Anda di halaman 1dari 64

VIII

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerja praktik adalah salah satu mata kuliah prasyarat dalam kurikulum
akademik di Program Studi Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Kebumian
dan Energi dengan bobot akademis 1 sks yang wajib ditempuh oleh mahasiswa
Teknik Perminyakan Program Strata 1 (S1) di Universitas Trisakti Jakarta.
Melalui kerja praktik mahasiswa diharapkan tidak hanya mengerti tentang
pelaksanaan kerja secara teoritis, tetapi juga dapat mengerti aplikasinya di
lapangan. Kerja Praktik (KP) ini merupakan sebagian visualisasi dari mata kuliah
yang telah ditempuh seperti teknik pengeboran, teknik produksi, dan teknik
reservoir.
Pembangunan di Indonesia yang berlangsung begitu pesat di segala bidang
mengharuskan terlahirnya SDM yang berkompeten dan berkualitas, sehingga
kekayaan sumber daya alam (SDA) termasuk komoditas migas dapat dikelola
dengan baik. Minyak bumi dan gas merupakan sumber daya alam yang saat ini
menjadi tulang punggung bagi ketersediaan energi di dunia karena sebagian besar
aktivitas dan kebutuhan manusia membutuhkan energi tersebut. Perkembangan
ilmu dan teknologi dalam dunia Teknik Perminyakan yang semakin canggih
menuntut mahasiswa Teknik Perminyakan untuk memahami aplikasi dari teori-
teori yang telah dipelajari dan mengetahui perkembangan teknologi perminyakan
tersebut, khususnya yaitu: aspek reservoir, pengeboran, dan produksi , serta dalam
rangka peningkatan wawasan keilmuan perminyakan yang menunjang bagi
mahasiswa.
PT Medco E&P INDONESIA merupakan industri yang kami pilih untuk
melaksanakan kerja praktik. PT Medco E&P INDONESIA merupakan perusahaan
Indonesia yang telah mendunia dan berfokus pada kegiatan eksplorasi minyak dan

1
gas, pengembangan dan produksi, serta power generator yang berfokus pada
eksplorasi sumber daya baru, dan terus berupaya melakukan peningkatan dalam

2
bisnisnya. Beberapa kriteria yang kami pertimbangkan untuk memilih PT Medco
E&P INDONESIA sebagai tempat kerja praktik, antara lain

1. Industri yang dipilih melakukan pengolahan bahan mentah menjadi bahan jadi
atau setengah jadi.
2. Industri yang dipilih memiliki unit-unit proses dan operasi.
3. Industri yang dipilih memiliki unit-unit pengolahan air dan pembangkit tenaga
listrik.
Atas berbagai pertimbangan tersebut, kami menetapkan PT Medco E&P
INDONESIA sebagai lokasi kerja praktik.

1.2 Tujuan

1. Untuk memenuhi salah satu kurikulum pada Program Studi Teknik


Perminyakan, Fakultas Teknologi Kebunian dan Energi, Universitas
Trisakti.
2. Mengetahui secara langsung bentuk, fungsi, maupun cara kerja dari
peralatan yang yang digunakan dan menambah pengalaman kerja di
lapangan.
3. Mengetahui proses pengolahan data mulai dari pengambilan data di
lapangan sampai menganalisis data yang telah didapatkan di lapangan
menjadi suatu kesimpulan tertentu.
4. Mempelajari kinerja alat secara umum pada unit yang ada di lapangan.
5. Memberikan laporan tertulis tentang hasil orientasi penulis selama
menjalani Program Kerja Praktek di PT Medco E&P Indonesia.
6. Menambah pengalaman praktik di lapangan dan mampu mengaplikasikan
semua teori kuliah sehingga dapat digunakan sebagai bekal di kemudian
hari.
7. Dapat mengaplikasikan teori dan konsep-konsep dalam perkuliahan
Teknik Reservoir, Teknik Pengeboran, Teknik Produksi, dan seluruh
praktikum yang telah diberikan.
1.3 Pembatasan Masalah
Pada penelitian yang dilakukan, pembatasan masalah dibatasi pada :

1. Pengenalan dan prinsip kerja peralatan yang berada di lapangan.


2. Pengolahan dan analisis terhadap data Reservoir Surveillance.
BAB II
TINJAUAN UMUM LAPANGAN

2.1 Geologi Regional


Cekungan Sumatera Selatan terletak antara Paparan Sunda di sebelah timur
laut dan Pegunungan Bukit Barisan di sebelah barat daya. Batas cekungan di
sebelah barat laut dan barat adalah Pegunungan Tiga Puluh dan Pegunungan Dua
Belas, sedangkan batas tenggara dan timur adalah Tinggian Lampung.
Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang (Back Arc
Basin) yang terbentuk akibat interaksi antara Lempeng Hindia-Australia dengan
Lempeng Mikro Sunda. Cekungan ini dibagi menjadi 4 (empat), sub Cekungan
Jambi, sub Cekungan Palembang, sub Cekungan Palembang Selatan dan
Subcekungan Palembang Tengah.
Sedimen tersier yang menempati Cekungan Sumatera Selatan berturut-turut
dari yang tua ke yang muda adalah Pre-Tertiary Complex, Formasi Lahat (Kikim
Tuff), Formasi Lemat, Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Telisa,
Formasi Palembang Bawah (Lower Palembang), Formasi Palembang Tengah
(Middle Palembang), dan Formasi Palembang Atas (Upper Palembang). Cekungan
ini tersusun dari sedimen Tersier yang terletak tidak selaras (unconformity) di atas
permukaan metamorfic Pre-Tersier dan batuan beku.

2.1.1 Stratigrafi Regional


Cekungan Sumatera Selatan adalah cekungan yang asimetris. Secara regional
pengendapan Tersier di cekungan ini berlangsung dalam siklus transgresi dan
regresi yang dimulai pada awal Tersier. Endapan klastik darat yang terbentuk pada
awal Tersier tersebut mengisi dan menutupi daerah horst dan graben.
Selanjutnya endapan-endapan deltaik dan marine yang dihasilkan selama
Oligosen atas sampai Miosen Tengah menutupi daerah ini dengan ketebalan yang
sangat bervariasi. Pengendapan dalam fase transgresi menghasilkan Formasi Lahat,

4
Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi Telisa.

6
Berikut merupakan gambar peta stratigrafi Cekungn Sumatra Selatan
berdasarkan pengendapannya

Gambar 2.1
Cekungan Sumatra Selatan

2.1.2 Struktur Regional


Sejarah tektonik dan struktur Sumatera Selatan tidak terlepas dari
pembentukan kerangka dasar Pulau Sumatera. Sumatera merupakan bagian dari
Dataran Sunda yang sebagian kecil dari suatu benua. Menurut Harsa (1975),
Sumatera telah mengalami empat masa tektonik yang berpengaruh terhadap
pembentukan dan perkembangan struktur Cekungan Sumatera Selatan. Cekungan
ini tersusun dari sedimen Tersier yang terletak tidak selaras (unconformity) di atas
permukaan metamorphic Pre-Tersier dan batuan beku.
Hal ini mengakibatkan deformasi serta peralihan pada batuan yang telah
terbentuk. Deformasi yang terjadi menghasilkan orientasi struktur pada perlapisan
batuan Paleozoikum dan Mesozoikum tengah dengan arah barat laut-tenggara, yaitu
pada arah lipatan dan sesar. Disamping itu juga terdapat sesar yang berarah
timurlaut-barat daya. Menurut Harsa (1975), kedua sesar yang mempunyai arah
yang berbeda tersebut mungkin disebabkan oleh deformasi memutar.
Tektonik berikutnya terjadi pada Kapur Akhir dan Tersier Awal. Selama
masa ini terbentuk sesar dan lekuk yang berarah utara-selatan. Orientasi ini kira-
kira sejajar dengan perkembangan transform fault yang terjadi. Sesar berarah utara-
selatan ini dapat dijumpai dalam Cekungan Sumatera Selatan.
Pada Tersier Awal, kegiatan sesar terhenti dan seluruh daerah mulai menurun,
disusul pengisian sedimen ke dalam lekuk secara bertahap, termasuk penimbunan
topografi basement. Beberapa sesar tua masih aktif selama proses pengendapan
tesebut. Masa tektonik yang terjadi pada Miosen Tengah menyebabkan
pangangkatan pegunungan Bukit Barisan. Selama pengangkatan tersebut terjadi
perlipatan dan pensesaran terutama di Cekungan Sumatera Selatan. Gerakan
tektonik pada masa tersebut menghasilkan lipatan yang berarah timurlaut-
baratdaya.

Gambar 2.2
Struktur Geologi Daerah Penelitian
Dalam masa tektonik Plio-Plistosen terjadi lagi pengangkatan Pegunungan Bukit
Barisan yang menghasilkan Sesar Semangko yang berkembang sepanjang
Pegunungan Bukit Barisan. Gerakan vertikal dari sesar tersebut menghasilkan
struktur miring terban sepanjang Pegunungan Bukit Barisan dimulai dari Pra-
Tersier sampai Tersier.
Namun, gerakan horizontal terjadi pada Plistosen Awal sampai sekarang, dan
mempengaruhi Cekungan Sumatera sehingga sesar-sesar baru yang hampir sejajar
dengan sesar Semangko berkembang di daerah ini.

2.1.3 Sejarah Geologi Regional


Sejarah geologi regional yang terjadi pada Pre-Paleozoik Akhir di Sumatera
masih sangat sulit untuk dijelaskan karena kurangnya data terutama dari rock
dating. Interpretasi sejarahnya dilihat dari penyebaran batuan yang terbentuk pada
Paleozoik Akhir-Mesozoik. Sedangkan sejarah pada periode Tersier lebih mudah
karena batuan dan struktur yang ada lebih lengkap serta lebih mudah diukur dan
dipetakan.
Sejarah tektonik Cekungan Sumatera Selatan dimulai dari pertengahan
Mesozoik sampai Resen dapat dibagi menjadi 4 komponen utama :
1. Orogenesa Mesozoik Tengah (The Mid-Mesozoic Orogeny)
2. Proses tektonik pada Cretaceous Akhir (?) sampai Tersier Awal (?)
3. Sedimentasi Tersier (Deposition of The Sedimentary section)
4. Orogenesa Plio-Plistosen (The Plio-Plistocene Orogeny)
Sejarah tektonik di Sumatera dipengaruhi oleh pergerakan dan tumbukan yang
terjadi di Samudera Hindia dan Lempeng Asia Tenggara.
BAB III
TEORI DASAR

Hal utama yang harus diperhatikan dalam memproduksikan suatu sumur


adalah “laju produksi”, besarnya harga laju produksi (q) yang diperoleh harus
merupakan laju produksi optimum. Dua hal pokok yang mendasari teknik produksi
adalah:
1. Gerakan fluida dari formasi ke dasar sumur melalui media berpori
2. Gerakan fluida dari dasar sumur ke permukaan melalui media pipa.

Gambar 3.1
Komponen Aliran dalam Pipa

Gerakan fluida dari formasi ke dasar sumur akan dipengaruhi oleh


a. Sifat-sifat fisik batuan dan fluida reservoir disekitar lubang bor.
b. Gradien tekanan antara reservoir dan lubang bor.
Kedua faktor diatas akan menentukan besarnya kemampuan reservoir untuk
mengalirkan fluida ke dasar sumur yang disebut Inflow Performance Relationship
(IPR). IPR adalah gambaran tentang kemampuan sumur yang bersangkutan untuk
memproduksikan fluida.
Harga PI yang diperoleh dari tes atau dari peramalan merupakan gambaran
kualitatif mengenai kemampuan suatu sumur untuk berproduksi. Harga PI dapat
dinyatakan secara grafis melalui grafik IPR. Sementara PI (Productivity Index)
adalah angka penunjuk (index) yang digunakan untuk menyatakan kemampuan
produksi suatu sumur pada kondisi tertentu. Secara definisi PI adalah
perbandingan antara laju produksi yang dihasilkan suatu sumur terhadap
perbedaan tekanan (drawdown) antara tekanan static (Ps) dengan tekanan pada saat
terjadi aliran (Pwf) di dasar sumur.

3.1 Produksi Sumur


Untuk memudahkan pemahaman dalam pelaksanaan produksi, maka secara
sistematis dapat dikelompokkan sebagai berikut
1. Penyelesaian sumur (well completion)
a. Down-hole completion atau formation completion
1. Open hole completion (komplesi sumur dengan formasi produktif
terbuka)
2. Cased hole completion (komplesi sumur dengan formasi
produktif dipasang casing dan diperforasi)
3. Sand exclussion type completion

Gambar 3.2
Jenis Down Hole Completion

b. Tubing completion
1. Single completion
2. Commingle completion
Gambar 3.3
Commingle Completion
3. Multiple completion
4. Permanent completion

c. Wellhead completion

Gambar 3.4
Wellhead completion
2. Tahap Perforasi
Berikut gambar perforasi sumur dan bagian-bagian dari rangkaian pipa
produksinya

Gambar 3.5
Perforasi Sumur
3. Tahap Swabbing
a. Penurunan densitas cairan
b. Penurunan kolom cairan
4. Metode Produksi
Metode produksi dibagi menjadi sembur alami dan buatan. Metode sembur
buatan dilakukan ketika sumur tidak lagi mampu mengakirkan fluia reservoir secara
alami. Beberapa metode sembur buatan diantaranya adalah ESP, gas lift, dan
lainnya.
a. Gas Lift
1. Peralatan gas lift permukaan

a. Well head gas lift x-mastree

b. Station kompresor gas

c. Stasiun distribusi

1. Stasiun distribusi langsung

2. Stasiun distribusi dengan pipa induk


3. Stasiun distribusi dengan stasiun distribusi

d. Alat-alat kontrol

1. Choke kontrol

2. Regulator

3. Time cycle controller

2. Peralatan di bawah permukaan

a. Accumulation Chamber

b. Pinhole collar

c. Valve gas lift

3. Fungsi gas lift

a. Memproduksi minyak dengan murah dan mudah tanpa memerlukan


injeksi gas yang tekanannya sangat besar.

b. Mengurangi unloading (kick off) atau tambahan portable compressor.

c. Kemantapan mampu mengimbangi secara otomatis terhadap


perubahan-perubahan tekanan yang terjadi pada sistem injeksi gas.

d. Mendapatkan kedalaman injeksi yang lebih besar untuk suatu


kompressor dengan tekanan tertentu.

e. Menghindari swabbing untuk high fluid well atau yang diliputi air.

b. Electric submersible pump


Pompa sentrifugal atau electric submergible centrifugal pump adalah
pompa bertingkat yang banyak porosnya dihubungkan langsung dengan motor
penggerak. Motor penggerak ini menggunakan tenaga listrik yang disuplai dari
permukaan dengan kabel dan sumbernya diambil dari power plant lapangan. Unit
peralatan electric submergible centrifugal pump, terdiri dari beberapa komponen
utama :

1. Peralatan permukaan
a. Swcthboard

b. Junctoion Box

c. Transformer

d. Tubing head

e. Drum

2. Peralatan bawah permukaan


a. Motor listrik

b. Protector

c. Pompa

d. Gas separator

e. Kabel

f. Check valve

g. Bladeer valve

5. Fasilitas produksi permukaan (production surface facilities)


a. Peralatan transportasi
1. Flowline
2. Manifold
3. Header
b. Fasilitas pemisah
1. Separator
2. Free water knock out
3. Gas srubber
4. KO drum
5. Flare stack
6. Heater treater
7. Wash tank
8. Storage tank
9. Skimmer
10. Water tank

1. Separator
Separator adalah suatu alat yang dipergunakan untuk memisahkan minyak
dari air atau gas. Menurut cara kerjanya separator di bedakan atas 2 tipe, yaitu : 2
phasa separator dan 3 phasa separator, sedangkan menurut konstruksinya,
separator dibedakan atas 3 tipe, yaitu horizontal separator, vertical separator, dan
spherical separator.

Dua phasa separator adalah separator yang digunakan untuk memisahkan


gas dengan liquid (zat cair). Pada dua phasa separator terdapat dua buah outlet yaitu
gas outlet dan liquid outlet, sedangkan untuk 3 phasa separator terdapat adalah
separator yang digunakan untuk memisahkan gas, minyak, dan air, sehingga pada
tiga phasa separator terdapat tiga buah outlet yaitu untuk gas outlet, water outlet
dan oil outlet. Oleh karena, separator membutuhkan penanganan yang khusus

2. Free water knock out


Memisahkan liquid yang telah dipisahkan dari separator menjadi 3 fasa yaitu
gas, air, dan minyak. Gas akan masuk ke inlet Scrubber, minyak akan masuk
menuju wash Tank, dan air akan masuk menuju Skimmer.
3. Scrubber
Scrubber merupakan unit yang berfungsi untuk memisahkan cairan yang
masih terkandung di dalam gas, proses pemisahannya hampir sama dengan gas boot
yaitu karena adanya perbedaan berat jenis.
4. KO drum
Alat ini berfungsi sebagai lanjutan dari gas scrubber untuk memisahkan
kembali gas dengan air.
5. Flare Stack
Flare stack merupakan suatu unit yang berfungsi untuk pembakaran gas dari
gas boot, gas mengalir dari atas gas boot kemudian masuk ke scrubber di sini terjadi
proses pemisahan jika masih terdapat kondensat di gas.kondensat harus dipisahkan
ini dikarenakan jika terbakar di flare akan membahayakan lingkungan selain itu
juga kondensat dapat di manfaatkan untuk cleaning peralatan.

6. Heater treater
Memanaskan minyak dalam bentuk emulsi agar mudah dipisahkan saat
berada di wash tank
7. Wash tank
Berfungsi memisahkan minyak dan air. Air yang secara gravity lebih berat
akan turun kebawah dan minyak yang lebih riang akan naik keatas kemudian
mengalir melewati spill over ke tangki berikutnya. Pada setiap wash tank, kolom
air panas akan selalu dijaga pada ketinggian tertentu, karena ia berguna untuk
mengikat partikel-partikel air yang masih terdapat dalam emulsi. Pada saat crude
oil tersebut bergerak melewati kolom air panas naik ke permukaan. Ketinggian
kolom air didalam wash tank akan dipengaruhi pemisahan air dan minyak.

Untuk menentukan tinggi kolom air yang baik didalam sebuah wash tank
agar menghasilkan water cut yang baik biasanya perlu dengan percobaan. Hal ini
dilakukan dengan cara merubah level water leg, yaitu untuk menaikkan water leg,
atau mengurangi spacer (o-ring) pada water leg untuk menaikkan water level, atau
mengurangi spacer untuk menurunkan water level didalam wash tank. Pada
beberapa lapangan penggunaan demulsifier kadang-kadang diperlukan untuk
membantu mempercepat proses pemisahan air dan minyak.

8. Storage tank
Tangki sementara sebelum minyak yang telah bersih dijual kepada pembeli
9. Skimmer
Tangki yang memisahkan air dari minyak yang masih terbawa oleh air yang
telah dipisahkan dari FWKO dan menampung air dari Produced Water saat terjadi
over flow
10. Water tank
Tangki yang menampung air terproduksi untuk penangan lebih lanjut seperti
untuk disposal, water flooding, dan pressure maintanance.

3.2 Well Service dan Workover


3.2.1 Well Service Job
Well service job pada prinsipnya adalah kegiatan atau pekerjaan untuk
merawat suatu sumur supaya dapat terus berproduksi sesuai dengan yang
diinginkan. Untuk merawat sumur ini diperlukan alat yang dapat membantu untuk
mempermudah setiap pekerjaan yang dilakukan.

a. Surface equipment

Surface equipment adalah segala peralatan yang berada di atas permukaan sumur.

1. Rig

Rig adalah suatu alat berat yang digunakan untuk melakukan pengeboran
sumur minyak. Rig digunakan untuk mencabut dan memasukkan pipa-pipa dari dan
ke dalam sumur.

2. Pompa

Pompa adalah alat memindahkan fluida dari suatu tempat ke tempat yang
lain dengan tekanan rendah atau tinggi sesuai dengan kebutuhan. Penggunaan
pompa biasanya dilakukan pada sirkulasi air, tes casing, tes BOP dan kill well.
Jenis-jenis pompa antara lain :

a. Pompa duplex
Pompa ini termasuk jenis positive displacement pump atau reprocating
pump yang dilengkapi dua buah piston. Setiap piston mempunyai dua klep hisap
(suction valve) dan dua klep buang (discharge valve) karena itu disebut double
acting pump.

b. Pompa triplex

Pompa triplex digunakan untuk tekanan yang lebih tinggi dengan volume
pemompaan yang lebih kecil. Pompa triplex dilengkapi dengan tiga piston yang
bekerja sedemikian rupa sehingga memproduksi tekanan yang lebih tinggi
dibandingkan pompa duplex.

3. Blow out preventer equipment (BOP)

Merupakan suatu alat yang berfungsi untuk menahan semburan liar akibat
tekanan reservoar yang tinggi dalam sumur. Blow out preventer equipment (BOP)
dipasang di atas flange bagian atas dari suatu sumur yang dilekatkan oleh beberapa
baut yang dikunci kuat untuk keselamatan jiwa, operasi dan hal-hal yang tidak
diinginkan.

b. Subsurface equipment

Packer adalah alat berupa karet yang digunakan untuk mengisolasi suatu
kedalaman tertentu dari lubang sumur. Packer berfungsi untuk :

1. Menyekat antara tubing dan casing untuk menjebak cairan ke reservoir.

2. Mencegah masuknya semen ke lubang perforasi pada saat dilakukan squeeze


cementing.

3. Memisahkan zona-zona pada lubang bor.

4. Penyangga tubing.

5. Untuk keperluan pengetesan sumur seperti swab test.

6. Mengisolasi casing yang mengalami kebocoran..


3.2.2 Workover
Workover adalah semua pekerjaan yang dilakukan untuk memperbaiki
keadaan sumur agar produksi sumur tersebut semakin meningkat atau tetap dapat
dipertahankan termasuk diantaranya karakteristik sumur. Jenis-jenis pekerjaan
Workover dapat dikatagorikan sesuai penyebabnya, antara lain sebagai berikut

a. Kerja ulang yang dilakukan bila produksi sangat kecil adalah :

1. Stimulasi

2. Fracturing

3. Penggantian peralatan yang kurang tepat

b. Kerja ulang karena produksi air atau gas yang sangat berlebihan adalah :

1. Penyemenan ulang (block squeeze)

2. Menutup salah satu lapisan yang dicurigai sebagai air atau gas

a. Kerja ulang yang dilakukan karena kerusakan mekanis adalah :

1. Mengganti peralatan produksi yang rusak

2. Pengontrolan pasir dengan gravel pack atau sand consolidation

3. Memperbaiki kerusakan pada salah satu string bila ada multiple


completion

a. Kerja ulang untuk meningkatkan produksi adalah :

1. Pembukaan lapisan baru

2. Stimulasi

3. Fracturing

3.3 Slickline Operation


Wireline merupakan media mengirimkan dan mengoperasionalkan special
downhole equipment di dalam sumur. Wireline memiliki jenis slickline dan electric
line. Slickline digunakan dalam pekerjaan workover, komplesi, fishing job, gas lift
instalation, dan sebagainya.
Slickline service merupakan metode perawatan sumur dengan menggunakan
wireline unit dengan prinsip kerja mengantar dan menjemput peralatan ke dalam
sumur. Slickline bekerja di bawah pengaruh tekanan. Oleh karena itu, terdapat
pressure control unit yang berfungsi memberi tekanan pada rangkaian. Secara garis
besar, Wireline Unit terdiri atas power pack sebagai sumber listrik, winch unit, dan
tool box untuk keperluan operasional.

3.3.1 Spesifikasi Slickline


Bahan dasar slickline terbuat dari kawat baja yang lentur dengan kekuatan
yang besar, tetapi diameternya kecil. Slickline memiliki laju pengereman sekitar
900-3200 lbs. Diameter yang umum digunakan adalah ukuran 0.072”, 0.092”,
0.108” dan 0.125”.

3.3.2 Peran Slickline dalam Berbagai Kegiatan


a. Peran dalam Kegiatan Komplesi
1. Tubing clear dan korelasi kedalaman
2. Cek fluid level
3. Mengambil sampel fluida (swabbing operation)
4. Memastikan tidak ada masalah pada Tubing
5. Membaca tekanan dan suhu ( EMR )
b. Peran dalam kegiatan perforasi untuk mejatuhkan pemantik bila
menggunakan Modular Gun
c. Peran dalam drill stem test
1. Setting packer
2. Took bottom sample ( dengan pump bailer )
3. Release TCP gun
4. Fishing drop bar ( dengan JDC pulling tool )
5. Check casing & tubing pressure
6. Support DST dengan EMR
Untuk lebih jelasnya, berikut merupakan gambar slickline unit disertai
bagian-bagiannya

Gambar 3.6
Slickline Unit

3.4 Sonolog
Gelombang bunyi (acoustic) adalah gelombang mekanik yang merambat
dalam medium padat, cair maupun udara. Gelombang bunyi memiliki sifat-sifat
gelombang seperti refraksi, refeleksi, interferensi dan sifat gelombang lainnya.
Berapa energi yang direfraksikan dan yang direfleksikan saat gelombang bunyi
dirambatkan pada medium tergantung sifat-sifat mediumnya. Bentuk amplitudo
gelombang yang dipantulkan bisa memberikan informasi tentang medium yang
dilaluinya terutama sifat fisis medium dan kedalaman mediumnya diukur dari
sumber gelombang.

Teknik pemantulan gelombang bunyi untuk mengetahui efek pantulannya


dari sumur telah dikenal selama 50 tahun untuk tujuan analisa sumur. Pada awalnya,
penggunaannya terbatas hanya untuk mengetahui adanya cairan di anulus di atas
pompa. Kemudian setelah pengembangan teknik pemantulan gelombang bunyi,
beberapa operator dapat membuat interpretasi dari record (catatan data).

3.4.1 Tes Sonolog

Sonolog test adalah teknik analisa sumur dengan menggunakan sifat


pantulan gelombang bunyi. Sonolog bekerja dengan peralatan accoustic yang
menggunakan peralatan penghasil gelombang bunyi (accoustiuc pulse generator).
Prinsip kerjanya adalah ekspansi gas dari volume tabung ke sumur menghasilkan
gelombang akustik. Dalam banyak kasus, CO2 dan N2 yang telah di mampatkan
dan terkandung di volume chamber akan memberi beban tekanan lebih besar dari
pada tekanan sumur. Katup yang terpasang pada wellhead dibuka dengan cepat,
manual atau elektrikal, menghasilkan gelombang tekanan pada casing annulus.
Gelombang kemudian di refleksikan melalui gas (liquid interface) pada kedalaman
liquid . Pantulan gelombang bunyi yang kembali ke permukaan sumur dideteksi
oleh mikrofon dan terbaca oleh grafik khusus atau pada peralatan digital langsung
terlihat oleh layar laptop.

3.4.2. Well Analyzer

Well analyzer adalah suatu instrumen produk Echometer Company yang


umum dipakai untuk pengambilan data sumur-sumur meliputi data tes sonolog.
Seiring dengan kemajuan teknologi maka pekerjaan tes sonolog menjadi lebih
mudah dan cepat serta hasilnya dapat dibaca langsung pada layar monitor laptop
atau komputer.

Well analyzer berfungsi untuk membantu operator menganalisa kinerja (


performance sumur) menggunakan semua data yang dianggap perlu. Sasaran ini
dapat terpenuhi dengan menggunakan kombinasi perangkat keras dan perangkat
lunak yang secara khusus digunakan untuk pengukuran tertentu dengan sistem
Konfigurasi secara umum dari Well Analyzer
System . Aplikasi dan interpretasi pengukuran yang dibuat dengan Well analyzer
dapat membantu menjawab sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan
produksi sumur.

Pada penelitian ini Sonolog Tes digunakan untuk menganalisa sumur


minyak melalui pengukuran kedalaman dan tekanan bawah permukaan (BHP)
sebagai data untuk analisa sumur. Hasil pengukuran diharapkan bisa digunakan
untuk penentuan efisiensi produksi sumur. Efisiensi produksi sumur juga bisa
ditentukan kecepatan gelombang bunyi di annulus gas, berapa ratarata berat jenis
gas di annulus dan apakah ada anomali di annulus di atas liquid level.

3.4.3 Prinsip Kerja Sonolog

Prinsip kerja alat sonolog adalah gas gun dipicu untuk menimbulkan bunyi
yang kemudian merambat di annulus dan dipantulkan oleh permukaan cairan.
Pantulan (selama proses berlangsung bunyi direkam secara terus menerus) akan
diterima oleh mikrofon dan komputer akan menghitung waktu yang dipergunakan
bunyi untuk merambat dari permukaan, dipantulkan oleh permukaan cairan sampai
kembali ke permukaan. Jarak dari permukaan merupakan setengah kali dari hasil
kali kecepatan bunyi terhadap jarak antara welhead menuju permukaaan cairan

Waktu telah diukur dan dicatat oleh komputer sehingga tinggal mencari
kecepatan bunyi. Kecepatan bunyi ditentukan oleh jenis dan kepadatan media. Di
annulus media yang mengisinya adalah gas hidrokarbon. Dengan data specific
gravity dari gas dan data tekanan pada casing dapat dihitung kecepatan bunyi di
annulus. Untuk menghitung tekanan di bawah permukaan ( bottom hole pressure)
yang merupakan jumlah dari tekanan yang ada pada casing dan tekanan fluida (
baik gas maupun liquid)

Perhitungan BHP didasarkan pada pengukuran tekanan kepala sumur,


penentuan kedalaman interface gas/cairan dan perhitungan gradien cairan annular.
Supaya mencapai keakuratan maksimum dalam menghitung BHP, perangkat lunak
well analyzer disiapkan dalam berbagai variasi temperatur dan variasi kecepatan
bunyi bertujuan untuk mengubah dalam komposisi fluida cairan disebabkan variasi
tekanan selama tes transien.

3.5 Electric Memory Recorder

3.5.1 Bottom Hole Pressure (BHP) Survey

Survei BHP adalah pengukuran tekanan dasar sumur dan temperatur sumur
dengan menggunakan alat memory gauge . Prinsip kerja dari survei BHP yaitu
melakukan pengukuran tekanan dan temperatur sumur sampai ke zona perendaman
dengan menurunkan alat electric memory recorder (EMR) ke dalam lubang sumur
dan mencatat data tekanan dan temperatur tiap per kedalaman lubang sumur. Untuk
menurunkan EMR ke dalam lubang sumur digunakan Wireline Unit dengan tipe
slickline . BHP Survey dalam operasinya terbagi menjadi dua yaitu static bottom
hole pressure survey dan flow bottom hole pressure survey.

a. Static bottom hole pressure survey

Pengukuran ini dilakukan dengan memproduksikan sumur dengan laju alir


konstan kemudian menutup sumur hingga mencapai keaadan statis (build up) .
SBHP juga sering dilakukan pada sumur yang ditutup, keadaan fluida telah statik,
ini karena tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan reservoir sehingga fluida
tidak mampu lagi untuk sembur alam. Survey bertujuan untuk melihat kembali
kemampuan reservoir sumur dan kandungan di dalam lubang sumur dengan acuan
gradient tekanan per kedalaman TVD, serta mendapatkan parameter–parameter
lubang sumur yaitu permeabilitas, skin factor, delta P skin dan heterogenitas
reservoir tentunya dengan analisis lebih lanjut seperti pressure build up.

b. Flow bottom hole pressure survey

FBHP survey merupakan pengukuran dengan terlebih dahulu menutup


sumur kemudian membuka sumur (drawdown) . Survey ini biasanya dilakukan
pada sumur–sumur yang produktif yang bertujuan agar tidak menghentikan
produksi perusahaan.
3.5.2 Electric memory Recorder

Dalam pengujian sumur terdapat alat yang digunakan yang disebut dengan
EMR ( Electric Memory Recorder ). Alat tersebut digunakan untuk embaca tekanan
dan suhu yang dilakkukan dengan cara memasukkan rangkaian EMR tool ke dalam
sumur sampai mencapai total kedalaman dan kemudian alat akan melakukan
pembacaan harga tekanan dan suhu pada interval-interval kedalaman tertentu pada
selang waku perekaman yang ditentukan. Secara garis besar EMR terdiri dari
termomoter untuk pengukuran suhu dan pressure gauge untuk mengukur tekanan

EMR diturunkan ke dalam sumur melalui Wireline Unit jenis Slickline.


Berikut ini merupakan rangkaian EMR Tools terdiri dari

a. Rope Socket/Cable Head

b. Stem/pemberat rangkaian

c. Knuckle Joint

d. EMR

3.6. Panametric

Panametrik merupakan salah satu alat yang dapat mengukur laju aliran suatu
fluida. Fluida yang dapat dibaca adalah fluida berupa fresh water maupun saline
water aliran ultrasonik ini menggunakan sepasang transduser, dengan setiap
transduser dapat mengirim dan menerima sinyal ultrasonik yang dialirkan melalui
fluida. Ketika fluida mengalir, waktu transit sinyal di arah downstream lebih pendek
dari pada arah upstream. Perbedaan antara waktu transit ini sebanding dengan
kecepatan aliran. Pengukur aliran mengukur perbedaan waktu ini dan menggunakan
parameter pipa yang telah terprogram untuk menentukan laju aliran dan arah aliran.
Berikut terdapat gambar yang menjelaskan tentang teori pengukuran aliran
waktu transit

Gambar 3.7

Teori pengukuran aliran waktu-transit

Gambar di atas adalah tampilan pipa. Sinyal ultrasonik membutuhkan waktu


t1 untuk melakukan perjalanan hilir antara transduser, sementara sinyal ultrasonik
membutuhkan waktu t2 untuk melakukan perjalanan upstream antar transduser.

Pengukur aliran menggunakan perbedaan antara waktu transit (t2 - t1 = Δt),


bersama dengan parameter input oleh pengguna, untuk menghitung kecepatan
cairan dan aliran volume. Jika waktu transit negatif, aliran bergerak berlawanan
arah yang diharapkan.

Komponen Ultrasonic Flow Meter Kit :

1. Transport portable flow meter


2. Measurement rails, including one indexed rail and one un-indexed rail.
3. Clamping fixtures and chains
4. Transducer cable
5. Ultrasonic transducers
6. Small pipe ultrasonic transducers (may be included instead of standard
transducers)
Berikut merupakan peralatan flow meter kit yang digunakan pada
pengukuran aliran

Gambar 3.8

Flow Meter Kit

3.7 Teori Analisis Surveillance

Program surveillance yang terencana dengan baik adalah salah satu kunci untuk
memahami kinerja reservoir dan mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan
ultimate recovery. Analisis surveillance, dapat dilakukan dengan beberapa metode
diantaranya analisis Hall Plot dan voidage replacement ratio (VRR). Analisis Hall
Plot merupakan analisis dengan menggunakan kurva yang dapat membantu untuk
menarik kesimpulan tentang kinerja injektivitas rata-rata. Analisis VRR membantu
mengidentifikasi bagian-bagian dari suatu bidang di mana lebih banyak air harus
disuntikkan untuk mencapai atau mempertahankan target VRR.

3.7.1. Analisis Hall Plot

Kurva Hall Plot menganalisa aliran steady-state pada sebuah sumur injeksi. Secara
umum, kemiringan pada kurva Hall plot diartikan sebagai indikator dari rata-rata
injektivitas yang baik. Pada kondisi normal, plot adalah garis lurus. Perbedaan
trendline diplot menunjukkan perubahan kondisi injeksi, dari hasil kurva tersebut
dapat diketahui seberapa besar efek damage yang terdapat pada sumur injeksi. Hall
(pada tahun 1963) mempresentasikan teknik ini untuk menginterpretasikan data
sumur injeksi yang dikumpulkan secara rutin untuk menarik kesimpulan mengenai
efek skin didekat lubang bor dan kinerja injektivitas rata-rata. Data yang diperlukan
untuk analisis Hall Plot meliputi tekanan injeksi bottom hole bulanan (rata-rata
bulanan), tekanan reservoir rata-rata, volume injeksi air bulanan dan injeksi harian
pada bulan tersebut.

Metode Hall mengasumsikan injeksi dengan keadaan steady state sehingga laju
injeksi dapat dinyatakan sebagai:

k = permeability,

h = reservoir thickness

pwi = flowing wellhead pressure

pavg = average reservoir pressure

μ = fluid viscosity

re = reservoir effective radius

rw = wellbore radius

S = skin

Persamaan 1 di atas didasarkan pada asumsi berikut:

a. Cairan bersifat homogen dan incompressible.


b. Reservoir secara vertikal terbatas dan seragam, baik dalam hal permeabilitas
dan ketebalan.
c. Reservoir horizontal dan gravitasi tidak mempengaruhi aliran (akibatnya,
aliran radial).
d. Aliran adalah kondisi steady state
e. Rasio mobilitas sama dengan 1
f. Selama waktu pengamatan, tekanan pada jarak yang sama dengan re adalah
konstan, dan jarak ini sendiri juga konstan
Pada titik ini, diasumsikan bahwa k, h, μ, re, rw dan S adalah konstan. Oleh karena
itu, Persamaan 1 menjadi:

dimana:

Persamaan 2 disusun ulang menjadi:

Dengan mengintegralkan kedua ruas persamaan 4 dengan fungsi terhadap waktu


maka:
Integral yang berada di ruas kanan dari persamaan 5 merupakan
kumulatif air yang diinjeksikan, maka persamaan 5 menjadi:

dimana:

Wi = kumulatif volume air yang diinjeksikan pada waktu t, bbls

Apabila melihat Persamaan 6 lebih lanjut, persamaan tersebut menunjukkan


bahwa grafik koordinat sisi kiri lawan sisi kanan harus membentuk garis lurus
dengan kemiringan 1 / C. Jenis grafik ini disebut Hall Plot. Jika h, μ, re, rw, dan S
adalah konstan, maka dari Persamaan 3, nilai C konstan dan kemiringan konstan.
Namun, jika parameter berubah, C juga akan berubah dan dengan demikian
kemiringan Hall plot akan berubah, di mana nilai diagnostik dari plot tersebut
terletak.

Perubahan dalam kondisi injeksi dapat dicatat dari Hall Plot. Misalnya, jika
penyumbatan lubang bor (plugging) atau pembatasan lain untuk injeksi secara
bertahap terjadi, net effect akan meningkat secara bertahap dalam faktor skin, S.
Sebagai S meningkat, C menurun; dengan demikian, kemiringan Hall Plot
meningkat. Sebaliknya, jika S menurun (seperti halnya jika tekanan injeksi
melebihi tekanan fract, menyebabkan pertumbuhan fract di formasi), maka C
meningkat dan kemiringanmenurun. Lihat Gambar 1 untuk berbagai kondisi sumur
injeksi menurut Hall plot
Berikut adalah kurva Hall plot yang digunakan untuk analisis performa
sumur injeksi air

Gambar 3.9

Kurva Hall Plot

Bagian yang paling menantang dalam mengembangkan Hall Plot adalah


menghitung fungsi integral tekanan dari sumbu y. Untungnya, integralnya dapat
dengan mudah dipecahkan. Pertimbangkan Gambar 3.10, yang menunjukkan grafik
tekanan injeksi bottom-hole bulanan, Pwi, dan perkiraan periodik dari tekanan
reservoir rata-rata, Pavg

Gambar 3.10
Kurva Bottomhole Injection dan Tekanan Reservoir

Jika Pwi dan Pavg dapat diasumsikan dalam nilai rata-rata perbulan maka

Dimana:

Δp = pwi - pavg

Δt = waktu penginjeksian

Perubahan kemiringan Hall plot biasanya terjadi secara bertahap, sehingga


beberapa bulan (6 atau lebih) dari riwayat injeksi mungkin diperlukan untuk
mencapai kesimpulan yang dapat diandalkan tentang perilaku injeksi, seperti
halnya untuk analisis kurva penurunan produksi. Penting untuk dicatat bahwa
perubahan dalam kemiringan Hall plot dapat menjadi hasil dari faktor lain. Pada
awal kehidupan sumur injeksi (sebelum pengisian gas), radius air dan zona minyak
meningkat dengan injeksi kumulatif dan menyebabkan nilai C meningkat,
menghasilkan trendline cekung ke atas di Hall Plot. Ingat bahwa teknik Hall Plot
mengasumsikan rasio mobilitas 1.0. Jika rasio mobilitas lebih besar dari 1, maka
Hall plot secara bertahap trend cekung ke bawah setelah pengisian gas jika rasio
mobilitas kurang dari 1,0, maka secara bertahap tren ke atas cekung (lihat kurva C).
Juga, karena saturasi air rata-rata dalam reservoir meningkat seiring dengan waktu,
kw dapat meningkat, yang juga dapat mempengaruhi kemiringan plot.

Jika setelah pengisian gas dapat diasumsikan bahwa Pavg tidak berubah
secara signifikan, maka menghitung sumbu y pada Hall plot sangat disederhanakan
dengan menjatuhkan Pavg. Ini karena jika Pavg konstan dan diabaikan, Hall plot
hanya bergeser pada sumbu y tanpa mengubah kemiringan atau nilai penafsiran
diagnostiknya. Di bawah kondisi ini, tekanan injeksi bottomhole (Pwi) hanyalah
tekanan injeksi kepala sumur ditambah gradien hidrostatik frictional-loss term.
Oleh karena, kedua istilah ini biasanya diasumsikan konstan dan diabaikan, sisi kiri
Persamaan 6 dapat dengan mudah dikurangi menjadi integral dari tekanan injeksi
kepala sumur, sebuah dataset yang lebih siap tersedia.

Untuk menentukan apakah tekanan reservoir rata-rata berubah, maka perlu


untuk melakukan penumpukan tekanan/pengujian falloff rutin dan untuk memantau
plot VRR bulanan. Tujuan dari Hall Plot adalah untuk mendeteksi perubahan pada
faktor skin sumur injeksi, untuk melakukan screening sumur injeksi berdasarkan
performance injeksi dan grafik Hall Plot untuk mengetahui kondisi aktual sumur
injeksi, melakukan analisis seleksi kandidat yang akan di stimulasi berdasarkan
kondisi aktual, dan merekomendasikan sumur yang layak untuk distimulasi.

Namun, Hall plot bukan satu-satunya alat yang sempurna, tetapi dapat,
dalam kondisi tertentu, memberikan wawasan yang masuk akal tentang perubahan
skin. Alat terbaik untuk mengukur kerusakan pada kerusakan skin lubang bor
adalah PBU test yang dirancang dengan baik, dilaksanakan dengan baik, dan
dianalisis sepenuhnya.

3.7.2 Voidage Replacement Ratio (VRR)

Voidage Replacement mengacu pada pergantian volume minyak, gas, dan


air yang dihasilkan dari reservoir dengan cairan yang diinjeksikan. Voidage
replacement ratio (VRR) adalah rasio barel reservoir dari cairan yang diinjeksikan
ke barel reservoir cairan yang diproduksi. Secara matematis (untuk injeksi air dan
gas), VRR dapat dinyatakan sebagai berikut:

Bx = formation volume factor fluid type x

Ix = injected volume for fluid type x


Qx = produced volume for fluid type x

GOR = produced Gas Oil Ratio

Rs = solution Gas Oil Ratio


Pada persamaan di atas, bentuk ketiga didalam penyebut untuk
menghasilkan free gas yang terproduksikan yang melebihi gas di reservoir yang
terlarut dalam minyak. VRR dapat dihitung secara seketika menggunakan injeksi
dan produksi fluida selama periode waktu tertentu (biasanya harian atau bulanan),
dengan GOR dihitung dari volume instan. Ini juga dapat dihitung secara kumulatif
menggunakan fluida yang diinjeksikan dan diproduksi kumulatif, dengan GOR
dihitung dari cairan kumulatif. Dalam kasus terakhir, biasanya untuk memulai
jumlah produksi kumulatif pada awal injeksi. Namun dalam beberapa kasus, ada
nilai dalam memulai jumlah produksi kumulatif pada awal produksi. Gambar 2.4
menunjukkan VRR Seketika dan data VRR Kumulatif untuk satu set sampel sumur.

Gambar 3.11

Instantaneous VRR and Cumulative VRR Data Sets


BAB IV

PENGOLAHAN DATA LAPANGAN

4.1 Analisis Performa Sumur


Berdasarkan tes yang dilakukan terhadap sumur-sumur yang berada di
Lapangan S, Blok Y diperoleh data tekanan dan suhu pada tiap kedalaman tertentu.
Data dari setiap sumur diperoleh dengan perekaman melalui alat Electric Memory
Recorder yang diturunkan ke dalam masing-masing sumur menggunakan Slickline.
Beberapa tes yang dilakukan pada tiap sumur diantaranya adalah FBHP Test, SBHP
Test, dan Traverse Survey. Data yang diperoleh dari Lapangan X untuk Sumur W-
13 yang telah dilakukan SBHP Test dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1

Data SBHP Test

Depth Temp.
Pressure Temperatr Press. Grad. Grad.

o o
ft BH-MD ft BH-TVD psig F psig/ft F/ft

0 0 121.48 86.95

588 488 292.25 90.12 0.3499 0.0065

888 988 495.39 111.27 0.4063 0.0423

1188 1488 710.95 132.71 0.4311 0.0429

2088 1988 925.79 151.23 0.4297 0.0370

2388 2488 1139.49 170.49 0.4274 0.0385

2688 2788 1267.26 183.35 0.4259 0.0429

3188 3264 1468.95 205.74 0.4237 0.0470

34
36
Melalui data tersebut dibuat grafik hubungan antara tekanan, suhu, dan
kedalaman pada gambar 4.1

Gambar 4.1

Grafik Gradien Tekanan dan Tempeatur

Keseluruhan data yang diolah dari sumur-sumur yang terdapat pada lapangan
X dirangkum pada tabel 4.2

Tabel 4.2

Rangkuman Data EMR Lapangan X

Bottom Hole
Measured Depth, ft WHP,
Test type DATE
psig
Press, psig Temp, °F
KBMD KBTVD
SBHP 31-Mar-2005 3276 3276 496 1549 205

SBHP 20-Mar-2006 3082 3082 288 1464 93

SBHP 7-Aug-2006 3170 3170 369 1499 200

SBHP 19-Jun-2007 3184 3184 463 1488 201

FBHP 20-Jun-2007 3184 3184 238 1469 206

SBHP 9-Aug-2007 3184 3184 556 1497 201

Traverse 23-Oct-2007 3150 3150 178 1457 204

SBHP 14-Dec-2007 3184 3184 125 1495 201

Seluruh data SBHP Test yang diperoleh dari semua sumur di Lapangan S
diplot terhadap waktu sehingga diperoleh profil tekanan reservoir pada lapangan
tersebut. Berikut adalah grafik hubungan antara tekanan reservoir terhadap waktu.

Profil Tekanan Reservoir Lapangan X


1800

1600

1400

1200

1000
Pr

800

600

400

200

0
19-Apr-01 14-Jan-04 10-Oct-06 6-Jul-09 1-Apr-12 27-Dec-14 22-Sep-17 18-Jun-20
DATE

A1 A2 A3 B1 B3 B4 B5 B6 B7
C1 C2 D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7
D9 D10 E1 E2 E3 F1 F2 F3 F4
F5 G1 G2 H1 Gambar 4.2 H2 H3 H4 I1 I2
Grafik Profil Tekanan Reservoir Lapangan S

Selain dilakukan analisis terhadap penurunan tekanan reservoir, dilakukan pula


analisis terhadap performa sumur - sumur (Well Performance Analysis) yang ada
di Lapangan S. Analisis dilakukan menggunakan metode Inflow Performance
Relationship (IPR). Data yang dibutuhkan adalah tekanan resesvoir, tekanan alir
dasar sumur, dan laju alir pada setiap sumur yang akan dianalisis. Untuk data
tekanan reservoir diperoleh dari SHBP Test, data tekanan alir dasar sumur diperoleh
dari FBHP Test maupun Traverse Survey pada sumur Gas Lift. Sementara data laju
alir diperoleh dari Separator Test. Analisis dilakukan setalah membuat grafik Well
Performance. Sumur yang mengindikasikan ada masalah akan dianalisis melalui
metode IPR. Berikut merupakan gafik Well Performance pada sumur W-13.

Gambar 4.3

Grafik Well Performance


Performa Sumur W-13 memperlihatkan harga penurunan laju alir produksi
liquid yang signifikan. Oleh karena itu, dilakukan analisis dengan metode IPR
untuk analisis lebih lanjut. Berikut ini adalah data-data yang dibutuhkan untuk
analisis dengan IPR.

Tabel 4.3

Data Test Sumur W-13

Qo (BOPD
WELL DATE FBHP (psi) SBHP (psi) Ql (BFPD) WC (%)
)

W-13 8/30/2005 1480 1500 190 182.4 5

W-13 2/1/2018 800 850 75 66.31 13.88

Data yang test dari sumur W-13 digunakan untuk membuat kurva IPR pada
kondisi awal dan kondisi tes terbaru. Kurva IPR Sumur W-13 dapat dilihat pada
gambar 4.4

Gambar 4.4

Kurva IPR Sumur W-13


Grafik IPR akan dianalisis untuk melihat kondisi dan juga solusi yang
mungkin dipilh pada sumur W-13. Berikut adalah data yang dipeoleh dari kurva
IIPR Sumur W-13

Tabel 4.4

Data IPR Sumur W-13

Initial Test Last Test

Q Test Bfpd 190 75

Ps Psi 1500 850

Pwf Psi 1480 800

PI Vogel Bfpd/Psi 9.5 1.5

Q Max Bfpd 7963.86 727.35

4.2 Analisis Air injeksi


Pada lapangan yang sudah melewati batas primary recovery-nya,
dilakukan optimasi produksi dengan cara yang lain salah satunya adalah
injeksi air (water flooding). Mekanisme kerjanya adalah dengan
menginjeksikan air ke dalam formasi yang berfungsi untuk mendesak
minyak menuju sumur produksi (produser) sehingga akan meningkatkan
produksi minyak ataupun dapat juga berfungsi untuk mempertahankan
tekanan reservoir (pressure maintenance), untuk lebih jelasnya lihat Gambar
4.4
Berikut merupakan mekanisme proses terjadinya water flooding pada
reservoir minyak

Gambar 4.5
Mekanisme Water Flood
Injeksi air ini sangat banyak digunakan, alasannya antara lain:
1. Mobilitas yang cukup rendah
2. Air mudah didapatkan
3. Pengadaan air cukup murah
4. Berat kolom air dalam sumur injeksi turut memberikan tekanan, sehingga
cukup banyak mengurangi tekanan injeksi yang perlu diberikan di
permukaan
5. Mudah tersebar ke daerah reservoir, sehingga efisiensi penyapuannya
cukup tinggi
6. Memiliki efisiensi pendesakan yang sangat baik
Penginjeksian air bertujuan untuk memberikan tambahan energi kedalam
reservoir. Pada proses pendesakan, air akan mendesak minyak mengikuti
jalur-jalur arus (stream line) yang dimulai dari sumur injeksi dan berakhir
pada sumur produksi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.5, yang
menunjukkan kedudukan partikel air yang membentuk batas air-minyak
sebelum breakthrough (a) dan sesudah breakthrough (b) pada sumur
produksi.
Melalui gambar di bawah dapat dibedakan kedudukan air sepanjang jalur
arus

Gambar 4.6
Kedudukan Air Sepanjang Jalur Arus
(a) sebelum dan (b) sesudah Tembus Air Pada Sumur Produksi

Perencanaan waterflood didasarkan pada pertimbangan teknik dan


keekonomisannya. Analisa ekonomis tergantung pada perkiraan hasil dari
proses waterflood itu sendiri. Perkiraan ini bisa baik atau buruk tergantung
pada kebutuhan khusus dari proyek atau keinginan pelaksana. Lima langkah
utama dalam perencanaan waterflood adalah ;
1. Evaluasi reservoir meliputi hasil hasil produksi dari primary recovery
2. Pemilihan waterflood plan yang potensial
3. Perkiraan laju injeksi dan produksi
4. Prediksi oil recovery untuk setiap perencanaan proyek waterflood
5. Identifikasi variabel-variabel yang menyebabkan ketidaktepatan analisa
secara teknik
Analisa teknik produksi waterflood dilakukan dengan memperkirakan
jumlah volume dan kecepatan fluida. Perkiraan diatas juga berguna untuk
penyesuaian atau pemilihan peralatan serta sistem pemeliharaan fluida. Oleh karena
itu, setelah mempertimbangkan keadaan lapangan, metode waterflood mulai
diterapkan. Salah satu cara untuk melihat keefektifan metode waterflooding adalah
dengan melihat performa injeksi yang dapat dilihat melalui metode Hall Plot.
Untuk membuat kurva Hall Plot dibutuhkan data laju alir injeksi (Qi) yang diambil
dari tes panametrik dan data tekanan kepala sumur (Pwh) dari alat pressure gauge
digital, dan durasi injeksi. Nilai volume didapatkan dengan mengalikan durasi
injeksi dan laju alir injeksi. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul lalu dihitung
nilai kumulatif tekanan dan kumulatif volumnya seperti tabel 4.5. Akibat
keterbatasan data, maka untuk memenuhi data yang dibutuhkan, digunakan
beberapa asumsi, apabila nilai tekanan kepala sumur dan durasi injeksi kosong
maka disamakan dengan data sebelumnya.

Tabel 4.5
Data Hall Plot

Setelah data terkumpul lalu buat kurva hall plot dengan menempatkan
kumulatif tekanan sebagai sumbu Y dan kumulatif volume sebagai sebagai sumbu
X seperti pada tabel 4.5 lalu untuk melihat performa injeksi pada sumur buat grafik
yang dapat menampilkan keadaan sumur dari mulai awal beroperasi sebagai sumur
injeksi sampai akhir sesuai dengan data yang tersedia, seperti grafik pada gambar
4.6 lalu dilakukan analisa performa injeksi sesuai metode Hall plot.
Berikut merupakan kurva Hall plot yang disertai contoh 3 sampel pada
kondisi yang berbeda

Gambar 4.6
Kurva Hall Plot Sumur B1, B2, B3

Untuk menganalisis kurva hall plot dan grafik performa injeksi diperlukan
beberapa data pendukung berupa rig report yang menampilkan secara rinci
kegiatan di lapangan dalam kurun waktu satu hari penuh. Data penting yang perlu
diperhatikan pada saat membaca rig report adalah melihat tanggal dan jenis
kegiatan yang dilakukan untuk dicocokkan dengan data tabel dan kurva hall plot
yang terkait. Apabila kurva Hall Plot menunjukkan adanya prilaku tidak normal
pada sumur, dapat dilihat kembali melalui rig report. Didalam rig report terdapat
beberapa informasi diantaranya hasil injectivity test seperti tabel 4.7 injectivity test
biasanya dilakukan setelah acidizing job untuk mengetahui efektifitas kegiatan
tersebut. Hasil test tersebut juga menjadi acuan dasar dalam menganalisis kurva
Hall Plot. Pada saat menganalisis kurva, untuk melihat kelakuan normal sumur
tersebut, di kurun waktu yang sama nilai rate air injeksi aktual harus sebanding
dengan nilai rate air injeksi pada saat tes.

Tabel 4.6
Data injectivity test

Dengan menganalisis ketiga jenis data tersebut dapat terlihat performa


sumur injeksi secara keseluruhan. Apabila diperlukan data tersebut berguna sebagai
bahan analisa lanjutan untuk mengatasi problem yang ada di sumur tersebut.
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Kegiatan Lapangan


Kegiatan di lapangan X dilakukan seama satu minggu, yaitu pada tanggal 18
Juli 2015 hingga 25 Juli 2018. Kegiatan lapangan yang dilakukan diantaranya
pengamatan di Stasiun Z , aktivitas pumper, slickline operation, pengambilan data
melalui sonolog dan panametric, serta terdapat workover berupa abrasive
perforation. Sebelum mengikuti seluruh rangkaian aktivitas dilakukan medical
check up oleh tim medis dan Safety Induction oleh Divis HSE di lapangan X

Lapangan X memiliki Stasiun X merupakan surface facilities yang melakukan


memisahkan fluida produksi dari Lapangan X dan beberapa lapangan sekitar. Alur
sederhana dari pemisihan fluida produksi di Lapangan X dapat dilihat pada
lampiran A. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada Stasiun X, terdapat 5
& Gas lift

production separator, 4 test separator, 4 FWKO, 4 heater treater, 1 skimmer tank,


2 wash tank, 2 storage tank, dan 2 water tank. Sebelumnya di Stasiun X terdapat
aktivitas pengolahan gas alam menjadi LPG dan menjadi sumber gas bagi gas lift,
tetapi hal itu tidak lagi dilakukan karena jumlah gas yang diproduksikan sedikit.
Gas yang terproduksikan hanya sebatas untuk bahan bakar untuk power plant
sebagai sumber ESP dan sumber listrik bagi aktivitas harian. Untuk air yang
terproduksikan kembali diinjeksikan untuk meningkatkan efisiensi penyapuan
minyak melalui metode water flooding. Sementara minyak dialirkan menuju
pembeli melalui pipeline.

Selain itu, di Stasiun X terdapat water treatment plant yang digunakan untuk
mengolah air sungai menjadi sumber air bersih bagi aktivitas harian. Dulunya, air
sungai diproses untuk diinjeksikn kembali ke dalam sumur guna meningkatkan efek
penyapuan di reservoir. Seiring meningkatnya harga water cut, maka hanya air
terproduksi saja yang diinjeksikan kembali. Skema surface facilities Stasiun X
dapat dilihat pada lampiran B.

45
Stasiun X juga mmiliki fasilitas laboratorium yang secar rutin melakukan
pengecekan terhadap sampel terkait harga water cut, salt content, dan specific
gravity, serta oil content pada air yang akan diinjeksikan. Sementara untuk air
bersih dilakukan turbidity dan spektrofotometer test. Beberapa tes lain, seperti scale
dan corossion test juga dilakukan.

Selalin fasilitas untuk pengolahan fluida terprpoduksi, Stasiun X memiliki


laboratorium yang mengolah sampel yang dibawa untuk dilakukan pengujian
terkait analisis air teproduksi, sampel minyak, dan lainnya. Sampel yang diambil
berasal dari sumur maupun yang berasal dari test separator, sesuai peruntukannya.
Sampel dari sumur diambil saat dilakukan aktivitas pumper harian.

Lapangan X rutin melakukan aktivitas pengambilan data, baik yang direkam


melalui EMR, sonolog, panametric, dan juga pengukuran langsung oleh pumper
pada tiap sumur. Dalam aktivitas rutin yang dilakukan oleh pumper diantara
melakukan pengambilan sampel fluida produksi untuk dibawa ke laboratorium,
mencatat tekanan kepala sumur, memonitor peralatan produksi pada tiap sumur.
Jika mengalami kerusakan dan masalah lain wajib dilaporkan. Data-data yang
diperoleh digunakan untuk memonitor terhadap kondisi pompa ESP, serta
memperbarui kurva IPR yang menunjukkan performa sumur tersebut sehingga
dapat diketahui efisiensi pompa ESP. Namun, pada sumur yang dimonitor terdapat
beberapa masalah diantaranya terdapat panel ESP yang rusak sehingga tidak dapat
membaca beberapa data seperti besaran arus dan frekuensi.

Pada aktivitas pengambilan data melalui sonolog terdapat beberapa data yang
diambil seperti ketinggian fluid level, pump intake pressure, presentase liquid,
kedalaman formasi, tekanan ruang annulus, tekanan pada gas-liquid interface dan
data lainnya. Namun, data utama yang perlu dicatat adalah fluid level guna
mencegah terjadinya pump off pada pompa ESP bila fluid levelnya rendah. Hal ini
tentu akan mengurangi efisiensi pompa ESP.

Salah satu kegiatan well service yang dilakukan adalah slickline operation.
Namun, sebelumnya dilakuakan persiapan peralatan yang dibutuhkan di workshop.
Di ruangan tersebut merupakan tempat penyimpanan dan memperbaiki alat-alat
rusak. Beberapa peralatan yang terdapat di workshop diantaranya, dummy, gas lift,
lubricator, winch, side pocket mandrel, dan beberapa peralatan lain terkait operasi
menggunakan wireline. Di dalamnya juga terdapat ruangan khusus yang digunakan
untuk mengatur tekanan bukaan gas lift valve yang digunakan saat proses unloading
fluida dari dala sumur. Sumber gas yang digunakan dalam proses pengaturan
tekanan bukaan pada dome yang ada di dalam gas lift berupa gas Nitrogen yang
diletakkan dalam tabung khusus dan dengan suhu ruangan tertentu.

Operasi slickline yang dilakukan pada hari tersebut adalah resetting gas lift
pada Sumur S, karena yang sebelumnya mengalami kebocoran pada valve nomor
2. kegiatan diawali dengan pencabutan gas lift yang telah bocor dari dalam sumur
dengan menggunakan kick over tool yang diturunkan melalui slickline. Aktivitas
berjalan lancar karena tidak ada kendala dalam pencabutan gas lift yang rusak,
maupun pemasangan yang baru.

Aktivitas dilanjutkan dengan melakukan tag bottom pada sumur injeksi air
yang tidak jauh posisinya. Sebelumnya, sumur mengalami masalah karena laju alir
air yang masuk menjadi mengecil. Jadi dilakukan pengecekan kedalaman sekaligus
pembersihan tubing melalui alat gauge cutter yang diturunkan menggunakan
slickline. Pengecekan kedalaman juga dilakukan unuk pengawasan terhadap
terjadinya sand build up pada dasar sumur. Penurunan laju alir sumur diindikasikan
akibat masalah teknis yang ada di dalam sumur itu sendiri.

Dalam upaya optimisasi produksi dilakukan stimulasi yaitu dengan hydraulic


fracturing pada Sumur R. Sebelum dilakukan stimulasi, lapisan tersebut diperforasi
dengan menggunalan metode abrasive perforation. Metode non-konvensional ini
merupkan salah terobosan yang digunakan selain menggunakan material eksplosif
seperti gun. Pada metode ini digunakan pasir Silica untuk melubangi formasi
sehingga menghilangkan masalah kemungkinan penyumbatan pada tubing oleh
material peluru yang ikut terproduksi bersama fluida.
Persiapan sebelum melakukan perforation adalah injeksi fluida komplesi yang
terdiri dari campuran air dan KCl. Selain itu, material untuk perforasi dialirkan
melalui coiled tubing yang diniliai lebih efisien kerena material dapat disirkulasi
secara kontinyu, tanpa mengeluarkan production string dari sumur. Ditambah lagi,
keakuratannya dalam penentuan titik kedalam juga lebih baik. coiled tubing juga
lebih awet karena lebih tahan collapse, burst, erosi, dan korosi, serta dapat
digulung. Setelah material pasir diinjeksikan untuk membuat perforasi, pasir
dibarkan untuk settling dalam beberapa jam sebelum dilakukan uji injectivity test

5.2 Pengolahan Data lapangan


Sumber data yang diolah antara lain data EMR untuk analisis performa
sumur dan data laju alir air injeksi untuk analisis masalah yang ada pada sumur
injeksi.

5.2.1 Analisis Performa Sumur


Berdasarkan tes yang dilakukan terhadap sumur-sumur yang berada di
Lapangan S, Blok Y diperoleh data tekanan dan suhu pada tiap kedalaman tertentu.
Data dari setiap sumur diperoleh dengan perekaman melalui alat Electric Memory
Recorderd yang diturunkan ke dalam masing-masing sumur menggunakan
Slickline. Beberapa tes yang dilakukan pada tiap sumur diantaranya adalah FBHP
test, SBHP test, dan traverse survey. Data SBHP test yang diperoleh dari Lapangan
S untuk Sumur W-13 pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa kolom minyak mengisi
sepanjang tubing. Hal ini ditunjukkan dengann harga fluid gradient yang berada di
kisaran 0.3-0.4 psi/ft.

Berdasarkan perhitungan terhadap data yang diperoleh maka diperoleh harga


gradient gas rata-rata sebesar 0.019 psi/ft, gradient liquid rata-rata sebesar 0.41
psi/ft. Melalui data tersebut dibuat grafik hubungan antara tekanan, suhu, dan
kedalaman pada gambar 4.1 Di dalam keadaan statis, tidak ada aliran di dalam
sumur sehingga gas tidak lepas dari fluida reservoir. Hal ini dapat dilihat dari bentuk
gradien garis tekanan terhadap kedalaman yang bentuknya linier dengan gradien
liquid pada EOT sebesar 0.4237 psi/ft.

Selain itu, data yang diperoleh dari sumur-sumur lainnya umumnya normal,
yangmana harga tekanan dan temperatur akan meningkat seiring bertambahnya
kedalaman. Hanya saja, karena pola aliran tidak selalu normal yang mana gas
berada di atas minyak. Pola aliran dapat berbentuk slug atau yang lainnya. Hal ini
dapat dilihat dari harga gradien fluida yang cenderung terjadi berselang-seling
antara minyak dan gas menuju dasar sumur. Hal ini menggambarkan posisi gas
dalam aliran minyak tidak seluruhnyanya berada di atas minyak dan dapat memiliki
bentuk tertentu. Namun, untuk mengetahui pola alirannya memerlukan studi lebih
lanjut. Selain, pada beberapa sumur terdapat beberapa data temperatur yang
berharga negatif. Hal ini diakibatkan adanya kesalahan dalam perekaman data oleh
alat EMR.

Keseluruhan data yang diolah dari sumur-sumur yang terdapat pada lapangan
S dirangkum pada tabel 4.2 Seluruh data SBHP test yang diperoleh dari semua
sumur di Lapangan X diplot terhadap waktu sehingga diperoleh profil tekanan
reservoir pada lapangan tersebut. Grafik hubungan antara tekanan reservoir
terhadap waktu dapat dilihat pada gambar 4.2. Dalam kurun waktu 15 tahun,
Lapangan S memiliki tiga trend penurunan tekanan reservoir. Pada tahun 2009
hingga 2014 cederung memiliki harga penurunan tekanan paling tinggi.
Berdasarkan sejarah produksi pada lapangan tersebut, hal ini diakibatkan gas
diproduksikan dari lapangan tersebut. Hal ini membuat penurunan tekanan yang
cepat dan dapat menyebabka penurunan recovery factor karena tekanan pada kolom
gas yang mampu mengimbangi penurunan tekanan reservoir berkurang. Oleh
karena itu, pada tahu 2014 produksi gas berhenti diproduksikan untuk menguangi
penurunan tekanan reservoir.

Selain dilakukan analisis terhada penurunan tekanan reservoir, dilakukan pula


analisis terhadap performa sumur - sumur (well performance analysis) yang ada di
Lapangan S. Analisis dilakukan menggunakan metode inflow performance
relationship (IPR). Analisis dilakukan setalah membuat grafik well performance
terlebih dahulu. Sumur-sumur yang mengindikasikan ada masalah akan dianalisis
melalui metode IPR. Grafik well performance pada sumur W-13 dapat dilihat pada
gambar 4.3

Performa Sumur W-13 memperlihatkan harga penurunan laju alir produksi


liquid yang signifikan. Selain itu harga water cut juga naik secara tajam meskipun
trend penurunan laju alir liquid dan minyak cenderung mirip. Hal ini menunjukan
bahwa, peningkatan laju alir air formasi yang besar diiringi oleh penurunan laju alir
minyak yang besar juga sehingga harga laju alir liquidnya tidak jauh berbeda
dengan laju alir minyaknya.

Oleh karena itu, dilakukan analisis dengan metode IPR untuk analisis lebih
lanjut. Berdasarkan kurva IPR terhadap sumur W-13., terlihat adanya penurunan
laju alir maksimum yang sangat signifikan antara tes yang dilakukan di awal
produksi dan tes terakhir, yaitu sebesar 7236. 5 bfpd. Selain itu, productivity
indexnya juga mengalami penurunan sebesar 8 bfpd/psi. Besarnya penurunanlaju
alir maksimum sebesar 91% dari laju alir maksimum pada kondisi awal. Penurunan
laju alir yang signififikan biasanya mengindikasikan terjadi damage pada formasi
terkait.

Penurunan laju alir merupakan hal yang normal saat suatu sumur diproduksikan
seiring menurunnya tekanan reservoir. Hal ini digambarkan dengan perbandingan
bentuk kurva yang cenderung mirip pada tes pada kondisi awal an terakhir. Namun,
pada Sumur W-13 menunjukkan bentuk kurva yang berbeda. Pada tes terakhir
menunjukkan perubahan menjadi bentuk yang lebih curam, yang menandakan
penurunan laju alir tidak sebanding dengan penurunan tekanan reservoirnya.

Berdasarkan data lapangan yang ada. Litologi pada lapangan tersebut


merupakan Limestone. Hal ini dapat menjadi pertimbangan untuk dilakukannya
acidizing jika memang terjadi damage. Untuk itu, perlu dilakukan tes lebih lanjut,
seperti PBU test untuk mengetahui harga skin pada formasi dan memilih metode
acidizing yang tepat.
5.2.2 Analisis Air Injeksi
Untuk hasil pengolahan data water injection surveillance, dari data yang
didapatkan selama berada di lapangan diambil data tiga sumur yang mewakili tiga
kondisi sumur injeksi air yang berbeda, yaitu data dari sumur B1, B2, B3. Lalu
dinalisis mengunakan metode Hall plot.
Setelah itu dilakukan serangkaian perhitungan sehingga menghasilkan data
seperti tabel 4.6 pada data di tabel tersebut terlihat nilai rate injeksi (q) sangat
rendah, sebesar 10 sampai 40 bpd. apabila dibandingkan dengan rate saat masa
awal injeksi dengan kisaran nilai 4000 sampai 5000 bpd. Nilai tekanan kepala
sumur juga berkurang jauh dari kisaran nilai 2000 psi menurun menjadi 620 psi.
setelah membuat kurva Hall plot untuk ketiga sumur di lapangan X hasilnya dapat
terlihat di gambar 4.4. setelah dianalisis, sumur B1 dianggap normal sepanjang
umur sumur karna bentuk trendline yang linier. Untuk menganalisa lebih lanjut,
data injectivity rate dari awal umur sumur sampai data terakhir menunjukkan nilai
yang sama di kisaran nilai 500 bpd, dan apabila dibandingkan dengan data di rig
report nilai rate dari injectivity test tidak terlalu jauh dari nilai injectivity test aktual.
Untuk sumur B2 data pada masa awal sumur tidak lengkap, maka kurvanya hanya
menunjukkan kondisi dari tengah umur sampai ke akhir umur sumur. kurva Hall
plot menunjukkan sumur dalam kondisi damage.
Melihat rig report terdapat kebocoran tubing, setelah tubing diganti dan
dilakukan injectivity test, rate injeksi kembali naik signifikan dari 250 bpd menjadi
3000 bpd dan nilai rate injeksi aktual sudah mendekati nilai injectivity test, terlihat
dari kurva Hall plot melandai menandakan dengan pressure yang stabil volume air
yang diinjeksikan ke formasi banyak tanpa ada hambatan. Untuk kurva Hall plot
pada sumur B3 dapat terlihat kondisi awal dari sumur tersebut normal di rate injeksi
3000 bpd dan Pwh 1000 psi di tahun 2008 lalu mulai terjadi damage, ditandai
dengan kurva hall plot yang lurus vertikal berada dikisaran volume 5.000.000 bbl
setelah dilihat di data pada tabel 4.6 kisaran cumulative volume tersebut rate turun
drastis menjadi 100 bpd dan akhirnya mencapai 10-20 bpd dengan Pwh 620 psi
ditengah 2016. Lalu pada tanggal 29 Agustus – 1 September 2016 rate-nya 0 bpd
yang artinya terjadi shut in. Lalu setelah melihat rig report sumur B3 pada tanggal
30 agustus 2016 sumur tersebut dilakukan acidizing job dan dari data injectivity test
pada tabel 4.6 menunjukkan dengan tekanan sebesar 600 psi sumur tersebut dapat
menginjeksikan air dengan rate 6624 bpd . Lalu pada tanggal 2 agustus 2016 rate
kembali ada nilainya tetapi tetap berkisar di 20-30 bpd dengan tekanan yang masih
tetap di 620 psi. Baru di kisaran bulan maret 2017 rate kembali normal di 3000-
4000 bpd dengan Pwh 700 psi. Di fase ini baru kurva Hall plot menunjukkan
prilaku normal. Rate tidak langsung naik setelah acidizing, kemungkinan
dikarenakan apabila telah diketahui terdapat penurunan rate yang signifikan,
dilakukan pengecekan sumur, dan rate yang menurun drastis mengindikasikan
adanya kerusakan tubing berupa plugging akibat scale di tubing atau adanya sand
build up, untuk mengetahui lebih lanjut bisa di cek di tag bottom dan dibersihkan
scalenya dengan gauge cutter.
Apabila setelah pembersihan tersebut masih bermasalah dites untuk tau
apakah terdapat tubing bocor, lalu apabila telah ditemukan penyebabnya memang
terjadi plugging tersebut choke menuju sumur yang ada didekat manifold di station
akan dikecilkan, sehingga aliran air akan ke sumur injeksi lainnya. (agar output
ratenya sesuai rate awal di sumber pompa) dan agar voidage ratio tetap seimbang.
Menurut rig report pertama-tama diketahui adanya tubing bocor dan
diganti, lalu dilihat dari rate tidak ada perubahan rate yang signifikan sehingga
dilakukan acidizing. Hal ini terjadi karena kemungkinan pumper lupa membuka
choke di manifold pusat yg dekat pompa sehingga saat di cek di panametrik sumur
ratenya tetap kecil, dan setelah choke tersebut dibuka ratenya langsung naik
signifkan sesuai keadaan normal tersebut, atau karena data panametrik terbarunya
belum diupdate
BAB VI

KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan dan pengolahan data yang dilakukan terhadap


lapangan X, maka dapat disimpulkan.

1. Gas yang terproduksi dari lapangan X tidak lagi ekonomis untuk dijual sebagai
bahan bakar

2. Water Treatment di Station X tidak lagi mengolah air sungai untuk diinjeksikan
kembali ke sumur karena water cutnya yang telah tinggi

3. Salah satu upaya meningkatkan produktifitas sumur terkait berkurangnya


sumber gas adalah konversi sumur gas lift menjadi ESP

4. Perlu adanya peningkatan keamanan pada fasilitas produksi pada tiap sumur
terkait masalah pencurian peralatan oleh penduduk sekitar.

5. Coil tubing unit menjadi terobosan dalam penggunaan Production String


dengan daya tahan yang lebih baik dari pada tubing konvensional.

6. Metode abrasive perforation dapat dijadikan alternatif pengganti metode


perforasi konvensial terkait menghilangkan resiko plugging oleh bullet di
sumur produksi.

7. Berdasarkan analisis data EMR Test didapati adanya penurunan tekanan


reservoir yang tajam di Lapangan S pada tahun 2009 hingga 2014 akibat
produksi gas.

8. Produksi gas dihentikan tahun 2015 untuk mencegah semakin menurunnya


recovery factor.

9. Kurva IPR Sumur W-13 menunjkkan adanya penurunan laju alir maksimum
sebesar 7236.51 bfpd atau sebesar 91% laju alir semula dalam 13 tahun
terakhir.

53
10. Harga productivity index Sumur W-13 turun 8 bpd/psi atau sebesar 84%

11. Acidizimg dapat menjadi alternatif solusi terhadap turunnya laju alir, tetapi
perlu dilakukan PBU test untuk menentukan besarnya skin pada Sumur W-13

12. Kurva Hall Plot pada Sumur B2 menunjukkan perubahan trendline akibat
adanya penggantian tubing yang bocor sehingga gradiennya menjadi melandai

13. Kurva Hall plot pada Sumur B3 menunjukkan adanya perubahan trendline
akibat adanya acidizing, tetapi terdapat ketidakcocokan data perubahan
trendline terhadap hasil rig report karena kemungkinan data rate injeksi dari
panametrik belum diinput dikembali tepat setalah acidizing.
[Type here]

DAFTAR PUSTAKA

1. Amix, J.W., dkk., “Petroleum Reservoir Engineering”, Mc. Graw-Hill Book,


Toronto-London, 1960.
2. Hawkins, B.C. dan Craft M.,“Applied Petroleum Reservoir Engineering
Second Edition”, Prentice Hall.New Jersey, 1991.
3. Koesoemadinata, R.P., “Geologi Minyak dan Gas bumi”, ITB, Bandung, 1980.
Rubiandini, Rudi, “Diktat Kuliah Teknik Pengeboran”, ITB, Bandung, 1994..
4. Santoso, Anas Puji, “Diktat Kuliah Teknik Produksi I”, UPN, Yogyakarta,
1998.
5. https://fachriborneo.wordpress.com/2009/12/13/apa-itu-sonolog/14-08-2018.
6. http://fatmapetroleum.blogspot.com/2011/07/gas-lift.html?m=1/14-08-2018.
7. http://sharingilmuproduksi.blogspot.com/2015/03/gathering-station.html?m=1
8. http://teknik-perminyakan-indonesia.blogspot.com/2016/01/bottom-hole-
pressure-bhp.html?m=1/15-08-2018.
9. https://www.scribd.com/doc/142931110/Presentasi-Wireline-Technology-
2012-Jos/15-08-2018.
10. https://fachriborneo.wordpress.com/2009/12/13/apa-itu-sonolog/15-08-2018.
11. http://fatmapetroleum.blogspot.com/2011/07/gas-lift.html?m=1/15-08/2018.
12. http://sharingilmuproduksi.blogspot.com/2015/03/gathering-
station.html?m=1/16-08-2018.
13. http://teknik-perminyakan-indonesia.blogspot.com/2016/01/bottom-hole-
pressure-bhp.html?m=1/17-08-2018.
14. https://www.scribd.com/doc/142931110/Presentasi-Wireline-Technology-
2012-Jos/17-08-2018.
[Type here]

DAFTAR SIMBOL

Δt = Waktu penginjeksian, hari.

µ = Viskositas. cp

Bx = Faktor volume formasi fluida x, bbl/STB

GOR = Rasio Gas dan minyak yang terproduksi, SCF/STB

h = Tebal reservoir, feet.

Ix = Volume injeksi fluida x, STB.

Iw = Volume injeksi air, STB.

k = pemeabilitas, mD

Pavg = Tekanan rata-rata, psi.

Pwi = Tekanan injeksi pada vlume tertentu, psi.

Qx = Volume fluida x terproduksi, STB.

re = Jari-jari pengurasan, feet.

Rs = Rasio gas terlarut dalam minyak, cuft/bbl.

rw = Jari-jari sumur, feet.

S = Skin.

Wt = Kumulatif volume air yang diinjeksikan pada waktu t, bbls.


[Type here]

LAMPIRAN

SKEMA STASIUN X
[Type here]

Lampiran A
Skema Fasilitas Pemisah Stasiun X

Lampiran B
Skema Water Treatment Plant Stasiun X

Anda mungkin juga menyukai