Anda di halaman 1dari 128

EVALUASI SQUEEZE CEMENTING UNTUK PEKERJAAN

PERBAIKAN IKATAN SEMEN PADA LINER 7” SUMUR “WIDA”


LAPANGAN “YATI” PT PERTAMINA EP

SKRIPSI

Oleh:
SANDIKA PRATAMA
113160003

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2020

i
EVALUASI SQUEEZE CEMENTING UNTUK PEKERJAAN
PERBAIKAN IKATAN SEMEN PADA LINER 7” SUMUR “WIDA”
LAPANGAN “YATI” PT PERTAMINA EP

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi syarat penulisan Skripsi untuk meraih gelar Sarjana
Teknik di Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Disusun Oleh:
SANDIKA PRATAMA
113160003

Disetujui untuk Jurusan Teknik Perminyakan


Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta
Oleh Dosen Pembimbing :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. H. KRT. Nur Suhascaryo, MT. Ir. Aris Buntoro, MT

ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya menyatakan bahwa judul dan keseluruhan isi dari Skripsi ini adalah
asli karya ilmiah saya, dan saya menyatakan bahwa dalam rangka penyusunan, saya
berkonsultasi dengan dosen pembimbing hingga dalam penyelesaian Skripsi ini
tidak pernah melakukan penjiplakan (plagiasi) terhadap karya orang atau pihak lain,
baik karya lisan maupun tulisan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
Saya menyatakan bahwa apabila dikemudian hari terbukti bahwa Skripsi
saya ini mengandung unsur penjiplakan (plagiasi) dari pihak lain, maka sepenuhnya
menjadi tanggung jawab saya, diluar tanggung jawab Dosen Pembimbing saya.
Oleh karena itu, saya sanggup bertanggung jawab secara hukum dan bersedia
dibatalkan atau dicabut gelar kesarjanaan saya oleh Otoritas atau Rektorat
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.

Yogyakarta, Maret 2020


Yang menyatakan,

Sandika Pratama
NIM. 113160003

Nomor Telp / Hp : +6281338314594


Alamat Email : Sandikapratama123@gmail.com
Nama & Alamat Orang Tua : Sugiyanto
Piring Jepit rt.01 Kurahan II DK.VIII Murtigading
Sanden Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta

iii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya dan juga Untuk Nabi
Muhammad SAW.

Untuk Bapak Dr. Ir. H. KRT. Nur Suhascaryo, MT dan Bapak Ir. Aris Buntoro, MT
yang sudah membimbing saya dalam menyelesaikan Skripsi ini.

Untuk Ibu (Alm) saya, skripsi ini saya dedikasikan untuk Ibu (Alm) dan Simbah
(Alm) dan Bapak, Pakde, Bude, Simbah Putri dan Keluarga saya yang selalu
mendukung dan mendoakan saya setiap saat.

Untuk Mariska Hestia Aini yang selalu menemani dimanapun kapanpun dan
selalu mensupport dalam kondisi apapun.

Untuk Teman-Teman seperjuangan SPEARHEADS yang sering memberikan


bantuan dan dukungannya juga.
Untuk para dosen, senior yang sudah mendukung dan memberi bantuan.

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala berkat dan rahmatNya
saya selaku penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul : “EVALUASI
SQUEEZE CEMENTING UNTUK PEKERJAAN PERBAIKAN IKATAN
SEMEN PADA LINER 7” SUMUR “WIDA” LAPANGAN “YATI” PT
PERTAMINA EP”. Skripsi ini dibuat guna memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi
Mineral UPN “Veteran” Yogyakarta.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. M Irhas Effendi, M.S. selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Yogyakarta.
2. Dr. Ir. Sutarto, M.T., selaku Dekan Fakultas Teknologi Mineral, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
3. Dr. Ir. Drs. H. Herianto, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Perminyakan,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
4. Dr. Ir. H. KRT. Nur Suhascaryo, MT selaku Dosen Pembimbing I.
5. Ir. Aris Buntoro, MT. selaku Dosen Pembimbing II.
6. Dr. Ir. Dyah Rini Ratnaningsih, MT. selaku Dosen Wali.
7. Berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak
dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, penulis
sangat mengharapkan saran-saran guna perbaikan dan kesempurnaan di masa
yang akan datang. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, Maret 2020

(Sandika Pratama)

v
RINGKASAN

Analisa CBL-VDL untuk primary cementing pada Sumur “WIDA” untuk


zona produktif pada trayek 7” dengan interval kedalaman 7110 – 7145 ft terindikasi
terjadinya channeling yang ditandai dengan Analisa kualitatif dengan nilai
amplitude pada CBL sekitar 12 - 47 mV dan pada pembacaan VDL untuk casing
arrival yang dibaca jelas dan formation arrival yang masih dapat terlihat
bentukannya, maka dari itu perlu dilakukannya squeeze cementing untuk
memperbaiki ikatan semen pada sekitar zona produktif. Untuk jalur squeeze
cementing, dilakukan perforasi pada interval kedalaman 7132 – 7138 ft. Hal ini
bertujuan untuk mengisolasi zona produktif tersebut dengan memperbaiki ikatan
semen pada sekitar zona produktif tersebut dan mencegah terproduksinya air pada
saat tahap produksi.
Metodologi yang digunakan dalam Skripsi ini adalah analisa hasil primary
cementing, penentuan interval squeeze cementing, perhitungan teknis operasional
squeeze cementing yang meliputi perhitungan volume bubur semen, volume aditif,
perkiraan ketinggian kolom fluida, tekanan maksimum pompa (MASP), dan
tekanan squeeze. Analisa yang dilakukannya selanjutnya adalah analisa hasil
squeeze cementing yang telah dilakukannya dengan menggunakan analisa CBL-
VDL dengan secara kualitatif dan juga kuantitatif yang dimana nantinya dapat
ditentukan program squeeze tersebut berhasil atau tidak.
Berdasarkan secara operasional, program squeeze cementing yang
dilakukan dapat dikatakan berhasil yang dikarenakan tekanan yang digunakan tidak
melebihi tekanan rekah formasi. Dan berdasarkan analisa CBL-VDL, dengan
analisa kualitatif dan kuantitatif, terdapat perbaikan bonding semen yang ditandai
dengan turunnya nilai amplitudo pada CBL dengan nilai amplitude yang rata-rata
awalnya 32 Mv menjadi 23 mV dan dengan melihat hasil VDL pada pembacaan
casing arrival tidak jelas (melemah) dan pada formation arrival terlihat jelas
bentukannya dan didapatkan nilai compressive strength yang nilai rata-rata awalnya
341 psi menjadi 456 psi dan Bond index yang nilai rata-rata awalnya 0,26 menjadi
0,37. ini menunjukkan telah terjadinya perbaikan semen pada zona tersebut.
Walaupun demikian berdasarkan analisa secara kualitatif dan kuantitatif, setelah
dilakukannya squeeze cementing terjadi perbaikan ikatan semen menjadi lebih baik,
namun masih belum mencapai target cut off yang ditentukan sehingga dapat
dikatakan squeeze cementing yang telah dilakukan kurang sempurna.

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
RINGKASAN ............................................................................................ vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii
DAFTAR TABEL...................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
1.1. Latar Belakang................................................................. 1
1.2. Permasalahan ................................................................... 1
1.3. Maksud dan Tujuan ......................................................... 2
1.4. Metodologi....................................................................... 2
1.5. Sistematika Penulisan ...................................................... 3
BAB II TINJAUAN UMUM LAPANGAN “YATI” ....................... 4
2.1. Tinjauan Geografis Lapangan “YATI” ........................... 4
2.2. Struktur Geologi Lapangan “YATI” ............................... 5
2.3. Stratigrafi Cekungan Jawa Timur Bagian Utara ............ 7

BAB III TEORI DASAR SQUEEZE CEMENTING ........................ 11


3.1. Penyemenan ..................................................................... 11
3.2. Squeeze Cementing .......................................................... 11
3.2.1. Sifat-Sifat Semen Pemboran................................. 12
3.2.1.1. Strength .................................................... 12
3.2.1.2. Water Cement Ratio ................................. 13
3.2.1.3. Densitas.................................................... 14
3.2.1.4. Thickening Time....................................... 15
3.2.1.5. Plastic Viscosity dan Yield Point ............. 15
3.2.1.6. Filtration Loss.......................................... 16

vii
DAFTAR ISI
(Lanjutan)

Halaman
3.2.1.7. Permeabilitas Semen ................................ 16
3.2.1.8. Sulfate Resistance .................................... 17
3.2.1.9. Waiting on Cement................................... 17
3.2.2. Aditif Semen ......................................................... 17
3.2.2.1. Accelerator............................................... 19
3.2.2.2. Retarder ................................................... 19
3.2.2.3. Extender ................................................... 19
3.2.2.4. Antifoam Agents ....................................... 19
3.2.2.5. Weighting Agents ..................................... 20
3.2.2.6. Dispersant ................................................ 20
3.2.2.7. Fluid Loss Control Agents ....................... 20
3.2.2.8. Loss Circulation Agents ........................... 20
3.2.2.9. Special Additive ....................................... 20
3.3. Teknik Squeeze Cementing.............................................. 21
3.3.1. Low Pressure Squeeze Cementing ........................ 22
3.3.2. High Pressure Squeeze Cementing ....................... 23
3.3.3. Metode Penempatan Bubur Semen....................... 24
3.3.3.1. Metode Bradenhead................................. 24
3.3.3.2. Metode Squeeze Packer ........................... 26
3.3.4. Metode Pemompaan ............................................. 27
3.3.4.1. Metode Running Squeeze Pumping ......... 27
3.3.4.2. Metode Hesitation Squeeze Pumping ...... 28
3.4. Perencanaan Pekerjaan Squeeze Cementing .................... 29
3.4.1. Fluida dalam Sumur.............................................. 29
3.4.2. Desain Bubur Semen ............................................ 29
3.4.2.1. Suhu dan Tekanan.................................... 29
3.4.2.2. Jenis Semen.............................................. 31
3.4.2.3. Pengendalian Filtrasi................................ 31
3.4.2.4. Volume Bubur Semen.............................. 32
3.4.3. Tekanan Squeeze................................................... 33
3.4.4. Waktu Pemompaan ............................................... 33
3.4.5. Compressive Strength ........................................... 34
3.4.6. Injectivity Test....................................................... 34
3.4.7. Peralatan Penyemenan .......................................... 35
3.4.7.1. Peralatan di atas Permukaan .................... 35
3.4.7.2. Peralatan di bawah Permukaan ................ 37
3.5. Perhitungan-Perhitungan dalam Pekerjaan
Squeeze Cementing .......................................................... 39

viii
DAFTAR ISI
(Lanjutan)

Halaman
3.5.1. Perhitungan Volume Bubur Semen ...................... 40
3.5.2. Perhitungan Volume Aditif .................................. 41
3.5.3. Perhitungan Tinggi Kolom Semen ....................... 41
3.5.4. Perhitungan Tekanan ............................................ 41
3.5.5. Perhitungan Tekanan Pompa ................................ 42
3.6. Pengujian dan Evaluasi Hasil Pekerjaan Cementing ....... 46
3.6.1. Tes Tekanan Positif (Positive Pressure Test) ....... 46
3.6.2. Tes Tekanan Negatif (Negative Pressure Test) .... 47
3.6.3. Log Akustik (CBL-VDL) ..................................... 47
3.6.3.1. Cement Bond Log (CBL) ......................... 48
3.6.3.2. Variable Density Log (VDL) ................... 51
3.6.3.3. Analisa CBL-VDL ................................... 53
BAB IV EVALUASI DAN PERHITUNGAN SQUEEZE
CEMENTING ........................................................................ 62
4.1. Evaluasi Primary Cementing pada Zona Produktif ......... 64
4.2. Program Squeeze Cementing pada Sumur “WIDA”........ 69
4.2.1. Data Komplesi dan Workstring Sumur “WIDA” . 70
4.2.2. Data Aktual Squeeze Cementing........................... 71
4.3. Evaluasi Teknis dan Perhitungan Pekerjaan Squeeze
Cementing Sumur “WIDA” ............................................. 72
4.3.1. Perhitungan Volume Bubur Semen ...................... 73
4.3.2. Perhitungan Volume Aditif .................................. 75
4.3.3. Perhitungan Ketinggian Kolom Semen ................ 76
4.3.4. Perhitungan Tekanan ............................................ 82
4.3.5. Perhitungan Tekanan Maksimum Pompa ............. 85
4.4. Evaluasi Waktu Pelaksanaan Squeeze Cementing
Sumur “WIDA” ............................................................... 88
4.5. Evaluasi Hasil Pekerjaan Squeeze Cementing ................. 91
4.5.1. Pengujian terhadap Hasil Operasi Squeeze
Cementing Sumur “WIDA” .................................. 91
4.5.2. Evaluasi Kualitatif CBL-VDL .............................. 91
4.5.3. Evaluasi Kuantitatif CBL ..................................... 93
BAB V PEMBAHASAN ...................................................................... 99
BAB VI KESIMPULAN ....................................................................... 106

ix
DAFTAR ISI
(Lanjutan)

Halaman
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 108
LAMPIRAN

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1.1. Diagram Alir Penyusunan Skripsi ..................................................... 3
2.1. Peta Lokasi Sumur “WIDA” Lapangan “YATI” ............................... 5
2.2. Lokasi Cekungan Jawa Timur Bagian Utara ..................................... 7
2.3. Kolom Statigrafi Blok Tuban............................................................. 9
2.3. Kolom Statigrafi dan Litologi Blok Tuban ........................................ 10
3.1. Low Pressure Squeeze........................................................................ 22
3.2. High Pressure Squeeze ...................................................................... 23
3.3. Rekahan Vertikal yang Disebabkan High Pressure Squeeze ............. 24
3.4. Metode Bradenhead ........................................................................... 25
3.5. Metode Squeeze Packer ..................................................................... 26
3.6. Tipe Tekanan Teknik Hesitation Squeeze Pumping .......................... 28
3.7. Pembentukan Node oleh Beberapa Water Loss yang Berbeda .......... 32
3.8. Cementing Unit .................................................................................. 36
3.9. Drillable Squeeze Packer................................................................... 38
3.10. Retrievable Squeeze Packer ............................................................... 39
3.11. Skema Peralatan CBL-VDL. ............................................................. 48
3.12. Prinsip Kerja Peralatan CBL-VDL .................................................... 49
3.13. Pengukuran Transit Time pada CBL.................................................. 50
3.14. Hubungan Amplitude terhadap Ikatan Semen .................................... 51
3.15. Prinsip Kerja dari VDL ...................................................................... 52
3.16. Contoh Hasil Pengukuran CBL-VDL ................................................ 54
3.17. Interpretasi CBL-VDL Untuk Free Pipe ........................................... 55
3.18. Interpretasi CBL-VDL Untuk Well Bonded ...................................... 56
3.19. Interpretasi CBL-VDL Menunjukkan Ikatan Semen Buruk
dengan Formasi .................................................................................. 57
3.20. Interpretasi CBL-VDL Menunjukkan Channeling ............................ 58
3.21. CBL Interpretation Chart .................................................................. 60

xi
DAFTAR GAMBAR
(Lanjutan)

Gambar Halaman
4.1. Profil Sumur “WIDA” ....................................................................... 63
4.2. CBL-VDL pada Primary Cementing ................................................. 64
4.3. Tahapan Analisa Kuantitatif Primary Cementing.............................. 65
4.4. Posisi Kedalaman Permasalahan yang Terjadi .................................. 69
4.5. Skema Perencanaan Squeeze Cementing oleh Service Company ...... 70
4.6. Kondisi Fluida Saat Workstring Tercelup.......................................... 78
4.7. Kondisi Fluida Saat Workstring Diangkat ......................................... 80
4.8. Perkiraan Ketinggian Puncak Semen ................................................. 82
4.9. Grafik Penentuan Tekanan Maksimum Pemompaan yang
Diizinkan (MAP) ............................................................................... 88
4.10. Kurva CBL-VDL pada Kedalaman 7100 – 7150 ft ........................... 92
4.11. Analisa Kuantitatif Menggunakan CBL Interpretation Chart........... 94

xii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
III-1 Compressive Strength Semen Berdasarkan API .............................. 13
III-2 Kandungan Air Normal dalam Suspensi Semen .............................. 14
III-3 Pengaruh Aditif pada Suspensi Semen ............................................ 18
III-4 Kondisi Sirkulasi Dasar Sumur Selama Squeeze dan Primary
Cementing ........................................................................................ 30
III-5 Thickening Time Semen pada Primary Cementing vs Squeeze
Cementing ....................................................................................... 31
IV-1 Analisa Kuantitatif Cement Bond Log (Before Squeeze) ................. 67
IV-2 Perbandingan Volume Cement Slurry yang Dibutuhkan ................. 75
IV-3 Perhitungan Tekanan Hidrostatis (@Start Squeeze) ........................ 83
IV-4 Perhitungan Tekanan Hidrostatis (@End Squeeze) ......................... 84
IV-5 Hasil Perhitungan Tekanan Maksimum Pemompaan yang
Diizinkan (MASP) ........................................................................... 86
IV-6 Perbandingan Penentuan Tekanan Maksimum Pemompaan yang
Diizinkan .......................................................................................... 87
IV-7 Estimasi Waktu Pelaksanaan Squeeze Cementing Sumur “WIDA” 90
IV-8 Analisa Kuantitatif Cement Bond Log (After Squeeze) .................... 95
IV-9 Persentase Berdasarkan Compressive Strength................................ 97
IV-10 Presentase Berdasarkan Bond Index................................................. 98

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sumur “WIDA” Lapangan “YATI” merupakan sumur produksi dimana
kerja ulang yang dilakukan pada sumur “WIDA” adalah pekerjaan squeeze
cementing untuk memperbaiki ikatan semen dibelakangnya, yang merupakan zona
produktif. Pada sumur ini dilakukannya perforasi untuk beberapa zona produktif
yaitu pada liner 7”. Berdasarkan analisa hasil penyemenan untuk sekitar zona
produktif di trayek 7” yaitu pada interval kedalaman 7110-7145 ft terindikasi
bahwa telah terjadi channeling, sehingga perlu dilakukannya perbaikan ikatan
semen dengan pengerjaan squeeze cementing sebelum dilakukannya kerja ulang
pindah lapisan. Pekerjaan squeeze cementing diawali dengan perforasi untuk jalur
masuk squeeze cementing pada interval kedalaman 7132 – 7138 ft.
Evaluasi squeeze cementing sumur “WIDA” ini dilakukan setelah pekerjaan
squeeze cementing tersebut selesai, dengan tujuan untuk mengetahui berhasil atau
tidaknya pekerjaan penyemenan tersebut. Evaluasi pekerjaan squeeze cementing
yang dibahas meliputi evaluasi perhitungan teknis operasional pengerjaan
penyemenan dan evaluasi hasil penyemenan melalui hasil pembacaan kurva CBL-
VDL. Penyemenan dikatakan berhasil apabila hasil analisa pada kurva CBL-VDL
memenuhi cutoff yang ditetapkan, sehingga menghasilkan semen yang tahan
terhadap pressure dari formasi dan dari dalam casing.
1.2. Permasalahan
1. Apakah penyemenan primer yang terdapat pada interval zona produktif
sumur “WIDA” mempunyai hasil yang buruk ?
2. Apakah pekerjaan squeeze cementing Sumur “WIDA” sudah dilakukan
secara optimum dan se-efisien mungkin ?
3. Apakah pekerjaan squeeze cementing Sumur “WIDA” berhasil
memperbaiki penyemenan primer dengan tidak merekahkan formasi

1
2

1.3. Maksud dan Tujuan


Evaluasi hasil penyemenan pada zona prospek ini dimaksudkan untuk
mengetahui keberhasilan dari primary dan squeeze cementing yang telah dilakukan.
Sedangkan tujuan dari evaluasi hasil penyemenan pada zona prospek ini yaitu untuk
mengetahui kualitas ikatan semen sesudah dilakukannya pekerjaan squeeze
cementing sehingga nantinya akan dapat diputuskan langkah selanjutnya.

1.4. Metodologi
Metodologi dalam mengevaluasi hasil squeeze cementing pada zona
prospek ini meliputi :
1. Menganalisa hasil penyemenan primer pada interval zona prospek.
2. Mengevaluasi perhitungan teknis operasional squeeze cementing:
1. Perhitungan volume bubur semen.
2. Perhitungan volume aditif.
3. Perhitungan ketinggian kolom semen.
4. Perhitungan tekanan.
5. Perhitungan tekanan maksimum pompa.
3. Mengevaluasi dan menganalisa hasil pekerjaan squeeze cementing yang
telah dilakukan dengan menggunakan analisa kurva CBL-VDL secara
kualitatif dan kuantitatif.
Untuk lebih jelasnya metodologi dapat dilihat melalui diagram alir pada Gambar
1.1 berikut.
3

ANALISA PENYEMENAN PRIMER

CEMENT BONDING YANG BURUK

SQUEEZE CEMENTNG

PENGUMPULAN DATA

DATA SUMUR : DATA POMPA : DATA SEMEN :

• Kedalaman • Tekanan pompa • Densitas semen


• Casing / Liner • Tekanan Squeeze • Yield semen
• Gradien Rekah formasi • Thickening time
• Densitas fluida • Compressive strength
• Kapasitas Annulus • Rheology
• Additive

PERHITUNGAN :

• Volume Bubur semen


• Volume Additive
• Ketinggian Kolom
• Tekanan
• Tekanan Maksimum

EKSEKUSI JOB SQUEEZE

PRESSURE TEST Logging CBL VDL

HASIL SQUEEZE CEMENTING :

• Good bonding
• Bad Boonding

EVALUASI SQUEEZE SQUEEZE


CEMENTING CEMENTING

PERFORASI

Gambar 1.1.
Diagram Alir Penyusunan Skripsi

1.5. Sistematika Penulisan


Pada penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Squeeze Cementing untuk
Pekerjaan Perbaikan Ikatan Semen Pada Liner 7” Sumur “WIDA” Lapangan
“YATI” PT. Pertamina EP” ini terdiri dari enam bab, yaitu: Bab I Pendahuluan;
Bab II Tinjauan Lapangan “YATI”; Bab III Teori Dasar Squeeze Cementing dan
Pengujian Semen, Bab IV Evaluasi dan Perhitungan Squeeze Cementing pada Zona
Perforasi; Bab V Pembahasan; Bab VI Kesimpulan.
BAB II
TINJAUAN UMUM LAPANGAN

Pada tanggal 29 Februari 1988 Trend International Ltd. Menandatangani


kontrak bagi hasil dengan Pertamina sehingga terbentuk JOB Pertamina – Trend
Tuban. Tanggal 31 Agustus 1993, perusahaan ini mengalami peralihan dari JOB
Pertamina – Trend Tuban menjadi JOB Pertamina – Santa Fe Tuban. Pada tanggal
2 Juli 2001, terjadi perubahan nama dari JOB Pertamina – Santa Fe Tuban menjadi
JOB Pertamina – Devon Tuban dan mulai tanggal 1 Juli 2002, JOB Pertamina –
Devon Tuban menjadi JOB Pertamina Petrochina East Java. Lalu pada tanggal 20
Mei 2018 JOB Pertamina Petrochina East Java mengalami peralihan menjadi
Pertamina EP Asset 4 Lapangan YATI.

2.1. Letak Geografis dan Sejarah PT. Pertamina Ep Asset 4 Lapangan


YATI
Sumur WIDA, terletak di Desa Ngampel, Kecamatan Kapas, Kabupaten
Bojonegoro. Sumur WIDA berada 135 km di sebelah Barat Surabaya. Dibuka pada
Agustus 2009 dengan dimulainya pemboran ekplorasi sumur X-1. Sampai tahun
2015, Lapangan WIDA sudah memiliki 35 sumur.
Lapangan WIDA, ditemukan pada bulan April 1994 setelah pemboran
sumur ekplorasi X-1. Lapangan YATI terletak di kecamatan Rengel, Kabupaten
Tuban, Propinsi Jawa Timur. Jumlah sumur yang sudah dibor sebanyak 25 sumur
terdiri dari 22 sumur yang diproduksikan menggunakan Electric Submersible
Pump, 2 sumur tidak diproduksikan lagi menjadi 1 sumur kosong (dry hole).
Pada lapangan JOB Pertamina – Petrochina East Java yang berada pada
West Tuban Block terdiri dari 2 lapangan yang pertama adalah lapangan WIDA
yang berada pada sebelah barat Surabaya yang terletak di Kabupaten Bojonegoro
yang memiliki 24 sumur dan lapangan X yang berada Kabupaten Tuban yang
memiliki total 23 sumur, 2 sumur yang tidak diproduksikan lagi menjadi sumur
disposal dan 1 sumur dry hole.

4
5

Sumur WIDA

Lapangan
YATI

Gambar 2.1.
Peta Lokasi Pertamina EP Asset 4 Lapangan “YATI”
(PT Pertamina Asset 4)

2.2. Struktur Geologi Lapangan “YATI”


Blok Tuban Terletak dalam busur Jawa Timur Basin. Strukutural Basin ini
kompleks dimana telah mengalami beberapa periode deformasi, dengan kompleks
Akhir Tersier tektonik overprinting banyak gaya sebelumnya. Deposisi Tersier
awal Basin itu dikendalikan oleh pengembangan horst extensional dan sistem
struktur graben yang dimulai pada saat pra-Tersier. Kemudian pembangunan
struktural dari Miosen Tengah seterusnya mencerminkan interaksi yang kompleks
dari tiga besar Australia, Pasifik dan lempeng Sunda-Eurasion ditandai dengan
sudut rendah kompresional dan inversi menyodorkan fitur ekstensional tua.
6

Formasi Ngimbang menandai terjadinya sedimentasi Tersier di Cekungan


Jawa Timur dengan distribusi sedimen Formasi Ngimbang Bawah dikendalikam
oleh konfigurasi pra-Tersier ada sekitar Timur Barat setengah grabens berorientasi.
The lower Formasi Ngimbang yang terdiri dari laut dangkal untuk sedimen klastik
fluvio-delta dan lacustrinal diisi lows basement kesalahan dikontrol selama
Tengah-Eosen akhir. Unit ini merupakan potensi hidrokarbonselang sumber
penting di cekungan dengan sumber menegtik geokimia menunjukkan bahwa itu
adalah sumber kemungkinan minyak di Lapangan Mudi, Cepu Field, dan sisa
minyak di Kembang Baru sumur. Ngimbang sedimentasi formasi berlanjut selama
oligosen awal dengan pengendapan atas formasi Ngimbang serpih transgesif dan
batu lempung dan karbonat platform yang ringan dan jarang lega karbonat rendah
bulid-up.
Selama Oligosen akhir, kujung karbonat formasi yang diendapkan di atas
Formasi Ngimbang dan ada tertinggi basemen pra-Tersier dengan reefal build-up
yang dikembangkan di seluruh wilayah Jawa Timur. Karang pecahan
dikembangkan sepanjang tepi pusat cekungan dengan puncak jenis terumbu terjadi
di daerah yang lebih dalam air basinal mana sedimentasi disimpan didominasi
berlempung berkapur batu gamping, batu lempung dan napal. Pertumbuhan reefal
/ gundukan karbonat berhenti mendadak di beberapa daerah pada akhir
pengendapan Kujung , mungkin kerena kondisi air yang tidak menguntungkan,
sementara di daerah terpensil beberapa terumbu Kujung terus tumbuh menjadi
Miosen Awal (Formasi Tuban).
Pembentukan Tuban Miosen baya Awal menandai perubahan dari sebagian
besar deposisi karbonat dari siklus Kujung untuk silisiklastika berbutir sebagian
besar baik disimpan selama fase regeresif utama. Sebuah Tuban rak tepi terletak
kira-kira di posisi hari ini pantai utara jawa. Untuk bagian utara tepi rak, urutan
interbedded dari serpih, batu oasir dan batu gamping yang diendapakan dalaim air
relatif dangkal sedangkan untuk pengendapan selatan terdiri tanah liat terutama
basinal dan silt. Selama Miosen Tengah Formasi Ngrayong, terdiri dari serpih
shelfal dengan batu pasir ringan dan batu lempung, diendapkan selama beberapa
7

terisolasi formasi Tuban buld up karbonat tersisa menandai akhir pertumbuhan


karang. Dalam air batu pasir turbidit juga disimpan secara lokal di seluruh daerah.
Sedimentasi klastik berlanjut selama Miosen Akhir dengan pengendapan batu
lempung air dalam dari formasi Wonocolo, sebelum terjadi kompresi tektonik yang
meneybabkan mengangkat luas dan cekungan inversi pada akhir Miosen kali. Acara
tektonik ini menyebabkan serangkaian siklus sedimen regersif dan transgresif
seluruh Plio-Pleistosen sebagian besar dikuasai oleh munculnya busur vulkanik
selatan.

Gambar 2.2
Lokasi Cekungan Jawa Timur Bagian Utara
(PT Pertamina Asset 4)

2.3. Stratigrafi Cekungan Jawa Timur Bagian Utara


Berdasarkan data dan literature yang diperoleh, terdapat 7 formasi utama
yang masuk kedalam lingkup daerah telitian, yaitu dari tua ke muda :
1. Formasi Ngimbang
Formasi ini berumur Eosen Tengah – Oligosen awal dan ditandai dengan
sedimen klastik yang terdiri dari perselingan batu pasir, serpih dan batu
gamping serta kadang-kadang dijumpai batu bara. Lingkungan
pengendapannya merupakan transisi laut dangkal diatasnya diendapkan
formasi kujung secara tidak selaras.
2. Formasi Kujung
8

Formasi ini berumur Oligosen Akhir – Miosen awal dan terdiri dari dua
sub formasi, yaitu kranji dan prupuh. Dan formasi ini disusun oleh serpih,
batu gamping dan batu pasir serta pada beberapa daerah berkembang
terumbu karbonat. Lingkungan penegndapannya merupakan laut dangkal.
Diatasnya terendapkan secara selaras Formasi Tuban.
3. Formasi Tuban
Formasi ini berumur Miosen Awal dan disusun oleh batu lempung, serpih,
dan beberapa sisipan batu gamping. Lingkungan pengendapannya
merupakan laut dangkal – laut dalam. Diatasnya diendapkan formasi
Ngrayong secara selaras.
4. Formasi Ngrayong
Formasi ini berumur Miosen Tengah dan disusun oleh batu pasir, serpih,
batu lempung, batu lanau, dan beberapa sisipan batu gamping.
Lingkungan pengendapannya merupakan teresterial – laut dangkal.
5. Formasi Wonocolo.
Formasi ini berumur Miosen Tengah Akhir dan disusun oleh Napal batu
lempung serta didapati sisipan batu gamping dan bagian bawah tersusun
oleh batu gamping pasiran. Lingkungan pengendapannya merupakan laut
dalam.
6. Formasi Kawengan
Formasi ini berumur Pliosen Awal-Akhir dan tersusun oleh beberapa sub
formasi seperti Karren, Ledok, Mundu, dan Klitik. Dan formasi ini
disusun oleh perselingan batu pasir dengan sisipan napal, batu gamping
pasiran, dan batu lempung. Lingkungan pengendapannya merupakan laut
dangkal-laut dalam.
7. Formasi Lidah Formasi ini berumur Pleistosen dan tersusun oleh batu
lempung hitam dan napal berlapis.
9

Gambar 2.3
Kolom Stratigrafi Blok Tuban
(Harsono Pringgoprawiro, 1983)
10

Gambar 2.4.
Stratigrafi dan Litologi Blok Tuban
(Harsono Pringgoprawiro, 1983)
BAB III
TEORI DASAR SQUEEZE CEMENTING

3.1. Penyemenan
Pada umumnya operasi penyemenan bertujuan untuk melekatkan casing pada
dinding lubang sumur, melindungi casing dari masalah-masalah mekanis sewaktu
operasi pemboran, melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat korosi dan
untuk memisahkan zona yang satu terhadap zona yang lain di belakang casing.
Menurut alasan dan tujuannya, penyemenan dapat dibagi menjadi dua, yaitu
primary cementing dan secondary cementing. Pada penulisan kali ini yang dibahas
adalah pada secondary cementing yaitu berupa squeeze cementing.

3.2. Squeeze Cementing


Squeeze cementing merupakan salah satu jenis secondary cementing dimana
pengertian dari squeeze cementing itu sendiri adalah proses pengaplikasian tekanan
hidrolis untuk mendesak bubur semen untuk masuk ke celah kosong yang ada di
formasi.
Operasi ini biasanya dilakukan untuk memperbaiki kegagalan atau kerusakan
pada penyemenan pertama ataupun untuk tujuan-tujuan tertentu. Secara umum
kegunaan dari squeeze cementing adalah:
a) Memperbaiki primary cementing yang rekah atau semen yang tidak baik
ikatannya.
b) Menutup perforasi-perforasi yang tidak diinginkan atau yang sudah tidak
dipakai.
c) Mengontrol gas oil ratio (GOR) dan water oil ratio (WOR) yang tinggi dengan
jalan mengisolasi zona minyak dari formasi gas bearing dan atau water
bearingnya.
d) Menutup zona lost circulation atau zona dengan tekanan tinggi atau produksi
air/gas yang berlebihan.
e) Memperbaiki casing yang pecah atau bocor.

11
12

Pada tulisan ini operasi squeeze cementing dilakukan untuk memperbaiki


penyemenan primer yang yang ikatan semennya buruk.
Untuk menyelesaikan tujuan di atas hanya dibutuhkan volume bubur semen
yang relatif sedikit jika dibandingkan dengan penyemenan primer, akan tetapi
bubur semen tersebut harus ditempatkan pada titik yang tepat pada sumur. Untuk
itu diperlukan perencanaan yang baik terutama perencanaan bubur semen dan
penentuan tekanan serta pemilihan metode yang digunakan untuk operasi ini.

3.2.1. Sifat-Sifat Semen Pemboran


Bubur semen yang dibuat harus mempunyai sifat-sifat yang dapat
disesuaikan dengan kondisi formasi yang akan disemen. Sifat-sifat bubur semen
yang dimaksud adalah:

3.2.1.1. Strength
Bubur semen setelah berada di tempat yang diinginkan harus mempunyai
kekuatan yang sesuai dengan kekuatan formasi yang disemen. Strength minimum
yang direkomendasikan oleh API untuk dapat melanjutkan operasi pemboran
adalah 6.7 Mpa (1000 psi), umumnya diambil patokan bila strength semen telah
mencapai 500 psi, maka strength semen sudah dianggap baik. Strength semen
meliputi compressive strength, yaitu kemampuan semen menahan tekanan dari arah
horizontal (tekanan dari formasi) dan shear bond strength, yaitu kemampuan semen
menahan tekanan dari arah vertikal (gaya tensile dari berat casing).
Dari segi teknis, strength semen diharuskan memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1. Kuat menahan dan melindungi casing.
2. Dapat mengisolasi zona-zona permeable.
3. Mampu menahan guncangan pemboran dan tidak pecah karena perforasi.
4. Mampu menahan tekanan hidrolik yang tinggi tanpa terjadinya perekahan.
5. Dapat mencegah terjadinya kontak antara casing dengan fluida formasi yang
bersifat korosif.
Pada Tabel III-1 memperlihatkan compressive strength dari beberapa
klasifikasi kelas semen berdasarkan API.
13

Tabel III-1
Compressive Strength Semen Berdasarkan API
(Dwight K. Smith, 1990)

Curing Curing Minimum Compressive Strength (psi)


Schedule
Temp Pressure
Compressive Number A B C D E F G H
(°F) (psi)
Strength - 100 Atmos 250 200 300 - - - 300 300
Test, 8-hr
- 140 Atmos - - - - - - 1500 1500
Curing
Time 6S 230 3000 - - - 500 - - - -
8S 290 3000 - - - - 500 - - -
9S 320 3000 - - - - - 500 - -
- 100 Atmos 1800 1500 2000 - - - - -
Compressive 4S 170 3000 - - - 1000 1000 - - -
Strength 6S 230 3000 - - - 2000 - 1000 - -
Test, 24-hr
8S 290 3000 - - - - 2000 - - -
Curing
Time 9S 320 3000 - - - - - 1000 - -
10S 350 3000 - - - - - - - -

3.2.1.2. Water Cement Ratio


Water cement ratio adalah perbandingan antara volume air yang
dicampurkan dengan bubuk semen untuk memperoleh bubur semen dengan sifat-
sifat yang diharapkan. Air yang dicampurkan tidak boleh terlalu banyak atau
sedikit, karena akan memberikan ikatan semen yang tidak baik terhadap formasi.
Batasan yang diberikan dalam bentuk kadar air minimum dan kadar air maksimum.
Water cement ratio minimum adalah batas air minimum yang harus
ditambahkan ke dalam semen untuk membuat bubur semen dengan kekentalan 30
poise. Bila air yang ditambahkan kurang dari batas minimum, maka semen yang
terjadi akan terlalu kental dan pemompaan akan terlalu berat. Maka akan terjadi
gesekan (friksi) yang cukup besar di annulus sewaktu suspensi semen dipompakan
dan juga akan menaikkan tekanan di annulus. Bila formasi yang dilalui tidak tahan
terhadap tekanan yang besar maka formasi akan pecah.
Water cement ratio maksimum adalah batas air maksimum yang masih
boleh ditambahkan ke dalam semen tanpa menyebabkan terjadinya pemisahan air
bebas pada bubur semen. Apabila melebihi batas ini akan terjadi pengendapan pada
semen. Kadar air maksimum yang dicampurkan adalah kadar air yang digunakan
untuk membuat bubur semen 250 ml, yang didiamkan selama 2 jam dalam suhu
14

kamar tanpa terjadi pembebasan air melebihi 2.5 ml. Jika kadar air melebihi kadar
air maksimumnya maka akan terjadi kantong-kantong air dalam bubur semen dan
akan mengurangi kualitas semen. (Rudi Rubiandini, 2012, 32)
Pada Tabel III-2 memperlihatkan WCR menurut API.

Tabel III-2
Kandungan Air Normal dalam Suspensi Semen
(Erik B. Nelson, 1990)

3.2.1.3. Densitas
Densitas suspensi semen didefinisikan sebagai perbandingan jumlah berat
bubuk semen, air pencampur dan aditif terhadap jumlah volume bubuk semen, air
pencampur dan aditif. Pada umumnya densitas bubur semen dibuat lebih besar dari
densitas lumpur pemboran, karena kontaminasi bubur semen akan meningkat
dengan densitas yang relatif sama.
Densitas suspensi semen sangat berpengaruh terhadap tekanan hidrostatik
suspensi semen di dalam lubang sumur. Bila formasi tidak sanggup menahan
tekanan suspensi semen, maka akan menyebabkan formasi pecah sehingga terjadi
lost circulation. Besarnya densitas semen harus lebih besar dari tekanan formasi
dan harus lebih kecil dari tekanan rekah formasi, untuk menghindari terjadinya lost
circulation.
Densitas suspensi semen yang rendah biasanya sering digunakan dalam
operasi primary cementing dan remedial cementing, guna menghindari terjadinya
fracture pada formasi lemah. Densitas suspensi yang tinggi digunakan apabila
tekanan formasi cukup besar. Densitas bubur semen berkisar antara 10,8 – 22,0 ppg.
Densitas bubur semen dapat dirumuskan sebagai berikut: (Rudi Rubiandini, 2012, 28)
15

Gbk + Gw + Ga
Dbs = .............................................................................. (3-1)
Vbk + Vw + Va
Keterangan:
Dbs = Densitas bubur semen, ppg
Gbk = Berat bubuk semen, lb
Gw = Berat air, lb
Ga = Berat aditif, lb
Vbk = Volume bulk semen, gal
Vw = Volume air, gal
Va = Volume aditif, gal

3.2.1.4. Thickening Time


Thickening time adalah waktu yang diperlukan suspensi semen untuk
mencapai konsistensi sebesar 100 uc (unit of consistency). Konsistensi sebesar 100
uc merupakan batasan bagi suspensi semen masih dapat dipompakan lagi. Namun
pada umumnya yang digunakan adalah 70 uc. Besarnya thickening time yang
dipergunakan tergantung pada kedalaman penyemenan, volume bubur semen yang
dipompakan, serta jenis penyemenan. Perhitungan thickening time tersebut mulai
sejak pembuatan bubur semen sampai pemompaan bubur semen di belakang casing
ditambah harga safety factor.
Thickening time suspensi semen ini sangat penting, waktu pemompaan
harus lebih kecil dari thickening time. Bila tidak, akan menyebabkan suspensi
semen mengeras lebih dulu sebelum seluruh suspensi semen mencapai target yang
diinginkan. Bila suspensi semen mengeras di dalam casing, merupakan kejadian
yang sangat fatal yang akan menghambat dalam operasi pemboran selanjutnya.

3.2.1.5. Plastic Viscosity dan Yield Point


Plastic Viscosity seringkali digambarkan sebagai bagian dari resistansi
untuk mengalir yang disebabkan oleh friksi mekanik, sedangkan yield point adalah
bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik-menarik antar partikel. Gaya
tarik-menarik ini disebabkan oleh muatan-muatan pada permukaan partikel yang
didispersikan fasa fluida.
16

3.2.1.6. Filtration Loss


Komponen bubur semen terdiri dari padatan dan cairan. Cairan dari bubur
semen dapat masuk ke dalam formasi permeable yang dilaluinya, peristiwa tersebut
dinamakan filtration loss. Cairan atau umumnya air yang masuk ini disebut filtrat.
Filtrat ini tidak boleh terlalu banyak karena akan membuat bubur semen
kekurangan air, hal ini yang disebut flash set.
Jika filtration loss terlalu besar, menyebabkan semen menjadi semakin
viskos dan kepadatannya meningkat sehingga pressure drop akibat dari friksi
mekanik semakin besar. Apabila hal ini terjadi maka formasi akan rekah jika tidak
mampu menahannya.
Pada squeeze cementing, filtration loss yang diizinkan sebesar 55 – 65 cc
selama 30 menit. (Rudi Rubiandini, 2012, 31)
Pada umumnya standard API untuk filtration loss adalah:
1. Extremely Low-Permeability Formation: 200 ml/30min
2. Low-Permeability Formation: 100 to 200 ml/30 min
3. High-Permeability Formation (>100 md): 35 to 100 ml/30 min
Jika pada zona permeable terdapat gas zone, hal ini dapat menyebabkan
terjadinya gas migration. Pada masalah ini, bubur semen harus dapat menghasilkan
filtration loss sekitar 20-40 ml/30 menit.
Pada bubur semen dengan densitas tinggi, penurunan kadar air kritis dapat
mengganggu saat penempatan bubur semen, khususnya pada pemompaan bubur
semen dengan tekanan rendah. Oleh karena itu, API filtration loss harus sangat
rendah. Filtration loss yang dihasilkan oleh suatu bubur semen harus memenuhi
standar API, namun bila semakin kecil besarnya filtration loss semakin baik.

3.2.1.7. Permeabilitas Semen


Dalam hasil penyemenan diharapkan permeabilitas tidak ada atau sekecil
mungkin, karena bila permeabilitas semen besar akan menyebabkan terjadinya
kontak fluida antara formasi dengan annulus sehingga strength semen akan
berkurang dan masuknya fluida formasi yang korosif. Akibatnya fungsi utama
semen untuk menyekat dan mengisolasi casing dengan formasi menjadi tidak
17

terpenuhi dan diperlukan pekerjaan tambahan untuk memperbaiki penyemenan


tersebut.
Harga permeabilitas maksimum yang direkomendasikan oleh API adalah
tidak lebih dari 0,1 mD. Permeabilitas semen erat kaitannya dengan kekuatan
semen. Harga permeabilitas yang kecil akan menyebabkan harga strength yang
besar begitu juga sebaliknya.

3.2.1.8. Sulfate Resistances


Batuan formasi yang mengandung cairan-cairan seperti Na2SO4, MgSO4
dan MgCl2 ada kalanya dapat merusak semen, karena semen akan lunak bila terkena
cairan tersebut di atas dan akibatnya semen tidak berfungsi dalam menahan cairan
formasi menuju casing, sehingga casing akan berkarat. Untuk menghindari
pelunakan semen, maka dipilih semen yang tahan terhadap cairan yang disebutkan
di atas.
Cairan garam sulfat atau MgCl2 tidak melunakkan semen untuk temperatur
tinggi, jadi pelunakan semen sangat kritis untuk formasi dangkal. Melunaknya
semen dikarenakan cairan garam di atas bereaksi dengan limestone dan senyawa
alumina, oleh sebab itu tricalcium aluminate di dalam semen tidak boleh lebih dari
3 %.(Carl Gatlin, 1960, 276)

3.2.1.9. Waiting on Cement


Waiting on cement atau waktu menunggu pengerasan suspensi semen
adalah waktu yang diperlukan semen untuk mencapai tingkat compressive strength
tertentu. WOC ditentukan oleh faktor-faktor seperti tekanan dan temperatur sumur,
WCR, compressive strength dan aditif-aditif yang ditambahkan ke dalam suspensi
semen (seperti accelerator atau retarder), pada umumnya diambil angka 24
jam.(Rudi Rubiandini, 2012, 34)

3.2.2. Aditif Semen


Aditif digunakan sebagai zat tambahan dalam campuran semen pemboran
untuk memberikan variasi yang lebih luas terhadap sifat-sifat bubur semen untuk
memenuhi kebutuhan berbagai macam kondisi sumur, seperti menaikkan atau
18

menurunkan berat jenis semen, menaikkan volume semen untuk mengurangi biaya,
mempercepat atau memperlambat waktu pengerasan semen, menaikkan kekuatan
semen, mencegah lost circulation dan menaikkan atau menambah sifat tahan lama
(durability). Pada Tabel III-3 memperlihatkan pengaruh aditif pada suspensi
semen, aditif yang ditambahkan dalam semen pemboran yaitu: (Dwight K. Smith, 1976, 16)

Tabel III-3
Pengaruh Aditif pada Suspensi Semen
(Nelson E.B, 1990)
19

3.2.2.1. Accelerator
Accelerator berfungsi untuk mempercepat waktu pengerasan bubur semen
dan dapat digunakan untuk mempercepat naiknya strength semen serta
mengimbangi aditif lain agar tidak tertunda proses pengerasannya. Sumur-sumur
dangkal sering menggunakan accelerator karena jarak target yang tidak terlalu
panjang, juga tekanan dan temperatur yang rendah sehingga pengerasan perlu
dipercepat. Aditif yang termasuk dalam kelompok accelerator adalah kalsium
klorida, sodium klorida, gypsum, sodium silikat dan air laut.

3.2.2.2. Retarder
Retarder digunakan untuk memperlambat waktu pengerasan bubur semen
sehingga bubur semen memiliki waktu yang cukup mencapai target kedalaman
yang diinginkan. Dengan cara memperpanjang waktu pemompaan (pumpability
dan thickening time). Retarder umumnya digunakan pada sumur-sumur dalam,
sumur bertemperatur tinggi, atau untuk kolom penyemenan yang panjang. Sumur-
sumur dalam dengan temperatur tinggi mempercepat proses pengerasan bubur
semen karena mempercepat reaksi kimia antara semen dan air. Untuk pemakaian
retarder maka perlu ditambahkan aditif penghisap air karena adanya air berlebihan
akibat penggunaan retarder tersebut. Aditif yang termasuk retarder adalah
lignosulfonate, senyawa-senyawa asam organik dan CMHEC (carboxy matyl
hydroxil ethyl cellulose).

3.2.2.3. Extender
Extender berfungsi untuk menaikkan volume bubur semen dengan cara
mengurangi densitasnya. Pada umumnya penambahan extender diikuti dengan
penambahan air karena sifatnya additifnya yang mengikat banyak air. Aditif yang
termasuk extender adalah bentonite, attapulgite, sodium silikat, pozzolan, perlite,
dan gilsonite.

3.2.2.4. Antifoam Agents


Adanya foam dalam suspensi semen sering menyebabkan hilangnya
tekanan pemompaan, maka untuk mencegahnya ditambahkan antifoam agents.
20

Polypropylene glycol adalah contoh antifoam agents yang sering digunakan karena
selain efektif juga harganya murah.

3.2.2.5. Weighting Agents


Weighting agents adalah aditif yang digunakan untuk menaikkan densitas
bubur semen. Digunakan pada proses penyemenan untuk sumur-sumur yang
bertekanan tinggi, untuk mencegah terjadinya blow out. Contoh dari weighting
agents adalah hematite, ilmenite, barite dan pasir.

3.2.2.6. Dispersant
Dispersant atau friction reducer digunakan untuk mengurangi viskositas
bubur semen. Pengurangan viskositas atau friksi terjadi karena dipersant berfungsi
sebagai pengencer (thinner). Hal ini menyebabkan bubur semen menjadi encer
sehingga bubur semen dapat mengalir secara turbulen meski dipompakan dengan
rate pemompaan yang rendah. Contoh dari dispersant adalah senyawa-senyawa
sulfonat, polymer, sodium chlorite dan calcium lignosulfonate.

3.2.2.7. Fluid Loss Control Agents


Fluid loss control agents berfungsi untuk mencegah hilangnya fasa cair
semen ke dalam formasi sehingga kandungan air pada bubur semen tetap terjaga.
Contoh-contoh dari aditifnya adalah polymer, CMHEC, latex.

3.2.2.8. Lost Circulation Agents


Lost circulation agents berfungsi untuk mengontrol hilangnya bubur semen
ke dalam formasi yang lemah atau formasi bergua (caving). Umumnya lost
circulation material juga digunakan dalam lumpur pemboran, tetapi terkadang
material tersebut dapat dicampur juga ke dalam semen. Material-material yang
termasuk lost circulation agents adalah gilsonite, perlite, walnut, shells, coal,
cellophaneflakes, dan nylonfibers.

3.2.2.9. Special Additive


Ada beberapa jenis aditif lain yang dikelompokkan sebagai speciality aditif,
diantaranya : silica, mud kill, radioactive tracers, gas block aditif dan lainnya.
21

1. Silica
Silica digunakan pada sumur bertemperatur tinggi, silica berfungsi menjaga
strength semen agar tetap stabil pada temperatur tinggi dan menurunkan
harga permeabilitas dari semen.
2. Mud Kill
Mud kill berfungsi sebagai aditif yang menetralisir bubur semen terhadap
zat-zat kimia dalam lumpur pemboran. Contoh mud kill adalah
paraformaldehyde. Mud kill juga memberi keuntungan, seperti memperkuat
ikatan semen dan memperbesar strength semen.
3. Radiactive Tracers
Radioactive tracers ditambahkan ke dalam suspensi semen supaya
memudahkan operasi logging dan menentukan posisi semen serta untuk
mengetahui kualitas ikatan semen.
4. Gas Block Aditif
Adalah air suspensi silica dengan partikel yang kecil, ukuran rata-rata 0,8-
micron secara efektif mengurangi permabilitas internal semen dengan cara
memblok matrik slurry baik secara kimiawi maupun fisika.

3.3. Teknik Squeeze Cementing


Dalam operasi squeeze cementing, pemompaan bubur semen dilakukan
melalui lubang perforasi pada casing. Secara mendasar, ada dua macam klasifikasi
pekerjaan squeeze cementing yang diterapkan, yaitu: (Dwight K. Smith, 1976, 13)
1. Low-pressure squeeze: Tekanan yang diterapkan pada saat melakukan
squeeze tidak lebih besar dari tekanan rekah formasi, sehingga tidak
menyebabkan formasi rekah.
2. High-pressure squeeze: Tekanan squeeze yang diterapkan melebihi tekanan
rekah formasi, sehingga menyebabkan formasi rekah.
Dari dua klasifikasi diatas, kemudian dibagi lagi menjadi dua metode dasar
(metode Bradenhead dan metode Squeeze Packer) dan dua jenis metode
pemompaan (metode Running Squeeze dan metode Hesitation Squeeze). Adapun
penjelasan tentang teknik squeeze cementing adalah sebagai berikut:
22

3.3.1. Low Pressure Squeeze Cementing


Teknik squeeze cementing ini menggunakan tekanan rendah yang mana
yang dimaksud rendah disini adalah dibawah tekanan rekah formasi, sehingga saat
pekerjaan squeeze dilakukan tidak menyebabkan formasi menjadi rekah. Tujuan
dari teknik ini adalah untuk mengisi lubang perforasi dan celah celah yang ada
dengan semen yang didehidrasi. Pada teknik ini volume yang digunakan relatif
lebih rendah jika dibandingkan dengan teknik high pressure squeeze cementing
karena sebenarnya tidak ada bubur semen yang dipompakan secara langsung ke
dalam formasi. Dalam teknik tekanan rendah ini, tekanan hidrostatis yang terbentuk
didalam sumur dijaga jangan sampai melebihi tekanan rekah formasi agar tidak
menyebabkan formasi pecah (Gambar 3.1.). Pada low pressure squeeze harus
dipakai semen dengan fluid loss yang rendah (50 – 100 cc/30 menit API fluid loss).

Gambar 3.1. Low Pressure Squeeze


(Dwight K. Smith, 1990)
23

3.3.2. High Pressure Squeeze cementing


Pada beberapa kasus, menggunakan teknik low pressure squeeze tidak dapat
mencapai tujuan dilakukannya suatu pekerjaan squeeze cementing. Misalnya pada
kasus terdapatnya channeling dibelakang casing yang tidak terhubung langsung
dengan lubang perforasi, oleh karena itu channel ini perlu diperbesar supaya dapat
diisi oleh bubur semen. Secara garis besar, pada high pressure squeeze cementing
ini, formasi direkahkan dulu untuk menempatkan bubur semen. Jadi teknik ini
mencakup perekahan formasi dan pemompaan bubur semen dengan tekanan tinggi
tanpa kebocoran. Besar kecilnya rekahan yang terbentuk dipengaruhi oleh rate
pompa yang digunakan.

Gambar 3.2. High Pressure Squeeze


(Dwight K. Smith, 1990)
24

Gambar 3.3. Rekahan Vertikal yang Disebabkan High Pressure Squeeze


(Nelson E.B, 1990)

3.3.3. Metode Penempatan Bubur Semen


Dalam penempatan bubur semen ke dalam lubang bor dari permukaan
diperlukan pemilihan metode yang sesuai dengan peralatan yang ada di lapangan.
Ada dua metode penempatan yang digunakan dalam operasi squeeze cementing,
yaitu: Metode Bradenhead dan Metode Squeeze Packer.

3.3.4.3. Metode Bradenhead


Metode ini merupakan metode yang paling asli dalam pekerjaan squeeze
cementing. Bradenhead umumnya digunakan pada saat menerapkan low pressure
squeeze cementing dan kapasitas casing mampu menahan tekanan squeeze yang
diberikan. Metode ini dilakukan hanya menggunakan rangkaian tubing atau drill
pipe untuk mengalirkan semen dan tanpa menggunakan packer.
25

Pada Gambar 3.4., memperlihatkan metode bradenhead squeeze


cementing. Bubur semen dipompakan melalui tubing atau drill pipe kemudian
keluar ke annulus antara tubing atau drill pipe dengan casing. Perkiraan ketinggian
bubur semen di dalam sumur berdasarkan volume bubur semen yang dipompakan,
kapasitas annulus antara tubing dengan casing, dan kapasitas tubing. Rangkaian
tubing atau drill pipe kemudian dicabut sampai kira-kira 25 ft di atas permukaan
top semen.

Gambar 3.4. Metode Bradenhead


(Nelson E.B, 1990)

Tekanan dibentuk dengan menutup pipe ram pada blow out preventer dan
casing valve. Dalam hal ini tekanan squeeze di permukaan akan diderita oleh
seluruh rangkaian casing dan karenanya dinamakan bradenhead. Pemompaan
fluida displacement yang biasanya berupa air maupun lumpur dilakukan dengan
cara memompakan ke dalam tubing atau drill pipe sampai tekanan squeeze
maksimum telah tercapai atau volume yang diinginkan telah tercapai, tergantung
mana yang tercapai terlebih dahulu.
26

3.3.4.4. Metode Squeeze Packer


Metode ini dalam operasinya selalu menggunakan packer yang diturunkan
dengan tubing ke suatu posisi di dekat zona yang akan dilakukan pekerjaan squeeze
cementing. Pada metode ini, ada dua jenis packer yang dapat digunakan, yaitu :
1. Retrievable Packer : merupakan jenis packer yang dapat dipasang dan
dilepas sesuai dengan kubutuhan (fleksibel).
2. Drillable Packer : jenis packer yang hanya sekali digunakan, namun
bersifat drillable (dapat dibor) setelah pekerjaan squeeze cementing selesai
dilakukan atau pada saat DOC (Drilling Out Cement).
Pada Gambar 3.5. menunjukkan langkah – langkah yang dilakukan pada saat
pekerjaan squeeze cementing dengan menggunakan metode Squeeze Packer.

Gambar 3.5. Metode Squeeze Packer


(Dwight K. Smith, 1990)

Teknik ini pada umumnya lebih baik dibandingkan metode bradenhead


karena metode ini dapat menfokuskan tekanan ke titik tertentu dalam lubang bor.
27

Sebelum semen ditempatkan, terlebih dahulu dilakukan test tekanan untuk


menentukan tekanan rekah formasi. Dalam hal tertentu, di bagian bawah set
perforasi yang hendak dilakukan squeeze harus dipisahkan dengan alat yang disebut
bridge plug.
Apabila tekanan squeeze yang diinginkan telah tercapai maka bubur semen
yang masih tertinggal di dalam tubing atau di dalam casing dikeluarkan kembali.
Penentuan penggunaan teknik tekanan tinggi atau rendah tergantung dari tujuan
pekerjaan squeeze cementing yang dilakukan dan kondisi dari interval zona yang
akan dilakukan pekerjaan squeeze cementing.
Keterbatasan dari metode ini adalah pencabutan packer dapat mengganggu
bubur semen yang sedang membentuk atau mengeras. Sedang kelebihannya
dibandingkan metode bradenhead adalah dapat digunakan teknik tekanan tinggi,
packer dapat memisahkan zona yang akan dilakukan squeeze, seluruh operasi dapat
dikontrol dengan baik, penempatan bubur lebih efisien, kemungkinan pengeluaran
kembali bubur semen dapat diperkecil.

3.3.4. Metode Pemompaan


Besarnya tekanan akhir dari squeeze (final squeeze pressure) dapat
digunakan sebagai indikasi keberhasilan dari pekerjaan squeeze. Tekanan akhir dari
squeeze sangat dipengaruhi oleh metode pemompaan bubur semen. Ada dua
metode pemompaan yang digunakan dalam operasi squeeze cementing, yaitu:
Metode Running Squeeze Pumping dan Metode Hesitation Squeeze Pumping. (Erick
B. Nelson, 1990, 13-9)

3.3.4.1. Metode Running Squeeze Pumping


Pada metode ini, bubur semen (cement slurry) dipompakan secara kontinyu
atau terus-menerus hingga tekanan akhir squeeze yang ditentukan telah tercapai.
Setelah pemompaan cement slurry berhenti, tekanan pada zona yang di squeeze
diawasi dan jika terjadi penurunan tekanan akibat adanya peningkatan proses
filtrasi pada permukaan semen/formasi, maka slurry akan dipompakan lagi untuk
menjaga tekanan squeeze tersebut. Tekanan squeeze telah tercapai jika tidak adanya
perubahan tekanan tanpa adanya penambahan volume slurry selama beberapa
28

menit. Oleh karena itu, pada metode ini dibutuhkan jumlah bubur semen yang
cukup banyak.

3.3.4.2. Metode Hesitation Squeeze Pumping


Metode Hesitation adalah dengan metode pemompaan bubur semen secara
bertahap untuk membentuk filter cake. Pada umumnya tekanan yang digunakan
adalah tekanan rendah. Tekanan squeeze akhir didapat setelah tidak terjadi
perubahan tekanan atau tekanan konstan selama waktu pemompaan. Laju
pemompaan yang digunakan berkisar dari ¼ hingga ½ bbl/min. dipisahkan oleh
interval 10 hingga 20 menit untuk tekanan leak off karena adanya flitration loss.

Gambar 3.6. Tipe Tekanan Teknik Hesitation Squeeze Pumping


(Nelson E.B, 1990)
29

3.4. Perencanaan Pekerjaan Squeeze cementing


Perencanaan pekerjaan squeeze cementing melibatkan beberapa faktor yaitu
fluida dalam sumur, desain bubur semen, volume bubur semen, strength, waktu
pemompaan dan peralatan squeeze.

3.4.1. Fluida Dalam Sumur


Fluida dalam sumur, baik berupa air maupun lumpur yang digunakan pada
waktu pekerjaan perbaikan disebut workover fluid. Saltwater atau fresh water
merupakan fluida yang digunakan untuk pekerjaan workover yang salah satunya
meliputi pekerjaan squeeze cementing bila kondisi sumur memungkinkan dan bila
mana tidak ada masalah yang serius, baik menggunakan teknik tekanan tinggi
maupun teknik tekanan rendah.

3.4.2. Desain Bubur Semen


Dalam mendesain bubur semen untuk pekerjaan squeeze cementing ada
beberapa faktor yang harus dipertimbangkan:

3.4.2.1. Suhu dan Tekanan


Dalam pelaksanaan pekerjaan squeeze cementing, pengaruh suhu dan
tekanan harus diperhatikan seperti halnya dalam pekerjaan primary cementing.
Sebab suhu dan tekanan akan mempengaruhi terhadap penempatan dan thickening
time daripada bubur semen. Tekanan squeeze juga akan mempengaruhi dehidrasi
bubur semen. Suhu yang dijumpai pada saat pekerjaan squeeze cementing dapat
lebih tinggi dibanding suhu dalam pekerjaan primary cementing, karena pada
operasi squeeze cementing biasanya sumur belum dilakukan sirkulasi dengan air
atau lumpur yang menyebabkan terjadinya penurunan suhu dasar sumur. Pada
Tabel III-4, memperlihatkan waktu dimana bubur semen pertama kali mencapai
kondisi dasar sumur pada pekerjaan squeeze cementing dan suhu statik versus suhu
sirkulasi pada kedalaman yang berbeda-beda sesuai dengan API testing. *Harga
yang ditengah ini menunjukan waktu dalam menit untuk sak semen pertama
mencapai kondisi dasar sumur.
30

Tabel III-4
Kondisi Sirkulasi Dasar Sumur Selama Squeeze dan Primary Cementing
(Dwight K. Smith, 1990)

Kedalaman Suhu Statistik Suhu Sirkulasi Dasar Sumur ˚F


Ft Dasar Sumur ˚F Casing Squeeze Liner
91 98 91
2000 110
(9)* (4)* (4)*
113 136 113
6000 170
(20)* (10)* (10)*
25 159 125
8000 200
(28)* (15)* (15)*
172 213 172
12000 260
(44)* (24)* (24)*
248 271 248
16000 320
(60)* (34)* (34)*
340
20000 380
(75)*

Untuk perbandingan thickening time dari bubur semen yang digunakan


untuk pekerjaan primary cementing dengan pekerjaan squeeze cementing dapat
dilihat pada Tabel III-5 dibawah ini:
*Semua test berdasarkan kedalaman 8000 ft, suhu casing cementing 125˚F, jenis
semen API kelas H dan perbandingan air semen 4,3 gal/sak.
Pada pekerjaan squeeze cementing yang dilakukan pada sumur-sumur
dengan kedalaman yang dangkal, bubur semen juga harus didesain dengan waktu
pemompaan yang lebih cepat. Tetapi squeeze dengan teknik tekanan rendah disertai
metode hesitasi akan membutuhkan waktu pemompaan sekita 4 sampai 6 jam, perlu
diketahui bahwa bubur semen harus tetap dalam keadaan cair dalam waktu yang
cukup lama.
31

Tabel III-5
Thickening Time Semen pada Primary Cementing vs Squeeze Cementing
(Dwight K. Smith, 1990)

Thickening Time, Jam: Menit


Fluid-Loss Agent (%)
Primary Cementing Squeeze cementing

0,0 2:16 1:15


0,4 4:00 2:16
0,6 5:32 4:15
0,8 6:15 4:58

Jadi tidak hanya untuk ditempatkan dengan tepat tetapi juga untuk mencapai
tekanan squeeze yang ditentukan. Mencapai interval kedalaman yang ditentukan
dan pengeluaran bubur semen yang berlebihan.

3.4.2.2. Jenis Semen


Sebagian besar semen API kelas A, G, dan H digunakan dalam operasi
squeeze cementing. Semen kelas A digunakan untuk kondisi sumur sampai
kedalaman 6000 ft, semen kelas G dan H digunakan untuk kondisi sumur sampai
kedalaman 8000 ft dan suhu statik dasar lubang (BHST) tidak melebihi 170 o F.

3.4.2.3. Pengendalian Filtrasi


Filtrasi sangat penting dalam pendesainan semen untuk pekerjaan squeeze
cementing. Bila semen didesak masuk terhadap media yang permeable maka
perbedaan tekanan akan memaksa air dari solid semen membentuk filter cake. Cake
ini bersifat lunak dan dapat dikeluarkan dengan jetting tetapi cake ini tidak dapat
dipompakan. Ketebalan filter cake tergantung pada permeabilitas cake tersebut atau
permeabilitas formasi, sifat fluid loss bubur semen, perbedaan tekanan dan waktu
lama perbedaan tekanan tersebut dapat dipertahankan. Fluid loss yang tinggi akan
menyebabkan cepatnya proses dehidrasi sehingga filter cake semen akan terbentuk
dan menutup bagian atas perforasi sebelum filtrat masuk ke dalam perforasi yang
32

lebih bawah. Fluid loss yang terlalu rendah menyebabkan pembentukan filter cake
yang menjadi terlalu lama.
API filter loss dari semen dasar berkisar antara 600 sampai 2500 cc dalam
30 menit tetapi kenyataan dehidrasi terjadi demikian cepat sehingga sukar untuk
mengukurnya. Filter loss dapat diperkercil sampai antara 25 hingga 100 cc dalam
30 menit, yaitu dengan denga cara menambah bentonite dan menyebar agent-agent
atau polymer-polymer.

Gambar 3.7. Pembentukan Node oleh Beberapa Water Loss yang Berbeda
(Erik B. Nelson, 1990)

3.4.2.4. Volume Bubur Semen


Volume optimum bubur semen adalah jumlah minimum yang diperlukan
untuk menutup perforasi atau channel. Kualitas bubur semen yang digunakan
dalam operasi secondary cementing atau squeeze cementing dapat berkisar dari
33

beberapa sak sampai ratusan sak. Ada aturan mutlak yang dapat dijadikan acuan
dalam menentukan volume bubur semen, yaitu volume bubur semen tidak boleh
melebihi kapasitas dari rangkaian tubing yang diturunkan.

3.4.3. Tekanan Squeeze


Penentuan tekanan akhir dalam squeeze cementing sangat penting karena
tekanan akhir akan menentukan selesai tidaknya dan tingkat keberhasilan dari suatu
pekerjaan squeeze cementing. Penggunaan tekanan squeeze yang tinggi sebenarnya
kurang memberikan efek yang berarti, sebab penambahan tekanan hanya akan
mengakibatkan terjadinya keretakan formasi apabila tekanannya melampaui
tekanan breakdown formasi. Apabila dalam suatu pekerjaan squeeze cementing
digunakan semen dengan fluid loss yang terlalu tinggi, maka semen akan cepat
terdehidrasi di dalam casing sehingga tekanan yang diberikan dari permukaan
sebenarnya diderita oleh casing itu sendiri dan sedikit atau tidak sama sekali
diderita oleh semen yang berada di dalam lubang perforasi. Apabila digunakan
semen dengan fluid loss terlalu rendah, maka adanya perbedaan tekanan wellbore
(lebih tinggi) dengan tekanan formasi akan menyebabkan filter cake semen
terdeposit di lubang perforasi. Perlu diketahui filter cake biasanya mampu menahan
tekanan sebesar tekanan yang dapat ditahan oleh casing.
Ketidakberhasilan squeeze cementing umumnya terjadi sebagai akibat
tersumbatnya lubang perforasi oleh lumpur. Jika squeeze cementing berhasil dan
tekanan yang digunakan cukup tinggi, maka ada kecenderungan untuk mengatur
tekanan itu sesuai dengan tekanan akhir minimal yang dikehendaki di daerah itu.
Namun demikian, suatu pekerjaan squeeze cementing yang sukses sering dicapai
dengan menggunakan teknik tekanan squeeze rendah.

3.4.4. Waktu Pemompaan


Waktu pemompaan yang cukup adalah waktu yang dikehendaki agar sisa
semen dapat dikeluarkan dari sumur. Penentuan waktu pemompaan lebih dari 1.5
jam cenderung memboroskan biaya pemboran apabila waktu tersebut hanya
digunakan untuk mendapatkan strength semen yang cepat terbentuk.
34

3.4.5. Compressive Strength


Compressive strength atau yang dikenal dengan kekuatan semen
menunjukan besarnya gaya yang dapat ditahan oleh ikatan dari semen. Gaya-gaya
yang bekerja pada ikatan semen tersebut terdiri dari gaya horizontal dan gaya
vertikal.
Kekuatan semen akan terbentuk ketika semen mulai terhidrasi dan kekuatan
semen tersebut terus meningkat untuk beberapa waktu, kemudian kekuatan ini akan
konstan. Peningkatan tekanan dan suhu akan menurunkan strength semen.
Penurunan kekuatan semen ini juga tergantung dari komposisi semen itu sendiri,
maka kebutuhan compressive strength antara 1000-2500 psi untuk suatu operasi
squeeze cementing seringkali dikatakan sebagai kebutuhan yang tepat. Semen yang
terbentuk didalam lubang perforasi berfungsi sebagai check valve dari kedua arah
dan mempunyai compressive strength yang tinggi. Perlu tahu bahwa filter cake
lumpur dengan sedikit atau tanpa compressive strength telah terbukti mempunyai
kekuatan menahan tekanan 2000 psi. Pengalaman dari beberapa pekerjaan squeeze
cementing, compressive strength diharapkan tidak terlalu besar ataupun kecil
karena akan mempengaruhi proses perforasi, jika terlalu besar maka pada saat
perforasi semen akan remuk/crack dan akan mempengaruhi batas antara minyak-
air atau antara minyak-gas.

3.4.6. Injectivity Test


Sebelum pencampuran dan pemompaan bubur semen, suatu injectivity test
harus dilakukan terlebih dahulu. Prosedur ini terdiri dari pemompaan suatu fluida,
khususnya air tawar atau mud flush ke dalam sumur. Dengan data ini akan diketahui
besarnya injectivity pressure dan volumenya, sehingga akan mempermudah dalam
mendesain bubur semen yang diperlukan dan teknik penempatannya. Injectivity test
ini dilakukan untuk beberapa alasan, yaitu:
• Untuk memastikan bahwa perforasi terbuka dan siap menerima fluida.
• Untuk memperoleh perkiraan injection rate bubur semen dengan tepat.
• Untuk memperkirakan tekanan saat pekerjaan squeeze akan dilakukan.
• Untuk memperkirakan jumlah dari bubur semen yang akan digunakan.
35

3.4.7. Peralatan Penyemenan


Peralatan dalam pekerjaan squeeze cementing dibagi menjadi dua bagian
umum, yaitu peralatan di permukaan dan peralatan di bawah permukaan.

3.4.7.1. Peralatan Di Atas Permukaan


Peralatan squeeze cementing di permukaan hampir sama dengan peralatan
yang digunakan untuk primary cementing. Peralatan di permukaan yang diperlukan
antara lain:

1. Cementing Unit
Cementing unit adalah suatu unit pompa yang mempunyai fungsi untuk
memompakan bubur semen dan lumpur pendorong dalam proses penyemenan.
Cementing unit terdiri dari:
a. Pump Skid
Pump skid merupakan pompa yang berfungsi untuk memompakan bubur
semen dan lumpur pendorong (Displacement Fluid). Selain itu pompa ini juga
digunakan untuk menekan bubur semen agar masuk ke dalam formasi melalui
lubang perforasi. Tekanan yang digunakan untuk memasukkan bubur semen
tersebut disebut tekanan squeeze.
b. Jet Mixer
Jet mixer berfungsi untuk mengaduk semen kering dan air yang ditempatkan
bersama-sama dalam mixing hopper, sehingga akan menghasilkan bubur
semen yang benar-benar bersifat homogen dan tercampur secara merata.
c. Mixing Hopper
Mixing tub atau mixing hopper adalah suatu alat yang dapat berfungsi sebagai
tempat untuk menampung bubur semen yang telah dihasilkan dari alat
sebelumnya yaitu jet mixer, bubur semen yang tertampung selanjutnya
dihisap oleh pump skid untuk selanjutnya diteruskan ke dalam sumur.
d. Bulk Cement
Bulk cement adalah suatu alat yang berfungsi untuk menyimpan atau
menampung semen kering. Semen kering umumnya adalah semen portland
36

kelas G sebagai semen dasar. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kelembapan
pada portland semen atau semen mengeras.
Untuk Cementing Unit dapat dilihat pada Gambar 3.8. di bawah ini:

Gambar 3.8. Cementing Unit


(Nelson E.B, 1990)
37

2. Flow Line
Flow Line Merupakan rangkaian pipa yang berfungsi untuk mengalirkan bubur
semen atau sebagai media untuk mengalirkan fluida pendorong dari cementing
unit ke cementing head.
3. Cementing Head
Cementing Head berfungsi untuk mengatur aliran bubur semen yang masuk ke
dalam sumur. Untuk pekerjaan squeeze cementing tidak diperlukan cementing
head tipe Mac Clatchie atau Plug Container tetapi hanya diperlukan Gate Valve
saja.

3.4.7.2. Peralatan Di Bawah Permukaan


Peralatan-peralatan di bawah permukaan pada pekerjaan squeeze cementing
tidak sama dengan pekerjaan primary cementing. Peralatan-peralatan yang berbeda
tersebut berupa packer yang disebut squeeze packer. Squeeze packer terdiri dari 3
jenis, yaitu Drillable Squeeze Packer (Cement Retainer), Retrievable Squeeze
Packer, Stinger

1. Drillable Squeeze Packer (Cement Retainer)


Drillable squeeze packer atau yang biasa dikenal sebagai cemen retainer adalah
suatu packer yang dirancang untuk dapat dibor kembali, karena jika packer ini
sudah ditempatkan secara tetap, packer ini tidak dapat dipindahkan posisinya
kembali. Untuk penempatan packer ini kedalam lubang bor dapat dilakukan
menggunakan tubing maupun wireline. Jenis packer ini umumnya lebih sering
digunakan dibandingkan jenis retrievable packer karena dapat mencegah aliran
balik dari semen dan memisahkan treated area dari tekanan pada saat melakukan
sirkulasi balik excess cement melalui tubing. Drillable squeeze packer dapat
dilihat pada Gambar 3.9. di halaman berikutnya :

2. Retrievable Squeeze Packer


Retrievable Squeeze Packer adalah suatu packer yang dirancang untuk dapat
dinaik-turunkan penempatannya dan dapat dicabut kembali.
38

Gambar 3.9. Drillable Squeeze Packer


(Nelson E.B, 1990)

Jadi packer ini dapat diatur penempatannya berkali-kali sesuai dengan


kebutuhan suatu pekerjaan penyemenan. Mempunyai suatu by-pass valve untuk
mensirkulasikan fluida selama pekerjaan. Kekurangan dalam menggunakan
Retrievable Squeeze Packer ini adalah aliran balik tidak dapat dicegah ketika
tekanan displacement dilepaskan pada saat mensirkulasikan balik bubur semen
yang telah masuk ke dalam perforasi. Retrievable Squeeze Packer dapat dilihat pada
Gambar 3.10. berikut :
39

Gambar 3.10. Retrievable Squeeze Packer


(Nelson E.B, 1990)

3. Stinger
Stinger adalah alat yang digunakan untuk menusuk seal pada EZ Drill squeeze
packer atau cement retainer supaya sliding valve bergerak sampai ke fluid port.
Akibatnya bubur semen yang dipompakan lewat tubing dapat masuk ke formasi.

3.5. Perhitungan-Perhitungan dalam Pekerjaan Squeeze Cementing


Perhitungan yang diperlukan dalam pekerjaan squeeze cementing
diantaranya:
1. Perhitungan Volume Bubur Semen.
2. Perhitungan Volume additif.
3. Perhitungan Ketinggian Kolom Semen.
4. Perhitungan Tekanan.
5. Perhitungan Tekanan Pompa.
40

3.5.1. Perhitungan Volume Bubur Semen


Untuk menentukan volume bubur semen yang dibutuhkan lebih dulu harus
diketahui diameter dalam dari casing, diameter dalam dan luar dari workstring
(tubing, drill pipe), dan tinggi kolom semen yang diinginkan, serta interval dan
densitas perforasi yang ingin ditutup. Setelah data-data tersebut diperoleh maka
volume bubur semen dan jumlah sak semen yang dibutuhkan dapat dicari dengan
persamaan:
a. Volume bubur semen yang dibutuhkan untuk mengisi tinggi kolom semen
didalam casing:
Volume = L × V ......................................................................................... (3-2)
Keterangan:
L = Panjang kolom casing yang akan disemen, ft
V = Kapasitas lubang, cuft/ft
b. Volume bubur semen yang masuk ke dalam perforasi (annulus):
Bit Size2 - 𝑂𝐷𝑐𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔2
Volume = × 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 .......................................... (3-3)
1029,4

c. Volume bubur semen yang masuk ke dalam perforasi (formasi):


Total hole × cement slurry/hole
Volume = ............................................................... (3-4)
5,615

Keterangan:
Total Hole = Interval Perforasi × Densitas Perforasi
d. Yield Semen (cuft/sack):
gal semen+ gal water+gal additive
𝑌ield Slurry = .................................................... (3-5)
7,48

e. Jumlah sak bubur semen (sack):


volume bubur semen x 5,615
Jumlah Sak Semen= ................................................. (3-6)
yield semen

Dalam menghitung volume bubur semen, untuk volume bubur semen yang
masuk kedalam perforasi harus dikoreksi dengan hasil dari injectivity test, hal ini
dikarenakan pada annulus belum tentu 100% tidak ada semen yang mengisi kolom
annulus tersebut., sehingga volume bubur semen yang dibutuhkan dapat diketahui
dengan mempertimbangkan hasil dari injectivity test.
41

3.5.2. Perhitungan Volume Aditif


Untuk menentukan volume aditif yang dibutuhkan dalam pembuatan
volume bubur semen yang diinginkan yaitu dengan menggunakan persamaan:
Va = Vu x Wc ........................................................................................ (3-7)
Keterangan:
Va = Volume aditif yang diperlukan untuk membuat slurry, gal.
Vu = Volume aditif yang diperlukan per sak semen, gal/sak.
Wc = Jumlah semen kering yang diperlukan, sak.

3.5.3. Perhitungan Tinggi Kolom Semen


Perhitungan tinggi balance kolom semen sangat penting dalam operasi
squeeze cementingmengingat berhasil tidaknya operasi ditentukan oleh puncak
kolom semen atau top of cement (TOC) yang terbentuk. Perkiraan tinggi kolom
semen juga berpengaruh dalam penentuan tekanan hidrostatis yang terjadi dan
mejadi acuan untuk penentuan tekanan pompa yang diterapkan. Perhitungan yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut:
a. Perkiraan tinggi kolom semen ketika tubing tercelup:
volume slurry (cuft)
H (ft)= cuft Cuft ................................................ (3-8)
kapasitas annulus ( )+kapasitas tubing ( )
ft ft

b. Perkiraan tinggi kolom semen ketika tubing diangkat:


volume slurry (cuft)
H (ft)= Cuft ............................................................................. (3-9)
kapasitas casing ( )
ft

3.5.4. Perhitungan Tekanan


Perhitungan tekanan merupakan salah satu perhitungan yang paling penting
dalam merencanakan pekerjaan squeeze cementing. Dalam perhitungan tekanan ini
dapat diketahui irregularitas yang mungkin terjadi selama pendorong dan mungkin
berpengaruh baik pada tekanan maksimun yang diharapkan dan menjadi
pertimbangan terakhir pada sebagian waktu operasi penyemenan selesai. Tekanan-
tekanan yang berhubungan dengan operasi penyemenan adalah:
1. Tekanan Hidrostatik (Ph)
Ph= 0,052 × densitas (ppg) × tinggi kolom (ft) ..................................... (3-10)
42

Keterangan:
Ph = Tekanan Hidrostatis, psi.
ρs = Densitas fluida, lbs/gal.
h = Kedalaman, ft.

2. Tekanan Rekah Formasi (Prf)


Tekanan rekah yang ada pada dasar lubang dapat diketahui dengan
menggunakan beberapa metode, salah satunya diantaranya adalah dengan
menggunakan metode Eaton. Besarnya grradien tekanan rekah dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan :(Neal J. Adam, 1985, 102)
S P v P
Grf = (D - D) (1 - v) + D
........................................................................ (3-11)

Prf = Grf × D ......................................................................................... (3-12)


Keterangan:
Grf = Gradien rekah formasi, psi/ft
S = Overburden stress, psi
v = Poisson ratio’s
P = Tekanan formasi, psi
D = Kedalaman, ft
Prf = Tekanan Rekah Formasi, psi

3.5.5. Perhitungan Tekanan Pompa


1. Maximum Allowable Surface Pressure (MASP)
Tekanan pemompaan yang digunakan untuk memompakan bubur semen
adalah tekanan dari pada tekanan rekah formasi, tekanan hidrostatis dan kehilangan
tekanan sirkulasi. Tekanan pemompaan ini sering juga disebut dengan Maximum
Allowable Surface Pressure (MASP). Tekanan pemompaan dapat dihitung dengan
persamaan:
MASP = (Grf × D) – Ph – SF ................................................................. (3-13)
Keterangan:
MASP = Tekanan pompa maksimum yang diizinkan, psi.
Grf = Gradien rekah formasi, psi/ft
43

D = Kedalaman, ft
Ph = Tekanan hidrostatik fluida, psi
ΔPf = Kehilangan tekanan, psi
SF = Safety factor, psi

2. Frictional Pressure Drop (∆Pf)


Setiap fluida yang mengalir dalam pipa akan kehilangan sebagian energinya,
yang terserap akibat hilang karena adanya gaya gesekan yang bekerja pada fluida
tersebut. Gaya gesekan pada fluida disebabkan oleh:
a. Gesekan internal karena viskositas fluida
b. Gesekan eksternal karena kekasaran pipa
Hilangnya energi ini disebut sebagai kehilangan tekanan (pressure drop atau
loss), dan dihitung berdasarkan perbedaan tekanan fluida tersebut diantara dua
titik di pipa. Kehilangan tekanan terjadi di sepanjang sistem sirkulasi. Kehilangan
tekanan terjadi pada:
a. Di dalam pipa termasuk drillpipe dan tubing
b. Annulus antara lubang sumur dan drillstring
Persamaan kehilangan tekanan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Rheologi fluida
b. Tipe aliran (laminar atau turbulen)
c. Geometri lubang sumur dan pipa
Penentuan Frictional pressure drop digunakan untuk menanggulangi
kehilangan tekanan yang terjadi saat dilakukan pemompaan untuk squeeze dengan
cara menambah tekanan pompa sebesar kehilangan tekanan yang diakibatkan oleh
Frictional pressure drop. Berikut langkah-langkah perhitungan (∆Pf):

A. Kehilangan Tekanan Dalam Pipa dan Annulus


Menghitung kehilangan tekanan di dalam drillstring dan di annulus, sebaiknya
mempertimbangkan apakah aliran didalam pipa dan annulus tersebut laminar atau
turbulen, dan memperhatikan juga model rheologi yang dipilih, apakah Newtonian
atau non-Newtonian.
44

B. Penentuan Batasan Laminar atau Turbulen


Sebuah kriteria turbulensi, dengan kata lain titik di mana perubahan aliran dari
laminar menjadi turbulen, dibutuhkan untuk fluida non-Newtonian. Penentuan
apakah fluida laminar atau turbulen dapat menggunakan persamaan kecepatan rata-
rata (average velocity) dan kecepatan kritis (critical velocity) dari fluida pemboran.
Seperti yang telah disebutkan diatas, karena karena tidak adanya nilai viskositas
tunggal maka yang berperan dalam persamaan penentuan batasan laminar/turbulen
ini adalah Plastic Viscosity (PV) dan Yield Point (YP).
- Persamaan kecepatan rata-rata fluida didalam pipa :
24,5 Q
V’ = ............................................................................................ (3-14)
D2
Keterangan :
V’ = Kecepatan rata-rata, ft/min
Q = Pumping rate, gpm
D = Diameter dalam pipa, in
- Untuk kecepatan rata-rata fluida di annulus :
24,5 Q
V’ = ................................................................................... (3-15)
Dh2 −OD2

Dimana Dh dan OD adalah diameter dalam casing/open hole dan OD adalah


diameter luar pipa.
- Persamaan kecepatan kritis fluida didalam pipa:
97 PV + 97 √𝑃𝑉 2+ 8,2 𝜌𝐷2 𝑌𝑃
Vc = ................................................. (3-16)
𝜌D
Keterangan :
Vc = Kecepatan kritis fluida, ft/min
PV = Plastic viscosity, cp
 = Berat jenis lumpur, ppg
D = Diameter dalam pipa, in
YP = Yield point, lb/100ft2
45

- Persamaan kecepatan kritis di annulus:

97 PV + 97 √𝑃𝑉 2+ 6,2 𝜌D𝑒 2 𝑌𝑃


Vc = ............................................ (3-17)
𝜌D𝑒
Keterangan :
Vc = Kecepatan kritis fluida, ft/min
PV = Plastic viscosity, cp
 = Berat jenis lumpur, ppg
YP = Yield point, lb/100ft2
De = Dh - OD, in
Untuk menentukan pola aliran fluida adalah dengan mengikuti syarat berikut :
- Jika V’ < Vc, maka aliran adalah laminar
- Jika V’ > Vc, maka aliran adalah turbulen

C. Aliran Turbulen Fluida di Pipa dan Annulus


Hilangnya tekanan yang terkait dengan aliran turbulen suatu fluida dipengaruhi
terutama oleh densitas dan viskositas plastik. Persamaan untuk kehilangan tekanan
didalam pipa dengan fluida Bingham Plastic dan aliran turbulen dituliskan sebagai
berikut:
8,91 × 10−5 × 𝜌0,8 × (𝑃𝑉)0,2 × L
Pp = ................................ (3-18)
D4,8

Keterangan :
Pp = Kehilangan tekanan didalam pipa, psi
PV = Plastic viscosity, cp
D = Diameter Pipa/Annulus, in
L = Panjang pipa, ft
Q = Flow rate pompa, gpm

D. Aliran Laminer Fluida di Pipa dan Annulus


Hilangnya tekanan yang terkait dengan aliran laminer suatu fluida dipengaruhi
terutama oleh densitas dan viskositas plastik. Persamaan untuk kehilangan tekanan
didalam pipa dengan fluida bingham plastic dan aliran laminer dituliskan sebagai
berikut:
46

L × 𝑃𝑉 × 𝑉′ L × 𝑌𝑃
Pp = 2 + 225 × 𝐷 ................................................................ (3-19)
60000 × 𝐷𝑒 𝑒

Keterangan :
Pp = Kehilangan tekanan didalam pipa, psi
PV = Plastic viscosity, cp
V’ = Kecepatan rata-rata, ft/min
YP = Yield point, lb/100ft2
De = Diameter Pipa/Annulus, in
L = Panjang pipa, ft

3.6. Pengujian dan Evaluasi Hasil Pekerjaan Penyemenan


Setelah dilakukan penyemenan maka pekerjaan selanjutnya adalah
melakukan pengujian dan evaluasi terhadap operasi penyemenan tersebut. Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi hasil penyemenan
khususnya squeeze cementing, yaitu: (Erick B. Nelson, 1990, 13-17)
1. Tes Tekanan Positif (Positive Pressure Test)
2. Tes Tekanan Negatif (Negative Pressure Test).
3. Log Akustik (CBL, VDL).

3.6.1. Tes Tekanan Positif (Positive Pressure Test)


Pengujian dengan tes tekanan positif dilakukan setelah proses squeeze
selesai dikerjakan atau setelah WOC (Waiting on Cement) berakhir, dengan
memompakan fluida kedalam tubing hingga penuh kemudian diberikan tekanan
setelah itu didiamkan selama kurang lebih 5 menit untuk mengetahui ada tidaknya
perubahan tekanan. Apabila selama dilakukan tes positif terjadi perubahan tekanan,
hal tersebut mengindikasikan bahwa pelaksanaan squeeze cementing mengalami
kegagalan (terjadi kebocoran) dan harus dilakukan pekerjaan squeeze cementing
ulang. Begitu sebaliknya, apabila tidak terjadi penurunan tekanan maka bisa
dikatakan pekerjaan squeeze cementing berhasil dan dapat dilakukan operasi
selanjutnya.
Yang dimaksud tekanan positif disini adalah pengujian ini menggunakan
positive differential pressure sekitar 2000 – 5000 psi diatas tekanan formasi namun
47

tetap tidak boleh melebihi tekanan rekah formasi untuk menguji integritas dari
semen itu sendiri, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya casing burst pada
saat fase produksi di kemudian hari.

3.6.2. Tes Tekanan Negatif (Negative Pressure Test)


Setelah pengujian dengan tes positif selesai dilakukan maka hasil tersebut
dikorelasi dengan pengujian yang kedua, yaitu dengan melakukan tes tekanan
negatif. Pengujian dengan cara kedua ini adalah dapat dilakukan dengan beberapa
cara diantaranya: (Erick B. Nelson, 1990, 13-9)
1. Sirkulasi dengan fluida yang ringan densitasnya.
2. Swabbing.
3. Melakukan dry test.
Kemampuan pompa selain untuk menekan juga bisa digunakan untuk
menghisap pada lubang sumur, jadi setelah tes positif dilakukan dan ternyata semen
holding, akan tetapi tidak menutup kemungkinan semen squeeze hanya menempel
pada dinding lubang bor saja, sehingga jika melakukan swabbing, semen tersebut
akan dengan mudah terlepas dari dinding lubang bornya.
Yang dimaksud tekanan negatif disini adalah pengujian ini menggunakan
negative differential pressure sekitar 2000 – 5000 psi dibawah tekanan formasi
untuk menguji integritas dari semen itu sendiri, apabila pengujian yang dilakukan
berhasil maka pada grafik tekanan tidak akan menunjukkan penambahan tekanan
yang tandanya adalah tidak ada inflow yang masuk ke dalam sumur, hal ini sangat
penting dilakukan untuk memastikan apakah lubang perforasi sudah tersekat
dengan sempurna.

3.6.3. Log Akustik (CBL, VDL)


Evaluasi hasil squeeze cementing juga dapat dilakukan dengan
menggunakan log akustik, yaitu CBL (Cement Bond Log) yang dikombinasikan
dengan VDL (Variable Density Log). Kedua alat tersebut pada prinsipnya
menggunakan gelombang suara dalam menginterpretasikan ikatan (bond) dari
semen di annulus.
48

3.6.3.1. Cement Bond Log (CBL)


Cement Bond Log atau CBL merupakan alat yang digunaan untuk menilai
kualitas dan kuantitas dari penyemenan pada lubang annulus sumur pemboran. Baik
atau buruknya hasil penyemenan dapat terlihat pada chart log yang direkam
dipermukaan. Alat ini dioperasikan ketika bubur semen telah berada di annulus dan
telah melewati waktu semen kering (WOC). Metode ini sudah dikembangkan sejak
30 tahun yang lalu dan merupakan metode yang masih sering digunakan untuk
mengevaluasi pekerjaan penyemenan.
Konfigurasi dari alat CBL ini terdiri atas transmitter dan receiver, jika
hanya CBL tanpa ada VDL. Bila ditambah dengan VDL, maka perlu ada dua
penerima yang berjarak masing-masing 3 ft dan 5 ft (Gambar 3.11.). Receiver 3
ft digunakan untuk merekam amplitude dan transit time. Sedangkan receiver untuk
5 ft digunakan untuk merekam gelombang suara untuk Vairable Density Log
(VDL). Peralatan CBL dilengkapi dengan sejmlah centralizer yang berfungsi agar
transmitter dan receiver tetap terpusat di dalam pipa.

Gambar 3.11. Skema Peralatan CBL-VDL


(Nelson E.B, 1990)
49

Pada rangkaian CBL-VDL juga biasanya dikombinasikan dengan Gamma


Ray dan Casing Collar Locator (CCL). Gamma Ray di sini berfungsi untuk
mengetahui lithologi batuan dengan tujuan agar dapat dikorelasikan dengan hasil
logging dengan rangkaian lain. Sedangkan CCL berfungsi untuk mengkorelasikan
ke dalam casing, log CCL ini digunakan untuk mengkorelasikan dengan log
Gamma Ray untuk memastikan kedalam terukur yang akurat. Maksimum kecepatan
pengukuran logging adalah sekitar 50 fpm (3000 ft/hr).

Gambar 3.12. Prinsip Kerja Peralatan CBL-VDL


(Nelson E.B, 1990)

1. Transit Time
Transit time yang diukur oleh CBL merupakan jumlah waktu yang
dibutuhkan oleh gelombang suara yang dipancarkan oleh transmitter untuk
merambat menuju semen yang berada di annulus dan kembali ke receiver 3 ft yang
biasanya dinyatakan dalam satuan μsec/ft.
Saat gelombang suara/akustik dipancarkan oleh transmitter, pencatat waktu
elektronik mulai menghitung waktu yang diperlukan gelombang suara tersebut
50

untuk mencapai titik tertinggi pertamanya, yang biasanya disebut dengan E1.
Ketika E1 sudah tercatat, maka pencatat waktu elektronik akan berhenti
menghitung. Namun, untuk menghitung besarnya transit time ketika gelombang
suara mencapai E1, perlu ditentukan batas (threshold) transit time-nya (Gambar
3.13.).
Pada CBL, transit time selalu merupakan garis lurus dan membentuk huruf W
(dilihat dari sisi kiri) di setiap casing collar, kecuali pada ikatan semen yang baik
dan atau rangkaian alat CBL mengalami kemiringan maka interpretasi transit time
pada chart log akan bergelombang.Apabila terdapat ikatan baik antara semen
dengan selubung, maka pengukuran ini memperlihatkan dua karakteristik khusus,
yaitu terbentuknya perenggangan (stretching) atau lompatan siklus (cycle
skipping). Perenggangan adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan transit
time (kurang dari 15 μs) akibat adanya ikatan semen yang baik. Sedangkan
lompatan siklus adalah suatu keadaan dimana peningkatan waktu transit yang
cukup besar (lebih dari 15 μs) akibat adanya ikatan semen yang baik.

Gambar 3.13. Pengukuran Transit Time pada CBL


(Nelson E.B, 1990)
51

2. Amplitude
Amplitude merupakan besarnya energi gelombang suara/akustik yang
dipancarkan oleh transmitter yang dinyatakan dalam satuan millivolt (mV).Untuk
mengukur amplitude, gerbang elektronik (electronic gate)yang terdapat pada CBL
akan terbuka beberapa saat dan sinyal terbesar yang diterimanya akan direkam.
Besarnya harga amplitude untuk kondisi ikatan semen yang buruk (contohnya free
pipe) ataupun ikatan yang baik tergantung pada ukuran casing dan berat
nominalnya.
Pada umumnya, pada kondisi ikatan semen yang baik harga atau besarnya
amplitude akan semakin kecil. Begitu pula sebaliknya, semakin buruk ikatan semen
di annulus, semakin besar harga amplitude-nya (Gambar 3.14.).

Gambar 3.14. Hubungan Amplitude terhadap Ikatan Semen


(Dwight K. Smith, 1990)

3.6.3.2. Variable Density Log (VDL)


Peralatan VDL mempunyai receiver yang diletakkan 5 ft dari transmitter
(Gambar 3.11.). VDL akan menganalisis kualitas ikatan antara casing dengan
semen dan antara semen dengan formasi. Indentitas bentuk sinyal yang
52

diperlihatkan oleh VDL dapat dilihat pada Gambar 3.15., yang akan dijelaskan
sebagai berikut:
a. Kedatangan sinyal selubung (casing arrival) ditunjukkan oleh bentuk strip
yang teratur (lurus).
b. Kedatangan sinyal formasi (formation arrival) ditunjukkan oleh bentuk
strip yang tidak beraturan (bergelombang/wiggly).
Apabila terdapat ikatan yang baik antara selubung (casing) dengan semen
dan antara semen dengan formasi, maka defleksi kurva VDL adalah sebagai
berikut:
a. Kedatangan sinyal selubung lemah atau tidak kelihatan.
b. Kedatangan sinyal formasi kuat
Tetapi sebaliknya, jika terjadi suatu keadaan pipa bebas atau free pipe, maka
defleksi kurva VDL akan menunjukkan:
a. Kedatangan sinyal selubung kuat.
b. Kemungkinan adanya sinyal formasi kecil.

Gambar 3.15. Prinsip Kerja dari VDL


(Nelson E.B, 1990)
53

3.6.3.3. Analisa CBL-VDL


Pada umumnya analisa yang dilakukan terhadap kualitas ikatan semen
hanya berdasarkan pada pembacaan kurva amplitude CBL saja, sehingga hasil yang
diperoleh tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu
disarankan untuk analisa yang baik adalah secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk
analisa kualitatif menggunakan CBL dan VDL untuk mengetahui kondisi yang
terjadi yang berupa free pipe, channeling / microannulus dan juga good bond.
Untuk analisa secara kuantitatif dengan menggunakan CBL dan Log Interpretation
Chart dapat mengetahui compressive strength dan bond index.
Proses interpretasi Cement Bond – Variable Density Log adalah:
1. Memeriksa kualitas hasil logging.
- Koreksi harga transit time untuk ukuran casing yang disemen.
- Koreksi pembacaan amplitude untuk free pipe.
- Periksa apakah ada eccentering effect.
2. Memeriksa ada atau tidaknya fast formation pada hasil logging.
- Periksa penurunan pada kurva transit time.
- Periksa penurunan pada penerimaan pertama VDL.
3. Kondisi lubang bor.
- Tipe semen yang digunakan.
- Fluida pada lubang bor.
- Cement tops.
- Ukuran lubang bor dari log caliper.
- Deviated well.
4. Perhitungan hydraulic isolation.
- Menghitung harga 80 % Bond Index.
- Menghitung panjang minimum interval tersemen.
- Periksa pembacaan VDL untuk ikatan semen dengan formasi.
Contoh hasil perekaman CBL-VDL dapat dilihat pada Gambar 3.16., dimana:
Track I terdiri dari:
- CCL (Casing Collar Locator) berwarna biru.
- GR (Gamma Ray) berwarna hijau.
54

- Transit Time berwara merah.


Track II terdiri dari:
- Stuck Tool Indicator Total (STIT).
- Cable Tension (TENS).
Track III menunjukkan kurva amplitude yang terukur.
Track IV menujukkan kurva VDL.

Track II
Track I Track III Track IV

Gambar 3.16. Contoh Hasil Pengukuran CBL-VDL


(Nelson E.B, 1990)

1) Analisa Kualitatif Kurva CBL- VDL


Dalam analisa kurva CBL-VDL dilakukan dengan melihat perbandingan
respon yang dicatat dalam situasi yang berbeda yang seperti berikut:
a. Casing Tidak Tersemen (Free pipe)
Energi akustik yang dipancarkan transmitter hanya menjalar melalui casing
dan diterima receiver, sangat sedikit respon yang diterima dari formasi dikarenakan
tidak adanya semen pada annulus. Seperti terlihat pada Gambar 3.17., yang
dicirikan :
- Cement Bond Log (CBL) : amplitudo CBL tinggi yang nilainya diatas 50
mV. Namun, di setiap casing collar amplitudo CBL rendah.
55

- Variable Density Log (VDL) : Sinyal teratur dengan garis kontras. Casing
arrival jelas, formation arrival kecil atau tidak terlihat. Penampakan
chevron pattern (W) di setiap casing collar terlihat jelas.
Namun di sisi lain free pipe merupakan suatu hal yang penting pada saat
menjalankan alat logging CBL-VDL. Hal ini dimaksudkan agar daerah free pipe
memberi kalibrasi alat untuk suatu lingkungan tertentu di bawah kondisi logging.

Gambar 3.17. Interpretasi CBL-VDL Untuk Free pipe


(Dwight K. Smith, 1990)

b. Ikatan Semen dengan Casing dan Formasi Baik (Well Bonded)


Ketika energi akustik yang dipancarkan oleh transmitter diteruskan ke
formasi, akan menyebabkan sinyal casing melemah disertai dan sinyal formasi
yang sangat kuat. Seperti terlihat pada Gambar 3.18., yang dicirikan :
- Cement Bond Log (CBL) : Amplitudo CBL rendah yang nilai berkisar 0-
20 mV.
- Variable Density Log (VDL) : Casing arrival berwarna gelap (melemah),
formation arrival kuat dan tidak beraturan bentuknya.
56

Gambar 3.18. Interpretasi CBL-VDL Untuk Well Bonded


(Dwight K. Smith, 1990)

Kondisi ikatan semen seperti ini merupakan ikatan semen yang ideal dan
diharapkan berada pada seluruh casing section di annulus. Kondisi well bonded ini
sangat penting bila berada pada daerah produktif untuk mengisolasi lapisan
produktif hidorkarbon agar tidak terjadi crossflow ke daerah yang memiliki tekanan
lebih rendah
c. Ikatan Semen dengan Casing Baik tetapi dengan Formasi Jelek
Semen memperlemah kekuatan energi akustik, tetapi energi yang dipancarkan
menuju dan kembali dari formasi sangat lemah. Seperti terlihat pada Gambar 3.19.,
yang dicirikan :
- Cement Bond Log (CBL) : Amplitudo rendah yang nilainya berkisar 0-20
mV.
- Variable Density Log (VDL) : Casing arrival melemah, formation arrival
berwarna gelap (lemah atau tidak ada.)
57

Kondisi seperti ini dapat disebabkan karena adanya mudcake yang gagal
dikikis oleh mud wash pada saat pendorongan bubur semen ke dalam annulus
(displacement). Pada Gambar 3.19. menunjukkan kondisi ikatan semen dengan
casing baik namun buruk dengan formasi.

Gambar 3.19.
Interpretasi CBL-VDL Menujukkan Ikatan Semen Buruk dengan Formasi
(Dwight K. Smith, 1990)

d. Channeling dan Microannulus


Microannulus adalah suatu lubang kecil yang terbentuk antara casing dan
semen. Microannulus dapat terjadi karena adanya ekspansi panas pada casing,
perbedaan tekanan hidrostatik di dalam dan di luar casing, kontaminasi bersifat oil
wet pada permukaan luar casing, usaha menahan tekanan untuk mencegah back
flow. Sedangkan channeling adalah kondisi dimana distribusi semen pada kolom
annulus tidak merata. Channeling dapat terjadi karena casing tidak sentris, terdapat
58

wash hole dan terjadi kontaminasi akibat pola aliran tidak sesuai. Kedua peristiwa
ini sulit dibedakan oleh hasil interpretasi log maupun bentuk gelombang.
Microannulus atau channeling dapat dicirikan sebagai berikut:
- Cement Bond Log (CBL) : Amplitudo sedang sampai tinggi mendekati free
pipe yang berkisar 20-50 mV.
- Variable Density Log (VDL) : Casing arrival jelas dan formation arrival
bisa terlihat.
Untuk membedakan kondisi microannulus atau channeling adalah dengan
melakukan CBL log dalam kondisi pressurize (tekanan dapat dimulai dari 500 psi
sampai limit bumping pressure sewaktu penyemenan). Jika setelah diberikan
tekanan, amplitudonya menurun maka bisa dipastikan merupakan microannulus.
Namun jika tidak ada penurunan pada amplitudonya, maka merupakan channel.
Gambar 3.20. menunjukkan kondisi microannulus pada hasil pengukuran.

Gambar 3.20. Interpretasi CBL-VDL Menunjukkan Channeling


(Nelson E.B, 1990)
59

2) Analisa Kuantitatif
Untuk memperoleh hasil evaluasi yang baik, selain metode kualitatif juga
digunakan metode kuantitatif yang bertujuan untuk menentukan besarnya
compressive strength dan besarnya harga bond index .
a. Penentuan dan Analisa Bond Index
Bond Index (BI) merupakan indeks kualitas ikatan semen yang didefinisikan
sebagai perbandingan antara harga attenuasi pada kedalaman tertentu (zona
interest) dengan harga attenuasi zona tersemen 100%. Bond index secara matematis
ditulis sebagai berikut:
db
attenuasi@ zona interest ( )
ft
BI = db ................................................. (3-20)
attenuasi@ zona tersemen 100% ( )
ft

Harga bond index yang telah diperoleh pada tiap kedalaman akan digunakan
untuk menganalisis kualitas ikatan semen pada annulus. Nilai tertinggi untuk bond
index adalah satu sebagai acuan bahwa ikatan penyemenan yang baik. Harga good
bond cut off untuk bond index menurut buku Log Interpretation Charts oleh
Schlumberger adalah sebesar 0,8.
Adapun prosedur yang digunakan dalam menentukan besarnya bond index
dalam suatu zona interest adalah sebagai berikut:
1. Tentukan ukuran casing yang sedang dilakukan analisa CBL-VDL (OD dan
nominal weight casing)
2. Pada suatu kedalaman diperoleh harga amplitudo berdasarkan pembacaan log
CBL dan dengan bantuan CBL interpretation chart (Gambar 3.21.) maka akan
diperoleh suatu harga attenuasi (disesuaikan dengan ukuran casing).
3. Harga attenuasi yang telah diperoleh, kemudian dibagi dengan harga attenuasi
tertinggi (zona tersemen 100%) sehingga didapatkan harga bond index.
4. Mengulangi langkah kedua dan ketiga untuk mendapatkan harga bond index
kedalaman yang lain.
Berdasarkan langkah-langkah diatas, untuk menentukan bond index
diperlukan besarnya amplitude yang dibaca pada CBL dan pada CBL Interpretation
Chart didapatkan harga attenusi seperti pada Gambar 3.21 yaitu contohnya pada
garis biru. Bond index tersebut dapat dicari dengan Persamaan 3-20 dengan
60

diketahuinya nilai attenuasi pada zona interest dan attenuasi pada zona 100 %
tersemen atau pada kedalaman dengan nilai CBL yang paling rendah.

b. Penentuan dan Analisa Compressive Strength


Compressive strength adalah kekuatan semen dalam menahan tekanan-
tekanan yang berasal dari samping yaitu dari casing maupun formasi. Penentuan
harga CS pada suatu sumur diperoleh dengan bantuan data-data penunjang, seperti
diameter luar casing, berat, dan tebal casing yang dapat dilihat pada cement bond
log interpretation chart (Gambar 3.21.). Besarnya harga good bond cut off untuk
compressive strength menurut buku Log Interpretation Charts oleh Schlumberger
adalah sebesar 500 psi.

Gambar 3.21. CBL Interpretation Chart


(Schlumberger)
61

Adapun prosedur yang digunakan dalam menentukan besarnya compressive


strength pada setiap kedalaman adalah sebagai berikut:
1. Harga compressive strength pada suatu kedalaman diperoleh dengan cara
memasukkan harga amplitudo pada kedalaman tertentu ke dalam cement bond
log interpretation chart (Gambar 3.21.)
2. Harga amplitudo ini kemudian dimasukkan ke dalam cement bond log
interpretation chart lalu ditarik garis sejajar ke atas sampai memotong garis
vertical yang mewakili diameter luar (OD) casing yang digunakan.
3. Dari gari vertikal yang mewakili diameter luar casing kemudian ditarik garis
perpanjangan ke kanan sejajar garis horizontal attenuasi sehingga akan
didapatkan harga attenuasinya.
4. Harga compressive strength didapatkan dengan meneruskan harga attenuasi ke
kanan memotong grafik tebal casing yang diinginkan dan kemudian
meneruskan hingga memotong garis compressive strength.
5. Langkah pertama sampai keempat diulang untuk memperoleh harga
compressive strength dari kedalaman lainya.
Berdasarkan langkah diatas dan dicontoh pada garis biru di Gambar 3.21.
untuk menentukan compressive strength maka diperlukan harga amplitude yang
dibaca pada CBL untuk suatu kedalaman, yang nantinya dengan menggunakan
bantuan CBL Interpretation Chart maka dapat ditentukan besarnya compressive
strength pada suatu kedalaman tersebut.
BAB IV
EVALUASI DAN PERHITUNGAN SQUEEZE CEMENTING

Evaluasi dalam pekerjaan squeeze cementing pada sumur “WIDA”


bertujuan untuk mengetahui keberhasilan atau tidaknya suatu pekerjaan squeeze
cementing tersebut, dan hasil dari evaluasi ini bisa dapat digunakan sebagai suatu
pertimbangan untuk langkah kedepannya ataupun juga sebagai pertimbangan dalam
melakukan pekerjaan squeeze cementing yang memiliki kondisi yang hampir sama
dengan sumur “WIDA”.
Keberhasilan dalam melakukan pekerjaan squeeze cementing dalam
memperbaiki ikatan semen sangat bergantung pada perencanaan dan perhitungan
secara menyeluruh sesuai dengan kondisi sumur yang akan di-squeeze. Maka dari
itu letak perforasi untuk jalur squeeze cementing harus sesuai, agar hasil yang
diharapkan menjadi lebih baik.
Dalam bab ini akan membahas beberapa hal pokok, diantaranya:
1. Evaluasi primary cementing pada zona produktif
2. Program squeeze cementing pada sumur “WIDA”
3. Evaluasi teknis dan perhitungan squeeze cementing pada Sumur “WIDA”
4. Evaluasi hasil pekerjaan squeeze cementing pada sumur “WIDA”
Sumur “WIDA” Lapangan “YATI” merupakan merupakan sumur
directional tahapan konstruksi sumur diawali dengan pemasangan stove pipe 30”
dengan kedalaman 80 ftMD. Selanjutnya dibuat lubang 26” dan kemudian dipasang
surface casing 20” sampai kedalaman 983 ftMD. Setelah itu dibuat lubang 17 ½”
dan kemudian dipasang intermediate casing 13 3/8” sampai kedalaman 4587 ftMD.
Selanjutnya dibuat lubang 12 ¼” dan dipasang production casing 9 5/8” sampai
kedalaman 7007 ftMD. Dan setelah itu di bor dengan pahat 8 ½” dan dipasang liner
7” dari kedalaman 6791 – 7258 ftMD. Skema profil Sumur “WIDA” dapat dilihat
pada Gambar 4.1. dibawah ini:

62
63

Driller Depth

Gambar 4.1. Profil Sumur “WIDA”


(PT. Pertamina EP Field Sukowati)
64

4.1. Evaluasi Primary Cementing pada Zona Produktif


Setelah penyemenan selesai, dilakukan kegiatan logging CBL-VDL untuk
mengetahui bonding dari semen primer, pada zona produktif dapat ditunjukkan
pada Gambar 4.2. dibawah ini :

Target zone

Perforasi squeeze

30 mV

Gambar 4.2. CBL-VDL pada Primary Cementing

Pada analisa kualitatif dengan menggunakan CBL-VDL, untuk analisa


dengan menggunakan CBL harga amplitude dari kedalaman 7110 – 7145 ftMD
yang dihasilkan berkisar dari 12 - 47 mV dengan rata-ratanya adalah sebesar 32
mV, dimana berdasarkan ini dapat dikatakan bahwa ikatan semen tersebut adalah
buruk dan kemungkinan terjadinya channeling pada kedalaman tersebut. Dan pada
kurva VDL untuk pembacaan casing arrival yang disebelah kiri pada VDL terlihat
jelas atau seperti bentuk rel, dan untuk formation arrival yang disebelah kanan pada
VDL masih dapat terlihat bentukannya, maka dari itu dapat diindikasikan terjadinya
channeling pada daerah tersebut. Berdasarkan analisa kualitatif dengan
menggunakan CBL-VDL dapat diindikasikan telah terjadinya channeling untuk
65

interval kedalaman 7132 - 7138 ftMD, oleh karena itu perlu dilakukannya
perbaikan ikatan semen dengan menggunakan squeeze cementing.
Sedangkan untuk analisa kuantitatif yang dilakukan adalah dengan
menggunakan CBL dan CBL Interpretation Chart, dimana dari analisa tersebut
didapatkan harga untuk compressive strength dan bond index. Untuk mendapatkan
besarnya compressive strength dapat dilakukan dengan cara memplot harga
amplitude yang didapatkan dari CBL kedalam CBL Interpretation Chart dan
kemudian dari harga amplitude tadi ditarik garis ke ukuran casing tersebut dan
kemudian mendapatkan harga attenuasinya. Setelah itu dari harga attentuasinya
ditarik garis ke harga compressive strength dengan melewati ketebalan casing
tersebut, untuk lebih jelasnya dapat dilihat garis warna hijau pada Gambar 4.3.
sebagai berikut

Gambar 4.3. Tahapan Analisa Kuantitatif Primary Cementing


66

Contohnya adalah pada kedalaman 7132 ftMD, didapatkan harga amplitude


pada pembacaan CBL adalah sebesar 46 mV, dari harga amplitude tersebut dengan
menggunakan langkah yang telah dicontohkan diatas maka didapatkan harga
attentuasinya yaitu sebesar 1,5 dB/ft. dan untuk nilai compressive strength yang
didapatkan adalah sebesar 200 psi.
Sedangkan untuk mendapatkan nilai bond index dapat menggunakan
Persamaan (3-20), dimana untuk attenuasi pada zona interest yang didapatkan
pada kedalaman 7132 ftMD adalah sebesar 0,15 db/ft, dan untuk attenuasi pada
zona tesemen 100 % yaitu sebesar 2 db/ft. Untuk attenuasi pada tersemen 100%
dapat dilihat pada harga amplitude yang dibaca pada CBL dengan harga amplitude
yang paling kecil, dari harga tersebut dapat dilihat nilai attenuasinya dengan
menggunakan CBL Interpretation Chart seperti langkah diatas. Adapun untuk
Persamaan (3-20) adalah sebagai berikut:
db
attenuasi@ zona interest ( )
ft
BI = db
attenuasi@ zona tersemen 100% ( )
ft

1,5
BI = = 0,14
10,5

Berdasarkan persamaan tersebut didapatkan nilai bond index untuk


kedalaman 7132 ftMD adalah sebesar 0,14.
Setelah mendapatkan harga compressive strength dan bond index untuk
masing-masing kedalaman, dan untuk cut off yang digunakan berdasarkan buku
Log Interpretation Chart oleh Schlumberger adalah seperti berikut:
• CS (Compressive Strength) ≥ 500 psi = “Good”
• BI (Bond Index) ≥ 0,8 = “Good”
Berdasarkan nilai compressive strength sebesar 200 psi dan bond index
sebesar 0,14. Maka untuk kualitas semen pada kedalaman 7132 ftMD berdasarkan
analisa dengan compressive strength adalah bad bonding dan berdasarkan analisa
dengan bond index juga bad bonding. Maka dapat disimpulkan pada kedalaman
7132 ft untuk kualitas ikatan semennya adalah buruk. Untuk lebih lengkapnya hasil
analisa kuantitatif pada setiap kedalaman, dapat dilihat pada Tabel IV-1 sebagai
berikut:
67

Tabel IV-1
Hasil Analisa Kuantitatif Primary Cementing

Kedalaman Amplitude Attenuasi CS Analisa Bond


Analisa BI
(ft) (mV) (dB/ft) (psi) CS Index
7110 14 5,2 700 Good 0.49 Channeling
7111 12 5,5 750 Good 0.52 Channeling
7112 13 5,3 725 Good 0.51 Channeling
7113 15 4,8 600 Good 0.45 Channeling
7114 17 4,2 500 Good 0.40 Channeling
7115 20 3,8 450 BAD 0.36 Channeling
7116 30 2.7 325 BAD 0.25 Channeling
7117 30 2.7 325 BAD 0.25 Channeling
7118 28 3 350 BAD 0.28 Channeling
7119 25 3.2 400 BAD 0.30 Channeling
7120 25 3.2 400 BAD 0.30 Channeling
7121 32 2,5 300 BAD 0.23 Channeling
7122 35 2.2 275 BAD 0.21 Channeling
7123 37 2.1 250 BAD 0.20 Channeling
7124 42 1.7 230 BAD 0.16 Channeling
7125 42 1.7 230 BAD 0.16 Channeling
7126 40 2 220 BAD 0.19 Channeling
7127 35 2.2 275 BAD 0.21 Channeling
7128 30 2.7 300 BAD 0.25 Channeling
7129 32 2.5 300 BAD 0.23 Channeling
7130 40 2 220 BAD 0.19 Channeling
7131 45 1.6 210 BAD 0.15 Channeling
7132 46 1.5 200 BAD 0.14 Channeling
7133 42 1.7 230 BAD 0.16 Channeling
7134 46 1.5 200 BAD 0.14 Channeling
7135 45 1.6 210 BAD 0.15 Channeling
7136 46 1.5 200 BAD 0.14 Channeling
7137 47 1.4 190 BAD 0.13 Channeling
7138 45 1.6 210 BAD 0.15 Channeling
7139 32 2.5 300 BAD 0.23 Channeling
7140 30 2.7 300 BAD 0.25 Channeling
7141 28 3 350 BAD 0.28 Channeling
7142 25 3.2 400 BAD 0.30 Channeling
7143 22 3.5 425 BAD 0.33 Channeling
7145 22 3.5 425 BAD 0.33 Channeling

Berdasarkan Tabel IV-1 untuk kedalaman 7110 – 7145 ftMD, untuk analisa
kuantitatif yang didapatkan adalah pada interval kedalaman tersebut memiliki
68

kualitas ikatan semen yang buruk, yaitu dengan ditandainya dengan nilai
compressive strength yang berkisar antara 190 - 750 psi dengan rata-ratanya adalah
342 psi dan untuk nilai bond index yang berkisar antara 0,13-0,52 dengan rata-
ratanya adalah 0,26.
Sehingga berdasarkan analisa kualitatif dan juga kuantitatif untuk sekitar
interval zona produktif tersebut terindikasi bahwa ikatan semennya buruk, dan
perlu dilakukannya perbaikan ikatan semen pada daerah tersebut agar dapat
mengisolasi lapisan zona produktif. Oleh karena itu dilakukannya pekerjaan
squeeze cementing dengan interval perforasi squeeze cementing adalah pada
interval kedalaman 7132 – 7138 ftMD. Penyebab kegagalan primary ini
disebebabkan oleh beberapa faktor diantaranya nilai thickening time yang tidak
sesuai dengan target penyemenan sehingga semen mengeras sebelum target dan
pembersihan mud cake yang kurang sempurna yang mengakibatkan proses
channeling pada suatu kedalama tersebut.
Adapun untuk skema yang lebih jelas dalam hal kondisi yang terjadi dapat
dilihat pada Gambar 4.4. seperti berikut:
69

7132-7138 ft perforasi squeeze

Channeling

7208 ft Cement plug

Gambar 4.4. Posisi Kedalaman Permasalahan yang Terjadi

4.2. Program Squeeze Cementing pada Sumur “WIDA”


Pekerjaan squeeze cementing yang dilakukan pada sumur ini adalah dengan
menggunakan metode low pressure squeeze cementing, yaitu dengan menggunakan
tekanan yang dibawah tekanan rekah formasi. Untuk penempatannya adalah
menggunakan metode bradenhead yaitu dengan menggunakan workstring berupa
drill pipe, metode bradenhead digunakan karena pada program ini menggunakan
low pressure squeeze cementing dan kapasitas casing tersebut dapat menahan
tekanan squeeze yang diberikan. sedangkan untuk metode pemompaannya adalah
jenis hesitation yaitu dengan cara bertahap untuk membentuk filter cake, dan
metode hesitation ini digunakan juga karena dengan tekanan rendah dan tekanan
squeeze akhir yang didapat adalah ketika tekanan konstan selama waktu
pemompaan. Adapun skema perencanaan squeeze cementing oleh service company
dapat dilihat pada Gambar 4.5. berikut ini.
70

SKW-10
SQUEEZE CEMENTING JOB PROGRAM Rev-00
(7,132 ft - 7,138 ft)

Job Objective:
To squeeze off existing perforation intervals (7,132 ft - 7,138 ft) with bradenhead squeeze method.
NOT TO SCALE!
Well Data
Weight OD ID Capacity Plug Vol
Tubular Item
lb/ft inch inch bbl/ft bbl/ft
7" Casing 29 7 6.184 0.0371 0.0476
9-5/8" Casing 47 9.625 8.681 0.0732 0.0900
3-1/2" Drill Pipe (to surface) 13.3 3.5 2.764 0.0074 0.0119
3-1/2" Tubing (20 jts) + Mole Shoe 9.3 3.5 2.992 0.0087 0.0119

Slurry Properties and Recipe


Lead Slurry Concentration
Slurry Density ppg
Slurry Yield cuft/sack
Mixing Water gal/sack
Thickening Time @ 70 BC hr:min
API Fluid Loss ml
Free Water %
Compressive Strength @ 24 hr psi
Tail Slurry Concentration
Slurry Density 15.80 ppg F/W 4.540 GPS
Slurry Yield 1.580 cuft/sack AF-102L 0.050 GPS
Mixing Water 6.730 gal/sack BA-10LI 1.000 GPS
Thickening Time @ 70 BC 04:49 hr:min CD-11LA 0.080 GPS
API Fluid Loss 118 ml FL-17W 1.000 GPS Top of WA @ 6635 ft
Free Water 0 % CR-9Li 0.050 GPS
Compressive Strength @ 24 hr 1765 psi CRI-13 0.01 GPS
CSRP-11 35 %

Volume and Length Calculation


Cement Slurry 7" TOL @ 6791 ft
a. Slurry Volume Mixed 5.50 bbl
b. Cement Slurry in Casing (Tail) 4.00 bbl
c. Cement to Formation (Lead) 0.00 bbl
d. Cement to Formation (Tail) 1.50 bbl
e. Dead Volume 0.00 bbl
f. Lead Mix Water Volume 0.00 bbl (sqzd) 6875 @ 6885 ft x x
g. Tail Mix Water Volume 3.20 bbl
h. Total Height of Slurry with String 161.89 ft
i. Total Height of Slurry after POOH 147.93 ft
(sqzd) 6945 @ 6955 ft x x
Water Ahead
a. Water Ahead Volume 15.00 bbl
b. Height of WA with String 371.19 ft TOC w/ String @ 7006.11 ft
c. Height of F/W after POOH ft 9-5/8" Csg @ 7007 ft

Water Behind TOC after POOH @ 7020.07 ft


a. Water Behind Volume 3.23 bbl

Displacement Final TOC @ 7060.45 ft


a. Total Displacement Volume 48.50 bbl
b. Underdisplacement 0.89 bbl
Perforation Interval
POOH and Reverse Out 7132 @ 7138 ft
a. End of String above Est TOC 500 ft
b. String Pulled Out 10 stds (1 std = 2 jts @ 31 ft/jt)
c. Reverse Out Volume 97 bbl OE @ 7168 ft

Gambar 4.5. Skema Perencanaan Squeeze Cementing oleh Service Company


(Superior Service Company )

4.2.1. Data Komplesi dan Workstring Sumur “WIDA”


a. Kedalaman sumur : 7300 ftMD
b. Temperatur : 230 °F
c. Gradien formasi : 0,4 psi/ft
71

d. Gradien rekah formasi : 0,7 psi/ft


e. Konfigurasi casing, drill pipe dan tubing:
• 0 – 983 ft : Casing 20’’ 94 ppf
• 0 – 4587 ft : Casing 13 3/8” 68 ppf
• 0 – 7007 ft : Casing 9 5/8” 47 ppf
• 6791 – 7258 ft : Liner 7” 29 ppf
• 0 – 6570 ft : Drill Pipe 3 ½” lb/ft
f. Interval perforasi squeeze cementing:
• Zona : 7132 - 7138 ft
g. Casing
• Ukuran : 9 5/8”
• Berat : 47 ppf
• Kapasitas : 0, 07321 bbl/ft
h. Drill pipe
• Ukuran : 3 1/2”
• Berat : 13,3 lb/ft
• Kapasitas : 0,0074 bbl/ft
• End of DP : 6570 ft
i. Liner
• Ukuran : 7”
• Berat : 29 ppf
• Kapasitas : 0,0371 bbl/ft
• Top of liner : 6791 ft
j. Kapasitas annulus
• Kapasitas annulus 1 ( 7” – 3 1/2” ) : 0,0371 bbl/ft
• Kapasitas annulus 2 (9 5/8” – 3 1/2”) : 0,0613 bbl/ft
4.2.2. Data Aktual Squeeze Cementing Sumur “WIDA”
a. Data semen
• Densitas semen : 15,8 ppg
• Yield semen : 1,58 cuft/sak
72

• Plastic viscosity @BHCT : 105


• Yield point @BHCT :6
• Fluid loss @230oF : 118 cc/30 menit/1000 psi
• Thickening time @40 Bc : 04 jam : 44 menit
• Thickening time @70 Bc : 04 jam : 49 menit
• Thickening time @100 Bc : 04 jam : 50 menit
• Compressive strength @BHST : 1600 psi after 12 hours
• Compressive strength @BHST : 1765 psi after 24 hours
• Water Requirement : 4.540 gal/sak
b. Aditif yang digunakan
• AF-102L (Defoamer) : 0,05 gal/sak
• BA-10LI (Bonding agent) :1 gal/sak
• CD-11LA (Dispersant Liquid) : 0,08 gal/sak
• FL-17W (Fluid Loss Control Liquid) : 1 gal/sak
• CR-9Li (Retarder) : 0,050 gal/sak
• CRI-13 (Retarder HT) : 0,01 gal/sak
c. Fluida yang Digunakan
• Densitas spacer : 8,34 ppg
• Densitas displacement fluid (brine) : 8,7 ppg
• Water A head : 15 bbl
• Water Behind : 3,23 bbl
• Displacement fluid : 48,50 bbl

4.3. Evaluasi Teknis dan Perhitungan Squeeze Cementing Sumur “WIDA”


Data-data yang digunakan dalam perhitungan diperoleh dari drilling program
milik PT. Pertamina EP dan proposal pekerjaan squeeze cementing sumur “WIDA”
yang disusun oleh company man. Dalam melakukan evaluasi perhitungan ini,
penulis menggunakan satuan feet (ft). Adapun langkah-langkah perhitungannya
adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan Volume Cement Slurry.
73

2. Perhitungan Volume Aditif.


3. Perhitungan Ketinggian Kolom Semen.
4. Perhitungan Tekanan.
5. Perhitungan Tekanan Maksimum Pompa (MASP).
Setelah data-data diperlukan diperoleh, maka volume cement slurry dan
jumlah sak semen yang dibutuhkan dapat dicari dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
4.3.1. Perhitungan Volume Bubur Semen
1. Perhitungan Volume Cement Slurry di Casing
a. Menghitung ujung rangkaian sampai perforasi teratas:
= BOC – top perforation
= 7208 ft – 7132 ft
= 76 ft
b. Ditambah safety margin 30 m (98,4 ft) dari top perforation (perkiraan puncak
semen):
= 76 ft + 98,4 ft
= 174,4 ft
c. Menghitung volume cement slurry yang mengisi kolom casing (Total
ketinggian semen dari BOC dan safety margin)Persamaan (3-2):
= panjang kolom casing (L) × kapasitas casing (V)
= 174,4 x 0,0371
= 6,47 bbl
2. Perhitungan Volume Cement Slurry yang Masuk Ke Dalam Perforasi
Perhitungan volume cement slurry yang masuk ke dalam perforasi
mempertimbangkan banyaknya lubang yang harus ditutup, serta hasil injectivity test
untuk menentukan volume cement slurry yang dapat diinjeksikan per lubangnya.
Perhitungan volume cement slurry yang masuk ke dalam perforasi
menggunakan Persamaan (3-3) dan Persamaan (3-4):
a. Menghitung total lubang perforasi:
= interval perforasi × densitas perforasi
= 6 × 6 spf
74

= 36 hole
Asumsi cement slurry/hole =0,2 cuft/hole
b. Menghitung volume cement slurry yang masuk lubang perforasi
Lubang perforasi x cement slurry/hole
= 5,615
6 x 0,2 cuft/hole
= 5,615

= 1,28 bbl
c. Menghitung volume cement slurry mengisi annulus setinggi 174,4 ft:
Bit Size2 - 𝑂𝐷𝑐𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔2 7”
= × 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚
1029,4
8,52 - 72
= x 174,4
1029,4

= 1,7 bbl
d. Menghitung volume cement slurry yang masuk ke dalam formasi:
• Volume semen yang masuk annulus volume semen yang masuk lubang
perforasi
= 1,3 bbl + 1,7 bbl
= 3 bbl
• Menghitung total volume slurry yang dibutuhkan
= Volume slurry yang ada di casing + volume semen yang masuk
ke perforasi
= 6,47 bbl + 3 bbl
= 9,47 bbl
• Total Sak Semen yang Dibutuhkan
9,47 bbl × 5,615 cuft/bbl
= yield cement lead

9,47 bbl × 5,615 cuft/bbl


=
1,58 cuft/sak

= 33 sak
75

Perbandingan Volume Cement Slurry yang Dibutuhkan

Hasil
Kondisi
Parameter Perhitungan
Aktual
Penulis
Cement slurry
masuk ke dalam 3 bbl 2,4 bbl
perforasi (formasi)
Cement slurry
tinggal di dalam 6,47 bbl 3,1 bbl
casing
Total cement slurry
9,47 bbl 5,5 bbl
dipompakan

Jumlah sak semen


33 sak 19 sak

Berdasarkan tabel tersebut terdapat perbedaan yang tidak terlalu signifikan


terhadap jumlah volume semen yang dibutuhkan, karena pada kondisi actual
menggunakan volume excess 0% sedangkan penulis menambahkan 98,4 ft pada
perkiraan TOC untuk alasan safety yang menyebabkan jumlah total sak semen yang
dibutuhkan juga berbeda.
Volume Fluida yang Dibutuhkan
Volume fluida yang dibutuhkan sudah ditentukan oleh company man yang
menangani pekerjaan squeeze cementing sumur “WIDA”, data yang diperoleh
adalah sebagai berikut:
a. Cairan pengawal (water ahead) = 15 bbl
b. Cairan pengiring (water behind) = 3,32 bbl
c. Cairan pendorong (water displacement) = 47,89 bbl

4.3.2. Perhitungan Volume Aditif


Company man yang menangani pekerjaan squeeze cementing sumur
“WIDA” telah menghitung jumlah aditif yang digunakan untuk dicampur dengan
semen sejumlah sak, sebagai berikut (Persamaan 3-7):
76

a. AF-102L (Defoamer) = 0,05 gal/sak x 33 sak


= 1,65 gal
b. BA-10LI (Bonding agent) = 1 gal/sak x 33 sak
= 33 gal
c. CD-11LA (Dispersant Liquid) = 0,08 gal/sak x 33 sak
= 2,64 gal
d. FL-17W (Fluid Loss Control Liquid) = 1 gal/sak x 33 sak
= 33 gal
e. CR-9Li (Retarder) = 0,05 gal/sak x 33 sak
= 1,65 gal

4.3.3. Perhitungan Ketinggian Kolom Semen


• Perkiraan Ketinggian Kolom Semen dan Fluida Saat Drill pipe
Tercelup Dalam Cement Slurry
a. Menghitung perkiraan ketinggian slurry semen:
Total semen
=
Drill pipe cap + annulus capacity 7"
9,47
= 0,0074 + 0,025

= 290,02 ft
• Menghitung puncak ketinggian slurry saat workstring tercelup (TOC1):
= ( BOC – ketinggian slurry cement )
= (7028 – 290,02)
= 6917,98 ft
b. Menghitung perkiraan ketinggian kolom cairan pendorong (water a
head):
= (TOC1 – top of liner) x annulus 1 capacity (V1):
= (6917,98 ft – 6791 ft ) x 0,025 bbl/ft
= 3,17 bbl
Menghitung volume cairan pengawal pada annulus 2 (V2):
= 15 bbl – 3,17 bbl
= 11, 83 bbl
77

Menghitung ketinggian cairan pengawal di annulus 2:


V2
= Annulus capacity 2
11,83
= 0,061

= 194 ft
Menghitung puncak ketinggian cairan pengawal:
= top of liner – ketinggian cairan pengawal di annulus 2
= 6791 ft – 194 ft
= 6597 ft
c. Menghitung perkiraan ketinggian kolom cairan pengiring (water
behind):
Volume water ahead
=
DP capacity
3,23 bbl
=
0,0074 bbl/ft

= 436,48 ft
• Perkiraan puncak ketinggian cairan pengiring
= ( TOC1 – Ketinggian cairan pengiring )
= (6917,98 – 436,48)
= 6481,5 ft
c. Menghitung perkiraan ketinggian cairan pendorong (water
displacement):
Puncak ketinggian cairan pengiring
=
DP capacity
47,89 bbl
= 0,0074 bbl/ft

= 6471,62 ft
Keterangan: cairan pendorong tidak mengisi workstring sampai ke permukaan.
Dikarenakan didesain under displacement oleh company man. Perkiraan ketinggian
puncak kolom fluida saat workstring tercelup berdasarkan perhitungan yang
dilakukan oleh penulis dapat dilihat pada Gambar 4.6.
78

Top Water head 6599 ft

TOL 6791 ft

Cement
Water head
Water behind
TOC 1 6917 ft Disp fluid

Bottom casing 7007 ft


9 5/8

OE 7168 ft

BOC 7208 ft

Gambar 4.6. Kondisi Fluida Saat Workstring Tercelup


Perlu diketahui sebelum dilakukan pemberian tekanan squeeze, rangkaian
penyemenan diangkat sampai kedalaman 6468 ft, sehingga ada volume semen,
water behind, dan displacement fluid yang turun, hal ini dilakukan agar workstring
tidak ikut tersemen di dalam lubang bor.

• Perkiraan Ketinggian Semen dan Fluida Sebelum Pendesakan, Saat


Workstring Diangkat (@ 6486 ft)
a. Menghitung perkiraan ketinggian slurry :
Menghitung volume slurry 7” dicasing saat workstring diangkat
(Persamaan 3-9):
= (Bottom of cement – top of liner) x linier capacity
= (7208 – 6791) x 0,0371 bbl/ft
= 15,47 bbl
= Ketinggian cement slurry di 7” casing
79

Total volume slurry


=
Caing capacity 7"
9,47
= 0,0371

= 255,23 ft
Menghitung puncak ketinggian semen (TOC 2)
= Bottom of Cement – ketinggian slurry di 7” casing
= 7208 – 255,23
= 6952,77 ft
b. Menghitung perkiraan ketinggian kolom cairan pengawal cairan water
a head dan water behind
Menghitung volume cairan pengawal cairan water a head dan water
behind di casing 9 5/8’’
= (volume water head + volume water behind) – (volume semen di
casing 7’’- total volume semen)
= (15 + 3,23) – (15,47- 9,47)
= 12,23 bbl
Menghitung ketinggian kolom cairan pengawal cairan water
a head dan water behind
Volume cairan water head + water behind di casing 9 5/8
=
casing 9 5/8 capacity
12,23 bbl
= 0,07321 bbl/ft

= 167,05 ft
Menghitung puncak ketinggian (water a head dan water behind):
= TOC2 – ketinggian (water a head dan water behind):
= 6952,77 ft –167,05 ft
= 6785,72 ft
c. Menghitung perkiraan ketinggian cairan pendorong (water
displacement):
= 6785,77 ft - 6785,77 ft
= 0 ft
80

d. Menghitung kedalaman posisi OE sebelum dilakukan pendesakan


semen
= Puncak ketinggian water behind – 100 ft
= 6785,77 – 100 ft
= 6685,77 ft
e. Menghitung total ketinggian semen sebelum dilakukan pendesakan
= BOC – TOC2
= 7208 – 6952,77 ft
= 255,23 ft
Perkiraan ketinggian puncak kolom fluida setelah workstring diangkat
berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh penulis dapat dilihat pada
Gambar 4.7.

OE 6486 ft

Top water head & 6785 ft


Top Water behind
TOL 6791 ft Cement
Water head
Water behind
Disp fluid

TOC 2 6953 ft

Bottom casing 7007 ft


9 5/8

Perfo 7132-7136

BOC 7208 ft

Gambar 4.7. Kondisi Fluida Saat Workstring Diangkat


81

• Perkiraan Ketinggian Semen dan Fluida Setelah Pendesakan.


a. Menghitung Volume semen yang akan didesak (Persamaan 3-9):
= (TOC rencana – TOC 2) x linier capacity
= (7033,6 – 6952,77) x 0,07321
= 3 bbl
b. Menghitung total sisa volume semen yang ada dicasing
= Total volume semen yang dipompakan – volume yang akan didesak
= 9,47 – 3
= 6,47 bbl
c. Maka puncak ketinggian kolom semen (TOC 3)
= TOL 7” – (volume yang ada dicasing 7”/ casing capacity 7”
= 6791 – (6,47/0,0371)
= 7033,60 ft
d. Menghitung perkiraan ketinggian kolom cairan pengiring (water a head
dan water behind):
Menghitung ketinggian cairan water a head dan water behind:
Volume water a head + water behind
=
casing 7 capacity
15 + 3,23 bbl
=
0,0371 bbl/ft

= 102,06 ft
Maka puncak ketinggian cairan water a head dan water behind pada
casing 7”
= (TOC3 – ketinggian kolom cairan water a head dan water behind)
= (7033,60 – 102,06)
= 6931,54 ft
Setelah dilakukan pendesakan dan dilakukan waiting on cement, ternyata
kedalaman top of cement yang terbentuk adalah 7060,45 ft, naik sebesar 26,85 ft
dari perkiraan top of cement dari hasil perhitungan (7033,60 ft). Hal ini dikarenakan
semen mengeras sebelum sampai pada target yang diinginkan dan menurunnya
thickening time.
82

Perkiraan ketinggian puncak semen atau top of cement (TOC) berdasarkan


perhitungan yang dilakukan oleh penulis dapat dilihat pada Gambar 4.8

OE 6486 ft

TOL 6791 ft Cement


Water head
Top water head & 6932 ft Water behind
Top Water behind Displacment
fluid
TOC 2 7034 ft

Bottom casing 7007 ft


9 5/8

BOC 7208 ft

Gambar 4.8. Perkiraan Ketinggian Puncak Semen

4.3.4. Perhitungan Tekanan


1. Perhitungan Tekanan Hidrostatik (Ph):
a. Menghitung tekanan hidrostatis @ start squeeze (Persamaan 3-10):
Menghitung tekanan hidrostatis semen @ start squeeze:
= 0,052 × densitas (ppg) × tinggi kolom (ft)
= 0,052 × 15,8 × 290,02
= 238,28 psi
b. Menghitung tekanan hidrostatis water ahead + water behind @ start
squeeze:
83

= 0,052 × densitas (ppg) × tinggi kolom (ft)


= 0,052 × 8,34 × 436,49
= 189,30 psi
c. Menghitung tekanan hidrostatis water displacement @ start squeeze:
= 0,052 × densitas (ppg) × tinggi kolom (ft)
= 0,052 × 8,7 × 6481,49
= 2932,23 psi
d. Menghitung tekanan hidrostatis total @ start squeeze:
= Phsemen + Phspacer + Phdisplacement
= 238,28 psi + 189,30 psi + 2932,23 psi
= 3359,80 psi
Berdasarkan ketinggian kolom semen, water behind, serta ketinggian kolom
water displacement dapat ditentukan tekanan hidrostatik (Ph) pada saat mulai
dilakukan pendesakan (squeezing) seperti yang dijelaskan pada Tabel IV-3,
sebagai berikut:

Tabel IV-3
Perhitungan Tekanan Hidrostatis (@ Start Squeeze)

Densitas Ketinggian
Fluida Tekanan Hidrostatis, psi
, ppg Kolom Fluida, ft
= 0,052 x ρ x h
Semen 15,8 290,02 = 0,052 x 15,8 x 290,02
= 238,28
Water ahead + = 0,052 x 8,34 x 436,49
8,34 436,49
Water behind = 189,30
Water = 0,052 x 8,7 x 6481,49
8,7 6481,49
Displacement = 2932,23
= 238,28+ 189,30+ 2932,23
Ph @ start squeeze
= 3359,80

e. Menghitung tekanan hidrostatis @ end of squeeze (Persamaan 3-10):


Menghitung tekanan hidrostatis semen @ end of squeeze:
= 0,052 × densitas (ppg) × tinggi kolom (ft)
= 0,052 × 15,8 × 174,40
84

= 143,29 psi
f. Menghitung tekanan hidrostatis water head and water behind @ end of
squeeze:
= 0,052 × densitas (ppg) × tinggi kolom (ft)
= 0,052 × 8,34 × 103,06
= 44,26 psi
g. Menghitung tekanan hidrostatis water displacement @ end of squeeze:
= 0,052 × densitas (ppg) × tinggi kolom (ft)
= 0,052 × 8,7 × 6931,54
= 3135,83 psi
h. Menghitung tekanan hidrostatis total @ end of squeeze:
= Phsemen + Phspacer + Phdisplacement
= 143,29 psi + 44,26 psi + 3135,83 psi
= 3323,38 psi
Berdasarkan ketinggian kolom semen, kolom water behind, serta ketinggian
kolom water displacement dapat ditentukan tekanan hidrostatik (Ph) pada saat akhir
dari pendesakan (hesitation) seperti pada Tabel IV-4, sebagai berikut:
Tabel IV-4
Perhitungan Tekanan Hidrostatis (@ End of Squeeze)

Tinggi
Densitas, Volume,
Fluida Kolom Tekanan Hidrostatis, psi
ppg Bbl
Fluida, ft
= 0,052 × 15,8 × 174,40
Semen 15,8 5,5 174,40
= 143,29
Water a head + = 0,052 × 8,34 × 103,06
8,34 18,23 103,06
Water behind = 44,26
Water = 0,052 × 8,7 × 3135,83
8,7 47,89 3135,83
Displacement = 3135,83
= 143,29 + 44,26 + 3135,83
Ph @ end of squeeze = 3323,38 psi

2. Perhitungan Tekanan Rekah Formasi (Prf):


Menghitung tekanan rekah formasi (Prf ) (Persamaan 3-12):
85

= gradien rekah formasi × kedalaman


= 0,7 psi/ft × 7208 ft
= 4505,2 psi

4.3.5. Perhitungan Tekanan Maksimum Pompa atau Maximum Allowable


Surface Pressure (MASP)
1. Perhitungan Frictional Pressure Drop (∆Pf)
Penentuan frictional pressure drop digunakan untuk menanggulangi
kehilangan tekanan yang terjadi saat hidrodinamis. Berikut perhitungan
pressure drop yang terjadi:
a. Pressure Drop yang terjadi di dalam drill pipe
Diketahui dari data, panjang drill pipe yang diisi oleh fluida (L)
adalah 6486 ft. Pada saat dilakukan pendesakan, rate yang digunakan
untuk pemompaan water displacement adalah sebesar 84 gpm. Maka
kecepatan rata-rata (ft/sec) di drillpipe yang diketahui mempunyai ID
sebesar 2,764” dapat dihitung dari Persamaan (3-14) sebagai berikut:
laju alir displacement fluid
V =
2,448 x ID2
84
V =
2,448 x 2,7642

V = 4,49 ft/sec
Untuk menentukan jenis pola aliran dengan menggunakan
perhitungan Nre melalui Persamaan (3-16) :
928 𝑝 𝑣𝑑
NRe =
µ
928 x 8,6 x 4,49 x 2,764
NRe =
29
NRe = 4320
Dari perhitungan diatas dapat diketahui jenis pola aliran di
dalam drill pipe adalah aliran turbulen dikarenakan Nre > 2.300 , maka
perhitungan kehilangan tekanan di dalam drill pipe menggunakan
Persamaan (3-19) :
86

∆Pf Displacement fluid @ drill pipe:


𝜌0,75 𝑥 𝑣 −1,75 𝑥 𝜇0,25
Pdrillpipe = 𝑥𝐿
1800 𝑥 𝑑 1,25
8,70,75 𝑥 4,49−1,75 𝑥 290,25
Pdrillpipe = 𝑥 6486
1800 𝑥 2,764 1,25

Pdrillpipe = 243,39 psi


Penentuan tekanan maksimum pompa sangat penting untuk menentukan
kapan operasi pemberian tekanan squeeze selesai, untuk menghindari rusaknya
formasi akibat tekanan yang terlalu besar.
2. Penentuan tekanan maksimum pompa @ start squeeze menggunakan
Persamaan (3-13):
= Prf – Ph – Safety Factor
= 4505,2 psi – 3359,80psi – 100 psi
= 1045,40 psi
3. Penentuan tekanan maksimum pompa @ end of squeeze menggunakan
Persamaan (3-13):
= Prf – Ph – Safety Factor
= 4505,2 psi – 3323,38 psi – 100 psi
= 1081,82 psi
Hasil perhitungan tekanan disajikan pada Tabel IV-5, sebagai berikut:

Tabel IV-5
Hasil Perhitungan Tekanan Maksimum Pemompaan yang Diizinkan (MASP)

Volume Tekanan
Tekanan Squeeze
Squeeze Hidrostatis, MASP, psi Prf, psi
Maksimum, psi
, bbl psi
= Prf – Ph – SF = MASP + Ph - ∆Pf
0 3359,80 = 4505,2 – = 1045,40 + 3359,80 – 4505,2
3359,80 – 100 243,39
= 1045,40 = 4161,81
= 4505,2 – = 1043,04 + 3323,38–
2,4 3323,38 3323,38 – 100 243,39 4505,2
= 1081,82 = 4161,81
87

Berdasarkan Tabel IV-5, kondisi semen yang ter-squeeze sebanyak 2,4 bbl
dicapai dengan tekanan permukaan sebesar 1081,82psi. Sehingga tekanan yang
boleh digunakan yaitu dibawah atau sama dengan harga tersebut. Dan tekanan
squeeze maksimum yang diperbolehkan adalah 4161,81 psi, tekanan squeeze ini
masih di bawah harga tekanan rekah formasi sebesar 4505,2 psi sehingga tekanan
squeeze yang diberikan tidak mengakibatkan rekahnya formasi.
Sedangkan pada kondisi aktual operasi squeeze cementing sumur “WIDA”
tekanan pompa yang diberikan untuk mendorong 2,4 bbl semen ke dalam formasi
(peforasi) sebesar 1000 psi. Dengan tekanan pompa tersebut, maka tekanan
squeeze-nya masih dibawah tekanan rekah formasi yaitu 4505,2 psi sehingga dapat
dikatakan operasi squeeze cementing sumur “WIDA” tidak mengakibatkan rusak
atau rekahnya formasi. Perbandingan penentuan tekanan maksimum pemompaan
yang diijinkan (MASP) antara hasil perhitungan penulis dengan kondisi aktual
disajikan pada Tabel IV-6, sebagai berikut:

Tabel IV-6
Perbandingan Penentuan Tekanan Maksimum Pemompaan yang Diizinkan

Hasil Perhitungan
Parameter Kondisi Lapangan
Penulis
MASP, psi 1081,82 1000
Maksimum Tekanan
4161,81 4161,81
Squeeze yang Diizinkan, psi
Prf, psi 4505,2 4505,2

Dari Tabel IV-6 diatas, dapat diketahui bahwa tekanan maksimum pompa
(MASP) yang diterapkan di lapangan berbeda dengan harga MASP teoritis,
sehingga secara langsung akan mempengaruhi tekanan akhir squeeze yang terjadi.
88

MASP
1090

1080

1070

1060
MASP, psi

1050

1040 Safe Area


1030

1020

1010

1000

Volume Squeeze, bbl

Gambar 4.9. Grafik Penentuan Tekanan Maksimum Pemompaan


yang Diizinkan (MASP)

Berdasarkan Gambar 4.9, maka dapat dapat diketauhi besarnya tekanan


maksimum pompa yang diizinkan dengan jumlah volume squeeze dengan harga
tertentu, agar tekanan tersebut tidak melebihi tekanan rekah formasinya.
4.4. Evaluasi Waktu Pelaksanaan Squeeze Cementing Sumur “WIDA”
Untuk pelaksanaan squeeze cementing pada sumur “WIDA” dimulai pada
tanggal 10 Februari 2020 sampai setelah tunggu semen kering (TSK) selesai
tanggal 11 Februari 2020. Dan untuk prosedur pelaksanaan pekerjaan squeeze
cementing Sumur “WIDA” adalah sebagai berikut:
1. Masuk rangkaian open end (185 jts tubing 3 ½” dan DP 3 ½”) sampai
kedalaman 7168 ft.
2. Mensirkulasi bersih lubang sumur
3. PJSM
4. Test line 3000 psi - 10 menit.
5. Injectivity test interfal perforation 7168 ftMD
89

6. PJSM penyemenan.
7. Mixing chemical dan semen
8. Pompakan water ahead 15 bbl dengan rate 2.5 bpm, pump pressure 240 psi.
9. Pompakan Slurry 5,5 bbl 15.8 ppg cement slurry dengan rate 2.5 bpm, pump
pressure 260 psi.
10. Pompakan Water behind 3.23 bbl water behind dengan rate 2.5 bpm, pump
pressure 190 psi.
11. Pompakan Water displacment 48.5 bbl 8.7 ppg brine water dengan rate 2.5
bpm, pump pressure 240 psi.
12. Cabut rangkaian OE dari kedalaman 7168 ftMD sampai 6486 ftMD
13. Close BOP dan coba lakukan squeeze 2,4 bbl dengan rate 0.5 bpm, pump
pressure 1000 psi, casing pressure 680 psi.
14. Mensirkulasi balik 2x dengan brine untuk membersihkan kontaminasi semen
(sisa semen) yang menempel pada dinding workstring.
15. TSK sambil monitor casing pressure.
16. Casing pressure 680 psi
17. Sample semen di permukaan 100% keras
18. Sirkulasi, pengujian tekanan 3000 psi/ 5 menit, hasil baik Hal ini menandakan
tidak terjadi penurunan tekanan yang mengindikasikan bahwa pekerjaan
squeeze cementing berhasil (semen tidak bocor).
90

Tabel IV-7
Estimasi Waktu Pelaksanaan Squeeze Cementing Sumur “WIDA”

Laju
Volume Estimasi Waktu
Kegiatan Operasi Pemompaan
(bbl) Pekerjaan
(bpm)
Pemompaan Water
15 2,5 6 Menit
Ahead
Pemompaan
5,5 2,5 3 Menit
Cement Slurry
Pemompaan Water
3,23 3 2 Menit
Behind
Pemompaan Water
48,50 2 20 Menit
Displacement
Pengangkatan
Rangkaian
10 3 min/joint 42 Menit
Penyemenan dan
Reverse Out 2x

Reserve Circulaton 30 Menit

Pendesakan
1,5 0,3 30 Menit
Hesitasi

Total Waktu Pekerjaan 108 Menit

Dari Tabel IV-7, dapat dilihat pada kondisi di lapangan, pelaksanaan


pekerjaan squeeze cementing mulai dari pemompaan cement slurry dan fluida
komplesi, sampai dengan pendesakan dibutuhkan waktu 1 jam 48 menit. Ini berarti
bahwa dari sifat cement slurry yang telah didesign dengan thickening time @70 Bc
selama 4 jam 49 menit masih tersisa waktu kurang lebih 3 jam 1 menit bagi cement
slurry untuk mencapai waktu thickening time yang telah di design. Dengan selang
waktu 3 jam 1 menit tersebut dapat digunakan sebagai safety factor apabila ada
pekerjaan tambahan yang diluar dugaan sehingga masih ada cukup waktu sebelum
akhirnya semen mengeras dan sulit untuk dipompakan.
91

4.5. Evaluasi Hasil Pekerjaan Squeeze Cementing Sumur “WIDA”


Evaluasi hasil squeeze cementing pada sumur “WIDA” ini seperti yang sudah
disebutkan sebelumnya yaitu menggunakan pressure test dan analisa kurva CBL-
VDL. Evaluasi yang dilakukan meliputi evaluasi secara kualitatif dimana evaluasi
secara kualitatif dilakukan dengan membaca dan menganalisa perubahan kurva
CBL-VDL dengan indikasi yang terjadi sebelum dan sesudah dilakukannya squeeze
cementing serta dilakukan juga evaluasi secara kuantitatif dengan menggunakan
nilai CBL dan dikorelasikan dengan CBL Interpretation Chart sehingga
mendapatkan nilai compressive strength dan bond index setelah dilakukannya
squeeze cementing.

4.5.1. Pengujian Terhadap Hasil Operasi Squeeze Cementing Sumur “WIDA”


Evaluasi hasil squeeze cementing pada sumur “WIDA” ini seperti yang
sudah disebutkan sebelumnya yaitu menggunakan pressure test dan analisa kurva
CBL-VDL-CCL-GR. Evaluasi yang dilakukan meliputi evaluasi secara kualitatif
dimana evaluasi secara kualitatif dilakukan dengan membaca dan menganalisa
perubahan kurva CBL-VDL-CCL-GR dengan indikasi yang terjadi sebelum dan
sesudah dilakukannya squeeze cementing.
4.5.2. Evaluasi Kualitatif CBL-VDL
Evaluasi secara kualitatif ini dilakukan dengan membaca perubahan kurva
CBL-VDL dengan indikasi yang terjadi sebelum dan sesudah dilakukannya squeeze
cementing, sebagai contoh pada pembacaan kurva CBL-VDL sebelum
dilakukannya squeeze cementing pada kedalaman 7110 - 7145 ft terdapat indikasi
chennelimg namun setelah dilakukan squeeze cementing pada kedalaman 7110 –
7145 ft terdapat perbaikan bonding semen yang ditandai dengan turunnya nilai
amplitudo pada CBL dengan nilai amplitude berkisar 10 - 32 mV dengan rata-rata
23 mV. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Untuk salah satu contoh pembacaan CBL pada kedalaman 7132 ft adalah 26
mV, dimana dalam pembacaan untuk setiap kotaknya adalah 10 mV, maka dari itu
nilai CBL untuk kedalaman 7132 ft adalah 26 mV. Dalam pembacaan log ini
92

dibantu juga dengan alat Digitizer untuk memudahkan dan hasil log yang di
dapatkan lebih akurat dalam pembacaannya.
Sedangkan untuk analisa kualitatif dengan VDL untuk pembacaan casing
arrival yang disebelah kiri pada VDL tidak jelas (melemah) dan pada formation
arrival yang sebebalah kanan pada VDL terlihat bentukannya, berdasarkan
pembacaan tersebut dapat diindikasikan bahwa telah terjadi perbaikan pada semen
tetapi masih bad bond pada sekitar zona produktif tersebut. Hal ini dapat dilihat
pada Gambar 4.10.
Berdasarkan analisa kualitatif dengan pembacaan pada CBL-VDL dapat
disimpulkan bahwa pada sekitar zona produktif tersebut terdapat perbaikan kualitas
ikatan semen yang menjadi lebih baik akan tetapi perbaikannya tidak terlalu
signifikan.

Target zone

Perforasi squeeze

30 mV

Gambar 4.10. Kurva CBL-VDL pada kedalaman 7100 – 7150 ft


93

4.5.3. Evaluasi Kuantitatif CBL


Evaluasi secara kuantitatif ini meliputi perhitungan harga compressive
strength dan bond index, dimana dalam penentuannya dibutuhkan harga amplitude.
Harga amplitude diperoleh dari hasil pembacaan kurva CBL tiap kedalaman dimana
pada evaluasi ini menggunakan interval 1 ft untuk pembacaan harga amplitude.
Dengan menggunakan harga amplitude tersebut dan dengan CBL interpretation
chart seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.21. serta dengan spesifikasi casing
yang di evaluasi (OD, thickness), maka dapat ditentukan besarnya harga
compressive strength dan bond index untuk tiap kedalaman.
Dengan menggunakan bantuan CBL Interpretation Chart, harga amplitude
tersebut digunakan untuk mencari attenuation rate pada zona interest dan besar
compressive strength dan bond index dengan mengikuti langkah-langkah seperti
yang tercantum pada Bab III (Bagian 3.5.3.3.). Data-data yang dibutuhkan untuk
menggunakan CBL Interpretaton Chart adalah data casing yang digunakan, adapun
data casing yang digunakan pada sumur “WIDA” adalah sebagai berikut :
a. OD Liner :7 Inch
b. ID Liner : 6,18 Inch
c. Liner Thickness : 0,408 Inch
d. Nominal Weight : 29 lb/ft
Menggunakan data-data diatas, langkah selanjutnya adalah mengeplot hasil
pembacaan amplitude CBL pada kedalaman yang akan dianalisa, untuk perhitungan
atau langkah dalam mendapatkan parameter compressive strength dan bond index.
Untuk tahapan analisa kuantitatif dengan menggunakan CBL Interpretation
Chart untuk mendapatkan besarnya compressive strength dapat dilakukan dengan
cara memplot harga amplitude yang didapatkan dari CBL kedalam CBL
Interpretation Chart dan kemudian dari harga amplitude tadi ditarik garis ke ukuran
casing tersebut dan kemudian mendapatkan harga attenuasinya. Setelah itu dari
harga attentuasinya ditarik garis ke harga compressive strength dengan melewati
ketebalan casing tersebut, untuk lebih jelasnya dapat dilihat garis warna hijau pada
Gambar 4.11.
94

Gambar 4.11. Analisa Kuantitatif Menggunakan CBL Interpretation Chart

Contohnya adalah pada kedalaman 7132 ft, didapatkan harga amplitude


pada pembacaan CBL adalah sebesar 26 mV, dari harga amplitude tersebut dengan
menggunakan langkah yang telah dicontohkan diatas maka didapatkan harga
attentuasinya yaitu sebesar 3,1 dB/ft. dan untuk nilai compressive strength yang
didapatkan adalah sebesar 400 psi.
Sedangkan untuk mendapatkan nilai bond index dapat menggunakan
Persamaan (3-20), dimana untuk attenuasi pada zona interest yang didapatkan
pada kedalaman 6875 m adalah sebesar 2 db/ft, dan untuk attenuasi pada zona
tesemen 100 % yaitu sebesar 10,5 db/ft. Untuk attenuasi pada tersemen 100% dapat
dilihat pada harga amplitude yang dibaca pada CBL dengan harga amplitude yang
paling kecil, dari harga tersebut dapat dilihat nilai attenuasinya dengan
95

menggunakan CBL Interpretation Chart seperti langkah diatas. Adapun untuk


Persamaan (3-20) adalah sebagai berikut:
db
attenuasi@ zona interest ( )
ft
BI = db
attenuasi@ zona tersemen 100% ( )
ft

3,1
BI = 10,5 = 0,36

Berdasarkan persamaan tersebut didapatkan nilai bond index untuk


kedalaman 7132 ft adalah sebesar 0,36.
Berdasarkan nilai compressive strength sebesar 400 psi dan bond index
sebesar 0,36. Maka untuk kualitas semen pada kedalaman 7132 berdasarkan analisa
dengan compressive strength adalah masih bad bonding dan berdasarkan analisa
dengan bond index juga masih bad bonding. Maka dapat disimpulkan pada
kedalaman 7132 ft untuk kualitas ikatan semennya masih kurang bagus. Untuk
lebih lengkapnya hasil analisa kuantitatif setelah dilakukannya squeeze cementing
untuk setiap kedalaman, dapat dilihat pada Tabel IV-8 sebagai berikut:

Tabel IV-8
Analisa Kuantitatif Cement Bond Log (After Squeeze)

Kedalaman Amplitude Attenuasi CS Analisa Bond


Analisa BI
(ft) (mV) (dB/ft) (psi) CS Index
7110 10 6 825 Good 0.57 Channeling
7111 10 6 825 Good 0.57 Channeling
7112 10 6 825 Good 0.57 Channeling
7113 11 5.8 800 Good 0.55 Channeling
7114 11 5.8 800 Good 0.55 Channeling
7115 13 5,3 725 Good 0.50 Channeling
7116 17 4.2 500 Good 0.40 Channeling
7117 20 3.8 450 BAD 0.36 Channeling
7118 21 3.9 475 BAD 0.37 Channeling
7119 21 3.9 475 BAD 0.37 Channeling
7120 20 3.8 450 BAD 0.36 Channeling
7121 22 3,5 425 BAD 0.33 Channeling
7122 25 3.2 400 BAD 0.30 Channeling
7123 28 3 350 BAD 0.28 Channeling
7124 30 2.7 300 BAD 0.25 Channeling
7125 30 2.7 200 BAD 0.25 Channeling
96

7126 28 3 350 BAD 0.28 Channeling


7127 25 3.2 400 BAD 0.30 Channeling
7128 25 3.2 400 BAD 0.30 Channeling
7129 25 3.2 400 BAD 0.30 Channeling
7130 25 3.2 400 BAD 0.30 Channeling
7131 28 3 350 BAD 0.28 Channeling
7132 26 3,1 400 BAD 0,29 Channeling
7133 30 2,8 350 BAD 0,26 Channeling
7134 32 2.5 300 BAD 0,24 Channeling
7135 32 2.5 300 BAD 0,24 Channeling
7136 32 2.5 300 BAD 0,24 Channeling
7137 30 2.8 350 BAD 0,26 Channeling
7138 26 3.1 400 BAD 0,29 Channeling
7139 32 2.5 300 BAD 0.29 Channeling
7140 25 3.2 400 BAD 0.30 Channeling
7141 25 3.2 400 BAD 0.30 Channeling
7142 22 3.5 425 BAD 0.33 Channeling
7143 20 3.8 450 BAD 0.36 Channeling
7145 20 3.8 450 BAD 0.36 Channeling

Telah terjadi peningkatan terhadap nilai compressive strength dan juga bond
index untuk setiap kedalaman, yaitu untuk nilai compressive strength berkisar 200-
825 psi dengan rata-rata 456 psi dan untuk nilai bond index berkisar 0,24 – 0,57
dengan rata-rata 0,37. Walaupun demikian terdapat beberapa kedalaman yang good
bonding namun masih banyak yang bad bonding. Oleh karena itu untuk channeling
yang terjadi diatas perforasi masih dapat diatasi yang dikarenakan kualitas
semennya bagus, namun pada kedalaman yang dibawah perforasi masih banyak
terdapat kualitas ikatan yang semen buruk dan hanya beberapa interval kedalaman
saja yang memiliki kualitas ikatan semen yang bagus.
Evaluasi terhadap persentase kenaikan compressive strength dan bond index
sebelum dan sesudah dilakukannya squeeze cementing didasarkan pada tabel hasil
pembacaan harga amplitude serta perhitungan dan analisa bond index dan
compressive strength. Evaluasi terhadap persentase tersebut termasuk evaluasi
secara kuantitatif disamping menentukan harga BI dan CS serta analisanya. Dari
data analisa semen yang telah didapatkan sebelum squeeze (Tabel IV-1) dan
97

setelah squeeze (Tabel IV-8) dapa ditentukan presentase perubahan atau kenaikan
BI dan juga CS.
Adapun perhitungan dalam menentukan persentase perubahan atau
kenaikan BI dan CS sesudah dilakukannya squeeze cementing adalah sebagai
berikut:
1. Persentase berdasarkan compressive strength:

Tabel IV-9
Persentase Berdasarkan Compressive Strength

Parameter Before After


Squeeze Squeeze
Interval (ft) 35 35
Panjang zona good cemented (ft) 5 7
Panjang zona bad cemented (ft) 30 28
% good cemented 14,2 20
% bad cemented 86,8 80

Nilai compressive strength sebelum dilakukannya squeeze cementing adalah


berkisar 190-750 psi dengan rata-ratanya adalah 341 psi. Sedangkan setelah
dilakukannya squeeze cementing nilai compressive strength berkisar 200-825 psi
dengan rata-rata 456 psi. Sehingga untuk menghitung persen kenaikan compressive
strength adalah sebagai berikut:
CSbaru-CSlama
% Kenaikan CS = x 100%
CSbaru
456 - 341
= x 100%
456
= 25,2 %
Sehingga untuk kenaikan compressive strength yang terjadi sekitar 25,2 %
dari sebelum dilakukannya squeeze cementing.
98

2. Persentase berdasarkan bond index:

Tabel IV-10
Persentase Berdasarkan Bond Index

Parameter Before After


Squeeze Squeeze
Interval (ft) 35 35
Panjang zona good cemented (ft) 0 0
Panjang zona bad cemented (ft) 35 35
% good cemented 0 0
% bad cemented 100 100

Nilai bond index sebelum dilakukannya squeeze cementing adalah berkisar 0,13-
0,52 dengan rata-ratanya adalah 0,26. Sedangkan setelah dilakukannya squeeze
cementing nilai bond index berkisar 0,24 -0,57 dengan rata-rata 0,37. Sehingga
untuk menghitung persen kenaikan bond index adalah sebagai berikut:
BIbaru-BIlama
% Kenaikan BI = x 100%
BIbaru
0,26 - 0,37
= x 100%
0,37

= 30 %
Sehingga untuk kenaikan bond index yang terjadi sekitar 30 % dari sebelum
dilakukannya squeeze cementing.
Maka berdasarkan analisa secara kualitatif dan kuantitatif diatas, setelah
dilakukannya squeeze cementing terjadi perbaikan ikatan semen menjadi lebih
bagus, namun demikian untuk kedalaman yang dilakukan squeeze cementing
kualitas semennya masih cenderung kurang baik karena pada buku Interpretation
Log Schlumberger semen dinilai good bonding harus memiliki nilai compressive
strength diatas 500 psi dan bond index diatas 0,8.
BAB V
PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini yang akan dibahas adalah latar belakang permasalahan
yang terjadi pada Sumur “WIDA”, analisa dari penyemenan primer pada Sumur
“WIDA”, program squeeze cementing pada Sumur “WIDA” dan evaluasi dari
program squeeze cementing pada Sumur “WIDA”
Sumur “WIDA” Lapangan “YATI” merupakan sumur Directional dengan
kedalman total 7300 ftMD, tahapan konstruksi sumur diawali dengan pemasangan
conductor casing 30” dengan kedalaman 80 ftMD, dilanjutkan pemasangan surface
casing 20” dengan kedalaman casing 938 ftMD. Selanjutnya intermediate casing
133/8” sampai kedalaman 4587 ftMD, diikuti production casing 9 5/8” sampai
kedalaman 7007 ftMD dan dipasang liner 7” dari 6791 ftMD sampai dengan 7300
ftMD.
Permasalahan yang menjadi fokus pada Skripsi ini adalah: apakah
penyemenan primer pada interval sekitar zona produktif mempunyai hasil yang
buruk, apakah pekerjaan squeeze cementing Sumur “WIDA” sudah dilakukan
secara optimum dan se-efisien mungkin, apakah pekerjaan squeeze cementing
Sumur “WIDA” berhasil memperbaiki penyemenan primer dengan tidak
merekahkan formasi.
Evaluasi squeeze cementing dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan
pekerjaan squeeze cementing yang dilakukan dalam rangka melakukan pekerjaan
kerja ulang pindah lapisan pada sumur “WIDA” Dalam hal ini evaluasi squeeze
cementing yang dilakukan adalah evaluasi dari segi teknis dan perhitungan
pekerjaan squeeze cementing itu sendiri, evaluasi waktu pelaksanaan pekerjaan
squeeze cementing dan evaluasi hasil pekerjaan squeeze cementing, yang
selanjutnya dari hasil yang diperoleh dapat ditentukan dan diketahui apakah
pekerjaan squeeze cementing yang dilakukan berhasil secara operasional dan hasil
untuk mencapai target untuk memperbaiki penyemenan primer pada sekitar zona
produktif..

99
100

Analisa kualitatif pada primary cementing adalah dengan menggunakan


CBL-VDL, untuk analisa dengan menggunakan CBL harga amplitude dari
kedalaman 7110 – 7145 ftMD yang dihasilkan berkisar dari 12 - 47 mV dengan
rata-ratanya adalah sebesar 32 mV, dimana berdasarkan ini dapat dikatakan bahwa
ikatan semen tersebut adalah buruk dan kemungkinan terjadinya channeling pada
kedalaman tersebut. Dan pada kurva VDL untuk pembacaan casing arrival yang
disebelah kiri pada VDL terlihat jelas atau seperti bentuk rel, dan untuk formation
arrival yang disebelah kanan pada VDL masih dapat terlihat bentukannya, maka
dari itu dapat diindikasikan terjadinya channeling pada daerah tersebut.
Berdasarkan analisa kualitatif dengan menggunakan CBL-VDL dapat
diindikasikan telah terjadinya channeling untuk interval kedalaman 7110 - 7145
ftMD, oleh karena itu perlu dilakukannya perbaikan ikatan semen dengan
menggunakan squeeze cementing.
Berdasarkan analisa kualitatif tersebut dapat diindikasikan telah terjadinya
channeling untuk interval kedalaman 7110 – 7145 ft. Untuk analisa kuantitatif
yang didapatkan dengan menggunakan CBL dan CBL Interpretation Chart adalah
dengan mendapatkan nilai compressive strength dan bond index. Nilai compressive
strength yang berkisar antara 190-750 psi dengan rata-ratanya adalah 341 psi dan
untuk nilai bond index yang berkisar antara 0,13-0,52 dengan rata-ratanya adalah
0,26. Sehingga berdasarkan analisa kualitatif dan juga kuantitatif untuk sekitar
interval zona produktif tersebut terindikasi bahwa ikatan semennya buruk, dan
perlu dilakukannya perbaikan ikatan semen pada daerah tersebut agar dapat
mengisolasi lapisan zona produktif.
Dari operasi squeeze cementing aktual di lapangan diketahui teknik
penempatan bubur semen yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode
Bradenhead, dimana bubur semen dimasukkan ke dalam lubang perforasi melalui
drill pipe dan tubing tanpa menggunakan packer. Metode pemompaannya
menggunakan metode hesitation, dimana pemompaan bubur semen dilakukan
secara bertahap pada selang beberapa menit. Sedangkan teknik tekanan squeeze
yang digunakan adalah teknik low pressure squeeze cementing (teknik tekanan
101

rendah), dimana tekanan squeeze yang diterapkan lebih kecil dari tekanan rekah
formasi agar formasi tidak rekah.
Dari operasi squeeze cementing yang sudah dijalankan, dapat diketahui data
jumlah volume bubur semen dan volume fluida komplesi yang digunakan. Dari data
kebutuhan volume bubur semen dan volume fluida komplesi tersebut, dapat
digunakan penulis untuk melakukan perhitungan beberapa parameter yang akan
digunakan dalam evaluasi keberhasilan operasi squeeze cementing pada Sumur
“WIDA”. Parameter tersebut adalah ketinggian puncak semen atau top of cement
(TOC), tekanan hidrostatis yang terbentuk, tekanan maksimum pompa yang
diizinkan agar tidak menyebabkan perekahan formasi, tekanan maksimum squeeze
yang diterapkan, perbandingan waktu pelaksanaan squeeze terhadap design
thickening time semen, dan analisa hasil penyemenan.
Jumlah kebutuhan volume bubur semen pada kondisi terdapat perbedaan
dengan perhitungan yang dilakukan penulis untuk menentukan jumlah volume
bubur semen yang dibutuhkan pada pekerjaan squeeze cementing Sumur “WIDA”.
Pada perhitungan volume bubur semen di casing penulis memperhitungkan panjang
liner 7” yang akan diisi oleh bubur semen dari ujung rangkaian penyemenan
squeeze sampai dengan perkiraan puncak semen yang diinginkan setinggi 228,4 ft,
dimana dari hasil perhitungan jumlah volume bubur yang dibutuhkan untuk mengisi
kolom casing setinggi 174,4 ft adalah sebesar 6,47 bbl
Pada perhitungan volume bubur semen yang masuk ke dalam perforasi dari
kondisi lapangan diketahui total lubang perforasi yang digunakan sebagai jalur
masuk semen adalah sebanyak 36 lubang. Dari perhitungan semen slurry yang
masuk ke dalam perforasi didapatkan volume sebesar 3 bbl. Dari data injectivity test
formasi yang akan disqueeze tergolong medium formasi, maka cement slurry/hole yang
masuk ke dalam formasi adalah 0,2 cuft/hole. Oleh karena itu, untuk hasil
perhitungan jumlah volume bubur yang dibutuhkan untuk menutup seluruh lubang
perforasi dan mengisi annulus antara drill pipe dan liner adalah sebesar 9,47 bbl. Jadi
total bubur semen yang dibutuhkan pada operasi squeeze cementing Sumur “WIDA”
berdasarkan perhitungan penulis adalah sebesar 9, 47 bbl (33 sak)
102

Pada kondisi lapangan volume bubur semen yang dibutuhkan dalam operasi
squeeze cementing sumur “WIDA” adalah 5,5 bbl dengan jumlah sak semen
sebanyak 19 sak. Setelah dilakukan squeeze, sebanyak 2,4 bbl bubur semen masuk
ke dalam lubang perforasi. Volume water head yang dipompakan adalah sebesar
15 bbl, volume water behind sebesar 3,32 bbl, volume water displacement yang
dipompakan adalah sebesar 47,89 bbl.
Sisa bubur semen setelah dilakukan squeeze adalah sebesar 3,1 bbl. Sisa
bubur semen ini berada di dalam casing 7” dengan inside diameter 6,184” dan
kapasitas sebesar 0,0371 bbl/ft, dimana dalam perhitungan evaluasi yang penulis
lakukan (Perhitungan Sub-Bab 4.3.3.), sebanyak 9,47 bbl bubur semen dapat
membentuk puncak semen atau top of cement (TOC) setelah pendesakan (squeeze)
pada kedalaman 7033,60 ft ft. Namun pada kondisi aktual di lapangan, setelah
dilakukan pendesakan dan waiting on cement, ternyata kedalaman top of cement
yang terbentuk adalah 7060,45 ft, naik sebesar 26,85 ft dari perkiraan top of cement
dari hasil perhitungan (7033,60 ft).
Parameter selanjutnya yang menjadi pedoman keberhasilan operasi squeeze
cementing adalah tekanan squeeze yang digunakan. Tekanan squeeze maksimum
yang diizinkan pada pekerjaan penyemenan sangat penting untuk diketahui, untuk
menentukan kapan operasi pemberian tekanan squeeze harus selesai, untuk
menghindari terjadinya rusak formasi akibat tekanan yang terlalu besar. Pada
perhitungan Sub-Bab 4.3.4., penulis telah melakukan perhitungan tekanan yang
diperlukan pada pekerjaan squeeze cementing Sumur “WIDA”, sebagai berikut:
tekanan rekah formasi pada ujung rangkaian di kedalaman 7168 ft adalah sebesar
4505,2 psi, tekanan pada awal pemompaan (sebelum pendesakan) didapat tekanan
hidrostatis (Ph) sebesar 3359,80 psi dan tekanan maksimum pompa (MASP)
sebesar 1045,40 psi, sedangkan tekanan pada akhir pemompaan didapat tekanan
hidrostatis sebesar 3323,38 psi dan tekanan maksimum pompa sebesar 1081,82 psi.
Berdasarkan hasil perhitungan tekanan yang telah dilakukan, kondisi semen
yang ter-squeeze sebanyak 2,4 bbl dicapai dengan tekanan pompa permukaan
maksimum sebesar 1081,82 psi. Dan tekanan squeeze maksimum yang
diperbolehkan adalah 4161,81 psi, tekanan squeeze ini di bawah harga tekanan
103

rekah formasi yang sebesar 4505,2 psi sehingga tekanan squeeze yang diberikan
dalam operasi aman dan tidak mengakibatkan rekahnya formasi.
Sedangkan pada kondisi aktual operasi squeeze cementing sumur “WIDA”
tekanan pompa yang diberikan untuk mendorong 2,4 bbl semen ke dalam lubang
perforasi adalah sebesar 1000 psi dan tekanan squeeze maksimum tersebut masih
lebih rendah dibandingkan tekanan rekah formasi, sehingga tekanan squeeze yang
diberikan dalam operasi aman dan tidak mengakibatkan rekahnya formasi.
Dari estimasi waktu pelaksanaan pekerjaan squeeze cementing secara
keseluruhan membutuhkan waktu 1 jam 48 menit, mulai dari pemompaan bubur
semen dan fluida komplesi, sampai dengan pendesakan. Ini berarti bahwa dari sifat
bubur semen yang telah didesign dengan thickening @70 Bc selama 4 jam 49 menit
masih tersisa waktu kurang lebih 3 jam 1 menit bagi cement slurry untuk mencapai
waktu thickening time yang telah di design. Dengan selang waktu 3 jam 1 menit
tersebut dapat digunakan sebagai safety factor apabila ada pekerjaan tambahan
yang diluar dugaan sehingga masih ada cukup waktu sebelum akhirnya semen
mengeras dan sulit untuk dipompakan.
Pembahasan hasil pekerjaan squeeze cementing yang telah dilakukan seperti
yang sudah disebutkan sebelumnya yaitu menggunakan analisa kurva CBL-VDL
secara kualitatif dan kuantitatif. Evaluasi secara kualitatif dilakukan dengan
membaca perubahan kurva CBL-VDL dengan indikasi yang terjadi sebelum dan
sesudah dilakukannya squeeze cementing, evaluasi kualitatif berdasar analisa kurva
CBL-VDL ini dipusatkan pada daerah sekitar zona produktif yang berfungsi
sebagai isolasi air ataupun gas terhadap interval zona produktif. Dapat kita
perhatikan pada pembacaan kurva CBL-VDL sebelum dilakukannya squeeze
cementing pada kedalaman 7110 – 7145 ft terdapat indikasi channeling, namun
setelah dilakukan squeeze cementing pada kedalaman 7110 – 7145 ft terdapat
perbaikan bonding semen yang ditandai dengan turunnya nilai amplitudo pada CBL
dengan nilai amplitude berkisar berkisar 10-32 mV dengan rata-rata 23 mV.
Sedangkan untuk analisa kualitatif dengan VDL untuk pembacaan casing arrival
tidak jelas (melemah) dan pada formation arrival terlihat bentukannya, berdasarkan
pembacaan tersebut dapat diindikasikan bahwa telah terjadi perbaikan pada sekitar
104

zona produktif tersebut. Berdasarkan analisa kualitatif dengan pembacaan pada


CBL-VDL dapat disimpulkan bahwa pada sekitar zona produktif tersebut terdapat
perbaikan kualitas ikatan semen yang menjadi lebih baik.
Berdasarkan analisa kuantitatif, dapat dikatakan bahwa telah terjadi
peningkatan terhadap nilai compressive strength dan juga bond index untuk setiap
kedalaman, yaitu untuk nilai compressive strength berkisar compressive strength
berkisar 300-825 psi dengan rata-rata 456 psi dengan kenaikan compressive
strength yang terjadi sekitar 25,2 % dari sebelum dilakukannya squeeze cementing
dan untuk nilai dan untuk nilai bond index berkisar 0,24- 0,57 dengan kenaikan
bond index yang terjadi sekitar 30 % dari sebelum dilakukannya squeeze cementing.
Maka berdasarkan analisa secara kualitatif dan kuantitatif diatas, setelah
dilakukannya squeeze cementing terjadi perbaikan ikatan semen menjadi lebih baik,
namun berdasarkan hasil analisa harga Bond Index (BI) dan Compressive Strength
(CS) setelah dilakukannya squeeze cementing pada sumur “WIDA” masih belum
mencapai target cut off yang ditentukan yaitu 0.8 untuk cut off BI dan 500 psi
untuk cutoff CS sehingga dapat dikatakan squeeze cementing yang telah dilakukan
kurang sempurna.
BAB VI
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil evaluasi dan perhitungan serta pembahasan tentang


squeeze cementing sumur “WIDA” yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan akhir sebagai berikut:
1. Hasil evaluasi penyemenan primer pada sekitar zona produktif yang terdapat
pada interval kedalaman 7110-7145 ft untuk analisa dengan menggunakan
CBL harga amplitude dengan rata-rata sebesar 32 mV, sedangkan berdasarkan
perhitungan compressive strength didapatkan nilai dengan rata-ratanya adalah
341 psi dan untuk nilai bond index dengan rata-ratanya adalah 0,26. Oleh
karena itu dapat disimpulkan penyemenan primer tersebut mempunyai hasil
yang buruk.
2. Volume bubur semen berdasarkan perhitungan adalah 9,47 bbl, namun pada
kondisi aktual volume bubur semen yang digunakan adalah 5,5 bbl.
3. Hasil analisa squeeze cementing dengan secara kualitatif pada kedalaman
7110-7145 ft telah terjadi penurunan pada nilai amplitudeter dengan rata-rata
23 mV dan pada pembacaan VDL telah terbentuknya good bond pada sekitar
zona produktif tersebut, serta berdasarkan analisa kuantitatif telah terjadi
peningkatan terhadap nilai compressive strength dan juga bond index untuk
setiap kedalaman, yaitu untuk nilai compressive strength dengan rata-rata 456
psi dan untuk nilai bond index dengan rata-rata 0,37.
4. Berdasarkan analisa secara kualitatif dan kuantitatif setelah dilakukannya
squeeze cementing terjadi perbaikan ikatan semen menjadi lebih bagus, namun
berdasarkan hasil analisa harga Bond Index dan Compressive Strength setelah
dilakukannya squeeze cementing pada sumur “WIDA” masih belum mencapai
target cut off yang ditentukan yaitu 0.8 untuk cut off BI dan 500 psi untuk
cutoff CS sehingga dapat dikatakan squeeze cementing yang telah dilakukan
kurang sempurna

106
DAFTAR PUSTAKA

Adams, N. J. “Drilling Engineering”, A Complete Well Planning Approach, Penn


Well Publishing Co.Tulsa Oklahoma, 1985.( Chapter 3 Page 114)
Allen, T.O., Robert A.P.” Production Operating Well Completion, Workover and
Stimulation”, Oil and Gas Consultant International Inc, Vol. 2, Tulsa, 1982.
Asquith, George.,.” Basic Well Log Analysis for Geologists”, The American
Association of Petroleum Geologists, Tulsa, Oklahoma, 1982.
E.C. Aprilianto, SPE, PT Medco E&P Indonesia, “Remedial Cementing in
Limestone Formation Using Bradenhead Squeeze: A Case History of KS – X22”,
Society of Petroleum Engineer 133286, 2010.
Nelson. E.B., “Well Cementing”, Schlumberger Educational Services, 500 Gulf
Free Way, Houston, Texas, 1990. (Chapter 2 Page 15, Chapter 3 Page 33,
Chapter 10 Page 1 – 49, Chapter 13 Page 1 – 17, Chapter 16 Page 10 – 11)
Kyi Ko Ko., et al, “Issues with Cement Bond and Cement Evaluation Logs- Case
Studies from Offshore Malaysia”, International Petroleum Technology
Conference, 7-9 December, Qatar, 2015.
Pringgoprawiro, H., 1983, Biostratigrafi dan Paleogeografi Cekungan Jawa Timur
Utara : Suatu Pendekatan Baru, Disertasi Doktor, ITB.
Rudi Rubiandini, ”Teknik Operasi Pemboran I ”, Institut Teknologi Bandung,
2012. (Chapter 10 Page 28-35)
Smith, D.K., ”Cementing”, Henry Doherty Memorial Of AIME, Society Of
Petroleum Engineers Of AIME, New York. 1976. (Chapter 9 Page 130 – 134,
Chapter 12 Page 168 – 169)
Suman, George O., ”World Oil’s Cementing Handbook Including Casing Handling
Procedures”, Gulf Publishing Company, Houston, Texas, 1977.
Y.P. Haswarpin, “Analisa Squeeze Cementing Berdasarkan Data Log CBL Pada
Sumur Ha-11”, Seminar Nasional Cendekiawan, 2015.
Yazid F.E., et.al., “Evaluasi Penyemenan Casing Liner 7” Pada Sumur X-1 Dan Y-
1 Blok LMG”, Seminar Nasional Cendekiawan, 2015.
__________,” Cement-Bond-Log Interpretation Reliability”, Journal of Petroleum
Technology, Februari, 2007
__________,” Cementing Engineering Manual”, Schlumberger Dowell, January,
1995.
__________,” Cement Manual”, Chevron Texaco and BP, January, 2002.
__________,” Schlumberger Cased Hole Log Interpretation Principles/
Applications”, Schlumberger Educational Services, March, 2009.

107
LAMPIRAN
LAMPIRAN A
CBL-VDL PRIMARY CEMENTING

Gambar A.1.
Grafik CBL-VDL Primary Cementing Kedalaman 7050 – 7150 ft
LAMPIRAN B
PROPOSAL SQUEEZE CEMENTING SUMUR “WIDA”

SKW-10
SQUEEZE CEMENTING JOB PROGRAM
(7,132 ft - 7,138 ft)

Customer:
PT PERTAMINA EP ASSET-4

Rig:
TMMJ

Version: Rev-00
Date: 22-Feb-20

Prepared by: Signature


Doni Kurniawan - Field Engineer

Reviewed by:
Andri Anugrah - Technical & Sales Lead

Presented to:
PEP Asset-4, Field Sukowati

PT Superior Energy Services Indonesia


Alamanda Tower Level 2, Jl. TB Simatupang No.23 - 24
Greater Jakarta, Indonesia, 12430
(021) - 27833500 | www.superiorenergy.com

Gambar B.1.
Proposal Squeeze Cementing oleh Sevice Company
SKW-10
SQUEEZE CEMENTING JOB PROGRAM Rev-00
(7,132 ft - 7,138 ft)

Job Objective:
To squeeze off existing perforation intervals (7,132 ft - 7,138 ft) with bradenhead squeeze method.
NOT TO SCALE!
Well Data
Weight OD ID Capacity Plug Vol
Tubular Item
lb/ft inch inch bbl/ft bbl/ft
7" Casing 29 7 6.184 0.0371 0.0476
9-5/8" Casing 47 9.625 8.681 0.0732 0.0900
3-1/2" Drill Pipe (to surface) 13.3 3.5 2.764 0.0074 0.0119
3-1/2" Tubing (20 jts) + Mole Shoe 9.3 3.5 2.992 0.0087 0.0119

Slurry Properties and Recipe


Lead Slurry Concentration
Slurry Density ppg
Slurry Yield cuft/sack
Mixing Water gal/sack
Thickening Time @ 70 BC hr:min
API Fluid Loss ml
Free Water %
Compressive Strength @ 24 hr psi
Tail Slurry Concentration
Slurry Density 15.80 ppg F/W 4.540 GPS
Slurry Yield 1.580 cuft/sack AF-102L 0.050 GPS
Mixing Water 6.730 gal/sack BA-10LI 1.000 GPS
Thickening Time @ 70 BC 04:49 hr:min CD-11LA 0.080 GPS
API Fluid Loss 118 ml FL-17W 1.000 GPS Top of WA @ 6635 ft
Free Water 0 % CR-9Li 0.050 GPS
Compressive Strength @ 24 hr 1765 psi CRI-13 0.01 GPS
CSRP-11 35 %

Volume and Length Calculation


Cement Slurry 7" TOL @ 6791 ft
a. Slurry Volume Mixed 5.50 bbl
b. Cement Slurry in Casing (Tail) 4.00 bbl
c. Cement to Formation (Lead) 0.00 bbl
d. Cement to Formation (Tail) 1.50 bbl
e. Dead Volume 0.00 bbl
f. Lead Mix Water Volume 0.00 bbl (sqzd) 6875 @ 6885 ft x x
g. Tail Mix Water Volume 3.20 bbl
h. Total Height of Slurry with String 161.89 ft
i. Total Height of Slurry after POOH 147.93 ft
(sqzd) 6945 @ 6955 ft x x
Water Ahead
a. Water Ahead Volume 15.00 bbl
b. Height of WA with String 371.19 ft TOC w/ String @ 7006.11 ft
c. Height of F/W after POOH ft 9-5/8" Csg @ 7007 ft

Water Behind TOC after POOH @ 7020.07 ft


a. Water Behind Volume 3.23 bbl

Displacement Final TOC @ 7060.45 ft


a. Total Displacement Volume 48.50 bbl
b. Underdisplacement 0.89 bbl
Perforation Interval
POOH and Reverse Out 7132 @ 7138 ft
a. End of String above Est TOC 500 ft
b. String Pulled Out 10 stds (1 std = 2 jts @ 31 ft/jt)
c. Reverse Out Volume 97 bbl OE @ 7168 ft

Gambar B.2.
Skema Perencanaan Squeeze Cementing oleh Service Company
SKW-10
SQUEEZE CEMENTING JOB PROGRAM Rev-00
(7,132 ft - 7,138 ft)
Pumping Schedule & Job Procedure
Pumping Schedule

Step Description Volume Pump Rate Time Cumm Vol


bbl bpm min bbl
1 Pump Water Ahead 15.00 2.5 6
2 Pump Cement Slurry 5.50 2.5 3
3 Pump Water Behind 3.23 2.5 2
4 Pump Displacement Water 48.50 2.5 20
5 Pull String Out of Hole 42
6 Reverse Circulation 30
7 Apply Squeeze Pressure 1.50 0.3 5
(running squeeze based)

Est Total Job Time: 108 min


Cement Slurry Thickening Time: 04:49 hr:min
289 min
Thickening Time Safety Margin: 187 min

Job Procedure
1 Run in Hole work string to 7168.00 ft
2 Rig up treating line onto top of work string.
3 Close low torque valve then pressure test line to 2500 psi for at least 5 min or as
specified by client's representative. Then, bleed off pressure back to displacement tank.
4 Close BOP then perform injectivity test. Record rate, pressure, and volume.
Rate Volume Pressure Time
bpm bbl psi min
0.5 1 480
0.5 1.5 676
0.5 2 814
0.5 2.2 890

In case the well is sucking fluid, perform sucking test: N/A bbl
in N/A min
a. Ensure that the well has been fully filled with fluid prior to performing the injectivity test
b. Step-up rate right after the pressure reading is stable at particular rate
c. Maximum Allowable Surface Pressure (MASP) is 1000 psi.
d. Re-discuss about final slurry volume to be injected according to the injectivity result.
5 Bleed off pressure and open annulus. Proceed to cement slurry mixing according to final slurry volume
designed 5.50 bbl.
6 Pump 15 bbl of water ahead @ 2.5 bpm.
7 Pump 5.50 bbl of cement slurry @ 2.5 bpm.
8 Pump 3.23 bbl of water behind @ 2.5 bpm.
9 Pump 48.50 bbl of displ. Water/CF @ 2.5 bpm.

10 Disconnect treating line from the top of work-string, then raise up for 500 ft above estimated TOC
equivalent to 10 stands or approximately until 6520.07 ft.

Gambar B.3.
Data Squeeze Cementing oleh Service Company
SKW-10
SQUEEZE CEMENTING JOB PROGRAM Rev-00
(7,132 ft - 7,138 ft)
Pumping Schedule & Job Procedure
11 Perform reverse circulation with 2x string volume 97 bbl.
12 Connect back the treating line onto top of work string, then, pump CF with cementing pump at low rate until
fluid returns from the well to surface (to ensure the well is full with fluid before squeeze). Close BOP.
13 Apply squeeze pressure by pumping 1.50 bbl of CF at 0.3 - 0.5 bpm.
Rate Volume Initial Press Final Press Time
Step
bpm bbl psi psi min

a. MASP at the beginning of squeezing by considering est fracture pressure: 1000 psi.
b. Do not exceed surface pressure magnitude 80% of casing burst range.
c. Hesitation squeeze might be done with 15 - 30 min of holding time depending on well condition.
14 Shut in well by closing lo-torque valve on the rig floor, then WOC.

Gambar B.4. (Lanjutan)


Data Squeeze Cementing oleh Service Company
PT SUPERIOR ENERGY SERVICES INDONESIA
LABORATORY REPORT

Company : PT PERTAMINA EP Date 16-Jan-19


Well name : SKW-10 Ref No -
Job Type : Squeeze Cementing Test No 1/CMLAB/I/20
Slurry Type : Tail Slurry

Depth : ft (TVD)
B.H.S.T : 275 deg F
B.H.C.T : 230 deg F

a) Slurry Recipe
Cement (Class G) + 4.54 gps Fresh Water + 35% BWOC Silica Flour + 0.08 gps Dispersant (CD-11LA) + 0.05 gps Retarder (CR-
9Li) + 0.01 gps High Temperature Retarder (CRI-13) + 1.00 gps Fluid Loss Additive (FL-17W) + 1.00 gps Bonding Agent (BA-
10Li) + 0.05 gps Defoamer Liquid (AF-102L)

Slurry Density : 15.80 ppg


Slurry Yield : 1.580 Cuft/sack
Fresh Water : 4.540 gal/sack
Total M/Fluid : 6.730 gal/sack

b) Test Result
Rheology Surface @ BHCT
@300 : 217 111
@200 : 148 72
@100 : 79 41
@6 : 6 8
@3 : 5 7
PV : 207 105
YP : 10 6

Free Water : 0 % by volume


Fluid Loss : 118 cc/ 30 mins./ 1000 psi
Thickening time
@ 40 bc : 04:44 hrs : min
@ 70 bc : 04:49 hrs : min
@ 100 bc : 04:50 hrs : min
Compressive Strength :
@ 500 psi : 5:43 hrs : min
@ 12 hrs : 1600 psi
@ 24 hrs : 1765 psi

c) Lab Test Information


Tested by : Firdaus
Cement/Additive. : SKW/Location Sample
Water : Sample (tested CL content: 1,000 ppm)

d) Note
Mixing Sequence : AF-102L → CD-11LA → FL-17W → BA-10LI → CR-9Li → CRI-13
TO BE APPLIED IN MIXING CHEMICALS AT THE WELL SITE
TT does not include 60 min of pre-mix.

Notice : This report is property of Superior Energy Services Indonesia and is intended for private information of the below named
party. This report not any part thereof may not be published or disclosed to a third party without the written approval of PT Superior
Energy Services Indonesia

Target Zero : Work Safe, Live Safe and Protect The Environment

Gambar B.5
Data Laboratorium Squeeze Cementing oleh Service Company
PT SUPERIOR ENERGY SERVICES INDONESIA
LABORATORY REPORT

Company : PT PERTAMINA EP Date 16-Jan-19


Well name : SKW-10 Test No. -
Job Type : Squeeze Cementing Purpose 1/CMLAB/I/20

Depth : ft (TVD)
B.H.S.T : 275 deg F
B.H.Sq.T : 230 deg F

Thickening Time Chart

Compressive Strength Chart

Gambar B.6
Grafik Compressive Strength Squeeze Cementing oleh Service Company
LAMPIRAN C
CBL-VDL SQEEZE CEMENTING

Gambar C.1.
Grafik CBL-VDL Squeeze Cementing Kedalaman 7000 – 7150 ft

Anda mungkin juga menyukai