Anda di halaman 1dari 29

DAFTAR ISI

JUDUL....................................................................................................................x
DAFTAR ISI...........................................................................................................1
BAB I
Pendahuluan................................................................................................2
BAB II TERAPI OKSIGEN
Definisi......................................................................................................3
Tujuan........................................................................................................3
Indikasi......................................................................................................4
Kontra Indikasi..........................................................................................11
Alat-Alat....................................................................................................11
Syarat-Syarat .............................................................................................11
Prosedur......................................................................................................12
Keamanan...................................................................................................25
Resiko.........................................................................................................25
BAB III
Kesimpulan................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28

BAB I
PENDAHULUAN

Anggapan bahwa oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi


kehidupan manusia agaknya memang benar. Tidak makan atau tidak minum
mungkin masih akan memberikan toleransi yang cukup panjang hingga sampai
kepada keadaan fatal, tetapi sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka
akan langsung fatal akibatnya. Tak hanya untuk bernafas dan memepertahankan
kehidupan, oksigen juga sangat dibutuhkan untuk metaboloisme tubuh. Oksigen
malah bisa menjadi sarana untuk mengatasi berbagai macam penyakit.1
Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di Bristol Inggris tahun
1775 dan dipakai dalam bidang kedokteran oleh Thomas Beddoes sejak awal
tahun 1800. alvan Barach tahun 1920 mengenalkan terapi oksigen pasien
hipoksemia dan terapi oksigen jangka panjang pasien penyakit paru obstruktif
kronik. Chemiack tahun 1967 melaporkan pemberian oksigen melalui kanula
hidung dengan aliran lambat pasien hiperkapnia dan memberikan hasil yang baik
tanpa retensi CO2.2
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital dalam
proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel
tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan
dalam setiap kali bernafas. Penyampaian O 2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh
interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.
Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses
lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam
kehidupan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Terapi Oksigen
11.1. Definisi
Oksigen adalah salah satu bahan farmakologik yang banyak dipakai untuk
pasien dengan kelainan kardiopulmoner. Walaupun telah digunakan sejak lebih
kurang 1 abad yang lalu, tetapi masih banyak kontroversi tentang pemakaian
oksigen ini dan belum banyak tenaga medic yang memahami betul tentang terapi
oksigen. (1)
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Terapi
Oksigen: pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih besar daripada udara
ruang untuk mencegah hipoksemia
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut
konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, (Brunner & Suddarth,2001)
Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen adalah
suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang
dapat dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik )
b. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik)
Sama seperti obat, oksigen juga mempunyai keuntungan, indikasi, dosis
pemberian dan komplikasi. Beberapa kata kunci pada terapi oksigen adalah: (1)
a. Siapa yang memerlukan terapi oksigen
b. Bagaimana cara pemberian oksigen
c. Bagaimana cara memonitor pemberian oksigen

II.2. Tujuan
Indikasi primer terapi oksigen adalah hipoksemia yang telah dibuktikan
dengan pemeriksaan analisa gas darah. Indikasi lain adalah trauma berat, infark

miokard akut, syok, sesak napas, keracunan gas CO, pasca anestesi dan keadaaan
keadaan akut yang diduga terjadi hipoksemia.
Tujuan utama goal terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 > 60 mmHg
atau SaO2 > 90% sehingga dapat: (1)
a. Mencegah terjadinya hipoksia sel dan jaringan
b. Menurunkan kerja pernapasan
c. Menurunkan kerja otot jantung
Sehingga dapat meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke
jaringan untuk memfasilitasi metabolisme aerob.
Alat

Aliran (L/menit)

Fi O2 (fraksi oksigen

inspirasi)
0,24

0,28

Kanula

0,32

nasal

0,36

0,40

6
5-6

0,44
0,40

6-7

0,50

7-8
6

0,60
0,60

0,70

0,80

0,80

10

0,80

Masker
oksigen
Masker
dengan
kantong
reservoir

II.3. Indikasi
Hipoksia
Definisi
Hipoksemia adalah penurunan tekanan parsial oksigen (PaO2) dalam
darah. Pada orang dewasa, anak dan bayi berusia lebih dari 28 hari dikatakan
hipoksemia bila PaO2 , 60 mmHg atau SaO2 <90%, pada neonates bila PaO2< 50
mmHg dan SaO2 <88%.
4

Mekanisme terjadinya Hipoksemia


a. Gangguan ventilasi-perfusi ( H/Q mismatch)
Merupakan penyebab tersering terjadinya hipoksemia. Dapat terjadi pada
[penyakit paru obstruksi (PPOK, asma, emfisema, bronchitis kronik),
retensi sputum, penyakit kardiovaskular (infark miokard, gagal jantung
kongestif). Hipoksemia karena gangguan ventilasi-perfusi biasanya
memberikan respon yang baik dengan pemberian oksigen dosis kecil.
b. Hipotensi alveolar
Ditandai dengan peningkatan tekanan CO2 arteri (PaCO2> 45 mmHg).
Dapat terjadi pada overdosis obat, sleep apnea, eksaserbasi akut PPOK.
Dengan pemberian oksigen dapat mengatasi hipoksemia tetapi tidak
memperbaiki ventilasi.
c. Shunt
Ketika pembuluh darah kapiler paru melewati alveoli yang tidak
berventilasi maka darah dalam kapiler tetap dalam keadaan deoksigenasi.
Darah ini akan bercampur dengan darah yang teroksigenasi sehingga
menimbulkan hipoksemia. Penurunan PaO2 tergantung besarnya shunt.
Dijumpai pada pneumonia, ARDS, atelektasis, edema paru dan emboli
paru. Hipoksemia karena shunt tidak mudah diatasi dengan pemberian
oksigen dan biasanya memerlukan oksigen dosis tinggi serta intervensi
untuk mengatasi alveoli yang kolaps (PEEp, CPAP), mengatasi atelektasis
(IPPB) atau memperbaiki cardic performance pada edema paru
kardiogenik (pemberian diuretic, inotropik)
d. Gangguan difusi
Terjadi penebalan pada daerah antara alveoli dan kapiler. Dijumpai pada:

Edema interstisial : hipoproteinemia, gagal jantung kiri


Fibrosis interstisial
Sarkoidosis, asbestosis
Penyakit kolagen vascular : sindroma goodpasture

Hipoksemia karena gangguan difusi dapat diatasi dengan pemberian


oksigen.
e. Penurunan tekanan oksigen inspirasi

Dapat terjadi pada orang yang berada di tempat ketinggian. Gangguan


fungsi hemoglobin (anemia, perdarahan)
Deteksi hipoksemia
Untuk mendeteksi keadaan hipoksemia perlu dilakukan pemeriksaan antara lain:
a. Gejala klinik
Sianosis
Kelelahan , disorientasi , lethargy dan koma
Takipnu
Dispnu
Takikardia atau bradikardia
Aritmia
Hipertensi atau hipotensi
Polisitemia
Clubbing
b. Pemeriksaan analisis gas darah
Pemeriksaan ini merupakan gold standar untuk mendeteksi keadaan
hipoksemia. Dari analisa gas darah dapat dilihat nilai PaO2 dan SaO2.
Saturasi oksigen adalah jumlah oksigen yang dapat berikatan dengan
hemoglobin. Derajat saturasi tergantung pada bentuk dan posisi kurva
disosiasi oksihemoglobin . kurva ini dipengaruhi oleh pH, PaCO2,
temperature dan 2,3-diphosphoglycerate.
c. Pulse oxymetry
Walaupun mempunyai keterbatasan pulse oxymetry dapat dipakai untuk
melihat saturasi oksigen. Keakuratan pulse oxymetry cukup baik bila
SaO2 > 80% akurasi berkurang.
d. Transcutaneous partial pressure of oxygen (Ptc O2)
Sering digunakan di PICU, pada orang dewasa lebih sering digunakan
untuk memonitorhasil bedah vascular daripada untuk melihat tekanan
oksigen.

a. Pasien hipoksia

Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada daerah


ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai penyakit
sistim pernafasan lainnya.
Gejala dan tanda hipoksia hipoksik:
1. Pengaruh penurunan tekanan barometer
Penurunan PCO2 darah arteri yang terjadi akan menimbulkan
alkalosis respiratorik.
2. Gejala hipoksia saat bernafas oksigen
Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg, dan
pada atau lebih rendah dari tekanan ini cairan tubuh akan mendidih pada
suhu tubuh. Setiap orang yang terpajan pada tekanan yang rendah akan
lebih dahulu meninggal saat hipoksia, sebelum gelembung uap air panas
dari dalam tubuh menimbulkan kematian.

3. Gejala hipoksia saat bernafas udara biasa


Gejala mental seperti irritabilitas, muncul pada ketinggian sekitar
3700 m. Pada ketinggian 5500 m, gejala hipoksia berat, dan diatas 6100 m,
umumnya seseorang hilang kesadaran.
4. Efek lambat akibat ketinggian
Keadaan ini ditandai dengan sakit kepala, iritabilias, insomnia,
sesak nafas, serta mual dan muntah.
5. Aklimatisasi
Respon awal pernafasan terhadap ketinggian relatif ringan, karena
alkalosis cenderung melawanefek perangsangan oleh hipoksia. Timbulnya
asidosis laktat dalam otak akan menyebabkan penurunan pH LCSdan
meningkatkan respon terhadap hipoksia.

Penyakit yang menyebabkan Hipoksia Hipoksik


Penyakit penyebabnya secara kasar dibagi atas penyakit dengan
kegagalan organ pertukaran gas, penyakit seperti kelainan jantung

kongenital dengan sebagian besar darah dipindah dari sirkulasi vena kesisi
arterial, serta penyakit dengan kegagalan pompa pernafasan. Kegagalan
paru terjadi bilakeadan seperti fibrosis pulmonal menyebabkan blok
alveoli kapiler atau terjadi ketidak seimbangan ventilasi perfusi.
Kegagalan pompa dapat disebabkan oleh kelelahan otot-otot pernafasan
pada keadaan dengan peningkatan beban kerja pernafasan atau oleh
berbagai gangguan mekanik seperti pneumothoraks atau obstruksi
bronkhialyang membatasi ventilasi. Kegagalan dapat pula disebabkan oleh
abnormalitas pada mekanisme persarafan yang mengendalikan ventilasi,
seperti depresi neuron respirasi di medula oblongata oleh morfin dan obatobat lain.

Hipoksia Anemik
Sewaktu

istirahat,hipoksia

akibat

anemia

tidaklah

berat,

karena

terdapat peningkatan kadar 2,3-DPG didalam sel darah merah,kecuali


apabila defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun demikian, penderita
anemia mungkin mengalami kesulitan cukup besar sewaktu melakukan
latihan fisik karena adanya keterbatasan kemampuan meningkatkan
pengangkutan O2 kejaringan aktif.

Hipoksia Stagnan
Hipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi organ seperti
ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak
mengalami kerusakan akibat hipoksia stagnan pada gagal jantung
kongestif. Pada keadaan normal, aliran darah ke paru-paru sangat besar,
dan dibutuhkan hipotensi jangka waktu lama untuk menimbulkan
kerusakan yang berarti. Namun, syok paru dapat terjadi pada kolaps
sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah paru yang letaknya lebih
tinggi dari jantung.

Hipoksia Histotoksik
Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling
sering diakibatkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom
oksidasi serta mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen atau nitrit
8

digunakan untuk mengobati keracunan sianida. Zat-zat tersebut bekerja


dengan sianida, menghasilkan sianmethemoglobin, suatu senyawa non
toksik. Kemampuan pengobatan menggunakansenyawa ini tentu saja
terbatas pada jumlah methemoglobin yang dapat dibentuk dengan aman.
Pemberian terapi oksigen hiperbarik mungkin juga bermanfaat.
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.
e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
Contoh :
-

Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil AGD

Pasien dengan peningkatan kerja napas dimana tubuh terjadi hipoksemia ditandai
dengan PaO2 dan SpO2 menurun. Pasien yang teridentifikasi hipoksemia
contohnya syok dan keracunan CO
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi
oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai
normal (nilai normal PaO285-100 mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan
menjadi ringan sedang dan berat berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2. hipoksemia
ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-94%,
hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89% dan hipoksemia berat bila
PaO2kurang dari 40 mmHg dan SaO2kurang dari 75%. Umur juga mempengaruhi
nilai PaO2 dimana setiap penambahan umur satu tahun usia diatas 60 tahun dan
PaO2 80 mmHg maka terjadi penurunan PaO2 sebesar 1 mmHg. Hipoksemia dapat
disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, hipoventilasi, pirau, gangguan difusi
dan berada ditempat yang tinggi.
Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang
bertujuan untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila
tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg.kendali nafas akan meningkat,
sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang meningkat dan sebaliknya tekanan
karbondioksida arteri (PaCO2) menurun. Jaringan Vaskuler yang mensuplai darah

di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, juga terjadi takikardi kompensasi


yang akan meningkatkan volume sekuncup jantung sehingga oksigenasi jaringan
dapat diperbaiki. Hipoksia alveolar menyebabkan kontraksi pembuluh pulmoner
sebagai respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di area paru terganggu,
kemudian akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga
mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal
sehingga mengakibatkan eritrositosis danterjadi peningkatan kapasiti transfer
oksigen. Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan peningkatan
volume sekuncup jantung akan menyebabkan hipertensi pulmoner. Gagal jantung
kanan bahkan dapat menyebabkan kematian.
-

Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk


mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang
adekuat.

Beberapa trauma
Terapi ini diberikan dengan orang yang mempunyai gejala :

Sianosis

- Keracunan

Hipovolemi

- Asidosis

Perdarahan

Anemia berat

- Selama dan sesudah pembedahan


- Klien dengan keadaan tidak sadar

Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara
dibawah ini:
1. Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus), Diberikan apabila
hasil analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai:

PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%.

PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale,
polisitemia (hematokrit >56%).

2. Pemberian secara berselang


Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai:

Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%

10

Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai komplikasi seperti
hipertensi pulmoner.somnolen dan aritmia.
Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen perlu

dievaluasi gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu tidaknya terapi
oksigen jangka panjang.
II.4. Kontra indikasi
Tidak ada kontra indikasi absolut :
a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala,
trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal.
c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2
tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
II.5. Alat alat yang diperlukan
a. Kateter nasal.
b. Kanul nasal/binasal/nasal prong
c. Sungkup muka sederhana.
d. Sungkup muka rebreathing dengan kantong oksigen.
e. Sungkup muka non rebreathing dengan kantong oksigen.
f. Sungkup muka Venturi
g. Jelly.
h. Plester.
i. Gunting.
j. Sumber oksigen.
k. Humidifier.
l. Flow meter.
m. Aqua steril.
n. Selang oksigen.
o. Tanda dilarang merokok

11

II.6. Syarat-syarat Pemberian Oksigen Meliputi :


1.

Dapat mengontrol konsentrasi


oksigen udara inspirasi,

2. Tahanan jalan nafas yang rendah,


3. Tidak terjadi penumpukan CO2,
4. Efisien,
5. Nyaman untuk pasien.
II.7. Teknik
Dapat dibagi menjadi 2 tehnik, yaitu :
1. Sistem Aliran Rendah
Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan,
bekerja dengan memberikan oksigen pada frekuensi aliran kurang dari volume
inspirasi pasien, sisa volume ditarik dari udara ruangan. Karena oksigen ini
bercampur dengan udara ruangan, maka FiO2 aktual yang diberikan pada pasien
tidak diketahui, menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe
pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Alat oksigen aliran rendah cocok
untuk pasien stabil dengan pola nafas, frekuensi dan volume ventilasi normal,
misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 20
kali permenit.
Contoh sistem aliran rendah adalah :
Low flow low concentration :
a. Kateter nasal
b. Kanul nasal / kanul binasal / nasal prong.
Low flow high concentration
a. Sungkup muka sederhana.
b. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
c. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing.

12

a. Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara
kontinyu dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Prosedur
pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai
naso faring. Persentase oksigen yang mencapai paru-paru beragam sesuai
kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama jika mukosa nasal membengkak.
a. Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan
berbicara, dan membersihkan mulut, murah dan nyaman serta dapat juga
dipakai sebagai kateter penghisap. Dapat digunakan dalam jangka waktu yang
lama.
b. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%,
tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, nyeri saat
kateter melewati nasofaring, dan mukosa nasal akan mengalami trauma, fiksasi
kateter akan memberi tekanan pada nostril, maka kateter harus diganti tiap 8
jam dan diinsersi kedalam nostril lain, dapat terjadi distensi lambung, terjadi
iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat
menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter
mudah tersumbat dan tertekuk.
Tahap kerja:
a. Atur posisi pasien senyaman mungkin ( memudahkan dalam melakukan
tindakan
b. Jaga privacy pasien
c. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau memudahkan dan
melancarkan pelaksanaan tindakan).
d. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi (syarat utama
pemasangan nasal kateter adalah jalan nafas harus bebas untuk
memudahkan memasukkan kateter).
e. Atur posisi pasien dengan kepala ekstensi (jalan nafas lebih terbuka ,
pasien lebih nyaman, kateter lebih mudah dimasukkan).
f. Untuk memperkirakan dalam kateter, ukur antara lubang hidung sampai
keujung telinga (untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter).

13

g. Bila ujung kateter terlihat di belakang ovula, tarik kateter sehingga ujung
kateter tidak terlihat lagi.( untuk memastikan ketepatan kedalaman
kateter).
h. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai kebutuhan
(Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal dan membran
mukosa oral serta sekresi jalan nafas).
i. Mengatur volume oksigen sesuai kebutuhan (menjamin ketepatan dosis dan
mencegah terjadinya efek samping).
j. Beri pelicin atau jelly pada ujung nasal kateter (memudahkan dan
mencegah iritasi dalam pemasangan kateter).
k. Gunakan plester untuk fiksasi kateter antara bibir atas dan lubang hidung
(mencegah kateter terlepas dan menjamin ketepatan posisi kateter).
l. Observasi tanda iritasi lubang, pengeringan mukosa hidung, epistaksis, dan
kemungkinan distensi lambung. (terapi oksigen menyebabkan mukosa
nasal mengering, epistaksis dan distensi lambung. Deteksi dini
mengurangi risiko efek samping).
m. Kateter diganti tiap 8 jam dan dimasukkan ke lubang hidung yang lain jika
mungkin (mengurangi iritasi mukosa hidung,menjamin kepatenan kateter).
b. Kanul Nasal/ Binasa/ Nasal Prong
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu
dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter
nasal yaitu 24 % - 44 %. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit
pasien. Pada pemberian oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten,
dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
1 Liter /min : 24 %
2 Liter /min : 28 %
3 Liter /min : 32 %
4 Liter /min : 36 %

14

5 Liter /min : 40 %
6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %

a. Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien bebas
makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa
nyaman. Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien
bernapas melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan
mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan
oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen
berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul
hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal.
Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow
rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan
oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat
menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan
yang terlalu ketat. Cara pemasangan :

15

a. Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul yang
elastis sampai kanul benar-benar pas menempati hidung dan nyaman bagi
klien.(Membuat aliran oksigen langsung masuk ke dalam saluran nafas
bagian atas. Klien akan tetap menjaga kanul pada tempatnya apabila kanul
tersebut pas kenyamanannya).
b. Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran sesuai yang
diprogramkan (16 L/mnt.) (Mencegah kekeringan pada membran mukosa
nasal dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas).
c. Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian
pasien (Memungkinkan pasien untuk menengokkan kepala tanpa kanul
tercabut dan mengurangi tekanan ujung kanul pada hidung).
d. Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi
aqua steril setiap waktu. (Memastikan kepatenan kanul dan aliran oksigen,
mencegah inhalasi oksigen tanpa dilembabkan).
e. Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus,epistaksis dan
permukaan superior kedua telinga klien untuk melihat adanya kerusakan
kulit. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal mengering, nyeri sinus
dan epistaksis. Tekanan pada telinga akibat selang kanul atau selang elastis
menyebabkan iritasi kulit).
f. Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan
hipoksia telah hilang (Mengindikasikan telah ditangani atau telah
berkurangnya hipoksia)
c. Sungkup Muka Sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan alat
pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 8
liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 60%. Masker ini kontra indikasi pada
pasien dengan retensi karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran
O2 tidak boleh kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari
masker.
FiO2 estimation :
Flows FiO2

16

5-6 Liter/min : 40 %
6-7 Liter/min : 50 %
7-8 Liter/min : 60 %

a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula
nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup
berlubang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat
menyebabkan

penumpukan

CO2

jika

aliran

rendah.

Menyekap,

tidak

memungkinkan untuk makan dan batuk. Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah.
Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat menekan kulit dapat menyebabkan
rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk
menjamin keamanan dan kenyamanan.
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu (syarat terapi
oksigen adalah jalan nafas harus bebas, jalan nafas yang bebas menjamin aliran
oksigen lancar).
b. Atur posisi pasien (meningkatkan kenyamanan dan memudahkan pemasangan).
c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan 5-8 liter/menit (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal

17

dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas, menjamin ketepatan dosis,
dan mencegah penumpukan CO2 ).
d. Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman jika perlu dengan kain
kasa pada daerah yang tertekan ( mencegah kebocoran sungkup, mencegah
iritasi kulit akibat tekanan).
e. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit.
d. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing
Rebreathing mask
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 60%
dengan aliran 6 15 liter/menit, serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara
ekspirasi sebagian tercampur dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2,
kantong akan terisi saat ekspirasi dan hampir menguncup waktu inspirasi.
Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup
lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit.
FiO2 estimation :

Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )


6 : 35 %
8 : 40 50 %
10 15 : 60 %

a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen bisa
terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran yang rendah

18

dapat menyebabkan pasien akan menghirup sejumlah besar karbondioksida.


Pasien tidak memungkinkan makan minum atau batuk dan menyekap, bisa
terjadi aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel pengikat.
Caranya :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi
b. Atur posisi pasien
c. Menghubungkan selang oksigen pada humidifier
d. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan.
e. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan.
f. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong
dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Sesuai dengan
aliran O2 kantong akan terisi waktu ekspirasi dan hampir kuncup waktu
inspirasi (mencegah kantong terlipat, menjaga kepatenan sungkup,
mencegah penumpukan CO2 yang terlalu banyak).
g. Mengikat tali masker O2 dibelakang kepala melewati bagian atas telinga.
(menjaga kepatenan sungkup, mencegah iritasi mata)
h. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat (untuk mencegah iritasi kulit).
i. Muka

pasien

dibersihkan

tiap

jam.(observasi

terhadap

iritasi,muntah,aspirasi akibat terapi, dan menjaga kenyamanan pasien).


j. Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat,
mencegah infeksi, meningkatkan kenyamanan).
e. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing
Non rebreathing mask
Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi mencapai
90 % dengan aliran 6 15 liter/mnt. Pada prinsipnya udara inspirasi tidak
bercampur dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke
atmosfer melalui satu atau lebih katup, sehingga dalam kantong konsentrasi
oksigen menjadi tinggi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong

19

dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian
kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup
dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak akan pernah kempes
dengan total. Perawat harus menjaga agar semua diafragma karet harus pada
tempatnya dan tanpa tongkat.
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
6 : 55 60
8 : 60 80
10 : 80 90
12 15 : 90

a. Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak mengeringkan
selaput lendir.
b. Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen bisa
terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak memungkinkan
makan, minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama pada
pasien tidak sadar dan anak-anak. Cara memasang :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi.
b. Atur posisi pasien

20

c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai


dengan kebutuhan.(menjaga kelembaban udara, mencegah iritasi
mukosa jalan nafas dan mulut).
d. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan , terapi oksigen dengan
sungkup non rebreathing mempunyai efektifitas aliran 6-7
liter/menit dengan konsentrasi O2 (FiO2) 55-90 % (menjaga
kepatenan sungkup, menjamin ketepatan dosis).
e. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara
kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
(mencegah kantong terlipat, terputar).
f. Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala melewati
bagian atas telinga. (mencegah kebocoran sungkup).
g. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan
tali pengikat (untuk mencegah iritasi kulit).
h. Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam. (observasi terhadap
iritasi,muntah,aspirasi akibat terapi, dan menjaga kenyamanan
pasien).
i. Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat,
mencegah infeksi, meningkatkan kenyamanan).

2. Sistem Aliran Tinggi


Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan 2 atau
3 kali volume inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien dengan pola nafas
pendek dan pasien dengan PPOK yang mengalami hipoksia karena ventilator.
Suatu teknik pemberian oksigen dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi
oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi
oksigen yang lebih tepat dan teratur.

21

Contoh sistem aliran tinggi :


a. Sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low
concentration).
Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk konsentrasi
yang tepat melalui cara non invasif. Masker dibuat sedemikian rupa sehingga
memungkinkan aliran udara ruangan bercampur dengan aliran oksigen yang
telah ditetapkan. Masker venturi menerapkan prinsip entrainmen udara
(menjebak udara seperti vakum), yang memberikan aliran udara yang tinggi
dengan pengayaan oksigen terkontrol. Kelebihan gas keluar masker melalui
cuff perforasi, membawa gas tersebut bersama karbondioksida yang
dihembuskan. Metode ini memungkinkan konsentrasi oksigen yang konstan
untuk dihirup yang tidak tergantung pada kedalaman dan kecepatan
pernafasan.Diberikan pada pasien hyperkarbia kronik ( CO2 yang tinggi )
seperti PPOK yang terutama tergantung pada kendali hipoksia untuk bernafas,
dan

pada

pasien

hypoksemia

sedang

sampai

berat.

FiO2 estimation
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
Biru : 2 : 24
Putih : 4 : 28
Orange : 6 : 31
Kuning : 8 : 35
Merah : 10 : 40
Hijau : 15 : 60
a. Keuntungan

Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai dengan


petunjuk pada alat.

FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur dengan O2
analiser.

Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol.

Tidak terjadi penumpukan CO2.

22

b. Kerugian
Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen mengalir kedalam
mata.
Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus dilepaskan bila
pasien makan, minum, atau minum obat.
Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak
mengganggu konsentrasi O2.
Caranya :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi.
b. Atur posisi pasien
c.

Membuka aliran regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai


dengan kebutuhan.

d. Mengatur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan, terapi O2 dengan


masker venturi mempunyai efektifitas aliran 2-15 liter/menit dengan
konsentrasi O2 24- 60 % (Metode ini memungkinkan konsentrasi oksigen
yang konstan untuk dihirup yang tidak tergantung pada kedalaman dan
kecepatan pernafasan).
e. Memasang venturi mask pada daerah lubang hidung dan mulut.
f. Mengikat tali venturi mask dibelakang kepala melewati bagian atas
telinga.
g. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat untuk mencegah iritasi kulit.
b. Bag and Mask / resuscitator manual
Digunakan pada pasien :
Cardiac arrest
Respiratory failure
Sebelum, selama dan sesudah suction Gas flows 12 15 liter, selama
resusitasi buatan, hiperinflasi / bagging, kantong resusitasi dengan reservoir harus
digunakan untuk memberikan konsentrasi oksigen 74 % - 100 %. Dianjurkan
selang yang bengkok tidak digunakan sebagai reservoir untuk kantong ventilasi.

23

Kantong 2.5 liter dengan kecepatan 15 liter/menit telah ditunjukkan untuk


pemberian oksigen yang konsisten dengan konsentrasi 95 % - 100 %. Penggunaan
kantong reservoar 2.5 liter juga memberikan jaminan visual bahwa aliran oksigen
utuh dan kantong menerima oksigen tambahan. Pengetahuan tentang kantong dan
keterampilan penggunaan adalah vital :
Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal ( VT ).
Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi
Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak.
Hal hal yang harus diperhatikan :
Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja dengan baik dan
apakah terjadi distensi abdomen.
Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan komplain paru.
Risiko terjadinya peningkatan sekresi, pneumothorak, hemothorak, atau
spasme bronkus yang memburuk.
Syarat syarat Resusitator manual :
Kemampuan kantong untuk memberikan oksigen 100 % pada kondisi akut.
Masker bila dibutuhkan harus transparan untuk memudahkan observasi
terhadap muntah / darah yang dapat mengakibatkan aspirasi.
Sistem katup yang berfungsi tanpa gangguan pada kondisi akut.
Pembersihan dan pendauran ketahanan kantong.
Large Volume Aerosol Sistem.
a. Selang T / T piece / Briggs adaptor
Oksigen dialirkan ke humidifier, aliran harus cukup tinggi untuk menutup
ventilasi pasien per menit. Dengan Oksigen T- piece memungkinkan pelembaban
untuk selang ETT ( Endo Trakeal Tube ) atau trakeostomi. Tidak akan
menimbulkan kondensasi dalam selang. Pada pemakaiannya, kabut harus terlihat
pada ekshalasi akhir. Flow rate yang direkomendasikan adalah 10 liter/menit
dengan nebuliser set untuk menjaga inspired oxygen concentration (FiO2)
b. Sungkup terbuka / Face tent

24

Sama dengan selang T, digunakan untuk memberikan pelembaban pada


pasien di ruang pemulihan atau setelah ekstubasi. Bila pasien merasakan masker
terlalu menyekap, maka masker wajah harus ditambahkan. Konsentrasi 40%
dengan aliran 10-15 L/mnt (Hudak & Gallo,1997), 8-12 liter/menit : 28%-100%.
a. Keuntungan
Lebih nyaman untuk anak, dapat digunakan sebagai alternatif pemberian
aerosol, dapat memberikan kelembaban yang tinggi.
b. Kerugian
Posisi face tent sulit dipertahankan, FiO2 sulit dikontrol.
c. Collar trakeostomi
a. Keuntungan :
Sama dengan selang T, Memberikan pelembaban untuk pasien dengan
trakeostomi.
Gelang gelang adaptor mencegah bunyi gemuruh selang trakeostomi.
Bagian depan memungkinkan penghisapan tanpa melepas masker.
Kondensasi dalam collar dapat dialirkan ke dalam selang pasien.
b. Kerugian :
Sekresi dan lapisan kulit sekitar stoma dapat menyebabkan iritasi dan
infeksi.
II.8. Keamanan
Untuk pasien :
-

Memastikan bahwa selangnya benar-benar masuk ke dalam saluran pernapasan.

Selang atau kateter yang masuk ke dalam saluran napas harus steril.

Tabung oksigennya dijauhkan dari jangkauan api.

II.9. Resiko Terapi Oksigen


Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat
terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama

25

1-2 hari. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen
yang merangsang sel PMN dan H 2O2 melepaskan enzim proteolotikdan enzim
lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti retensi
gas karbondioksida dan atelektasis.
Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun juga
pada bakteri, jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O 2 80-100%
diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan
teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan
batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.
Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O 2,
selanjutnya mengalami gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan
pemadatan jaringan paru (displasia bronkopulmonal). Komplikasi lain pada bayibayi ini adalah retinopti prematuritas (fibroplkasia retrolental), yaitu pembentukan
jaringan vaskuler opak pada matayang dapat mengakibatkan kelainan penglihatan
berat. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya
iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa
pening, kejang dan koma. Pajanan terhadap O2 tekanan tinggi (oksigenasi
hiperbarik) dapat menghasilkan peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah.
Oksigen bukan zat pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh
karena itu klein dengan terapi pemberian oksigen harus menghindari : Merokok,
membuka alat listrik dalam area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik
tanpa Ground.

26

BAB III
KESIMPULAN
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Tujuan
terapi oksigen ini adalah untuk meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri
sehingga

masuk

ke

jaringan

untuk

memfasilitasi

metabolisme

aerob,

mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO 2 > 90 %. Indikasi terapi oksigen ini
adalah untuk pasien hipoksia, oksigenasi kurang sedangkan paru normal,
oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal, oksigenasi cukup, paru normal,
sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang membutuhkan pemberian oksigen
konsentrasi tinggi, pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 )
rendah. Kontra indikasi pemakaian terapi oksigen ini adalah pemakaian kanul
nasal/kateter binasal/nasal prong : jika ada obstruksi nasal, pemakaian kateter
nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma
maksilofasial, dan obstruksi nasal, pemakaian sungkup muka dengan kantong
rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan kadar
PaCO2 nya lagi. Komplikasi pemakaian terapi oksigen yang terlalu lama dapat
mengakibatkan keracunan oksigen, kerusakan jaringan paru terjadi akibat
terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H 2O2 melepaskan
enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan
resiko yang lain seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis. Apabila O 2 80100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan
teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan
batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.
Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi

27

trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa
pening, kejang dan koma.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasmin Menaldi. Perhimpunan dokter paru Indonesia. 2010


2. Purnomo Heri Dwi. Terapi oksigen. PDF. Anestesiologi & Terapi Intensif. FK
UNS RSUD Dr. Moewardi
3. Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi
dan Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.
4. Blogspot. 2009. The Human Respiratory System. Blog Spot.Com. (http://anatomitubuh-manusiadanhewan.blogspot.com/2009/05/sistem-pernapasan-padamanusia.html).
5. Ikawati, Z. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan. PDF. Rohsiswatmo,
R. 2010. Terapi Oksigen Pada Neonatus. Divisi Perinatologi Ilmu Kesehatan Anak
FKUI - RSCMk FKUI RSCM. Jakarta.
6. Rogayah, R. 2009. The Principle Of Oxigen Therapy. Departemen Pulmonologi
Dan Respiratori FK UI. Jakarta.
7. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi bahasa Indonesia,
vol. 8. EGC. Jakarta.
8. Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005
9. Ganong, F. William. 2003. Fisiologi Kedokteran Edisi 20. EGC. Jakarta.

28

10. Latief, A. Said. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intesif. Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai