Sop TB
Sop TB
Alur Diagnosa TB
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu
pagi sewaktu (SPS).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas
pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
Diagnosis TB ekstra paru.
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji
mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
Disamping Kombipak, saat ini tersedia juga obat TB yang disebut Fix Dose
Combination(FDC). Obat ini pada dasarnya sama dengan obat kompipak, yaitu
rejimen dalam bentuk kombinasi, namun didalam tablet yang ada sudah berisi 2,
3 atau 4 campuran OAT dalam satu kesatuan.
WHO sangat menganjurkan pemakaian OAT-FDC karena beberapa keunggulan
dan keuntungannya dibandingkan dengan OAT dalam bentuk kombipak apalagi
dalam bentuk lepas.
Keuntungan penggunaan OAT FDC:
a. Mengurangi kesalahan peresepan karena jenis OAT sudah dalam satu
kombinasi tetap dan dosis OAT mudah disesuaikan dengan berat badan
penderita.
33
b. Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit maka akan lebih mudah
pemberiannya dan meningkatkan penerimaan penderita sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan penderita.
c. Dengan kombinasi yang tetap, walaupun tanpa diawasi, maka penderita tidak
bisa memilih jenis obat tertentu yang akan ditelan.
d. Dari aspek manajemen logistik, OAT-FDC akan lebih mudah pengelolaannya
dan lebih murah pembiayaannya.
Beberapa hal yang mungkin terjadi dan perlu diantisipasi dalam pelaksanaan
pemakaian OAT-FDC :
Salah persepsi, petugas akan menganggap dengan OAT-FDC, kepatuhan
penderita dalam menelan obat akan terjadi secara otomatis, karenanya
pengawasan minum obat tidak diperlukan lagi. Tanpa jaminan mutu obat, maka
bio-availability obat, khususnya Rifampisin akan berkurang.
Jika kesalahan peresepan benar terjadi dalam OAT-FDC, maka akan terjadi
kelebihan dosis pada semua jenis OAT dengan Risiko toksisitas atau
kekurangan dosis (sub-inhibitory concentration) yang memudahkan
berkembangnya resistensi obat.
Bila terjadi efek samping sulit menentukan OAT mana yang merupakan
penyebabnya. Karena paduan OAT-FDC untuk kategori-1 dan kategori-3 yang
ada pada saat ini tidak berbeda maka dapat menurunkan nilai pentingnya
pemeriksaan dahak mikroskopis bagi petugas.
Pemakaian OAT-FDC tidak berarti mengganti atau meniadakan tatalaksana
standar dan pengawasan menelan obat.
Tablet OAT-FDC Komposisi/Kandungan Pemakaian
4FDC 75 mg INH
150 mg Rifampisin
400 mg Pirazinamid
275 mg Etambutol
Tahap Intensif/
awal dan sisipan
Harian
2FDC 150 mg INH
150 mg Rifampisin
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
Pelengkap paduan kategori-2 :
Tablet etambutol @ 400mg
Injeksi ( vial) Streptomisin 750mg
Aquabidest dan Spuit
Tabel. 6 Jenis OAT-FDC yang tersedia di program penanggulangan TB.
Paduan pengobatan OAT-FDC yang tersedia saat ini di Indonesia terdiri dari:
2(HRZE)/4(HR)3 untuk Kategori 1 dan Kategori 3
2(HRZE)S/1(HRZE)/5(HR)3E3 untuk Kategori 2
Dosis Pengobatan
Pada tabel 6 berikut ini disampaikan Dosis Pengobatan Kategori -1 dan Kategori
-3 : {2(HRZE)/4(HR)3}
Berat Badan TAHAP INTENSIF(tiap hari selama 2bulan) TAHAP LANJUTAN(3
kalisemingguslm4bln
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
> 70 kg
2 tablet 4FDC
3 tablet 4FDC
4 tablet 4FDC
5 tablet 4FDC
2 tablet 2FDC
3 tablet 2FDC
4 tablet 2FDC
5 tablet 2FDC
Satu blister tablet FDC (4FDC atau 2FDC) terdiri dari 28 tablet
36
Berat Badan
TAHAP INTENSIF
Jumlah blister tablet
4FDC
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
> 70 kg
4 BLISTER
6 BLISTER
8 BLISTER
10 BLISTER
TAHAP LANJUTAN
Jumlah blister tablet
2FDC
3 BLISTER + 12 tablet
5 BLISTER + 4 tablet
6 BLISTER + 24 tablet
8 BLISTER + 16 tablet
1. ISONIAZIDA (H)
Identitas.
Sediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik Isoniazida
100 mg dan 300 mg / tablet Nama lain Isoniazida : Asam Nicotinathidrazida;
Isonikotinilhidrazida; INH
Dosis.
Untuk pencegahan, dewasa 300 mg satu kali sehari, anak anak 10 mg
per berat badan sampai 300 mg, satu kali sehari. Untuk pengobatan TB bagi
orang dewasa sesuai dengan petunjuk dokter / petugas kesehatan lainnya.
Umumnya dipakai bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Dalam
kombinasi biasa dipakai 300 mg satu kali sehari, atau 15 mg per kg berat badan
sampai dengan 900 mg, kadang kadang 2 kali atau 3 kali seminggu. Untuk anak
dengan dosis 10 20 mg per kg berat badan. Atau 20 40 mg per kg berat badan
sampai 900 mg, 2 atau 3 kali seminggu.
Indikasi.
Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif,
disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko tinggi
mendapatkan infeksi. Dapat digunakan tunggal atau bersama-sama dengan
antituberkulosis lain.
Kontraindikasi.
Kontra indikasinya adalah riwayat hipersensistifitas atau reaksi
adversus, termasuk demam, artritis, cedera hati, kerusakan hati akut, tiap
etiologi : kehamilan(kecuali risiko terjamin).
Kerja Obat.
Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pertama pengobatan.
Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang
berkembang.
Mekanisme kerja berdasarkan terganggunya sintesa mycolic acid, yang
diperlukan untuk membangun dinding bakteri.
2. RIFAMPISIN
Identitas.
Sediaan dasar yang ada adalah tablet dan kapsul 300 mg, 450 mg,
600 mg
Dosis
Untuk dewasa dan anak yang beranjak dewasa 600 mg satu kali sehari,
atau 600 mg 2 3 kali seminggu. Rifampisin harus diberikan bersama dengan
obat anti tuberkulosis lain. Bayi dan anak anak, dosis diberikan dokter / tenaga
46
kesehatan lain berdasarkan atas berat badan yang diberikan satu kali sehari
maupun 2-3 kali seminggu. Biasanya diberikan 7,5 15 mg per kg berat badan.
Anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia adalah 75 mg untuk anak < 10 kg, 150 mg
untuk 10 20 kg, dan 300 mg untuk 20 -33 kg.
Indikasi
Di Indikasikan untuk obat antituberkulosis yang dikombinasikan
dengan antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang
Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniazid.
Mekanisme kerja,
Berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri
Ribose Nukleotida Acid (RNA)-polimerase sehingga sintesis RNA terganggu.
Dinamika / Kinetika Obat Obat ini akan mencapai kadar plasma puncak
(berbeda beda dalam kadar) setelah 2-4 jam sesudah dosis 600 mg, masih
terdeteksi selama 24 jam. Tersebar merata dalam jaringan dan cairan tubuh,
termasuk cairan serebrosfinal, dengan kadar paling tinggi dalam hati, dinding
kandung empedu, dan ginjal. Waktu paruh plasma lebih kurang 1,5- 5 jam( lebih
tinggi dan lebih lama pada disfungsi hati, dan dapat lebih rendah pada penderita
terapi INH). Cepat diasetilkan dalam hati menjadi emtablit aktif dan tak aktif;
masuk empedu melalui sirkulasi enterohepar. Hingga 30 % dosis diekskresikan
dalam kemih, lebih kurang setengahnya sebagai obat bebas. Meransang enzim
mikrosom, sehingga dapat menginaktifkan obat terentu. Melintasi plasenta dan
mendifusikan obat tertentu kedalam hati.
3. PIRAZINAMIDA
Identitas.
Sediaan dasar Pirazinamid adalah Tablet 500 mg/tablet.
Dosis Dewasa dan anak sebanyak 15 30 mg per kg berat badan, satu kali
sehari. Atau 50 70 mg per kg berat badan 2 3 kali seminggu. Obat ini dipakai
bersamaan dengan obat anti tuberkulosis lainnya.
Indikasi
Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan anti
tuberkulosis lain.
Kontraindikasi
terhadap gangguan fungsi hati parah, porfiria, hipersensitivitas.
Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam.
Mekanisme kerja,
berdasarkan pengubahannya menjadi asam pyrazinamidase
yang berasal dari basil tuberkulosa.
Dinamika / Kinetika Obat Pirazinamid cepat terserap dari saluran cerna. Kadar
plasma puncak dalam darah lebih kurang 2 jam, kemudian menurun. Waktu paro
Prinsip Pengobatan TB
1. TUJUAN
Menyembuhkan penderita
Mencegah kematian
Mencegah kekambuhan
2HRZE / 4 H3R3
2HRZE / 4 HR
2HrZE / 6 HE
Kategori 2:
Kategori 3:
2HRZ / 4H3R3
2 HRZ / 4 HR
2HRZ / 6 HE
Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang sakit berat dan
Dosis harian
(mg/kgbb/hari)
Dosis 2x/minggu
(mg/kgbb/hari)
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
INH
Rifampisin
Pirazinamid
15-40 (maks. 2 g)
50-70 (maks. 4 g)
15-30 (maks. 3 g)
Etambutol
50 (maks. 2,5 g)
Streptomisin
15-40 (maks. 1 g)
Kategori
1
:
2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap
intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu
(tahap
lanjutan).
Diberikan kepada:
o
Kategori
Diberikan kepada:
HRZE/5H3R3E3
Penderita kambuh.
Kategori
Diberikan kepada:
o
2HRZ/4H3R3
2.
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal
perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
INH
: 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin
: 10 mg/kgbb/hari
: 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin
: 15 mg/kgbb/hari
Dosis prednison
DOTS
DOTS
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse chemotherapy) adalah strategi
pengobatan pasien TB dengan menggunakan paduan obat jangka pendek dan
diawasi langsung oleh seorang pengawas yang dikenal sebagai PMO (pengawas
menelan obat).
Pengobatan TBC dengan strategi DOTS ini merupakan satu-satunya pengobatan
TBC yang saat ini direkomendasikan oleh oraganisasi kesehatan sedunia (WHO)
karena terbukti paling efektif.
Obat TBC harus diminum secara teratur sampai penderita dinyatakan sembuh.
Lama pengobatan berkisar 6 sampai dengan 8 bulan.
Jika tidak teratur minum obat akan menimbulkan:
* Penyakitnya akan lebih sukar diobati
* Kuman TBC dalam tubuh akan berkembang semakin banyak dan menyerang
organ tubuh lain
* Akan membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat sembuh
* Biaya pengobatan akan sangat besar dan tidak ditanggung oleh pemerintah
Penyakit Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat, bukan saja di dunia atau nasional tetapi juga di Jawa Barat,
Penanggulangan TB sampai saat ini belum berhasil dengan optimal. Salah satu
kendalanya adalah cara pengobatan yang salah, tidak berkualitas dan tidak sesuai
dengan standar penanganan TB.
Hal-hal tersebut akan dapat mengakibatkan pelayan pengobatan terhadap
penderita TB yang di bawah standar dan sebagai akibatnya hasil pengobatan yang
buruk, penderita tetap infeksius dan menularkan pada anggota keluarga dan
masyarakat disekitarnya. Dampak buruk lainnya adalah penderita bisa menjadi
resisten terhadap multiple obat anti tuberkulosis, sehingga semakin sulit diobati dan
memerlukan waktu yang lama serta biaya yang mahal.
ISTC (International Standards for Tuberculosis Care) merupakan standar
yang melengkapi pedoman program penanggulangan TB Nasional yang di
rekomendasikan oleh WHO. ISTC telah di dukung oleh berbagai organisasi
kesehatan baik internasional maupun nasional, antara lain KNCV, ATS, IUATLD, US
CDC dan di Indonesia telah didukung oleh IDI, PDPI, PAPDI, IDAI, POGI, PAMKI.
Tujuannya memberikan penjelasan standar penanganan TB yang dapat diterima
luas di setiap tingkat pelayanan oleh semua praktisi, baik instansi pemerintah
maupun swasta dalam menangani pasien yang diduga atau menderita TB,
memberikan pelayanan bermutu tinggi kepada pasien TB meliputi semua usia, BTA
positif ataupun negatif, ekstraparu, MDR (multiple Drugs Resistance), HIV dengan
TB.
ISTC terdiri dari 17 standar :
6 standar diagnosis
9 standar terapi
2 standar tanggungjawab kesehatan masyarakat.
Dalam Clinic Corner kali ini akan di bahas mengenai 6 standar diagnosis.
Standar 1 : Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih,
yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis (TB).
Mengapa 2-3 minggu ?
Hasil penelitian di India (2005), mengatakan bahwa kasus TB yang terdeteksi
meningkat 46% pada pemeriksaan setelah batuk 2 minggu dibanding batuk 3
minggu.
Standar 2 : Semua pasien (dewasa, remaja dan anak yang dapat mengeluarkan
dahak) yang diduga menderita TB paru harus menjalani pemeriksaan dahak
mikroskopis minimal 2 dan sebaiknya 3 kali. Minimal satu spesimen harus berasal
dari dahak pagi hari.
Pemeriksaannya mudah, dapat dilakukan di hampir semua pusat pelayanan
kesehatan. Data terakhir menunjukkan :
Pemeriksaan Sputum 1 : positif 83-87%
Pemeriksaan Sputum 2 : positif bertambah 10-12%
Pemeriksaan Sputum 3 : positif bertambah 3-5%
Standar 3 : Pada semua pasien (dewasa, remaja dan anak) yang diduga menderita
tuberkulosis ekstraparu, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil
untuk pemeriksaan mikroskopis dan jika tersedia fasilitas dan sumber daya,
dilakukan pemeriksaan biakan dan histopatologi.
mikroskopis minimal 2 dan sebaiknya 3 kali. Minimal satu spesimen harus berasal
dari dahak pagi hari.
Pemeriksaannya mudah, dapat dilakukan di hampir semua pusat pelayanan
kesehatan. Data terakhir menunjukkan :
Pemeriksaan Sputum 1 : positif 83-87%
Pemeriksaan Sputum 2 : positif bertambah 10-12%
Pemeriksaan Sputum 3 : positif bertambah 3-5%
Standar 3 : Pada semua pasien (dewasa, remaja dan anak) yang diduga menderita
tuberkulosis ekstraparu, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil
untuk pemeriksaan mikroskopis dan jika tersedia fasilitas dan sumber daya,
dilakukan pemeriksaan biakan dan histopatologi.
Hal ini dikarenakan sedikitnya Mycobacterium Tb . yang ditemukan pada ekstra
paru. Pada pleuritis TB BTA positif hanya 5-10%, pada meningitis TB lebih rendah
lagi.
Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui ada
tidaknya TB paru dan TB millier.
Standar 4 : Semua orang dengan gambaran foto toraks diduga tuberkulosis
seharusnya menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.
Hasil penelitian dari 2229 pasien yang dilakukan pemeriksaan foto toraks, 227
pasien dianggap TB, 36 % ternyata BTA negatif, sisa nya (2002 pasien) yang
dianggap tidak TB, ternyata pada 31 pasien kultur BTA nya positif.
Foto toraks bermanfaat pada kasus-kasus BTA negatif.
Standar 5 : Diagnosis tuberkulosis paru sediaan apus dahak negatif harus
didasarkan pada kriteria berikut :
Minimal pemeriksaan dahak mikroskopik 3 kali negatif (termasuk minimal 1 kali
dahak pagi hari)
Gambaran foto toraks sesuai tuberkulosis
Tidak ada respon terhadap antibiotika spektrum luas (Catatan : fluorokuinolon
harus dihindari karena aktif terhadap M.Tuberculosis complex sehingga dapat
menyebabkan perbaikan sesaat pada penderita tuberkulosis).
Untuk pasien ini, jika tersedia fasilitas, biakan dahak seharusnya dilakukan. Pada
pasien yang diduga terinfeksi HIV evaluasi diagnostik harus disegerakan.
Standar 6 : Diagnosis tuberkulosis intratoraks (yakni, paru, pleura dan kelenjar
getah bening hilus atau mediastinum) pada anak dengan gejala namun sediaan
apus dahak negatif seharusnya didasarkan atas kelainan radiografi toraks sesuai
tuberkulosis dan terdapat riwayat kontak atau uji kulit tuberkulin atauinterferron
gamma release assaypositif.
Untuk pasien seperti ini, bila tersedia fasilitas, harus dilakukan pemeriksan biakan
dari bahan yang berasal dari batuk, bilas lambung atau induksi dahak.
Dengan berdasarkan 6 standar diagnosis di atas, diharapkan setiap dokter baik dari
instansi pemerintah maupun swasta dapat mendiagnosis penderita TBC dengan
tepat sehingga menurunkan angka kesakitan dan kematian karena TB , resiko
penularan TB, mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat TB
Diposkan oleh Faiz'Profil'Blog di 22.49
Penyakit TBC
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau
kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus
baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC.
Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan
bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 0,65%. Sedangkan menurut laporan
Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi
TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46%
diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.
Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai
sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan
penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan
5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif,
dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Penegakan Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan
untuk menegakkan diagnosis adalah:
o Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
o Pemeriksaan fisik.
o Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
o Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
o Rontgen dada (thorax photo).
o Uji tuberkulin.
Pola hidup bagaimana yang harus kita miliki agar terhindar dari penyakit TBC?
Pola hidup sehat adalah kuncinya, karena kita tidak tahu kapan kita bisa terpapar dengan
kuman TBC. Dengan pola hidup sehat maka daya tahan tubuh kita diharapkan cukup untuk
memberikan perlindungan, sehingga walaupun kita terpapar dengan kuman TBC tidak akan
timbul gejala. Pola hidup sehat adalah dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi, selalu
menjaga kebersihan diri dan lingkungan hidup kita, rumah harus mendapatkan sinar matahari
yang cukup (tidak lembab), dll. Selain itu hindari terkena percikan batuk dari penderita TBC.
Diposkan oleh Faiz'Profil'Blog di 22.18
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
TBC
Penyakit Tuberkulosis (TBC)
Foto ronsen penderita tbc
Penyakit TBC adalah merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Penyakit TBC dapat menyerang pada
siapa saja tak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Di
Indonesia khususnya, Penyakit ini terus berkembang setiap tahunnya dan saat ini mencapai
angka 250 juta kasus baru diantaranya 140.000 menyebabkan kematian. Bahkan Indonesia
menduduki negara terbesar ketiga didunia dalam masalah penyakit TBC ini.
Penyebab Penyakit (TBC)
Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa, Bakteri ini berbentuk
batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Robert Koch pada
tanggal 24 Maret 1882, Untuk mengenang jasa beliau maka bakteri tersebut diberi nama
baksil Koch. Bahkan penyakit TBCpada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum
(KP).
Cara Penularan Penyakit TBC
Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh Mikobakterium
tuberkulosa yang dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita TBC saat batuk, dimana pada
anak-anak umumnya sumber infeksi adalah berasal dari orang dewasa yang menderita TBC.
Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak
(terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah), Bahkan bakteri ini pula dapat
mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga
menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang,
kelenjar getah bening dan lainnya meski yang paling banyak adalah organ paru.
Masuknya Mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru menyebabkan infeksi pada paruparu, dimana segeralah terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular).
Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat bakteri TBC ini
melalui mekanisme alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC tersebut
akan berdiam/istirahat (dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan Xray atau photo rontgen.
Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (Imun) yang baik, bentuk tuberkel ini akan tetap
dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang memilki sistem kekebelan tubuh
rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel
bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang
didalam rongga paru, Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum
(riak/dahak). Maka orang yang rongga parunya memproduksi sputum dan didapati mikroba
tuberkulosa disebut sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TBC.
Berkembangnya penyakit TBC di Indonesia ini tidak lain berkaitan dengan memburuknya
kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat,
meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi
dari infeksi HIV. Hal ini juga tentunya mendapat pengaruh besar dari daya tahan tubuh yang
lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman yang memegang peranan penting dalam
terjadinya infeksi TBC.
Gejala Penyakit TBC
Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum dan gejala khusus.
Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah disebabkan gambaran secara
klinis dari si penderita yang tidak khas, terutama pada kasus-kasus baru.
1. Gejala umum (Sistemik)
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai
keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang
timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
- Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus (Khas)
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar,
akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak.
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan
sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Pada penderita usia anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala, Maka TBC dapat terdeteksi
kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Sekitar 30-50% anak-anak yang
terjadi kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa
dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Penegakan Diagnosis pada TBC
Apabila seseorang dicurigai menderita atau tertular penyakit TBC, Maka ada beberapa hal
pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk memeberikan diagnosa yang tepat antara lain :