PENDAHULUAN
Lapangan Tambun terletak sebelah utara kota Bekasi propinsi Jawa Barat.
Lokasi dapat dicapai dengan kondisi jalan yang cukup baik. Secara geografis
lapangan Tambun berada pada 0640 Lintang Selatan dan 17513 Bujur Timur
(Gambar 1.1). Lapangan ini merupakan antiklinal yang memanjang dari arah utara
ke selatan, di bagian timur dipotong oleh patahan turun berarah timur Laut-Barat
daya dengan blok bagian timur yang turun. Sumur TBN-E1 / 33 merupakan
sumur infill yang bertujuan untuk menambah titik serap hidrokarbon di bagian
utara struktur Tambun. Usulan pemboran lokasi TBN-E1 / 33 terletak pada
Lapangan Tambun dengan lokasi di cluster TBN-E. Operasi pemboran dilakukan
mulai dari trayek lubang 26, kemudian 17 , 12 , dan 8 . Tajak sumur
dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 2008 pukul 22.00 WIB dengan pahat 26 dan
penyemenan casing 20 pada selang kedalaman 0 80 m. Kemudian lanjut
dengan bor lubang 12 1/4" dan penyemenan casing 13 3/8 pada selang 0 790 m,
dimana Kick Of Point (KOP) di kedalaman 330 mku. Casing 9 5/8" (trayek lubang
12 ) pada sumur ini direncanakan dipasang mulai dari permukaan sampai
kedalaman 1882 mku yang selanjutnya dilakukan penyemenan mulai dari
permukaan sampai kedalaman 1882 mku.
Gambar 1.1
Peta Lokasi Tambun
Bab I berisikan tentang latar belakang, ruang lingkup pekerjaan, maksud dan
tujuand dari penulisan kertas kerja wajib ini.
Bab III membahas tentang persiapan proses penyemenan casing 9 5/8 dan
paska penyemenan casing 9 5/8.
BAB II
TEORI DASAR
Penyemenan casing 9 5/8 ini dikategorikan sebagai primary cementing
karena operasi penyemenan yang dilakukan pertama kali setelah casing
diturunkan ke dalam sumur. Sebelum membahas tentang proses penyemenan
casing 9
Teori Dasar
Pemasangan casing pada pemboran sumur migas merupakan suatu faktor
yang paling utama dan penting yang dimana casing tersebut harus disemen
sebagai media untuk memproduksi fluida dari lapisan produktif ke permukaan.
Menurut alasan dan tujuannya, penyemenan dapat dibagi dua, yaitu Primary
Cementing (penyemenan utama) dan Secondary Cementing atau Remedial
Cementing (penyemenan kedua atau penyemenan perbaikan). Primary Cementing,
penyemenan yang pertama kali dilakukan setelah casing di turunkan ke dalam
sumur, sedangkan
Secondary
Cementing
(Remedial
Cementing)
adalah
berarah
yang
dikarenakan
adanya
perbedaan
Perkins system
Stage system
Liner system
Adapun Metode yang akan digunakan untuk penyemenan casing 9 5/8 ini
adalah metode perkins system. Prinsip dari penyemenan dengan metode perkins
system adalah menggunakan dua buah sumbat / plug (Bottom Plug dan Top Plug)
untuk memperkecil kontaminasi bubur semen dengan spacer dan mud
displacement. Penggunaan metode penyemenan ini akan menggunakan alat alat
sebagai berikut:
-
Peralatan Di Permukaan
o Cutting Bottle
o Rock Catcher
o Silo
o Water Tank
o Batch Mixer
o Displacement Tank
o Surge Can
2.2
Kelas A, semen ini dapat digunakan sampai kedalaman 6000 feet (1830
feet) dan tidak memerlukan properties khusus. Mirip dengan type I semen
ASTM.
Kelas C, juga digunakan sampai kedalaman 6000 feet dan dalam kondisi
penyemenan yang memerlukan early strength. Tersedia dalam tiga tahap
sulphate resistance dan ekuivalen dengan semen type III ASTM. Untuk
mencapai early strength yang tinggi, dibutuhkan kandungan C3S dan
surface area yang relatif tinggi.
Kelas D, digunakan pada kedalaman dari 6000 feet sampai 10000 feet
(3050 m) dalam kondisi temperatur dan tekanan yang cukup tinggi.
Kelas E, digunakan pada kedalaman 10000 feet sampai 14000 feet (4270
m) dan pada kondisi temperatur dan tekanan yang tinggi.
Kelas F, digunakan pada kedalaman 10000 feet sampai 16000 feet (4880
m) dan pada kondisi temperatur dan tekanan yang sangat tinggi.
2.3
Thickening Time
Thickening time adalah salah satu dari sifat semen, yang definisinya adalah
tenggang waktu sejak semen diaduk (mixing) sampai tidak bisa dipompakan ke
dalam sumur. Faktor - faktor yang bisa memperpendek thickening time adalah
adanya perubahan tekanan dan suhu. Sehingga dalam proses penyemenan sumur
yang dalam (dibutuhkan thickening time yang lama), harus memperhatikan faktor
perubahan suhu dan tekanan tersebut, untuk mengatasinya bisa dengan
penambahan aditif - aditif semen. Dalam proses pemompaan bubur semen,
thickening time haruslah lebih besar dari total waktu penyemen casing 9 5/8 akhir
displacement.
2.4
Aditif semen
Aditif atau bahan campuran untuk semen memiliki berbagai macam fungsi
3. Retarder
Digunakan
untuk
memperlambat
pengerasan
bubur
semen
Perhitungan Penyemenan
Untuk menentukan banyaknya jumlah bubuk semen yang dibutuhkan untuk
penyemenan suatu sumur pada casing 9 5/8, lubang dapat dibagi menjadi 5
bagian, yaitu antara casing 13 3/8 dengan casing 9 5/8, antara casing 9 5/8 dengan
lubang 12 pada kedalaman yang diisi oleh lead cement, antara casing 9 5/8
dengan lubang 12 pada kedalaman yang diisi tail cement Pocket (sisa lubang
12 ), dan shoe track (antara float collar dan float shoe) dengan dilakukan
perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kapasitas Annulus:
Kapasitas Casing:
IDcasing 2 Bbl
Ft
1029.4
Sak
Bbl
Selain itu juga perlu diketahui differential pressure dari bubur semen dan mud
displacement dengan menggunakan rumus tekanan hidrostatis, yaitu:
Ph 1.422 x S g x Depth (m)
Tekanan Hidrostatik
dimana:
IDOpen Hole
ODcasing
ID casing
campuran
Cuft
semen
dari
hasil
tes
Sak
Ph
Sg
= Specific Gravity
Depth
= Kedalaman (Meter)
Pada pemompaan semen, bubur semen dihitung dalam satuan barrels (bbls),
dan gallon (gal). Sedangkan kebutuhan bubuk semen bisa dihitung dalam satuan
sak dimana dari hasil tes laboratorium didapat harga yield slurry semen sebagai
dasar perhitungan kebutuhan sak semen.
2.6
Gambar 2.1
Alur Pemompaan Semen
Berikut ini adalah gambar gambar peralatan di permukaan dan di bawah
permukaan ,sebagai berikut :
Gambar 2.2
Cutting Bottle dan Rock Catcher
Gambar 2.4
Surge Tank dan Slurry Tube
Gambar 2.3
Cementing Skid Unit
Gambar 2.5
Water Tank
Gambar 2.6
Penyaring Bubuk Semen
Gambar 2.7
Casing Hanger
Gambar 2.8
Cementing Head
Gambar 2.9
Cement Silo
Gambar 2.10
Top Plug & Bottom Plug
Gambar 2.11
Float Collar & Casing Shoe
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
penyemenan casing 9 5/8, yang direncanakan dipasang pada selang kedalaman 0 1882 mku, dengan posisi casing shoe 20" pada kedalaman 80 mku, casing shoe 13
3
/8" pada kedalaman 780 mku, casing shoe 9 5/8 pada kedalaman 1882 mku, dan
kedalaman lubang 12 1/4 pada 1882 mku. Namun pada pelaksanaan dilapangan
berubah akibat pada kedalaman 1874 mku dengan kedalaman tegak 1778.53 m
(5835.36 Ft) pemboran telah mencapai formasi Batu Raja (BRF). Maka posisi
keseluruhan casing berubah dan mengakibatkan susunan casing dan jumlahnya
tidak sesuai dengan perencanaan.
Sebelum pelaksanaan proses penyemenan casing 9
/8" dilakukan
Annulus capasity antara casing 13 3/8" (ID casing 13 3/8", 54.5 ppf = 12.615
12.6152 9.6252
inci) dengan casing 9 /8
= 0.0646 Bbl
Ft
1029.4
5
Hole Capasity 12 :
12.252 9.6252
= 0.0558 Bbl
Ft
1029.4
12.252
= 0.1458 Bbl
Ft
1029.4
8.8352
= 0.0758 Bbl
Ft
1029.4
Cuft
Cuft
Sax
Sax
Gambar 3.1
Pembagian Lubang 12 Casing 9 5/8 Pada Perhitungan Semen
Dari gambar di atas volume semen yang dibutuhkan dapat dibagi menjadi :
1. Volume lead slurry pada annulus antara casing 13 3/8" dengan casing 9 5/8
0.0646 Bbl
ft
42.39 Bbl
2. Volume lead slurry pada annulus antara diameter lubang 12 dengan
casing 9 5/8
0.0558 Bbl
ft
161.93 Bbl
Dengan excess lubang 50% = 161.93 Bbl x 1.50 242.895 Bbl
Sehingga total lead slurry adalah 42.39 242.895 Bbl 285.285Bbl
Kebutuhan semen untuk lead slurry sebanyak :
285.285 Bbl x 5,615 Cuft
1.61 Cuft
Bbl
Sak
994.954 sak 995 sak
3. Volume tail slurry pada annulus antara diameter lubang 12 dengan
casing shoe 9 5/8
0.0558 Bbl
ft
36.62 Bbl
Dengan excess lubang 50% = 36.62 Bbl x 1.50 54.93Bbl
4. Volume tail slurry pada lubang 12 , biasa disebut pocket
0.1458 Bbl
ft
1.196 Bbl
Dengan excess lubang 50% 1.196 Bbl x 1.5 1.794 Bbl
5. Volume tail slurry pada area casing 9 5/8 sepanjang shoe track
0.0758 Bbl
8.7 Bbl
ft
Sehingga total tail slurry adalah 54.93 1.794 8.7 Bbl 65.424 Bbl
Kebutuhan semen untuk lead slurry sebanyak :
65.424 Bbl x 5,615 Cuft
1.14 Cuft
Bbl
Sak
322.241 sak 323 sak
Total kebutuhan bubuk semen untuk lead dan tail slurry adalah
ft
456.737 Bbl
x 1836.5 m x 3.281 ft
3.2
Membuat casing tally, yaitu daftar urutan casing berdasarkan panjang dan
jumlah joint yang tersedia yang akan digunakan, termasuk juga
didalamnya ukuran panjang float shoe & float collar seperti yang tertera
pada lampiran.
Tes kondisi float shoe & float collar dengan menggunakan air
Persiapkan casing 9 5/8 elevator, casing slip, casing spider slip & casing
accessories.
Angkat casing pertama yang telah disambung dengan float shoe dengan
elevator dan lakukan pengujian check valve dengan cara diisi lumpur.
Pengelasan dilakukan pada float shoe, shoe track dan float collar untuk
mempererat ikatan.
Setelah collar dan shoe terpasang, cek float dengan mengisikan lumpur
dan amati penurunan level lumpur dalam casing.
Lanjut masuk rangkaian casing sampai shoe di 1871.5 m dan float collar di
1836.5 m.
(sebagai accelerator)
(sebagai extender)
(sebagai retarder)
(sebagai antifoamer)
(sebagai antifoamer)
(sebagai dispersant)
(sebagai retarder)
Gambar 3.2
Skema Cementing Head
Proses penyemenan casing 9 5/8
3.3
Bubuk semen yang digunakan untuk penyemenan casing 9 5/8 ini adalah
semen kelas G merk Indocement, dengan thickening time 7 jam 30 menit (hasil
uji coba laboratorium Dowell Schlumberger). Setelah selesai langkah - langkah
persiapan dan perhitungan jumlah semen yang akan dibutuhkan, maka langsung
dilakukan proses penyemenan sebagai berikut:
-
Pompa lead slurry cement 285 bbl dengan SG 1.65, laju alir 3 BPM
(Barrels per Minute)
Pompa tail slurry cement 63.6 bbl dengan SG 1.90, laju alir 3 BPM
Pompa displacement mud dengan total volume 456.9 bbls berupa 10.0 bbl
air dengan laju alir + 5 BPM dan 436.9 bbls lumpur dengan menggunakan
pompa Dowell Schlumberger dengan laju alir + 6 BPM
Jadi total waktu pemompaan bubur semen 4 jam, yang dimana masih lebih cepat
dibanding dengan batas thickening time dari hasil uji laboratorium Dowell
Schlumberger.
Dalam proses penyemenan, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan
yang dapat menimbulkan masalah bila persiapan kurang matang, diantaranya
adalah pengangkatan cutting pada lubang bor harus bersih, tidak ada sangkutan
pada saat cabut rangkaian, casing yang tersisa di rak sesuai dengan tally casing,
proses pencampuran bahan kimia tambahan pada semen telah bercampur menjadi
homogen dan ambil contoh bahan kimia tambahan tersebut dan ambil contoh
semen yang telah melalui proses pencampuran sebagai acuan di permukaan
bahwa semen telah kering.
3.4
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Setelah melalui proses persiapan, proses penyemenan dan proses paska
penyemenan casing 9 5/8 pada sumur TBN-E1 / TBN-33 ini, dapat disimpulkan
bahwa sebelum dilakukannya proses penyemenan casing 9 5/8 selain seluruh
peralatan penyemenan telah siap, peralatan juga harus dalam kondisi baik dan
juga harus dipastikan lubang telah aman dari masalah yang timbul selama proses
pengeboran berlangsung dan masalah masalah lain yang mungkin timbul.
4.2
Saran
Dari hasil pengamatan langsung dilapangan maka beberapa saran yang dapat
laboratorium dan sebagai acuan bahwa semen telah kering agar proses
pemboran selanjutnya dapat dilakukan.