Case Report Fix
Case Report Fix
APENDISITIS PERFORASI
Oleh :
Resti Rusydi
1110312006
1110311006
Preseptor:
dr. Syafruddin, Sp.B
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Lokasi dan Deskripsi
Apendiks vermiformis adalah organ berbentuk tabung yang mempunyai otot dan
mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis bervariasi antara 8-13
cm, dengan diameter 0,7 cm.7 Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
appendicitis pada usia itu.8 Dasar apendiks melekat pada permulaan posteromedial caecum,
sekitar 2,5 cm di bawah ileocaecalis. Apendiks terletak di ileocaecum, pertemuan di 3 tinea
(Tinea libera, tinea colica, dan tinea omentum). Apendiks vermiformis diliputi seluruhnya
oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah mesenterium intestinum tenue melalui
mesenteriumnya sendiri yang pendek, mesoapendiks. Mesoapendiks berisi arteri dan vena
appendicularis, dan saraf-saraf. 7
Persarafan apendiks berasal dari saraf parasimpatis cabang dari n.vagus yang
mengikuti arteri mesentrika superior dan a. appendikularis . sedangkan saraf simpatis berasal
dari n.thorakalis x. karena itu nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus.8
penggantungnya. Oleh karenanya, gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.8
2.2 Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari, dan memiliki kapasitas 5
ml/hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke
sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis
apendisitis.8
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid
Tissue) terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin
tersebut sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan
apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limf di sini kecil
sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.8
2.3.2 Epidemiologi
Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang.
Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini
diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu seharihari.8
Apendisitis paling sering terjadi pada pasien dalam dekade kedua hingga keempat
kehidupan, dengan usia rata-rata 31,3 tahun. Adapun perbandingan apendisitis pada laki-laki:
perempuan yaitu 1,2-1,3: 1.5
2.3.3 Etiologi
Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang dominan sebagai pencetus
apendisitis akut.5,8 Fekalit adalah penyebab paling umum dari obstruksi apendiks. Fekalit
ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut sederhana, di 65% kasus apendisitis gangren
tanpa ruptur, dan hampir 90% dari kasus apendisitis gangren dengan ruptur. Di samping itu
terdapat penyebab lain yang lebih jarang seperti hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium yang
mengental dari pemeriksaan x-ray sebelumnya, tumor, dan parasit usus (seperti cacing
askariasis).5 Selain itu, salah satu penyebab yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah
erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti E. Histolytica.8
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa.8
2.3.4 Patofisiologi
Patofisiologi dasar apendisitis adalah obstruksi lumen apendiks yang diikuti oleh
infeksi. Setelah terjadi obstruksi, peningkatan produksi lendir terjadi, yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraluminal. Dengan meningkatnya tekanan dan stasis dari obstruksi,
pertumbuhan bakteri yang berlebihan kemudian terjadi. Lendir kemudian berubah menjadi
nanah yang menyebabkan peningkatan lebih lanjut dalam tekanan luminal.6 Hal ini
menyebabkan distensi apendiks dan kemudian merangsang ujung saraf dari serabut aferen
viseral, menghasilkan nyeri yang samar-samar, tumpul, dan menyebar di mid abdomen atau
epigastrium. Peristalsis juga dirangsang oleh distensi yang tiba-tiba, sehingga kram dapat
menyamarkan nyeri viseral pada awal perjalanan apendisitis. Distensi ini biasanya
menyebabkan refleks mual dan muntah, dan nyeri viseral difus menjadi lebih parah.5
Tekanan luminal yang terus meningkat mengakibatkan obstruksi limfatik terjadi yang
kemudian menyebabkan edema pada dinding apendiks. Tahap ini dikenal sebagai apendisitis
akut atau fokal.6
Meningkatnya tekanan dalam lumen apendiks melebihi tekanan dari vena, sehingga
kapiler dan vena tersumbat. Aliran darah arteriol yang terus berlanjut menyebabkan
terjadinya obstruksi dan kongesti vaskular5 dan mengakibatkan edema dan iskemia. Invasi
bakteri pada dinding apendiks dikenal sebagai apendisitis supuratif akut.6
Patologi apendisitis dimulai di mukosa, kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding
apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama.8 Proses inflamasi ini segera melibatkan serosa
apendiks kemudian peritoneum parietal, yang menyebabkan pergeseran karakteristik nyeri ke
kuadran kanan bawah.5 Akibat tekanan yang terus meningkat, terjadi trombosis vena dan
arteri, menyebabkan gangren (apendisitis gangerenosa) dan perforasi (apendisitis perforasi).6
Upaya pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup
apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa (Walling off) sehingga terbentuk masa
periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks. Di dalamnya,
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.8
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk
jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat
menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Suatu saat organ ini dapat meradang
akut lagi dan dinyatakan sebagai eksaserbasi akut.8
Pada anak-anak dimana memiliki omentum yang pendek, dan pada orang tua yang
memiliki daya tahan tubuh yang sudah menurun sulit untuk terbentuk infiltrat sehingga
kemungkinan terjadi perforasi menjadi lebih besar.
2.3.5
Klasifikasi Apendisitis
A.
Apendisitis akut
1.
Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam
lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan
kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia,
malaise, dan demam ringan. Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks
terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.
2. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini
memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi
suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema,
hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan
peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut
disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
3. Appendicitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu
sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks
mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan
atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan
kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
B. Apendisitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic
.
C. Apendisitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada
dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
D. Apendisitis Kronis
Appendicitis
kronis
merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses radang yang persisten akibat
infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap
lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa
dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil
pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.
Hanya 55% dari pasien dengan apendisitis mengeluhkan gejala dan temuan fisik yang
klasik. Hal ini dikarenakan tanda-tanda dan gejala awal terutama tergantung pada lokasi
ujung apendiks yang sangat bervariasi. Ketika ujung apendiksretrocecal, nyeri dapat
dimanifestasikan dengan ekstensi pasif pinggul (psoas sign). Ketika apendiks terletak di
pelvis, nyeri dapat terdeteksi selama pemeriksaan rektal toucher atau pemeriksaan panggul.
Dengan demikian, pada pasien dengan sakit perut terus-menerus dan gejala rektum (diare
atau tenesmus), penting untuk melakukan pemeriksaan dubur.6
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering hanya
menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bias melukiskan rasa
nyerinya. Oleh karenanya apendisitis sering baru diketahui setelah terjadi perforasi.8
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan mutah. Hal
ini perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan
muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga
keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih di region lumbal kanan.8
perut. Nyeri kemudian dirasakan berpindah ke perut kanan bawah, tepatnya di titik Mc
Burney. Selain itu terdapat pula keluhan anoreksia, mual, muntah, obstipasi, dan febris.
Namun, keluhan yang dirasakan pasien apendisitis dapat berbeda oleh karena gejala
ditentukan dari posisi ujung apendiks.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik hasil yang didapatkan ditentukan terutama oleh posisi
anatomis dari apendiks yang meradang, serta oleh apakah organ tersebut telah mengalami
ruptur ketika pasien pertama diperiksa.5
Tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc Burney yaitu nyeri tekan, nyeri lepas,
dan defens muskuler.8 Sedangkan nyeri rangsang peritoneum tidak langsung dapat berupa 8
1.
2.
3.
Nyeri pada sisi kanan bawah yang timbul saat dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah Rovsings sign
Nyeri pada sisi kanan bawah yang timbul saat palpasi dengan tekanan pada
kuadran kanan bawah dilepaskan tiba-tiba- Blumbergs sign
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti saat nafas dalam, berjalan,
batuk, mengedan
Status Generalis
Keadaan umum pasien tampak kesakitan, membungkuk, dan memegang perut
kanan bawah. Tanda-tanda vital tidak banyak berubah pada apendisitis tanpa
perforasi.5 Pada pemeriksaan suhu biasanya didapatkan demam ringan dengan suhu
sekitar 37,5-38,5oC,8 denyut nadi normal atau sedikit meningkat.5 Perubahan
signifikan biasanya menunjukkan bahwa komplikasi telah terjadi atau diagnosis lain
harus dipertimbangkan.5
Status lokalis8
- Inspeksi: tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat
-
apendisitis perforasi.
Pemeriksaan khusus5,8
- Rovsings sign
Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah dan
-
Obturator sign
Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada
panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina bilamana
apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul
pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai
dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis pelvika,
tanda perut sering meragukan sehingga kunci diagnosis adalah nyeri terbatas pada
jam 9-12 sewaktu dilakukan colok dubur.
Interpretasi
Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah
dan timbul nyeri pada sisi kanan.
Obturator sign
Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada
panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphys sign
Ten Horn sign
Kocher (Kosher)s
sign
Sitkovskiy
(Rosenstein)s sign
Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran kanan bawah saat
pasien dibaringkan pada sisi kiri
BartomierMichelsons sign
Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah pada pasien
dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi terlentang
Aure-Rozanovas sign
Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit triangle kanan (akan positif
Shchetkin-Bloombergs sign)
Blumberg sign
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan bawah
kemudian dilepaskan tiba-tiba
Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium darah
Leukositosis ringan (10.000-18.000 sel/mm3) biasanya didapatkan pada pasien dengan
akut apendisitis tanpa komplikasi, dan sering disertai dengan dominasi polimorfonuklear.
Jumlah sel darah putih di atas 18.000 sel/mm3 meningkatkan kemungkinan apendiks perforasi
dengan atau tanpa abses.5
Urin lengkap
Urinalisis berguna untuk menyingkirkan saluran kemih sebagai sumber infeksi.
Meskipun beberapa sel darah putih atau merah bisa berasal dari ureter atau iritasi kandung
kemih sebagai akibat dari radang pada apendiks, bakteriuria dalam spesimen urin yang
diperoleh melalui kateter umumnya tidak terlihat dalam apendisitis akut.5
Pemeriksaan Radiologi
Ultrasonografi
Ultrasound dengan radiasi pengion yang rendah harus menjadi penunjang pilihan pada
pasien muda, dan efektif mengidentifikasi apendiks abnormal, terutama pada pasien yang
kurus.
Graded compression sonography telah diusulkan sebagai cara yang akurat untuk
menegakkan diagnosis apendisitis. Diagnosis sonografi apendisitis akut memiliki sensitivitas
dari 55-96% dan spesifisitas 85-98%.5 Hasil scan dianggap positif jika terdapat gambaran
Gambar 11. Apendiks normal. A dan B, longitudinal A) dan transversal (B) sonogram,
menunjukkan apendiks (panah) dengan diameter kurang dari 7 mm cut-off point, dikelilingi
oleh lemak noninflamed normal16
CT
Pada CT, apendiks yang meradang tampak melebar (> 5 cm) dan dinding yang
menebal. Biasanya ada bukti peradangan, dengan "lemak kotor," mesoappendix menebal, dan
bahkan phlegmon jelas.4,5,17,18
Fekalit dapat
dengan mudah
divisualisasikan, tetapi
adanya
fekalit bukan
patognomonik dari apendisitis. CT scan merupakan teknik yang sangat baik untuk
mengidentifikasi proses inflamasi lain yang menyerupai apendisitis.5
Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
tidak adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari caecum;
pengisisan lengkap dari apendiks menyingkirkan apendisitis.5
Laparoskopi
dapat berfungsi baik sebagai manuver diagnostik dan terapeutik untuk pasien dengan
Skor
1
1
1
2
1
1
2
1
Tanda
Pemeriksaan
Lab
Total
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
-
10
Skor 5-6
Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri perut
sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai adanya hiperperistaltis.
Demam dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.
Limfadenitis mesenterika
Biasa didahului dengan enteritis atau gastroenteritis, ditandai dengan nyeri perut,
terutama sebelah kanan serta perasaan mual dan nyeri tekan perut yang sifatnya
samar, terutama perut sebelah kanan.
Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri pada perut kanan
bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul
lebih dahulu.
Infeksi panggul
Salphingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya
lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.
Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok
vagina akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat
dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding.
Timbul nyeri mendadak dengan instensitas yang tinggi dan teraba massa dalam
rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina, atau colok rektal. Tidak terdapat
demam. Pemeriksaan ultrasosnografi dapat menentukan diagnosis.
Endometriosis eksterna
Endometriosis di luar rahim akan menimbulkan nyeri di tempat endometriosis berada,
dan darah mestruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.
Urolitiasis
Pielum atau ureter kanan. Adanya riwayat kolik dai pinggang ke perut yang menjalar
ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto
polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis
sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebra an piuria.
2.3.9 Penatalaksanaan
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan
dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.20 Oleh karenanya, meskipun
terdapat modalitas diagnostik yang lebih canggih, pentingnya intervensi operasi segera tidak
harus diminimalkan.5 Pada pasien dengan presentasi atipikal, pemeriksaan fisik adalah alat
yang paling penting dalam memutuskan apakah pasien membutuhkan operasi.19
Pasien dengan riwayat klasik dan temuan pemeriksaan fisik, dengan analisis urin
normal (atau piuria) dan jumlah leukosit yang tinggi dengan pergeseran ke kiri biasanya tidak
memerlukan
studi pencitraan
tambahan
sebelum
apendektomi.
Pembedahan
juga
diindikasikan pada pasien dengan presentasi atipikal dan temuan radiografi yang konsisten
dengan apendisitis. Setiap pasien dengan nyeri perut atipikal yang memiliki (1) nyeri
persisten dan menjadi demam, (2) peningkatan jumlah leukosit, atau (3) temuan pemeriksaan
klinis memburuk harus menjalani laparoskopi diagnostik dan usus buntu.19
Apendektomi dapat dilakukan dengan open atau laparoskopi 21 Menurut Society of
American Gastrointestinal and Endoscopic Surgeons (SAGES) 2010 keadaan yang sesuai
untuk dilakukan laparoskopi diantaranya pada pasien dengan apendisitis tanpa komplikasi,
1/3
lateral
garis
yang
Mempunyai
2.3.10 Komplikasi
Massa apendikuler
Masa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau
Abses apendikuler
Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari apendiks yang meradang
yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar.
Perforasi
Apendisitis perforasi terjadi pada 25,8% kasus. Anak di bawah 5 tahun dan pasien
berusia lebih dari 65 tahun memiliki angka kejadian perforasi tertinggi (45 dan 51%) Telah
Peritonitis
Peritonitis umum terjadi proses Walling-off tidak efektif saat terjadi perforasi. 5
Ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defens muskuler terjadi di seluruh perut,
mungkin disertai dengan pungtum maksimum di region iliaka kanan.8
Abses hepar
Ileus
Syok septik
2.3.11 Prognosis
Angka kematian akibat apendisitis yaitu 0,2-0,8% yang lebih banyak disebabkan
komplikasi penyakit daripada intervensi bedah. Angka kematian pada anak-anak berkisar
antara 0,1% sampai 1%; pada pasien yang lebih tua dari 70 tahun, angka kematian naik di
atas 20%, terutama karena keterlambatan diagnosis dan terapi. Perforasi apendiks dikaitkan
dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan apendisitis
nonperforasi. Risiko kematian apendisitis akut tanpa gangren kurang dari 0,1%, namun risiko
meningkat menjadi 0,6% pada apendisitis gangren. Tingkat perforasi bervariasi dari 16%
hingga 40%, dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada kelompok usia muda (40-57%)
dan pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun (55-70%), dimana sering terjadi misdiagnosis
dan diagnosis yang tertunda. Komplikasi terjadi pada 1-5% pasien dengan apendisitis, dan
infeksi luka pasca operasi menyebabkan kematian untuk hampir sepertiga dari morbiditas
terkait.19
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama
: Ny.M
(No. RM : 009934)
Umur
: 54 tahun
Pekerjaan
Alamat
: Sarilamak
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Nyeri perut kanan bawah semakin meningkat sejak satu hari sebelum masuk rumah
sakit.
Riwayat nyeri perut disekitar pusar 15 hari yang lalu kemudian nyeri berpindah ke
perut kanan bawah dan dirasakan terus menerus dan meningkat satu hari yang lalu.
Demam dirasakan sejak 1 hari yang lalu
Mual dirasakan sejak adanya nyeri perut disertai menurunnya nafsu makan
Riwayat muntah 1 hari yang lalu, frekuensi >5x sehari, isi apa yang dimakan
BAB dan BAK dalam batas normal
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
: Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 90x/ menit
Respirasi
: 20x / menit
Suhu
: 36,7 C
Kepala - Leher :
-
Kepala
Mata
Leher
Thorax :
Paru
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi :
o Batas atas
: RIC 2 sinistra
Abdomen
status lokalis
Genitalia eksterna
-
Anal-perianal
-
Ekstremitas atas/bawah
-
Status Lokalis
Regio Abdomen:
-
Inspeksi
Palpasi
hepar
Perkusi
: timpani (+)
3.5 DIAGNOSIS
- Susp Apendisitis Perforasi
3.7 TERAPI
-
IVFD RL 20 gtt/i
Post Op
- Infus RL 40 gtt/i
- Inj Ceftriaxone 2x1 gr
- IV Metronidazol 1 fl
- Ketorolac 1 amp
- Pronalges supp 2
- Puasa sampai flatus
3.8 PROGNOSIS
-
Quo ad Vitam
: Bonam
Quo ad Sanam
: Bonam
BAB IV
DISKUSI
Telah dilaporkan kasus seorang pasien wanita berusia 54 tahun dengan diagnosis
apendisitis perforasi. Diagnosa ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan nyeri perut kanan bawah yang semakin meningkat sejak satu
hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan 15 hari yang lalu dan awalnya
dirasakan disekitar pusat kemudian ke perut kanan bawah dan meningkat satu hari SMRS.
Hal ini sesuai dengan pola perpindahan nyeri pada apendisitis. Pasien merasakan demam,
tidak tinggi dan tidak menggigil. Hal ini menandakan belum terjadinya peritonitis pada
pasien. Sering merasa mual dan nafsu makan menurun. Muntah sejak 1 hari SMRS >5x isi
apa yang dimakan.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan titik Mc Burney, psoas sign positif, dan
blumberg sign posistif. Tiga pemeriksaan fisik tersebut merupakan pemeriksaan tambahan
untuk menegakkan apendisitis dan ditemukan positif pada pasien sehingga menunjang
diagnosis adanya apendisitis. Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan leukosit
10.900/mm3, yang berarti leukositosis ringan, hal ini menandakan adanya proses infeksi.
Terapi yang dilakukan pada pasien ini adalah laparotomi eksplorasi dan apendektomi.
Hal ini dilakukan karena terjadi perforasi apendik sehingga cavum abdomen perlu
DAFTAR PUSTAKA
1. Humes DJ and Simpson J: Acute appendicitis. BMJ. 333:530534. 2006.
2. Boni L, Dionigi G, Rovera F and Di Giuseppe M: Laparoscopic left liver
sectoriectomy of Carolis disease limited to segment II and III. J Vis Exp.
24:11182009.
3. Binnebsel M, Otto J, Stumpf M, et al: Acute appendicitis. Modern diagnostics surgical ultrasound. Chirurg. 80:579587. 2009.(In German).
4. Weissleder R, Wittenberg J, Harisinghani MG et-al. Primer of diagnostic imaging.
Mosby Inc. (2007)
5. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. The Appendix. Shwartzs Principles of
Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.
6. Vermiform Appendix. WebMD LLC; c1994-2014 [Updated: 2013 Oct 18, cited
March 2016]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/195652.
7. Snell RS. Abdomen: Bagian II Cavitas Abdominalis. In: Sugiharto L, Hartanto H,
Listiawati E, Suyono YJ, Susilawati, Nisa TM, et al. Anatomi Klinik untuk
Mahasiswa Kedokteran. 6th ed. Jakarta:EGC, 2006.p230-1.
8. Sjamsuhidajat R. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum: Apendiks
Vermiformis. In: Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Theddeus OHP, Rudiman Reno.
Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-deJong. 3rd ed. Jakarta:EGC, 2010.p755-62.
9. Terminal ileum and appendix. Anatomy Directory. [cited 2016 March]. Available
from: http://www.aokainc.com/terminal-ileum-and-apendiks/
10. Fritsch H, Khnel W. Color atlas of human anatomy, Internal organs. Thieme Medical
Publishers. (2008)
11. Ghosh BD. Human Anatomy for Students. Jaypee Brothers Medical Publishers (P)
Ltd.
12. Appendix
variations.
Shie
Kasai.
[cited
March
2016]
Available
from:
http://www.shiekasai.com/aux/medical-illustration/
13. Bewes P. Appendicitis. [cited 2016 March]. E-Talc Issue 3. Available from:
http://web.squ.edu.om/medLib/MED_CD/E_CDs/health
%2520development/html/clients/beweshtml/bewes_01.htm.
14. Soybel D. Appendix. In: Norton JA, Barie PS, Bollinger RR, et al. Surgery Basic
Science and Clinical Evidence. 2nd Ed. New York: Springer. 2008.
15. Puylaert JB. Acute appendicitis: US evaluation using graded compression. Radiology.
1986;158 (2): 355-60.
16. Appendicitis Mimics, Alternative nonsurgical diagnoses at sonography and CT.
Vriesman
AB,
Puylaert
J.
[cited
2014
March].
Available
from:
http://www.radiologyassistant.nl/en/p420f0a063222e/appendicitis-mimics.html
17. Callahan MJ, Rodriguez DP, Taylor GA. CT of appendicitis in children. Radiology.
2002;224 (2): 325-32. doi:10.1148/radiol.2242010998.
18. Pereira JM, Sirlin CB, Pinto PS et-al. Disproportionate fat stranding: a helpful CT
sign in patients with acute abdominal pain. Radiographics. 24 (3): 703-15.
19. Appendicitis. WebMD LLC; c1994-2014 [Updated: Jul 21, 2014, cited March 2016].
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/773895-
overview#aw2aab6b2b7aa.
20. Temple CL, Huchcroft SA, Temple WJ. The natural history of appendicitis in adults.
A prospective study. Ann Surg 1995 Mar; 221: 278-81.
21. Doherty GM, Way LW. Current surgical diagnosis & treatment. McGraw-Hill
Medical. (2006)
22. Birnbaum BA, Wilson SR. Appendicitis at the millennium. Radiology 2000 May; 215:
337e48.
23. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Editors. Skandalakis Surgical
Anatomy. USA: McGrawHill. 2004.
24. Russell RCG, Williams NS, Bulstrode CJK. Editors. Bailey and Loves Short Practice
of Surgery. 24th Ed. London: Arnold. 2004.
25. Patnalk VG, Singla RK, Bansal VK. Surgical Incisions-Their Anatomical Basis. J
Anat. Soc. India 50(2) 170-178 (2001).