Anda di halaman 1dari 59

PREDIKSI LAJU EROSI PADA PENGGUNAAN LAHAN

BERBEDA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)


KAWATUNA PROPINSI SULAWESI TENGAH

SKRIPSI

ANDI AGHIR A. LANYALA

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2016
i

PREDIKSI LAJU EROSI PADA PENGGUNAAN LAHAN


BERBEDA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
KAWATUNA PROPINSI SULAWESI TENGAH

SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana pada Fakultas Pertanian


Univesitas Tadulako

Oleh

ANDI AGHIR A. LANYALA


E 281 11 164

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2016
ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul

: Prediksi Laju Erosi Pada Penggunaan Lahan Berbeda di


Daerah Aliran Sungai (DAS) Kawatuna Propinsi
Sulawesi Tengah

Nama

Andi Aghir A. Lanyala

Stambuk

E 281 11 164

Lulus Ujian

02 Juni 2016

Palu, 10 Juni 2016

Menyetujui,
Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. H. Ramlan, MP.


NIP. 19661211 199303 1 003

Ir. Uswah Hasanah, M.Agr.Sc., PhD.


NIP. 19650815 198903 2 001

Disahkan oleh,
a.n. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako
Wakil Dekan Bidang Akademik

Dr. Rustam Abd. Rauf, SP., MP.


NIP. 19740603 200212 1 002
iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


1. Karya ilmiah saya (skripsi) ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik / sarjana, baik di universitas Tadulako maupun
di perguruan tinggi lain.
2. Karya ilmiah ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing.
3. Dalam karya ilmiah ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Penyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang
berlaku diperguruan tinggi ini.

Palu, 10 Juni 2016


Yang membuat pernyataan,

(Andi Aghir A. Lanyala)


E 281 11 164

iv

RINGKASAN

ANDI AGHIR A. LANYALA (E 281 11 164). PREDIKSI LAJU EROSI


PADA PENGGUNAAN LAHAN BERBEDA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI
(DAS) KAWATUNA PROPINSI SULAWESI TENGAH (H. RAMLAN DAN
USWAH HASANAH)
Erosi yang dipercepat pada suatu DAS umumnya terjadi karena adanya
pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Kondisi ini potensial
terjadi pada DAS Kawatuna di provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki topografi
yang berbukit-bukit. Prediksi erosi pada wilayah ini dengan demikian dapat menjadi
sumber informasi bagi pemerintah dalam kaitannya dengan kebijakan penggunaan
lahan dan tindakan konservasi tanah. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi
besarnya laju erosi tanah dan indeks bahaya erosi pada DAS Kawatuna Propinsi
Sulawesi Tengah. Peta kelas lereng, peta tanah dan peta pengunaan lahan
ditumpangsusunkan dengan mengunakan aplikasi ArcGIS 10.0, sehingga diperoleh
sebelas unit lahan yang meliputi penggunaan lahan hutan, semak belukar,
persawahan ladang kebun campuran dan pemukiman. Prediksi erosi dilakukan pada
semua unit lahan kecuali pada penggunaan lahan pemukiman. Survei kemudian
dilakukan pada tujuh unit lahan untuk dilakukan pengamatan terhadap panjang
lereng, kemiringan lereng, vegetasi yang dominan, dan melihat unit lahan yang
masih berpotensi untuk dilakukan pengelolaan lahan pertanian jangka panjang.
Pengambilan sampel tanah dilakukan secara acak pada setiap unit lahan, diambil
sebanyak tiga sampel untuk masing-masing contoh tanah utuh dan terganggu.
Prediksi laju erosi tanah menggunakan persamaan USLE (Universal Soil Loss
Equation). Hasil penelitian menunjukan bahwa indeks bahaya erosi yang terjadi pada
DAS Kawatuna tergolong pada tingkat rendah sampai sedang. Erosi rendah terjadi
pada lahan sawah dan hutan, untuk erosi tingkat sedang terjadi pada lahan kebun
campuran, lahan semak belukar, dan ladang. Faktor yang dominan mempegaruhi
terjadinya erosi pada wilayah ini adalah erodibilitas tanah, diikuti oleh pengelolaan
tanaman, dan tindakan konservasi.

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi dengan judul
Prediksi Laju Erosi Pada Penggunaan Lahan Berbeda Di Daerah Aliran Sungai
(DAS) Kawatuna Propinsi Sulawesih Tengah.
Dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing yaitu dengan hormat kepada
Dr. Ir. H Ramlan, MP. Dan Ibu Dr. Ir. Uswah Hasanah M.Agr.Sc., Ph.D. yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan arahan serta
bimbingan yang bermanfaat bagi penulis dalam penyelesaian pembuatan skripsi ini
hingga selesai.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda
Abd. Rahman A. L. Dan Ibunda Almh. Azriani S. L. serta keluarga yang telah
bersedia memberikan sumbangan moral maupun materi yang sangat membantu
dalam kelancaran pembuatan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1.

Prof. Dr. Ir. Muhammad Basir, SE., MS., selaku Rektor Universitas Tadulako.

2.

Prof. Ir. Zainuddin Basri, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas
Tadulako.

3.

Dr. Ir. Bahrudin, MP., selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian, Universitas Tadulako.

4.

Dr. Ir. Danang Widjajanto, MS., Ir. Rahmat Zainuddin, MP., Dr. Ir. Anthon
Monde, MP., Abdul Rahman, SP.,MP., Dr. Ir. Imam Wahyudi, M.Phil.,

vi

Dr. Ir. Josep S Patadungan, MP., dan Dr. Ir. Abdul Kadir Paloloang, MP.,
selaku dosen BKU sumber daya lahan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Siti
Sukmawati, SP., M.Sc dan Bapak Sufyan, SP. yang telah banyak membantu penulis
di laboratorium, serta teman-teman seangkatan dan adik-adik angkatan yaitu Siti
Asyiah, Kasmawati, SP., Jusni, SP., Oktaviani, Moh. Intim Purwanto, Amiruddin,
Siswanto, Nuralam, Andi Hasrawati, SP., dan teman-teman yang tidak sempat
penulis cantumkan satu persatu. Penulis hanya bisa berdoa semoga Allah SWT
membalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Aamiin
Seperti kata pepatah tak ada gading yang tak retak begitu juga dengan
keterbatasan penulis, dalam menulis skripsi ini, sehingga masih banyak terdapat
kekurangan, melalui kesempatan ini penulis minta maaf atas keterbatasan penulis.
Akhir kata penulis ucapkan banyak terimakasih semoga skripsi ini bisa berguna bagi
setiap pembacanya. Aamiin

Palu, 10 Juni 2016

Penulis

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
PERNYATAAN
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN

i
ii
iii
iv
v
vi
viii
x
xi
xii

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1


1.2 Tujuan dan Kegunaan ............................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Erosi dan Jenis-jenis erosi ..................................................................... 3
2.1.1 Erosi lembar (Sheet erosion) ..................................................... 3
2.1.2 Erosi alur (Rill erosion) ............................................................. 3
2.1.3 Erosi parit (Channel erosion) .................................................... 4
2.1.4 Erosi tebing sungai (River bank erosion) .................................. 4
2.1.5 Longsor ..................................................................................... 4
2.2 Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) ....................................... 4
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi ............................................... 6
2.3.1 Iklim .............................................................................................. 6
2.3.2 Topografi ....................................................................................... 7
2.3.3 Vegetasi ......................................................................................... 8
2.3.4 Tanah ............................................................................................. 8
2.3.5 Manusia ......................................................................................... 10
2.4 Erosi yang Dapat Ditoleransi .................................................................. 10
2.5 Potensi Erosi pada DAS di Lembah Palu ............................................... 11
2.6 Penggunaan Lahan ................................................................................... 12
2.7 Pencegahan Erosi .................................................................................... 14
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu .................................................................................. 17
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 17
3.3 Metode Penelitian ................................................................................... 17
3.3.1 Survei ............................................................................................. 17
3.3.2 Pengambilan sampel tanah ............................................................ 18
3.3.3 Analisis sampel .............................................................................. 18
3.3.4 Pengumpulan data ........................................................................ 18

viii

3.4 Pelaksanaan.............................................................................................. 18
3.4.1 Faktor erosivitas hujan (R) ............................................................ 18
3.4.2 Faktor erodibilitas tanah (K) ......................................................... 19
3.4.3 Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) ................................. 19
3.4.4 Faktor pengelolaan tanaman dan faktor konservasi tanah (CP) ... 20
3.4.5 Erosi yang ditoleransi (TSL) ......................................................... 20
3.4.6 Indeks bahaya erosi (IBE) ............................................................. 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Rata-rata Indeks Erosivitas Hujan (R) ................................................. 22
1.2 Erodibilitas Tanah (K) ........................................................................... 23
1.3 Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S)................................... 26
1.4 Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi (CP) ......................... 27
1.5 Prediksi Erosi di DAS Kawatuna .......................................................... 28
1.6 Erosi yang Ditoleransi (TSL) dan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) .......... 29
1.7 Tindakan Konservasi ............................................................................. 32
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 34
5.2 Saran ..................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIODATA PENULIS

ix

DAFTAR TABEL

Nomor

Teks

Halaman

1.

Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (IBE) menurut Hammer (1981) ............ 21

2.

Indeks Erosivitas Hujan Selama 10 Tahun Terakhir (2006-2015) ........... 22

3.

Faktor Erodibilitas Tanah Pada Tujuh Unit Lahan ................................... 23

4.

Perhitungan nilai panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S) ............. 26

5.

Perhitungan Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi (CP) ........ 27

6.

Perhitungan Laju Erosi (A) di DAS Kawatuna......................................... 28

7.

Erosi yang Ditoleransi dan Indeks Bahaya Erosi ..................................... 30

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Teks

Halaman

1.

Peta Erodibilitas Tanah pada Tujuh Unit Lahan di Das Kawatuna .......... 25

2.

Peta Indeks Bahaya Erosi di DAS Kawatuna ........................................... 31

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Teks

Halaman

1.

Tabel nilai rata-rata curah hujan bulanan selama 10 tahun terahir pada
stasiun BMKG Bandar Udara Sis-Aljufri Palu ......................................... 38

2.

Tabel kode struktur tanah.......................................................................... 38

3.

Tabel kode permeabilitas profil tanah (Arsyad, 2010) ............................. 38

4.

Tabel klasifikasi nilai erodibilitas tanah (K) ............................................. 39

5.

Tabel nilai faktor pengelolaan tanaman .................................................... 39

6.

Tabel nilai faktor teknik konservasi tanah ................................................ 40

7.

Nilai faktor kedalaman sub order tanah ................................................... 41

8.

Kedalaman tanah minimum untuk pertumbuhan tanaman ....................... 41

9.

Pengaruh temperatur udara dan curah hujan terhadap kecepatan


pembentukan tanah ................................................................................... 42

10.

Peta unit lahan pada DAS Kawatuna ........................................................ 43

11.

Peta penggunaan lahan pada DAS Kawatuna Propinsi Sulawesi Tengah 44

12.

Peta kelerengan pada DAS Kawatuna Propinsi Sulawesi Tengah............ 45

13.

Peta tanah pada DAS Kawatuna Propinsi Sulawesi Tengah .................... 46

xii

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara
topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan
menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya kelaut melalui sungai utama
(Asdak, 2010). Konsep DAS merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi
dimana DAS yang besar pada dasarnya tersusun dari DAS-DAS yang kecil, dan DAS
yang kecil ini juga tersusun dari DAS-DAS yang lebih kecil (Suripin, 2004).
Eksploitasi DAS menimbulkan beberapa masalah sepertti : 1) banjir di musim
hujan dan kekeringan di musim kemarau, 2) penurunan debit air sungai, 3) erosi dan
sedimentasi, dan 4) longsor. Secara faktual masalah tersebut telah menimbulkan
penurunan produktivitas lahan dan kekurangan air tanah sepanjang tahun.
Pemanfaatan lahan biasanya secara langsung menyebabkan perubahan tata guna
lahan di suatu wilayah. Perubahan tata guna lahan seringkali tidak disertai dengan
tindakan pencegahan kerusakan lahan, sehingga lahan semakin terdegradasi yang
secara kasat mata ditandai dengan tingginya tingkat erosi dan sedimentasi serta
rendahnya tingkat resapan air hujan (Komaruddin, 2008).
Erosi tanah pada ekosistem DAS umumnya terjadi karena pemanfaatan lahan
yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air. Erosi disuatu lahan
menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur (Tan, 1991).
DAS Palu merupakan salah satu DAS yang potensial dan mempunyai peranan
yang sangat penting dalam pembangunan dan pengembangan wilayah Provinsi
Sulawesi Tengah. DAS Palu adalah salah satu DAS di Indonesia yang tergolong
1

rawan banjir, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri


Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 1984 No. 059/KptsII/1984 No. 124/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984. Luas DAS Palu 309.896,22 Ha
(Zainuddin, 2015).
DAS Kawatuna merupakan salah satu Sub DAS Palu. DAS Kawatuna memiliki
topografi yang berbukit-bukit dengan kemiringan 0% - >45% dan berbagai
penggunaan lahan diantaranya hutan, ladang, perkebunan, dan lain-lain. DAS yang
memiliki ciri seperti ini sangat berpotensi terjadi erosi yang tinggi. Penggunaan lahan
pada DAS Kawatuna umumnya masih bersifat tradisional dan belum ditemukan
tindakan konservasi untuk mencegah erosi yang dipercepat. Sehingga penelitian
mengenai laju erosi diwilayah ini akan sangat bermanfaat bagi pemerintah sebagai
salah satu acuan dalam kebijakan pengelolaan DAS Kawatuna.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi besarnya laju erosi tanah dan indeks
bahaya erosi pada DAS Kawatuna Propinsi Sulawesi Tengah. Kegunaan dari
penelitian adalah sebagai sumber informasi bagi pemerintah dalam kaitannya dengan
kebijakan penggunaan lahan dan tindakan konservasi tanah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Erosi dan Jenis-jenis Erosi


Erosi merupakan peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ketempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi,
tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut yang
kemudian diendapkan ditempat lain. Pengikisan dan pengangkutan tanah tersebut
terjadi oleh media alami, yaitu air dan angin (Arsyad, 2010).
Menurut bentuknya, erosi dibedakan dalam erosi lembar, erosi alur, erosi parit,
erosi tebing sungai, longsor, dan erosi internal. Erosi yang terjadi pada tanggul atau
tepi saluran irigasi atau drainase dapat berupa salah satu dari bentuk tersebut
(Arsyad, 2010).
2.1.1

Erosi lembar (Sheet erosion)


Erosi lembar adalah jenis erosi atau pemindahan tanah yang terjadi lembar

demi lembar (lapis demi lapis) mulai dari lapisan yang paling atas kelapisan
dibawahnya dan seterusnya. Erosi ini sepintas tidak terlihat karena proses kehilangan
tanah terjadi secara seragam, tetapi dapat berbahaya karena pada suatu saat lapisan
atas (top soil) akan hilang (Soleh, 2007).
2.1.2

Erosi Alur (Rill erosion)


Erosi ini terjadi dimulai dari genangan-genangan kecil setempat pada suatu

lereng, maka bila air dalam genangan itu mengalir maka akan terbentuk alur-alur
bekas aliran tersebut (BP2TPDAS, 2002).

2.1.3

Erosi parit (Channel erosion)


Erosi parit terjadi akibat tidak terkontrolnya erosi alur. Aliran dalam parit ini

dapat mengikis dasar parit atau dinding-dinding tebing parit dibawah permukaan air,
sehingga tebing diatasnya dapat runtuh ke dasar parit. Adanya gejala meander dari
aliran air tersebut dapat meningkatkan pengikisan tebing ditempat-tempat tertentu
(Soleh, 2007).
2.1.4

Erosi tebing sungai (River bank erosion)


Erosi ini terjadi sebagai akibat pengikisan tebing sungai oleh air yang

mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan aliran sungai yang kuat pada
belokan sungai. Erosi tebing akan terjadi lebih hebat, jika vegetasi penutup tebing
tidak ada atau jika pengolahan tanah dilakukan sampai ke pinggir tebing sungai
(Arsyad, 2010).
2.1.5

Longsor
Longsor terjadi karena gaya gravitasi, biasanya karena dibagian bawah tanah

terdapat lapisan licin dan kedap air seperti batuan liat. Dalam musim hujan tanah di
atasnya menjadi jenuh air sehingga berat dan bergeser ke bawah melalui lapisan yang
licin tersebut sebagai tanah longsor (Soleh, 2007).
2.2 Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)
Prediksi erosi pada sebidang tanah adalah metode untuk memperkirakan laju
erosi yang akan terjadi dari tanah yang digunakan dalam suatu penggunaan lahan dan
pengelolaan tertentu. Jika laju erosi yang akan terjadi telah dapat diperkirakan dan
laju

erosi

yang

masih

dapat

dibiarkan

atau

ditoleransikan

(permissible atau tolerable erosion) sudah bisa ditetapkan, maka dapat ditentukan

kebijaksanaan penggunaan lahan dan tindakan konservasi tanah yang perlu


dilakukan, agar tidak terjadi kerusakan tanah sehingga tanah dapat digunakan secara
produktif dan lestari (Arsyad, 2010).
USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi erosi ratarata jangka panjang dari erosi lembar atau alur di bawah keadaan tertentu, tetapi
tidak dapat memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil sedimen
dari erosi parit, tebing sungai, dan dasar sungai (Arsyad, 2010).
Prediksi erosi pada sebidang tanah dapat dihitung menggunakan model yang
dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dalam Arsyad (2010) yaitu
dengan menggunakan persamaan :
A=R.K.L.S.C.P .............................................................................. (1)
Dengan:
A = banyaknya tanah tererosi (ton ha-1 th-1)
R = faktor erosivitas hujan dapat dihitung dengan menggunakan prosedur yang
dikemukan oleh Utomo (1994) berdasarkan data curah hujan 10 tahun
terakhir.
K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk
suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak
percobaan yang panjangnya 22,1 m terletak pada lereng 9% yang identik
tanpa tanaman.
L = faktor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan
suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang
lereng 22,1 m di bawah keadaan yang identik tanpa tanaman.

S = faktor kecuraman lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi
dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya
erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik tanpa
tanaman
C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman yaitu nisbah antara
besarnya erosi dari suatu tanah dengan vegetasi penutup dan pengelolaan
tanaman tertentu terhadap besarnya erosi tanah dari tanah yang identik
tanpa tanaman.
P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (pengolahan dan
penanaman menurut kontur, penanaman dalam strip, guludan, teras
menurut kontur, dll), yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang
diberi perlakuan tindakan konservasi khusus tersebut terhadap besarnya
erosi dari tanah yang diolah searah lereng, dalam keadaan yang identik
tanpa tanaman.
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi
Erosi secara alami dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk iklim, topografi,
vegetasi, tanah, dan aktivitas manusia.
2.3.1

Iklim
Di daerah beriklim basah, faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah

hujan. Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan
dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat
kerusakan erosi yang terjadi (Arsyad, 2010). Asdak (2010) menambahkan bahwa
pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Pengaruh

langsung adalah melalui tenaga kinetis air hujan terutama intensitas dan diameter
butiran hujan.

Sedangkan pengaruh iklim tidak langsung ditentukan melalui

pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetasi.


Faktor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi adalah hujan dan
temperatur. Hujan melalui tenaga kinetiknya dapat melepaskan butiran-butiran
partikel tanah dan sebagian melalui kontribusinya terhadap aliran permukaan.
Karakteristik hujan yang mempengaruhi erosi tanah yaitu jumlah atau kedalaman
hujan, intensitas dan lamanya hujan (Desifindiana, dkk. 2013).
2.3.2

Topografi
Faktor topografi umumnya terdiri dari kemiringan dan panjang lereng. Secara

umum erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng.
Pada lahan datar percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke udara
kesegala arah secara acak. Pada lahan miring, partikel tanah lebih banyak terlempar
kearah bawah dari pada yang keatas, dengan proporsi yang makin besar dengan
meningkatnya kemiringan lereng. Selanjutnya, makin panjang lereng cenderung
makin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan menjadi
lebih tinggi kedalaman maupun kecepatannya. Kombinasi kedua variabel lereng
menyebabkan laju erosi tanah tidak sekedar proporsional dengan kemiringan lereng
tetapi meningkat secara drastis dengan meningkatnya panjang lereng (Suripin, 2004).
Koulouri dan Glourga (2007), menunjukan bahwa erosi meningkat secara
segnifikan ketika lereng lahan pertanian meningkat menjadi 25% di wilayah
mediteranian.

2.3.3

Vegetasi
Vegetasi mempunyai pengaruh yang bersifat melawan terhadap pengaruh

faktor-faktor lain yang erosif seperti hujan, topografi, dan karakteristik tanah.
Pengaruh vegetasi dalam memperkecil laju erosi, menurut Suripin (2004) adalah
vegetasi mampu menangkap (intersepsi) air hujan sehingga energi kinetiknya
terserap oleh tanaman dan tidak menghantam langsung pada tanah. Asdak (2010)
juga menyatakan bahwa pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah
1) melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan (menurunkan kecepatan
terminal air hujan dan memperkecil diameternya), 2) menurunkan kecepatan dan
volume air, 3) menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sistem
perakaran dan serasah yang dihasilkan, dan 4) mempertahankan kemantapan
kapasitas tanah dalam menyerap air.
2.3.4

Tanah
Secara fisik tanah terdiri dari partikel mineral dan organik dengan berbagai

ukuran. Partikel-partikel tanah tersusun dalam bentuk matriks yang pori-porinya


kurang lebih 50 %, sebagian lagi terisi oleh air dan sebagian terisi oleh udara. Sifat
fisik tanah yang berpengaruh meliputi; tekstur tanah, struktur tanah, permeabilitas
dan kandungan bahan organik (Desifindiana, dkk. 2013).
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi antara lain adalah tekstur, struktur,
bahan organik, sifat lapisan bawah dan tingkat kesuburan tanah. Tanah bertekstur
kasar mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi, sedangkan tanah yang bertekstur
halus mempunyai kapasitas infiltrasi kecil, sehingga dengan curah hujan yang cukup

rendahpun akan menimbulkan limpasan permukaan. Namun demikian, laju erosi


didaerah tropika basah tetap saja hebat tanpa mengabaikan perbedaan tekstur.
Implikasi dari kenyataan ini salah satunya adalah bahwa erodibilitas tidak
bergantung kepada tekstur tanah. Ini berarti bahwa erodibilitas tanah tidak bisa
dijadikan satu-satunya alternatif untuk mengendalikan erosi tanah (Rahim, 2012).
Menurut Asdak (2010), empat sifat tanah yang penting dalam menentukan
erodibilitas tanah (mudah tidaknya tanah tererosi) adalah :
a. Tekstur tanah, biasanya berkaitan dengan ukuran dan porsi partikel-partikel
tanah dan akan membentuk tipe tanah tertentu. Tiga unsur utama tanah adalah
pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Di lapangan, tanah terbentuk oleh
kombinasi ketiga unsur tersebut. Misalnya, tanah dengan unsur dominan liat,
ikatan antar partikel-partikel tanah tergolong kuat dan dengan demikian tidak
mudah tererosi. Sebaliknya, pada tanah dengan unsur utama debu dan pasir
lembut serta sedikit unsur organik, memberikan kemungkinan yang lebih
besar untuk terjadinya erosi.
b. Unsur organik, terdiri atas limbah tanaman dan hewan sebagai hasil proses
dekomposisi. Unsur organik cenderung memperbaiki struktur tanah dan
bersifat meningkatkan permeabilitas tanah. Kumpulan unsur organik diatas
permukaan tanah dapat menghambat kecepatan aliran permukaan, dan dengan
demikian menurunkan potensi terjadinya erosi.
c. Struktur tanah, adalah susunan partikel-partikel tanah yang membentuk
agregat. Struktur tanah mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap air
tanah. Misalnya struktur tanah yang mempunyai kemampuan besar dalam

10

meloloskan aliran permukaan, dan dengan demikian, menurunkan laju aliran


permukaan dan memacu pertumbuhan tanaman.
d. Permeabilitas tanah, menunjukan kemampuan tanah dalam meloloskan air.
Tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan laju infiltrasi dan dengan
demikian, menurunkan laju aliran permukaan.
2.3.5

Manusia
Kegiatan manusia dikenal sebagai salah satu faktor paling penting terhadap

terjadinya erosi tanah yang cepat dan intensif. Kegiatan-kegiatan tersebut


kebanyakan berkaitan dengan perubahan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
erosi, misalnya perubahan penutup tanah akibat penggundulan/pembabatan hutan
untuk pemukiman, lahan pertanian, atau gembalaan. Kegiatan-kegiatan manusia di
muka bumi sering mengganggu keseimbangan antara regenerasi (pembentukan)
tanah dan laju erosi tanah. Tentu saja, terbuka kemungkinan bagi manusia untuk
melindungi tanah dari bahaya erosi melalui kegiatan konservasi, seperti penghijauan,
terrasering, dan lain-lain (Suripin, 2004).
2.4 Erosi yang Dapat Ditoleransi
Laju erosi yang masih dapat ditoleransi (Tolerable Soil Loss : TSL) adalah laju
erosi terbesar yang masih dapat dibiarkan/ditoleransikan, agar dapat terpelihara
kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman sehingga memungkinkan
tercapainya produktivitas tinggi secara lestari. Penetapan nilai TSL perlu, karena
tidak mungkin menekan laju erosi menjadi nol pada tanah-tanah yang diusahakan
terutama tanah-tanah berlereng, dan biaya konservasi tanah dapat lebih efisien,

11

dengan kata lain TSL merupakan batas maksimum suatu erosi yang diperbolehkan.
Disamping itu TSL juga sangat berguna dalam menentukan agroteknologi yang tepat
agar usaha tani dapat berkelanjutan (Banuwa, 2013).
2.5 Potensi Erosi pada DAS di Lembah Palu
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah resapan air yang dapat mengatur
sistem tata air. Secara alami kualitas DAS dipengaruhi oleh faktor biofisik
pembentuk tanah yaitu relief, topografi, fisiografi, iklim, tanah, air, dan vegetasi.
Namun penggunaan lahan yang berkaitan erat dengan aktivitas manusia
menyebabkan keseimbangan ekosistem DAS terganggu (Tan, 1991).
Erosi yang terjadi pada ekosisten DAS di Propinsi Sulawesi Tengah sangat
bervariasi, mulai sangat ringan sampai sangat berat. Di Kabupaten Touna bahaya
erosinya sangat ringan, hal ini menunjukkan kondisi DAS nya sangat baik. Di
Kabupaten Donggala (DAS Tawaeli dan Lolitasiburi) tergolong sangat berat, artinya
kondisi DAS sudah sangat kritis. Sedangkan di Kota Palu dan Kabupaten lain
tergolong klasifikasi sedang (Sutapa, 2010).
Daerah Aliran Sungai (DAS) Palu adalah merupakan salah satu DAS yang
potensial dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan dan
pengembangan wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. DAS Palu adalah salah satu DAS
di Indonesia yang tergolong rawan banjir, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri
Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 1984
No. 059/Kpts-II/1984 No. 124/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984. Luas DAS Palu
309.896,22 Ha (Zainuddin, 2015).

12

Ramlan (2009) melaporkan bahwa pada DAS Nopu, erosi yang terjadi pada
lahan kakao dewasa umur >10 tahun yakni 172,6 kg ha-1 jauh lebih rendah dari pada
lahan terbuka yakni 14.304,49 kg ha-1, sedangkan aliran permukaan pada lahan
kakao dewasa umur >10 tahun yakni 321.062,5 kg ha-1 jauh lebih rendah dari pada
lahan terbuka yakni 1.784.187,5 kg ha-1.
Edison et al. (2012) melaporkan bahwa kondisi sebaran Tingkat Bahaya Erosi
(TBE) pada Sub DAS Sombe Lewara terdapat empat kelas yaitu Kondisi Ringan
seluas 8068,11 ha (96,59% dari luas DAS), sedang 78,65 ha (0,94% dari luas DAS)
dan berat 133,57 ha, (1,60% dari luas DAS) dan sangat berat 72,81 ha (0,87% dari
luas DAS) sedangkan sedimen yang dihasilkan 35.520 ton th-1.
2.6

Penggunaan Lahan
Sistem penggunaan lahan dengan vegetasi penutup bertipe pohon mempunyai

kapasitas simpan air tanah yang tinggi, sedangkan sistem tata guna lahan dengan
vegetasi penutup bertipe rumput dan semak belukar mempunyai kapasitas menahan
air tanah yang rendah. Variabel yang menentukan kapasitas simpanan air tanah suatu
sistem tata guna lahan adalah besarnya tipe vegetasi penutup lahan. Dengan
demikian sistem tata guna lahan tipe vegetasi hutan dan perkebunan bertipe pohon
merupakan lanskap konvensional yang efektif untuk konservasi sumber daya air dan
tanah (Suharto, 2000).
Penggunaan lahan pertanian di Sub DAS Krueng Simpo telah menyebabkan
erosi pada lahan pertanian monokultur (90,92 ton ha-1 th-1) telah melebihi TSL (31,80
ton ha-1 th-1). Oleh sebab itu penyempurnaan pengelolaan lahan, perubahan pola

13

tanam, penerapan agroteknologi alternatif yang akan terjadi dan penerapan sistem
pertanian konservasi perlu dilakukan untuk memperkecil erosi (Fitri, 2011)
Mulyono (2009), melaporkan bahwa Sub DAS Besai memiliki 23,62% luas
wilayah yang mengelami tingkat bahaya erosi tanah normal, tingkat ringan seluas
42,98%, tingkat moderat seluas 14,57%, tingkat berat seluas 15,38% dan sangat berat
seluas 3,45%. Wilayah Sub DAS Besai yang digunakan sebagai lahan perkebunan
kopi sebesar 45% mengalami tingkat erosi dalam kategori ringan sampai sangat berat
pada semua rentang kelerengan dan jenis tanah. Tampaknya perkebunan kopi sistem
monokultur mengakibatkan lapisan tanah akan sangat mudah tergerus oleh adanya
aliran permukaan dikarenakan tidak adanya tutupan tanah di bawah kanopi tanaman
kopi tersebut.
Erosi permukaan pada lahan pertanian jagung dengan kemiringan lereng datar
(3,5%) menunjukkan bahwa tingkat erosi permukaan sebesar 1,04 ton ha-1 th-1
(sangat rendah), pada lereng landai tingkat erosi permukaan sebesar 9,88 ton ha-1 th-1
(sangat rendah), pada lereng agak curam tingkat erosi permukaan sebesar 40.588 ton
ha-1 th-1 (rendah), dan pada lereng curam tingkat erosi permukaan sebesar 176.490
ton ha-1 th-1 (sedang). Hasil pengamatan selama satu tahun menunjukkan bahwa erosi
permukaan akan berkurang seiring dengan umur pertumbuhan jagung. Hal ini
disebabkan meningkatnya penutupan tanah seiring dengan tumbuhnya tanaman
bawah (rumput-rumputan) pada umur jagung memasuki bulan kedua dan ketiga
(Lihawa, 2012).

14

2.7 Pencegahan Erosi


Asdak (2010) menyatakan bahwa diantara komponen rumus USLE, komponen
yang dapat dikendalikan untuk usaha pencegahan erosi adalah faktor pengelolaan
tanaman (C), konservasi tanah (P), dan faktor topografi (LS). Sementara komponen
erodibilitas tanah (K) umumnya dianggap konstan kendatipun dapat pula berubah
tergantung dari perubahan struktur tanah.

Berikut ini adalah beberapa tuntunan

praktis tentang bagaimana caranya melakukan pencegahan erosi:


a. Menghindari

praktek

bercocok

tanam

yang

bersifat

menurunkan

permeabilitas tanah.
b. Mengusahakan agar permukaan tanah sedapat mungkin dilindungi oleh
vegetasi berumput atau semak selama dan serapat mungkin.
c. Menghindari pembalakan hutan dan pengembalaan ternak berlebihan di
daerah dengan kemiringan lereng terjal.
d. Merencanakan dengan baik pembuatan jalan di daerah rawan erosi/tanah
longsor sehingga aliran air permukaan tidak mengalir keselokan-selokan
ditempat yang rawan tersebut.
e. Menerapkan teknik-teknik pengendalian erosi dilahan pertanian, dan
mengusahakan peningkatan laju infiltrasi.
Aliran permukaan, terbesar terdapat pada lahan yang tidak ditanami, yang terjadi
pada semua bulan kecuali pada bulan Desember. Pada bulan ini monokultur jagung
menyebabkan aliran permukaan terbesar yaitu sebesar 656,62 m3 ha-1, sedangkan untuk
aliran permukaan terendah terdapat pada perlakuan tumpangsari jagung dan kacang
tanah. Untuk erosi, terbesar terjadi pada yang tidak ditanami, yaitu pada bulan Desember

15

sebesar 10,84 ton ha-1, bulan Januari sebesar 0,29 ton ha-1, bulan Pebruari sebesar 0,37
ton ha-1, bulan Maret sebesar 0,12 ton ha-1. Sedangkan erosi terkecil terjadi pada
perlakuan tumpangsari jagung dan kacang tanah. Aliran permukaan dan erosi memiliki
hubungan yang erat, hal ini bisa dilihat dari nilai koefisisen korelasi yang dihasilkan
mendekati satu. Jadi jika aliran permukaan yang terjadi besar, maka erosi yang
ditimbulkan umumnya juga besar. Teknik konservasi yang dapat diterapkan untuk
memperkecil laju aliran permukaan dan erosi adalah teknik konservasi secara vegetatif
dan mekanis (Alviyanti, 2006).

Masalah utama dalam usahatani pada lahan kering berlereng bila tanpa disertai
tindakan konservasi tanah akan menimbulkan erosi tanah. Erosi tanah menyebabkan
terjadinya kerusakan lahan pertanian berupa kemunduran sifat-sifat (fisik, kimia, dan
biologi) tanah serta menurunkan produktivitas lahannya. Peranan teknik konservasi
tanah sangat penting dalam menanggulangi erosi dan memperbaiki tanah yang telah
rusak. Teknik konservasi tanah adalah cara-cara pengawetan tanah, yang merangkum
tiga macam pengertian yaitu : a) melindungi tanah terhadap kerusakan-kerusakan, b)
memperbaiki tanah yang telah rusak, dan c) membuat tanah sedapat mungkin
menjadi subur. Dalam praktek penerapan teknik konservasi tanah di lapangan,
digunakan dua metode konservasi tanah yaitu metode konservasi mekanik dan
metode konservasi vegetatif. Metode konservasi mekanik adalah berupa pembuatan
bangunan-bangunan pencegahan erosi dan manipulasi mekanik tanah dan permukaan
tanah (pengolahan tanah menurut kontur, pembuatan teras, guludan, saluran
pembuangan air (SPA), dan sebagainya). Sedangkan metode vegetatif ditujukan
untuk mengurangi energi pukulan butir-butir hujan di permukaan tanah, mengurangi
kecepatan aliran permukaan (run off), memperbesar kapasitas infiltrasi dan

16

mengurangi kandungan air tanah. Keektifan teknik konservasi tanah di lahan kering
terhadap erosi tanah dan produktivitasnya berbeda untuk tiap lokasi. Hal ini karena
daya dukung lahan yang berbeda-beda. Penggunaan teknologi dalam menjalankan
teknik konservasi tanah ikut menentukan keberhasilan peningkatan lahan kering yang
terdegradasi (Idjudin, 2011).

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu


Lokasi penelitian ini terdapat di DAS Kawatuna yang berada di Kecamatan Palu
Selatan dan Kecamatan Mantikulore Kota Palu serta Kecamatan Sigi Biromaru
Kabupaten Sigi, dengan titik koordinat berturut turut

LS : 00o5424.0 dan

BT 119o5619.8 serta LS : 00o5712.1 dan BT : 119o5507,7. Penelitian ini


dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2015.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat

yang

digunakan

dalam

penelitian

ini

adalah

GPS

(Global Positioning system), ring sampel, pisau atau cutter, plastik transparan, karet
gelang, dan alat tulis menulis. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah peta kelerengan, peta tanah, peta penggunaan lahan, sampel tanah utuh,
sampel tanah tidak utuh, kertas label, dan beberapa zat kimia yang digunakan dalam
analisis tekstur dan bahan organik.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1

Survei

Peta kelas lereng, peta tanah dan peta pengunaan lahan ditumpangsusunkan
dengan mengunakan aplikasi ArcGIS 10.0, sehingga diperoleh sebelas unit lahan
yang meliputi penggunaan lahan hutan (dua unit), semak belukar, (satu unit),
persawahan (satu unit), ladang (satu unit), kebun campuran (dua unit), dan
pemukiman (empat unit). Prediksi erosi dilakukan pada semua unit lahan kecuali

17

18

pada penggunaan lahan permukiman. Survei kemudian dilakukan pada tujuh unit
lahan untuk dilakukan pengamatan terhadap panjang lereng, kemiringan lereng,
vegetasi yang dominan, dan melihat unit lahan yang masih berpotensi untuk
dilakukan pengelolaan lahan pertanian jangka panjang.
3.3.2 Pengambilan sampel tanah
Metode Pengambilan sampel tanah untuk bahan analisis di laboratorium
ditentukan secara acak pada setiap unit lahan, diambil sebanyak tiga sampel untuk
masing-masing contoh tanah utuh dan terganggu.
3.3.3 Analisis sampel
Analisis tanah dilakukan untuk menentukan tekstur, struktur, bahan organik,
bobot isi dan permeabilitas tanah.
3.3.4 Pengumpulan data
Peta kelerengan, peta tanah, dan peta penggunaan lahan diperoleh dari Balai
Pengelolaan DAS Palu - Poso, serta data curah hujan 10 tahun terakhir diperoleh dari
BMKG Bandar Udara Muitira Sis-Aljufri Palu.
3.4 Pelaksanaan
3.4.7 Faktor erosivitas hujan (R)
Faktor erosivitas hujan dihitung dengan menggunakan data curah hujan 10 tahun
terakhir. Erosivitas hujan di daerah penelitian ditentukan dengan menggunakan
prosedur yang dikemukakan oleh Utomo (1994) dengan menggunakan Persamaan
2.

19

=10,80 + 4,15 CH ...................................................................... (2)


Dengan:
CH = Rata-rata curah hujan bulanan (cm th-1)
3.4.8 Faktor erodibilitas tanah (K)
Faktor erodibilitas tanah ditentukan berdasarkan analisis tekstur tanah,
permeabilitas tanah, kandungan bahan organik dan struktur tanah. dengan prosedur
yang dikemukakan oleh Wischmeier et al. (1978) dalam Arsyad (2010) dengan
menggunakan Persamaan 3.
100K = 1, 292 {2,1 M1.14 (10-4)(12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)} ... (3)
Dengan:
K = erodibilitas tanah
M = Ukuran partikel (% debu + % pasir halus) (100 - % liat)
a = persen bahan organik
b = kelas struktur tanah
c = kelas permeabilitas tanah
3.4.9 Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS)
Faktor panjang dan kemiringan lereng dapat dicari dengan menggunakan
Persamaan 4 (Arsyad, 2010).
LS = (0,00138 2 + 0,00965 + 0,0138)......................... (4)
Dengan:
L = panjang lereng (m)
S = kemiringan lereng (%)

20

3.4.10

Faktor pengelolaan tanaman dan faktor konservasi tanah (CP)

Faktor pengelolaan Tanaman (CP) dapat dilihat pada Lampiran 5 (Tabel nilai
faktor pengelolaan tanaman (C) dan Lampiran 6 (Tabel nilai faktor teknik konservasi
tanah (P)) oleh Arsyad (2010).
3.4.11

Erosi Yang ditoleransi (TSL)

Erosi yang ditoleransi dapat ditentukan dengan Persamaan 5 yang di


kemukakan oleh Hammer (1981) .
TSL = ((KT/RL) + LPT) x BD x 10 .............................................. (5)
Dengan:
TSL = besarnya erosi yang diperbolehkan (ton ha-1 th-1)
KT

= kedalaman tanah merupakan hasil pengurangan kedalaman efektif


tanah dengan nilai faktor kedalaman minimum (mm)

RL

= umur guna tanah (th)

LPT = laju pembentukan tanah (mm th-1)


BD = Bobot isi tanah (g cm-3)
3.4.12

Indeks bahaya erosi (IBE)

Indeks bahaya erosi dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan 6.


IBE = A/TSL ................................................................................. (6)
Dimana:
A = Besarnya tanah yang tererosi (ton ha-1 th-1)
TSL = Erosi yang dapat ditoleransi (ton ha-1 th-1)

21

Tabel 1. Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (IBE) menurut Hammer (1981).


No
Nilai
Harkat
1.

<1,0

Rendah

2.

1,01 4,00

Sedang

3.

4,01 10,00

Tinggi

4.

>10,01

Sangat Tinggi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rata-rata Indeks Erosivitas Hujan (R)


Indeks erosivitas hujan (R) diperoleh dengan menggunakan persamaan yang di
kembangkan oleh Utomo (1994). Sehingga di dapatkan nilai R selama 10 tahun
terakhir yaitu 438,70 dan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Indeks Erosivitas Hujan Selama 10 Tahun Terakhir (2006-2015)
Bulan

Curah Hujan (cm th-1)

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember

6,77
4,42
6,24
7,19
4,97
7,48
8,84
7,75
5,91
3,95
5,89
5,08

38,91
29,13
36,68
40,65
31,44
41,85
47,47
42,95
35,33
27,17
35,24
31,88
438,70

Total

Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Bandar Udara Mutiara Sis-Aljufri Palu
(diolah)

Dari hasil perhitungan indeks erosivitas hujan (R) dengan menggunakan data
rata-rata curah hujan bulanan selama 10 tahun terakhir pada stasiun BMKG Bandar
Udara Mutiara Sis-Aljufri Palu (Lampiran 1), maka Daerah DAS

Kawatuna

memiliki nilai erosivitas hujan sebesar 438,70 (Tabel 2). Nilai erosivitas tersebut
dapat menjadi indikator terjadinya aliran permukaan yang tergolong sangat tinggi
pada DAS Kawatuna ketika hujan terjadi. Aliran permukaan ini membawa partikelpartikel tanah hasil dari rusaknya agregat tanah akibat kuatnya daya tekanan hujan

22

23

karena energi kinetik hujan. Menurut Asdak (2010), apabila jumlah dan intensitas
hujan tinggi maka potensi terjadinya aliran permukaan dan erosi akan tinggi pula.
Erosivitas di pengaruhi jatuhnya butir-butir hujan langsung diatas tanah dan sebagian
lagi karena aliran air diatas permukaan tanah.
4.2 Erodibilitas Tanah (K)
Analisis tanah yang dilakukan di laboratorium untuk mengetahui kandungan
bahan organik tanah, tekstur tanah, permeabilitas tanah, dan struktur tanah sehingga
diperoleh hasil erodibilitas tanah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Faktor Erodibilitas Tanah Pada Tujuh Unit Lahan
TEKSTUR (%)
PH
D
L

UL

BO

KST

KPT

Klasifikasi

2,21

4,00

6,00

12,47

54,70

15,70

0,69

Sangat Tinggi

0,99

4,00

5,00

18,57

35,60

10,87

0,62

Sangat Tinggi

2,63

3,00

4,00

11,60

52,20

21,57

0,49

Tinggi

3,75

3,00

6,00

13,00

37,50

20,83

0,42

Agak Tinggi

1,97

4,00

6,00

12,20

49,87

18,27

0,64

Sangat Tinggi

1,44

3,00

2,00

10,20

26,37

16,07

0,28

Sedang

2,71

3,00

4,00

12,67

51,87

23,27

0,49

Tinggi

Keterangan : UL = Unit lahan; BO = bahan organik; KST = kelas struktur tanah; KPT =
kelas permeabilitas tanah; PH = pasir halus; D = debu; L = liat;
K = erodibilitas tanah

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat nilai erodibilitas tanah bervariasi yaitu pada
lahan semak belukar (unit lahan 6) memiliki erodibilitas tingkat sedang dan lahan
kebun campuran (unit lahan 1 dan 4) mempunyai erodibiltas dari tingkat agak tinggi
sampai sangat tinggi, sedangkan pada lahan sawah (unit lahan 2), ladang (unit lahan
5), dan hutan (unit lahan 3 dan 7) masing-masing termasuk dalam kategori tingkat

24

sangat tinggi dan tinggi. Perbedaan dari nilai erodibilitas tanah pada DAS Kawatuna
disebabkan oleh sifat tanah yaitu tekstur, permeabilitas, struktur, dan bahan organik,
dimana untuk nilai permeabilitas dan bahan organik dapat berubah setiap waktu
akibat dari

perubahan pengelolaan tata guna lahan. Pada dasarnya sifat tanah

tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya dalam penentuan tingkat erodibilitas
tanah pada suatu unit lahan. Pada lahan kebun campuran dan hutan yang memiliki
kandungan debu tinggi akan mudah mengalami erosi karena debu memiliki ukuran
yang lebih halus sehingga mudah terbawa air ketika terjadi hujan. Sebarannya tingkat
erodibilitas tanah pada berbagai penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 2.
Dariah et al. (2004), menyatakan bahwa debu merupakan fraksi tanah yang
paling mudah tererosi, karena selain mempunyai ukuran yang relatif halus, fraksi ini
juga tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan sehingga mudah
dihancurkan oleh air hujan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Wischmeier dan
Mannering (1969) dan Morgan (1979) dalam Rusdi et al. (2013), menunjukkan
bahwa pasir halus dan debu merupakan partikel-partikel tanah yang berpengaruh
pada kepekaan tanah terhadap erosi. Tanah akan lebih mudah tererosi, apabila
mempunyai kandungan debu lebih tinggi disertai dengan bahan organik rendah.
Tanah dengan kandungan debu 40-60% sangat peka terhadap erosi. Selain itu,
permeabilitas lambat, juga merupakan penyebab tingginya erodibilitas.

25

Gambar 2. Peta Erodibilitas Tanah pada Tujuh Unit Lahan di Das Kawatuna

26

4.3 Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S)


Berdasarkan pengamatan Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S) di
lapangan maka didapatkan nilai LS sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perhitungan Nilai Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S)
UL

Pengunaan Lahan

LS

Kebun Campuran

36,7

0,08

0,73

Sawah

90,3

0,08

1,15

Hutan Sekunder

213,5

0,09

1,78

Kebun Campuran

23,7

0,08

0,59

Ladang

312,3

0,09

2,15

Semak Belukar

56,4

0,13

0,93

Hutan Primer

242,3

0,09

1,89

Keterangan : UL = unit lahan; L = panjang lereng (m); S = kemiringan lereng (%)

Tabel 4 menunjukan bahwa nilai faktor panjang dan kemiringan lereng sangat
beragam pada setiap unit lahan di DAS Kawatuna. Pada lahan semak belukar nilai
LS-nya adalah 0,93, untuk lahan kebun campuran masing-masing memiliki nilai
0,59 pada unit lahan 4 dan 0,73 pada unit lahan 1, sedangkan pada lahan sawah,
hutan sekunder, hutan primer, dan ladang memiliki panjang dan kemiringan lereng
yaitu 1,15, 1,78, 1,89 dan 2,15.
Arsyad (2010) menyatakan bahwa semakin besar kemiringan lereng, maka
jumlah butir-butir tanah yang terpercik kebagian bawah lereng oleh tumbukan butirbutir hujan semakin banyak. Jika lereng permukaan tanah menjadi dua kali lebih
curam, maka banyaknya erosi per satuan luas menjadi 2,0 sampai 2,5 kali lebih
besar. Hal ini sejalan dengan pendapat Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), yaitu
bahwa erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam dan kemiringan lereng
semakin panjang. Jika lereng semakin curam maka kecepatan aliran permukaan

27

meningkat sehingga kekuatan mengangkut meningkat pula dan lereng yang semakin
panjang menyebabkan volume air yang mengalir semakin besar.
4.4 Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi (CP)
Nilai CP masing-masing penggunaan lahan pada DAS Kawatuna dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Perhitungan Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi (CP)
UL

Pengunaan Lahan

CP

Kebung Campuran

0,2

0,2

Sawah

0,01

0,4

0,004

Hutan Sekunder

0,005

0,005

Kebung Campuran

0,2

0,2

Ladang

0,357

0,4

0,143

Semak Belukar

0,3

0,3

Hutan Primer

0,001

0,001

Keterangan : UL = unit lahan; C = pengelolahan tanaman; P = tindakan konservasi

Pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi harus dilakukkan secara teratur


dan memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, hal ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya erosi. Pada Tabel 5 dapat kita lihat bahwa lahan semak belukar
memiliki nilai 0,3, lahan kebun campuran memiliki niliai 0,2, sedangkan lahan
sawah, hutan, dan ladang masing masing memiliki nilai CP 0,004, 0,005, 0,001, dan
0,1428. Berdasarkan hal tersebut sudah dapat menunjukan akan terjadi perbedaan
laju erosi pada setiap penggunaan lahan pada DAS Kawatuna. Arsyad (2010)
menyatakan bahwa pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan yaitu sebagai
intersepsi air hujan, mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak
hujan dan aliran permukaan, pengaruh akar, bahan organik sisa-sisa tumbuhan yang

28

jatuh dipermukaan tanah,kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan


vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur porositas tanah, dan transpirasi
yang mengakibatkan berkurangnya kandungan air tanah.
Utomo (1994), menyatakan diantara berbagai macam jenis tanaman, masingmasing memiliki kemampuan menahan laju erosi yang berbeda. Hal ini disebabkan
karena efektivitas tanaman dalam mengurangi laju erosi dipengaruhi oleh (1) tinggi
dan kontuinitas tajuk daun, (2) bahan organik yang dihasilkan, (3) sistem perakaran,
dan (4) kepadatan tanaman. Efektifitas pengaruh tanaman terhadap erosi biasanya
dilihat dari produksi bahan keringnya dan kemampuan tanaman untuk menutup
tanah. Jika ditinjau dari aspek tanahnya, pengelolaan tanah dalam mempengaruhi
erosi dapat dilihat dari jenis tanah dan pengolahan tanahnya.
4.5 Prediksi Erosi di DAS Kawatuna
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Persamaan 1 didapatkan
laju erosi pada beberapa unit lahan di DAS Kawatuna seperti pada Tabel 6.
Tabel 6. Perhitungan Laju Erosi (A) di DAS Kawatuna
R
A
UL
K
LS
CP
-1
(cm jam )
(ton ha-1 th-1)

Luas
(Ha)

ET
(ton th-1)

438,70

0,69

0,73

0,2

44,09

136,19

6004,05

438,70

0,62

1,15

0,004

1,25

53,60

67,24

438,70

0,49

1,78

0,005

1,92

1141,35

2194,39

438,70

0,42

0,59

0,2

21,97

963,28

21161,81

438,70

0,64

2,15

0,143

85,69

822,87

70508,43

438,70

0,28

0,93

0,3

34,25

20,82

712,92

438,70

6232,08

2509,44
11,01

0,49
1,89
0,001
0,40
-1
Laju Erosi Rata-rata (ton ha th-1)

Keterangan : UL = unit lahan; R = erosivitas hujan; K = erodibilitas tanah; LS = panjang


lereng (m) dan kemiringan lereng (%); CP = pengelolahan tanaman dan
tindakan konservasi; A = laju erosi; ET = erosi total.

29

Tabel 6 menunjukan bahwa erosi tertinggi terjadi pada lahan ladang dengan
sistem pertanian pola tanam berurutan. Pergantian tanaman pada setiap musim tanam
membuat pengolahan tanah menjadi lebih intensif, disesuaikan dengan jenis tanaman
yang akan ditanam. Hal ini mengakibatkan terjadinya perombakan struktur tanah
sehingga tanah menjadi

lebih padat. Tanah yang padat mengakibatkan laju

permeabilitas menjadi sangat lambat, yang akhirnya menghasilkan aliran permukaan


pada saat hujan, kondisi ini diperparah oleh tekstur tanah

yang berlempung.

Sedangkan erosi yang terendah terjadi pada lahan hutan dan lahan sawah.
Sutono et al. (2005), menyatakan bahwa erosi di wilayah Citarum pada lahan
sawah lebih rendah dibandingkan dengan tegalan, kebun campuran, kebun teh, kebun
karet, dan hampir sama dengan tingkat erosi hutan. Erosi paling tinggi terjadi pada
lahan tegalan. Lahan sawah erosinya berkisar antara 0,33 ton ha-1 th-1 dan 1,45 ton
ha-1 th-1.
4.6 Erosi yang Ditoleransi (TSL) dan Indeks Bahaya Erosi (IBE)
Berdasarkan data yang diperoleh dari perhitungan menggunakan Persamaan 5
dan 6 dengan mengacu pada data kedalaman tanah (mm), umur guna tanah (th), laju
pembentukan tanah (mm th-1), bobot isi tanah (g cm-3), maka diketahui nilai erosi
yang dapat ditoleransi dan IBE seperti tercantum pada Tabel 7.

30

Tabel 7. Erosi yang Ditoleransi dan Indeks Bahaya Erosi


UL
TSL
A
TSLT
AT

IBE

Klasifikasi

16,69

44,09

2272,71

6004,05

2,64

Sedang

32,52

1,25

1743,25

67,24

0,04

Rendah

36,58

1,92

41748,93

2194,39

0,05

Rendah

16,46

21,97

15859,46

21161,81

1,33

Sedang

21,81

85,69

17943,04

70508,43

3,93

Sedang

22,17

34,25

461,44

712,92

1,54

Sedang

245518,94
8,54

2509,44

0,05
1,29

Rendah
Sedang

39,40
0,40
Rata-rata

11,01

Ketengan: UL = unit lahan; TSL = besarnya erosi yang diperbolehkan (ton ha-1 th-1); A =
laju erosi (ton ha-1 th-1); TSLT : total erosi yang diperbolehkan (ton th-1);
AT : erosi total (ton th-1).

Gambar 3 menunjukan sebaran IBE pada DAS Kawatuna yang bervariasi dari
tingkat rendah sampai sedang. Pada lahan kebun campuran, semak belukar dan
ladang memiliki erosi tergolong sedang, dengan kedalaman efektif berturut-turut 530
mm, 600 mm dan 240 mm. Sedangkan pada lahan sawah dan hutan tergolong dalam
kategori rendah dengan kedalaman efektif berturut-turut 47 mm dan 1130 - 1180
mm. Tingkat bahaya erosi yang dominan di DAS Kawatuna dengan luas lahan area
penelitian sebesar 9370,18 Ha adalah tingkat sedang dengan laju rata-rata erosi 11,01
ton ha-1 th-1 dan nilai rata-rata erosi yang dapat ditoleransi sebesar 8,54 ton ha-1 th-1.
Dengan demikian perlu dilakukan tindakan konservasi untuk menurunkan laju erosi
pada DAS Kawatuna khususnya pada daerah semak belukar dan pertanian pola
tanam berurutan dengan kemiringan lereng >40%.

31

Gambar 3. Peta Indeks Bahaya Erosi di DAS Kawatuna

32

Zainuddin (2015) menyatakan bahwa potensi erosi yang terjadi di DAS Palu
pada kondisi eksisting sejumlah 19.241.205,99 ton th-1 atau sebesar 10.689.558,88
m3 th-1 atau sekitar 62,09 ton ha-1 th-1 masuk kategori bahaya erosi kelas III (sedang)
dengan kehilangan ketebalan lapisan tanah sebesar 3,45 mm th-1 dan setelah
pengendalian jumlah erosi menurun sejumlah 14.829.860,24 atau 8.238.811,24m3 th1

atau sebesar 47,85 ton ha-1 th-1, dengan tingkat bahaya erosi klasifikasi II (ringan).

dengan kehilangan ketebalan lapisan tanah turun menjadi 2,66 mm th-1.


4.7 Tindakan Konservasi
Hasil penelitian menunjukan bahwa secara umum DAS Kawatuna memiliki
tingkat bahaya erosi sedang, maka untuk menurunkan tingkat bahaya erosi tersebut,
perlu dilakukan tindakan konservasi. Pada unit lahan 2, 3 dan 7 dengan tingkat
bahaya erosi rendah, vegetasi yang ada harus dipertahankan keberadaannya sekaligus
menggunakan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa. Untuk unit lahan 1 dan 4 yang
memiliki laju erosi sedang, maka yang perlu dilakukan adalah pemilihan dan
pengaturan pola tanam, penanaman menurut kontur, serta menggunakan teras bangku
dan guludan. Tetapi jika tidak digunahkan sebagai lahan pertanian maka vegetasi
pada unit lahan tersebut harus di tambah. Khusus untuk unit lahan 5 dan 6 meskipun
tingkat erosinya sedang tetapi memiliki laju erosi lebih tinggi dari pada unit lahan 1
dan 4 maka tindakan yang perlu dilakukan adalah reboisasi atau penanaman tanaman
tahunan. Apabila unit lahan ini hendak ditanami dengan tananman maka perlu
dilakukan evaluasi lahan. Hasil penelitian Rusdi et al. (2013), mengatakan arahan
penggunaan lahan yang sesuai dalam menjaga kelestariannya adalah menerapkan
tindakan konservasi metode vegetatif dan mekanis. Pada lahan dengan tingkat erosi

33

ringan (R) dan sedang (S) pemilihan dan pengaturan pola tanam, penanaman penutup
tanah, penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa, pada lahan tingkat bahaya erosi berat
(B) dengan cara mengembangkan usaha tani tanaman tahunan (tanaman perkebunan
atau tanaman industri, sedangkan pada lahan dengan tingkat bahaya erosi sangat
berat (SB) tidak digunakan untuk lahan pertanian. Banuwa (2013) menyatakan hal
yang sama bahwa tanah yang memiliki solum yang dangkal dan kelerengan yang
curam dapat dilakukan konservasi yaitu penanaman tanaman yang menutup tanah
secara terus menerus. Reboisasi umumnya digunakan tanaman yang dapat mencegah
erosi dan memiliki umur yang panjang, serta diutamakan tanaman keras yang
memiliki nilai ekonomis yang dapat digunakan baik dari hasil kayunya atau hasil
sampingan seperti buah, getah, akar dan minyak, misalnya pohon kemiri dan pohon
cendana.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1

Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di DAS Kawatuna tentang prediksi

erosi pada beberapa unit lahan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkat bahaya erosi yang terjadi pada beberapa unit lahan di DAS Kawatuna
termasuk kedalam kriteria rendah sampai sedang. Nilai rata-rata erosi yang di
toleransi sebesar 8,54 ton ha-1 th-1.
2. Laju erosi pada DAS Kawatuna dominan disebabkan oleh faktor erodibilitas
tanah, pengelolaan tanaman, dan tindakan konservasi.
3. Tindakan konservasi yang perlu dilakukan adalah mempertahankan vegetasi
yang ada, penggunaan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa, penggunaan teras
bangku, guludan, reboisasi, dan evaluasi lahan.
5.2

Saran
Perlu adanya kesadaran dari semua pihak, baik pemerintah setempat dan

masyarakat untuk melaksanakan evaluasi kemampuan lahan dalam rangka


melakukan tindakan konservasi untuk menjaga kelestarian lingkungan, sehingga
dapat menghambat laju erosi, serta dapat menekan kerugian akibat dari erosi.
Disarankan pada tanah pertanian pola tanam berurutan dan semak belukar agar
dijadikan lokasi perkebunan dan hutan produksi.

34

DAFTAR PUSTAKA

Alviyanti, V., 2006. Kajian Erosi dan Aliran Permukaan Pada Berbagai Sistem
Tanam di Tanah Terdegradasi. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas

Jember.
Arsyad, S., 2010. Konservasi Tanah dan Air.IPB press. Bogor.
Asdak, C., 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Banuwa, I.S., 2013. Erosi. PT Fajar Interpratama Mandiri.Jakarta
BP2TPDAS IBB, 2002. Pedoman Praktik Konservasi Tanah dan Air, Departemen
Kehutanan BALITBANG Teknologi Pengelolaan DAS Indonesia Bagian
Barat, Surakarta.
Dariah, A., U. Haryati dan T. Budhiyastoro. 2004. Teknologi Konservasi Tanah pada
Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Depertemen Pertanian. Jakarta
Desifindiana, D., Banmbang S, dan Ruslan W., 2013. Analisa Tingkat Bahaya Erosi
pada Das Bondoyudo Lumajang dengan Menggunakan Metode Musle (In
Press). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 1 (2). 9-17
Edison., M. Bisri, dan E. Suhartanto, 2012. Studi Teknologi Konservasi untuk
Menurunkan Laju Erosi pada Sub DAS Sombe Lewara. Jurnal Teknik
Pengairan 3 ( 2) : 204210
Fitri, R., 2011. Prediksi Erosi pada Lahan Pertanian di Sub DAS Krueng Simpo.
Jurnal Hidrolitan 2 (3) : 96-102
Hammer, W. I. 1981. Soil Conservation Consultant Report Center for Soil Research.
LPT Bogor. Indonesia
Hardjowigeno, S., dan Widiatmaka., 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Idjudin, A. A., 2011. Peranan Konservasi Lahan Dalam Pengelolaan Perkebunan.
Jurnal Sumberdaya Lahan 5 (2) : 103-116
Komaruddin, Nanang., 2008. Penilaian Tingkat Bahaya Erosi di Sub Daerah Aliran
Sungai Cileungsi, Bogor. Jurnal Faperta UNPAD 19 (3) : 173-178

35

36

Koulouri, M., and C. Glourga, 2009. Land Abandonment And Slope Gradient As Key
Factors Of Soil Erosion In Mediterrannean Terraced Lands. Journal Catena.
69 (3) : 274-281.
Lihawa, F., 2012. Tingkat Erosi Permukaan Pada Lahan Pertanian Jagung Di DAS
Alo-Pohu Provinsi Gorontalo. Pusat Studi Lingkungan UNG. Gorontalo.
Mulyono, A., 2009. Perkiraan Tingkat Erosi Tanah di Sub DAS Besai, Lampung
Barang. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan 19 (1) : 35-47.
Rahim, S. E., 2012. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Ramlan., 2009. Tingkat Reduksi Erosi dan Aliran Permukaan Terhadap Tanaman
Kakao (Theobroma cacao L.)Dewasa di DAS Nopu. J.Agroland 16(3):213-223.
Rusdi, R. M. Alibasyah, dan A. Karim, 2013. Degradasi Lahan Akibat Erosi pada
Areal Pertanian di Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar.
Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan 2 (3): 240-249
Soleh, S., 2007. Kajian Erosi dengan Metode USLE di Kecamatan Patean
Kabupaten Kendal. Skripsi. Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Suharto, E., 2000. Analisis Keseimbangan Air Tanah Pada Lahan Produktif Taman
Hutan Raya Raja Lelo Bengkulu. Laporan Penelitian Dasar, LP UNIB,
Bengkulu.
Sumarna, D., 2015. Identifikasi Erosi dan Pengaruhnya Terhadap Lapisan Tanah
Subur pada Lahan Pertanian Produktif Studi Kasus : Daerah Aliran Sungai
(DAS) Citarum Hulu. Jurnal FTUMJ : 1-13
Suripin. 2004., Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi Offset.Yogyakarta.
Sutapa, I.W., 2010. Analisis Potensi Erosi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di
Sulawesi Tengah. Jurnal SMARTek 8 (3): 169-181
Sutono, S., H. S. Talaohu, O. Sopandi, dan F. Agus, (2005). Erosi Pada Berbagai
Penggunaan Lahan Di Das Citarum. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Tan, K. H., 1991. Dasar-dasar Kimia Tanah. Terjemahan Goenadi, D.H. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta.
Utomo, W.H., 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. IKIP, Malang.

37

Zainuddin, R., 2015 Prediksi Erosi Dengan Bantuan Program Sistim Informasi
Geografi Arcview 3,3 di Daerah Aliran Sungai Palu. Fakultas Pertanian.
Universitas Tadulako. Palu.

LAMPIRAN

Lampiran 1.Tabel Nilai rata-rata curah hujan bulanan selama 10 tahun terakhir pada
stasiun BMKG Bandar Udara Sis-Aljufri Palu.
2006

2007

2008

Curah Hujan (mm)


2009 2010 2011 2012

JAN
FEB
MAR

40,3
20,3
130

111
88,5
48,9

37
12,8
135

11,7
55,9
73,3

58,9
32,1
11,7

64,7
87,8
45

APR
MEI
JUN
JUL

69,9
77,7
61,6
6

55,4
78,6
104
143

59,4
30,1
55
187

162
28,2
40,2
44

80,2
81,5
123
112

AGU
SEP
OKT
NOV

14
93,2
4,6
51,5

108
47,7
26,9
76,4

199
60,7
103
49,5

15,9
10,4
12,6
54,2

DES

31,3

61

20,9

54,9

Bulan

2013

2014

2015

Ratarata

110
23,6
46,4

51
28
35

137
34,8
33,4

55,9
58
64,6

67,73
44,18
62,35

23,7
34,3
76,2
32,5

98,8
15,9
52,8
166

58,5
49,8
97
130

42,2
68,8
25,6
41,9

69,6
32,4
113
21,2

71,92
49,73
74,83
88,36

100
114
66,6
44,2

51,6
101
50,7
53,5

83
15
32
28

79,8
98,4
57,2
152

119
30,8
29,5
37,1

4,5
20
11,5
42,5

77,46
59,11
39,45
58,89

38,6

48,3

79

69

105

50,8

Lampiran 2.Tabel Kode Struktur Tanah (Arsyad, 2010)


Kelas Struktur Tanah (ukuran diameter)

Nilai

Granuler sangat halus (< 1 mm)

Granuler halus (1 sampai 2 mm)

Granuler sedang sampai kasar (2 sampai 10 mm)

Berbentuk blok, blocky, plat, masif

Lampiran 3.Tabel Kode Permeabilitas Profil Tanah (Arsyad, 2010)


Kelas Permeabilitas
Kecepatan (cm/jam)
< 0,5
Sangat lambat
0,5 sampai 2,0
Lambat
2,0 sampai 6,3
Lambat sampai sedang
6,3 sampai 12,7
Sedang
12,7 sampai 25,4
Sedang sampai cepat
> 25,4
Cepat

38

Nilai
6
5
4
3
2
1

39

Lampiran 4. Tabel Klasifikasi nilai Erodibilitas Tanah (K) USDA (1973) dalam
Arsyad (2010)
Kelas
Nilai K
Harkat
1
0,00-0,10
Sangat Rendah
2
0,11-0,21
Rendah
3
0,22-0,32
Sedang
4
0,33-0,44
Agak Tinggi
5
0,45-0,55
Tinggi
6
0,56-0,64
Sangat Tinggi

Lampiran 5. Tabel Nilai Faktor Pengelolaan Tanaman ( Arsyad, 2010)


No.
Jenis Penggunaan
Nilai Faktor
1
Tanah Terbuka / Tanpa Tanaman
1,000
2
Sawah Beririgasi
0,010
3
Tegalan Tidak Dispesifikasi
0,700
4
Ubi Kayu
0,800
5
Jagung
0,700
6
Kedelai
0,399
7
Kentang
0,400
8
Kacang Tanah
0,200
9
Padi
0,561
10
Tebu
0,200
11
Pisang
0,600
12
Akar Wangi (Sereh Wangi)
0,400
13
Rumput Bede(Tahun Pertama)
0,287
14
Rumput Bede (Tahun Kedua)
0,002
15
Kopi Dengan Penutup Tanah Buruk
0,200
16
Talas
0,850
17
Kebun Campuran
0,100
Kerapatan Tinggi
0,200
Kerapatan Sedang
0,500
Kerapatan Rendah
18
Perladangan
0,400
19
Hutan Alam Seresah Banyak
0,001
20
Hutan Alam Seresah Kurang
0,005
21
Hutan Produksi Tebang Habis
0,500
22
Hutan Produksi Tebang Pilih
0,200

40

Lanjutan Lampiran 5.
23
Semak Belukar/Padang Rumput
24
Ubi Kayu+Kedelai
25
Ubi Kayu+ Kacang Tanah
26
Kacang Tanah + Gude
27
Kacang Tanah + Kacang Tunggak
28
Kacang Tanah + Mulsa Jerami 4 Ton / Ha
29
Padi + Sorghum
30
Padi + Kedelai
31
Padi + Mulsa Jerami 4 Ton / Ha
32
Kacang Tanah + Mulsa Jagung 4 Ton / Ha
33
Kacang Tanah + Crotalaria 4 Ton / Ha
34
Kacang Tanah + Mulsa Kacang Tunggak
36
Kacang Tanah + Mulsa Jerami 2 Ton / Ha
37
Padi + Mulsa Crotalaria 3 Ton /Ha
38
Jagung + Padi + Ubi Kayu + Mulsa Jerami
6 Ton / Ha (Pola Tanam Tumpang Gilir)
39
Padi + Jagung + Kacang Tanah (Pola
Berurutan) + Mulsa Sisa Tanaman
40
Alang-Alang

0,300
0,181
0,195
0,495
0,671
0,049
0,345
0,417
0,096
0,128
0,256
0,359
0,377
0,387
0,079
0,357
0,001

Lampiran 6 . Tabel Nilai Faktor Teknik Konservasi Tanah (Arsyad, 2010)


NO.
1

2
3
4

Teknik Konservasi Tanah


Teras Bangku
Desain / Konstruksi Baik
Desain / Konstruksi Sedang
Desain / Konstruksi Kurang Baik
Teras Tradisional
Strip Tanaman Rumput Bahia
Pengolahan Tanah dan Penanaman Menurut Garis
kontur
Lereng 0 8 %
Lereng 9 20 %
Lereng > 20 %
Tampa Tindakan Konservasi

Nilai
Faktor
0,04
0,15
0,35
0,40
0,40

0,50
0,75
0,90
1,00

41

Lampiran 7 . Nilai Faktor Kedalaman Sub Order Tanah (Arsyad, 2010).


NO.
Taksonomi Tanah
Nilai Faktor
(Sub Order)
Kedalaman
1
Aqualf
0,90
2
Udalf
0,90
3
Ustalf
0,90
4
Aquent
0,90
5
Arent
1,00
6
Fluvent
1,00
7
Orthent
1,00
8
Psamment
1,00
9
Andept
1,00
10
Aquept
0,95
11
Tropept
1,00
12
Alboll
0,75
13
Aquoll
0,90
14
Rendoll
0,90
15
Udoll
1,00
16
Ustoll
1,00
17
Aquox
0,90
18
Humox
1,00
19
Orthox
0,90
20
Ustox
0,90
21
Aquod
0,90
22
Ferrod
0,95
23
Humod
1,00
24
Orthod
0,95
25
Aquult
0,80
26
Humult
1,00
27
Udult
0,80
28
Udert
1,00
29
Ustert
1,00
30
Ustult
0,80
Lampiran 8 . Kedalaman Tanah Minimum Untuk Pertumbuhan Tanaman (Hammer,
1981)
Jenis Tanaman
Kedalaman Tanah Minimum (cm)
Padi Sawah
25
Padi Ladang
20
Jagung
24
Sorgum
24
Kedele
20
Kacang Hijau
15
Kacang Tanah
15
Ubi Jalar
30

42

Lanjutan Tabel 8.
Kentang
Hui
Talas
Pisang
Jeruk; Mangga
Kelapa Sawit
Kelapa
Karet
Kakao
Kopi
Cengkeh
Teh
Kapas
Tebu
Rumput Ternak
Jati
Mahoni
Agathis
Altingia
Albizia
Leucaina
Acasia
Eucalyptus
Gelam
Pinus

30
25
30
50
50
75
50
50
50
50
50
50
45
40
15
75
75
75
75
75
75
50
50
50
50

Lampiran 9 . Pengaruh Temperatur Udara Dan Curah Hujan Terhadap Kecepatan


Pembentukan Tanah (Arsyad, 2010).
Temperatur Udara
Masa Tumbuh
Panas
Sedang
Dingin
(Hari)
(> 18oC)
(30C 18oC)
(-3oC 10oC)
Laju Pembentukan Tanah (mm/tahun)
< 75
75 - 179
180 - 269
> 270

0,50
1,00
1,50
2,00

0,50
0,50
0,75
1,00

0,25
0,25
0,50
0,50

43

Lampiran 10. Peta Unit Lahan pada DAS Kawatuna

44

Lampiran 11. Peta Penggunaan Lahan Pada DAS Kawatuna Propinsi Sulawesi Tengah

45

Lampiran 12. Peta Kelerengan Pada DAS Kawatuna Propinsi Sulawesi Tengah

46

Lampiran 13. Peta Tanah Pada DAS Kawatuna Propinsi Sulawesi Tengah

BIODATA PENULIS

Nama Andi Aghir A. Lanyala, dilahirkan di Baiya


tepatnya pada tanggal 12 September 1993. Penyusun
merupakan anak ke pertama dari dua bersaudara dari
pasangan Bapak Abd. Rahman A. L. dan Ibu Azriani S.
L. (Almh). Pertama kali penyusun mengenyam bangku
pendidikan yaitu di sekolah dasar SDN 01 Baiya, dan
selesai pada tahun 2005. Kemudian penyusun melanjutkan di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Negeri 16 Palu dan tamat pada tahun 2008. Kemudian pada tahun
yang sama penyusun melanjutkan studi di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Negeri 06 Palu dan menyelesaikan studi pada tahun 2011. Pada tahun yang sama
penyusun melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu di
Universitas Tadulako dan terdaftar di Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya
Pertanian, Program Studi Agroteknologi sampai saat ini.

47

Anda mungkin juga menyukai