OLEH :
Nim : 171410013
PEM AKAMIGAS
1. Ibu Dr. Erdila Indriani, S.Si., M.T. selaku Ketua Program Studi
Teknik Produksi Minyak dan Gas
2. Bapak Faishol Umam, ST,MT selaku Dosen Pembimbing KKW
3. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Teknik Produksi Minyak dan Gas.
4. Bapak Benedict Amandus Hananto selaku pembimbing Praktek Kerja
Lapangan
5. Seluruh Pegawai Pertamina Geothermal Energy Area Lahendong
6. Teman-teman mahasiswa Panas Bumi 3 yang penulis cintai
7. Seluruh keluarga yang selalu mendukung, memberi dorongan
dan doa selama penyusunan Kertas Kerja Wajib.
i
ABSTRAK
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang .........................................................................................8
1.2.Maksud dan tujuan ..................................................................................9
1.3.Batasan masalah ......................................................................................9
1.4.Sistematika penulisan ..............................................................................9
II. ORIENTASI UMUM
2.1. profil perusahan pertamina Geothermal energy (PGE) ........................11
2.2. visi dan misi serta tatanan nilai pertamina geothermal energy (PGE) ..13
2.3. sejarah pertamina energy area lahendong .............................................14
2.4. letak geografis PT. Pertamina geothermal energy area lahendong .......17
2.5. struktur organisasi .................................................................................18
iii
IV. MENENTUKAN LETAK FEEDZONE BERDASARKAN HASIL PTS
SURVEY
4.1. proses pelaksanaan PTS Survey............................................................29
4.2. menentukan slope..................................................................................30
4.3. perhitungan kecepatan fluida ................................................................31
4.4. perhitungan luas casing .........................................................................32
4.5. perhitungan mass flow ..........................................................................32
4.6. hasil plot pembacaan alat PTS ..............................................................33
V. PENUTUP
5.1.Kesimpulan ..................................................................................................36
5.2.Saran ............................................................................................................37
LAMPIRAN ........................................................................................................39
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
4.3. Tabel 4.2 contoh data spinner dan cable speed ...................................................31
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
vii
BAB I
PENDAHULUAN
8
Penentuan lokasi feedzone dapat dilakukan dengan
menggunakan Pressure, Temperature, and Spinner (PTS)
logging. Berdasarkan hasil pembacaan PTS logging
tersebut, dapat menunjukan anomali kecepatan fluida yang
terdapat pada sumur, sehingga dari anomali tersebut, dapat
di intepretasikan sebagai lokasi feedzone.
9
I. PENDAHULUAN
penulisan.
completion test.
kedalaman
IV. PENUTUP
10
BAB II
ORIENTASI UMUM
11
Pada saat ini PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE)
mengelola 15 wilayah kerja pengusahaan dan sembilan
diantarannya di operasikan sendiri oleh PT. Pertamina
Geothermal Energy (PGE), lima wilayah kerja pengusahaan
lainnya dikelola melalui Kontrak Operasi Bersama (KOB).
(Gambar 2.2)
Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang dikerjakan sendiri ada empat
lapangan, yang terdiri dari:
1. Lapangan Sibayak, Sumatera Utara dengan kapasitas 12 MW
12
2.2. Visi, Misi, serta Tata Nilai Pertamina Geothermal Energy
(PGE)
TATA NILAI :
1. Clean
Dikelola secara profesional, menghindari benturan
kepentingan, tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi
kepercayaan dan integritas, berpedoman pada asas-asas
tata kelola koorporasi yang baik.
2. Competitive
Mampu berkompetisi dalam skala nasional maupun
internasional, mendorong pertumbuhan melalui
investasi, membangun budaya sadar biaya dan
menghargai kinerja.
13
3. Confident
Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional,
menjadi pelopor pengusahaan panas bumi, dan
membangun kebanggan bangsa.
4. Customer Focused
Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan
berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik
kepada pelanggan.
5. Commercial
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial,
mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis
yang sehat.
6. Capable
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional
dan memiliki kompetensi dan penguasaan teknis tinggi,
berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan
pengembangan.
14
geofisika dan geokimia yang diperoleh dari kegiatan
eksplorasi memberikan indikasi adanya sumber energi
panas bumi bertemperatur tinggi di daerah Lahendong.
Sebagai tindak lanjut, tiga sumur dangkal yaitu LH-1, LH-2,
dan LH-3 dibor sampai kedalaman kurang dari 500 m di
sekitar Danau Linau oleh Direktorat Vulkanologi. Sumur
LH-1 adalah sumur eksplorasi pertama yang dibor di
Lapangan Lahendong pada tahun 1980. Sumur
direncanakan dibor hingga kedalaman 500 m, tetapi karena
terjadinya semburan liar maka pemboran dihentikan pada
kedalaman 327 m. Sumur LH-2 adalah sumur eksplorasi
kedua yang dibor di Lapangan Lahendong. Seperti halnya
sumur LH-1, sumur LH-2 juga dibor dekat Danau Linau
pada tahun 1982, sektiar 80 m dari sumur LH-1. Sumur
dibor hanya hingga kedalaman 228 m. Pada waktu
pemboran terjadi hilang sirkulasi lumpur saat pemboran
mencapai kedalaman 205-228 m. Sumur LH-3 dibor pada
tahun 1988, tetapi laporan mengenai sumur ini tidak dapat
ditemukan. Sejak tahun 1986, eksplorasi dan pengembangan
lapangan ini dilakukan oleh Pertamina.
Kegiatan eksplorasi di Lapangan Lahendong dengan
pemboran sumur dalam hingga kedalaman 2000 m
dilakukan oleh Pertamina. Pertamina melakukan pemboran
sumur eksplorasi dalam sebanyak 7 sumur, yaitu LHD-01
sampai LHD-07 sampai dengan tahun 1987. Lapangan
Panas Bumi Lahendong merupakan salah satu lapangan yang
memiliki prospek panas bumi cukup baik di Indonesia.
Sampai saat ini 51 sumur telah dibor di Lapangan
Lahendong yang tersebar di 14 cluster. Terdapat 20 sumur
produksi, 10 sumur reinjeksi, 16 sumur monitoring, dan 5
sumur abandoned. Dari sumur eksplorasi (LHD-01 sampai
15
LHD-07) maupun sumur-sumur pengembangan di
Lapangan Lahendong telah menunjukan bahwa reservoir di
lapangan tersebut mempunyai temperatur tinggi yang sangat
potensial bila dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik.
Kontrak Jual Beli Uap (Steam Sales Contract) antara
Pertamina dengan PLN untuk pembangunan PLTP Unit 1
dengan kapasitas 1 x 20 MW ditandatangani pada tanggal 12
Mei 1999 dimana Pertamina membangun di sisi hulu
(steamfield) untuk penyediaan uap, sedangkan PLN
membangun di sisi hilir untuk pembangkitannya.
16
PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE) terbukti mampu
melaksanakan pengelolaan panas bumi dari sisi hulu hingga
hilir dengan beroprasinya PLTP Unit V dan VI pada tahun
2016, yang mana merupakan PLTP pertaa yang dimiliki dan
dioperasikan PT. PGE di Indonesia bagian timur. Skema tata
proyek yaitu pengelolaan secara menyeluruh dari steamfield
hingga PLTP dan sistem transmisi 150 KV pada Unit V dan
VI sebesar 2 x 20 MW.
2.3).
17
G.Tampusu) dan sebuah danau kawah yang dikenal
dengan Danau Linau. Lapangan ini berada pada
ketinggian 750 – 1000 m di atas permukaan laut.
2.4).
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Energi geotermal adalah energi panas yang terkandung dalam fluida air (bisa
dalam uap, cair, atau campuran keduanya) yang berada pada kedalaman lebih
dari 1 kilometer di bawah permukaan bumi. Fluida panas ini memiliki
temperatur dan tekanan yang tinggi. Bahkan, ada yang memiliki temperatur
lebih dari 300 0C . Ini menjadikan geotermal sebagai penyedia energi yang
masif. Energi geotermal ini berasal dari sistem geotermal yang ada di bumi
(Gambar 3.1)
19
tampak di permukaan bumi, seperti mata air panas, semburan uap, lumpur
panas, sublimasi belerang, dan batuan ubahan/alterasi akibat pemanasan yang
dilakukan fluida hidrotermal.
Sistem geotermal dapat dikategorikan berdasarkan temperatur reservoirnya
dan fasa (jumlah zat homogen) fluida di reservoir. Sistem
geotermal berdasarkan kisaran temperatur reservoirnya dapat dibedakan
menjadi 3 macam: sistem geotermal temperatur tinggi (>225°C), temperatur
sedang (125-225°C), dan temperatur rendah (<125°C).
Dilihat dari fasa fluidanya, ada sistem geotermal dominasi uap, dominasi air,
dan campuran kedua fasa Indonesia memiliki semua variasi jenis sistem
geotermal tersebut.
20
Sistem hidrothermal menurut jenis fluida produksinya terbagi
menjadi dua, yaitu sistem satu fasa dan dua fasa.
• Sistem Satu Fasa
21
1. Dominasi Uap ( T > Tsaturasi )
sebelah kanan dari BPD, maka fluida hanya terdiri dari satu fasa saja, yaitu
Temperature
22
2. Dominasi air (T<Tsaturasi)
sebelah kiri kurva BPD, maka fluida hanya terdiri dari satu fasa air dapat
Temperature
23
3. Dua fasa (T ~ Tsaturasi)
maka fluida terdiri dari dua fasa, yaitu uap dan air (seperti pada
Gambar 3.4).
24
3.4 well completion test
Pada saat pengeboran telah selesai dilakukan, maka sebelum
dilakukan pengujian produksi, maka perlu diketahui terlebih dahulu
potensi dari sumur tersebut sehingga nantinya dapat ditentukan spesifikasi
fasilitas uji produksi berdasarkan performa dari sumur. Pengujian untuk
megetahui potensi awal sumur biasa disebut completion test. Completion
test sendiri terdiri dari beberapa tahapan, salah satu tahapan well
completion test adalah pressure, temperature, spinner survey.
3.4.2 Metodologi
Metodologi yang digunakan dalam penulisan Kertas Kerja Wajib ini
adalah dimulai dari persiapan data-data primer, yaitu data tekanan, temperatur,
dan data putaran spinner, yang didapatkan dari PTS Survey.
Kemudian persiapan data-data sekunder, yaitu data tekanan, dan temperatur saat
keadaan heating up, yang didapatkan pada saat PT Survey, data ukuran,
kedalaman, dan diameter casing, serta ukuran, kedalaman, dan diameter liner, dan
steam table dengan tujuan mendapatkan densitas di permukaan. Setelah persiapan
data, dilanjutkan dengan mengolah data putaran spinner menjadi kecepatan fluida,
25
dilanjutkan dengan mengoreksi data kecepatan fluida menjadi data laju alir massa.
Setelah laju alir massa didapatkan dapat melakukan identifikasi lokasi feedzone
pada sumur.
• Lubricator
• Counter depth
• Weight indicator
26
running di dalam sumur.
• Logging Tool
1. Persiapkan sua data perekaman untuk logging down dan logging up berupa tabel
yang berisi kedalaman, tekanan, suhu, spinner dan kecepatan penurunan kabel.
2. Dari hasil test spinner dan kecepatan penurunan kabel dapat dicari slope yang
nantinya akan digunakan untuk menghitung kecepatan fluida
3. Kemudian untuk menghitung kecepatan fluida dapat dihitung dengan rumus :
VF =𝑓𝑝𝑚/𝑟𝑝𝑠 ∗ 𝑅𝑃𝑆 – 𝑐𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑠𝑝𝑒𝑒𝑑 … … … … … … … (3.1)
Keterangan :
VF = Velocity of fluid (m/min)
Fpm/rps : diperoleh dengan cara membuat cross plot antara RPS dengan
kecepatan alat (cable speed)
Spinner = kecepatan rotasi (RPM)
Cable speed = cs (m/min)
4. Kemudian untuk menentukan luas casing, dapat dihitung dengan rumus berikut :
Acasing = 0,25 x 𝜋 x Ahole2.............................................(3.2)
Keterangan :
Acasing = luas casing (m2)
Π = 22/7
27
5. Selanjutnya untuk menghitung laju aliran massa. Laju aliran massa yang dapat
dihitung dengan rumus berikut :
m = p × A × FV ......................................................(3.3)
KETERANGAN :
m= Laju aliran fluida (kg/s)
A = Luas casing (m2)
VF = Velocity of fluid (meter/menit)
p = density (kg/m3)
7. Setelah itu dapat diketahui dari grafik tersebut dapat diketahui letak feedzone dari
suatu sumur.
28
BAB IV
PTS SURVEY
1. Menutup master valve kemudian menutup top valve. Master valve ditutup
terlebih dahulu dengan tujuan agar lebih mudah pada saat menutup top valve.
2. Kemudian menyiapkan mobile wireline unit dan merangkai peralatan PTS.
3. Memasang lubricator sebagai jalan keluar masuk alat ukur dan slikeline ke
dalam sumur. Dapat juga berfungsi sebagai pengaman saat sumur bertekanan.
4. Lalu masukan wireline kedalam lubricator dan disambungkan dengan
peralatan PTS
5. Tarik wireline hingga masuk kedalam lubricator lalu buka top valve
kemudian buka master valve.
6. Turunkan PTS hingga kedasar sumur.
7. Kemudian lakukan dua kali log up dan log down dari dasar sumur hingga
kedalaman yang telah ditentukan.
8. Setelah selesai pengukuran, naikan rangkaian PTS hingga ke lubricator
kemudian tutup master valve kemudian tutup top valve
9. Lalu buka bleed valve untuk merelese tekanan tersisa pada lubricator
10. Bongkar lubricator dan keluarkan rangkaian PTS
29
4.2 Menentukan slope
Input data yang telah diberikan kedalam scatter charts pada microsoft office excel
sesuai urutan, dimana pada sumbu x merupakan kecepatan kabel, dan sumbu y
merupakan putaran spinner. Untuk data rekaman perbandingan antara kecepatan
kabel dan kecepatan spinner dapat di lihat pada lampiran
50 slope
40
30
20
10 10.68986406
0
0 500 1000 1500 2000 2500 slope
-10
-20
-30
-40
-50
Dari grafik diatas kita dapat menentukan slope yang akan kita pakai yaitu
10,68986406
30
4.3 perhitungan kecepatan fluida
Perhitungan dilakukan pada setiap data LD dan LU yang sama dengan nilai slope
yang sama dengan demikian dapat dihitung sebagai berikut :
= 1880,795 m/min
= 1809,563 m/min
= 1962,61 m/min
= 1898,124 m/min
= 1781,453 m/min
31
VF = 1/10,68986406 x 20810,64 (rpm) - (-6,13482) (m/min)
= 1952,902m/min
Kemudian didapat kecepatan fluida dari rata rata ke enam data tersebut dengan
nilai 1880,908 m/min
Diketahui dari data luas casing yang diberikan yaitu pada tabel 4.3
Dari data diatas kita dapat menghitung luas casing dengan persamaan 3.2 yang
dapat dihitung sebagai berikut :
= 0,080457 m2
Untuk perhitungan mass flow kita dapat menggunakan persamaan 3.3 kemudian
untuk mencari nilai density didapat dari steam table berdasarkan nilai dari
pressure dan temperature pada setiap kedalaman dengan demikian dapat dihitung
sebagai berikt :
m = p × A × FV
32
= 2403,392 ( kg/min)
m = 40,05654 (kg/s)
Berdasarkan hasil olah data PTS Survey (lampiran ), maka pembacan data PTS
survey dalam bentuk grafik akan terlihat seperti pada gambar 4.4.
plot PTS
-20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280
0
500
1000
1500
2000
2500
KETERANGAN :
Pressure (bar)
Temperature ( 0c)
33
Dari hasil pembacaan plot PTS Survey, dapat diinterpretasikan kondisi bawah
sumur seperti berikut :
34
fluida yang dimana pada kedalaman ini juga belum di
indikasikan sebagai feedzone dikarenakan gradient temperature
tidak mengalami kenaikan yang terlalu signifikan meskipun
pada kedalaman ini memiliki patahan dikarenakan penurunan
spinner yang cukup signifikan
4. Pada gambar 4.5 di kedalaman 1490 – 1500 m terjadi outflow
fluida yang dimana ini dapat diindikasikan sebagai feedzone
dikarenakan pada kedalaman ini gradient temperature mulai
mengalami kenaikan secara perlahan karna adanya zona
produktif yang mengalirkan fluida panas ke dalam sumur dan
juga di tandai dengan penurunan kecepatan spinner yang
signifikan
5. Pada gamabar 4.5 pada kedalaman 1900 – 1930m terdapat
indikasi inflow dimana ditandai dengan adanya kenaikan
kecepatan spinner yang signifikan dan juga bersamaan dengan
gradient temperature yang mengalami kenaikan yang signifikan
maka pada kedalaman ini diindikasikan adanya feedzone
6. Berdasarkan data yang didapat untuk mengolah PTS dan untuk
mengidentifikasi feedzone masih bisa dilakukan namun di batasi
dikarenakan peralatan PTS tidak dapat lagi masuk lebih dalam
ke lubang sumur
35
BAB V
PENUTUP
5.1. kesimpulan
feedzone
36
4. Di perkirakan adanya feedzone pada kedalaman lebih dari
5.2. saran
tersebut secara rutin agar data yang di dapat lebih akurat dan
akurat.
37
DAFTAR PUSTAKA
38
Lampiran 1. Data casing
39
Lampiran 2.Data hasil oleh PTS
40
41
42
43
44
45
46
47