TERAPI OKSIGEN
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anestesi dan Reanimasi
RSUP PERSAHABATAN
Disusun Oleh :
Masagus Moh. Edsel Qasswara
1410.221.056
1410.221.024
Pembimbing :
dr. Ranjan Kumar, Sp.An
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2016
Disusun Oleh :
Masagus Moh. Edsel Qasswara
1410.221.056
1410.221.024
Mengesahkan :
Koordinator Pendidikan Kepaniteraan Anestesi dan Reanimasi
Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kareana atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul
Terapi Oksigen. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian
Kepaniteraan Klinik Bagian Anestesi dan Reanimasi.
Penyusunan tugas referat ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak
yang turut membantu terselesaikannya tugas referat ini. Untuk itu, dalam
kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Ernita Akmal, Sp.An selaku koordinator pendidikan SMF Anestesi dan
Reanimasi dan dr. Ranjan Kumar, Sp.An atas bimbingannya selama ini dan juga
tak lupa kepada teman-teman seperjuangan di Kepaniteraan Klinik Anestesi dan
Reanimasi atas kerjasamanya selama penyusunan referat ini.
Semoga referat ini dapat bermanfaat baik bagi kami sendiri, pembaca,
maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Jakarta,
Juli 2016
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI.. iii
BAB I PENDAHULUAN.. 1
I.1. Latar Belakang. 1
I.2. Tujuan . 2
I.3. Manfaat 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
II.1. Fisiologi Dasar
II.1. Terapi Oksigen 3
II.1.1. Definisi.... 3
II.1.2. Tujuan. 3
II.1.3. Indikasi 4
II.1.4. Kontraindikasi. 7
II.1.5. Alat-alat yang diperlukan 7
II.1.6. Syarat-Syarat Pemberian Oksigen... 8
II.2. Protokol Prosedur.8
II.2.1. Sistem Aliran Rendah.. 8
II.2.1.1. Low flow low concentration. 9
II.2.1.2. Low flow high concentration 12
II.2.2. Sistem Aliran Tinggi 16
II.2.3. Keamanan.19
II.2.4. Hal yang Harus Dilaporkan dan didokumentasikan.19
II.2.5. Resiko Terapi Oksigen. 20
BAB III KESIMPULAN 21
DAFTAR PUSTAKA 22
iv
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Terapi oksigen adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial
oksigen pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kadar
oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik ), dan meningkatkan tekanan oksigen
(Hiperbarik), tujuan dari terapi oksigen ini adalah untuk meningkatkan
konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan untuk memfasilitasi
metabolisme aerob, dan mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO 2 > 90 %.
Indikasi pemberian terapi oksigen ini adalah pasien hipoksia, oksigenasi kurang
sedangkan paru normal, oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal,
oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang
membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi, dan pada pasien dengan
tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah. Tekhnik pemberian terapi
oksigen ini bisa dengan sistem aliran rendah seperti, kateter nasal, kanul nasal /
kanul binasal / nasal prong, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan
kantong rebreathing, dan sungkup muka dengan kantong non rebreathing. Bisa
juga dengan tekhnik aliran tinggi seperti, sungkup muka dengan venturi / Masker
Venturi (High flow low concentration), Bag and Mask / resuscitator manual, dan
Collar trakeostomi. Pemberian terapi oksigen dapat mengakibatkan kebakaran,
iritasi saluran pernapasan, keracunan oksigen, kejang bahkan sampai koma.
Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di Bristol Inggris
tahun 1775 dan dipakai dalam bidang kedokteran oleh Thomas Beddoes sejak
awal tahun 1800. alvan Barach tahun 1920 mengenalkan terapi oksigen pasien
hipoksemia dan terapi oksigen jangka panjang pasien penyakit paru obstruktif
kronik. Chemiack tahun 1967 melaporkan pemberian oksigen melalui kanula
hidung dengan aliran lambat pasien hiperkapnia dan memberikan hasil yang baik
tanpa retensi CO2.2
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam
proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel
tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh dengan cara menghirup udara ruangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Fisiologi Dasar
II.1.1. Kontrol Pernapasan
Ventilasi dikendalikan oleh proses yang kompleks untuk memastikan O 2
secara adekuat tersedia untuk metabolisme dan CO2 dapat dikeluarkan
sehingga keseimbangan asam basa terjaga. Pernafasan dikendalikan oleh
proses humoral melalui aktivitas rangsangan kimia pada pusat nafas di
batang otak.
II.1.2. Kontrol Volunter
Dikendalikan oleh pusat korteks di serebri, yaitu area korteks motoric
a.
dan area limbik
Terjadi pada keadaan basal (tidur) atau konsentrasi kerja
b.
Memungkinkan sesorang hiperventilasi secara sadar, menahan nafas,
c.
merubah pola nafas, nyanyi, dan berbicara.
II.1.3. Kontrol Involunter
a. Dikendalikan oleh Medulla, Pons, dan Pusat diperifer
b. 3 pusat nafas involunter pusat :
a)
2 di pons
b)
1 di medulla oblongata
c. Input berasal dari rangsangan proprioseptif dan kemoreseptor perifer
melalui N. Vagus dan N. Glossofaringeus
d. Output disalurkan melalui N. Frenikus ke diafragma dan N.
Invtercostae 1 12 ke otot intercostae sebagai aliran eferen
e. Pusat medulla menjadi pusat koordinasi utama dari semua sumber
input
f. Pusat inspirasi dan ekspirasi terletak dalam medulla
g. Pusat apneustik (Hambat inspirasi)
dan pneumotaksik
(Meningkatkkan dalamnya nafas dan inspirasi yang lama) di pons
h. Reseptor perifer terletak pada Arcus Aorta dan Bifurkasio Karotis
Interna-Eksterna dimana reseptor berkerja sebagai kemoreseptor
sensitive terhadap kadar O2, CO2, dan ion H+ dalam darah.
i. Impuls dari bifurkasio karotis melalui badan karotis ditransmisikan ke
N. Glossofaringeus kemudian disampaikan ke medulla
j. Impuls dari arkus aorta melalui badan aorta ditransmisikan ke N.
Vagus kemudian disampaikan ke medulla.
2.
3.
II.2.3. Indikasi
Secara garis besar :
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Pasien hipoksia
Oksigenisasi kurang sedangkan paru normal
Oksigenisasi cukup sedangkan paru tidak normal
Oksigenisasi cukup, paru normal, namun sirkulasi tidak normal
Pasien butuh pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi
Pasien dengan tekanan parsial karbondioksidan (PCO2 rendah)
Berdasarkan etiologi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
pneumothorax)
9. Asidosis
10. Anemia berat (Hb < 8%)
Oksigen harus selalu tepat untuk pasien dengan gangguan sirkulasi atau nafas akut
dengan ketentuan berikut :
A. Tanpa gangguan nafas = O2 sebanyak 2 L / menit dengan kanul nasal
b.
Flow/Low
Flow/High
2.
3.
Mask
Simple Mask
a.
Aliran (Flow) = 6 10 L / menit
i.
Konsentrasi O2 = Maksimal 60%
ii.
Rebreathing Mask
b.
Aliran (Flow) = 6 10 L / menit
i.
Konsentrasi O2 = Maksimal 80%
ii.
Berfungsi dalam menjaga PaCO2 tetap normal karena udara
iii.
berisi CO2 yang diekspirasi akan ditampung kemudian
dihirup kembali sehingga PaCO2 meningkat
Udara inspirasi sebagian bercampur dengan udara ekspirasi
iv.
(1/3 volume ekshalasi masuk kantong, 2/3 volume ekshalasi
keluar lewat lubang pada bagian samping)
Non-Rebreathing Mask
c.
Aliran (Flow) = 8 12 L / menit
i.
Konsentrasi O2 = Maksimal 100%
ii.
Digunakan pada pasien dengan PaO2 yang menurun dan
iii.
mencegah CO2 dihirup kembali, menyebabkan O2 banyak
dihirup
Udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi dan
iv.
tidak dipengaruhi udara luar
Mask Venturi
d.
Aliran oksigen bervariasi sekitar 24 50%
i.
iii.
e.
Alat
Aliran (L/menit)
Fi
O2 (fraksi
inspirasi)
0,24
0,28
Kanula
0,32
nasal
0,36
0,40
6
5-6
0,44
0,40
6-7
0,50
7-8
6
0,60
0,60
0,70
0,80
0,80
10
0,80
Masker
oksigen
Masker
dengan
kantong
reservoir
oksigen
10
c. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau memudahkan dan melancarkan
pelaksanaan tindakan).
d. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi (syarat utama pemasangan
nasal kateter adalah jalan nafas harus bebas untuk memudahkan memasukkan
kateter).
e. Atur posisi pasien dengan kepala ekstensi (jalan nafas lebih terbuka , pasien lebih
nyaman, kateter lebih mudah dimasukkan).
f. Untuk memperkirakan dalam kateter, ukur antara lubang hidung sampai keujung
telinga (untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter).
g. Bila ujung kateter terlihat di belakang ovula, tarik kateter sehingga ujung kateter
tidak terlihat lagi.( untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter).
h. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai kebutuhan
(Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal dan membran mukosa oral
serta sekresi jalan nafas).
i. Mengatur volume oksigen sesuai kebutuhan (menjamin ketepatan dosis dan
mencegah terjadinya efek samping).
j. Beri pelicin atau jelly pada ujung nasal kateter (memudahkan dan mencegah iritasi
dalam pemasangan kateter).
k. Gunakan plester untuk fiksasi kateter antara bibir atas dan lubang hidung
(mencegah kateter terlepas dan menjamin ketepatan posisi kateter).
l. Observasi tanda iritasi lubang, pengeringan mukosa hidung, epistaksis, dan
kemungkinan distensi lambung. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal
mengering, epistaksis dan distensi lambung. Deteksi dini mengurangi risiko efek
samping).
m. Kateter diganti tiap 8 jam dan dimasukkan ke lubang hidung yang lain jika
mungkin (mengurangi iritasi mukosa hidung,menjamin kepatenan kateter).
b. Kanul Nasal/ Kanul Binasal/ Nasal Prong
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan
aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal yaitu
24 % - 44 %. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada
11
pemberian oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan
pada pasien dengan pernafasan mulut.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
1 Liter /min : 24 %
2 Liter /min : 28 %
3 Liter /min : 32 %
4 Liter /min : 36 %
5 Liter /min : 40 %
6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
a. Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien bebas
makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa
nyaman. Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien
bernapas melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan
mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan
oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen
berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul
hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal.
Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow
rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan
oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat
menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan
yang terlalu ketat. Cara pemasangan :
a. Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul yang
elastis sampai kanul benar-benar pas menempati hidung dan nyaman bagi
klien.(Membuat aliran oksigen langsung masuk ke dalam saluran nafas
12
bagian atas. Klien akan tetap menjaga kanul pada tempatnya apabila kanul
tersebut pas kenyamanannya).
b. Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran sesuai yang
diprogramkan (16 L/mnt.) (Mencegah kekeringan pada membran mukosa
nasal dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas).
c. Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian pasien
(Memungkinkan pasien untuk menengokkan kepala tanpa kanul tercabut dan
mengurangi tekanan ujung kanul pada hidung).
d. Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi aqua
steril setiap waktu. (Memastikan kepatenan kanul dan aliran oksigen,
mencegah inhalasi oksigen tanpa dilembabkan).
e. Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus,epistaksis dan
permukaan superior kedua telinga klien untuk melihat adanya kerusakan
kulit. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal mengering, nyeri sinus dan
epistaksis. Tekanan pada telinga akibat selang kanul atau selang elastis
menyebabkan iritasi kulit).
f. Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan
hipoksia telah hilang (Mengindikasikan telah ditangani atau telah
berkurangnya hipoksia).
II.3.1.2. Low flow high concentration
A. Sungkup Muka Sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan alat
pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 8
liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 60%. Masker ini kontra indikasi pada
pasien dengan retensi karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran
O2 tidak boleh kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari
masker.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
5-6 Liter/min : 40 %
6-7 Liter/min : 50 %
13
7-8 Liter/min : 60 %
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal,
sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang
besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat
menyebabkan
penumpukan
CO2
jika
aliran
rendah.
Menyekap,
tidak
memungkinkan untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah.
Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat menekan kulit dapat menyebabkan
rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk
menjamin keamanan dan kenyamanan.
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu (syarat terapi
oksigen adalah jalan nafas harus bebas, jalan nafas yang bebas menjamin aliran
oksigen lancar).
b. Atur posisi pasien (meningkatkan kenyamanan dan memudahkan pemasangan).
c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan 5-8 liter/menit (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal
dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas, menjamin ketepatan dosis,
dan mencegah penumpukan CO2 ).
d. Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman jika perlu dengan kain
kasa pada daerah yang tertekan ( mencegah kebocoran sungkup, mencegah iritasi
kulit akibat tekanan).
e. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit.
B. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 60%
dengan aliran 6 15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara
ekspirasi sebagian tercampur dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2,
kantong akan terisi saat ekspirasi dan hampir menguncup waktu inspirasi.
Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup
14
lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit.
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
6 : 35 %
8 : 40 50 %
10 15 : 60 %
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen bisa
terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran yang rendah
dapat menyebabkan pasien akan menghirup sejumlah besar karbondioksida.
Pasien tidak memungkinkan makan minum atau batuk dan menyekap, bisa terjadi
aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel pengikat.
Caranya :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi
b. Atur posisi pasien
c. Menghubungkan selang oksigen pada humidifier
d. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan.
e. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan.
f. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan
sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Sesuai dengan aliran O2
kantong akan terisi waktu ekspirasi dan hampir kuncup waktu inspirasi
(mencegah kantong terlipat, menjaga kepatenan sungkup, mencegah
penumpukan CO2 yang terlalu banyak).
15
16
memungkinkan makan, minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila pasien
muntah terutama pada pasien tidak sadar dan anak-anak. Cara memasang :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi (k/p).
b. Atur posisi pasien
c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan.(menjaga kelembaban udara, mencegah iritasi mukosa jalan nafas
dan mulut).
d. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan , terapi oksigen dengan sungkup
non rebreathing mempunyai efektifitas aliran 6-7 liter/menit dengan
konsentrasi O2 (FiO2) 55-90 % (menjaga kepatenan sungkup, menjamin
ketepatan dosis).
e. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan
sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. (mencegah kantong terlipat,
terputar).
f. Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala melewati bagian atas
telinga. (mencegah kebocoran sungkup).
g. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat (untuk mencegah iritasi kulit).
h.Muka
pasien
dibersihkan
tiap
jam.
(observasi
terhadap
17
tersebut
bersama
karbondioksida
yang
dihembuskan.
Metode
ini
18
c.
19
jaminan visual bahwa aliran oksigen utuh dan kantong menerima oksigen
tambahan. Pengetahuan tentang kantong dan keterampilan penggunaan
adalah vital :
Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal ( VT ).
Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi
Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak.
Hal hal yang harus diperhatikan :
Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja dengan baik dan
apakah terjadi distensi abdomen.
Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan komplain paru.
Risiko terjadinya peningkatan sekresi, pneumothorak, hemothorak, atau
spasme bronkus yang memburuk.
Syarat syarat Resusitator manual :
Kemampuan kantong untuk memberikan oksigen 100 % pada kondisi akut.
Masker bila dibutuhkan harus transparan untuk memudahkan observasi
terhadap muntah / darah yang dapat mengakibatkan aspirasi.
Sistem katup yang berfungsi tanpa gangguan pada kondisi akut.
Pembersihan
dan
pendauran
ketahanan
kantong.
b.
20
d.
e.
Observasi dan catat posisi alat (kanula/masker, dll) yang tepat pada
pasien .
f.
21
Oksigen bukan zat pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh
karena itu klein dengan terapi pemberian oksigen harus menghindari : Merokok,
membuka alat listrik dalam area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik
tanpa Ground.
22
BAB III
KESIMPULAN
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Tujuan
terapi oksigen ini adalah untuk meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri
sehingga
masuk
ke
jaringan
untuk
memfasilitasi
metabolisme
aerob,
mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 %. Indikasi terapi oksigen ini
adalah untuk pasien hipoksia, oksigenasi kurang sedangkan paru normal,
oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal, oksigenasi cukup, paru normal,
sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang membutuhkan pemberian oksigen
konsentrasi tinggi, pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 )
rendah. Kontra indikasi pemakaian terapi oksigen ini adalah pemakaian kanul
nasal/kateter binasal/nasal prong : jika ada obstruksi nasal, pemakaian kateter
nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma
maksilofasial, dan obstruksi nasal, pemakaian sungkup muka dengan kantong
rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan kadar
PaCO2 nya lagi. Komplikasi pemakaian terapi oksigen yang terlalu lama dapat
mengakibatkan keracunan oksigen, kerusakan jaringan paru terjadi akibat
terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H 2O2 melepaskan
enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan
resiko yang lain seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis. Apabila O 2 80100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan
teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan
batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.
Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi
trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa
pening, kejang dan koma.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi
dan Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.
2. Ikawati, Z. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan. PDF. Rohsiswatmo,
R. 2010. Terapi Oksigen Pada Neonatus. Divisi Perinatologi Ilmu Kesehatan Anak
FKUI - RSCMk FKUI RSCM. Jakarta.
3. Rogayah, R. 2009. The Principle Of Oxigen Therapy. Departemen Pulmonologi
Dan Respiratori FK UI. Jakarta.
4. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi bahasa Indonesia,
vol. 8. EGC. Jakarta.
5. Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005
6. Ganong, F. William. 2003. Fisiologi Kedokteran Edisi 20. EGC. Jakarta.
7. Latief, A. Said. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intesif. Jakarta.
24