Anda di halaman 1dari 8

PORTOFOLIO

No. ID dan Nama Peserta :


/ dr. Citra Apriyanti Anas
No. ID dan Nama Wahana:
/ Perawatan Bedah RSUD Prof. Dr. H.M. Anwar
Makkatutu Bantaeng
Topik: Ileus Paralitik
Tanggal (kasus) : 28 Mei 2012
Nama Pasien : Tn. M
No. RM : 075293
Tanggal presentasi : 7 Juni 2012
Pendamping: dr. Hikmawaty, M.Kes
Tempat presentasi: RSUD Prof. Dr. H.M. Anwar Makkatutu Bantaeng
Obyek presentasi : Anggota Komite Medik & Dokter Internsip RSUD Prof. Dr. H.M. Anwar
Makkatutu Bantaeng
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi: Laki-laki, 16 tahun, nyeri perut dan kembung, ileus, sebelumnya demam tifoid.

Tujuan: menegakkan diagnosis ileus, menangani dengan tepat dan mengatasi penyebab.
Bahan bahasan:
Tinjauan pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara membahas:
Diskusi
Presentasi dan diskusi
E-mail
Pos
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Laki-laki 16 tahun masuk ke perawatan bedah dengan keluhan nyeri perut bagian bawah yang
dialami sejak masuk rumah sakit 4 hari yang lalu, terus menerus dan dirasakan kembung.
Sebelumnya pasien dirawat di perawatan penyakit dalam. Pasien juga mengeluhkan mual-mual
namun tidak muntah. Saat ini pasien sudah BAB, encer, sedikit. Di perawatan penyakit dalam
pasien sempat didiagnosis untuk penyakit tifus. Pasien memiliki riwayat demam sejak 6 hari yang
lalu dan masih dirasakan sekarang, tidak terus menerus, namun dirasakan sering saat sore
hari.Sebelumnya pasien belum BAB selama 5 hari.
2.
3.
4.
5.
6.

Riwayat Pengobatan
Riwayat kesehatan/ Penyakit
Riwayat Keluarga
Riwayat Pekerjaan
Lain-lain

Daftar Pustaka

a. Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Hal: 623.
b. Manif Niko, Kartadinata. 2008. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran No.29.
http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf.
c. Widodo, D. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal1752-3.
d. Djumhana, A. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi 4. Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 229.
Hasil Pembelajaran
1.
2.
3.
4.

Diagnosis gangguan pasase usus Ileus (obstruksi atau paralitik)


Persiapan pasien sekaligus penatalaksanaan awal pasien ileus
Mencegah perforasi pada pasien ileus
Mengetahui penyebab terjadinya ileus

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subyektif:
Pasein masuk ke perawatan bedah dengan keluhan nyeri perut bagian bawah yang
dialami sejak masuk rumah sakit 4 hari yang lalu, terus menerus dan dirasakan kembung.
Sebelumnya pasien dirawat di perawatan penyakit dalam. Didapatkan adanya keluhan
Mual dan riwayat belum BAB selama 5 hari, namun terakhir telah BAB encer. Diketahui
pula adanya demam (+) sejak 6 hari yang lalu, tidak terus menerus, dirasakan saat sore
hari dan pusing serta badan lemas.
2. Objektif:
Pemeriksaan fisis:
1. Tanda Vital
T = 120/80 mmHg
2. Kepala
Konjungtiva
Bibir
Lidah
3. Leher

: Anemis (-), Sklera ikterus (-)


: Sianosis (-), kering (+)
: kotor (+)
: Dalam Batas Normal
3

4. Thorax
5. Jantung
6. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas

: Dalam Batas Normal


: Dalam Batas Normal
: cembung (LP=68 cm), ikut gerak napas
: Peristaltik (+), kesan menurun
: Massa tumor (-), nyeri tekan (+) di regio suprapubik.
: Redup
: Edem (-/-)

Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
WBC
: 14.400 K/uL
Hb
: 13,9 g/dL
Plt
: 315.000 K/Ul
HCT
: 42%
Test Widal :
Salmonella Typhi O : 1/160
Salmonella Typhi H : 1/80
Salmonella Paratyphi AH: 1/320
Salmonella Paratyphi BH : 1/80
- Gambaran ronsen foto BNO 3 posisi
Kesan : Ileus Obstruktif (namun tampak gambaran step ladder)
3. Assessment (Penalaran Klinis):
Riwayat demam selama 6 hari disertai gejala sakit kepala, mual, muntah dan nafsu makan
menurun mengarahkan adanya suatu infeksi akut. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu
badan meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari yang
mengarahkan ke diagnosis banding demam tifoid. Pemeriksa melakukan pemeriksaan
penunjang darah rutin dan Uji Widal. Pemeriksaan penunjang berupa darah rutin
menunjukkan adanya leukositosis yang menyakinkan adanya infeksi akut. Uji Widal
dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap kumam S. Typhi. Maksud uji Widal untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu: a).
Aglutinin O (dari tubuh kuman) dan b). Aglutinin H (flagela kuman). Semakin tinggi titernya
semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Pada pasien kasus ini titer O 1/160 dan
titer H 1/80. Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam,
kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat. Saat ini
belum ada kesamaan pendapat mengenai titer aglutinin yang bermakna diagnostik untuk
demam tifoid.
Patologi tifoid pada dasarnya, tifus abdominalis merupakan penyakit sistem
retikuloendotelial yang menunjukkan diri terutama pada jaringan limf usus, limpa, hati, dan
4

sumsum tulang. Di usus, jaringan limf terletak anteromesenterial pada dindingnya dan
dinamai plakat peyer. Usus yang terserang umumnya ileum terminale, tetapi kadang bagian
lain usus halus dan kolon terminale juga dapat terinfeksi. Pada mulanya, plakat peyer penuh
dengan fagosit, membesar, menonjol dan tampak seperti infiltrat atau hiperplasia di mukosa
halus. Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di
ileum daripada di kolon sesuai dengan ukuran plakat Peyer yang ada di sana. Kebanyakan
tukaknya dangkal, tetapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi
terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh, biasanya ulkus
membaik tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis. Komplikasi intestinal demam
tifoid perforasi usus sebanyak 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada
minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain gejala umum demam
tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut
yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh
perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50% dan pekak hati
terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen. Pada kasus ini pasien
mulai menunjukkan lemahnya peristaltik usus dan perut yang gembung dan tidak
ditemukannya pekak hati.
Perforasi yang menyebabkan tukak menembus hingga peritoneum viserale sehingga isi
ileum masuk ke rongga abdomen menyebabkan peritonitis generalisata purulenta. Peritonitis
ini sering menyebabkan terjadinya ileus adinamik (obstruksi usus non mekanik dikenal
dengan ileus paralitik yang mempengaruhi pengendalian otonom motilitas usus).
Ileus secara umum dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain: infeksi, aterosklerosis
yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke usus, cedera pada pembuluh darah usus,
kelainan diluar usus seperti gagal ginjal atau gangguan keseimbangan elektrolit, akibat obatobatan tertentu, kelenjar tiroid yang kurang aktif dan pasca bedah setelah 24-3 jam. Pada
kasus ini, didapatkan pencetus yaitu infeksi tifoid, yang sering juga menyerang plak peyer
usus halus. Adanya infeksi di usus halus ini dapat mengakibatkan komplikasi ileus bahkan
perforasi. Khusus pada kasus ini didapatkan gejela dan tanda ileus paralitik yang khas yang
berupa perut kembung, muntah, riwayat tidak BAB 5 hari, serta kram atau nyeri perut,
adapun tanda khas auskultasi bising usus yang kurang, serta pemeriksaan foto BNO 3 posisi
setelah didiskusikan bersama memperlihatkan beberapa air fluid level namun tidak khas
menunjukkan suatu gambaran khas step ladder atau anak tangga yang khas pada ileus
obstruksi.
Diagnosis banding ileus paralitik adalah obstruksi mekanik. Pada obstruksi terdapat
serangan kolik yang disertai gejala mual, muntah, nyeri, dan hiperperistaltis. Ileus paralitik
juga disertai mual dan muntah, tetapi tidak terdapat serangan kolik. Pada ileus obstruktif,
peristaltis jelas ada dan hiperaktif sewaktu kolik, tetapi antara setiap serangan biasanya tidak
ada gerak usus sedikit pun. Jadi kunci diagnosis banding terletak pada ada tidaknya serangan
kolik; dalam hal ini anamnesis dan kesabaran untuk menunggu dan menyaksikan kolik akan
memberikan diagnosis pasti.
5

PEMBAHASAN
Ileus Paralitik
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu
penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi)
yang berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi
kontraksi otot polos usus.
Gerakan peristaltik merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang terkoordinasi dengan
baik, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keadaan otot polos usus, hormon-hormon
intestinal, sistem saraf simpatik dan parasimpatik, keseimbangan elektrolit, dan sebagainya.
Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Keadaan ini
biasanya berlangsung 24-72 jam. Beratnya ileus paralitik pascaoperasi bergantung pada
lamanya operasi/narkosis, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak dengan
udara luar. Pencemaran peritoneum oleh asam lambung, isi kolon, enzim pankreas, darah,
dan urin akan menimbulkan paralisis usus. Kelainan retroperitoneal seperti hematoma
retroperitoneal, terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra sering menimbulkan ileus paralitik
yang berat. Demikian pula kelainan pada rongga dada seperti pneumonia paru bagian bawah,
empiema, dan infark miokard dapat disertai paralisis usus. Gangguan elektrolit terutama
hipoklemia merupakan penyebab yang cukup sering.
Penyakit atau keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan seperti
yang tercantum di bawah ini:
Neurogenik: Pascaoperasi, kerusakan medula spinalis, keracunan timbal, kolik
ureter,
iritasi persarafan splanknikus, pankreatitis
Metabolik: Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia), uremia,
komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multipe.
Obat-obatan: Narkotik, antikolinergik katekolamin, fenotiazin, antihistamin
Infeksi: Pneumonia, empiema, urosepsis, peritonitis, infeksi sistemik berat lainnya.
Iskemia usus
Manifestasi klinis. Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak ada.
Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut
kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung,
tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan
bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi,
pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi
peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis,
manifestasi klinis yag ditemukan adalah gambaran peritonitis.
6

Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari


kasus penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan yaitu leukosit darah. Kadar
elektrolit, ureum, glukosa darah, dan amilase. Foto polos abdomen sangat membantu
menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung usus halus dan
usus besar. Air fluid level ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda
dengan air fluid level pada ileus obstruksi yang memberikan gambaran stepladder (seperti
anak tangga). Apabila dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat
dilakukan pemeriksaan foto abdomen dengan menggunakan kontras.
Penatalaksanaan. Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya
berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa atau
penyakit primer dan pemberian nutrisi yang adekuat. Beberapa obat-obatan jenis penyekat
simpatik (simpatolitik) atau obat parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak
konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang
juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral
hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian nutrisi
parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk
gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pascaoperasi dan klonidin dilaporkan
bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan.
4. Plan
Diagnosis: keluhan dan penyebab infeksi lebih mengarahkan adanya suatu Ileus Paralitik.
Upaya diagnosis sudah optimal.
Pengobatan: terapi bersifat konservatif dan suportif. Direncanakan tindakan dekompresi
khususnya bila pasien mengalami gangguan BAB lagi dengan pemasangan Naso gastric
tube. Pasien juga dianjurkan untuk pemasangan kateter guna memantau keluar masuknya
cairan. Dan pemeriksaan elektrolit bila memadai. Pemberian cairan dan nutrisi dibatasi
dengan nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi secara oral akan dilakukan bertahap dari jenis
paling lunak hingga biasa bila telah memungkinkan diikuti dengan monitor keadaan pasien.
Dan pengobatan untuk infeksi typhoid tetap dilakukan dengan mengingat keadaan pasien
disertai adanya ileus makan pemberian antibiotik pilihan yang merupakan spektrum luas.
Pendidikan: dilakukan pada pasien dan keluarganya untuk membantu proses penyembuhan
dan pemulihan, untuk itu keluarga pasien diberitahukan mengenai pemberian nutrisi oral
yang perahan-lahan, mengingat kemampuan pasase usus yang belum optimal sepenuhnya.
Dan istirahat dan perawatan optimal yang bertujuan untuk mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan. Dianjurkan tirah baring absolut selama 7 hari bebas demam,
mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya keadaan pasien. Pemberian antibiotik
7

juga harus diingatkan kepada keluarga agar tetap dilakukan dan dikontrol, untuk mencegah
resistensi karena putus obat tiba-tiba.
Konsultasi: konsultasi ini dilakukan sebaiknya untuk kontrol kondisi pasien yang sebaiknya
dilakukan saat keluar dari rawat inap jika memungkinkan. Akan lebih baik pula dengan
konsultasi selain oleh spesialis penyakit dalam, juga spesialis nutrisi.

Bantaeng, 7 Juni 2012


Peserta,
Pendamping,

(dr. Citra Apriyanti Anas)

(dr. Hikmawaty K, M.Kes)

Anda mungkin juga menyukai