Oleh
NAMA
: Islahuddin
NO BP
: 1420912004
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah getaran sering ditemukan pada mesin di industri manufaktur. Mesin yang beroperasi
secara terus menerus suatu saat akan mengalami kerusakan. Kerusakan mesin tersebut dapat
berupa kerusakan pada bantalan (bearing fault), putaran dari massa yang tidak seimbang dan
ketidaklurusan kedua poros (misalignment). Ketidaknormalan kondisi operasi mesin tersebut
dapat menyebabkan terjadinya getaran. Komponen mesin yang mengalami getaran secara
terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya kegagalan (failure) pada mesin tersebut. Salah
satu parameter yang dapat diperoleh dari pengukuran getaran adalah frekuensi pribadi.
Frekuensi pribadi yang diperoleh tersebut dapat digunakan untuk menganalisa kerusakan
mesin. Frekuensi pribadi dari ketidaknormalan mesin tersebut, dijaga supaya tidak bekerja
pada frekuensi pribadinya.
Salah satu cara untuk mengukur getaran yang terjadi dalam suatu struktur adalah analisis
modal. Analisis modal merupakan teknik yang digunakan untuk mengetahui karakteristik
dinamik dari suatu struktur. Adapun parameter karakteristik dinamik dari analisis modal ini
adalah frekuensi pribadi (n), rasio redaman (), dan modus getar ().
Pada pengujian ini dilakukan proses pengukuran respon getaran menggunakan akselerometer.
Akselerometer akan menghasilkan sinyal analog dan sinyalnya dicuplik oleh pulse analyser.
Kemudian sinyal diolah oleh pulse analyser sehingga diperoleh grafik dalam domain
frekuensi. Grafik domain frekuensi diolah untuk mendapatkan modus getar struktur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gerakan bolak-balik relatif terhadap titik keseimbangan dalam selang waktu tertentu disebut
getaran atau osilasi. Pada dasarnya semua sistem yang memiliki massa dan kekakuan dapat
bergetar. Contoh getaran sederhana yang sering terlihat adalah ayunan bandul sederhana dan
gerakan dawai gitar yang dipetik. Secara umum getaran dapat dibedakan atas dua, yaitu
getaran bebas dan getaran paksa. Getaran bebas terjadi apabila sistem berosilasi setelah diberi
simpangan awal atau kecepatan awal dan tidak ada gaya luar yang bekerja. Sedangkan
getaran paksa terjadi karena adanya gaya gangguan dari luar. Gaya gangguan tersebut
berosilasi, maka sistem akan bergetar sesuai dengan frekuensi gangguannya, fenomena ini
disebut resonansi [7].
l 0 st
oleh gaya berat massa. Panjang pegas pada posisi itu adalah
defleksi statik.
st
, di mana
menyatakan
W mg kst
(2.1)
di mana g adalah percepatan gravitasi. Dengan menerapkan Hukum Newton II pada kondisi
akhir maka
&
& F k x st W
mx
(2.2)
kst W
dan karena
, maka diperoleh
&
& kx 0
mx
(2.3)
x A sin t Bcos t
(2.4a)
sehingga,
(2.4b)
dan
&
x& 2 A sin t 2 Bcos t
(2.4c)
(2.5a)
m(2 x) kx 0
(k m2 )x 0
(2.5b)
karena
A sin t 0
k 0
, maka
, sehingga
k
n 2
m
(2.6)
(2.7)
Secara umum penyelesaian persamaan diferensial homogen linier orde kedua adalah
x t A1 cos n t A 2 sin n t
(2.8)
x t 0 A1 x 0
dimana A1 dan A2 adalah konstanta yang dapat dihitung dari kondisi awal,
x& t 0 n A 2 x&0
dan
x t x 0 cos n t
x&0
sin n t
n
(2.9)
Nilai A1 dan A2 pada Persamaan (2.8) dapat ditulis dengan notasi sebagai berikut
A1 A cos
(2.10a)
A 2 A sin
(2.10b)
Sehingga penyelesaian diferensial homogen dapat ditulis dalam bentuk
(2.11)
A dan
merupakan konstanta yang besarannya tergantung syarat awal dan dapat dihitung
sebagai berikut
A A12 A 2
1
2 2
x 02
x&0
1
2
(2.12)
A 2
x&0
1
tan
A1
x 0 n
tan 1
(2.13)
Nilai-nilai tersebut secara grafis mempunyai hubungan satu sama lain, seperti diperlihatkan
pada Gambar 2.2.
2.2.1
Gaya gangguan pada sistem getaran paksa dapat berupa fungsi harmonik, fungsi nonharmonik periodik, atau fungsi acak (random). Dalam hal ini gaya gangguan harmonik
F t F0 eit
dinyatakan dalam bentuk
F t F0 sin t
atau dalam bentuk sederhana
, di
mana F0 dan adalah amplitudo dan frekuensi gaya gangguan harmonik, seperti terlihat pada
Gambar 2.3. Respon sistem yang diganggu secara harmonik juga merupakan fungsi
harmonik.
Persamaan gerak sistem dengan gaya gangguan harmonik yang diperlihatkan pada Gambar
2.3 dapat ditulis dengan
& kx F0 sin t
mx&
(2.14)
Penyelesaian dari Persamaan (2.14) terdiri atas jawab transient dan jawab partikular (steady
state). Jawab transient diperoleh dari penyelesaian persamaan diferensial homogen dan jawab
partikular diperoleh dengan asumsi jawab
x X sin t
(2.15)
F0
k m 2
(2.16)
2.2.2
Gaya gangguan harmonik pada getaran paksa dengan redaman juga dinyatakan dalam bentuk
F t F0 sin t
, di mana F0 dan adalah amplitudo dan frekuensi gaya gangguan harmonik.
Gambar 2.5 memperlihatkan sistem massa dengan kekakuan dan redaman yang mengalami
gaya ganguan. Persamaan gerak sistem dengan gaya gangguan harmonik yang diperlihatkan
pada Gambar 2.5 dapat ditulis dalam bentuk
&
& cx& kx F0 sin t
mx
(2.17)
Asumsi jawab partikular dari Persamaan (2.17) adalah
x X sin t
(2.18)
di mana X dan
gangguan.
adalah amplitudo osilasi dan beda fasa antara perpindahan terhadap gaya
F0
k m c
2 2
(2.19)
c
2
k m
tan 1
(2.20)
F0
k
2
m 2
c
1
k
k
(2.21)
dan
c
k
tan
m2
1
k
(2.22)
Persamaan (2.21) dan Persamaan (2.22) dapat ditulis dalam bentuk persamaan tak berdimensi
sebagai
Xk
F0
2
n
(2.23)
dan
tan
di mana
1
n
(2.24)
k
frekuensi pribadi sistem
m
c
rasio redaman
cc
dan
c c cc
2
k
cc k
n
Jika persamaan (2.23) dan Persamaan (2.24) diplot dalam bentuk grafik, maka diperoleh
kurva seperti terlihat pada Gambar 2.7.
x t
sin t
F0
(2.25)
v x
sudut atau
(2.26)
v ( x ) = a1 + a 2 x + a 3 x 2 + a 4 x 3
(2.27)
di mana nilai konstanta a1, a2, a3, dan a4 ditentukan dengan menggunakan kondisi di kedua
nodal,
v = v1 dan
v = v2
dan
v
= 1
x
v
= 2
x
pada x = 0
pada x = L
(2.28)
Dengan memasukkan kondisi batas pada Persamaan (2.57) ke dalam Persamaan (2.55), maka
diperoleh
1
v1
1 = 0
v 2 1
2
0
0 0
0 a1
1 0
0 a 2
L L2 L3
a 3
2
1 2L 3L a 4
(2.29)
1
- 1
0 0
0
1 0
0
L L2 L3
1 2L 3L2
, Persamaan
(2.29) menjadi
a1
a2
= 1
a 3 L3
a 4
L3
0
0
L3
- 3L - 2L2
2
L
v
0
1
0
0
1
2
3L - L v 2
- 2 L
2
(2.29a)
{ a } = [ T ]{ q}
(2.29b)
Dengan memasukkan nilai a pada Persamaan (2.29a) ke dalam Persamaan (2.29), dan
diperoleh
3x 2
2x 2
3x 2
x
2x 3
v
+
v
+
v1
1
1
2
2
L
L
L2
L2
L3
x2
2x 3
x3
+ 2 1 - 3 v 2 + 2 2
L
L
L
v ( x ) = v1 + x1 -
v ( x ) = f1 ( x ) v1 + f 2 ( x ) 1 + f3 ( x ) v 2 + f 4 ( x ) 2
(2.30)
di mana
2
3
x
x
f1 ( x ) = 1 - 3
+ 2
L
L
x 2
x 3
f2 ( x) = x - 2
L2
L
2
f 3 ( x ) = 3
- 2
L
L
x 2
x 3
f4 ( x) = -
+
2
L
L
(2.31)
Persamaan (2.31) disebut dengan fungsi bentuk (shape functions). Jika kita mengambil nilai x
dari 0 sampai L, maka akan diperoleh empat kurva dari keempat fungsi bentuk tersebut
seperti yang ditunjukkan Gambar 2.9.
dan
1 = v 2 = 2 = 0
1 = 1
dan
v1 = v 2 = 2 = 0
v2 = 1
dan
v1 = 1 = 2 = 0
2 = 1
dan
v1 = 1 = v 2 = 0
f1 ( x ) f 2 ( x ) f 3 ( x )
f4 ( x)
maka dapat ditentukan nilai
,
,
, dan
berturut-turut. Ini menunjukkan
bahwa kurva defleksi yang dinyatakan dalam Persamaan (2.30) diperoleh dari superposisi
keempat kurva fungsi bentuk.
U
q i
(2.32)
di mana Fi adalah gaya atau momen yang bekerja pada nodal, q i merupakan defleksi atau
defleksi sudut, indeks i menyatakan penomoran gaya atau momen, sedangkan U adalah
energi regangan (strain energy).
Energi regangan pada elemen balok dinyatakan dalam Persamaan (2.33) berikut ini
2
EI L
2 v
U=
dx
2
2 0
x
(2.33)
Dari Persamaan (2.33) menunjukkan bahwa dibutuhkan pernyataan
2 v
= f1( x ) v1 + f 2( x ) 1 + f3( x ) v 2 + f 4( x ) 2
x 2
di mana
6
x
+12 3
2
L
L
4
x
f 2( x ) = - + 6
L
L
6
x
f 3( x ) = 2 - 12 3
L
L
2
x
f 4( x ) = - + 6
L
L
f1( x ) = -
(2.34)
Y1 =
U EI L
2 v
2 v
dx
= 2
2
v1
2
x v1 x
k11 = EI
f1( x ) f1( x ) dx
k12 = EI f1( x ) f 2( x ) dx
k13 = EI
f1( x ) f 3( x ) dx
k14 = EI f1( x ) f 4( x ) dx
(2.36)
Persamaan (2.36) dapat ditulis dalam bentuk umum
L
k ij = EI fi ( x ) f j( x ) dx
0
(2.37)
Sebagai contoh, untuk i = j = 1 maka
2
L
6
x
k11 = EI
- 2 +12 3
dx
L
L
0
L
EI
72x 2 48x 3
= 4
36x + 2
L
L
L
0
= 12
EI
L3
Dengan cara yang sama untuk setiap nilai i = 1..4 dan j = 1..4, maka didapatkan persamaan
matriks kekakuan
12
6
12
6
2
- 2
L
L
L
L
6
6
4
2
EI L
L
{ k} =
12
6 12
6
L
-
- L2 - L
2
L
L
2
4
L
L
(2.38)
Untuk massa, setiap komponen matriksnya ditulis secara umum pada Persamaan (2.39).
L
m ij = A f i ( x ) f j ( x ) dx
0
(2.39)
Sehingga setiap segmen balok memiliki matriks massa seperti terlihat pada Persamaan (2.40).
156
22L
22L
4L2
AL
[ m] =
13L
420
54
- 13L - 3L2
- 13L
- 3L2
- 22L
- 22L 4L2
54
13L
156
(2.40)
(2.41)
12
6
12 6
2
- 2
L
L
L
L
v Y
156 22L 54 - 13L &
v&
6
6
1 1
1
4
2
2
M
&1 EI L
13L - 3L2 &
AL 22L 4L
L
1 = 1
+
v&2 L 12
6 12
6 v2 Y2
420 54 13L 156 - 22L &
-
- 2 - 13L - 3L2 - 22L 4L2 &
&
L L2
L 2 M 2
L
2
6
2
4
L
2.4Modal Analisis
(2.42)
Analisa modal adalah suatu proses yang ditujukan untuk menentukan karakteristik dinamik
dari suatu sistem struktur. Dimana karakteristik tersebut adalah :
Frekuensi natural ()
Moda getar ()
Rasio redam ()
Ketiga karakteristik dinamik ini didefinisikan oleh properti fisik serta distribusi spasial dari
pada komponen penyusun sistem struktur. Selain menentukannya, analisa modal juga
mencakup penggunaan karakteristik - karakteristik tersebut untuk memformulasikan suatu
model matematis dari perilaku dinamik suatu sistem struktur yang kita tinjau.
Aplikasi analisa modal juga ditunjang oleh kemajuan teori analisa modal dan teknologi.
Kemajuan analisa modal berkembang pesat ketika algoritma transformasi fourier (FFT)
ditemukan oleh J.W Cooly dan J.W Turkey pada tahun 1965. Dengan FFT, respon frekuensi
dari suatu struktur dapat dihitung melalui pengukuran seperti pada gambar 2.10. Perlu
dijelaskan bahwa dengan analisa modal teoritis, modal data dibentuk oleh properti fisik dari
sistem struktur yaitu matriks massa dan matriks kekakuan, sedangkan analisa modal
pengukuran atau eksperimental, modal data diketahui melalui pengukuran. Menghubungkan
teori dengan pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan suatu fungsi respon frekuensi
atau disebut juga dengan FRF (Frequency Response Function ). Fungsi ini adalah fungsi yang
menghubungkan antara respon dinamik dengan beban dinamik yang diberikan. Dimana FRF
inilah yang mendefinisikan modal data (frekuensi natural, moda getar, dan rasio redam) dari
suatu sistem struktur yang diukur. Modal data ini lah yang digunakan dalam aplikasi aplikasi analisa modal.
H pi ( )=
n=1
pn
K nM n + C n
U p ( )
pi ( )
(2.43)
Properti - properti modal diasosiasikan dengan nilai puncak resonansi dari FRF hasil analisa
data pengukuran untuk tiap modanya adalah sebagai berikut
1. Frekuensi Natural
Frekuensi natural dapat ditentukan secara langsung dari kurva FRF, dengan mengacu
pada nilai puncak. Nilai puncak pertama diasosiasikan dengan frekuensi natural moda
pertama dan seterusnya. Tetapi cara ini tidak akurat apabila struktur yang ditinjau
memiliki nilai frekuensi natural yang berdekatan atau memiliki nilai frekuensi natural
yang berulang.
2. Rasio Redam
Cara termudah untuk mendapatkan nilai rasio redam tiap moda dengan menggunakan
hasil pengukuran (FRF) adalah dengan menggunakan metode SDOF. Dimana tiap rasio
redam per-moda didapatkan dari analisa individu per-moda dari kurva FRF, baik itu
receptance, mobility atau pun accelerance. Untuk lebih jelas lihat gambar dibawah ini
dimana dianalisa secara individua l moda ke- n:
3. Modus getar
Menentukan moda getar dari hasil pengukuran sedikit lebih kompleks dibandingan
dengan properti modal lainnya dan membutuhkan beberapa fungsi transfer (FRF yang
menghubungkan antara input gaya pada satu titik dan output respon pada titik lainnya).
Dengan asumsi tipe redaman proporsional dan kondisi
kembali kepada pers. (2.43 ). Ketika frekuensi eksitasi mendekati atau sama dengan besar
frekuensi natural (asumsi data frekuensi natural dan rasio redaman telah diketahui), maka
persamaan tersebut menjadi untuk moda ke - n :
2
pn = 2 n n H pi ( n )
(2.44)
Dengan persamaan diatas kita mampu meng - ekstrak moda getar untuk tiap moda.
Namun persamaan diatas hanya mendeskripsikan perubahan gerak suatu elemen saja,
sehingga untuk mendapatkan moda getar yang akurat diperlukan banyak pengukuran
(pada beberapa titik).
BAB III
METODOLOGI
3.1
Instrumentasi yang digunakan selama pengujian getaran untuk analisis modal eksperimental
ini dapat dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap persiapan peralatan uji merupakan langkah
awal dalam pengujian getaran. Adapun tahapan ini terdiri dari proses merangkai peralatan uji,
persiapan instrumen pengukuran, dan instrumen pencuplikan data.
3.2
Peralatan Pengujian
Ada beberapa bagian peralatan pengujian yang digunakan dalam pengujian getaran untuk
analisis modal eksperimental ini, yaitu:
3.2.1 Instrumentasi Pengukuran dan Pengolah Sinyal
1. Instrumentasi untuk eksitasi struktur (Impact hammer dan charge amplifier)
Struktur dieksitasi dengan beban impulsif menggunakan impact hammer Brel & Kjr 8203
no. seri 10130 yang telah dilengkapi oleh force transducer tipe 8203 (Gambar 3.1a). Sinyal
keluaran dari impact hammer harus dihubungkan terlebih dahulu ke preamplifier, yang dalam
pengujian ini digunakan preamplifier Brel & Kjr Nexus 2692 (Gambar 3.1b).
(a)
(b)
Gambar 3.1 Instrumetasi untuk eksitasi (a) impact hammer dan (b) charge
amplifier untuk penkonversian sinyal dari hammer ke DSA.
Gambar 3.4 Pulse analyzer (bawah) dan notebook untuk visualisasi data pengujian
Pengujian dilakukan terhadap model bangunan dua lantai. Gaya eksitasi diberikan oleh
impact hammer pada satu posisi (tetap), yaitu pada titik tengah lantai satu model bangunan
dua lantai, sedangkan posisi accelerometer divariasikan pada delapan posisi pengujian yang
berbeda. Hasil pengujian akan diperoleh untuk setiap posisi accelerometer dan impact
hammer dan ditampilkan dalam grafik fungsi waktu yaitu eksitasi dan respon terukur.
3.3
Prosedur Pengujian
Untuk lebih memahami dalam melakukan penelitian ini, berikut susunan perangkat pengujian
Yang ditunjukkan pada Gambar 3.6 berikut ini.
10
15
11
12
14
13
Keterangan:
1-8 Accelerometer Bruel & Kjear type 4507
9. Force Amplifier (Impact Hammer) Bruel & Kjear type 8203
10 Bangunan dua lantai
11 PC Pentium 3
12 DSA Bruel & Kjear type 2827
13 Condition Amplifier Nexus Bruel & Kjear
14 Cable of Accelerometer Bruel & Kjear
15 Kabel Impact Hammer
3.4 Prosedur Pengujian
Berikut ini adalah Prosedur pengujian untuk pencuplikan sinyal pada penelitian ini,
1.
2.
Pada model bangunan dua lantai, accelerometer ditempelkan pada posisi nomor 1.
3.
4.
Pemberian gaya eksitasi pada posisi (lantai pertama) yang telah ditentukan dengan
cara memukulnya dengan impact hammer, seperti Gambar 3.6.
5.
Pengukuran respon dilakukan terhadap setiap titik dengan mencatat data getaran
dalam grafik FRF (frequency domain).
6.
Data hasil pencuplikan disimpan dalam file berekstensi *.txt dan diolah dengan
microsoft excel
7.
N
O
1
2
KEGIATAN
Study Literatur
Pengenalan
Instrumen
WAKTU
Mar-15
Apr-15
Mei-15
Jun-15
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
3
4
5
6
pengukuran
Set up Instrumen
pengukuran
Pengambilan data
Pembuatan laporan
Presentasi akhir
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Dan Pembahasan
Pengujian dilakukan pada struktur bangunan dua lantai dan eksitasi dilakukan pada titik yang
sama atau tetap, yaitu titik tengah lantai satu struktur. Posisi pengukuran pengujian dilakukan
pada delapan titik yang berbeda dengan memindahkan posisi accelerometer pada struktur uji.
Pengujian dilakukan dengan menempatkan accelerometer pada posisi pertama, setelah itu
diberikan gaya eksitasi dengan impact hammer pada titik tengah lantai satu struktur.
Kemudian pada monitor akan didapatkan sinyal dalam bentuk grafik FRF, koherensi, dan
phase. Selanjutnya hal yang sama dilakukan pada titik kedua, yaitu accelerometer
dipindahkan pada posisi kedua, dimana gaya eksitasi diberikan kembali pada titik yang sama.
Kemudian pada monitor akan didapatkan sinyal dalam bentuk grafik FRF, koherensi, dan
phase. Cara pengujian yang sama dilakukan sampai posisi accelerometer di titik delapan.
Respon dari sensor (accele dan gaya eksitasi dari impact hammer merupakan sinyal dalam
domain waktu. Dari kedua parameter ini selanjutnya transformasikan ke Dynamic Signal
Analizer (DSA) untuk dirubah menjadi domain frekuensi dengan metode Fast Fourier
Transform (FFT) sehingga terbentuk Frequency Respons Function (FRF).
200
150
100
Imajginer FRF (m/s/N
50
0
-50
10
15
-100
Frekuensi (Hz)
20
25
70
60
50
40
Imaginer FRF (m/s/N)
30
20
10
0
-10 0
10
15
Frekuensi (Hz)
20
25
50
0
-50 0
10
15
-100
Imaginer FRF (m/s
-150
-200
-250
-300
-350
Frekuensi (Hz)
20
25
160
140
120
100
80
60
40
20
0
0.00
-20
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
200.00
150.00
100.00
Imaginer FRF (m/s/N
50.00
0.00
0.00
-50.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
20.00
25.00
-100.00
Frekuensi (Hz)
80.00
60.00
40.00
Imaginer FRF (m/s/N)
20.00
0.00
0.00
-20.00
5.00
10.00
15.00
Frekuensi (hz)
50
0
-50 0
Imaginer FRF (m/s/N)
10
15
-100
-150
-200
-250
-300
Frekuensi (Hz)
20
25
160
140
120
100
Imaginer FRF (m/s/N)
80
60
40
20
0
-20 0
10
15
20
25
Frekuensi (Hz)
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1
Posisi
pengukuran
(Hz)
(%)
(Hz)
2.313
2.48
6.188
0.964
2.313
2.23
6.188
0.99
2.313
2.4
6.125
0.897
2 (%)
2.313
1.85
6.188
0.844
2.313
2.22
6.188
0.948
2.313
1.91
6.188
0.738
2.313
2.6
6.125
1.04
2.313
2.6
6.188
1.01
BAB V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Dari pengujian analisis modal model struktur bangunan dua lantai tersebut, maka dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Frekuensi pribadi struktur secara keseluruhan mempunyai nilai yang sama, tapi pada
posisi tiga dan tujuh ada perbedaan yang tidak signifikan. Perbedaan itu diakibatkan
oleh redaman dari struktur yang tersebut dan juga pengaruh dari elastisitas dari
struktur dimana pada lantai struktur mempunyai elastisitas yang lebih kecil apabila
dibandingkan dengan elastisitas kolom atau rangka struktur.
2. Modus getar dari struktur bangunan dua lantai ini mempunyai modus getar pertama
yang tidak beraturan. Hal ini mungkin diakibatkan oleh gaya eksitasi yang tidak sama
pada saat awal eksistasinya, sedangkan modus kedua secara umum mengalami
kenaikan dan penurunan secara teratur untuk semua posisi accelerometer.
3. Dari semua grafik Frekuensi FRF terlihat bahwa pada awal grafik terdapat modus
getar yang relatif kecil. Hal ini diakibatkan oleh adanya penahan dari Blower di
struktur bangunan dua lantai sehingga puncak modus getarnya tidak terlihat
sempurna.
4. Nilai rasio redaman struktur untuk setiap posisi accelerometer berbeda-beda. Pada
puncak pertama kecendrungan mengalami kenaikan dan pada saat puncak kedua
mengalami penurunan relatif besar.
5.2.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
[1] Thomson, W.T., Theory of Vibration With Application, Prentice-Hall., 4th edition, New
Jersy, 1993.
[2] Kelly, S.G., Fundamental of Mechanical Vibration, McGraw-Hill, Singapore, 1999.
[3] Schwarz, Brian J. & Richardson, Mark H., Experimental Modal Analysis, Vibrant
Technology, Inc. Jamestown, California 1999.
[4] He, J., Zhi-Fang, F., Modal Analysis, Butterworth Heinemann, Oxford, 2001.
[5] McConnell, K. G., Varoto, P. S., Vibration Testing Theory and Practice, Second Edition,
John Wileys and Sons, Inc., New Jersey, 2008.
[6] De Silva, C. W., Vibration Monitoring, Testing and Instrumentation, CRC Press, Boca
Raton, Florida, 2007.
[7] Rusli, M., Son, L., Analisis Vibrasi Dasar, Edisi Pertama, CV. Ferila, Padang, 2012.
[8] Ewin, D. J., Modal Testing: Theory, Practice and Application Second Edition
Research Studies Press, 2000.