PENDAHULUAN
Sehubungan dengan hal itu perguruan tinggi sebagai tempat untuk menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas, berkepribadian mandiri, dan memiliki
kemampuan intelektual yang baik merasa terpanggil untuk semakin meningkatkan mutu
mahasiswa lulusannya.
Untuk lebih mengenal lapangan pekerjaan yang sesuai bidang keahlian, maka sebelum
terjun ke dunia kerja yang sesungguhnya, program Praktek Kerja Lapangan ini dapat
dijadikan sebagai latihan mahasiswa dalam dunia kerja nantinya. Pada pelaksanaan
Praktik Kerja Lapangan ini mahasiswa dituntut untuk memadukan ilmu yang diperoleh
dalam mengikuti perkuliahan dengan kegiatan nyata yang ada di lapangan, yang mana
sangat diperlukan untuk menambah wawasan dan pengalaman, sehingga mahasiswa
tidak hanya terpaku pada teori saja, namun bersifat fleksibel dan realistis dengan situasi
yang dihadapinya dan dapat mengambil keputusan sesuai dengan kondisi wilayah kerja
1
dan kemampuannya. Dengan demikian pola pendidikan tahap sarjana yang diterapkan
dapat membekali mahasiswa dengan wawasan yang berkaitan dengan bidang teknik
dalam hal ini adalah teknik geolgi khususnya di dunia industri dan di masyarakat.
1. Menerapkan teori dan keterampilan praktis yang diperoleh dari bangku kuliah pada
instansi/perusahaan yang sebenarnya.
2. Menambah wawasan, karena dengan melaksanakan Praktik Kerja Lapangan maka
mahasiswa akan mendapatkan gambaran kerja yang sesungguhnya dan
memungkinkan pula mendapatkan pengalaman yang selama ini belum didapatkan.
3. Sebagai bekal untuk mempersiapkan diri sebelum terjun dalam dunia kerja.
4. Membandingkan antara teori dan praktik, apakah teori yang diperoleh sesuai
dengan penerapan dan mengetahui apakah mata kuliah yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan instansi/perusahaan.
1.3 Manfaat
2
1.3.2 Bagi Universitas Mulawarman (khususnya Program Studi Teknik Geologi)
1. Dapat menerapkan ilmu yang diperoleh dari bangku kuliah dan mengetahui
perbandingan antara ilmu pengetahuan di bangku kuliah dengan dunia kerja.
2. Dapat menguji kemampuan pribadi baik dari segi disiplin ilmu maupun sosialisasi
hidup bermasyarakat.
3. Memperdalam dan meningkatkan keterampilan serta daya kreatif diri yang sesuai
dengan lingkungan di masa yang akan datang.
4. Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman serta generasi terdidik untuk
dapat terjun ke dalam masyarakat terutama di lingkungan dunia kerja.
3
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
2.1 Fisiografi Regional
Menurut Van Bemmelen (1949) pulau Kalimantan dibagi menjadi beberapa zona
fisiografi , yaitu :
4
Pada pertengahan zaman Tersier, dalam Cekungan Kutai, banyak terbentuk batuan
sedimen, baik yang terbentuk dalam lingkungan laut dalam, laut dangkal, laguna, delta
ataupun yang terbentuk lingkungan transisi dan paparan.
Pada beberapa lingkungan pengendapan tertentu (transisi dan delta) banyak terbentuk
lapisan - lapisan batubara dalam berbagai ketebalan, karakteristik, kualitas dan pola
struktur yang mempengaruhinya, bersama - sama dengan batuan sedimen pembawa
batubaranya (coal bearing formation). Didaerah ini lapisan batuan pembawa batubara
berupa lapisan batulempung karbonan dan batulanau karbonan.
Cekungan Kutai dibatasi dibagian utara oleh suatu daerah tinggian batuan dasar yang
terjadi pada oligosen (chumbers dan moss, 2000), yaitu tinggian mengkalihat dan sesar
sengkulirang yang memisahkannya dengan cekungang Tarakan. Dibagian timur barat,
cekungan dibatasi tinggian kucing ( Central Kalimantan Range) yang berumur kapur
(Chambers dan Moss, 2000). Dibagian tenggara cekungan ini, terdapat paparan
Pertenoster yang dipisahkan oleh gugusan Gunung Maratus. Di bagian selatan cekungan
ini, dijumpai Cekungan Barito yang dipisahkan oleh sesar Adang. Dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
5
Pembagian bentuk permukaan bumi Samarinda berdasarkan tipe morfologinya dapat
dikelompokkan dalam 7 (tujuh) deskripsi sebagai berikut :
Daerah patahan yakni patahan menurun dan kasar, dengan permukaan yang besar
dengan kemiringan tanah sangat bervariasi. Daerah patahan di Kota Samarinda
seluas 295,26 Km2 dengan persentase 41,12 %, merupakan daerah terluas di Kota
Samarinda.
Daerah rawa pasang surut (tidal swamp) yaitu daerah dataran rendah di tepi pantai
yang selalu dipengaruhi pasang surut air laut dan ditumbuhi hutan mangrove dan
nipah, bentuk wilayah datar dengan variasi lereng kurang dari 2 % dan perbedaan
tinggi kurang dari 2 meter.
Daerah dataran alluvial (alluvial plain) yaitu daerah dataran yang terbentuk dengan
proses pengendapan, baik di daerah muara maupun daerah pedalaman. Kota
Samarinda memiliki daerah alluvial seluas 94,79 Km2 atau 13,20 % dari luas Kota
Samarinda.
Daerah berombak/bergelombang yakni daerah dengan konfigurasi medan berat
ditandai dengan penyebaran daerah perbukitan 8,15 %. Daerah berombak di Kota
Samarinda seluas 96,36 Km2, sedangkan daerah bergelombang seluas 15,27 Km2.
Daerah dataran (plain) yaitu daerah endapan, dataran karst, dataran vulkanik,
dataran batuan beku, dataran basalt dengan bentuk wilayah bergelombang sampai
berbukit, variasi lereng 2 sampai 15,94 % dengan beda ketinggian kurang dari 50
meter. Kota Samarinda memiliki daerah dataran yang cukup luas setelah daerah
patahan, yaitu seluas 105,24 Km2 atau sebesar 14,66 %.
Daerah berbukit (hill) yaitu daerah bukit endapan dan ultra basa, sistem punggung
sedimen, metamorf dan kerucut vulkanik yang terpotong dengan pola drainase
radial. Bentuk wilayah bergelombang sampai agak bergunung, variasi lereng 16
sampai 60 %, dengan beda ketinggian antara 50 sampai 150 meter. Daerah berbukit
merupakan daerah yang paling jarang ditemui di Kota Samarinda karena hanya
seluas 6,34 Km2 atau sebesar 0,88 % dari wilayah Kota Samarinda.
Daerah sungai (river). Daerah ini berfungsi sebagai daerah reterdam, daerah
pengendali atau waterponds.
6
Van Bemmelen (1949), mengelompokkan fisiografi Pulau Kalimantan menjadi 5 zona,
yang meliputi : Zona Cekungan Kutai, Zona Tinggian Kuching, Zona Blok Schwaner,
Zona Cekungan Pasir Selatan dan Zona Blok Paternosfer. Dari barat ke timur Cekungan
Kutai secara fisiografis dibagi menjadi 3 zona geomorfologi yang memanjang dari utara
ke selatan (Nuay, 1985 dalam Rose dan Hartono, 1978) (lihat Gambar 3.1). Zona – zona
tersebut meliputi :
c. Pada bagian timur adalah kompleks Sinklinorium Delta Mahakam yang membentuk
perbukitan lemah sampai dataran delta yang memiliki potensi minyak bumi yang besar
dan berkembang terus ke arah timur (BEICIP,1977).
Sedimen - sedimen Tersier yang diendapkan di Cekungan Kutai bagian timur adalah
tebal sekali dengan fasies pengendapan yang berbeda-beda sehingga didalam pustaka -
pustaka ditemukan nama - nama formasi endapan yang berbeda satu sama lainnya (lihat
Gambar 3.2). Namun demikian, keseluruhan lapisan sedimen memperlihatkan siklus
genanglaut – susutlaut seperti halnya cekungan – cekungan lainnya di Indonesia bagian
barat (Schlumberger, 1986).
Sedimen Cekungan Kutai telah diendapkan sejak awal Tersier dan mengisi cekungan
terus – menerus dari barat ke arah timur. Ketebalan sedimen paling maksimum (pusat
pengendapan) mengalami perpindahan ke arah timur secara menerus menurut waktu
dan ketebalan maksimum dari sedimen. Pada akhir Miosen hingga Resen terletak pada
7
bagian lepas pantai dari cekungan (Billman dan Kartaadiputra, 1974 dalam Allen,
1998). Paket sedimen terbentuk pada sebuah seri pengendapan. Pengendapan ini
berkembang menjadi grup dari formasi pada regresi laut ke arah timur.
Urutan regresif di Cekungan Kutai mengandung lapisan – lapisan klastik deltaik hingga
paralik yang mengandung banyak lapisan – lapisan batubara dan lignit, sehingga
merupakan kompleks delta yang terdiri dari siklus endapan delta. Tiap siklus dimulai
dengan endapan paparan delta (delta plain) yang terdiri dari endapan rawa (marsh),
endapan alur sungai (channel), point bar, tanggul – tanggul sungai (natural levees) dan
crevasse splay. Di tempat yang lebih dalam diendapkan sedimen delta front dan
prodelta. Kemudian terjadi transgresi dan diendapkan sedimen laut di atas endapan
paparan delta. Disusul adanya regresi dan sedimen paparan delta diendapkan kembali di
atas endapan delta front dan prodelta. Siklus – siklus endapan delta ini terlihat jelas di
Cekungan Kutai dari Eosen hingga Tersier Muda prograding dari barat ke timur.
Ditandai oleh pengendapan Formasi Pamaluan, Formasi Bebulu (Miosen Awal –
Miosen Tengah), Formasi Pulau Balang, Formasi Balikpapan (Miosen Tengah),
Formasi Kampung Baru (Miosen Akhir – Pliosen) dan endapan rawa yang merupakan
endapan Kuarter.
Urut – urutan stratigrafinya dari tua ke muda menurut Supriatna, dkk adalah sebagai
berikut:
Formasi Pamaluan memperlihatkan ciri litologi serpih dengan sisipan batupasir kuarsa
dan batubara. Berbeda dengan formasi-formasi sedimen Tersier yang lebih tua, Formasi
Pamaluan tersingkap pada daerah yang luas, menempati daerah topografi rendah.
8
Berdasarkan kandungan fosil pada serpih, menunjukkan lingkungan pengendapan litoral
– supralitoral. Umurnya tidak lebih tua dari Oligosen. Diatasnya diendapkan
batugamping Formasi Bebulu.
Dari litologi penyusun Formasi Pamaluan terlihat bahwa bagian bawah formasi ini
diendapkan dalam lingkungan paparan delta (delta plain) dengan terdapatnya batubara.
Kemudian terjadi transgresi, lingkungan berubah menjadi pantai dengan diendapkannya
batugamping Formasi Bebulu yang memiliki hubungan menjemari pada bagian atas
Formasi Pamaluan (Supriatna dkk, 1995).
Formasi Bebulu diambil dari nama Sungai Bebulu, yaitu sebuah sungai kecil yang
berada 45 km arah tenggara dari Balikpapan (Umbgrove, 1927), dengan litologi
penyusunnya terdiri dari batugamping terumbu dengan sisipan batugamping pasiran dan
serpih warna kelabu, padat, mengandung foraminifera besar, berbutir sedang. Setempat
batugamping menghablur, terkekar tak beraturan. Serpih, kelabu kecoklatan berselingan
dengan batupasir halus kelabu tua kehitaman.
Nama Formasi ini diambil dari nama Pulau Balang, yaitu suatu pulau yang berada ± 8
km ke arah timurlaut dari Teluk Balikpapan (Rutten, 1914). Formasi ini dapat
dibedakan dari formasi lainnya karena perlapisannya sangat bagus dan relatif resisten
terhadap pelapukan dibandingkan formasi – formasi lain, sehingga formasi ini mudah
dikenali dari citra satelit.
Menurut Ismoyowati, 1982, Formasi Pulau Balang terdiri dari perselingan antara
batupasir dan batulanau dengan sisipan batugamping dan batulempung. Batugamping
mengandung foraminifera, fragmen – fragmen bivalve dan alga pada sebuah mikritik
matriks. Batupasir terdapat pada lapisan yang tipis – tebal dengan struktur cross
9
bedding dan burrow. Batupasir didominasi oleh mineral kuarsa, berwarna abu-abu
terang hingga putih, ada yang rapuh dan keras, setempat karbonatan dengan ukuran
butir halus – kasar. Pada bagian bawah dari lapisan ini terdapat sedikit lapisan tipis
batupasir dan batubara.
Sedangkan Supriatna dkk, 1995 menyatakan bahwa formasi ini terdiri dari litologi
berupa perselingan antara graywacke dengan batupasir kuarsa dengan sisipan
batugamping, batulempung, batubara dan tuff dasit. Batupasir graywacke, kelabu
kehijauan, padat, tebal lapisan antara 50 – 100 cm. Batupasir kuarsa, kelabu kemerahan,
setempat tufan dan gampingan, tebal lapisan antara 15 – 60 cm. Batugamping, coklat
muda kekuningan, batugamping ini terdapat sebagai sisipan dan lensa dalam batupasir
kuarsa, tebal lapisan 10 – 40 cm. Batulempung, kelabu kehitaman, tebal lapisan 1 – 2
cm. Setempat berselingan dengan batubara, tebal ada yang mencapai 4 m. Tufa dasit,
putih merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa.
Di Sungai Loa Haur mengandung foraminifera besar antara lain Austrotrilina howchini,
Borelis sp., Lepidocyclina sp., Miogypsina sp., menunjukkan umur Miosen Tengah
dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. (Supriatna dkk, 1995).
Ditemukannya fragmen batubara pada batuan yang ada pada formasi ini menunjukkan
bahwa adanya pengangkatan di daerah barat dimana endapan batubara berumur tua
tererosi yang kemudian diendapkan kembali pada Formasi Pulau Balang. Pengangkatan
ini menyebabkan terjadinya prograding delta ke timur pada Miosen Tengah.
10
Formasi Balikpapan terdiri dari beberapa siklus endapan delta yang disusun oleh litologi
yang terdiri dari perselingan batupasir dan lempung dengan sisipan lanau, serpih,
batugamping dan batubara. Batupasir kuarsa, putih kekuningan, tebal lapisan 1 – 3 m,
disisipi lapisan batubara tebal 5 – 10 cm. Batupasir gampingan, coklat, berstruktur
sedimen lapisan bersusun dan silangsiur, tebal lapisan 20 – 40 cm, mengandung
foraminifera kecil, disisipi lapisan tipis karbon. Lempung, kelabu kehitaman, setempat
mengandung sisa tumbuhan, oksida besi yang mengisi rekahan - rekahan setempat
mengandung lensa-lensa batupasir gampingan. Lanau gampingan, berlapis tipis, serpih
kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping pasiran mengandung foraminifera besar,
moluska, menunjukkan umur Miosen Akhir bagian bawah – Miosen Tengah bagian
atas. Lingkungan pengendapan Perengan “paras delta – dataran delta”, tebal 1000 –
1500 m. Formasi ini memiliki hubungan bersilang jari dengan Formasi Pulau Balang
(Supriatna dkk, 1995).
Terdiri dari batupasir kuarsa dengan sisipan lempung, serpih, lanau dan lignit, pada
umumnya lunak, mudah hancur. Batupasir kuarsa, putih, setempat kemerahan atau
kekuningan, tidak berlapis, mudah hancur, setempat mengandung lapisan tipis oksida
besi atau konkresi, tuffan atau lanau dan sisipan batupasir konglomeratan atau
konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih merah dan lempung, diameter
0,5 – 1 cm, mudah lepas. Lempung, kelabu kehitaman mengandung sisa tumbuhan,
kepingan batubara, koral. Lanau, kelabu tua, menyerpih, laminasi. Lignit, tebal 1 – 2 m.
Diduga berumur Miosen Akhir – Plio Plistosen, lingkungan pengendapan delta – laut
dangkal, tebal lebih dari 500 m. Formasi ini menindih selaras dan setempat tidak selaras
terhadap Formasi Balikpapan. (Supriatna dkk, 1995).
Menurut Allen, 1984, bagian bawah Formasi Kampung Baru terdapat batugamping
yang juga merupakan siklus pengendapan delta, dengan dimulainya suatu transgresi
setelah pengendapan Formasi Balikpapan. Kemudian disusul endapan dataran delta
yang terdiri atas batupasir kasar hasil endapan channel dengan batulempung dan
batubara.
11
Terdiri dari kerikil, pasir dan lumpur terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi
Kampung Baru pada lingkungan sungai, rawa, delta dan pantai. Pengendapannya masih
terus berlangsung hingga sekarang (Supriatna dkk, 1995).
Struktur geologi Cekungan Kutai yang berkembang adalah perlipatan yang relatif
sejajar dengan garis pantai timur daerah Kalimantan Timur. Pada bagian utara
Cekungan Kutai, pola umum perlipatan mempunyai arah utara – selatan sedangkan
Cekungan Kutai bagian selatan berarah baratdaya – timurlaut.
Guntoro (1998), menyatakan bahwa tatanan tektonik yang ada pada Cekungan Kutai
dapat dilihat sebagai hasil dari interaksi antara lempeng Pasifik, Australia, dan Eurasia,
yang ditunjukan pada (Gambar 2.3)
12
progradasi sungai Proto-Mahakam. Pengendapan Cekungan Kutai didominasi oleh
endapan prodelta dan serpih yang terdapat di slope.
13
BAB III
PELAKSANAAN PKL
14
3.3 Jadwal Pelaksanaan
1. Pelaksanaan PKL akan dibagi dalam beberapa tahapan kegiatan antara lain:
a. Pengarahan pelaksanaan PKL oleh dosen pembimbing
b. Pengarahan pelaksanaan PKL oleh pimpinan PT. INDONESIA PRATAMA
c. Pelaksanaan kegiatan PKL di lapangan
d. Pembuatan laporan PKL beserta bimbingan laporan
e. Penyerahan laporan PKL di PT. INDONESIA PRATAMA
2. Pada proses pelaksanaan PKL di lapangan pihak PT. INDONESIA PRATAMA
mempunyai wewenang penuh terhadap proses pendidikan mahasiswa, terutama
penyerapan pengetahuan aplikatif di PT. INDONESIA PRATAMA
3. Setelah PKL di lapangan selesai mahasiswa wajib membuat laporan PKL yang
dibimbing oleh dosen pembimbing PKL.
4. Penilaian PKL terdiri dari dua unsur, yaitu penilaian dari pihak PT. INDONESIA
PRATAMA dan pihak Jurusan Teknik Geologi Universitas Mulawarman, yang
akan dilakukan oleh seorang dosen penguji.
15
1.1 Tabel Perencanaan Jadwal Pelaksanaan PKL
Keterangan :
Jadwal dan kegiatan ini bersifat fleksible, dan dapat berubah-ubah sewaktu-waktu sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pihak perusahaan.
16
BAB III
PENUTUP
Kegiatan PKL merupakan sarana untuk meningkatkan disiplin ilmu yang dapat
menggali wawasan dan pengetahuan mahasiswa, karena mahasiswa akan menerima hal
yang berbeda dengan yang diterima di bangku perkuliahan. Dengan dilaksanakan
kegiatan PKL ini, diharapkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia semakin
meningkat. Selain itu juga diharapkan terjalin kerja sama yang baik antara pihak
instansi/perusahaan dengan Universitas Mulawarman, guna mendukung kegiatan PKL
mendatang yang merupakan kegiatan periodik.
Demikian proposal ini kami buat dan kami ajukan. Besar harapan kami semoga
proposal yang kami ajukan dapat disetujui dan diterima. Kami berharap pelaksanaan
Praktik Kerja Lapangan di PT. INDONESIA PRATAMA dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang berkaitan. Apabila ada suatu hal yang belum dikemukakan dan terdapat
ketidaksesuaian jadwal atau hal lain maka proposal ini dapat diubah sesuai kesepakatan
beserta situasi dan kondisi (jadwal bisa berubah sewaktu-waktu, bersifat fleksibel).
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
19
Biodata
Pelaksana Praktik Kerja Lapangan
20
3. Nama : Agung Prasetyo
Nim : 1609085042
Tempat, Tanggal Lahir : Kebumen, 01 Agustus 1996
Alamat : Dusun Telaga Kencana RT.14 Kelurahan Manunggal
Jaya, Kecamatan Tenggarong Seberang.
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki - Laki
No. Telepon : 082340398787
E-mail : apras7054@gmail.com
Jurusan : Teknik Geologi
Program Studi : S1 Teknik Geologi
Fakultas : Teknik
Universitas : Mulawarman
21
22