aspx
perawatan pasien di rumah sakit gangguan jiwa. Mereka menjadi lebih terbuka dan
mau mengadakan kontak dengan para dokter, perawat, dan terapisnya. Masa
perawatannya di rumah sakit pun dapat dipersingkat, karena sering kali
pengobatannya dapat secara ambulan, artinya poliklinis, di rumahnya sendiri.
Resosialisasinya dalam masyarakat juga beriangsung lebih lancar. Meskipun
demikian, psikofarmaka ternyata tidak dapat menggantikan seluruhnya terapi kIasik,
seperti ECT pada keadaan depresi tertentu.
Psikofarmaka dalam arti sempit yang terutama digunakan untuk penanganan
gangguan jiwa, dapat digolongkan dalam 2 kelompok besar yakni :
a. Antipsikotika, juga disebut neuroleptika atau major tranquillizers, yang bekerja
antipsikotik dan sedative. Obat ini digunakan khusus untuk bermacam-macam
psikose (antara lain schizofrenia) dan mania.
b. Antidepresiva, yang berdaya memperbaiki suasana murung dan putus asa dan
terutama digunakan pada keadaan depresi, panic, dan fobia.
Klasifikasi. Ada ratusan penyakit jiwa dan gangguan perilaku, yang tidak
mudah didiagnosa. Untuk memudahkan dan menstandarisasi diagnosa, lazimnya
digunakan klasifikasidari APA (American Psychiatric Association) dalam buku
pedomannya DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi
ke-4, 1996). Dalam DSM IV ini diberikan definisi dan kriteria seksama dari semua
gangguan psikiatris.
Di bawah ini diberikan ringkasan singkat dari sejumlah.gangguan jiwa
terpenting yang berkaitan dengan psikose.
a.
Psikose didefinisikan sebagai gangguan jiwa yang sangat merusak akal budi dan
pengertian (insight), timbulnya pandangan yang tidak realistis atau bizar (aneh),
mempengaruhi kepribadian dan mengurangi berfungsinya si penderita. Gejala
psikotis mencakup waham (pikiran khayali), halusinasi, dan gangguan berpikir formil
(tak dapat berpikir riil), yang sering kali disebabkan oleh schizofrenia. Psikose dapat
diobati dengan antipsikotika (1).
b.
Neurose termasuk gangguan jiwa tanpa gejala psikotis. Kepribadian pasien relatif
kurang dirusak dan kontak dengan realitas tidak terganggu. Gangguan jiwa ini dapat
dianggap sebagai bentuk berlebihan dari reaksi normal terhadap situasi dan kejadi aan dengan penuh stress. Gejalanya dapat disebut kegelisahan, cemas, murung,
mudah tersinggung, dan pelbagai perasaan tidak enak di tubuh. Penyakit ini dapat
ditanggulangi dengan tranquillizers.
c.
keras
/narkotika,
penyalahgunaan,
mengendarai
mobil
secara
Schizofrenia (4,5,6).
Schizofrenia merupakan gangguan jiwa yang dalam kebanyakan kasus
bersifat sangat serius, berkelanjutan, dan dapat mengakibatkan kendala sosial,
emosional, dan kognitif (pengenalan, pengetahuan, daya membedakan; Lat.
cognitus = dikenali). Akan tetapi, ada pula banyak varian lain yang kurang serius.
Schizofrenia adalah penyebab terpenting gangguan psikotis, di mana periode
psikotis diselingi periode 'normal', saat pasien bisa berfungsi baik. Mulainya penyakit
sering kali secara menyelinap, adakalanya juga dengan mendadak. Pada pria,
biasanya timbul antara usia 15-25 tahun, jarang di atas 30 tahun, sedangkan pada
wanita antara 25-35 tahun.
Penyebabnya
masih
belum
diketahui,
mungkin
berkaitan
dengan
atau
pengalaman
(WHO,
1966).
Sebenarnya
psikotropik
baru
khusus
mempelajari
psikofarmaka
atau
psikotropik.
Psikofarmakologi
sendiri belum jelas. Psikotropik hanya mengubah keadaan jiwa penderita sehingga
lebih kooperatif dan dapat menerima psikoterapi dengan lebih baik.
Dewasa ini terapi renjatan Iistrik (ECT, electro convulsive therapy) masih
digunakan dalam psikiatri, terutama untuk mengatasi depresi hebat dengan
kecenderungan bunuh diri. Biasanya ECT Iebih cepat menghilangkan depresi
daripada obat. Keuntungan penggunaan obat ialah pemberiannya Iebih mudah,
dapat digunakan untuk pengobatan masal, relatif murah (penderita tidak
memerlukan perawatan di rumah sakit) dan pemberiannya dapat dilaksanakan lebih
cepat pada penderita yang tidak kooperatif.
Berdasarkan penggunaan klinik, psikotropik dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
(1) Antipsikosis (major tranquilizer, neuroleptik) ;
(2) Antiansietas (antineurosis, minor tranquilizer) ;
(3) Antidepresin; dan
(4)Psikotogenik (psikotomimetik, psikodisleptik, halusinogenik).
Neuroleptik
bermanfaat
pada
terapi
psikosis
akut
maupun
kronik.
penyakit jiwa hebat tanpa keinsafan sakit pada pasien, misalnya penyakit
schizofrenia ("gila") dan psikosis mania-depresif.
Minor tranquillizers adalah anksiolitika yang digunakan pada gangguan kecemasan dan pada gangguan tidur, seperti hipnotika.
Khasiat fisiologi dan penggunaan
Antipsikotika memiliki sejurnlah kegiatan fisiologi, yakni:
a.
Antipsikotis. Obat-obat ini digunakan untuk gangguan jiwa dengan gejala psikotis,
seperti schizofrenia, mania, dan depresi psikotis. Di samping itu, obat-obat ini digunakan untuk menangani gangguan perilaku serius pada pasien demensia dan
dengan handikap rohani, juga untuk keadaan gelisah akut (excitatio) dan penyakit
lata (p. Gilles de la Tourette).
b.
Anxiolitis, yaitu mampu meniadakan rasa bimbang, takut, kegelisahan, dan agresi
yang hebat. Oleh karena itu, adakalanya obat ini digunakan dalam dosis rendah
sebagai minor tranquillizer pada kasus-kasus besar, di mana benzodiazepin kurang
efektif,
misalnya
pimozida
dan
thioridazin.
Berhubung
efek
sampingnya,
d.
terutama dicapai pada dosis lebih tinggi, dan dosis rendah berguna pada psikose
dengan terutama simtom negatif.
b. Klozapin: ikatannya pada reseptor-D2 agak ringan (ca 20%) dibandingkan obat-obat
klasik (60-75%). Namun, efek antipsikotisnya kuat, yang bisa dianggap paradoksal.
Namun, afinitasnya pada reseptor lain dengan efek antihistamin, antiserotonin,
antikolinergis, dan antiadrenergis adalah relatif tinggi. Menurut perkiraan, efek
baiknya dapat dijelaskan oleh blokade kuat dari reseptor-D2, -D4 dan -5HT2.
Blokade reseptor muskarin dan -D4 diduga mengurangi GEP, sedangkan blokade
SHT2 meningkatkan sintesa dan pelepasan dopamin di otak. Hal ini meniadakan
sebagian blokade D2, tetapi mengurangi risiko GEP.
c. Risperidon juga terutama menghambat reseptor -D2 dan 5HT2, dengan perbandingan afinitas 1 ; 10, juga dari reseptor a1, -a2, dan H1. Blokade a1 dan a2 dapat
menimbulkan masing-masing hipotensi dan depresi, sedangkan blokade H1
berkaitan dengan sedasi.
d. Olanzapin menghambat semua reseptor-dopamin (D1 s/ d D5) dan reseptor H1, 5HT2, adrenergis, dan kolinergis, dengan afinitas lebih tinggi untuk reseptor 5-HT2
dibandingkan D2.
e. Reboxetin (Edronax) yang secara selektif menghambat reuptake noradrenalin, pada
paruh tahun 1997 dipasarkan di Inggris.
Efek samping
SejumIah efek samping serius dapat membatasi penggunaan antipsikotika
dan yang paling sering terjadi adalah:
Gejala ekstrapiramidal (GEP), yang bertalian dengan daya antidopaminnya dan bersifat
kurang berat pada senyawa butirofenon, butilpiperidin, dan obat atypis. GEP dapat
berbentuk sebagai berikut:
v Parkinsonisme (gejala penyakit Parkinson): hipokinesia (daya gerak berkurang,
berjalan langkah demi langkah), dan kekakuan anggota tubuh, kadang-kadang
tremor tangan dan keluar liur berlebihan. Gejala lainnya "rabbit-syndrome" (mulut
membuat gerakan mengunyah, mirip kelinci), yang dapat muncul setelah beberapa
minggu atau bulan. Terutama pada dosis tinggi dan lebih jarang pada obat-obat
dengan kerja antikolinergis. Insidensinya 2-10%.
v Dystonia akut: kontraksi otot-otot muka dan tengkuk, kepala miring, gangguan
menelan, sukar bicara, dan kejang rahang. Guna menghindarkannya, dosis harus
dinaikkan dengan perlahan, atau diberikan antikolinergika sebagai profilaksis.
v Akathisia: selalu ingin bergerak, tidak mampu duduk diam tanpa menggerakkan kaki,
tangan, atau tubuh (Vun. kathisis = duduk, a = tidak, tanpa). Ketiga GEP di atas
dapat dikurangi dengan menurunkan dosis dan dapat diobati dengan antikolinergika.
Akathisia juga dapat diatasi dengan propranolol atau benzodiazepin.
v Dyskinesia tarda: gerakan abnormal tak-sengaja, khususnya otot-otot muka dan mulut
(menjulurkan lidah), yang dapat menjadi kekal. Gejala ini sering muncul setelah 0,53 tahun dan berkaitan antara lain dengan dosis kumulatif (total) yang telah diberikan.
Resiko efek samping ini meningkat pada penggunaan lama dan tidak tergantung dari
dosis, juga lebih sering terjadi pada lansia; insidensinya tinggi (10-15%). Gejala ini
lenyap dengan menaikkan dosis, tetapi kemudian timbul kembali secara lebih hebat.
Antikolinergika juga dapat memperhebat gejala tersebut. Pemberian vitamin E dapat
mengurangi efek samping ini (5).
v Sindroma neuroleptika maligne berupa demam, kekakuan otot, dan GEP lain,
kesadaran menurun dan kelainan-kelainan SSO (tachycardia, berkeringat, fluktuasi
tekanan darah, inkontinensi). Gejala ini tak tergantung pada dosis, terutama terjadi
pada pria muda dalam waktu 2 minggu dengan insidensi 1 %. Diagnosanya sukar,
tetapi bila tidak ditangani bisa berakhir fatal.
Galaktorrea (banyak keluar air susu), juga akibat blokade dopamin, yang identik
dengan PIF ( Prolactine Inhibiting Factor). Sekresi prolaktin tidak dirintangi lagi,
kadarnya meningkat dan produksi air susu bertambah banyak.
Sedasi, yang bertalian dengan khasiat antihistamin, khususnya klorpromazin,
thioridazin, dan klozapin. Efek sampingnya ringan pada zat-zat difenilbutilamin.
Hipotensi ortostatis akibat blokade reseptor -adrenergis, misalnya klorpromazin,
thioridazin, klozapin, dan pipamperon.
Efek antikolinergis akibat blokade reseptor muskarin, yang bercirikan antara lain mulut
kering, penglihatan guram, obstipasi, retensi kemih, dan tachycardia, terutama pada
lansia. Efeknya khusus kuat pada klorpromazin, thioridazin, dan klozapin.
Efek antiserotonin akibat blokade reseptor-5HT, yang berupa stimulasi nafsu makan
dengan akibat naiknya berat badan dan hiperglikemia.
Gejala penarikan dapat timbul, meskipun obat-obat ini tidak berdaya adiktif. Bila
penggunaannya dihentikan mendadak dapat timbul sakit kepala, sukar tidur, mual,
muntah, anorexia, dan rasa takut. Efek ini terutama pada obat-obat dengan kerja
antikolinergis. Oleh karena itu, penghentiannya selalu perlu secara berangsur.
efek lainnya. Akhirnya masih ada beberapa efek samping yang karakteristik bagi obatobat tertentu, yakni:
v fenotiazin: sering kali reaksi imunologis, seperti fotosensibilisasi, hepatitis, dan kelainan
darah dan dermatitis alergis, jarang pada zat-zat thioxanten. Efek lainnya berupa
kelainan mata dengan endapan pigmen di lensa dan cornea, serta retinopati pada
thioridazin (dosis di atas 800 mg/hari).
v klozapin: dapat menimbulkan agranulocytose (1-2%), juga bradycardia, hipotensi
ortostatis, dan berhentinya jantung.
Kehamilan dan laktasi. Penggunaan obat-obat ini selama kehamilan dan
laktasi sedapat mungkin harus dihindari berhubung toksisitasnya bagi janin dan bayi.
Karena psikose yang tidak ditangani dengan tepat dapat sangat merusak kesehatan
ibu dan janin, maka risiko penggunaan antipsikotika perlu dipertimbangkan per
pasien secara individual. Bila sangat perlu hendaknya diberikan dalam dosis
serendah mungkin selama masa yang singkat. Minggu-minggu dengan fisiko tinggi
adalah minggu ke-4 sampai ke-10 dan 2-4 minggu terakhir; selama periode tersebut,
hendaknya jangan diberikan medikasi. Obat pilihan pertama untuk keadaan darurat
adalah haloperidol.
Interaksi
membahayakan dirinya sendiri atau orang lain. Dengan demikian, tak jarang
penderita psikotis hebat tidak bisa ditolong. Penderita umumnya tidak bisa
memelihara kebutuhan dasar dirinya dan berakhir sebagai pengembara di jalan-jalan
kota.
Jelaslah bahwa setelah masa psikose lewat, juga kesetiaan terapinya (drug
compliance) kurang besar, yang tak jarang mengakibatkan gagalnya pengobatan.
Schizofrenia tidak dapat disembuhkan, penanganannya bersifat simtomatis,
yakni menghalau gejala-gejalanya dan kemudian mencegah kambuhnya lagi. Di
samping itu, rehabilitasi psikososialnya sangat penting untuk reintegrasi pasien
dalam masyarakat.
* Psikoterapi.
Dewasa ini para ilmiawan sepaham bahwa penanganan schizofrenia paling
efektif terdiri atas kombinasi dari farmakoterapi bersama psikoterapi, termasuk terapi
kelakuan kognitif, yang juga disebut "terapi bicara". Dokter/psikiater berusaha
membangun hubungan baik dengan pasiennya dan memperoleh kepercayaan
triptofan,
karena
merupakan
ko-enzim
bagi
hidroksilase.
Penggolongan Antipsikotika
Antipsikotika biasanya dibagi dalam dua kelompok besar, yakni obat typis
atau klasik dan obat atypis.
A. Antipsikotika klasik, terutama efektif mengatasi simtom positif; pada umumnya dibagi
lagi dalam sejurnlah kelompok kimiawi sebagai berikut:
a.
Derivat fenotiazin: klorpromazin, levomepromazin, dan triflupromazin (Siquil)thioridazin dan periciazin- perfenazin dan flufenazin-perazin (Taxilan), trifluoperazin,
proklorperazin (Stemetil), dan thietilperazin (Torecan).
Klorpromazin
Flufetazin
Proklorperazin
Prometazin
Tioridazin
2.
-
BENZISOKSAZOL
Risperidon
3. DIBENZODIAZEPIM
Klozapin
4. BUTIROFENON
Haloperidol
5. TIOXANTIN
Tiotiksen
1. Klorpromazin (EI.): Largactil
Antipsikotikum tertua ini (1951) diturunkan dari prometazin dan memiliki
rantai-sisi alifatis. Khasiat anti-psikotisnya lemah sedangkan daya antihistamin dan
alfa adrenergnya lebih kuat. Obat ini memperkuat efek analgetika, sehingga
membuat pasien lebih tak-acuh pada rasa nyeri. Selain pada keadaan psikose dan
sebagai obat tambahan pada analgetika, klorpromazin juga digunakan untuk
mengobati sedu yang tak henti-henti (singultus, hiccup).
Resorpsinya di usus baik, tetapi BA-nya hanya ca 30% akibat FPE besar.
PP-nya tinggi, sekitar 95%, t 1/2nya 16-37 jam. Zat ini mudah melintasi barrier darah
-CCS kadarnya dalam cairan otak lebih tinggi daripada dalam darah. Ekskresinya
lewat kemih sebagai metabolitnya.
Indikasi
Mengendalikan mania, terapi shcizofrenia, mengendalikan mual dan
muntah, menghilangkan kegelisahan dan ketakutan sebelum operasi, porforia
intermiten akut, Terapi tambahan pada tetanus.
Dosis dan cara pemberian
Anak >= 6 bulan :
Sizoprenia/psikosis :
Oral : 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam;
Anak yang lebih tua mungkin membutuhkan 200 mg/hari atau lebih besar; im, iv: 0,51 mg/kg/dosis setiap 6-8 jam, < 5 tahun (22,7 kg): maksimum 75 mg/hari.
Mual muntah ; Oral : 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam bila diperlukan; im, iv : 0,5-1
mg/kg/dosis setiap 6-8 jam, < 5 tahun (22,75 kg) : maksimum 40 mg/hari, 5-12 tahun
(22,7-45,5 jg) : maksimum 75 mg/hari. Dewasa : Shcizoprenia/psikosis; Oral : 302000 mg/hari dibagi dalam 1-4 dosis, mulai dengan dosis rendah, kemudian
sesuaikan dengan kebutuhan. Dosis lazim : 400-600 mg/hari, beberapa pasien
membutuhkan 1-2 g/hari. im.,iv. : awal: 25 mg, dapt diulang 25-50 mg , dalam 1-4
jam, naikkan bertahap sampai maksimum 400 mg/dosis setiap 4-6 jam sampai
pasien terkendali; Dosis lazim : 300-800 mg/hari. Cegukan tidak terkendali : Oral,
im.: 25-50 mg sehari 3-4 kali. Mual muntah : Oral : 10-25 mg setiap 4-6 jam, im.,iv., :
25-50 mg setiap 4-6 jam. Orang tua : gejala-gejala perilaku yang berkaitan dengan
demensia : awal : 10-25 mg sehari 1-2 kali, naikkan pada interval 4-7 hari dengan
10-25 mg/hari, naikkan interval dosis, sehari 2x, sehari 3 kali dst Bila perlu untuk
mengontrol respons dan efek samping; dosis maksimum : 800 mg.
Farmakologi
Onset kerja : im.: 15 menit; oral: 30-60 menit, absorpsi cepat, distribusi
melewati plasenta dan masuk ke ASI, Vd: 20 L/kg, Ikatan protein 92%-97%,
Metabolisme : di hati secara luas menjadi metabolit aktif dan tidak aktif,
Bioavailibilitas: 20%, Waktu paruh bifasik, awal: 2 jam, akhir: 30 jam, Ekskresi lewat
urin dalam 24 jam <1% sebagai bentuk utuh.
Kontra indikasi
Sindrom Reye
Efek samping
Kardiovaskuler : hipotensi postural, takikardia, pusing, perubahan interval
QT tidak spesifik. SSP : mengantuk, distonia, akathisia, pseudoparkinsonism,
diskinesia tardif, sindroma neurolepsi malignan, kejang. Kulit : fotosensitivitas,
dapat
meningkatkan
efek
amfetamin,
betabloker
tertentu,
antikolinergik,
bersama
antihipertensi,litium,
antidepresan
trisklik
trazodon,
dapt
asam
mengubah
valproat.
respons
dan
dengan
metoklopramid
akan
dapt
meningkatkan
resiko
gejala
Efek samping
KV : takikardia, tekanan darah berfluktuasi, hiper/hipotensi, aritmia, udem.
SSP : parkinsonisme, akathisia, distonia, diskinesia tardif, pusing, hiper refleksia,
sakit kepala, udem serebral, mengantuk, lelah, gelisah, mimpi aneh, perubahan
EEG, depresi, kejang, perubahan pengaturan pusat temperatur tubuh. Kulit :
dermatitis, eksim, eritema, fotosensitifitas, rash, seborea, pigmentasi, urtikaria.
Metabolik & endokrin : perubahan siklus menstruasi, nyeri payudara, amenorea,
galaktoria, ginekomastia, perubahan libido, peningkatan prolaktin, Saluran cerna :
berat badan bertambah, kehilangan selera makan, salivasi, xerostomia, konstipasi,
ileus paralitik, udem laring. Genitourinari : gangguan ejakulasi, impotensi, poliuria,
paralisis
kandung
urin,
enurisis,
Darah
agranulositosis,
leukopenia,
hipotensi.
Kombinasi
dengan
antiaritmia,
cisaprid,
pimosid,
D5W (dextrosa 5%), kecepatan 3-25 mg/jam. Agitasi berat : setiap 30-60 menit 5-10
mg oral atau 5 mg im., dosis pemeliharaan total 10-20 mg. Orang tua : Awal 0,25-0,5
mg oral sehari 1-2 kali, tingkatkan dosis 0,25-0,5 mg/hari setiap interval 4-7 hari,
Naikkan interval pemberian sehari 2 kali, sehari 3 kali dan seterusnya bila diperlukan
untuk mengontrol efek samping.
Farmakologi
Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik mesolimbik otak.
Menekan penglepasan hormon hipotalamus dan hipofisa, menekan Reticular
Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi metabolisme basal, temperatur
tubuh, kesiagaan, tonus vasomotor dan emesis. Onset kerja : sedasi :iv.: sekitar 1
jam, Durasi dekanoat : sekitar 3 minggu; distribusi; melewati plasenta dan masuk ke
ASI. Ikatan protein : 90%, metabolisme: di hati menjadi senyawa tidak aktif,
bioavailabilitas oral : 60%, T eliminasi 20 jam, T maks serum : 20 menit, Ekskresi :
urin, dalam 5 hari, 33-40% sebagai metabolit, feses 15%.
Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap haloperidol atau komponen lain formulasi, penyakit
Parkinson, depresi berat SSP, supresi sumsum tulang, penyakit jantung atau hati
berat, koma.
Efek samping
KV : takikardia, hiper/hipotensi, aritmia, gelombang T abnormal dengan
perpanjangan repolarisasi ventrikel, torsade de pointes (sekitar 4%). SSP : gelisah,
cemas, reaksi ekstrapiramidal, reaksi distonik, tanda pseudoparkinson, diskinesia
tardif, sindroma neurolepsi malignan, perubahan pengaturan temperatur tubuh,
akathisia, distonia tardif, insomnia, eforia, agitasi, pusing, depresi, lelah, sakit
kepala,
mengantuk,
bingung,
vertigo,
kejang.
Kulit
kontak
dermatitis,
kemampuan
bromokriptin
menurunkan
konsentrasi
prolaktin.
4. Risperidon
Indikasi
Terapi shcizofrenia, mania akut, mania yang berkaitan dengan gangguan
bipolar I
Dosis:
Anak dan remaja : Autis : awal 0,25 mg pada waktu tidur titrasi sampai 1
mg/hari (0,1 mg/kg/hari). Sizofrenia : awal : 0, 5 mg sehari 1-2 kali, bila dibutuhkan
dinaikkan bertahap sampai 2-6 mg/hari. Gangguan mania bipolar: awal: 0,5 mg,
naikkan sampai 0,5-3 mg/hari; Autism : awal o,25 mg pada saat tidur, naikkan
sampai 1 mg/hari. Dewasa : Shcizofrenia : dosis awal ; 0,5- 1 mg sehari 2 kali,
naikkan perlahan sampai kisaran optimal 3-6 mg/hari. Mania bipolar : awal : 2-3 mg,
dosis tunggal, bila perlu sesuaikan dengan dosis 1 mg/hari, kisaran dosis : 1-6
mg/hari. Orang tua : awal : 0,25-1 mg dibagi dalam 2 dosis. Penyesuaian dosis pada
gagal ginjal dan hati : oral : awal 0,25-0,5 mg sehari 2 kali.
Farmakologi
Berikatan dengan reseptor serotonin 5HT2 dan Dopamin D2 di otak dan
perifer. Ikatan dengan reseptor dopamin 20 kali lebih rendah dibandingkan ikatan
dengan reseptor 5-HT2. Penambahan aktivitas antagonis reseptor serotonin pada
aktivitas antagonis reseptor dopamin (mekanisme klasik neuroleptik) dipercaya
memperbaiki gejala negatif psikosis dan menurunkan insidens efek samping
ekstrapiramidal. Reseptor alfa 1, alfa2 adrenergik, reseptor histamin juga
diantagonis dengan afinitas kuat. Risperidon mempunyai afinitas rendah atau
sedang terhadap reseptor 5-HT1c, 5-HT1d dan5-HT1a, sedangkan terhadap
reseptor D1 afinitasnya rendah dan tidak mempunyai afinitas terhadap reseptor
muskarinik, beta1 dan beta2. Absorpsi oral cepat dan baik, makanan tidak
berpengaruh; injeksi absorbsi awal <1%, penglepasan utama terjadi sekitar 3
minggu dan dipertahankan 4-6 minggu. Vd 1-2 l/kg, ikatan protein risperidon 90%, 9hidroksirisperidon 77%. Metabolisme lewat hati secara ekstensif. Bioavailabilitas
larutan 70%, tablet 66% . Waktu paruh eliminasi oral 20 jam. Orang dengan
9-hidroksirisperidon : ekstensif
metaboliser 3 jam, metaboliser yang jelek 17 jam. Ekskresi lewat urin 70%, lewat
feses 15%.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap risperidon atau komponen-komponen lain sediaan.
Efek samping
Frekuensi>10% : SSP : insomnia, agitasi, cemas, sakit kepala, gejala
ekstra piramidal, pusing(injeksi); Saluran cerna : berat badan naik; Pernapasan :
rinitis(injeksi). Frekuensi 1-10% : KV : hipotensi, terutama ortostatik, takikardia,
SSP : sedasi, pusing, gelisah, reaksi distoni, pseudoparkinson, diskinesia tardif,
sindroma neurolepsi malignan, perubahan pengaturan suhu tubuh, nervous, lelah,
somnolen, halusinasi. Dermatologi : fotosensitivitas, rash, kulit kering, seborea,
akne. Endokrin-metabolisme : amenore, galaktorea, ginekomastia, disfungsi seks.
Saluran cerna : konstipasi, xerostomia, dispepsia, muntah, nyeri abdominal, mual,
anoreksia, diare, perubahan berat badan.
Interaksi obat
Efek risperidon dapat ditingkatkan oleh korpromazin, delavirdin, fluoksetin,
mikonazol, paroksetin, pergolid, kuinidin, kuinin, ritonavir, ropinirol dan inhibitor
CYP2D6 lainnya. Risperidon meningkatkan efek hipotensif antihipertensi. Klozapin
menurunkan bersihan risperidon. Kombinasi dengan metoklopramid akan dapat
meningkatkan resiko gejala ekstrapiramidal. Efek levodopa dapat diantagonis oleh
risperidon, Karbamasepin menurunkan konsentrasi serum risperidon.
Mekanisme aksi
Klozapin
menurunkan
bersihan
risperidon.
Kombinasi
dengan
5. Thioridazin: Melleril.
Salah satu fenothiazin pertama ini dengan rantai-sisi piperidin (1958)
memiliki khasiat antipsikotis dan sedatif yang baik, sehingga sering digunakan pada
pasien2 yang sukar Iidur. Obat ini digunakan pula pada neurose hebat dengan
depresi, rasa takut, dan ketegangan, serta depresi dengan kegelisahan. Kerja antiadrenergisnya lebih kuat, juga efek antihistamin, antikolinergis, dan antiserotoninnya.
Resorpsinya di usus baik dan lengkap, tetapi BA-nya hanya 65% akibat FPE
besar. PP-nya di atas 95%, t1/2-nya 10-24 jam. Ekskresinya berupa metabolit lewat
tinja (50%) dan kemih (30%).
Efek samping yang terpenting adalah gejala antikolinergis kuat dan
hipotensi ortostatis, GEP dan hepatitis yang jarang terjadi.
Dosis: oral 2-4 dd 25-75 mg (garam-HCD maksimum 800 mg sehari,
sebagai tranquillizer 2-3 dd 15-30 mg.
* Periciazin (Neuleptil) adalah derivatpiperidin pula dengan efek antipsikotis agak
ringan dan efek anti-adrenergis dan antiserotonin kuat.
Dosis: oral 2-3 dd 10-20 mg (garam-tartrat), maksimum 90 mg/hari, pada
manula dimulai dengan 5 mg/hari, yang berangsur-angsur dinaikkan sampai 20-30
mg/hari.
6. Pedenazin: Trilafon, *Mutabon-D/M.
Derivat-fenotiazin dengan rantai-sisi piperazin ini (1957) berdaya antipsikotis
kuat
dengan
daya
anti-adrenergis
dan
antiserotonin
relatif
lemah.
Kerja
antikolinergisnya ringan sekali. Obat ini juga berkhasiat antiemetis kuat. GEP sering
timbul.
Reasorpsinya di usus baik, BA-nya hanya ca 35% karena FPE tinggi. PPnya di atas 90%, t1/2-nya ca 9 jam. Dalarn hati, zat ini dirombak menjadi metabolit
yang kurang aktif. Perfenazin mengalami siklus enterohepatis.
Dosis: oral 2-3 dd 2-4 mg, maks 24 mg sehari, im. 100 mg (dekanoat/
enanthat, preparat depot) setiap 2-4 minggu .
* Trifluoperazin (Stelazin, Terfluzin) adalah derivat yang atom-Cl digantikan -CF3 dengan efek yang lebih kurang sama dengan perfenazin.
Dosis: oral permulaan 5 mg sehari, dan dinaikkan setiap 2-3 hari dengan 5
mg sampai maksimum 90 mg. Sebagai obat antimual dan tranquillizer 2 dd 1-3 mg.
* Flufenazin (Modecate, Moditen) adalah turunan-CH20H dari trifluoperazin dengan
sifat hampir sarna. Daya antimual dan sedatifnya ringan. Flufenazin terutama
digunakan sebagai injeksi kerja-panjang guna menjamin pengobatan. Plasma t1/2nya dari senyawa -HCl, -enantat dan -dekanoatnya masing-masing rata-rata 8 jam,
3,6 hari, dan 8 hari. GEP sering terjadi, efek anti-kolinergis dan sedasifnya ringan.
Esternya dapat mengakibatkan depresi serius.
Dosis: pada psikose akut i.m. 1,25 mg (HCl), lalu setiap 4-8 jarn 2-5 mg
sampai gejala terkendali, pemeliharaan 25 mg enantat setiap 2 minggu, atau 25 mg
dekanoat setiap 3-4 minggu.
7. Pimozida: Orap.
Derivat-difenilbutilpiperidin ini diturunkan dari droperidol (1969) dan memiliki
khasiat antipsikotis kuat dan panjang. Efek terapi baru nyata sesudah beberapa
waktu, tetapi bertahan agak lama (1-2 hari). Obat ini tidak layak diberikan pada
keadaan eksitasi dan kegelisahan akut, yang memerlukan sedasi langsung. Lagi
pula efek sedasinya lebih ringan dibandingkan obat-obat lain. Pimozida khusus
digunakan pada psikose kronis jangka-panjang.
Resorpsinya di usus lambat dan variabel. Plasma t1/2-nya panjang: 55-150
jam; pada pasien schizofrenia rata-rata 55-150 jam. Sifatnya sangat lipofil dan hanya
sedikit dirombak dalam hati. Ekskresinya sangat lambat, karena selalu diresorpsi
kembali oleh tubuli. Akhirnya ca 40% dikeluarkan lewat kemih terutama berupa
metabolit dan 15% dengan tinja secara utuh.
Efek sampingnya berupa umum, GEP sering terjadi, adakalanya nampak
perubahan jantung (ECG) dan aritmia.
Dosis: oral 1 dd 1-2 mg, dinaikkan secara berangsur-angsur setiap 2
minggu sampai maksimum 6 mg sehari.
* Penfluridol (Semap) adalah derivat piperidin pula (1971) dengan kerja sangat
panjang (ca 7 hari) dan terutama berkhasiat antidopaminerg kuat. Efeknya dimulai
relatif cepat, sesudah 1-2 hari. GEP sering terjadi .
Dosisnya: 1 x seminggu 10-20 mg, berangsur-angsur dinaikkan sampai
maksimum 60 mg seminggu.
" Fluspirilen (lmap) adalah derivat-piperidin long-acting pula, yang harus diberikan
parenteral i.m. 1 x seminggu 1-10 mg.
8. Sulpirida: Dogmatil.
Derivat-sulfamoyl dianggap sebagai obat atypis pertama (1968) dan khusus
memiliki daya antidopamin. Pada dosis rendah (200-600 mg sehari), sulpirida
digunakan untuk penanganan simtom negatif, dan pada dosis di atas 800 mg
sebagai antipsikotikum. Pada semua dosis menimbulkan lebih jarang GEP dan
sedasi, adakalanya dilaporkan galaktorrea, amenorroea, dan perintangan ovulasi.
Dosis: oral permulaan 1 dd 200 mg, sesudah 3 hari berangsur-angsur
dinaikkan sampai 3-4 dd 200 mg. Pada pusing 2 (vertigo) 150-300 mg sehari. i.m.
200-300 mg sehari selama 10 hari.
9. Klozapin: Leponex.
Senyawa-dibenzodiazepin ini (1969) juga termasuk kelompok obat-obat
atypis. Khasiatnya antipsikotis lemah, dan daya kerja noradrenolitis, antikolinergis,
dan antihistaminenya kuat. Efek sedatif cepat dimulainya, efek antipsikotisnya
setelah 1-6 bulan. Plasma-t1/2nya 6-14 jam. Efektivitasnya terhadap simtom positif
dan negatif dari psikose akut lebih baik daripada obat-obat lain. Lagi pula tidak
menimbulkan GEP dan dyskinesia, dan jarang sekali akathisia dan dystonia. Tetapi
penggunaannya dibatasi oleh risiko agranulocytose berbahaya (1-2%). Oleh karena
itu, gambaran-darah harus dimonitor selama 5-6 bulan pertama dari terapi (16).
Dosis: oral, Lm. 25-50 mg sehari, berangsur-angsur dinaikkan sampai
maksimum 600 mg sehari. Pemeliharaan 1 dd 200 mg malam hari.
* Olanzapin (Zyprexa) ada1ah derivat long-acting terbaru (1995) dengan daya menghambat reseptor D1 sId D5 dan reseptor neurotransmitter lainnya. P1asma-t1/ 2-nya