Anda di halaman 1dari 3

Dampak Negatif Penggunaan Energi Fosil

dari Sektor Transportasi dan Industri

Jumlah penduduk dunia terus meningkat setiap


tahunnya, sehingga peningkatan kebutuhan
energi pun tak dapat dielakkan. Dewasa ini,
hampir semua kebutuhan energi manusia
diperoleh dari konversi sumber energi fosil,
misalnya pembangkitan listrik dan alat
transportasi yang menggunakan energi fosil
sebagai sumber energinya. Secara langsung atau
tidak langsung hal ini mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan
makhluk hidup karena sisa pembakaran energi fosil ini menghasilkan zat-zat pencemar
yang berbahaya.

Pencemaran udara terutama di kota-kota besar telah menyebabkan turunnya kualitas


udara sehingga mengganggu kenyamanan lingkungan bahkan telah menyebabkan
terjadinya gangguan kesehatan. Menurunnya kualitas udara tersebut terutama disebabkan
oleh penggunaan bahan bakar fosil yang tidak terkendali dan tidak efisien pada sarana
transportasi dan industri yang umumnya terpusat di kota-kota besar, disamping kegiatan
rumah tangga dan kebakaran hutan. Hasil penelitian dibeberapa kota besar (Jakarta,
Bandung, Semarang dan Surabaya) menunjukan bahwa kendaraan bermotor merupakan
sumber utama pencemaran udara. Hasil penelitian di Jakarta menunjukan bahwa
kendaraan bermotor memberikan kontribusi pencemaran CO sebesar 98,80%, NOx
sebesar 73,40% dan HC sebesar 88,90% (Bapedal, 1992).

Secara umum, kegiatan eksploitasi dan pemakaian sumber energi dari alam untuk
memenuhi kebutuhan manusia akan selalu menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan (misalnya udara dan iklim, air dan tanah). Berikut ini disajikan beberapa
dampak negatif penggunaan energi
fosil terhadap manusia dan
lingkungan:

Dampak Terhadap Udara dan Iklim

Selain menghasilkan energi,


pembakaran sumber energi fosil
(misalnya: minyak bumi, batu bara)
juga melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx),dan
sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan pencemaran udara (hujan asam, smog dan
pemanasan global).

Emisi NOx (Nitrogen oksida) adalah pelepasan gas NOx ke udara. Di udara, setengah dari
konsentrasi NOx berasal dari kegiatan manusia (misalnya pembakaran bahan bakar fosil
untuk pembangkit listrik dan transportasi), dan sisanya berasal dari proses alami
(misalnya kegiatan mikroorganisme yang mengurai zat organik). Di udara, sebagian NOx
tersebut berubah menjadi asam nitrat (HNO3) yang dapat menyebabkan terjadinya hujan
asam.

Emisi SO2 (Sulfur dioksida) adalah pelepasan gas SO2 ke udara yang berasal dari
pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan logam. Seperti kadar NOx di udara, setengah
dari konsentrasi SO2 juga berasal dari kegiatan manusia. Gas SO2 yang teremisi ke udara
dapat membentuk asam sulfat (H2SO4) yang menyebabkan terjadinya hujan asam.

Emisi gas NOx dan SO2 ke udara dapat bereaksi


dengan uap air di awan dan membentuk asam nitrat
(HNO3) dan asam sulfat (H2SO4) yang merupakan
asam kuat. Jika dari awan tersebut turun hujan, air
hujan tersebut bersifat asam (pH-nya lebih kecil dari
5,6 yang merupakan pH “hujan normal”), yang
dikenal sebagai “hujan asam”. Hujan asam
menyebabkan tanah dan perairan (danau dan sungai)
menjadi asam. Untuk pertanian dan hutan, dengan
asamnya tanah akan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman produksi. Untuk perairan, hujan asam akan menyebabkan terganggunya
makhluk hidup di dalamnya. Selain itu hujan asam secara langsung menyebabkan
rusaknya bangunan (karat, lapuk).

Smog merupakan pencemaran udara yang disebabkan oleh tingginya kadar gas NOx, SO2,
O3 di udara yang dilepaskan, antara lain oleh kendaraan bermotor, dan kegiatan industri.
Smog dapat menimbulkan batuk-batuk dan tentunya dapat menghalangi jangkauan mata
dalam memandang.

Emisi CO2 adalah pemancaran atau pelepasan gas


karbon dioksida (CO2) ke udara. Emisi CO2 tersebut
menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer
meningkat, sehingga terjadi peningkatan efek rumah
kaca dan pemanasan global. CO2 tersebut menyerap
sinar matahari (radiasi inframerah) yang dipantulkan
oleh bumi sehingga suhu atmosfer menjadi naik. Hal
tersebut dapat mengakibatkan perubahan iklim dan
kenaikan permukaan air laut.

Emisi CH4 (metana) adalah pelepasan gas CH4 ke udara yang berasal, antara lain, dari
gas bumi yang tidak dibakar, karena unsur utama dari gas bumi adalah gas metana.
Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan pemasanan global.

Batu bara selain menghasilkan pencemaran (SO2) yang paling tinggi, juga menghasilkan
karbon dioksida terbanyak per satuan energi. Membakar 1 ton batu bara menghasilkan
sekitar 2,5 ton karbon dioksida. Untuk mendapatkan jumlah energi yang sama, jumlah
karbon dioksida yang dilepas oleh minyak akan mencapai 2 ton sedangkan dari gas bumi
hanya 1,5 ton

Dampak Terhadap Perairan

Eksploitasi minyak bumi, khususnya cara penampungan dan


pengangkutan minyak bumi yang tidak layak, misalnya:
bocornya tangker minyak atau kecelakaan lain akan
mengakibatkan tumpahnya minyak (ke laut, sungai atau air
tanah) dapat menyebabkan pencemaran perairan. Pada
dasarnya pencemaran tersebut disebabkan oleh kesalahan
manusia.

Dampak Terhadap Tanah

Dampak penggunaan energi terhadap tanah dapat diketahui, misalnya dari pertambangan
batu bara. Masalah yang berkaitan dengan lapisan tanah muncul terutama dalam
pertambangan terbuka (Open Pit Mining). Pertambangan ini memerlukan lahan yang
sangat luas. Perlu diketahui bahwa lapisan batu bara terdapat di tanah yang subur,
sehingga bila tanah tersebut digunakan untuk pertambangan batu bara maka lahan
tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian atau hutan selama waktu tertentu.

Referensi

• Sukatma Maja Messmer, 1999, Energi, PPPGT / VEDC, Malang.


• World Bank. Indonesia Environment and Development, a World Bank Country
Study. Washington, D.C. 1994

Anda mungkin juga menyukai