HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
KONTRIBUTOR
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
i
iii
vi
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Dasar Hukum
1.3 Sistem Rujukan
1.3.1 Definisi
1.3.2 Pengertian
1.3.3 Jenis Rujukan
1.4 Maksud, Tujuan, dan Sasaran
1.4.1 Maksud
1.4.2 Tujuan
1.4.3 Sasaran
1.5 Analisa Situasi Pelayanan Kesehatan di Jawa Timur
1.5.1 Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
1.5.2 Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua
1.5.3 Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga
1
1
1
3
3
3
4
4
4
4
4
4
5
5
6
BAB II
7
7
7
7
7
9
9
9
9
10
16
16
22
41
47
53
55
57
60
66
70
73
75
78
84
86
vi
91
91
91
101
BAB III
102
102
102
102
103
103
103
103
103
104
104
104
104
105
106
106
106
106
BAB IV
107
107
108
BAB V
109
LAMPIRAN
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena atas
perkenan-Nya buku Pedoman Sistem Rujukan Berbasis Indikasi Medis Provinsi Jawa
Timur
dapat
diselesaikan.
Buku
pedoman
ini
disusun
untuk
menjamin
Hal tersebut
inovasi
dan
terobosan
dalam
penyelengaraannya
yang
(PDPI),
Perhimpunan
Dokter
Spesialis
Patologi Indonesia
(IAPI),
ii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Sistem rujukan merupakan permasalahan yang belum terselesaikan dalam
sistem kesehatan kita. Dalam sistem rujukan yang ideal, pasien mengunjungi
layanan kesehatan tingkat pertama, yang dimulai dari puskesmas dan jaringannya
atau layanan kesehatan tingkat pertama lainnya terlebih dahulu sebelum menuju
ke layanan kesehatan di tingkat kedua ataupun tingkat ketiga, yang terdiri dari
Rumah Sakit kelas D sampai kelas A. Dengan demikian sejak awal pasien dengan
kasus ringan sudah dapat disaring pada layanan kesehatan tingkat dasar dan yang
tidak dapat ditangani di tingkat dasar di rujuk ke layanan kesehatan tingkat
selanjutnya secara berjenjang. Kondisi ini akan membentuk suatu piramida
berjenjang yang mengerucut pada tingkat tertinggi pada Rumah Sakit Kelas A.
Namun dalam praktiknya kondisi ideal ini tidak terjadi dalam pelayanan
kesehatan di Indonesia termasuk di Jawa Timur. Masih banyak dijumpai
menumpuknya pasien pada Rumah Sakit rujukan tingkat ketiga dengan kasuskasus yang sebenarnya bisa diselesaikan di Rumah Sakit tingkat dibawahnya. Hal
ini merupakan permasalahan yang tidak saja merugikan secara finansial tetapi
juga akan berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan serta akan berpengaruh
terhadap capaian kinerja di bidang kesehatan secara keseluruhan.
Beberapa hal yang berpengaruh terhadap pelaksanaan sistem rujukan
adalah:
1. Kebijakan tentang sistem rujukan belum dipatuhi
2. Aksesibilitas yang tidak merata karena masalah geografi
3. Ketimpangan ketersediaan Sumber Daya Kesehatan yang ada
4. Logistik dan bantuan teknis yang tidak memadai
5. Ketimpangan pengetahuan, sikap dan ketrampilan antar tenaga kesehatan
yang tersedia
6. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang sistem rujukan
Dalam kaitan inilah pedoman ini disusun agar terjadi keseimbangan
pelayanan kesehatan antar fasilitas kesehatan, masyarakat mendapatkan
pelayanan sesuai kebutuhannya pada fasilitas kesehatan yang sesuai. Pedoman
ini tidak dimaksudkan untuk mengurangi kewenangan klinis dari dokter spesialis
yang bekerja pada pelayanan kesehatan tingkat lanjutan yang memiliki fasilitas dan
ketrampilan yang lebih kompleks.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008;
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional;
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan
bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan,
fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (ps 15). Selanjutnya dalam pasal
54 ayat 1 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan
non diskriminatif. Ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah
daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut;
Undang - Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dalam pasal
42 disebutkan bahwa: sistem rujukan merupakan penyelenggaraan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara
timbal balik baik vertikal maupun horizontal, maupun struktural dan fungsional
terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan
kesehatan. Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban merujuk pasien yang
memerlukan pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah sakit;
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Kewenangan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 922/MENKES/SK/X/2008 tentang
Pedoman Teknis Pembagian Urusan Pemerintahan bidang Kesehatan antara
Pemerintah, Pemerintah daerah Provinsi, dan Pemerintah daerah
Kabupaten/Kota;
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 340/MENKES/ PER/III/ 2010
tentang Klasifikasi Rumah Sakit;
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1438/Menkes/PER/IX/2010 tentang
Standar Pelayanan Kedokteran menyebutkan bahwa Standar Pelayanan
Kedokteran meliputi Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK) dan
Standar Prosedur Operasional (SPO). Untuk PNPK bersifat nasional dibuat
oleh profesi ditetapkan oleh menteri sedangkan SPO dibuat dan ditetapkan
oleh pimpinan di fasilitas kesehatan;
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 028/MENKES/SK/I/2011 tentang
Klinik Rawat Inap Pelayanan Medik Dasar;
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 2052/MENKES/PER/X/2011
tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 001/MENKES/PER/I/2012 tentang
Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan disebutkan bahwa sistem
rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggungjawab pelayanan
kesehatan secara timbal baik baik vertikal maupun horizontal.
Sistem Rujukan
1.3.1. Definisi
Rujukan merupakan suatu rangkaian kegiatan sebagai respon
terhadap ketidak mampuan suatu pusat layanan kesehatan atau
fasilitas kesehatan dalam melaksanakan tindakan medis terhadap
pasien. Sistem rujukan merupakan suatu mekanisme pengalihan atau
pemindahan pasien yang terjadi dalam atau antar fasilitas kesehatan
yang berada dalam suatu jejaring. Dalam arti yang lebih luas, rujukan
dapat dimulai dari tingkat masyarakat sampai ke tingkat layanan
kesehatan tersier dan sebaliknya (two-way referral) maupun rujukan
antar institusi dalam fasilitas kesehatan tersebut. Sedangkan yang
dirujuk dapat pasiennya sendiri maupun layanan penunjang lainnya.
1.3.2. Pengertian
1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu layanan yang mencakup
diagnosa dan pengobatan penyakit, atau promosi, pemeliharaan
dan pemulihan kesehatan.
2. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan
dan gawat darurat
3. Klasifikasi Rumah Sakit adalah pengelompokan kelas rumah sakit
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan.
4. Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan
kesehatan dasar yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi di
puskesmas, puskesmas perawatan, tempat praktik perorangan,
klinik pratama, klinik umum di balai/lembaga pelayanan
kesehatan, dan rumah sakit pratama.
5. Pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan
spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi
spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi
kesehatan spesialistik.
6. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan
subspesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi
kesehatan subspesialistik.
7. Sistem
Rujukan
Pelayanan
Kesehatan
merupakan
penyelenggaraan
pelayanan
kesehatan
yang
mengatur
Bab II
PERSYARATAN PELAYANAN KESEHATAN
2.
3.
4.
Jenis Pelayanan
1.
2.
3.
4.
Sarana Klinik Pratama Rawat Inap seperti klinik pratama rawat jalan
ditambah ruang rawat inap dengan tempat tidur minimal 5 (lima) dan
maksimal sebanyak 10 (sepuluh).
5.
6.
Prasarana Puskesmas dan klinik meliputi antara lain instalasi air, intalasi
listrik, instalasi sirkulasi udara, sarana pengolahan limbah, pencegahan dan
penanggulangan kebakaran dan sarana lainnya sesuai kebutuhan. Untuk
Puskesmas maupun Klinik Pratama Rawat Inap dilengkapi dengan
ambulance. Beberapa peralatan medis dan non medis di Puskemas, Klinik
maupun di Praktik Perorangan harus memenuhi standar mutu, keamanan dan
keselamatan dan untuk peralatan medis harus memiliki izin edar, diuji dan
dikalibrasi secara berkala sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.1.4. Kemampuan Pelayanan Medis
Kemampuan pelayanan medis di pelayanan kesehatan tingkat pertama
mengacu pada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Tahun 2006 dan Pedoman
Pengobatan Dasar di Puskemas.
Jenis
Pelayanan
RS Kelas D
RS Kelas C
RS Kelas B
Spesialis
Dasar5
minimal 2
dokter
spesialis
dasar tetap
masing
masing
minimal 1
orang
masingmasing
minimal 2
orang
masing
masing
minimal 1
orang
masingmasing
minimal 1
orang
kurang dari
8 spesialis
lain
kurang dari 2
subspesialis
4
5
6
7
2.
10
3.
4.
5.
6.
Permenkes 1778/Menkes/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensif Care Unit (ICU) di RS
11
8.
9.
12
11.
13
rawat inap, rawat jalan serta rujukan dari rumah sakit umum lain,
Puskesmas atau Dokter Praktek Swasta. Pemeriksaan laboratorium
meliputi :
- Patologi klinik (Hematologi, analisa urine dan tinja, kimia klinik,
serologi/ immunologi, Mikrobiologi (secara terbatas).
- Diagnostik patologi, melakukan pemeriksaan lengkap untuk
histopatologi, potong beku, sitopatologi dan sitologi.
- Forensik dapat melakukan perawatan mayat dan bedah mayat.
Pelayanan laboratorium tersebut dilengkapi pula oleh fasilitas sebagai
berikut:
- Blood Sampling dan Bank Darah
- Administrasi penerimaan spesimen
- Gudang regensia & bahan kimia
- Fasilitas pembuangan limbah
- Perpustakaan, atau setidaknya rak-rak buku
12.
13.
14.
15.
14
- Penerimaan
Mencatat linen yang diterima dan telah terpilah antara
infeksius dan non-infeksius.
Linen dipilah berdasarkan tingkat kekotorannya.
- Pencucian
Menimbang berat linen untuk menyesuaikan dengan
kapasitas mesin cuci dan kebutuhan deterjen dan
desinfektan.
Membersihkan linen kotor dari tinja, urin, darah, dan
muntahan kemudian merendamnya dengan menggunakan
desinfektan.
Mencuci dikelompokkan berdasarkan tingkat kekotorannya.
- Pengeringan
- Penyetrikaan
- Penyimpanan
Linen harus dipisahkan sesuai dengan jenisnya.
Linen baru yang diterima ditempatkan di lemari bagian
bawah.
Pintu lemari selalu tertutup.
- Distribusi dilakukan berdasarkan kartu tanda terima dari petugas
penerima, kemudian petugas menyerahkan linen bersih kepada
petugas ruangan sesuai kartu tanda terima.
- Pengangkutan
Kantong untuk membungkus linen bersih harus dibedakan
dengan kantong untuk membungkus linen kotor.
Menggunakan kereta dorong yang berbeda warna dan
tertutup antara linen bersih dan linen kotor. Kereta dorong
harus dicuci dengan desinfektan setelah digunakan
mengangkut linen kotor.
Waktu pengangkutan linen bersih dan kotor tidak boleh
dilakukan bersamaan.
Linen bersih diangkut dengan kereta dorong yang berbeda
warna.
Rumah Sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri,
pengangutannya dari dan ke tempat laundry harus
menggunakan mobil khusus.
16.
15
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Abscess
Actinomycosis
Acute abdomen
Acute bronchiolitis due to resiratory syncytial
virus
Acute bronchitis, unspecified
Acute laryngitis
Acute lymphadenitis, unspecified
Amebiasis
Anemia
Allergy, unspecified
Apnea attacks
16
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Ascariasis
Aspiration pneumonia
Bell`s palsy
Bronchitis, not specified as acute or chronic
Bronchopneumonia, unspecified
Bronchopulmonary dysplasia
Candidal stomatitis
Caput succedaneum/cephalhaematoma due to
birth injury
Cellulitis, unspecified
Cerebral palsy
Chancroid
Child of diabetic mother
Cholera
Chromoblastomycosis
Chronic pharyngitis
Chronic serous otitis media
Chronic viral hepatitis, unspecified (hepatitis
kronik)
Colic abdomen
Conjuctivitis
Conjunctivitis due to adenovirus (h13.1*)
Constipation
Dehydration
Dengue fever
Dengue hemorrhagic fever (DHF)
Dermatitis herpetiformis
Dermatitis, unspecified
17
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Diphteria
Dysentry bacilli
Dyspepsia
Encephalitis
Epilepsi
Epilepsy, unspecified
Febris
Filariasis
Food allergy
Gastritis, unspecified
Gastro-enteritis
Gastro-enteritis dengan dehidrasi
Gastrointestinal tularaemia
Giardiasis
Gonorrhea
Granuloma inguinale
Hepatitis
Herpes simplex
Herpes zoster
HIV disease resulting in mycobacterial infection
18
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Hookworm diseases
Hydrocele, unspecified
Hydrocephalus, unspecified
Hypoglycemia
Hypospadias, unspecified
Hypothermia
Ichthyosis vulgaris
Ileus
Ileus paralitik
Jaundice of newborn
Leptospirosis
Maduromycosis
Malaria
Marasmus
Kernicterus
Kwashiorkor
Malabsorbsion
Meningitis
Meningitis in bacterial diseases classified
elsewhere
Meningitis in mycoses
Mental retardation
Morbilli
Motor neuron disease
Mumps
Nasopharyngitis
Necrotizing enterocolitis
Neonatal convulsion
Neonatal, berat badan lahir >2499 grams
dengan anomali mayor atau kondisi herediter
ringan
Neonatal, berat badan lahir >2499 grams
dengan kongenital/infeksi perinatal
Neonatal, berat badan lahir >2499 grams
dengan sindroma aspirasi
Neonatal, berat badan lahir >2499 grams tanpa
prosedur mayor
19
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Nonspecific urethritis
Osteomyelitis
Peritonitis pancreatitis
Peritonitis tuberculosis
Pertussis
Plague (pes)
Pneumo thorax
Poliomyelitis
Rabies
Respiratory stress syndrome
Respiratory tuberculosis unspecified, without
meantion of bacteriological or histological
confirmation
Rheumatic fever
Scabies
Schistosomiasis
Septicemia
20
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Sialadenitis
Sinusitis, otitis media, mastoiditis, pertonsilar
Staphylococcal bacteremia
Staphylococcal pneumonia
Strongyloidiasis
Syphilis
Taeniasis
Toxoplasmosis
Toxoplasmosis, unspecified
Tetanus
Trichomoniasis
Tuberculosis kutis
Tuberculosis of lung, confirmed by sputum
microscopy with or without culture
Tuberculosis of skin and subcutaneous tissue
Typhoid fever
Urticaria, unspecified
Varicella
Vasomotor rhinitis
Viral gastroenteritis
Vitamin deficiencies
Vitamine K defficiency
21
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
**
22
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
23
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
24
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
25
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
**
26
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
**
**
**
**
**
27
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
28
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
*
*
29
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
**
*
*
*
*
**
**
**
30
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
**
**
**
**
**
**
**
**
**
31
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
32
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
33
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
34
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
35
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
36
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
BEDAH UROLOGI
Batu Buli - Buli ( Sectio Alta )
Batu Ginjal
Batu Ureter
Bilateral Orchidectomy
37
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
38
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
39
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
40
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Abortus
Abortus Eminent
Abortus Incomplet
Abortus Mengancam
Ancaman Keguguran
Antepartum Disorders
Biopsi
Blighted Ovarium
Blighted Ovum And Nonhydatidiform Mole
Bouginasi Anus
Bouginasi Vagina
Cistektomi
Conceptus / Blighted Ovum
Cryo Therapy
Curettage
41
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Curettage Molahidatidosa
Cystectomy
Debulking
Douglass Pungtie
Ekstraksi IUD
Ekstraksi Pessarium
Endometriosis Of Uterus
Explorasi Vagina
Gangguan Antepartum
42
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Hyperemesis Gravidarum
Hysterectomy
Hysterectomy Pervaginam
Hysterectomy Vaginal
Hysterectomy Whartheim
Insersi IUD
Insersi Pessarium
Insisi Hymen
Kauterisasi Cervix
Kelainan Gynecology
Kista Ovarii
Kistectomy
Laparaskopi Diagnostik
Laparaskopi Operatif
Laparatomy
Martitis
Minilaparatomy
Mioma Uteri
43
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
MOW
Neoplasma Ganas Plasenta
Oovorectomy
Operasi Perineum
Other Destruction Or Occlussion Of Fallopian
Tubes
Ovarektomi
Partus Gemelli
Pasang Implant
Pasang Laminaria
44
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Placenta Manual
Placenta Previa
Polyp Of Vagina
Postmenopausal Bleeding
Postpartum Disorders
Pre Eklampsi
Prolap Uterus
Purandare
Retensio Placenta
Salphingo Oophorectomy
Salpingektomy
Salpingitis And Oophoritis, Unspecified
Salpingo Oovorektomi
Secondary Amenorrhoea
Secondary Dysmenorrhoea
Secondary Oligomenorrhoea
Sectio Caesaria
45
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Tampon Vagina
Tubektomy Minilaparotomy
Vaginal Reconstruction
Vagino Plasty
46
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
47
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
48
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
49
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
50
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
51
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
52
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
53
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
54
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
55
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
56
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
57
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
58
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
59
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Adherent Leukoma
Amblyopia Ex Anopsia
Anterior/Posterior Skleretomi
Aphakia
Aplikasi Cryo
Auto Refraktometer
Biometri
Biopsi Adnexa
Blefroplasty
Blepharitis
Ca Conjungtiva/ Extraksi/Local Anastesi
Cataract
Chalazion
Chorioretinal Scars
Chronic Iridocyclitis
Congenital Ptosis
Conjunctiva Benign Neoplasm
Conjunctival Haemorrhage
Conjunctivitis
Conjunctivitis, Unspecified
Corneal Ulcer
60
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Dakriorinostomi *
Diabetic Retinopathy
Diplopia
Eksenterasi Orbita
Eksisi Calazion
Eksisi Hordiolum
Eksisi Pterigium
Eksisi Pterygium, Lesi, Konjungtiva
Eksisi Xanthelasma
Eksplorasi Bola Mata
Ekstirpasi Corpus Alienum Kornea
Ekstirpasi Granuloma
Ekstirpasi Lithiasis
Ekstirpasi Nevus Conjunctiva/ Cornea
Ekstirpasi Pterigyum
Ekstraksi Pteregium
Elektro Epilasi
Endophtalmitis
Enukleasi
Ekstraksi Gram
61
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Episcleritis
Eviscerasi
Exophthalmic Conditions
Flap Conjunctiva
Focal Chorioretinal Inflammation
Hypermetropia
Incisi Chalazion Hordeolum, Abses Palbebra,
Granuloma Palpebra
Incisi Cornea
Iridectomi
Iridektomi (Operatif/Laser) *
62
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Irigasi Mata
Ischihara Test
Keratitis
Keratitis, Unspecified
Keratoplasti*
Keratosis
Koreksi Entropion
Koreksi Symblepharon
Lagophthalmos
Lithiasis ODS
Mucopurulent Conjunctivitis
Myopia
Nd - Yag Laser Pada Posterior Capsular
Ophacity (PCO) *
Orbitotomi Lateral *
Other Endophthalmitis
Other Keratitis
Papilloedema, Unspecified
63
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Phacoemulsifikasi
Presbyopia
Presence Of Intraocular Lens
Probing DNL
Psedopakia
Pseudopamia
Purulent Endophthalmitis
Recontruksi Palpebra
Refraksi
Reposisi Iris
Reposisi Palpebra
Scleritis
Skraping Cornea
Snellen Test
64
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Strabismus Koreksi *
Tarsotomi
Threk Mirror Goloman (TMG)
Trabekulectomy
Trachoma
Trauma Mata
Uveitis
Vitrektomi Anterior
65
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
66
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
67
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
68
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
69
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
70
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
71
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
72
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
73
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
74
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
75
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
76
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
77
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
78
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
79
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
80
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
81
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
82
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
83
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
84
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
85
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
86
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
87
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
88
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
89
RS
RS
RS
KELAS B KELAS C KELAS D
Catatan: Semua tindakan harus sesuai dengan kompetensi dokter gigi / dokter gigi spesialis
yang bersangkutan
Untuk melengkapi kemampuan pelayanan medis ini, juga dilampirkan rekapitulasi klasifikasi
ICD yang didapatkan dari file TXT INA CBGs pada RSUD kelas B, C dan D se Jawa Timur
mulai Januari tahun 2011 sampai dengan Juni 2012.
Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2 Rekapitulasi Klasifikasi ICD pada buku
pedoman ini.
90
2.
No
Jenis
Pelayanan
Spesialis
penunjang
Spesialis lain
Subspesialis
RS Kelas B
masingmasing
minimal 2-3
orang
masingmasing
minimal 1-2
orang
minimal ada
8 tenaga
medis
pelayanan
spesialistik
lain
minimal 2
subspesialis
RS Kelas A
Lengkap,
masingmasing
minimal 6
orang
Lengkap,
masingmasing
minimal 2
orang
Lengkap,
masingmasing
minimal 3
orang
Lengkap,
minimal 13
subspesialis
2.3.3.
Klinik spesialistik lain terdiri dari Klinik Penyakit Mata, Klinik Telinga
Hidung dan Tenggorokan (THT), Klinik Gigi dan Mulut, Klinik Penyakit
Kulit dan Kelamin, Klinik Penyakit Saraf, Klinik Kesehatan Jiwa, Klinik
Rehabilitasi Medik, Klinik Jantung dan Pembuluh Darah, Klinik Paru,
Klinik Bedah Saraf, Klinik Ortopedi, Klinik Kanker, Klinik Nyeri, Klinik
Geriatri, Klinik Fertilisasi, Klinik Gizi, dll
3.
91
Jenis Spesialistik
Pelayanan Subspesialistik
Spesialis Anak
Alergi
Imunologi,
Endokrinologi,
Gastroenterologi, Nutrisi dan Metabolik,
Hematologi
dan
Onkologi,
Hepatologi,
Kardiologi,
Nefrologi,
Neurologi,
Gawat
Darurat, Pencitraan Anak, Infeksi Tropis,
Perinatologi, Respirologi, Tumbuh Kembang
Spesialis Bedah
Spesialis Obgyn
Fetomaternal,
Obsgin
sosial,
Onkologi
Ginekologi, Imunoendokrinologi, Uroginekologi,
Kesehatan reproduksi
Spesialis Mata
Spesialis THT-KL
Spesialis Radiologi
Neuro
radiologi,
chect
radiologi,
gastroenterologi, uro radiologi, interventional
radiologi, female oncology, kedokteran nuklir,
muskuloskeletal,
pediatric
radiology,
emergency radiology
Neuromuskuler,
muskuloskeletal,
kardiorespirasi, geriatri, olah raga
pediatri,
92
Spesialis Urologi
Spesialis Paru
Spesialis Saraf
4.
93
6.
7.
94
8.
9.
10.
11.
95
12.
13.
96
Perawatan/pengawetan mayat
Visum et repertum mayat
Visum et repertum korban hidup
Medikolegal
Pemeriksaan histopatologi forensik
Pemertiksaan serologi forensik
Pemeriksaan forensik lain
Toksikologi forensik
Pelayanan laboratorium tersebut dilengkapi pula oleh fasilitas
berikut :
Blood Sampling
Administrasi penerimaan spesimen
Gudang regensia & bahan kimia
Fasilitas pembuangan limbah
Perpustakaan, atau setidaknya rak-rak buku
14.
15.
16.
97
17.
18.
98
99
20.
21.
100
101
BAB III
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR RUJUKAN
Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk dirujuk. Adapun kriteria
pasien yang dirujuk adalah bila memenuhi salah satu dari:
1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.
2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak mampu
diatasi.
3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi pemeriksaan
harus disertai pasien yang bersangkutan.
4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
3.1.
102
7. Menyiapkan
sarana
transportasi
dan
sedapat
mungkin
menjalin
3.3.
Pelayanan
Kesehatan
yang
menerima
rujukan
wajib
103
a. Sesudah
pemeriksaan
medis,
diobati
dan
dirawat
tetapi
anjuran
tindakan
yang
disampaikan
oleh
fasilitas
104
Alur Rujukan
Masyarakat
Alur rujukan non emergency
Alur rujukan emergency
105
3.6.
3.7.
3.8.
3.9.
106
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
IV.1. PENCATATAN
1. Pencatatan kasus rujukan menggunakan 1 (satu) Buku Registrasi Rujukan, dimana
setiap pasien rujukan yang diterima dan yang akan dirujuk dicatat dalam buku register
rujukan di setiap unit fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes).
2. Baik fasilitas pelayanan kesehatan pengirim maupun fasilitas pelayanan kesehatan
penerima rujukan, mencatat semua kegiatan pelayanan pada pasien dengan
kegawatdaruratan medik rujukan, pelayanan yang diberikan di tempat ataupun dirujuk
ke fasilitas rujukan lainnya.
3. Setiap data yang diperoleh, mulai tindakan / pelayanan yang sudah dilaksanakan
sampai follow-up atas kemajuan ataupun kemunduran yang terjadi pada setiap pasien
dicatat pada rekam medik pasien yang bersangkutan.
4. Menganalisis setiap kasus yang dilayani guna mengevaluasi secara mandiri,
kemampuan fasilitas baik dari aspek kemampuan sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, dan sumber daya pendukung lainnya.
Data yang diharapkan dapat direkapitulasi adalah data kelahiran, morbiditas, mortalitas,
10 Penyakit Terbanyak dan Cause of Death untuk kasus-kasus Death on Arrival ( DoA ).
Khusus untuk DoA kelak akan dievaluasi hubungannya dengan proses merujuk dengan
tujuan memperbaiki sistem rujukan ini dari waktu ke waktu. Selain itu data juga akan
dipergunakan untuk menghitung anlisa efektivitas biaya (cost-effectiveness analysis).
Diharapkan sistem ini dapat dinilai untuk kemudian diperbaiki dari waktu ke waktu.
107
IV.2. PELAPORAN
1. Alur Pelaporan
Alur pelaporan harus terintegrasi dengan sistem pelaporan Puskesmas maupun Rumah
Sakit.
Fasyankes
Tingkat I
Fasyankes
Tingkat II
Fasyankes
Tingkat III
Kementerian Kesehatan
2. Bentuk Pelaporan
Formulir yang digunakan untuk mencatat pengiriman rujukan pasien berisi data pasien,
keluarga pendamping, diagnosa rujukan, informed consent, kegawatdaruratan pasien,
tenaga dan alat yang menyertai selama proses pendampingan, waktu rujukan, tempat
tujuan rujukan (lihat lampiran formulir register pengiriman rujukan pasien).
3. Analisis dan Umpan Balik
Secara rutin setiap fasilitas pelayanan kesehatan melaporkan kasus rujukan kepada
Dinas Kesehatan setempat sesuai dengan stratanya. Selanjutnya Dinas Kesehatan
Provinsi, dan Dinas Kabupaten / Kota membuat umpan balik kepada fasilitas kesehatan.
Hasil analisis dapat dipergunakan untuk memperbaiki sistem yang ada serta membuat
kebijakan di bidang kesehatan.
108
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
109
yang akan menerima pasien guna untuk memastikan bahwa fasilitas pelayanan
kesehatan dapat, siap dan mampu menerima pasien yang akan dirujuk.
Saat melakukan rujukan pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan, harus
dilakukan dengan menggunakan format rujukan (seperti terlampir) yang telah diisi
diagnosa dari fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk dan ditanda tangani oleh
petugas yang berwenang.
3. Kegiatan pemantauan dan penilaian pembiayaan dilaksanakan melalui:
- Pemantauan klaim pembiayaan kesehatan yang dilaksanakan oleh pelayanan
kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga.
- Pemantauan tingkat utilisasi dari sarana dan prasarana pada pelayanan kesehatan
tingkat pertama, kedua dan ketiga.
- Evaluasi perencanaan perawatan pasien / clinical pathway
110
KONTRIBUTOR
PENYUSUN
1.
2.
3.
iii
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
ORGANISASI PROFESI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
iv
16.
17.
18.
19.
TIM EDITOR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.