
Batas pemisah antara sedimentologi dengan stratigrafi sebenarnya tidak jelas. Stratigrafi secara luas
diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang segala aspek strata, termasuk studi tekstur, struktur, dan
komposisi. Walau demikian, dalam prakteknya, para ahli stratigrafi lebih banyak menujukan perhatiannya
pada masalah penentuan urut-urutan stratigrafi dan penyusunan kolom geologi. Jadi, masalah sentral
dalam stratigrafi adalah penentuan urut-urutan batuan dan waktu yang dicerminkan oleh berbagai
penampang lokal, pengkorelasian penampang-penampang lokal, dan penyusunan suatu penampang
yang dapat digunakan secara sahih sebagai wakil dari tatanan stratigrafi dunia. Walau demikian,
pengukuran ketebalan dan pemerian litologi umum (gross lithology) masih dipandang sebagai tugas para
ahli stratigrafi. Karena itu, tidak mengherankan apabila banyak pengetahuan tentang ciri khas endapan
sedimen—misalnya perlapisan, perlapisan silang-siur, dan ciri-ciri lain yang sering terlihat dalam
singkapan—diperoleh dari hasil penelitian stratigrafi.
Pemelajaran batuan sedimen tidak dapat dipisahkan dari disiplin ilmu lain. Banyak diantara disiplin ilmu
itu—misalnya mineralogi, geokimia, dan geologi kelautan—memberikan sumbangan pemikiran yang
berharga untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai endapan sedimen.
Sedimentologi sendiri banyak memberikan sumbangan pemikiran yang berharga dalam penelitian
stratigrafi dan geologi ekonomi
Sedimen ini tidak hanya menempai pada cairan saja tetapi juga pada udara dan gas, seperti endapan
angin dan gas gunungapi. Sulit rasanya menelusuri sejarah perkembangan ilmu sedimentologi, terutama
pada awal perkembangannya. Dengan dikemukannya doktrin uniformitarisme pada akhir abad ke 19
berdampak besar sekali pada perkembangan ilmu sedimentologi ini. Hal ini terlihat jelas pada tulisan
beberapa penulis, seperti Sorby (1853) dan Lyell (1865) yang mengemukakan interpretasi modern
tentang struktur dan tekstur dari batuan sedimen.

Sampai pertengahaan abad ke 20, sedimentologi lebih dikenal hanya sebatas pada studi di bawah
mikroskop, terutama untuk fosil. Dalam perioda itu mineral berat dan penghitungan secara petrografis
(point counting) berkembang dengan pesat. Secara serentak, para ahli stratigrafi menemukan fosil-fosil
kunci penunjuk umur batuan.

Para ahli geologi struktur mempunyai andil besar mendorong pengembangan ilmu sedimentologi.
Mereka menemui kesulitan dalam menentukan bagian atas dan bagian bawah suatu lapisan yang sudah
terlipat kuat sampai terjadi pembalikan lapisan. Beberapa struktur sedimen seperti retakan (desiccation
crack), silang siur dan perlapisan bersusun, sangat edial untuk memecahkan persoalan ini (Shrock, 1948).
Pada 1950an sampai awal 1960an berkembang konsep tentang arus turbit. Sementara itu ahli petrografi
masih sibuk menghitung zirkon dan ahli stratigrafi sibuk pula mengumpulkan fosil sebanyak-banyaknya,
ahli struktur geologi sudah mulai bertanya berapa tebal runtunan endapan turbit ini di geosinklin.
Pertanyaan ini menyibukan geologiawan untuk mengetahui hasil endapan turbit pada setiap jenis.

Pendorong lain terhadap perkembangan sedimentologi datang dari perusahaan minyak, dimana mereka
mulai mencari jebakan stratigrafi. Pelopornya adalah American Petroleum Institute dengan Project 51-
nya, yang mempelajari secara multi disiplin dari sedimen moderen di Teluk Meksiko. Kemudian kegiatan
seperti ini diikuti oleh perusahaan lain, universitas dan institusi oseanografi. Sehingga pada akhir 1960an
sedimentologi sudah kokoh menjadi suatu cabang ilmu pengetahuan sendiri.

Pada 1970an penelitian sedimentologi mulai beralih dari makroskopis dan fisik ke arah mikroskopis dan
kimia. Dengan perkembangan teknik analisa dan penggunaan katadoluminisen dan mikroskop elektron
memungkinkan para ahli sedimentologi mengetahui lebih baik tentang geokimia. Perkembangan yang
pesat ini memacu kita untuk mengetahui hubungan antara diagenesa, pori-pori dan pengaruhnya
terhadap evolusi porositas dengan kelulusan batupasir dan batugamping.

Saat ini berkembang perbedaan antara makrosedimentologi dan mirosedimentologi.


Makrosedimentologi berkisar studi fasies sedimen sampai ke struktur sedimen. Di lain fihak,
mikrosedimentologi meliputi studi batuan sedimen di bawah mikroskop atau lebih dikenal petrografi.

Sebagai ilmu pengetahuan sedimentologi sangat erat berhubungan dengan tiga ilmu dasar: biologi, fisika
mupun kimia. Biologi, yang mempelajari binatang dan tetumbuhan, dapat mempelajari sisa kehidupan
masa silam yang sudah menjadi fosil. Ilmu ini dikenal dengan nama paleontologi. Paleontologi sangat
bermanfaat dalam studi stratigrafi, terutama dalam penentuan umur runtunan batuan berdasarkan
kandungan fosilnya (biostratigrafi) dan kaitannya dengan litostratigrafi. Hal ini sangat berguna bagi
analisa struktur dan sedimentologi regional. Selain itu paleontologi juga melukan studi lingkungan purba
dimana fosil itu hidup dan berhubungan dengan kehidupan lainnya. Studi lingkungan kehidupan fosil
secara mendalam akan dapat membantu mengetahui cuaca, musim, bahkan kecepatan arus dan
pengendapan batuan yang menyertai fosil tersebut.

Berbicara mengenai sedimentologi aneh rasanya apabila kita tidak membahas tentang batuan sediden
itu sendiri, berikut reume singkat mengenai batuan sedimen.

Batuan Sedimen

- Pengertian

Batuan Sedimen adalah batuan yang paling banyak tersingkap di permukaan bumi, kurang lebih 75 %
dari luas permukaan bumi, sedangkan batuan beku dan metamorf hanya tersingkapsekitar 25 % dari luas
permukaan bumi. Oleh karena itu, batuan sediment mempunyai arti yang sangat penting, karena
sebagian besar aktivitas manusia terdapat di permukaan bumi. Fosil dapat pula dijumpai pada batua
sediment dan mempunyaiarti penting dalam menentukan umur batuan dan lingkungan pengendapan.
Batuan Sedimen adalah batuan yang terbentuk karena proses diagnesis dari material batuan lain yang
sudah mengalami sedimentasi. Sedimentasi ini meliputi proses pelapukan, erosi, transportasi, dan
deposisi. Proses pelapukan yang terjadi dapat berupa pelapukan fisik maupun kimia. Proses erosidan
transportasi dilakukan oleh media air dan angin. Proses deposisi dapat terjadi jika energi transport sudah
tidak mampu mengangkut partikel tersebut.

- Proses Pembentukkan Batuan Sedimen

Batuan sedimen terbentuk dari batuan-batuan yang telah ada sebelumnya oleh kekuatan-kekuatan yaitu
pelapukan, gaya-gaya air, pengikisan-pengikisan angina angina serta proses litifikasi, diagnesis, dan
transportasi, maka batuan ini terendapkan di tempat-tempat yang relatif lebih rendah letaknya,
misalnya: di laut, samudera, ataupun danau-danau. Mula-mula sediment merupakan batuan-batuan
lunak,akan tetapi karean proses diagnosi sehingga batuan-batuan lunak tadi akan menjadi keras.
Proses diagnesis adalah proses yang menyebabkan perubahan pada sediment selama terpendamkan dan
terlitifikasikan, sedangkan litifikasi adalah proses perubahan material sediment menjadi batuan sediment
yang kompak. Proses diagnesis ini dapat merupakan kompaksi yaitu pemadatan karena tekanan lapisan
di atas atau proses sedimentasi yaitu perekatan bahan-bahan lepas tadi menjadi batuan keras oleh
larutan-larutan kimia misalnya larutan kapur atau silisium. Sebagian batuan sedimen terbentuk di dalam
samudera. Bebrapa zat ini mengendap secara langsung oleh reaksi-reaksi kimia misalnya garam
(CaSO4.nH2O). adapula yang diendapkan dengan pertolongan jasad-jasad, baik tumbuhan maupun
hewan.
Batuan endapan yang langsung dibentuk secara kimia ataupun organik mempunyai satu sifat yang sama
yaitu pembentukkan dari larutan-larutan. Disamping sedimen-sedimen di atas, adapula sejenis batuan
sejenis batuan endapan yang sebagian besar mengandung bahan-bahan tidak larut, misalnya endapan
puing pada lereng pegunungan-pegunungan sebagai hasil penghancuran batuan-batuan yang diserang
oleh pelapukan, penyinaran matahari, ataupun kikisan angin. Batuan yang demikian disebut eluvium dan
alluvium jika dihanyutkan oleh air, sifat utama dari batuan sedimen adalah berlapis-lapisdan pada
awalnya diendapkan secara mendatar.
Lapisan-lapisan ini tebalnya berbeda-beda dari beberapa centimeter sampai beberapa meter. Di dekat
muara sungai endapan-endapan itu pada umunya tebal, sedang semakin maju ke arah laut endapan-
endapan ini akan menjadi tipis(membaji) dan akhirnya hilang. Di dekat pantai, endapan-endapan itu
biasanya merupakan butir-butir besar sedangkan ke arah laut kita temukan butir yang lebih halus
lagi.ternyata lapisan-lapisan dalam sedimen itu disebabkan oleh beda butir batuan yang diendapkan.
Biasanya di dekat pantai akan ditemukan batupasir, lebih ke arah laut batupasir ini berganti dengan
batulempung, dan lebih dalam lagi terjadi pembentukkan batugamping(Katili dan Marks).

Transportasi dan Deposisi

a) Transportasi dan deposisi partikel oleh fluida

Pada transportasi oleh partikel fluida, partikel dan fluida akan bergerak secara bersama-sama. Sifat fisik
yang berpengaruh terutama adalah densitas dan viskositas air lebih besar daripada angina sehingga air
lebih mampu mengangkut partikel yang mengangkut partikel lebih besar daripada yang dapat diangkut
angina. Viskositas adalah kemampuan fluida untuk mengalir. Jika viskositas rendah maka kecepatan
mengalirnya akan rendah dan sebaliknya. Viskositas yang kecepatan mewngalirnyabesar merupakan
viskositas yang tinngi.
b) Transportasi dan deposisi partikeloleh sediment gravity flow

Pada transportasi ini partikel sediment tertransport langsung oleh pengaruh gravitasi, disini material
akan bergerak lebih dulu baru kemudian medianya. Jadi disini partikel bergerak tanpa batuan fluida,
partikel sedimen akan bergerak karena terjadi perubahan energi potensial gravitasi menjadi energi
kinetik. Yang termasuk dalam sediment gravity flow antara lain adalah debris flow, grain flow dan arus
turbid. Deposisi sediment oleh gravity flow akan menghasilkan produk yang berbeda dengan deposisi
sediment oleh fluida flow karena pada gravity flow transportasi dan deposisi terjadi dengan cepat sekali
akibat pengaruh gravitasi. Batuan sedimen yang dihasilkan oleh proses ini umumnya akan mempunyai
sortasi yang buruk dan memperlihatkan struktur deformasi.

Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen dan penamaan batuan sedimen telah ditemukan
oleh para ahli, baik berdasarkan genetic maupun deskrritif. Secara genetic dapat disimpulkan dua
golongan (Pettijohn,1975 dan W.T.Huang,1962)

1. Batuan sediment Klastik

Terbentuknya dari pengendepan kembali denritus atau perencanaan batuan asal. Batuan asal dapat
berupa batuan beku, batuan sedimnen dan batuan metamorf. Dalam pembentukkan batuan sedimen
klastik ini mengalami diagnesa yaitu perubahan yang berlangsung pada temperatur rendah di dalam
suatu sediment selama dan sesudah litifikasi.

Tersusun olek klastika-klastika yang terjadi karena proses pengendapan secara mekanis dan banyak
dijumpai allogenic minerals. Allogenic minerals adalah mineral yang tidak terbentuk pada lingkungan
sedimentasi atau pada saat sedimentasi terjadi. Mineral ini berasal dari batuan asal yang telah
mengalami transportasi dan kemudian terendapkan pada lingkungan sedimentasi. Pada umumnya
berupa mineral yang mempunyai resistensi tinggi. Contohnya: kuarsa, bioptite, hornblende, plagioklas
dan garnet.

Adapun beberapa proses yang terjadi dalam diagnase, yaitu :

• Kompaksi
Kompaksi terjadi jika adanya tekanan akibat penambahan beban.

• Anthigenesis
Mineral baru terbentuk dalam lingkungan diagnetik, sehingga adanya mineral tersebut merupakan
partikel baru dalam suatu sedimen. Mineral autigenik ini yang umum diketahui sebagai berikut:
karbonat, silika, klastika, illite, gypsum dan lain-lain..

• Metasomatisme
Metasomatisme yaitu pergantian mineral sedimen oleh berbagai mineral autigenik, tanpa pengurangan
volume asal. Contoh : dolomitiasi, sehingga dapat merusak bentuk suatu batuan karbonat atau fosil.

• Rekristalisasi
Rekristalisasi yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia yang berasal dari
pelarutan material sedimen selama diagnesa atau sebelumnya. Rekristalisasi sangat umum terjadi pada
pembentukkan batuan karbonat. Sedimentasi yang terus berlangsung di bagian atas sehingga volume
sedimen yang ada di bagian bawah semakin kecil dan cairan (fluida) dalam ruang antar butir tertekan
keluar dan migrasi kearah atas berlahan-lahan.

• Larutan (Solution)
Biasanya pada urutan karbonat akibat adanya larutan menyebabkan terbentuknya rongga-rongga di
dalam jika tekanan cukup kuat menyebabkan terbentuknya struktur iolit.
Litifikasi dan Diagnesis
Litifikasi adalah proses perubahan material sediment menjadi batuan sediment yang kompak. Misalnya,
pasir mengalami litifikasi menjadi batupasir. Seluruh proses yang menyebabkan perubahan pada
sedimen selama terpendam dan terlitifikasi disebut sebagai diagnesis. Diagnesis terjadi pada temperatur
dan tekanan yang lebih tinggi daripada kondisi selama proses pelapukan, namun lebih rendah daripada
proses metamorfisme. Proses diagnesis dapat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan proses yang
mengontrolnya, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi.

Proses diagnesa sangat berperan dalam menentukan bentuk dan karakter akhir batuan sedimen yang
dihasilkannya. Proses diagnesis akan menyebabkan perubahan material sedimen. Perubahan yang terjadi
adalah perubahan fisik, mineralogi dan kimia.
Secara fisik perubahan yang terjadi adalah terutama perubahan tekstur, proses kompaksi akan merubah
penempatan butiran sedimen sehingga terjadi kontak antar butirannya. Proses sementasi dapat
menyebabkan ukuran butir kwarsa akan menjadi lebih besar. Perubahan kimia antara lain terdapat pada
proses sementasi, authigenesis, replacement, inverse, dan solusi. Proses sementasi menentukan
kemampuan erosi dan pengangkatan partikel oleh fluida. Pengangkutan sedimen oleh fluida dapat
berupa bedload atau suspended load. Partikel yang berukuran lebih besar dari pasir umumnya dapat
diangkut secara bedload dan yang lebih halus akan terangkut oleh partikel secara kontinu mengalami
kontak dengan permukaan, traksi meliputi rolling, sliding, dan creeping. Sedangkan pada saltasi partikel
tidak selalu mengalami kontak dengan permukaan. Deposisi akan terjadi jika energi yang mengangkut
partkel sudah tidak mampu lagi mengangkutnya.

Tinjauan pustaka:
Peterson, MNA. 1962. The mineralogy and petrology of Upper Mississippian carbonate rocks of the
Cumberland Plateau in Tennessee. Jour. Geol. 70:1-31.
Pettijohn, FJ. 1943. Archean sedimentation. Bull. GSA 54:925-972.
Pettijohn, FJ, PE Potter, dan R Siever. 1972. Sand and Sandstone. New York: Springer. 618 h.
Raeburn, C dan HB Milner. 1927. Alluvial Prospecting. London: Murby. 478 h.
SEDIMENTOLOGI
1. PENGERTIAN SEDIMENTOLOGI
adalah Ilmu yang mempelajari mengenai tentang proses-proses pembentukan,
transportasi dan pengendapan material yang terakumulasi sebagai sedimen di dalam
lingkungan kontinen dan laut hingga membentuk batuan sedimen.
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air ,
angin , es , atau gletser di suatu cekungan. Sedangkan batuan sedimen adalah suatu
batuan yang terbentuk dari hasil proses sedimentasi, baik secara mekanik maupun secara
kimia dan organik.

a. Secara mekanik
Terbentuk dari akumulasi mineral-mineral dan fragmen-fragmen batuan. Faktor-faktor yang
penting antara lain :
· Sumber material batuan sedimen :
Sifat dan komposisi batuan sedimen sangat dipengaruhi oleh material-material asalnya.
Komposisi mineral-mineral batuan sedimen dapat menentukan waktu dan jarak
transportasi, tergantung dari prosentasi mineral-mineral stabil dan nonstabil.
· Lingkungan pengandapan :
Secara umum lingkungan pengendapan dibedakan dalam tiga bagian yaitu: Lingkungan
Pengendapan Darat, Transisi dan Laut. Ketiga lingkungan pengendapan ini, dimana batuan
yang dibedakannya masing-masing mempunyai sifat dan ciri-ciri tertentu.
· Pengangkutan (transportasi) :
Media transportasi dapat berupa air, angin maupun es, namun yang memiliki peranan yang
paling besar dalam sedimentasi adalah media air. Selama transportasi berlangsung, terjadi
perubahan terutama sifat fisik material-material sedimen seperti ukuran bentuk dan
roundness. Dengan adanya pemilahan dan pengikisan terhadap butir-butir sedimen akan
memberi berbagai macam bentuk dan sifat terhadap batuam sedimen.
· Pengendapan :
Pengendapan terjadi bilamana arus/gaya mulai menurun hingga berada di bawah titik daya
angkutnya. Ini biasa terjadi pada cekungan-cekungan, laut, muara sungai, dll.
· Kompaksi :
Kompaksi terjadi karena adanya gaya berat/grafitasi dari material-material sedimen sendiri,
sehingga volume menjadi berkurang dan cairan yang mengisi pori-pori akan bermigrasi ke
atas.
· Lithifikasi dan Sementasi :
Bila kompaksi meningkat terus menerus akan terjadi pengerasan terhadap material-material
sedimen. Sehingga meningkat ke proses pembatuan (lithifikasi), yang disertai dengan
sementasi dimana material-material semen terikat oleh unsur-unsur/mineral yang mengisi
pori-pori antara butir sedimen.
· Replacement dan Rekristalisasi :
Proses replacement adalah proses penggantian mineral oleh pelarutan-pelarutan kimia
hingga terjadi mineral baru. Rekristalisasi adalah perubahan atau pengkristalan kembali
mineral-mineral dalam batuan sedimen, akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang
relatif rendah.
· Diagenesis :
Diagenesis adalah perubahan yang terjadi setelah pengendapan berlangsung, baik tekstur
maupun komposisi mineral sedimen yang disebabkan oleh kimia dan fisika.
b. Secara Kimia dan Organik
Terbentuk oleh proses-proses kimia dan kegiatan organisme atau akumulasi dari sisa
skeleton organisme. Sedimen kimia dan organik dapat terjadi pada kondisi darat, transisi,
dan lautan, seperti halnya dengan sedimen mekanik.
Masing-masing lingkungan sedimen dicirikan oleh paket tertentu fisik, kimia, dan biologis
parameter yang beroperasi untuk menghasilkan tubuh tertentu sedimemen dicirikan oleh
tekstur, struktur, dan komposisi properti. Kita mengacu kepada badan-badan khusus seperti
endapan dari batuan sedimen sebagai bentuk. Istilah bentuk mengacu pada unit stratigrafik
dibedakan oleh lithologic, struktural, dan karakteristik organik terdeteksi di lapangan.
Sebuah bentuk sedimen dengan demikian unit batu itu, karena deposisi dalam lingkungan
tertentu, memiliki pengaturan karakteristik properti. Lithofacies dibedakan oleh ciri-ciri fisik
seperti warna, lithology, tekstur, dan struktur sedimen. Biogfacies didefinisikan pada
karakteristik palentologic dasar. Inti penekanan adalah bahwa lingkungan depositional
menghasilkan bentuk sedimen. Karakteristik properti dari bentuk sedimen yang pada
gilirannya merupakan refleksi dari kondisi lingkungan deposional.
Stratigrafi adalah studi batuan untuk menentukan urutan dan waktu kejadian dalam sejarah
bumi. Dua subjek yang dapat dibahas untuk membentuk rangkaian kesatuan skala
pengamatan dan interpretasi. Studi proses dan produk sedimen memperkenankan kita
menginterpretasi dinamika lingkungan pengendapan. Rekaman-rekaman proses ini di
dalam batuan sedimen memperkenankan kita menginterpretasikan batuan ke dalam
lingkungan tertentu. Untuk menentukan perubahan lateral dan temporer di dalam
lingkungan masa lampau ini, diperlukan kerangka kerja kronologi.
Ilmu bumi secara tradisional telah dibagi kedalam sub-disiplin ilmu yang terfokus pada
aspek-aspek geologi seperti paleontologi, geofisika, mineralogi, petrologi, geokimia, dan
sebagainya. Di dalam tiap sub-disiplin ilmu ini, ilmu pengetahuan telah dikembangkan
sebagai teknik analitik baru yang telah diaplikasikan dan dikembangkannya teori-teori
inovatif. Diwaktu yang sama karena kemajuan-kemajuan di lapangan, maka
diperkenalkannya integrasi kombinasi ide-ide dan keahlian dari berbagai disiplin ilmu yang
berbeda-beda. Geologi adalah ilmu multidisiplin yang sangat baik dipahami jika aspek-
aspek berbeda terlihat berhubungan antara satu dengan lainnya. Sedimentologi
perhatiannya tertuju pada pembentukan batuan sedimen. Kemudian batuan sedimen
dibahas hubungan waktu dan ruangnya dalam rangkaian stratigrafi di dalam cekungan-
cekungan sedimen. Tektonik lempeng, petrologi dan paleontologi adalah topik tambahan.
Metode-metode yang digunakan oleh sedimentologists untuk mengumpulkan data dan bukti
pada sifat dan kondisi depositional batuan sedimen meliputi;
Mengukur dan menggambarkan singkapan dan distribusi unit batu;
Menggambarkan formasi batuan, proses formal mendokumentasikan ketebalan, lithology,
singkapan, distribusi, hubungan kontak formasi lain
Pemetaan distribusi unit batu, atau unit
Deskripsi batuan inti (dibor dan diambil dari sumur eksplorasi selama hidrokarbon)
Sequence stratigraphy
Menjelaskan perkembangan unit batu dalam baskom
Menggambarkan lithology dari batu;
Petrologi dan petrography; khususnya pengukuran tekstur, ukuran butir, bentuk butiran
(kebulatan, pembulatan, dll), pemilahan dan komposisi sedimen
Menganalisis geokimia dari batu
Geokimia isotop, termasuk penggunaan penanggalan radiometrik, untuk menentukan usia
batu, dan kemiripan dengan daerah sumber.
Lingkungan Sedimen dan Fasies
Lingkungan pada semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi oleh proses fisika
dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah kondisi itu pada waktu itu.
Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat mencirikan proses-proses ini.
Sebagai contoh, lingkungan fluvial (sungai) termasuk saluran (channel) yang membawa
dan mengendapkan material pasiran atau kerikilan di atas bar di dalam channel (Gambar
1.4). Ketika sungai banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus melewati daerah
limpah banjir (floodplain) dimana sedimen ini diendapkan dalam bentuk lapis-lapis tipis.
Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh di daerah floodplain. Dalam satu rangkaian batuan
sedimen (Gambar 1.5) channel dapat diwakili oleh lensa batupasir atau konglomerat yang
menunjukkan struktur internal yang terbentuk oleh pengendapan pada bar channel. Setting
floodplain akan diwakili oleh lapisan tipis batulumpur dan batupasir dengan akar-akar dan
bukti-bukti lain berupa pembentukan tanah. Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam
lingkungan pengendapan, istilah fasies sering digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh
batuan yang berciri khusus yang mencerminkan kondisi terbentuknya (Reading & Levell
1996). Mendeskripsi fasies suatu sedimen melibatkan dokumentasi semua karakteristik
litologi, tekstur, struktur sedimen dan kandungan fosil yang dapat membantu dalam
menentukan proses pembentukan. Jika cukup tersedia informasi fasies, suatu interpretasi
lingkungan pengendapan dapat dibuat. Lensa batupasir mungkin menunjukkan channel
sungai jika endapan floodplain ditemukan berasosiasi dengannya. Namun bagaimanapun,
channel yang terisi dengan pasir terdapat juga di dalam setting lain, termasuk delta,
lingkungan tidal dan lantai laut dalam. Pengenalan channel yang terbentuk bukanlah dasar
yang cukup untuk menentukan lingkungan pengendapan. Fasies pengendapan batuan
sedimen dapat digunakan untuk menentukan kondisi lingkungan ketika sedimen
terakumulasi.

Suatu lingkungan sedimen modern: channel sungai pasiran dan floodplain bervegetasi
(dekat Morondava, di bagian barat Madagascar).
Lingkungan Sedimen Modern dan Tua
Kombinasi proses fisika, kimia dan biologi yang bekerja dalam setiap tempat dan setiap
waktu adalah hal unik, produk proses-proses ini jenisnya tak terhingga. Dari sudut pandang
ilmu pengetahuan objektif, proses yang menentukan pembentukan batuan sedimen harus
diteliti berurutan untuk menentukan proses fisika yang terdapat di dalam lingkungan, sifat
kimiawi air, dan sebagainya. Untuk tujuan pelatihan kita dapat mempertimbangkan
sejumlah lingkungan prinsip yang memiliki karakterisitk yang dapat dikenali. Kategori-
kategori lingkungan ini terdiri dari anggota-anggota terakhir dan berada di sepanjang
spektrum setting pengendapan. Kemungkinan keberagaman dari karakter ‘tipikal’
lingkungan tertentu tidak ada habisnya dan juga mungkin ada situasi peralihan atau
menengah (intermediate) di antara dua setting. Bahaya kesalahan interpretasi (pigeon-
holing) harus selalu dijaga dalam pikiran kita: suatu rangkaian batupasir tipis dan lapisan
batulumpur mungkin memiliki karakter umum pengendapan dalam setting laut dalam tapi
kehadiran rekahan-rekahan (dessication crack) dalam batulumpur akan menjadi bukti jelas
bahwa singkapan tersebut adalah singkapan darat (subaerial), tidak konsekuen dengan
pembentukan di dalam air dalam.
Cara untuk membahas lingkungan pengendapan adalah memulainya dari daerah
pegunungan dimana pelapukan dan erosi menghasilkan detritus klastik, dan turun hingga
dasar laut dalam. Karakter lingkungan kontinen, pantai (coastal) dan laut dangkal
diantaranya dipengaruhi oleh suplai detritus klastik, curah hujan, temperatur, produktivitas
biogenik, topografi di darat dan batimetri di laut. Beberapa proses mungkin sangat umum
dalam banyak lingkungan yang berbeda: pengendapan dari suspensi material berbutir
halus membentuk lapis lumpur yang mungkin terdapat di atas floodplain, di dalam danau,
laguna, teluk tersembunyi (sheltered bays), setting paparan bagian luar dan laut terdalam.
Proses-proses yang unik untuk setting tertentu: aliran bolak-balik (reversal) reguler
berkaitan dengan aksi tidal adalah ciri unik lingkungan laut dangkal dan pantai. Secara
umum, kombinasi proses-proses dapat merupakan karakter tiap-tiap setting pengendapan.
Asosiasi proses-proses pengendapan dapat merupakan karakteristik lingkungan
pengendapan yang berbeda dan memperkenankan kita mengenali sejumlah kategori
lingkungan utama.

Batuan sedimen yang diinterpretasikan sebagai endapan channel sungai (lensa batupasir di
bawah kaki) yang tergerus hingga batulumpur yang diendapkan di
Dengan dikemukannya doktrin uniformitarisme pada akhir abad ke 19 berdampak besar
sekali pada perkembangan ilmu sedimentologi ini. Hal ini terlihat jelas pada tulisan
beberapa penulis, seperti Sorby (1853) dan Lyell (1865) yang mengemukakan interpretasi
modern tentang struktur dan tekstur dari batuan sedimen. Sampai pertengahaan abad ke
20, sedimentologi lebih dikenal hanya sebatas pada studi di bawah mikroskop, terutama
untuk fosil. Dalam perioda itu mineral berat dan penghitungan secara petrografis (point
counting) berkembang dengan pesat. Secara serentak, para ahli stratigrafi menemukan
fosil-fosil kunci penunjuk umur batuan.
Para ahli geologi struktur mempunyai andil besar mendorong pengembangan ilmu
sedimentologi. Mereka menemui kesulitan dalam menentukan bagian atas dan bagian
bawah suatu lapisan yang sudah terlipat kuat sampai terjadi pembalikan lapisan. Beberapa
struktur sedimen seperti retakan (desiccation crack), silang siur dan perlapisan bersusun,
sangat edial untuk memecahkan persoalan ini (Shrock, 1948). Pada 1950an sampai awal
1960an berkembang konsep tentang arus turbit. Sementara itu ahli petrografi masih sibuk
menghitung zirkon dan ahli stratigrafi sibuk pula mengumpulkan fosil sebanyak-banyaknya,
ahli struktur geologi sudah mulai bertanya berapa tebal runtunan endapan turbit ini di
geosinklin. Pertanyaan ini menyibukan geologiawan untuk mengetahui hasil endapan turbit
pada setiap jenis.
Pendorong lain terhadap perkembangan sedimentologi datang dari perusahaan minyak,
dimana mereka mulai mencari jebakan stratigrafi. Pelopornya adalah American Petroleum
Institute dengan Project 51-nya, yang mempelajari secara multi disiplin dari sedimen
moderen di Teluk Meksiko. Kemudian kegiatan seperti ini diikuti oleh perusahaan lain,
universitas dan institusi oseanografi. Sehingga pada akhir 1960an sedimentologi sudah
kokoh menjadi suatu cabang ilmu pengetahuan sendiri.
Pada 1970an penelitian sedimentologi mulai beralih dari makroskopis dan fisik ke arah
mikroskopis dan kimia. Dengan perkembangan teknik analisa dan penggunaan
katadoluminisen dan mikroskop elektron memungkinkan para ahli sedimentologi
mengetahui lebih baik tentang geokimia. Perkembangan yang pesat ini memacu kita untuk
mengetahui hubungan antara diagenesa, pori-pori dan pengaruhnya terhadap evolusi
porositas dengan kelulusan batupasir dan batugamping.
Saat ini berkembang perbedaan antara makrosedimentologi dan mikrosedimentologi.
Makrosedimentologi berkisar studi fasies sedimen sampai ke struktur sedimen. Di lain fihak,
mikrosedimentologi meliputi studi batuan sedimen di bawah mikroskop atau lebih dikenal
dengan petrografi.

SEJARAH SEDIMENTOLOGI

Pemelajaran sedimen sebagai disiplin tersendiri, terpisah dari stratigrafi, dimulai dengan
terbitnya surat terbuka Henry Clifton Sorby (1879) kepada Presiden Geological Society of
London yang berjudul “On the structure and origin of limestones.”
Sorby memperkenalkan studi sayatan tipis sebagai salah satu teknik penelitian batuan
sedimen. Teknik itu kemudian digunakan sebagai salah satu teknik paling mendasar dalam
penelitian petrologi, baik penelitian petrologi batuan sedimen, maupun penelitian petrologi
batuan beku dan batuan metamorf.
Studi sayatan tipis kemudian lebih banyak dikembangkan oleh para ahli petrologi batuan
beku, khususnya para ahli petrologi Jerman seperti Rosenbusch dan Zirkel.
Sebaliknya, teknik itu justru agak diabaikan oleh para ahli yang menggeluti batuan sedimen.
Hal itu mungkin terjadi karena generasi ahli sedimen saat itu lebih terdidik sebagai ahli
stratigrafi, bukan ahli petrologi sedimen atau ahli sedimentologi. Namun, masih ada
beberapa orang yang dapat dipandang sebagai pengecualian, misalnya Lucien Cayeux dari
Perancis. Studi sayatan tipis batuan sedimen, yang pernah ditinggalkan, kini ini kembali
mendapat perhatian yang cukup serius dari kalangan
Pada akhir abad 19 serta awal abad 20, para ahli petrologi sedimen lebih banyak
menujukan perhatian pada pemelajaran mineralogi sedimen, khususnya mineral berat (BJ >
2,85).
Studi mineral berat umumnya dilakukan oleh para ahli Eropa. Hasil penelitian Illing (1916),
yang menunjukkan bahwa endapan sedimen dalam cekungan tertentu cenderung
mengandung kumpulan mineral berat tertentu, telah mendorong munculnya apa yang
disebut sebagai “korelasi mineral berat” (“heavy-mineral correlation”). Kegunaan mineral
berat sebagai “alat” korelasi dan penerapannya dalam korelasi bawah permukaan dalam
kegiatan eksplorasi migas telah menambah daya tariknya.
Puncak fasa perkembangan studi mineral berat ditandai dengan terbitnya Principles of
Sedimentary Petrography karya Milner (1922). Buku itu pernah dijadikan rujukan oleh para
ahli yang ingin mempelajari mineral detritus dalam pasir.
Makin lama pemelajaran mineral berat makin kurang diminati para ahli sedimen. Hal itu
terjadi karena:
(1)timbulnya keraguan akan kesahihan korelasi yang didasarkan pada kehadiran mineral
berat seperti yang diajukan oleh Sidowski dan Weyl;
(2)adanya perkembangan baru, yakni pemakaian mikrofosil dan well logs sebagai alat
korelasi bawah permukaan. Agaknya sebab kedua itulah yang “mengakhiri” era studi
mineral berat.
Pada 1919, thesis master C. K. Wentworth yang berjudul A Field and Laboratory Study of
Cobble Abrasion diterbitkan dalam Journal of Geology.
Wentworth, yang pada waktu itu merupakan mahasiswa pasca sarjana pada University of
Iowa, mengembangkan satu rancangan baru untuk meneliti material sedimen. Dia juga
mampu mendefinisikan kebundaran sebagai suatu sifat fisik partikel sedimen yang dapat
diukur.
Kuantifikasi sifat itu mampu menggantikan penilaian subjektif yang sebelum-nya digunakan
oleh para ahli sedimentologi dalam menentukan kebundaran.
Lebih jauh lagi, kuantifikasi memicu munculnya data kuantitatif serta memungkinkan
dilakukannya studi laboratorium terhadap proses sedimentasi, misalnya abrasi kerakal.
Dengan demikian, Wentworth membawa sedimentologi untuk memasuki era pengukuran
dan percobaan terkontrol.
Lahirnya geokimia sebagai cabang ilmu geologi baru menyebabkan munculnya metoda dan
data observasi baru mengenai berbagai hal yang banyak menarik perhatian para ahli
sedimentologi.
Sebagian besar penelitian geokimia pada mulanya diarahkan pada penelitian kuantitatif
untuk mengetahui penyebaran unsur-unsur kimia di alam, termasuk penyebarannya dalam
batuan sedimen. Lambat laun data tersebut menuntun para ahli untuk memahami apa yang
disebut sebagai siklus geokimia (geochemical cycle) serta penemuan hukum-hukum yang
mengontrol penyebaran unsur dan proses-proses yang menyebabkan timbulnya pola
penyebaran unsur seperti itu.
Baru-baru ini, kimia nuklir (nuclear chemistry) menyumbangkan sebuah “jam” dan
“termometer” yang pada gilirannya membuka era penelitian baru terhadap sedimen.
Unsur-unsur radioaktif, khususnya 14C dan 40K, memungkinkan dilakukannya metoda
penanggalan langsung terhadap batuan sedimen tertentu.
Metoda 14C, yang dikembangkan oleh Libby, dapat diterapkan pada endapan resen.
Metoda 40K/40Ar terbukti dapat diterapkan pada glaukonit, felspar autigen, mineral
lempung, dan silvit yang ditemukan dalam endapan tua. Analisis isotop dapat digunakan
untuk menentukan temperatur purba. Metoda Urey—berdasar-kan nisbah 16O/18O yang
merupakan fungsi dari temperatur—dapat dipakai untuk menaksir temperatur pembentukan
cangkang fosil yang ada dalam endapan bahari.
Berbagai kajian teoritis dan eksperimental tentang stabilitas mineral pada berbagai kondisi
oksidasi-reduksi (Eh) dan pH dilakukan oleh Garrels dan beberapa ahli lain (lihat Garrels &
Christ, 1965). Penelitian aspek-aspek geokimia sedimen banyak menambah pengertian kita
tentang endapan sedimen. Buku-buku yang membahas tentang topik-topik geokimia
sedimen antara lain adalah Geochemistry of Sediments karya Degens (1965) dan
Principles of Chemical Sedimentology karya Berner (1971).
Gambaran tiga dimensional untuk mempelajari sedimen resen mendorong orang untuk
meninjau lebih jauh geometri dan penampang vertikal sedimen, baik sedimen resen
maupun sedimen purba.
Bentuk dan dimensi endapan pasir merupakan salah satu hal yang banyak menarik
perhatian para ahli dan telah dijadikan tema simposium pada 1960 (Peterson & Osmond,
1961). Demikian pula dengan morfologi terumbu modern dan purba (lihat, misalnya, Reef
Issue pada Bullentin AAPG vol. 34, no. 2).
Kecenderungan untuk mempelajari struktur sedimen mendorong para ahli untuk memahami
cara pembentukannya. Karena banyak diantara struktur sedimen itu terbentuk oleh arus,
maka studi hidrodinamika proses pembentukan sedimen dan struktur sedimen kemudian
mendapat perhatian khusus.
Hal inilah yang mendorong terbitnya Primary Sedimentary Structures and Their
Hydrodynamic Interpretation (disunting oleh Middleton, 1965) serta sejumlah makalah
penting yang disusun oleh Allen (1969, 1970, 1971) dan beberapa ahli lain.
Ketertarikan pada geometri, urut-urutan vertikal, dan struktur sedimen menyebabkan
terjadinya perubahan besar dalam penelitian sedimen, yakni penekanan kembali
pentingnya studi mineralogi dan tekstur sedimen serta pengembangan studi struktur
sedimen, geometri, dan urut-urutan vertikal. Penelitian sedimen yang dipandang sebagai
bentuk fusi dari stratigrafi dan petrologi sedimen ini disebut sedimentologi (Doeglas, 1951).
Lahirnya sedimentologi telah menyebabkan bertambah luasnya ruang lingkup studi
sedimen: dari hanya sekedar studi lingkungan pengendapan menjadi studi cekungan.
Sejarah Sedimentologi Tahapan perkembangan Sedimentologi :

1.Tahap studi endapan sedimen sebagai satuan stratigrafi


2.Pengumpulan data batuan sedimen dan formulasi tafsiran-tafsiran tentatif
3.Lahirnya petrografi sedimen sebagai disiplin ilmu baru dengan penekanan pada studi
sayatan tipis sedimen purba dan analisis laboratorium mengenai tekstur dan mineralogi
sedimen lepas.
4.Studi tiga dimensi sedimen serta analisis lingkungan berdasarkan geometri, penampang
vertikal dan struktur sedimen. Perkembangan ini meliputi studi lapangan dan laboratorium
sehingga lebih tepat disebut sedimentologi.

APLIKASI SEDIMENTOLOGI
Sebagai ilmu pengetahuan sedimentologi sangat erat berhubungan dengan tiga ilmu dasar:
biologi, fisika mupun kimia. Biologi, yang mempelajari binatang dan tetumbuhan, dapat
mempelajari sisa kehidupan masa silam yang sudah menjadi fosil. Ilmu ini dikenal dengan
namapaleontologi. Paleontologi sangat bermanfaat dalam studi stratigrafi, terutama dalam
penentuan umur runtunan batuan berdasarkan kandungan fosilnya (biostratigrafi) dan
kaitannya dengan litostratigrafi. Hal ini sangat berguna bagi analisa struktur dan
sedimentologi regional. Selain itu paleontologi juga melukan studi lingkungan purba dimana
fosil itu hidup dan berhubungan dengan kehidupan lainnya. Studi lingkungan kehidupan
fosil secara mendalam akan dapat membantu mengetahui cuaca, musim, bahkan
kecepatan arus dan pengendapan batuan yang menyertai fosil tersebut.
Sedimentologi telah memberikan kontribusi ke berbagai bidang, baik dalam pemanfaatan
kekayaan alam maupun perekayasaan lingkungan. Banyak ahli sedimentologi datang dari
usaha minyak bumi dan sedikit dari usaha tambang lainnya.
Pada pekerjaan teknik sipil yang berhubungan dengan aliran air misalnya pelabuhan,
penahan erosi pantai, dan jaringan pipa di dasar laut, (Tabel 1.1) sangat membutuhkan
studi rinci tentang keadaan lokasi dimana bangunan itu akan ditempatkan. Studi ini meliputi
angin, arus gelombang, pasang surut dan sedimentasi serta sifat fisik batuannya.

APLIKASI
BIDANG TERKAIT
Konstruksi di laut
Jaringan pipa
Oseanografi
I.Lingkungan
Penahan erosi pantai
Dermaga dan pelabuahan
Penggalian dan terowongan
Indentifikasi lokasi
pembuangan limbah nuklir
Fondasi jalan raya
Geologi teknik
Landasan pacu pesawat terbang
Pasir, kerikil dan campuran
Penggalian
II. Penggalian
Pengambilan
Seluruh Batuan
Lempung
Batugamping
Geologi tambang
Batubara
Bijih sediment
B. Pengambilan
cairan dalam
pori-pori
Air
Hidrologi
Minyak bumi
Geologi minyak bumi
Gas
NILAI EKONOMIS DARI SEDIMEN
“Menurut data statistik yang ada saat ini, sekitar 85–90% produk mineral tahunan
berasal dari mineral sedimenter dan endapan bijih…” (Goldschmidt, 1937). Kenyataan itu
sudah cukup menjadi alasan untuk mempelajari sedimentologi.
Sedimen memiliki nilai ekonomis karena beberapa hal :
Merupakan wadah tempat dimana bahan bakar fosil (migas) serta air terkandung.
Merupakan material bahan bakar, misalnya batubara dan serpih minyak (oil shale).
Merupakan material baku industri keramik, semen portland, serta bahan bangunan.
Material tempat dimana mineral logam dan non-logam terakumulasi.

Nilai Ekonomis Dari Sedimen sangat penting artinya dalam dunia rekayasa dan
geomorfologi, terutama untuk memahami dan mengantisipasi fenomena erosi pantai,
pembuatan pelabuhan, manajemen dataran banjir, dan erosi tanah. Jadi, tidak salah bila
dikatakan bahwa untuk menjadi ahli geologi-ekonomi, seseorang pertama-tama harus
menjadi ahli sedimentologi.
Partikel Sedimen :
Jenis Partikel Sedimen 
Bentuk Partikel Sedimen; Sphericity dan Roundness 
Tekstur permukaan sediment permukaan 

Anda mungkin juga menyukai