Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN AKHIR

GETARAN MEKANIK TERAPAN


Kajian Eksperimental Parameter Modal Bangunan Dua Lantai dengan
Metode Modal Analisis

Oleh
NAMA

: Islahuddin

NO BP

: 1420912004

DOSEN : Prof. Dr.-Ing. Mulyadi Bur


Dr. Eng. Meifal Rusli

PROGRAM MAGISTER TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah getaran sering ditemukan pada mesin di industri manufaktur. Mesin yang beroperasi
secara terus menerus suatu saat akan mengalami kerusakan. Kerusakan mesin tersebut dapat
berupa kerusakan pada bantalan (bearing fault), putaran dari massa yang tidak seimbang dan
ketidaklurusan kedua poros (misalignment). Ketidaknormalan kondisi operasi mesin tersebut
dapat menyebabkan terjadinya getaran. Komponen mesin yang mengalami getaran secara
terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya kegagalan (failure) pada mesin tersebut. Salah
satu parameter yang dapat diperoleh dari pengukuran getaran adalah frekuensi pribadi.
Frekuensi pribadi yang diperoleh tersebut dapat digunakan untuk menganalisa kerusakan
mesin. Frekuensi pribadi dari ketidaknormalan mesin tersebut, dijaga supaya tidak bekerja
pada frekuensi pribadinya.
Salah satu cara untuk mengukur getaran yang terjadi dalam suatu struktur adalah analisis
modal. Analisis modal merupakan teknik yang digunakan untuk mengetahui karakteristik
dinamik dari suatu struktur. Adapun parameter karakteristik dinamik dari analisis modal ini
adalah frekuensi pribadi (n), rasio redaman (), dan modus getar ().
Pada pengujian ini dilakukan proses pengukuran respon getaran menggunakan akselerometer.
Akselerometer akan menghasilkan sinyal analog dan sinyalnya dicuplik oleh pulse analyser.
Kemudian sinyal diolah oleh pulse analyser sehingga diperoleh grafik dalam domain
frekuensi. Grafik domain frekuensi diolah untuk mendapatkan modus getar struktur.

1.2 Tujuan dan Manfaat


Pada penelitian ini mengajukan suatu metode analisis modal untuk mengidentifikasi
karakteristik dinamik dari bangunan dua lantai dengan menggunakan impact hammer sebagai
eksitasi kejut. Setelah didapatkan karakteristik dinamik suatu struktur yang diuji, kemudian
dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:

1. Memahami konsep dasar pengukuran dinamik dan mampu melakukan pengukuran


dinamik dengan menggunakan sensor yang sesuai.
2. Dapat menggunakan perangkat alat ukur getaran, serta memahami cara kerja
komponen instrumen pengukuran getaran.

1.3 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Sistem yang diuji merupakan sistem elastis, linear, dan homogen.
2. Sistem yang diuji merupakan rigid body, no deformation, dan original geometry.

1.4 Sistematika Penulisan


Secara garis besar tulisan ini terdiri dari beberapa bab, yaitu Bab 1 sampai Bab 5. Penulisan
diawali dengan Bab 1 yang berisikan pendahuluan. Pada bab ini dibahas latar belakang
dilakukannya penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika
penulisan. Selanjutnya pada Bab 2 dikemukakan teori-teori getaran yang mendukung materi
penelitian. Pada Bab 3 berisikan tentang prosedur pengujian, yaitu langkah-langkah proses
pengujian, peralatan yang dipakai, dan tahapan-tahapan pelaksanaan pengujian. Pada Bab 4
menampilkan hasil dan pembahasan dari eksperimen. Penulisan laporan ini ditutup dengan
Bab 5, yang berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Gerakan bolak-balik relatif terhadap titik keseimbangan dalam selang waktu tertentu disebut
getaran atau osilasi. Pada dasarnya semua sistem yang memiliki massa dan kekakuan dapat
bergetar. Contoh getaran sederhana yang sering terlihat adalah ayunan bandul sederhana dan
gerakan dawai gitar yang dipetik. Secara umum getaran dapat dibedakan atas dua, yaitu
getaran bebas dan getaran paksa. Getaran bebas terjadi apabila sistem berosilasi setelah diberi
simpangan awal atau kecepatan awal dan tidak ada gaya luar yang bekerja. Sedangkan
getaran paksa terjadi karena adanya gaya gangguan dari luar. Gaya gangguan tersebut
berosilasi, maka sistem akan bergetar sesuai dengan frekuensi gangguannya, fenomena ini
disebut resonansi [7].

2.1Getaran Bebas Tanpa Redaman


Getaran bebas terjadi tanpa adanya gaya gangguan dari luar, dan bila sistem yang bergetar
hanya terdiri dari massa dan kekakuan maka dikatakan getaran bebas tanpa redaman. Jika
suatu sistem bergetar tanpa redaman maka osilasi getarannya akan konstan sepanjang waktu.
Gambar 2.1 memperlihatkan pegas-massa, massa digantung pada ujung pegas bagian bawah
sementara ujung atas pegas dijepit. Pada posisi keseimbangan statik, gaya pegas diimbangi

l 0 st
oleh gaya berat massa. Panjang pegas pada posisi itu adalah
defleksi statik.

st
, di mana

menyatakan

Gambar 2.1 Sistem pegas-massa


Dari keseimbangan statik diperoleh

W mg kst
(2.1)
di mana g adalah percepatan gravitasi. Dengan menerapkan Hukum Newton II pada kondisi
akhir maka

&
& F k x st W
mx

(2.2)

kst W
dan karena

, maka diperoleh

&
& kx 0
mx

(2.3)

Penyelesaian Persamaan (2.3) diperoleh dengan asumsi

x A sin t Bcos t
(2.4a)
sehingga,

x& A cos t Bsin t

(2.4b)

dan
&
x& 2 A sin t 2 Bcos t

(2.4c)

A dan masing-masing menyatakan amplitudo dan frekuensi sistem. Dengan


mensubstitusikan Persamaan (2.4a) dan Persamaan (2.4c) diperoleh
&
x& 2 x

Masukkan persamaan (2.5a) ke dalam Persamaan (2.3) diperoleh

(2.5a)

m(2 x) kx 0
(k m2 )x 0

(2.5b)

karena

A sin t 0

k 0

, maka

, sehingga

k
n 2
m

(2.6)

Persamaan (2.3) dapat dituliskan kembali dalam bentuk


&
x& n 2 x 0

(2.7)
Secara umum penyelesaian persamaan diferensial homogen linier orde kedua adalah

x t A1 cos n t A 2 sin n t
(2.8)

x t 0 A1 x 0
dimana A1 dan A2 adalah konstanta yang dapat dihitung dari kondisi awal,

x& t 0 n A 2 x&0
dan

, sehingga Persamaan (2.8) dapat ditulis menjadi

x t x 0 cos n t

x&0
sin n t
n
(2.9)

Nilai A1 dan A2 pada Persamaan (2.8) dapat ditulis dengan notasi sebagai berikut

A1 A cos
(2.10a)

A 2 A sin
(2.10b)
Sehingga penyelesaian diferensial homogen dapat ditulis dalam bentuk

x t A cos c os n t A sin sin n t


A cos cos n t sin sin n t
A cos n t

(2.11)

A dan

merupakan konstanta yang besarannya tergantung syarat awal dan dapat dihitung

sebagai berikut

A A12 A 2

1
2 2

x 02

x&0

1
2

(2.12)

A 2
x&0
1

tan
A1
x 0 n

tan 1

(2.13)

Nilai-nilai tersebut secara grafis mempunyai hubungan satu sama lain, seperti diperlihatkan
pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Gerak harmonik getaran bebas tanpa redaman

2.2Getaran Harmonik Paksa


Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa getaran paksa merupakan sistem getaran yang
mendapat gangguan dari luar. Sedangkan getaran harmonik paksa berarti gaya luar yang
merupakan gangguan pada sistem berbentuk fungsi harmonik.

2.2.1

Kasus Tanpa Redaman

Gaya gangguan pada sistem getaran paksa dapat berupa fungsi harmonik, fungsi nonharmonik periodik, atau fungsi acak (random). Dalam hal ini gaya gangguan harmonik

F t F0 eit
dinyatakan dalam bentuk

F t F0 sin t
atau dalam bentuk sederhana

, di

mana F0 dan adalah amplitudo dan frekuensi gaya gangguan harmonik, seperti terlihat pada

Gambar 2.3. Respon sistem yang diganggu secara harmonik juga merupakan fungsi
harmonik.
Persamaan gerak sistem dengan gaya gangguan harmonik yang diperlihatkan pada Gambar
2.3 dapat ditulis dengan

& kx F0 sin t
mx&
(2.14)
Penyelesaian dari Persamaan (2.14) terdiri atas jawab transient dan jawab partikular (steady
state). Jawab transient diperoleh dari penyelesaian persamaan diferensial homogen dan jawab
partikular diperoleh dengan asumsi jawab

x X sin t

(2.15)

di mana X adalah amplitudo yang besarnya tergantung dari syarat awalnya.

Gambar 2.3 Sistem getaran paksa tanpa redaman


Besarnya X diperoleh dengan memasukkan Persamaan (2.15) ke dalam Persamaan (2.14), di
mana diketahui bahwa untuk gerak harmonik beda fasa percepatan terhadap perpindahan
adalah 1800. Persamaan diferensialnya dapat digambarkan secara grafis pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Diagram vektor gaya getaran paksa tanpa redaman


Berdasarkan diagram vektor gaya pada Gambar 2.4 dapat dihitung harga X dengan nilai
X

F0
k m 2

(2.16)

2.2.2

Getaran Harmonik Paksa dengan Redaman

Gaya gangguan harmonik pada getaran paksa dengan redaman juga dinyatakan dalam bentuk

F t F0 sin t
, di mana F0 dan adalah amplitudo dan frekuensi gaya gangguan harmonik.
Gambar 2.5 memperlihatkan sistem massa dengan kekakuan dan redaman yang mengalami
gaya ganguan. Persamaan gerak sistem dengan gaya gangguan harmonik yang diperlihatkan
pada Gambar 2.5 dapat ditulis dalam bentuk

&
& cx& kx F0 sin t
mx
(2.17)
Asumsi jawab partikular dari Persamaan (2.17) adalah

x X sin t
(2.18)

di mana X dan
gangguan.

adalah amplitudo osilasi dan beda fasa antara perpindahan terhadap gaya

Gambar 2.5 Sistem getaran paksa teredam


Besar amplitudo dan beda fasa diperoleh dengan memasukkan Persamaan (2.18) ke dalam
Persamaan (2.17), di mana diketahui pada gerak harmonik, beda fasa kecepatan dan
percepatan terhadap perpindahan adalah 900 dan 1800. Sehingga persamaan diferensialnya
dapat digambarkan secara grafis seperti terlihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Diagram vektor gaya getaran paksa teredam

Berdasarkan Gambar 2.6 harga X dan


X

dapat dihitung sebagai

F0

k m c
2 2

(2.19)

c
2
k m

tan 1

(2.20)

Persamaan (2.19) dan Persamaan (2.20) dapat disederhanakan menjadi

F0
k
2

m 2
c
1

k
k

(2.21)
dan
c
k
tan
m2
1
k

(2.22)

Persamaan (2.21) dan Persamaan (2.22) dapat ditulis dalam bentuk persamaan tak berdimensi
sebagai

Xk

F0


2
n

(2.23)
dan

tan

di mana


1
n

(2.24)

k
frekuensi pribadi sistem
m

c c 2mn koefisien redaman kritis

c
rasio redaman
cc

dan
c c cc

2
k
cc k
n

Jika persamaan (2.23) dan Persamaan (2.24) diplot dalam bentuk grafik, maka diperoleh
kurva seperti terlihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Grafik dari Persamaan (2.23) dan (2.24)


Jawab steady state sistem dapat diperoleh dengan menggabungkan Persamaan (2.18) dengan
(2.21) dan disederhanakan, yaitu

x t

sin t

F0

(2.25)

2.3Getaran pada Elemen Balok


Balok merupakan struktur batang yang tersusun tanpa membentuk sudut kemiringan terhadap
sumbu globalnya. Setiap segmen balok terdiri atas dua nodal, yang masing-masing nodal
mempunyai dua derajat kebebasan. Gaya yang bekerja pada nodal sebuah balok adalah gaya
geser Y dan momen lentur M, yang mengakibatkan terjadinya defleksi vertikal v dan defleksi

v x
sudut atau

pada nodal tersebut.

Gambar 2.8 Derajat kebebasan nodal pada balok

2.3.1 Fungsi Bentuk (Shape Function)


Bentuk defleksi sebuah balok dapat digambarkan dalam sebuah fungsi v(x). Fungsi ini
diperlukan untuk memenuhi keseimbangan persamaan diferensial elemen balok tanpa gaya
terdistribusi,
4 v
=0
x 4

(2.26)

Penyelesaian Persamaan (2.26) dilakukan dengan pendekatan persamaan polinomial pangkat


tiga (kubik) terhadap x,

v ( x ) = a1 + a 2 x + a 3 x 2 + a 4 x 3
(2.27)
di mana nilai konstanta a1, a2, a3, dan a4 ditentukan dengan menggunakan kondisi di kedua
nodal,
v = v1 dan
v = v2

dan

v
= 1
x
v
= 2
x

pada x = 0
pada x = L

(2.28)

Dengan memasukkan kondisi batas pada Persamaan (2.57) ke dalam Persamaan (2.55), maka
diperoleh

1
v1

1 = 0
v 2 1

2
0

0 0
0 a1

1 0
0 a 2


L L2 L3
a 3
2
1 2L 3L a 4

Dengan melakukan perkalian kiri untuk kedua ruas dengan

(2.29)
1

- 1
0 0
0

1 0
0

L L2 L3

1 2L 3L2

, Persamaan

(2.29) menjadi
a1

a2
= 1
a 3 L3

a 4

L3
0

0
L3

- 3L - 2L2

2
L

v
0
1

0
0
1
2
3L - L v 2

- 2 L
2

(2.29a)

atau dapat disederhanakan menjadi

{ a } = [ T ]{ q}
(2.29b)

Dengan memasukkan nilai a pada Persamaan (2.29a) ke dalam Persamaan (2.29), dan
diperoleh
3x 2
2x 2
3x 2
x
2x 3
v

+
v

+
v1
1
1
2
2
L
L
L2
L2
L3
x2
2x 3
x3
+ 2 1 - 3 v 2 + 2 2
L
L
L

v ( x ) = v1 + x1 -

Setelah dikelompokkan menurut jenisnya, maka didapatkan bentuk akhir

v ( x ) = f1 ( x ) v1 + f 2 ( x ) 1 + f3 ( x ) v 2 + f 4 ( x ) 2
(2.30)
di mana
2
3
x
x

f1 ( x ) = 1 - 3

+ 2

L
L
x 2
x 3

f2 ( x) = x - 2

L2

L

2

f 3 ( x ) = 3
- 2

L
L

x 2
x 3

f4 ( x) = -
+

2

L
L

(2.31)
Persamaan (2.31) disebut dengan fungsi bentuk (shape functions). Jika kita mengambil nilai x
dari 0 sampai L, maka akan diperoleh empat kurva dari keempat fungsi bentuk tersebut
seperti yang ditunjukkan Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Plot fungsi bentuk segmen balok


Artinya, setiap kurva fungsi bentuk dapat menggambarkan ada atau tidaknya defleksi dan
defleksi sudut yang terjadi pada nodal. Ujung pada nodal yang mengalami defleksi ataupun
defleksi sudut dinyatakan dengan nilai 1 sedangkan ujung pada nodal yang tidak mengalami
defleksi atau defleksi sudut dinyatakan dengan nilai 0. Dengan kata lain, dengan
memasukkan
v1 = 1

dan

1 = v 2 = 2 = 0

1 = 1

dan

v1 = v 2 = 2 = 0

v2 = 1

dan

v1 = 1 = 2 = 0

2 = 1

dan

v1 = 1 = v 2 = 0

f1 ( x ) f 2 ( x ) f 3 ( x )
f4 ( x)
maka dapat ditentukan nilai
,
,
, dan
berturut-turut. Ini menunjukkan
bahwa kurva defleksi yang dinyatakan dalam Persamaan (2.30) diperoleh dari superposisi
keempat kurva fungsi bentuk.

2.3.2 Matriks Kekakuan dan Matriks Massa Balok

Persamaan matriks kekakuan balok dapat ditentukan dengan menggunakan Teorema


Castigliano.
Fi =

U
q i

(2.32)
di mana Fi adalah gaya atau momen yang bekerja pada nodal, q i merupakan defleksi atau
defleksi sudut, indeks i menyatakan penomoran gaya atau momen, sedangkan U adalah
energi regangan (strain energy).
Energi regangan pada elemen balok dinyatakan dalam Persamaan (2.33) berikut ini
2

EI L
2 v

U=
dx

2
2 0
x

(2.33)
Dari Persamaan (2.33) menunjukkan bahwa dibutuhkan pernyataan
2 v
= f1( x ) v1 + f 2( x ) 1 + f3( x ) v 2 + f 4( x ) 2
x 2
di mana
6
x
+12 3
2
L
L
4
x
f 2( x ) = - + 6
L
L
6
x
f 3( x ) = 2 - 12 3
L
L
2
x
f 4( x ) = - + 6
L
L
f1( x ) = -

(2.34)

Dengan mensubstitusikan Persamaan (2.30) ke dalam Persamaan (2.33), kemudian


persamaan strain energy dinyatakan dalam bentuk turunan parsial, diperoleh

Y1 =

U EI L
2 v
2 v

dx
= 2
2

v1
2
x v1 x

= EI f1( x ) v1 + f 2( x ) 1 + f3( x ) v 2 + f 4( x ) 2 f1( x ) dx


0

= k11 v1 + k12 1 + k13 v2 + k14 2


(2.35)
di mana
L

k11 = EI

f1( x ) f1( x ) dx

k12 = EI f1( x ) f 2( x ) dx

k13 = EI

f1( x ) f 3( x ) dx

k14 = EI f1( x ) f 4( x ) dx

(2.36)
Persamaan (2.36) dapat ditulis dalam bentuk umum
L

k ij = EI fi ( x ) f j( x ) dx
0

(2.37)
Sebagai contoh, untuk i = j = 1 maka
2

L
6
x
k11 = EI
- 2 +12 3

dx

L
L
0
L

EI
72x 2 48x 3

= 4
36x + 2

L
L
L

0
= 12

EI
L3

Dengan cara yang sama untuk setiap nilai i = 1..4 dan j = 1..4, maka didapatkan persamaan
matriks kekakuan

12
6
12
6
2

- 2
L
L
L
L

6
6

4
2

EI L
L

{ k} =
12
6 12
6
L
-
- L2 - L
2
L
L

2
4

L
L

(2.38)

Untuk massa, setiap komponen matriksnya ditulis secara umum pada Persamaan (2.39).
L

m ij = A f i ( x ) f j ( x ) dx
0

(2.39)
Sehingga setiap segmen balok memiliki matriks massa seperti terlihat pada Persamaan (2.40).
156
22L

22L
4L2
AL

[ m] =
13L
420
54
- 13L - 3L2

- 13L

- 3L2

- 22L

- 22L 4L2

54
13L
156

(2.40)

Dengan demikian, persamaan umum getaran pada balok adalah


q&} +[ k ]{ q} = { f ( t ) }
[ m ]{ &

(2.41)

12
6
12 6
2

- 2
L
L
L
L

v Y
156 22L 54 - 13L &
v&
6
6
1 1
1

4
2
2
M
&1 EI L
13L - 3L2 &
AL 22L 4L
L
1 = 1
+

v&2 L 12
6 12
6 v2 Y2
420 54 13L 156 - 22L &
-
- 2 - 13L - 3L2 - 22L 4L2 &
&
L L2
L 2 M 2
L

2
6

2
4
L

2.4Modal Analisis

(2.42)

Analisa modal adalah suatu proses yang ditujukan untuk menentukan karakteristik dinamik
dari suatu sistem struktur. Dimana karakteristik tersebut adalah :
Frekuensi natural ()
Moda getar ()
Rasio redam ()
Ketiga karakteristik dinamik ini didefinisikan oleh properti fisik serta distribusi spasial dari
pada komponen penyusun sistem struktur. Selain menentukannya, analisa modal juga
mencakup penggunaan karakteristik - karakteristik tersebut untuk memformulasikan suatu
model matematis dari perilaku dinamik suatu sistem struktur yang kita tinjau.
Aplikasi analisa modal juga ditunjang oleh kemajuan teori analisa modal dan teknologi.
Kemajuan analisa modal berkembang pesat ketika algoritma transformasi fourier (FFT)
ditemukan oleh J.W Cooly dan J.W Turkey pada tahun 1965. Dengan FFT, respon frekuensi
dari suatu struktur dapat dihitung melalui pengukuran seperti pada gambar 2.10. Perlu
dijelaskan bahwa dengan analisa modal teoritis, modal data dibentuk oleh properti fisik dari
sistem struktur yaitu matriks massa dan matriks kekakuan, sedangkan analisa modal
pengukuran atau eksperimental, modal data diketahui melalui pengukuran. Menghubungkan
teori dengan pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan suatu fungsi respon frekuensi
atau disebut juga dengan FRF (Frequency Response Function ). Fungsi ini adalah fungsi yang
menghubungkan antara respon dinamik dengan beban dinamik yang diberikan. Dimana FRF
inilah yang mendefinisikan modal data (frekuensi natural, moda getar, dan rasio redam) dari
suatu sistem struktur yang diukur. Modal data ini lah yang digunakan dalam aplikasi aplikasi analisa modal.

Gambar 2.10 Modal Testing

2.4.1 Klasifikasi Modal Testing


Metode pengukuran parameter modal dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Experimental Modal Analysis (EMA)
Metode yang diambil adalah suatu sistem struktur diberikan eksitasi satu titik (single
point excitation ) ataupun multiple point excitations. Kemudian input dan output dari
pengukuran dicatat dan menjadi suatu dasar dari pembentukan modal model yang
pada akhirnya akan mengeluarkan parameter modal dari struktur yang ditinjau.
2. Operational Modal Analysis (OMA)
Pada metode kedua ini, hanya output dari pengukuran yang dibutuhkan untuk
membentuk modal model. Sehingga eksitasi aritifiasial tidak dibutuhkan dalam
metode pengukuran ini.

2.4.2 Ekstraksi Properti Modal


Ketika FRF (fungsi respon frekuensi) telah dianalisa dengan menggunakan hasil pengukuran
dan persamaan FRF (pers 2.43), analisa dilanjutkan dengan membentuk suatu parameter parameter getaran, yaitu properti modal (frekuensi natural, moda getar dan rasio redaman).
N

H pi ( )=
n=1

pn

K nM n + C n

U p ( )
pi ( )

(2.43)

Properti - properti modal diasosiasikan dengan nilai puncak resonansi dari FRF hasil analisa
data pengukuran untuk tiap modanya adalah sebagai berikut
1. Frekuensi Natural
Frekuensi natural dapat ditentukan secara langsung dari kurva FRF, dengan mengacu
pada nilai puncak. Nilai puncak pertama diasosiasikan dengan frekuensi natural moda
pertama dan seterusnya. Tetapi cara ini tidak akurat apabila struktur yang ditinjau
memiliki nilai frekuensi natural yang berdekatan atau memiliki nilai frekuensi natural
yang berulang.

Gambar 2.11 Hubungan nilai FRF dengan natural frekuensi

2. Rasio Redam
Cara termudah untuk mendapatkan nilai rasio redam tiap moda dengan menggunakan
hasil pengukuran (FRF) adalah dengan menggunakan metode SDOF. Dimana tiap rasio
redam per-moda didapatkan dari analisa individu per-moda dari kurva FRF, baik itu
receptance, mobility atau pun accelerance. Untuk lebih jelas lihat gambar dibawah ini
dimana dianalisa secara individua l moda ke- n:

Gambar 2.12 Analisa per individual per-mode dengan FRF

3. Modus getar
Menentukan moda getar dari hasil pengukuran sedikit lebih kompleks dibandingan
dengan properti modal lainnya dan membutuhkan beberapa fungsi transfer (FRF yang
menghubungkan antara input gaya pada satu titik dan output respon pada titik lainnya).
Dengan asumsi tipe redaman proporsional dan kondisi

underdamped, kita merunut

kembali kepada pers. (2.43 ). Ketika frekuensi eksitasi mendekati atau sama dengan besar
frekuensi natural (asumsi data frekuensi natural dan rasio redaman telah diketahui), maka
persamaan tersebut menjadi untuk moda ke - n :
2
pn = 2 n n H pi ( n )

(2.44)

Dengan persamaan diatas kita mampu meng - ekstrak moda getar untuk tiap moda.
Namun persamaan diatas hanya mendeskripsikan perubahan gerak suatu elemen saja,
sehingga untuk mendapatkan moda getar yang akurat diperlukan banyak pengukuran
(pada beberapa titik).

Gambar 2.13 Analisa modus getar dengan FRF

BAB III
METODOLOGI

3.1

Persiapan Peralatan Pengujian

Instrumentasi yang digunakan selama pengujian getaran untuk analisis modal eksperimental
ini dapat dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap persiapan peralatan uji merupakan langkah
awal dalam pengujian getaran. Adapun tahapan ini terdiri dari proses merangkai peralatan uji,
persiapan instrumen pengukuran, dan instrumen pencuplikan data.

3.2

Peralatan Pengujian

Ada beberapa bagian peralatan pengujian yang digunakan dalam pengujian getaran untuk
analisis modal eksperimental ini, yaitu:
3.2.1 Instrumentasi Pengukuran dan Pengolah Sinyal
1. Instrumentasi untuk eksitasi struktur (Impact hammer dan charge amplifier)
Struktur dieksitasi dengan beban impulsif menggunakan impact hammer Brel & Kjr 8203
no. seri 10130 yang telah dilengkapi oleh force transducer tipe 8203 (Gambar 3.1a). Sinyal
keluaran dari impact hammer harus dihubungkan terlebih dahulu ke preamplifier, yang dalam
pengujian ini digunakan preamplifier Brel & Kjr Nexus 2692 (Gambar 3.1b).

(a)

(b)

Gambar 3.1 Instrumetasi untuk eksitasi (a) impact hammer dan (b) charge
amplifier untuk penkonversian sinyal dari hammer ke DSA.

2. Instrumentasi untuk pengukuran respons struktur


Pengukuran respons struktur dilakukan dengan menggunakan accelerometer uniaxial Brel &
Kjr tipe 4507 dengan sensitivitas 10 mV/ms-2 (Gambar 3.2).

Gambar 3.2 Accelerometer uniaxial.

3. Instrumentasi untuk akuisisi dan pengolahan data


Instrumentansi akuisisi data yang digunakan selama pengujian yaitu pulse analyzer tipe
3560C Brel & Kjr (Gambar 3.3). Pulse analyzer ini berfungsi sebagai media yang
mengkonversikan sinyal analog yang diperoleh dari sensor menjadi sinyal digital. Sinyal
digital ini diolah dan disajikan dalam bentuk grafis dalam ranah waktu dan frekuensi pada
perangkat lunak pulse analyzer Brel & Kjr versi 6.1 (Gambar 3.4). Selanjutnya, data yang
telah diolah dan ditampilkan pada perangkat lunak pulse analyzer disimpan.

Gambar 3.3 Pulse analyzer B&K tipe 3560C

Gambar 3.4 Pulse analyzer (bawah) dan notebook untuk visualisasi data pengujian

yang tercuplik (atas).


Peralatan yang dipakai dalam pengujian adalah model bangunan dua lantai. Skema lengkap
struktur uji getaran pada bangunan dua lantai ini diperlihatkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Skema struktur uji getaran

Pengujian dilakukan terhadap model bangunan dua lantai. Gaya eksitasi diberikan oleh
impact hammer pada satu posisi (tetap), yaitu pada titik tengah lantai satu model bangunan
dua lantai, sedangkan posisi accelerometer divariasikan pada delapan posisi pengujian yang
berbeda. Hasil pengujian akan diperoleh untuk setiap posisi accelerometer dan impact
hammer dan ditampilkan dalam grafik fungsi waktu yaitu eksitasi dan respon terukur.
3.3
Prosedur Pengujian
Untuk lebih memahami dalam melakukan penelitian ini, berikut susunan perangkat pengujian
Yang ditunjukkan pada Gambar 3.6 berikut ini.

10

15

11

12

14

13

Gambar 3.6 Susunan perangkat pengujian getaran

Keterangan:
1-8 Accelerometer Bruel & Kjear type 4507
9. Force Amplifier (Impact Hammer) Bruel & Kjear type 8203
10 Bangunan dua lantai
11 PC Pentium 3
12 DSA Bruel & Kjear type 2827
13 Condition Amplifier Nexus Bruel & Kjear
14 Cable of Accelerometer Bruel & Kjear
15 Kabel Impact Hammer
3.4 Prosedur Pengujian

Berikut ini adalah Prosedur pengujian untuk pencuplikan sinyal pada penelitian ini,
1.

Persiapkan peralatan pengujian getaran seperti terlihat pada Gamabar di atas.

2.

Pada model bangunan dua lantai, accelerometer ditempelkan pada posisi nomor 1.

3.

Kemudian perangkat lunak yangdijalankan untuk pencuplikan data.

4.

Pemberian gaya eksitasi pada posisi (lantai pertama) yang telah ditentukan dengan
cara memukulnya dengan impact hammer, seperti Gambar 3.6.

5.

Pengukuran respon dilakukan terhadap setiap titik dengan mencatat data getaran
dalam grafik FRF (frequency domain).

6.

Data hasil pencuplikan disimpan dalam file berekstensi *.txt dan diolah dengan
microsoft excel

7.

Pengujian dilakukan dengan memvariasikan posisi accelerometer pada delapan titik

3.5 Waktu Pengujian


Pada eksperimen ini dibutuhkan waktu sekitar empat bulan, mulai dari bulan Maret 2015
sampai bulan Juni 2015. Rincian kegiatan pengujian dan waktunya dapat dilihat dari Tabel
3.1 berikut ini.
Tabel 3.1 Waktu eksperimen modal anlisis

N
O

1
2

KEGIATAN

Study Literatur
Pengenalan
Instrumen

WAKTU
Mar-15
Apr-15
Mei-15
Jun-15
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

3
4
5
6

pengukuran
Set up Instrumen
pengukuran
Pengambilan data
Pembuatan laporan
Presentasi akhir

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Dan Pembahasan
Pengujian dilakukan pada struktur bangunan dua lantai dan eksitasi dilakukan pada titik yang
sama atau tetap, yaitu titik tengah lantai satu struktur. Posisi pengukuran pengujian dilakukan
pada delapan titik yang berbeda dengan memindahkan posisi accelerometer pada struktur uji.
Pengujian dilakukan dengan menempatkan accelerometer pada posisi pertama, setelah itu
diberikan gaya eksitasi dengan impact hammer pada titik tengah lantai satu struktur.
Kemudian pada monitor akan didapatkan sinyal dalam bentuk grafik FRF, koherensi, dan
phase. Selanjutnya hal yang sama dilakukan pada titik kedua, yaitu accelerometer
dipindahkan pada posisi kedua, dimana gaya eksitasi diberikan kembali pada titik yang sama.

Kemudian pada monitor akan didapatkan sinyal dalam bentuk grafik FRF, koherensi, dan
phase. Cara pengujian yang sama dilakukan sampai posisi accelerometer di titik delapan.
Respon dari sensor (accele dan gaya eksitasi dari impact hammer merupakan sinyal dalam
domain waktu. Dari kedua parameter ini selanjutnya transformasikan ke Dynamic Signal
Analizer (DSA) untuk dirubah menjadi domain frekuensi dengan metode Fast Fourier
Transform (FFT) sehingga terbentuk Frequency Respons Function (FRF).

Gambar 4.1 Urutan Posisi Sensor pengujian

Gambar 4.2 Grafik FRF


Dari grafik FRF hasil pengukuran sebelumnya bisa didapatkan nilai damping ratio (rasio
redaman) struktur yang diuji. Puncak-puncak pada grafik FRF adalah frekuesi benda hasil
pengukuran dalam rentang 200 Hz (dua modus terendah).
Selain Grafik FRF, pada monitor hasil pengujian juga didapatkan grafik koherensi seperti
pada Gambar 4.3. Koherensi ini menyatakan keterulangan dari gaya eksitasi yang
diberikan kepada benda uji. Apabila gaya eksitasi yang diberikan pada benda uji tepat
pada titik yang sama secara berulang-ulang, maka grafik yang didapatkan akan berada
pada nilai mendekati 1000 m.

Gambar 4.3 Grafik koherensi


Disamping grafik FRF dan grafik koherensi, dari pengukuran ini juga didapatkan data
respon percepatan dan data eksitasi pengukuran dalam bentuk .txt. Data .txt inilah yang
selanjutnya diolah dengan menggunakan Microsoft Excel untuk mendapatkan grafik
modulus FRF dan Frekuensi FRF vs imajiner FRF seperti Gambar 4.4 - 4.11.

200

150
100
Imajginer FRF (m/s/N

50
0
-50

10

15

-100
Frekuensi (Hz)

Gambar 4.4 Hasil pengujian sensor pada posisi 1


a. Modulus FRF b. Imaginer FRF

20

25

70
60
50
40
Imaginer FRF (m/s/N)

30
20
10
0
-10 0

10

15

Frekuensi (Hz)

Gambar 4.5 Hasil pengujian sensor pada posisi 2


a. Modulus FRF b. Imaginer FRF

20

25

50
0
-50 0

10

15

-100
Imaginer FRF (m/s

-150
-200
-250
-300
-350
Frekuensi (Hz)

Gambar 4.6 Hasil pengujian sensor pada posisi 3


a. Modulus FRF b. Imaginer FRF

20

25

160
140
120
100
80
60
40
20
0
0.00
-20

5.00

10.00

15.00

20.00

Gambar 4.7 Hasil pengujian sensor pada posisi 4


a. Modulus FRF b. Imaginer FRF

25.00

200.00
150.00
100.00
Imaginer FRF (m/s/N

50.00
0.00
0.00
-50.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

20.00

25.00

-100.00
Frekuensi (Hz)

Gambar 4.8 Hasil pengujian sensor pada posisi 5


a. Modulus FRF b. Imaginer FRF

80.00
60.00
40.00
Imaginer FRF (m/s/N)
20.00
0.00
0.00
-20.00

5.00

10.00

15.00

Frekuensi (hz)

Gambar 4.9 Hasil pengujian sensor pada posisi 6


a. Modulus FRF b. Imaginer FRF

50
0
-50 0
Imaginer FRF (m/s/N)

10

15

-100
-150
-200
-250
-300
Frekuensi (Hz)

Gambar 4.10 Hasil pengujian sensor pada posisi 7


a. Modulus FRF b. Imaginer FRF

20

25

160
140
120
100
Imaginer FRF (m/s/N)

80
60
40
20
0
-20 0

10

15

20

25

Frekuensi (Hz)

Gambar 4.11 Hasil pengujian sensor pada posisi 8


a. Modulus FRF b. Imaginer FRF

4.2 Modus Getar Hasil Pengukuran


Modus getar adalah bentuk arah getar benda uji ketika diberikan gaya eksitasi pada benda uji
tersebut. Pada percobaan ini didapatkan dua modus getar terendah dari benda uji. Modus
getar ini didapatkan dengan cara memplot nilai imajiner FRF disetiap mode untuk masingmasing elemen pengukuran mulai dari titik satu sampai titik delapan. Adapun dua modus
getar yang didapatkan dari pengujian tersebut adalah seperti Gambar 4.12-4.13.

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
-0.2

-0.4
-0.6
-0.8
-1

Gambar 4.12 Modus getar-1


Modus pertama dari struktur bangunan dua lantai yang didapatkan dari pengujian adalah
adalah berupa grafik naik turun, sedangkan untuk modus getar kedua adalah berupa sebuah
gelombang yang terdiri dari dua lembah dan satu puncak seperti yang terlihat pada Gambar
4.13.
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
-0.2 0
-0.4
-0.6
-0.8
-1
-1.2

Gambar 4.13 Modus getar-2

4.3 Rasio Redaman Struktur Benda Uji


Dari grafik FRF hasil pengujian didapatkan nilai redaman struktur benda uji. Pada saat
pencuplikan data redaman struktur di posisi puncak magnitude FRF pada Gambar 4.14-4.15,
seperti yang terlihat tanda lingkaran berwarna merah.

Gambar 4.14 Redaman struktur benda uji (posisi sensor di titik no 1)


a. Redaman struktur pada puncak pertama sebesar 2.48%
b. Redaman struktur pada puncak kedua sebesar 0.964%

Gambar 4.15 Redaman struktur benda uji (posisi sensor di titik no 2)


a. Redaman struktur pada puncak pertama sebesar 2.23%
b. Redaman struktur pada puncak kedua sebesar 0.99%
Secara umum, rasio redaman untuk setiap posisi sensor ditabulasikan pada Tabel 4.1. Dari
Gambar 4.14 dan Gambar 4.15, tidak ada perbedaan redaman struktur benda uji di puncak
yang sama pada titik pengukuran yang berbeda. Rasio redaman untuk posisi sensor di titik
dua selalu naik dari puncak pertama hingga puncak kedua, namun pada posisi sensor di titik
tiga dan tujuh rasio redamannya mengalami penurunan. Kecenderungan ini disebabkan
elastisitas bahan pada posisi tiga dan tujuh. Selain itu, pada posisi tersebut merupakan posisi
gaya eksitasi yang diberikan. Di samping itu, secara umum rasio redamannya juga mengalami
penurunan yang signifikan. Frekuensi pribadi dan rasio redaman dapat dilihat pada Tabel 4.1
berikut ini:
Tabel 4.1 Frekuensi Pribadi dan Rasio Redaman Hasil Eksperimen

Frekuensi Pribadi (Hz) dan Rasio


Redaman (%)

Posisi
pengukuran

(Hz)

(%)

(Hz)

2.313

2.48

6.188

0.964

2.313

2.23

6.188

0.99

2.313

2.4

6.125

0.897

2 (%)

2.313

1.85

6.188

0.844

2.313

2.22

6.188

0.948

2.313

1.91

6.188

0.738

2.313

2.6

6.125

1.04

2.313

2.6

6.188

1.01

BAB V
PENUTUP

5.1.

Kesimpulan

Dari pengujian analisis modal model struktur bangunan dua lantai tersebut, maka dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Frekuensi pribadi struktur secara keseluruhan mempunyai nilai yang sama, tapi pada
posisi tiga dan tujuh ada perbedaan yang tidak signifikan. Perbedaan itu diakibatkan
oleh redaman dari struktur yang tersebut dan juga pengaruh dari elastisitas dari
struktur dimana pada lantai struktur mempunyai elastisitas yang lebih kecil apabila
dibandingkan dengan elastisitas kolom atau rangka struktur.
2. Modus getar dari struktur bangunan dua lantai ini mempunyai modus getar pertama
yang tidak beraturan. Hal ini mungkin diakibatkan oleh gaya eksitasi yang tidak sama
pada saat awal eksistasinya, sedangkan modus kedua secara umum mengalami
kenaikan dan penurunan secara teratur untuk semua posisi accelerometer.
3. Dari semua grafik Frekuensi FRF terlihat bahwa pada awal grafik terdapat modus
getar yang relatif kecil. Hal ini diakibatkan oleh adanya penahan dari Blower di
struktur bangunan dua lantai sehingga puncak modus getarnya tidak terlihat
sempurna.
4. Nilai rasio redaman struktur untuk setiap posisi accelerometer berbeda-beda. Pada
puncak pertama kecendrungan mengalami kenaikan dan pada saat puncak kedua
mengalami penurunan relatif besar.

5.2.

Saran

Untuk mendapatkan perbandingan hasil eksperimen, diharapkan untuk melakukan simulasi


numerik agar bisa diketahui kevalidan data dalam pengujian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Thomson, W.T., Theory of Vibration With Application, Prentice-Hall., 4th edition, New
Jersy, 1993.
[2] Kelly, S.G., Fundamental of Mechanical Vibration, McGraw-Hill, Singapore, 1999.
[3] Schwarz, Brian J. & Richardson, Mark H., Experimental Modal Analysis, Vibrant
Technology, Inc. Jamestown, California 1999.
[4] He, J., Zhi-Fang, F., Modal Analysis, Butterworth Heinemann, Oxford, 2001.
[5] McConnell, K. G., Varoto, P. S., Vibration Testing Theory and Practice, Second Edition,
John Wileys and Sons, Inc., New Jersey, 2008.
[6] De Silva, C. W., Vibration Monitoring, Testing and Instrumentation, CRC Press, Boca
Raton, Florida, 2007.
[7] Rusli, M., Son, L., Analisis Vibrasi Dasar, Edisi Pertama, CV. Ferila, Padang, 2012.
[8] Ewin, D. J., Modal Testing: Theory, Practice and Application Second Edition
Research Studies Press, 2000.

Anda mungkin juga menyukai