Lumpuh Sebelah |1
KASUS 1
LUMPUH SEBELAH
STEP 1
1. Lumpuh = Ketidakmampuan seseorang untuk melakukan gerakan akibat
adanya lesi pada sistem saraf.
2. Kesemutan = Kondisi abnormal pada tubuh berupa sensasi yang
disebabkan gangguan sistem saraf sensorik dan juga rangsangan listrik
yang terhambat.
3. Hipertensi = Peningkatan tekanan darah dengan systole >140 mmhg dan
diastole >90mmhg.
4. Bicara Pelo = Dimana seseorang tidak bisa berbicara secara jelas.
STEP 2
1. Mengapa pasien mengalami kelumpuhan dan kesemutan pada tangan dan
kaki sebelah kanan serta bicara pelo?
2. Bagaimana hubungan kebiasaan pasien dan riwayat hipertensi dengan
keluhan?
3. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus tersebut?
4. Apakah pasien bisa sembuh dan berjalan lagi?
STEP 3
1. Etiologi, Mekanisme (Lumpuh, Kesemutan, Bicara pelo)
KASUS 1
Lumpuh Sebelah |2
STEP 4
PENGATURA
N SUSUNAN
SARAF
AREA
BRODMAN
PENCEGAHAN
,
PENATALAKSA
NAAN,
PEMERIKSAAN
KELUMP
UHAN
MEKANISME,E
TIOLOGI DAN
PATOGENESIS
VASKULARI
SASI
SEREBRAL
STEP 5
1. Etiologi, Mekanisme (Lumpuh, Kesemutan, Bicara pelo)
2. Vaskularisasi Serebral (Mekanisme, Lokalisasi)
PROGNOSIS
KASUS 1
Lumpuh Sebelah |3
STEP 6
STEP 7
KASUS 1
Lumpuh Sebelah |4
Lumbosacral
Traktus
kortikospinali
s ventralis
Servikal
Pergerakan otot
trunkus (mm.
Intercostale dan
abdominale)
Ger. Otot
Upper : bahu dan
leher
Lower : Ekstremitas
atas dan otot
distal
KASUS 1
Lumpuh Sebelah |5
Systema
piramidale
merupakan
suatu
susunan
serat-serat
KASUS 1
Lumpuh Sebelah |6
KASUS 1
Lumpuh Sebelah |7
lumbosacral
(segmen-segmen
intumescentia
servikal),
kerusakan
sistem
saraf
perifer,
kerusakan
KASUS 1
Lumpuh Sebelah |8
Stimulus datang
Thalamus
(pusat penyebaran utama impuls-impuls sensorik)
Serebral korteks
Kesemutan
Etiologi
Kesemutan terjadi jika saraf dan pembuluh darah mengalami
tekanan. Misalnya, saat duduk bersimpuh atau menekuk kaki terlalu lama,
maka saraf dan aliran darah akan terganggu. Umumnya, kesemutan akan
mereda jika bagian tubuh yang mengalaminya digerakkan.
KASUS 1
Organ
reseptor
Lumpuh Sebelah |9
umum
(eksteroreseptif,
vascular
events
mengakibatkanlanguage disorders.
Afasia anomik (Anomic aphasia)
pada
hemisfer
cerebral yang
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 10
kesusahannya
mendapat
kata-kata,
tetapi dapat
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 11
untuk
mengekspresikan
pikirannya.
Seringkali,
penderita
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 12
yang
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 13
stenosis
arteri-arteri
serebral
dan
vertebro-basilaris.
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 14
Tetapi observasi pada manusia yang sedang dioperasi untuk aneurisme dan
sebagainya, dapat memberikan informasi yang berharga. Kita memperoleh
fakta, bahwa menurunnya aliran darah distal dari tempat ligasi baru tercapai,
jika lumen arteri yang bersangkutan disempitkan lebih dari 70-90%. Tetapi
pada orang-orang yang sudah memperlihatkan aterosklerosis, penyempitan
arteri kurang dari 70% dari lumennya sudah bisa mengakibatkan reduksi CBF
regional yang nyata. Lagi pula tanpa adanya pengikatan pada salah satu
arteri serebral, namun dengan adanya aterosklerosis yang difus dan luas,
CBF akan jelas menurun pada hipotensi sistemik.
Observasi lain mengungkapkan adanya kecenderungan pada "plaque atherosclerotique" untuk berulserasi. Hal ini sering terjadi pada
pangkal arteria karotis dan di arteria vertebralis. Ternpat-tempat tersebut
selalu bisa menjadi sumber embolus. Jika oleh karena itu manifestasi CVD
timbul, maka penyakit yang mendasarinya bukannya stenosis yang
diperlihatkan oleh "plaque atherosclerotique", melainkan emboli-sasi dari
"plague" yang berulserasi.
Hipertensi kronik bisa menimbulkan sklerosis arterial yang menyeluruh. yang tidak berkembang melalui ateromatosis, tetapi langsung
mengeraskan dinding arteri. lnilah yang dikenal sebagai arteriosklerosis.
Berbeda dengan aterosklerosis serebral yang melibatkan arteri besar
dan sedang lagi pula terutama pada tempat-tempat percabangan dan
kelokan-kelokan, arteriosklerosis serebral berkembang secara difus terutama pada arteri sedang dan kecil. Aterosklerosis dan arteriosklerosis
serebri merupakan penyakit CVD primer. Tanpa adanya stenosis yang
berarti ataupun tanpa adanya embolisasi namun dengan adanya fluktuasi
tekanan darah sistemik saja manifestasi CVD sudah dapat timbul pada
orang-orang yang mempunyai arteriosklerosis dan aterosklerosis.
Sifilis yang bisa menimbulkan endarteritis, menyempitkan lumen
arteri serebral, sehingga pada tahap meningovaskular bisa bangkk "stroke".
Lain-lain penyakit arteritis, yang jarang dijumpai. seperti arteritis primer,
"giant angiitis" dan arteritis pada penyakit Takayasu, sering disebut-sebut
sebagai penyebab timbulnya manifestasi CVD.
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 15
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 16
Sifat pengaruh O 2
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 17
yang
berada
di
dinding
pembuluh
darah.
demikian,
selama
hipok-sia
berat
berlangsung,
efek
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 18
UMN
dibagi
dalamsusunan
piramidal
dan
susunan
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 19
hilangnya sebagian
gerakan atau
kerusakan
tulang
belakang pada
tingkat
tertinggi
penyakit
(seperti
mielitis
transversal,
polio,
atau
spina
pada
susunan
neuromuskular,
dan
yaitu
inkomplit.
adanyalesi.
Lesi
komplit
Ada
dapat
menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian
dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan
ototringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik.
4. Area Brodman
Pembagian Area Brodman pada Otak
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 20
Dalam kuliah syaraf kita sering mendengar dengan istilah Area Brodman
yang setiap bagian mempunyai peranan dan bagian masing-masing pada
organ otak. Area Brodman ini sangat perlu kita ketahui karena setiap
kelainan yang terjadi pada tubuh dapat dipengaruhi oleh Area Brodman
ini. Area Brodmann adalah pembagian daerah pada bagian korteks otak
yang dibedakan atas dasar sel-sel saraf penyusun jaringannya
(sitoarsitekur).
Area Brodmann pertama kali disusun oleh Korbinian Brodmann dan area
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 21
tersebut diberi tanda dengan angka dari 1 hingga 52. Beberapa bagian
kemudian dibagi lagi sehingga terdapat area "23a" dan "23b". Angka
daerah yang sama pada spesies yang berbeda tidak menunjukkan area yang
homolog pada struktur otaknya.
Area Brodmann pada otak manusia terdiri atas:
1, 2, dan 3 - Korteks Somatosensorik (sering disebut area 3, 1, 2).
4 - Korteks Motorik Primer
5 - Korteks Asosiasi Somatosensorik
6 - Korteks Pra-motorik dan Motorik Suplementaris
7 - Korteks Asosiasi Somatosensorik
8 - Daerah Mata Frontal
9 - Korteks Prafrontal Dorsolateralis
10 - Area Frontopolar
11 - Area Orbitofrontal
12 - Area Orbitofrontal (sering disebut area 11A)
13 - Korteks Insularis
17 - Korteks Visual Primer
18 - Korteks Asosiasi Visual
19 - Korteks Asosiasi Visual
20 - Gyrus Temporalis Inferior
21 - Gyrus Temporalis Media
22 - Gyrus Temporalis Superior
23 - Korteks Cinguli Posterior Ventral
24 - Korteks Cunguli Anterior Ventral
25 - Korteks Subgenualis
26 - Area Ektosplenialis
28 - Korteks Entorhinalis Posterior
29 - Koreks Cinguli Retrosplenialis
30 - Bagian dari korteks cinguli
31 - Korteks Cinguli Posterior Dorsal
32 - Korteks Cinguli Anterior Dorsal
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 22
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 23
ini juga terjadi saat tekanan itu berlanjut tepat pada saraf. Namun,
kesemutan akan hilang bila tekanan sudah tidak ada lagi.
Kesemutan juga bisa menjadi indikasi dari banyak penyakit, seperti
diabetes melitus, hipertensi, saraf terjepit, gangguan aliran darah pada
pembuluh darah tepi, maupun gangguan darah. Ada kalanya pada mereka
yang belum diketahui mengidap diabetes, kesemutan dapat menjadi gejala
awal diketahuinya diabetes.
Paresthesia atau kesemutan kronis sering merupakan simtom dari
penyakit neurologis atau trauma kerusakan saraf. Penyebabnya adalah
gangguan yang memengaruhi sistem saraf pusat seperti stroke dan stroke
mini, multiple sklerosis, mielitis transversa, dan ensefalitis.
Tumor maupun lesi vaskular yang menekan otak atau sumsum tulang juga
bisa menimbulkan paresthesia. Sindrom saraf seperti sindrom saluran
carpal (CTS) bisa merusak saraf perifer dan menyebabkan paresthesia
diiringi rasa nyeri.
Berikut ini sejumlah penyakit yang ditandai oleh gejala kesemutan.
1. Diabetes melitus (DM)
Pada pasien DM, kesemutan merupakan gejala kerusakan pada
pembuluh darah. Akibatnya, darah yang mengalir di ujung-ujung saraf
berkurang. Kondisi ini dapat diatasi dengan mengendalikan kadar gula
darah secara ketat, juga mengonsumsi obat seperti gabapentin, vitamin B1
dan B12.
2. Stroke
Kesemutan dapat jadi tanda stroke ringan. Biasanya disebabkan
sumbatan pada pembuluh darah di otak, yang mengakibatkan kerusakan
saraf setempat. Gejala lain yang muncul: rasa kebas separuh badan,
lumpuh separuh badan, buta sebelah mata, sukar bicara, pusing,
penglihatan ganda dan kabur. Gejala berlangsung beberapa menit atau
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 24
kurang dari 24 jam. Biasanya terjadi waktu tidur atau baru bangun.
Kondisi ini harus ditangani karena bisa berkembang menjadi stroke berat.
3. Penyakit jantung
Kesemutan tak hanya akibat neuropati tekanan, tetapi karena
komplikasi jantung dengan sarafnya. Pada pasien jantung yang sedang
menjalani operasi pemasangan klep, terdapat bekuan darah yang
menempel. Bekuan itu bisa terbawa aliran darah ke otak, sehingga terjadi
serebral embolik. Bila sumbatan di otak mengenai daerah yang mengatur
sistem sensorik, si penderita akan merasakan kesemutan sebelah. Jika
daerah yang mengatur sistem motorik juga terkena, kesemutan akan
disertai kelumpuhan.
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 25
dalam paru-paru. Gejala lain : kejang pada tungkai, sulit tidur, emosi labil,
takut, lemah, sakit kepala sebelah atau migrain, dan hilang kesadaran.
7. Guillain-barre syndrome
Kesemutan bisa jadi salah satu indikasi penyakit ini. Ditandai
gejala demam tinggi, batuk, dan sesak napas. Juga diikuti rasa kesemutan
dan kebas. Kesemutan biasanya terasa di sekujur tubuh, khususnya pada
ujung jari kaki dan tangan karena virus menyerang sistem saraf tepi.
Bila keadaan itu tidak segera diatasi, serangan akan berlanjut ke organ
vital. Akibatnya, penderita merasa sesak napas dan lumpuh di seluruh
tubuh.
8. Cytomegalovirus (CMV)
Ada kesemutan yang didahului flu berat. Kesemutan akan
menghebat mulai dari ujung jari, menjalar hingga ke pusar. Penderita bisa
hanya merasa kebas atau sampai sulit berjalan, berarti sumsum tulang
belakang
kena
radang.
Ini
akibat
serangan
virus,
biasanya
cytomegalovirus.
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 26
Pengertian Merokok
Merokok adalah menghisap gulungan tembakau yang dibungkus
dengan kertas (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1990: 752)
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok :
1 Teman
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak teman
yang merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah
perokok juga dan demikian sebaliknya. Dan fakta tersebut ada dua
kemungkinan yang terjadi, pertama terpengaruh oleh teman-temannya atau
bahkan teman-temannya itu terpengaruhi diri tersebut yang akhirnya
mereka semua menjadi merokok (Al Bachri,1991)
2 Kepribadian
Orang mencoba merokok karena alasan ingin tahu atau ingin
melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa membebaskan diri dari
kebosanan.
3 Pengaruh iklan
Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan
gambaran bahwa perokok adalah lambang dari kejantanan membuat
seseorang sering kali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 27
dalam iklan tersebut (Mari Juniarti, Buletin RSKo, Tahun IX, 1991).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di England, 120.000 orang
meninggal akibat merokok setiap tahunnya. Dan semakin muda seseorang
mulai merokok, maka semakin besar pula kemungkinan mereka mendapat
masalah kesehatan dihari berikutnya.
Akibat negatif rokok, sesungguhnya sudah mulai terasa pada
waktu orang baru mulai menghisap rokok. Dalam asap rokok yang
membara karena dihisap, tembakau terbakar kurang sempurna sehingga
menghasilkan karbon monooksida, yang disamping asapnya sendiri, tar
dan nekotin ( yang terjadi dari pembakaran tembakau tersebut ) dihirup
masuk kejalan napas. Karbon monooksida, tar, nikotin berpengaruh
terhadap syaraf yang menyebabkan: Gelisah, tangan gemetar ( termor ),
cita rasa atau selera makan kurang, ibu-ibu hamil yang merokok dapat
kemungkinan keguguran kandungan.
Tar dan asap rokok dapat juga merangsang jalan napas, dan
tertimbun didalamnya sehingga menyebabkan: Batuk-batuk atau sesak
napas, kanker jalan napas, lidah, dan bibir. Nikotin merangsang
bangkitnya adrenalin hormon dari anak ginjal yang menyebabkan: Jantung
berdebar-debar, meningkatkan tekanan darah serta kadar kolesterol dalam
darah. Gas karbon monoksida juga berpengaruh negatif terhadap jalan
napas. Karbon monoksida lebih mudah terikat pada hemoglobin dari pada
oksigen. Oleh karena itu, darah yang kemasukan karbon monooksida
banyak, akan berkurang daya angkutnya bagi oksigen dan orang dapat
meninggal dunia karena keracunan karbon monoksida. Pada seorang
perokok tidak akan sampai terjadi keracunan karbon monoksida, namun
pengaruh karbon monoksida yang dihirup oleh perokok dengan sedikit
demi sedikit, dengan lambat akan berpengaruh negatif pada jalan napas
dan pembuluh darah ( hhtp: www. Astaga. Com. )
Penyakit yang ada hubungannya dengan merokok adalah penyakit
yang diakibatkan langsung oleh merokok atau yang diperburuk
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 28
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 29
yang meninggal di Inggris akibat kanker paru dan sembilan dari sepuluh
diantaranya adalah perokok, bronkitis. Bronkitis adalah penyakit yang
ditandai dengan batuk-batuk karena paru-paru dan alur udara tidak mampu
melepaskan mukus yang terdapat didalamnya secara normal. Mukus
adalah cairan lengket yang terdapat dalam tabung halus, yang disebut
tabung
bronkial
yang
terletak
didalam
paru-paru.
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 30
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Evaluasi sistem saraf dimulai saat kontak pertama pemeriksa dengan
pasien, ketika pasien belum "diperiksa" secara formal. Bukti kemampuan
fungsional pasien pada saat ini harus dibandingkan dengan fungsi yang tercetus
selama pemeriksaan fisik formal. Pemeriksaan neurologik, yang terdiri atas anamnesis, rangkuman gejala pasien, dan pembahasan mengenai keluhan yang
terkait atau serupa pada anggota keluarga pasien, akan memfokuskan pemi-kiran
pemeriksa, mengarahkan pemeriksaan fisik, dan menjadi kunci penegakan
diagnosis. Hubungan erat antara gejala neurologik dan gejala penyakit medis
lainnya (misal, diabetes melitus, hipoksemia berat, hipertensi, penyakit tiroid)
memerlukan
evaluasi
medis
yang
lengkap,
walaupun
gejala
pasien
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 31
neuralgia
trigeminal),
diagnosis
ditegakkan
hanya
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 32
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 33
B. Tingkat Kesadaran
Evaluasi tingkat kesadaran (level of consciousness, LOC) merupakan bagian
penting proses pemeriksaan neurologis yang harus dilakukan secara cermat,
dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Kini terdapat berbagai metode
penggolongan LOC penderita, masing-masing dengan cara yang berbeda tetapi
dengan istilah yang serupa. Apapun metode yang digunakan, kriteria yang
terpenting adalah adanya konsistensi serta pemahaman penuh terhadap semua
terminologi yang digunakan. Lebih baik menggambarkan tingkah laku dan respons
penderita dengan lengkap, daripada menggunakan istilah yang kurang rinci dan
terlalu luas jangkauannya, misalnya letargi atau stupor. Tabel 51-1 memuat
beberapa istilah yang digunakan untuk menyatakan LOC, dan gambaran tingkah
laku yang berhubungan dengan istilah-istilah tersebut. (Price, 2007)
C. Fungsi Serebral
Pengetahuan mengenai fungsi setiap lobus serebral dan gejala-gejala yang
ditimbulkannya akan mem-bantu dokter dalam memastikan defisit neurologis
yang dialami penderita. Dilakukan pengamatan ketat mengenai masalah
neurologik pasien selama pemeriksaan neurologik. Selama pemeriksaan
neurologis lakukanlah pengamatan kelainan neurologis yang dialami penderita.
Tabel 51-2 memuat daftar lobus serebral dan beberapa fungsinya yang telah
diketahui. (Price, 2007)
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 34
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 35
Terdapat duabelas pasang saraf kranial yang keluar dari permukaan bawah
otak melalui foramina kecil. Saraf kranial diberi nomor sesuai dengan urutan
keluarnya, yaitu dari depan ke belakang. (Price, 2007)
Saraf kranial terdiri dari serabut aferen atau eferen, dan beberapa memiliki
kedua serabut tersebut dan dikenal dengan nama serabut campuran. Badan sel
serabut aferen terdapat pada ganglia di luar batang otak, sedangkan badan sel
serabut eferen terdapat pada nuklei batang otak. (Price, 2007)
Saraf-saraf kranial tidak diperiksa menurut urutannya, tetapi diperiksa
menurut fungsinya. Berikut ini dapat membantu menghapalkan fungsi saraf
kranial sebagai motorik (M), sensorik (S), atau keduanya (B): Some(I) Say(II)
Marry(lll) Money(W), But(V) My(VI) Brother(VU) Say(VIII)
Bad(lX)
Dengan mata ter-tutup dan pada saat yang sama satu lubang hidung ditutup,
penderita diminta membedakan zat aromatis lemah seperti vanila, eau de cologne,
dan cengkeh. Jika dicurigai ada lesi fossa anterior, pasien harus diuji
penghidunya pada masing-masing lubang I hidung, kemudian ditentukan
apakah dapat mem-bedakan bau. Pasien diminta untuk menunjukkan saat
deteksi pertama bau dan jika mungkin meng-identifikasi zat tersebut. Persepsi
bau lebih penting daripada identifikasi bahan yang benar. (Price, 2007)
Penyakit pada hidung (misal, sinusitis, alergi, dan infeksi saluran
pernapasan atas) merupakan penye-bab tersering hilangnya kemampuan
menghidu. Tumor pada sulkus olfaktorius (meningioma pada sulkus olfaktorius)
merupakan penyebab neurologis hilangnya penghiduan. Sumbatan hidung harus
di-hilangkan menggunakan dekongestan nasal sebelum pemeriksaan. (Price, 2007)
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 36
saraf
ini
diperiksa
bersamaan,
karena
ketiga-nyabekerja
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 37
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 38
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 39
impuls
yang
keseimbangan
me-mungkinkan
merupakan
seseorang
fungsi
bagian
mendengar.
vesti-bularis,
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 40
Rinne dan Weber. Pada tes Rinne, garpu tala yang bergetar ditempelkan pada
prosesus mastoideus; bila penderita memberi isyarat bahwa getaran itu sudah
tidak terdengar lagi, maka garpu tala dipindahkan di dekat telinga. Kalau
penderita sekarang dapat mendengar lagi suara getaran, cabang oftalmikus
Digastrikus
(BC). Keadaan ininormal dan disebut Rinne "positif." Rinne "negatif" adalah
petunjuk bahwa penderita mengalami tuli hantaran karena penyakit telinga
tengah. Tes Weber dilakukan dengan menempatkan garpu tala yarig bergetar di
atas kepala, dahi, afau pada gigi depan atas. Penderita diminta untuk menye-butkan
telinga mana yang mendengar suara paling keras. Dalam keadaan normal suara
akan terdengar sama keras baik pada telinga kiri maupun kanan. Bila suara
terdengar lebih keras pada salah satu sisi, mungkin menunjukkan adanya
ketulian. Bila penderita mengalami tuli hantaran, suara terdengar lebih jelas pada
telinga yang tuli, sedangkan pada tuli saraf suara terdengar lebih jelas pada telinga
yang sehat. Bila ditemukan kelainan, harus dilakukan pemerik-saan auiiometri
lengkap.
Disfungsi
akut
bagian
vestibularis
saraf
vesti-bulokoklearis
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 41
Kerusakan saraf ini juga dapat terjadi akibat sumbatan vaskular dan tumor
batang otak. (Price, 2007)
g. Nervus Glosofaringeus dan Nervus Vagus (Nervus Kranialis IX dan X)
Nervus glosofaringeus dan nervus vagus berhubung-an erat secara anatomi
dan fisiologi serta diperiksa >ecara bersamaan. Nervus glosofaringeus memiliki
ragian sensorik yang menghantarkan pengecapan ragian posterior lidah,
mempersarafi sinus karotikus dan korpus karotikus, serta memberi sensasi faring.
Bagian motorik mempersarafi dinding posterior faring. Nervus vagus
mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari
dinding usus, jantung, dan paru. Secara klinis tidak mungkin dilakukan
pemeriksaan semua fungsi ini; oieh karena itu penilaian nervus vagus ditujukan
pada evaluasi fungsi motorik palatum, faring, dan laring. (Price, 2007)
Langkah pertama evaluasi nervus glosofaringeus dan nervus vagus adalah
pemeriksaan palatum mole. Palatum mole harus simetris dan tidak berdeviasi ke
jatu sisi. Bila penderita mengucapkan kata "ah", palatum mole harus terangkat
secara simetris. Jika hendak menimbulkan refleks muntah, sentuh dinding
posterior faring sehingga palatum akan terangkat dan lot-otot faring berkontraksi.
Refleks menelan penderita diperiksa dengan memperhatikan reaksi penderita
waktu minum segelas air. Diperhatikan apakah penderita kesulitan menelan
atau apakah terjadi rcgurgitasi cairan melalui hidung yang merupakan petunjuk
adanya kelemahan palatum mole dan ketidakmampuan menu tup nasof aring waktu
menelan. laringoskopi indirek dilakukan bila penderita mengeluh gangguan suara
atau suara parau. Pita suara dapat dilihat apakah terjadi paresis atau lesi. Lesi
bilateral dapat menyebabkan gangguan menelan hebat dan gangguan
kemampuan mobilisasi sekret. (Price, 2007)
Nervus glosofaringeus dan nervus vagus meninggalkan tengkorak
melalui foramen jugulare bersama-sama dengan vena jugularis interna. OJeh karena
itu, trauma atau tumor di sekitar daerah ini akan merigenai struktur-struktur
tersebut. Nervus rekuren laringeus, suatu cabang nervus vagus yang mempersarafi
laring mudah mengalami cedera waktu pembedahan leher karena letaknya dekat
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 42
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 43
motorik
bergantung
pada
otot
yang
utuh,
hubungan
neuromuskular yang fungsional, dan traktus nervus kranialis dan spinalis yang
utuh. Untuk dapat memahami bagaimana sistem saraf mengkoordinasi aktivitas
otot, pertama-tama kita harus dapat membedakan antara neuron motorik atas
(upper motor neuron, UMN) dan neuron motorik bawah (lower motor neuron, LMN).
(Price, 2007)
UMN berasal dari korteks serebri dan menjulur ke bawah, satu bagian
(traktus kortikobulbaris) berakhir pada batang otak sedangkan yang lainnya (traktus
kortikospinalis) menyilang bagian bawah medula oblongata dan terus turun ke
dalam medula spinalis. Nuklei nervus kranialis merupakan ujung akhir traktus
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 44
penderita,
gangguan
semacam
ini
secara
umum
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 45
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 46
nyeri dan suhu pada tubuh kontralateral di bawah lesi. Lesi pada radiks saraf
dan safaf perifer mengganggu persepsi raba. (Price, 2007)
Serabut-serabut yang menghantarkan sensasi posisi, getar, dan raba yang
memerlukan lokalisasi yang tinggi seperti stereognosis, grafestesia dan
diskriminasi dua titik, masuk ke dalam medula spinalis dan berlanjut lewat sistem
kolumna dorsalis. Berjalan ke atas menuju medula oblongata bawah, tempat
bersinaps dan menyilang garis tengah, kemudian serabut-serabut ini berjalan ke
atas sebagai lemniskus medialis dan berakhir pada talamus. Korteks parie-talis
dapat membedakan dan menerima sensasi halus ini. (Price, 2007)
Secara teoretis, lesi pada radiks dorsalis akan menim-bulkan hilangnya
sensasi pada daerah yang dipersarafi oleh radiks tersebut. Namun demikian,
per-sarafan ini banyak yang tumpang tindih sehingga gambaran klinisnya
seringkali membingungkan. (Price, 2007)
Uji sensorik dilakukan dengan mata penderita ditutup, yaitu dengan
menggunakan sedikit kapas untuk memeriksa sensasi raba, peniti untuk memeriksa sensasi nyeri superfisial, dan pemeriksaan dengan tabung yang berisi air
panas dan air dingin untuk memeriksa sensasi suhu. Sensasi proprioseptif, posisi,
dan gerakan mula-mula dievaluasi pada sendi-sendi distal. Bila proprioseptif
pada sendi distal normal, tidak perlu pemeriksaan sendi proksimal. Falang distal
salah satu jari penderita kita pegang, lalu perlahan-lahan digerakan ke atas dan ke
bawah, sementara penderita diminta menyebutkan gerakan falang tersebut. (Price,
2007)
Normalnya, seseorang dapat berdiri dengan kedua kaki rapat tanpa
hilang keseimbangan atau bergoyang-goyang baik dengan mata terbuka mau-pun
tertutup. Tanda Romberg terlihat dengan ketidak-seimbangan nyata dengan mata
tertutup. Tanda ini timbul pada keadaan hilangnya sensorik karena seseorang
dengan kelainan proprioseptif seringkali dapat
menggunakan
orientasi
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 47
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 48
hantaran
saraf
menyempurnakan
pemeriksaan
dengan
merangsang
serabut
pada
satu
titik
dan
me-rekam
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 49
nomor. Setelah semua bahan terkumpul, jarum dicabut dan tempat bekas tusukan
ditutup dengan plester. Penderita harus berbaring terlentang mendatar selama
beberapa jam dan dianjurkan untuk minurn. Setelah prosedur ini sering timbul
sakit kepala. (Price, 2007)
K. Pemeriksaan Non-invasif
Potensial yang dicetuskan oleh rangsangan sensorik (visual, auditorik, listrik)
diterapkan pada sistem saraf pusat atau perifer dan direkam melalui elektroda
yang diletakkan pada kulit. Oleh karena itu, potensial yang dicetuskan memiliki
amplitudo yang sangat rendah sehingga hanya dapat direkam dengan
menghitung nilai rata-rata resppns terhadap berbagai rangsangan. rangsangan
sensorik yang berbeda menghantarkan lintasan yang dapat diperkirakan dan
menghasilkan potensial yang berbeda sehingga pemeriksaan ini bermanf aat
untuk menentukan letak lesi. Pemeriksaan ini lazim dilakukan pada kasus
kecurigaan sklerosis multipel dan dapat mendeteksi lesi subklinis. Selain itu, juga
sering digunakan dalam pemantauan selama operasi, dan dalam menilai fungsi
nervus kranialis pada pasien koma. Yang paling sering digunakan adalah
potensial yang dicetuskan oleh somatosensorik (somatosensory evoked potentials,
SSEP), potensial yang dicetuskan oleh visual (visual evoked potentials, VEP), dan
potensial yang dicetuskan oleh auditorik batang otak (brainstem auditory evoked
potentials, BAEP). (Price, 2007)
CT scan berguna untuk mendiagnosis dan memantau lesi intrakranial
atau mengevaluasi dan menentukan luasnya cedera neurologis. Radiogram
dilakukan dengan komputer setiap interval 1 derajat dalam suatu busur sebesar
180 derajat. Penelitian yang lebih lengkap dapat dilakukan dengan
menyuntikkan bahan kontras ke dalam pembuluh darah. Setiap kali
menggunakan media kontras, harus dilakukan te's alergi sebelumnya. CT scan
telah dapat menggantikan echoensefalografi dan memiliki kemampuan diagnostik
yang jauh lebih lengkap. (Price, 2007)
MRI (Magnetic Resonance Imaging) menggunakan medan magnet kuat dan
frekuensi radio dan bila bercampur dengan frekuensi radio yang dilepaskan oleh
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 50
jaringan tubuh akan menghasilkan citra MRI yang berguna dalam mendiagnosis
tumor, infark, dan kelainan pada pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini,
penderita tidak terpajan oleh radiasi dan tidak merasa nyeri walaupun pasien
dapat mengeluhkan klaustrofobia dan suara logam yang mengganggu selama
prosedur ini. (Price, 2007)
EEG (Elektroensefalogram) mengukur aktivitas listrik lapisan superfisial
korteks serebri melalu elektroda yang dipasang di luar tulang tengkorak pasien.
'Walaupun terdapat beberapa teknik baru untuk mengevaluasi kelainan SSP,
EEG masih digunakan karena bersifat non-invasif dan merupakan salah satu
dari beberapa pemeriksaan diagnostik yang mengukur waktu sebenarnya dari
aktivitas otak bukan perubahan anatomi yang telah ada sebelumnya. Pola
gelombang mencerminkan intensitas dan jenis potensial listrik yang dihasilkan
oleh aktivitas neuronal dalam otak. Pola gelombang normal diberi label menurut
karakteristik amplitudo dan frekuensi dan disebut delta, theta, alpha, dan beta. Pola
gelombang EEG dipengaruhi oleh kedalaman tidur, peng-gunaan obat, penyakit,
dan penuaan. EEG hanya memberikan contoh pendek dari aktivitas otak (30
menit hingga 1 jam) dan aktivitas kejang dan lonjakan hanya terjadi secara sporadis
sehingga EEG normal tidak menyingkirkan gangguan kejang. (Price, 2007)
ENG (Elektronistagmogram) merupakan pemeriksaan elektrofisiologik
fungsi vestibularis yang dapat digunakan untuk mendiagnosis gangguan system
saraf pusat. Pemeriksaan ini mengatur adanya nistagmus (gerakan mata
horisontal cepat dan involunter) yang diinduksi oleh rangsangan sistem
vestibularis. Pemeriksaan ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan tetapi
tidak membahayakan pasien. ENG dilakukan dengan memasukkan air atau
udara bersuhu berbeda ke dalam saluran telinga bagian luar yang merangsan
kanalis semisirkularis dan merekam aktivitas listrik yang dihasilkan oleh
gerakan otot mata involunter. (Price, 2007)
8. Algoritma UGM
Rancangan
penelitian
ini
adalah
observasionalprospektif
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 51
kuesioner
(anamnesis)
penderita
dilakukan
dengan
stroke
dan
pemeriksaan
penghitungan
klinis
kesempatan
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 52
negatif
dari
masing-masing
variabel
yang
dapat
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 53
penderita stroke dapat dipercaya dan diandalkan untuk dipakai pada penelitian ini.
Reliabilitas pembacaan hasil CTScan kepaia penderita tinggi (nilai
Kappa = 1) dan bermakna secara statistik (p < 00001). Dengan demikian,
hasil pembacaaan CT-Scan kepaia dapat dipercaya dan diandalkan pada
penelitian ini. Pengu-kuran reliabilitas pembacaan hasil CTScan kepaia
pemah pula dilakukan oleh Shinar et al, dengan nilai Kappa =0,90.
Hasil analisis tahap kedua
Hasil penghitungan sensitivitas, spesifisitas, akurasi, dan rasio
kecenderungan positif masing-masing variabel terhadap CT-Scan kepala
untuk menentukan stroke perdarahan intraserebral adalah bervariasi
(TABEL I).
TABEL I. - Distribusi nilai sensitivitas, spesifisitas, akurasi, dan rasio
kecenderungan positif menurut variabel pe-nentu stroke perdarahan
inrraserebral.
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 54
9.
10. Variabel
11. Sens
14. spes
i-
i-
12. tivit
15. fisit
as
17. Akura
si (%)
as
21. positif
13. (%)
16. (%)
22. Penurunan
23. 70
24. 96
25. 87
26. 17,4
27. kesadaran
Nyeri kepala
28. 66.3
29. 97,3
30. 86,5
31. 24,7
32. Muntah
33. 45
34. 97J
35. 79
36. 16.S
38. 21,3
43. 95
39. 98
44. 16.1
40. 71,2
45. 43,7
41. 10,5
46. 1,1
47. Riwayat
hrpertensipenyekil
49. 2,5
50. 91,9
51. 60,7
52. 0,6
54. 8,7
59.
55. 85.9
60.
56. 60,7
61.
57. 0,6
62.
63. pemerikksaan
64. 723
65. 51
66. 58,5
67. 1.5
69. 72,5
70. 75,2
71. 74,2
72. 2,9
48. Jantung
73.
74. Hasil analisis tahap ketiga
75.
80. B
81. S
84. Penurun
85.
86.
an
82. E
87.
83. p
88.
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 55
89. kesadar
90. 3
91. 0
92. 4
93. 0
94. Nyeri
an
95. 4,
96. 0,
97. 62
98. 0,
99. Refleks
kepala
104.BabinskH
100.,
105.
1,53
101.,
106.
0,55
102.7
107.
4,65
103.,
108.
0,01
109.ipenensip
110.
111.
112.
113.
1,18
0,58
3,27
0,05
114.emeriksB = koefisien
regresi
115.
S.H = standard error dari B
116.
Exp (B) = tingkat signifikansi
117.
118. Hasil analisis tahap keempat
119. Dari 3 tes ganda-paraiel yang dilakukan, tes ganda-paralel
yang berisi variabel penurunan kesadaran, nyeri kepala dan refleks
Babinski mem-punyai sensitivitas (95%), spesifisitas (71,8%), akurasi
(79,9%), nilai duga positif (64,4%), nilai duga negatif (97,3%), dan rasio
kecenderungan positif (3,36) tertinggi terhadap pemeriksaan CT-Scan
kepala, dibandingkan de- ngan tes ganda-paralel lainnya.
120. Penurunan
kesadaran
diperoleh
dari
penyelidikan
anatomi
dan
fisiologi
substansia
serentetan
retikularis
yang
KASUS 1
122.
L u m p u h S e b e l a h | 56
KASUS 1
125.
L u m p u h S e b e l a h | 57
Algoritma
ialah
instruksi-instruksi
selangkah
demi
untuk
menentukan
keputasan
menegakkan
diagnosis,
130.
Kel
ompok
variabel
131.
133.
Pen
urunan
Ny
eri kepala
kesadaran
135.
eflex barbinski
136.
137.
138.
139.
140.
141.
142.
143.
144.
145.
146.
147.
148.
149.
150.
151.
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 58
152.
153.
154.
155.
156.
157.
158.
159.
160.
161.
162.
163.
164.
165.
166.
167.
168.
169.
KASUS 1
176.
177.
Jenis
patologis
180.
178.
stroke
183.
185.CT-Scan kcpala)
188.
Kelom
stroke
184.
kecende179.
an
positi
mik
pendarah
ru
ngan
iske
186.
Variabl
e
stroke
Ra
sio
(hasil pemeriksaan
pok
L u m p u h S e b e l a h | 59
189.
akut atau
187.
intraseleb
ri (N)
190.
infark
(N)
192.
193.
194.
195.
26
I196.
200.
2
204.
3
208.
4
212.
S
216.
6
220.
7
14
197.
201.
20
205.
12.
209.
10
213.
10
217.
9
221.
1
1198.
202.
2
206.
1
210.
2
214.
0
218.
1
222.
19
199.,06
203.,62
207.J5
211.I
215.
219.,76
223.12
18
22
9J
oo
16
0,
0,
8224.
4225.
123
226.
227.06
Jumlah
228.
80
149
229.
231.
232.
230.
penting
ditentukan
oleh
rasio
KASUS 1
234.
L u m p u h S e b e l a h | 60
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 61
236.
FARMAKO
TERAPI
237.
masalah kesehatan
utama
pengobatannya.
238.
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 62
serta obat yang melindungi sel saraf (nerve cell protectants) berupa
calsium
channel blockers seperti nimodipine dan beberapa zat yang masih dalam tahap
eksperi-mental.
239.
240.
Hemostasis
pada
pembuluh darah yang cedera. Secara garis besar proses pembekuan darah berjalan
melalui 3 tahap, yaitu:
242.
1. Aktifitas tromboplastin
243.
244.
sampai saat ini telah dikenal 15 faktor (kaskade pembekuan darah tercantum
pada
1.
247.
2.
248.
3.
4.
Adanya
mekanisme
anti
koagulasi
alami
terutama oleh
mencegah
platelet
intravasbekerja
cedera atau dengan platelet lainnya, yang merupakan langkah awal terbentuknya
trombus. Obat anti koagulan mencegah pembentukan fibrin yang merupakan
bahan esensial untuk
pembentukan trombus.
degradasi fibrin dan fibrinogen oleh plasmin sehingga membantu larutnya bekuan
darah.
KASUS 1
251.
L u m p u h S e b e l a h | 63
ANTI TROMBOSIT.
252.
agregasi trombosit
trombus
sehingga
yang terutama
terhambatnya
pembentukan
menyebabkan
ini
adalah
aspirin,
sulfinpirazon, dipiridamol,
bekerja
mengasetilasi
cyclic
enzim
siklooksigenase
endoperoxides.
(TXA-2)
di
Aspirin
dalarn
dan
juga
trombosit,
stroke
dan
TIA
dapat
menurunkan resiko terjadinya stroke, infark jantung non fatal dan kematian
akibat penyakit
kadar
salisilat
dalarn
plasma
tidak
pengosongan
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 64
dalam
antasida
lambung
dapat
memperlambat absorbsinya
mengurangi
iritasi
lambung
tetapi
berulang
pada penderita
yang
koagulan.
264.Kontra indikasi :
265.Hipersensitif terhadap salisilat, asma bronkial, hay fever, polip hidung,
anemi berat, riwayat gangguan pembekuan darah.
266.Interaksi obat:
267.Obat anti koagulan,
heparin,
insulin,
natrium
bikarbonat, alkohol
kehamilan
dianjurkan pula pada wanita menyusui karena disekresi melalui air susu.
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 65
273.Dosis:
274.FDA merekomendasikan dosis: oral 1300 mg/hari dibagi 2 atau 4
kali pemberian. Sebagai anti trombosit dosis 325 mg/hari cukup efektif dan
efek sampingnya lebih sedikit.
275.Perhimpunan
Dokter
Tiklopidin
277. Tiklopidin
adalah
inhibitor agregasi
platelet
yang
bekerja
mengalami stroke
telah
obat ini
Mula kerja
: diabsorbsicepat.
282.
283.
284.
Bioavailabilitas
285.
: > 80%.
KASUS 1
286.
L u m p u h S e b e l a h | 66
Ekskresi
netropeni, trombositopeni),
patologis
gangguan
kelainan
pembekuan
darah
darah,
(misalnya
perdarahan
intrakranial),
Kadang-kadang ecchymosis,
konjunktiva, perdarahan
epistaksis,
gastrointestinal,
hematuria, perdarahan
perdarahan
efektifitasnya. Tidak
gangguan
fungsi
dan
hati
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 67
mg/hari pada
ANTIKOAGULAN
307.
1.
Warfarin
308. Warfarin adalah anti koagulan
vitamin
bekerja
K dari
di
hati
dengan
menghambat
deplesi faktor VII waktu protrombin sudah memanjang. Tetapi efek anti
trombotik baru
mencapai
puncak
setelah
terjadi deplesi
keempat faktor
tersebut. Jadi efek anti koagulan dari warfarin membutuhkan waktu beberapa
hari karena efeknya terhadap faktor pembekuan darah yang baru dibentuk
bukan terhadap faktor yang sudah ada disirkulasi.
309. Warfarin
tidak
mempunyai efek
langsung
terhadap
trombus
yang
telah
meningkatnya resiko
pencegahan
stroke
pendarahan, penderita
kardioembolik. Karena
harus
setelah pemberian.
312.
313.
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 68
314.
315.
ginjal.
316.
317.Farmakodinamik :
318.
319.
320.Indikasi:
321.Untuk
profilaksis
dan pengobatan
komplikasi
tromboembolik yang
katup jantung
berulang
yang tidak
jelas
lebih besar
dari keuntungan yang diperoleh dari efek anti koagulannya, termasuk pada
kehamilan, kecenderungan perdarahan atau blood dyscrasias dll.
324.Interaksi obat :
325.Warfarin
berinteraksi dengan
sangat
banyak
obat
lain
seperti
kuinolon,
sulfonamid,
kloramfenikol,
simetidin,
mual,
diare,
kram
belum
terbukti keamanan
perut,
usia
di bawah
18
tahun
dan
efektifitasnya. Hati- hati bila digunakan pada orang tua. Tidak boleh
diberikan pada wanita hamil karena dapat melewati plasenta sehingga bisa
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 69
menyebabkan perdarahan yang fatal pada janinnya. Dijumpai pada ASI dalam
bentuk inaktif, sehingga bisa dipakai pada wanita menyusui.
330.Dosis:
331.Dosis inisial dimulai
mg/hari. Obat diminum pada waktu yang sama setiap hari. Dianjurkan diminum
sebelum tidur agar dapat dimonitor efek puncaknya di pagi hari esoknya.
Lamanya terapi sangat tergantung pada kasusnya. Secara umum, terapi anti
koagulan harus dilanjutkan sampai bahaya terjadinya emboli dan trombosis
sudah tidak ada. Pemeriksaan waktu protrombin barns dilakukan setiap hari
begitu dimulai dosis inisial sampai tercapainya
stabil
di
waktu
batas terapeutik.
Setelah
tercapai,
pemeriksaan
2.
Heparin
333. Heparin adalah bahan alami yang diisolasi dari mukosa intestinum
porcine atau dari paru-paru sapi. Obat bekerja sebagai anti koagulan dengan
mempotensiasi kerja anti trombin III (AT-III) membentuk kompleks
yang
berafinitas lebih besar dari AT III sendiri, terhadap beberapa faktor pembekuan
darah, termasuk trombin, faktor Ila, IXa, Xa, Xla,dan Xlla. Oleh karena itu
heparin mempercepat inaktifasi faktor pembekuan darah. Hepari'n biasanya
tidak mempengaruhi waktu perdarahan. Waktu pembekuan memanjang bila
diberikan heparin dosis penuh, tetapi tidak terpengaruh bila diberikan heparin
dosis rendah. Heparin dosis kecil dengan AT-III menginaktifasi faktor Xllla dan
mencegah terbentuknya bekuan fibrin
dimonitor dengan
yang stabil.
Penggunaan hefarin
(aPTT) secara
berkala.
334. Penggunaan
Belum ada uji klinis yang memberikan hasil yang konklusif. American Heart
Association merekomendasikan "penggunaan
heparin
tergantung pada
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 70
heparin bisa tidak memperbaiki hasil akhir yang diperoleh pada penderita
stroke iskemik akut ".
335.
Heparin
dapat
diberikan
disertai
rasa
sakit pada
tempat
heparin
sebaiknya ditunda.
336.Farmakokinetik :
Mula kerja : segera pada pemberian IV, 20-60 menit setelah pemberian SK
337.
338.
339.
342.Farmakodinamik :
343.Terikat pada protein plasma secara ekstensif
344.Indikasi :
345.Oasis rendah untuk pencegahan stroke atau komplikasi tromboembolik.
Profilaksis trombosis serebral pada evolving stroke (masih diteliti).
346.Kontraindikasi :
347.Hipersensitif terhadap heparin, trombositopeni berat, perdarahan yang tidak
terkontrol.
348.Interaksi obat :
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 71
nitrogfiserin.
350.Efek samping :
351.Perdarahan, iritasi
menggigil, demam,
lokal,
eritema,
nyeri ringan,
hematom, ulserasi,
kepala, mual,
U atau
lebih setiap
dari 6 bulan
dapat
dianjurkan untuk
pencegahan stroke
dan profilaksis
evolving
355.stroke. Pada pemberian secara SK dimulai dengan 5000 U lalu 5000 U tiap
8-12 jam sampai 7 hari atau sampai penderita sudah dapat dimobilisasi (mana
yang lebih lama). Bila diberi IV, sebaiknya didrips dalam larutan Dekstrose
5% atau NaCIfisiologis
dengan bolus. Sesuaikan dosis berdasarkan basil aPTI (sekitar 1,5 kali nilai
normal). Pada anak dimulai dengan SO U/kgBB IV bolus dengan dosis
pemeliharaan sebesar 100 U/kgBB/4jam perdrips atau 20.000 U/m2/24 jam
dengan infus.
356.
OBAT TROMBOUTIK
357.
melarutkan bekuan
darah
arteri
koronaria.
Walaupun
(misalnya
tissue
activator,
plasminogen
KASUS 1
358.
L u m p u h S e b e l a h | 72
.Ia
membentuk kompleks
mengkatalisis perubahan
aktifator.
plasminogen
bebas
menjadi plasmin. Waktu paruhnya bifasik. Fase cepat 11-13 menit dan fase
lambat 23 menit. Loading dose 250.000 IU per infus selama 30 menit diikuti
dengan 100.000 IU/jam (biasanya selama 24-72 jam).
359.
(fibrinogenolisis dan
NERVE-CELL PROTECTANTS
362. Akhir-akhir ini
sedang
dikembangkan sejumlah
sediaan
yang
antagonists, free
radical
scavengers dan membrane stabilizers telah dicoba pada infark serebri akut.
Sejauh ini hanya nimodipin yang memperoleh rekomendasi dari FDA untuk
profilaksis atau terapi stroke akut karena terbukti menurunkan morbiditas dari
perdarahan sub arakhnoid akut (PSA).
363.
Nimodipin
364. Sebagai calcium
channel
blockers
kerjanya
sama seperti
calcium channel blockers yang lain. Nimodipin mempunyai efek yang lebih besar
pada arteri serebral daripada
yang kuat.
bahwa
untuk
diketahui.
Penelitian
setelah PSA
yang
dilakukan
KASUS 1
L u m p u h S e b e l a h | 73
ischemic deficits bila diberikan sebelum 96 jam mulai serangan dan dilanjutkan
selama 21. hari dengan dosis 60 mg/4 jam. Sedangkan untuk stroke iskemik
akut nimodipin tidak memberikan basil yang baik.
365.
Farmakokinetik :
366.
367.
368.
Bioavailabilitas: diabsorbsi
dengan
cepat,
tetapi
karena
370.
Farmakodinamik :
372.
374.
Pada
gangguan
meningkat.
375.
376.
Indikasi :
377.
Interaksi obat :
379.
380.
Efek samping :
381.
Sering
Penurunan tekanan
KASUS 1
382.
Kadang-kadang
L u m p u h S e b e l a h | 74
Hepatitis,
gatal,
perdarahan
muntah,
headedness, jaundice.
383.
Dosis:
384.
60 mg/4 jam per oral selama 21 hari, sebaiknya 1 jam sebelum atau 2
jam setelah makan. Pemberian pertama harus dimulai sebelum 96 jam terjadi
serangan. Penderita dengan sirosis hati harus diturunkan dosisnya menjadi 30 mg/4
jam dan dimonitor tekanan darah dan nadinya secara ketat.
KASUS 1
385.
L u m p u h S e b e l a h | 75
KEPUSTAKAAN
386.
387.
388.
389.
Chamorro
A, Vila
in Acute
Kelompok
Studi
Serebrovaskuler
&
Neurogeriatri
Perdossi.
392.
393.
394.
KASUS 1
395.
396.
L u m p u h S e b e l a h | 76
397.