PENDAHULUAN
Di Amerika cedera kepala merupakan penyebab kematian terbanyak usia 15 44
tahun dan merupakan penyebab kematian ketiga untuk keseluruhan. Di negara
berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan teknologi dan
pembangunan frekuensinya cenderung makin meningkat. Cedera kepala berperan
pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma, mengingat bahwa
kepala merupakan bagian yang tersering dan rentan terlibat dalam suatu
kecelakaan.1
Pada kehidupan sehari hari cedera kepala adalah tantangan umum bagi
kalangan medis untuk menghadapinya, di mana tampaknya keberlangsungan
proses patofisiologis yang diungkapkan dengan segala terobosan investigasi
diagnosik medis mutakhir cenderung bukanlah sesuatu yang sederhana. Berbagai
istilah lama seperti kromosio dan kontusio kini sudah ditingalkan dan kalsifikasi
cedera kepala lebih mengarah dalam aplikasi penanganan klinis dalam mencapai
keberhasilan penanganan yang maksimal.1
Cedera pada kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari
lapisan kulit kepala atau tingkat yang paling ringan, tulang tengkorak , durameter,
vaskuler otak, sampai jaringan otak sendiri. Baik berupa luka tertutup, maupun
trauma tembus. Dengan pemahaman landasan biomekanisme-patofisiologi
terperinci dari masing masing proses di atas, yang dihadapkan dengan prosedur
penanganan cepat dan akurat, diharapkan dapat menekan morbilitas dan
mortalitasnya.1
Jenis beban mekanik yang menimpa kepala sangat bervariasi dan rumit.
Pada garis besarnya dikelompokkan atas dua tipe yaitu beban statik dan beban
dinamik. Beban statik timbul perlahan lahan yang dalam hal ini tenaga tekanan
diterapkan pada kepala secara bertahap, hal ini bisa terjadi bila kepala mengalami
gencetan atau efek tekanan yang lambat dan berlangsung dalam periode waktu
yang lebih dari 200 mili detik. Dapat mengakibatkan terjadinya keretakan tulang,
fraktur multiple, atau kominutiva tengkorak atau dasar tulang tengkorak.Biasanya
koma atau defisit neurologik yang khas belum muncul, kecuali bila deformasi
tengkorak hebat sekali sehingga menimbulkan kompresi dan distorsi jaringan
otak, serta selanjutnya mengalami kerusakan yang fatal.1
Perdarahan intraserebral (ICH) terjadi ketika darah tiba-tiba menerobos ke
jaringan otak, menyebabkan kerusakan pada otak, yang dapat menimbulkan gejala
mirip dengan stroke. Perdarahan intraserebral Lobar terjadi pada lobus serebral
luar ganglia basal. Ganglia basal adalah struktur yang terletak di otak (bagian
terbesar dari otak) yang membantu dalam kontrol motor, gerakan mata, dan fungsi
kognitif.1
Gejala stroke-seperti biasanya muncul tiba-tiba selama ICH, menyebabkan
gejala-gejala
yang
seperti
sakit
kepala,
kelemahan,
kebingungan,
dan
intracranial
merupakan
kasus
gawat
darurat
dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Cerebrum dan medulla spinalis diliputi oleh tiga membran, atau meningen:
duramater, arachnoideamater, dan piamater.2
Gambar 1: Penampang koronal bagian atas kepala memperlihatkan lapisan kulit kepala,
lapisan meningea.2
di dalam otak.
Obat-obatan anti koagulan sperti coumadin, warfarin, dan heparin yang
E. PATOGENESIS
Perdarahan intraserebral nontraumatik yang paling sering mengakibatkan
kerusakan pembuluh darah adalah hipertensi (misalnya, hipertensi, eklampsia,
penyalahgunaan narkoba), tetapi juga mungkin karena disfungsi autoregulatory
karena aliran darah otak yang berlebihan (cedera reperfusi, transformasi
hemoragik, paparan dingin), pecahnya aneurysm atau arteriovenous malformation
(AVM), arteriopati (amiloid serebral angiopathy, Moyamoya), diubah hemostasis
(trombolisis, antikoagulan, perdarahan diatesis), hemoragik nekrosis (tumor,
infeksi), atau vena obstruksi outflow (trombosis vena serebral).5
Nonpenetrating dan trauma tembus kranial juga penyebab umum dari
perdarahan. Pasien yang mengalami trauma kepala tumpul dan kemudian
menerima warfarin atau clopidogrel dianggap berisiko untuk mengalami
perdarahan intrakranial traumatik. Menurut sebuah penelitian, pasien yang
Definisi
Perdarahan ekstradural (EDH), juga dikenal sebagai hematoma epidural,
adalah kumpulan darah yang terbentuk antara permukaan dalam tengkorak
dan lapisan luar duramater. Umumnya terkait dengan riwayat trauma dan
terkait patah tulang tengkorak. Sumber perdarahan biasanya arteri
meningeal robek (paling sering, arteri meningeal media). EDH biasanya
bikonveks dalam bentuk dan dapat menyebabkan efek massa dengan
herniasi.7
10
11
Gambar 2.
MRI
MRI dapat
12
Gambar 3.
Angiografi
Hal ini dapat digunakan untuk mengevaluasi penyebab nontraumatic
dari EDH (yaitu AVM). Angiography jarang menunjukkan laserasi
arteri meningeal media.7
g.
Diagnosis Banding
Hematoma subdural
Terjadi akibat pengumpulan darah diantara duramater dan arachnoid.
Gambaran CT-Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan
ekstraaksial yang hiperdense berbentuk bulan sabit.7,10
Meningioma
Terdapat gambaran hyperdense dan biasanya tidak disebabkan oleh
fraktur (misalnya parafalcine).7
13
h. Pengobatan
Terdapat dua pilihan pengobatan untuk pasien tersebut adalah (1) segera
intervensi bedah dan (2) awal, konservatif, pengamatan klinis dekat
dengan kemungkinan evakuasi tertunda. Perlu dimonitori secara ketat
pasien EDH dengan cenderung peningkatan volume yang cepat maka
perlu dilakukan tindakan konservatif segera.8
i. Prognosis
Bahkan dengan hematoma yang relatif besar, prognosisnya dapat baik,
asalkan gumpalan tersebut dievakuasi segera. Sebuah hematoma kecil
tanpa efek massa atau tanda swirl dapat diobati secara konservatif,
kadang-kadang menyebabkan kalsifikasi dari duramater.8
2. Perdarahan Subdural
a. Definisi
Sebuah hematoma subdural (SDH) adalah kumpulan darah di bawah
lapisan dalam dari duramater dan diluar otak dan membran arachnoid.
Subdural hematoma adalah jenis yang paling umum dari trauma lesi
massa intrakranial.11
14
b. Etiologi
Penyebab hematoma subdural akut meliputi berikut ini:
Trauma kepala
Penggunaan obat-obatan anti koagulan
Perdarahan intrakranial nontraumatic karena aneurisma otak,
malformasi arteri, atau tumor (meningioma atau metastasis dural.
Pascaoperasi (kraniotomi, CSF shunting)
Hipotensi intrakranial (misalnya, setelah pungsi lumbal, kebocoran
cairan LCS, shunt lumboperitoneal, anestesi epidural spinal.
10
Penyebab
Spontan
atau tidaksubdural
diketahui
(jarang)
hematoma
kronis
meliputi
berikut ini:
Alkoholisme kronis
Epilepsi
Koagulopati
Kista arachnoid
Trombositopenia
15
Diabetes mellitus11
Sakit kepala
16
Kebingungan
Perubahan perilaku
Pusing
Kelemahan
Apatis
Kejang11,13
e. Gambaran Radiologis
- CT-Scan
Hiperakut
Dalam kebanyakan kasus pasien tidak dicitrakan dalam fase
hiperakut (jam pertama atau lebih), tetapi pada kesempatan ketika
hal ini dilakukan maka tampil relatif isodense ke korteks yang
berdekatan, dengan penampilan berputar-putar karena campuran
bekuan, serum dan darah tidak membeku dan berkelanjutan.
sering ada derajat pembengkakan otak yang mendasari (terutama
pada pasien muda di mana trauma kepala sering lebih parah) yang
menonjolkan efek massa yang diciptakan oleh koleksi.14
17
Akut
Penampilan klasik dari hematoma subdural akut adalah homogen
hyperdense ekstra-aksial berbentuk bulan sabit yang menyebar
difus.14
Subakut
Kepadatan akan turun ke HU 30 dan menjadi isodense ke korteks
yang berdekatan, membuat identifikasi menjadi rumit. Tanda
utama untuk identifikasi memvisualisasikan sebuah jumlah tandatanda tidak langsung, termasuk :
LCS yang mengisi sulcus tidak mencapai tengkorak tetapi keluar
ke subdural yang berefek tampak seperti gambaran massa,
penipisan sulcus (distorsi), pergeseran garis tengah dan, penebalan
korteks terlihat jelas14.
18
Kronis
Akhirnya, subdural menjadi hipodens dan HU dapat mencapai 0
dan akan tampak isodense LCS.12
Gambar 8. Non - kontras aksial CT scan menunjukkan berbentuk bulan sabit, kronis
CSF - isodense meninggalkan hematoma subdural (panah). Ada
penipisan ringan ventrikel lateral kiri.16
- MRI
Penampilan hematoma bervariasi pada keadaan hemoglobin yang
bervariasi dengan usia hematoma. Urutan standar yang paling sensitif
adalah FLAIR .
19
Hiperakut
T1
T2
: iso ke hyperintense
FLAIR
: LCS hyperintense
Akut
T1
T2
FLAIR
: hyperintense ke CSF4
Subakut
Dapat muncul bikonveks berbentuk pada bidang koronal bukan
berbentuk sabit yang merupakan ciri khas di potongan aksial.
T1 : biasanya hyperintense karena adanya methaemoglobin
T2 : penampilan variabel biasanya hyperintense
FLAIR : hyperintense4
20
Kronis
T1 : Jika hanya hematoma akan tampak isointense untuk LCS,
dapat muncul hyperintense untuk LCS jika ada rebleed atau
infeksi.
T2 : Jika hanya hematoma akan tampak isointense untuk LCS,
jika ada rebleed hematoma akan menunjukkan appeaers
hypointense
FLAIR : hyperintense pada LCS4
f. Pengobatan
Seperti halnya pasien trauma, resusitasi dimulai dengan ABC (jalan
napas, pernapasan, sirkulasi). Semua pasien dengan Glasgow Coma Scale
(GCS) skor kurang dari 8 harus diintubasi untuk perlindungan jalan
21
napas. Pada pasien yang tidak memiliki efek massa yang signifikan pada
studi pencitraan dan tidak ada gejala atau tanda-tanda neurologis kecuali
sakit kepala ringan, hematoma subdural kronis telah diamati dengan scan
berkelanjutan. Meskipun resolusi hematoma telah dilaporkan, itu tidak
dapat dipercaya diprediksi, dan tidak ada terapi medis yang telah terbukti
efektif dalam mempercepat resolusi hematoma subdural akut atau kronis.
Bedah untuk dekompresi telah dianjurkan jika hematoma subdural akut
dikaitkan dengan pergeseran garis tengah lebih besar dari atau sama
dengan 5 mm. Operasi juga telah direkomendasikan untuk hematoma
subdural akut melebihi ketebalan 1 cm. Indikasi ini telah dimasukkan ke
dalam Pedoman Pengelolaan Bedah Akut Subdural hematoma yang
diusulkan oleh perusahaan Brain Trauma Foundation dan Kongres Ahli
Bedah Neurologi, dirilis pada tahun 2006.11
g. Prognosis
Meskipun hematoma subdural sering dianggap sebagai entitas yang relatif
jinak perlu dicatat bahwa angka kematian pada hematoma subdural akut
yang membutuhkan pembedahan sangat tinggi (50-90%), terutama pada
pasien yang menderima antikoagulan, dan hanya 20% pulih sepenuhnya.13
h. Komplikasi
Subdural hematom dapat memberikan komplikasi berupa :
1. Hemiparese/hemiplegia.
2. Disfasia/afasia
22
3. Epilepsi
4. Hidrosepalus
5. Subdural empiema14
Sedangkan outcome untuk subdural hematom adalah :
1. Mortalitas pada subdural hematom akut sekitar 75%-85%
2. Pada subdural hematom kronis :
- Sembuh tanpa gangguan neurologi sekitar 50%-80%.
- Sembuh dengan gangguan neurologi sekitar 20%-50%.14
3. Perdarahan Subarachnoid
a. Definisi
Perdarahan subarachnoid (SAH) adalah salah satu jenis perdarahan
intrakranial ekstra-aksial dan menunjukkan adanya darah dalam ruang
subarachnoid.15,16
Perdarahan subarachnoid merupakan penemuan yang sering pada
trauma kepala akibat dari yang paling sering adalah robeknya pembuluh
darah leptomeningeal pada vertex di mana terjadi pergerakan otak yang
besar sebagai dampak, atau pada sedikit kasus, akibat rupturnya
pembuluh darah serebral mayor. Pasien yang mampu bertahan dari
pendarahan subarachoid kadang mengalami adhesi anachnoid, obstruksi
aliran cairan serebrospinal dan hidrosephalus. Cedera intrakarnial yang
lain kadang juga dapat terjadi.16
Perdarahan subarachnoid, dapat diidentifikasi pada CT-scan
sebagai jaringan dengan densitas tinggi (40 90 Hu). LCS mengisi di
23
interhemisfer atau fisura Silvii, sulcus serebral atau sisterna basalis. Jika
pendarahan subarachnoid luas maka bentuk arah infundibulum atau
cabang arteri karotis pada sisterna nampak sebagai filing deffect pada
darah intrasisternal yang hiperdens. Meskipun pemeriksaan CT-scan
sangat akurat untuk mendeteksi pendarahan subarachnoid yang baru
untuk mengetahui adanya darah di subarachnoid di interhemisfer
falxserebri yang relatif memiliki densitas dan sulit dideteksi. Pendarahan
subarachnoid biasanya meluas sampai pada
sulcus paramedian,
24
25
26
Gambar 12. Terdapat bamyak darah di celah Sylvian (panah biru) dan fisura
interhemispher (panah merah).11
- MRI
MRI sensitif terhadap perdarahan subarachnoid dan mampu
memvisualisasikan dengan baik dalam 12 jam pertama, biasanya
tampak hyperintensity dalam ruang subarachnoid atau FLAIR4.
Gambar 13. FLAIR-MRI menunjukkan hyperintense frontal bilateral dan pada sulcus
parietal (panah), konsisten dengan perdarahan subarachnoid akut.
Kelainan MRI lebih mencolok dan lebih luas daripada yang ditunjukkan
oleh CT.17
- DSA: Angiografi
27
28
b. Gejala Klinis
Gejala klinis perdarahan intraventrikular (terlepas dari penyebab) adalah
mirip dengan perdarahan subarachnoid. Pasien tiba-tiba mengalami sakit
kepala berat. Tanda-tanda meningismus juga hadir (yaitu fotofobia, mual
dan muntah, dan leher kaku). Pendarahan yang lebih besar dapat
mengakibatkan hilangnya kesadaran, kejang, dan kompresi batang otak
dengan kompensasi kardiorespirasi.18,19
c. Gambaran Radiologis
-
CT-Scan
Sebaliknya CT non kontras merupakan andalan evaluasi akut pasien
dengan onset sakit kepala mendadak atau gejala stroke seperti; Darah
di ventrikel tampak seprti hyperdense, lebih berat dari LCS, lebih jelas
dilihat pada bagian oksipital. Akut, jika volume darah yang signifikan
dapat mengisi ventrikel, dan membentuk bekuan.18
Gambar 14. CT scan non kontras menunjukkan AVM kalsifikasi dan bergumpal di
IVH , tampak hyperdense.26
MRI
30
Gambar-15: Terdapat gambaran hyperintense pada IVH dan mudah dilihat pada T1.5
31
pengobatan
hidrosefalus
obstruktif.
Kemudian
hanya
mungkin
32
Kelemahan mendadak atau mati rasa pada wajah , lengan atau kaki ,
biasanya pada satu sisi.
- Penurunan kesadaran.
- Kejang7
d. Gambaran Radiologis
- CT-Scan
CT-Scan adalah X-ray noninvasif untuk meninjau struktur anatomi di
dalam otak untuk melihat apakah ada darah di otak. Sebuah teknologi
baru yang disebut CT angiografi melibatkan injeksi kontras ke dalam
aliran darah untuk melihat arteri otak.6
- MRI
MRI adalah tes non-invasif, yang menggunakan lapangan dan
frekuensi gelombang radio magnetik untuk memberikan tampilan
rinci dari jaringan lunak otak Anda. Sebuah MRA (Magnetic
33
e. Penatalaksanaan
Setelah penyebab dan lokasi perdarahan diketaHui, perawatan medis atau
bedah dilakukan untuk menghentikan pendarahan, menghilangkan bekuan,
dan menurunkan tekanan pada otak. Jika dibiarkan sendiri otak akhirnya
akan menyerap gumpalan dalam beberapa minggu-namun kerusakan pada
otak yang disebabkan oleh ICP dan darah racun mungkin ireversibel.
Umumnya, pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) dan defisit
minimal diperlakukan secara medis. Pasien dengan perdarahan cerebellar
(> 3 cm3) yang memburuk atau yang memiliki kompresi batang otak dan
hidrosefalus diperlukan pembedahan untuk menghilangkan hematoma
sesegera mungkin. Pasien dengan perdarahan lobar besar (50 cm 3) yang
memburuk biasanya menjalani operasi pengangkatan hematoma.6
34
BAB III
KESIMPULAN
35
intracranial
merupakan
kasus
gawat
darurat
dalam
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Pietrangelo ann. Intraserebral Hemorrhage. 2012. www.healthline.com
diakses pada 19 juni 2016
2. Snell RS, Sugiharto L. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta; EGC.
2011.
3. Frank G, Goel A. Intracranial Haemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses
pada 19 juni 2016
4. Ghazali R. Radiologi Diagnostik, Cetakan II. Yogyakarta Pustaka Cendikia.
2008
5. Joseph PB, Harold PA, et.all. Guidelines for the Management of Spontaneous
Intraserebral
Hemorrhage.
AHA
Scientific
Statement.
https://stroke.ahajournals.org diakses pada 19 juni 2016
6. Liebeskind
DS.
Lutsep,
HL.
Intracranial
https://emedicine.medscape.com/ diakses pada 19 juni 2016
Hemorrhage.
7. David A lisle. Imaging for Student. Second edition. New york: Oxford
University press inc. 2005
37
38
24.
39