JUDUL....................................................................................................................x
DAFTAR ISI...........................................................................................................1
BAB I
Pendahuluan................................................................................................2
BAB II TERAPI OKSIGEN
Definisi......................................................................................................3
Tujuan........................................................................................................3
Indikasi......................................................................................................4
Kontra Indikasi..........................................................................................11
Alat-Alat....................................................................................................11
Syarat-Syarat .............................................................................................11
Prosedur......................................................................................................12
Keamanan...................................................................................................25
Resiko.........................................................................................................25
BAB III
Kesimpulan................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Terapi Oksigen
11.1. Definisi
Oksigen adalah salah satu bahan farmakologik yang banyak dipakai untuk
pasien dengan kelainan kardiopulmoner. Walaupun telah digunakan sejak lebih
kurang 1 abad yang lalu, tetapi masih banyak kontroversi tentang pemakaian
oksigen ini dan belum banyak tenaga medic yang memahami betul tentang terapi
oksigen. (1)
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Terapi
Oksigen: pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih besar daripada udara
ruang untuk mencegah hipoksemia
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut
konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, (Brunner & Suddarth,2001)
Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen adalah
suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang
dapat dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik )
b. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik)
Sama seperti obat, oksigen juga mempunyai keuntungan, indikasi, dosis
pemberian dan komplikasi. Beberapa kata kunci pada terapi oksigen adalah: (1)
a. Siapa yang memerlukan terapi oksigen
b. Bagaimana cara pemberian oksigen
c. Bagaimana cara memonitor pemberian oksigen
II.2. Tujuan
Indikasi primer terapi oksigen adalah hipoksemia yang telah dibuktikan
dengan pemeriksaan analisa gas darah. Indikasi lain adalah trauma berat, infark
miokard akut, syok, sesak napas, keracunan gas CO, pasca anestesi dan keadaaan
keadaan akut yang diduga terjadi hipoksemia.
Tujuan utama goal terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 > 60 mmHg
atau SaO2 > 90% sehingga dapat: (1)
a. Mencegah terjadinya hipoksia sel dan jaringan
b. Menurunkan kerja pernapasan
c. Menurunkan kerja otot jantung
Sehingga dapat meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke
jaringan untuk memfasilitasi metabolisme aerob.
Alat
Aliran (L/menit)
Fi O2 (fraksi oksigen
inspirasi)
0,24
0,28
Kanula
0,32
nasal
0,36
0,40
6
5-6
0,44
0,40
6-7
0,50
7-8
6
0,60
0,60
0,70
0,80
0,80
10
0,80
Masker
oksigen
Masker
dengan
kantong
reservoir
II.3. Indikasi
Hipoksia
Definisi
Hipoksemia adalah penurunan tekanan parsial oksigen (PaO2) dalam
darah. Pada orang dewasa, anak dan bayi berusia lebih dari 28 hari dikatakan
hipoksemia bila PaO2 , 60 mmHg atau SaO2 <90%, pada neonates bila PaO2< 50
mmHg dan SaO2 <88%.
4
a. Pasien hipoksia
kongenital dengan sebagian besar darah dipindah dari sirkulasi vena kesisi
arterial, serta penyakit dengan kegagalan pompa pernafasan. Kegagalan
paru terjadi bilakeadan seperti fibrosis pulmonal menyebabkan blok
alveoli kapiler atau terjadi ketidak seimbangan ventilasi perfusi.
Kegagalan pompa dapat disebabkan oleh kelelahan otot-otot pernafasan
pada keadaan dengan peningkatan beban kerja pernafasan atau oleh
berbagai gangguan mekanik seperti pneumothoraks atau obstruksi
bronkhialyang membatasi ventilasi. Kegagalan dapat pula disebabkan oleh
abnormalitas pada mekanisme persarafan yang mengendalikan ventilasi,
seperti depresi neuron respirasi di medula oblongata oleh morfin dan obatobat lain.
Hipoksia Anemik
Sewaktu
istirahat,hipoksia
akibat
anemia
tidaklah
berat,
karena
Hipoksia Stagnan
Hipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi organ seperti
ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak
mengalami kerusakan akibat hipoksia stagnan pada gagal jantung
kongestif. Pada keadaan normal, aliran darah ke paru-paru sangat besar,
dan dibutuhkan hipotensi jangka waktu lama untuk menimbulkan
kerusakan yang berarti. Namun, syok paru dapat terjadi pada kolaps
sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah paru yang letaknya lebih
tinggi dari jantung.
Hipoksia Histotoksik
Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling
sering diakibatkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom
oksidasi serta mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen atau nitrit
8
Pasien dengan peningkatan kerja napas dimana tubuh terjadi hipoksemia ditandai
dengan PaO2 dan SpO2 menurun. Pasien yang teridentifikasi hipoksemia
contohnya syok dan keracunan CO
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi
oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai
normal (nilai normal PaO285-100 mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan
menjadi ringan sedang dan berat berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2. hipoksemia
ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-94%,
hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89% dan hipoksemia berat bila
PaO2kurang dari 40 mmHg dan SaO2kurang dari 75%. Umur juga mempengaruhi
nilai PaO2 dimana setiap penambahan umur satu tahun usia diatas 60 tahun dan
PaO2 80 mmHg maka terjadi penurunan PaO2 sebesar 1 mmHg. Hipoksemia dapat
disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, hipoventilasi, pirau, gangguan difusi
dan berada ditempat yang tinggi.
Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang
bertujuan untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila
tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg.kendali nafas akan meningkat,
sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang meningkat dan sebaliknya tekanan
karbondioksida arteri (PaCO2) menurun. Jaringan Vaskuler yang mensuplai darah
Beberapa trauma
Terapi ini diberikan dengan orang yang mempunyai gejala :
Sianosis
- Keracunan
Hipovolemi
- Asidosis
Perdarahan
Anemia berat
Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara
dibawah ini:
1. Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus), Diberikan apabila
hasil analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai:
PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale,
polisitemia (hematokrit >56%).
10
Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai komplikasi seperti
hipertensi pulmoner.somnolen dan aritmia.
Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen perlu
dievaluasi gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu tidaknya terapi
oksigen jangka panjang.
II.4. Kontra indikasi
Tidak ada kontra indikasi absolut :
a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala,
trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal.
c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2
tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
II.5. Alat alat yang diperlukan
a. Kateter nasal.
b. Kanul nasal/binasal/nasal prong
c. Sungkup muka sederhana.
d. Sungkup muka rebreathing dengan kantong oksigen.
e. Sungkup muka non rebreathing dengan kantong oksigen.
f. Sungkup muka Venturi
g. Jelly.
h. Plester.
i. Gunting.
j. Sumber oksigen.
k. Humidifier.
l. Flow meter.
m. Aqua steril.
n. Selang oksigen.
o. Tanda dilarang merokok
11
12
a. Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara
kontinyu dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Prosedur
pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai
naso faring. Persentase oksigen yang mencapai paru-paru beragam sesuai
kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama jika mukosa nasal membengkak.
a. Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan
berbicara, dan membersihkan mulut, murah dan nyaman serta dapat juga
dipakai sebagai kateter penghisap. Dapat digunakan dalam jangka waktu yang
lama.
b. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%,
tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, nyeri saat
kateter melewati nasofaring, dan mukosa nasal akan mengalami trauma, fiksasi
kateter akan memberi tekanan pada nostril, maka kateter harus diganti tiap 8
jam dan diinsersi kedalam nostril lain, dapat terjadi distensi lambung, terjadi
iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat
menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter
mudah tersumbat dan tertekuk.
Tahap kerja:
a. Atur posisi pasien senyaman mungkin ( memudahkan dalam melakukan
tindakan
b. Jaga privacy pasien
c. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau memudahkan dan
melancarkan pelaksanaan tindakan).
d. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi (syarat utama
pemasangan nasal kateter adalah jalan nafas harus bebas untuk
memudahkan memasukkan kateter).
e. Atur posisi pasien dengan kepala ekstensi (jalan nafas lebih terbuka ,
pasien lebih nyaman, kateter lebih mudah dimasukkan).
f. Untuk memperkirakan dalam kateter, ukur antara lubang hidung sampai
keujung telinga (untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter).
13
g. Bila ujung kateter terlihat di belakang ovula, tarik kateter sehingga ujung
kateter tidak terlihat lagi.( untuk memastikan ketepatan kedalaman
kateter).
h. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai kebutuhan
(Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal dan membran
mukosa oral serta sekresi jalan nafas).
i. Mengatur volume oksigen sesuai kebutuhan (menjamin ketepatan dosis dan
mencegah terjadinya efek samping).
j. Beri pelicin atau jelly pada ujung nasal kateter (memudahkan dan
mencegah iritasi dalam pemasangan kateter).
k. Gunakan plester untuk fiksasi kateter antara bibir atas dan lubang hidung
(mencegah kateter terlepas dan menjamin ketepatan posisi kateter).
l. Observasi tanda iritasi lubang, pengeringan mukosa hidung, epistaksis, dan
kemungkinan distensi lambung. (terapi oksigen menyebabkan mukosa
nasal mengering, epistaksis dan distensi lambung. Deteksi dini
mengurangi risiko efek samping).
m. Kateter diganti tiap 8 jam dan dimasukkan ke lubang hidung yang lain jika
mungkin (mengurangi iritasi mukosa hidung,menjamin kepatenan kateter).
b. Kanul Nasal/ Binasa/ Nasal Prong
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu
dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter
nasal yaitu 24 % - 44 %. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit
pasien. Pada pemberian oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten,
dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
1 Liter /min : 24 %
2 Liter /min : 28 %
3 Liter /min : 32 %
4 Liter /min : 36 %
14
5 Liter /min : 40 %
6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
a. Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien bebas
makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa
nyaman. Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien
bernapas melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan
mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan
oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen
berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul
hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal.
Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow
rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan
oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat
menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan
yang terlalu ketat. Cara pemasangan :
15
a. Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul yang
elastis sampai kanul benar-benar pas menempati hidung dan nyaman bagi
klien.(Membuat aliran oksigen langsung masuk ke dalam saluran nafas
bagian atas. Klien akan tetap menjaga kanul pada tempatnya apabila kanul
tersebut pas kenyamanannya).
b. Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran sesuai yang
diprogramkan (16 L/mnt.) (Mencegah kekeringan pada membran mukosa
nasal dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas).
c. Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian
pasien (Memungkinkan pasien untuk menengokkan kepala tanpa kanul
tercabut dan mengurangi tekanan ujung kanul pada hidung).
d. Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi
aqua steril setiap waktu. (Memastikan kepatenan kanul dan aliran oksigen,
mencegah inhalasi oksigen tanpa dilembabkan).
e. Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus,epistaksis dan
permukaan superior kedua telinga klien untuk melihat adanya kerusakan
kulit. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal mengering, nyeri sinus
dan epistaksis. Tekanan pada telinga akibat selang kanul atau selang elastis
menyebabkan iritasi kulit).
f. Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan
hipoksia telah hilang (Mengindikasikan telah ditangani atau telah
berkurangnya hipoksia)
c. Sungkup Muka Sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan alat
pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 8
liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 60%. Masker ini kontra indikasi pada
pasien dengan retensi karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran
O2 tidak boleh kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari
masker.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
16
5-6 Liter/min : 40 %
6-7 Liter/min : 50 %
7-8 Liter/min : 60 %
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula
nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup
berlubang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat
menyebabkan
penumpukan
CO2
jika
aliran
rendah.
Menyekap,
tidak
memungkinkan untuk makan dan batuk. Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah.
Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat menekan kulit dapat menyebabkan
rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk
menjamin keamanan dan kenyamanan.
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu (syarat terapi
oksigen adalah jalan nafas harus bebas, jalan nafas yang bebas menjamin aliran
oksigen lancar).
b. Atur posisi pasien (meningkatkan kenyamanan dan memudahkan pemasangan).
c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan 5-8 liter/menit (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal
17
dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas, menjamin ketepatan dosis,
dan mencegah penumpukan CO2 ).
d. Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman jika perlu dengan kain
kasa pada daerah yang tertekan ( mencegah kebocoran sungkup, mencegah
iritasi kulit akibat tekanan).
e. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit.
d. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing
Rebreathing mask
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 60%
dengan aliran 6 15 liter/menit, serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara
ekspirasi sebagian tercampur dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2,
kantong akan terisi saat ekspirasi dan hampir menguncup waktu inspirasi.
Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup
lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit.
FiO2 estimation :
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen bisa
terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran yang rendah
18
pasien
dibersihkan
tiap
jam.(observasi
terhadap
19
dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian
kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup
dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak akan pernah kempes
dengan total. Perawat harus menjaga agar semua diafragma karet harus pada
tempatnya dan tanpa tongkat.
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
6 : 55 60
8 : 60 80
10 : 80 90
12 15 : 90
a. Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak mengeringkan
selaput lendir.
b. Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen bisa
terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak memungkinkan
makan, minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama pada
pasien tidak sadar dan anak-anak. Cara memasang :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi.
b. Atur posisi pasien
20
21
pada
pasien
hypoksemia
sedang
sampai
berat.
FiO2 estimation
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
Biru : 2 : 24
Putih : 4 : 28
Orange : 6 : 31
Kuning : 8 : 35
Merah : 10 : 40
Hijau : 15 : 60
a. Keuntungan
FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur dengan O2
analiser.
22
b. Kerugian
Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen mengalir kedalam
mata.
Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus dilepaskan bila
pasien makan, minum, atau minum obat.
Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak
mengganggu konsentrasi O2.
Caranya :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi.
b. Atur posisi pasien
c.
23
24
Selang atau kateter yang masuk ke dalam saluran napas harus steril.
25
1-2 hari. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen
yang merangsang sel PMN dan H 2O2 melepaskan enzim proteolotikdan enzim
lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti retensi
gas karbondioksida dan atelektasis.
Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun juga
pada bakteri, jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O 2 80-100%
diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan
teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan
batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.
Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O 2,
selanjutnya mengalami gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan
pemadatan jaringan paru (displasia bronkopulmonal). Komplikasi lain pada bayibayi ini adalah retinopti prematuritas (fibroplkasia retrolental), yaitu pembentukan
jaringan vaskuler opak pada matayang dapat mengakibatkan kelainan penglihatan
berat. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya
iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa
pening, kejang dan koma. Pajanan terhadap O2 tekanan tinggi (oksigenasi
hiperbarik) dapat menghasilkan peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah.
Oksigen bukan zat pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh
karena itu klein dengan terapi pemberian oksigen harus menghindari : Merokok,
membuka alat listrik dalam area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik
tanpa Ground.
26
BAB III
KESIMPULAN
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Tujuan
terapi oksigen ini adalah untuk meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri
sehingga
masuk
ke
jaringan
untuk
memfasilitasi
metabolisme
aerob,
mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO 2 > 90 %. Indikasi terapi oksigen ini
adalah untuk pasien hipoksia, oksigenasi kurang sedangkan paru normal,
oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal, oksigenasi cukup, paru normal,
sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang membutuhkan pemberian oksigen
konsentrasi tinggi, pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 )
rendah. Kontra indikasi pemakaian terapi oksigen ini adalah pemakaian kanul
nasal/kateter binasal/nasal prong : jika ada obstruksi nasal, pemakaian kateter
nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma
maksilofasial, dan obstruksi nasal, pemakaian sungkup muka dengan kantong
rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan kadar
PaCO2 nya lagi. Komplikasi pemakaian terapi oksigen yang terlalu lama dapat
mengakibatkan keracunan oksigen, kerusakan jaringan paru terjadi akibat
terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H 2O2 melepaskan
enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan
resiko yang lain seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis. Apabila O 2 80100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan
teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan
batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.
Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi
27
trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa
pening, kejang dan koma.
DAFTAR PUSTAKA
28
10. Latief, A. Said. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intesif. Jakarta.
29