SKRIPSI
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Oleh
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
Nama
Stambuk
E 281 11 164
Lulus Ujian
02 Juni 2016
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Disahkan oleh,
a.n. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako
Wakil Dekan Bidang Akademik
PERNYATAAN
iv
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi dengan judul
Prediksi Laju Erosi Pada Penggunaan Lahan Berbeda Di Daerah Aliran Sungai
(DAS) Kawatuna Propinsi Sulawesih Tengah.
Dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing yaitu dengan hormat kepada
Dr. Ir. H Ramlan, MP. Dan Ibu Dr. Ir. Uswah Hasanah M.Agr.Sc., Ph.D. yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan arahan serta
bimbingan yang bermanfaat bagi penulis dalam penyelesaian pembuatan skripsi ini
hingga selesai.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda
Abd. Rahman A. L. Dan Ibunda Almh. Azriani S. L. serta keluarga yang telah
bersedia memberikan sumbangan moral maupun materi yang sangat membantu
dalam kelancaran pembuatan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Prof. Dr. Ir. Muhammad Basir, SE., MS., selaku Rektor Universitas Tadulako.
2.
Prof. Ir. Zainuddin Basri, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas
Tadulako.
3.
Dr. Ir. Bahrudin, MP., selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian, Universitas Tadulako.
4.
Dr. Ir. Danang Widjajanto, MS., Ir. Rahmat Zainuddin, MP., Dr. Ir. Anthon
Monde, MP., Abdul Rahman, SP.,MP., Dr. Ir. Imam Wahyudi, M.Phil.,
vi
Dr. Ir. Josep S Patadungan, MP., dan Dr. Ir. Abdul Kadir Paloloang, MP.,
selaku dosen BKU sumber daya lahan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Siti
Sukmawati, SP., M.Sc dan Bapak Sufyan, SP. yang telah banyak membantu penulis
di laboratorium, serta teman-teman seangkatan dan adik-adik angkatan yaitu Siti
Asyiah, Kasmawati, SP., Jusni, SP., Oktaviani, Moh. Intim Purwanto, Amiruddin,
Siswanto, Nuralam, Andi Hasrawati, SP., dan teman-teman yang tidak sempat
penulis cantumkan satu persatu. Penulis hanya bisa berdoa semoga Allah SWT
membalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Aamiin
Seperti kata pepatah tak ada gading yang tak retak begitu juga dengan
keterbatasan penulis, dalam menulis skripsi ini, sehingga masih banyak terdapat
kekurangan, melalui kesempatan ini penulis minta maaf atas keterbatasan penulis.
Akhir kata penulis ucapkan banyak terimakasih semoga skripsi ini bisa berguna bagi
setiap pembacanya. Aamiin
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
PERNYATAAN
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
x
xi
xii
viii
3.4 Pelaksanaan.............................................................................................. 18
3.4.1 Faktor erosivitas hujan (R) ............................................................ 18
3.4.2 Faktor erodibilitas tanah (K) ......................................................... 19
3.4.3 Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) ................................. 19
3.4.4 Faktor pengelolaan tanaman dan faktor konservasi tanah (CP) ... 20
3.4.5 Erosi yang ditoleransi (TSL) ......................................................... 20
3.4.6 Indeks bahaya erosi (IBE) ............................................................. 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Rata-rata Indeks Erosivitas Hujan (R) ................................................. 22
1.2 Erodibilitas Tanah (K) ........................................................................... 23
1.3 Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S)................................... 26
1.4 Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi (CP) ......................... 27
1.5 Prediksi Erosi di DAS Kawatuna .......................................................... 28
1.6 Erosi yang Ditoleransi (TSL) dan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) .......... 29
1.7 Tindakan Konservasi ............................................................................. 32
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 34
5.2 Saran ..................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1.
2.
3.
4.
Perhitungan nilai panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S) ............. 26
5.
6.
7.
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1.
Peta Erodibilitas Tanah pada Tujuh Unit Lahan di Das Kawatuna .......... 25
2.
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Teks
Halaman
1.
Tabel nilai rata-rata curah hujan bulanan selama 10 tahun terahir pada
stasiun BMKG Bandar Udara Sis-Aljufri Palu ......................................... 38
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
xii
I.
PENDAHULUAN
demi lembar (lapis demi lapis) mulai dari lapisan yang paling atas kelapisan
dibawahnya dan seterusnya. Erosi ini sepintas tidak terlihat karena proses kehilangan
tanah terjadi secara seragam, tetapi dapat berbahaya karena pada suatu saat lapisan
atas (top soil) akan hilang (Soleh, 2007).
2.1.2
lereng, maka bila air dalam genangan itu mengalir maka akan terbentuk alur-alur
bekas aliran tersebut (BP2TPDAS, 2002).
2.1.3
dapat mengikis dasar parit atau dinding-dinding tebing parit dibawah permukaan air,
sehingga tebing diatasnya dapat runtuh ke dasar parit. Adanya gejala meander dari
aliran air tersebut dapat meningkatkan pengikisan tebing ditempat-tempat tertentu
(Soleh, 2007).
2.1.4
mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan aliran sungai yang kuat pada
belokan sungai. Erosi tebing akan terjadi lebih hebat, jika vegetasi penutup tebing
tidak ada atau jika pengolahan tanah dilakukan sampai ke pinggir tebing sungai
(Arsyad, 2010).
2.1.5
Longsor
Longsor terjadi karena gaya gravitasi, biasanya karena dibagian bawah tanah
terdapat lapisan licin dan kedap air seperti batuan liat. Dalam musim hujan tanah di
atasnya menjadi jenuh air sehingga berat dan bergeser ke bawah melalui lapisan yang
licin tersebut sebagai tanah longsor (Soleh, 2007).
2.2 Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)
Prediksi erosi pada sebidang tanah adalah metode untuk memperkirakan laju
erosi yang akan terjadi dari tanah yang digunakan dalam suatu penggunaan lahan dan
pengelolaan tertentu. Jika laju erosi yang akan terjadi telah dapat diperkirakan dan
laju
erosi
yang
masih
dapat
dibiarkan
atau
ditoleransikan
(permissible atau tolerable erosion) sudah bisa ditetapkan, maka dapat ditentukan
S = faktor kecuraman lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi
dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya
erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik tanpa
tanaman
C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman yaitu nisbah antara
besarnya erosi dari suatu tanah dengan vegetasi penutup dan pengelolaan
tanaman tertentu terhadap besarnya erosi tanah dari tanah yang identik
tanpa tanaman.
P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (pengolahan dan
penanaman menurut kontur, penanaman dalam strip, guludan, teras
menurut kontur, dll), yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang
diberi perlakuan tindakan konservasi khusus tersebut terhadap besarnya
erosi dari tanah yang diolah searah lereng, dalam keadaan yang identik
tanpa tanaman.
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi
Erosi secara alami dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk iklim, topografi,
vegetasi, tanah, dan aktivitas manusia.
2.3.1
Iklim
Di daerah beriklim basah, faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah
hujan. Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan
dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat
kerusakan erosi yang terjadi (Arsyad, 2010). Asdak (2010) menambahkan bahwa
pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Pengaruh
langsung adalah melalui tenaga kinetis air hujan terutama intensitas dan diameter
butiran hujan.
Topografi
Faktor topografi umumnya terdiri dari kemiringan dan panjang lereng. Secara
umum erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng.
Pada lahan datar percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke udara
kesegala arah secara acak. Pada lahan miring, partikel tanah lebih banyak terlempar
kearah bawah dari pada yang keatas, dengan proporsi yang makin besar dengan
meningkatnya kemiringan lereng. Selanjutnya, makin panjang lereng cenderung
makin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan menjadi
lebih tinggi kedalaman maupun kecepatannya. Kombinasi kedua variabel lereng
menyebabkan laju erosi tanah tidak sekedar proporsional dengan kemiringan lereng
tetapi meningkat secara drastis dengan meningkatnya panjang lereng (Suripin, 2004).
Koulouri dan Glourga (2007), menunjukan bahwa erosi meningkat secara
segnifikan ketika lereng lahan pertanian meningkat menjadi 25% di wilayah
mediteranian.
2.3.3
Vegetasi
Vegetasi mempunyai pengaruh yang bersifat melawan terhadap pengaruh
faktor-faktor lain yang erosif seperti hujan, topografi, dan karakteristik tanah.
Pengaruh vegetasi dalam memperkecil laju erosi, menurut Suripin (2004) adalah
vegetasi mampu menangkap (intersepsi) air hujan sehingga energi kinetiknya
terserap oleh tanaman dan tidak menghantam langsung pada tanah. Asdak (2010)
juga menyatakan bahwa pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah
1) melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan (menurunkan kecepatan
terminal air hujan dan memperkecil diameternya), 2) menurunkan kecepatan dan
volume air, 3) menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sistem
perakaran dan serasah yang dihasilkan, dan 4) mempertahankan kemantapan
kapasitas tanah dalam menyerap air.
2.3.4
Tanah
Secara fisik tanah terdiri dari partikel mineral dan organik dengan berbagai
10
Manusia
Kegiatan manusia dikenal sebagai salah satu faktor paling penting terhadap
11
dengan kata lain TSL merupakan batas maksimum suatu erosi yang diperbolehkan.
Disamping itu TSL juga sangat berguna dalam menentukan agroteknologi yang tepat
agar usaha tani dapat berkelanjutan (Banuwa, 2013).
2.5 Potensi Erosi pada DAS di Lembah Palu
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah resapan air yang dapat mengatur
sistem tata air. Secara alami kualitas DAS dipengaruhi oleh faktor biofisik
pembentuk tanah yaitu relief, topografi, fisiografi, iklim, tanah, air, dan vegetasi.
Namun penggunaan lahan yang berkaitan erat dengan aktivitas manusia
menyebabkan keseimbangan ekosistem DAS terganggu (Tan, 1991).
Erosi yang terjadi pada ekosisten DAS di Propinsi Sulawesi Tengah sangat
bervariasi, mulai sangat ringan sampai sangat berat. Di Kabupaten Touna bahaya
erosinya sangat ringan, hal ini menunjukkan kondisi DAS nya sangat baik. Di
Kabupaten Donggala (DAS Tawaeli dan Lolitasiburi) tergolong sangat berat, artinya
kondisi DAS sudah sangat kritis. Sedangkan di Kota Palu dan Kabupaten lain
tergolong klasifikasi sedang (Sutapa, 2010).
Daerah Aliran Sungai (DAS) Palu adalah merupakan salah satu DAS yang
potensial dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan dan
pengembangan wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. DAS Palu adalah salah satu DAS
di Indonesia yang tergolong rawan banjir, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri
Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 1984
No. 059/Kpts-II/1984 No. 124/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984. Luas DAS Palu
309.896,22 Ha (Zainuddin, 2015).
12
Ramlan (2009) melaporkan bahwa pada DAS Nopu, erosi yang terjadi pada
lahan kakao dewasa umur >10 tahun yakni 172,6 kg ha-1 jauh lebih rendah dari pada
lahan terbuka yakni 14.304,49 kg ha-1, sedangkan aliran permukaan pada lahan
kakao dewasa umur >10 tahun yakni 321.062,5 kg ha-1 jauh lebih rendah dari pada
lahan terbuka yakni 1.784.187,5 kg ha-1.
Edison et al. (2012) melaporkan bahwa kondisi sebaran Tingkat Bahaya Erosi
(TBE) pada Sub DAS Sombe Lewara terdapat empat kelas yaitu Kondisi Ringan
seluas 8068,11 ha (96,59% dari luas DAS), sedang 78,65 ha (0,94% dari luas DAS)
dan berat 133,57 ha, (1,60% dari luas DAS) dan sangat berat 72,81 ha (0,87% dari
luas DAS) sedangkan sedimen yang dihasilkan 35.520 ton th-1.
2.6
Penggunaan Lahan
Sistem penggunaan lahan dengan vegetasi penutup bertipe pohon mempunyai
kapasitas simpan air tanah yang tinggi, sedangkan sistem tata guna lahan dengan
vegetasi penutup bertipe rumput dan semak belukar mempunyai kapasitas menahan
air tanah yang rendah. Variabel yang menentukan kapasitas simpanan air tanah suatu
sistem tata guna lahan adalah besarnya tipe vegetasi penutup lahan. Dengan
demikian sistem tata guna lahan tipe vegetasi hutan dan perkebunan bertipe pohon
merupakan lanskap konvensional yang efektif untuk konservasi sumber daya air dan
tanah (Suharto, 2000).
Penggunaan lahan pertanian di Sub DAS Krueng Simpo telah menyebabkan
erosi pada lahan pertanian monokultur (90,92 ton ha-1 th-1) telah melebihi TSL (31,80
ton ha-1 th-1). Oleh sebab itu penyempurnaan pengelolaan lahan, perubahan pola
13
tanam, penerapan agroteknologi alternatif yang akan terjadi dan penerapan sistem
pertanian konservasi perlu dilakukan untuk memperkecil erosi (Fitri, 2011)
Mulyono (2009), melaporkan bahwa Sub DAS Besai memiliki 23,62% luas
wilayah yang mengelami tingkat bahaya erosi tanah normal, tingkat ringan seluas
42,98%, tingkat moderat seluas 14,57%, tingkat berat seluas 15,38% dan sangat berat
seluas 3,45%. Wilayah Sub DAS Besai yang digunakan sebagai lahan perkebunan
kopi sebesar 45% mengalami tingkat erosi dalam kategori ringan sampai sangat berat
pada semua rentang kelerengan dan jenis tanah. Tampaknya perkebunan kopi sistem
monokultur mengakibatkan lapisan tanah akan sangat mudah tergerus oleh adanya
aliran permukaan dikarenakan tidak adanya tutupan tanah di bawah kanopi tanaman
kopi tersebut.
Erosi permukaan pada lahan pertanian jagung dengan kemiringan lereng datar
(3,5%) menunjukkan bahwa tingkat erosi permukaan sebesar 1,04 ton ha-1 th-1
(sangat rendah), pada lereng landai tingkat erosi permukaan sebesar 9,88 ton ha-1 th-1
(sangat rendah), pada lereng agak curam tingkat erosi permukaan sebesar 40.588 ton
ha-1 th-1 (rendah), dan pada lereng curam tingkat erosi permukaan sebesar 176.490
ton ha-1 th-1 (sedang). Hasil pengamatan selama satu tahun menunjukkan bahwa erosi
permukaan akan berkurang seiring dengan umur pertumbuhan jagung. Hal ini
disebabkan meningkatnya penutupan tanah seiring dengan tumbuhnya tanaman
bawah (rumput-rumputan) pada umur jagung memasuki bulan kedua dan ketiga
(Lihawa, 2012).
14
praktek
bercocok
tanam
yang
bersifat
menurunkan
permeabilitas tanah.
b. Mengusahakan agar permukaan tanah sedapat mungkin dilindungi oleh
vegetasi berumput atau semak selama dan serapat mungkin.
c. Menghindari pembalakan hutan dan pengembalaan ternak berlebihan di
daerah dengan kemiringan lereng terjal.
d. Merencanakan dengan baik pembuatan jalan di daerah rawan erosi/tanah
longsor sehingga aliran air permukaan tidak mengalir keselokan-selokan
ditempat yang rawan tersebut.
e. Menerapkan teknik-teknik pengendalian erosi dilahan pertanian, dan
mengusahakan peningkatan laju infiltrasi.
Aliran permukaan, terbesar terdapat pada lahan yang tidak ditanami, yang terjadi
pada semua bulan kecuali pada bulan Desember. Pada bulan ini monokultur jagung
menyebabkan aliran permukaan terbesar yaitu sebesar 656,62 m3 ha-1, sedangkan untuk
aliran permukaan terendah terdapat pada perlakuan tumpangsari jagung dan kacang
tanah. Untuk erosi, terbesar terjadi pada yang tidak ditanami, yaitu pada bulan Desember
15
sebesar 10,84 ton ha-1, bulan Januari sebesar 0,29 ton ha-1, bulan Pebruari sebesar 0,37
ton ha-1, bulan Maret sebesar 0,12 ton ha-1. Sedangkan erosi terkecil terjadi pada
perlakuan tumpangsari jagung dan kacang tanah. Aliran permukaan dan erosi memiliki
hubungan yang erat, hal ini bisa dilihat dari nilai koefisisen korelasi yang dihasilkan
mendekati satu. Jadi jika aliran permukaan yang terjadi besar, maka erosi yang
ditimbulkan umumnya juga besar. Teknik konservasi yang dapat diterapkan untuk
memperkecil laju aliran permukaan dan erosi adalah teknik konservasi secara vegetatif
dan mekanis (Alviyanti, 2006).
Masalah utama dalam usahatani pada lahan kering berlereng bila tanpa disertai
tindakan konservasi tanah akan menimbulkan erosi tanah. Erosi tanah menyebabkan
terjadinya kerusakan lahan pertanian berupa kemunduran sifat-sifat (fisik, kimia, dan
biologi) tanah serta menurunkan produktivitas lahannya. Peranan teknik konservasi
tanah sangat penting dalam menanggulangi erosi dan memperbaiki tanah yang telah
rusak. Teknik konservasi tanah adalah cara-cara pengawetan tanah, yang merangkum
tiga macam pengertian yaitu : a) melindungi tanah terhadap kerusakan-kerusakan, b)
memperbaiki tanah yang telah rusak, dan c) membuat tanah sedapat mungkin
menjadi subur. Dalam praktek penerapan teknik konservasi tanah di lapangan,
digunakan dua metode konservasi tanah yaitu metode konservasi mekanik dan
metode konservasi vegetatif. Metode konservasi mekanik adalah berupa pembuatan
bangunan-bangunan pencegahan erosi dan manipulasi mekanik tanah dan permukaan
tanah (pengolahan tanah menurut kontur, pembuatan teras, guludan, saluran
pembuangan air (SPA), dan sebagainya). Sedangkan metode vegetatif ditujukan
untuk mengurangi energi pukulan butir-butir hujan di permukaan tanah, mengurangi
kecepatan aliran permukaan (run off), memperbesar kapasitas infiltrasi dan
16
mengurangi kandungan air tanah. Keektifan teknik konservasi tanah di lahan kering
terhadap erosi tanah dan produktivitasnya berbeda untuk tiap lokasi. Hal ini karena
daya dukung lahan yang berbeda-beda. Penggunaan teknologi dalam menjalankan
teknik konservasi tanah ikut menentukan keberhasilan peningkatan lahan kering yang
terdegradasi (Idjudin, 2011).
LS : 00o5424.0 dan
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
GPS
(Global Positioning system), ring sampel, pisau atau cutter, plastik transparan, karet
gelang, dan alat tulis menulis. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah peta kelerengan, peta tanah, peta penggunaan lahan, sampel tanah utuh,
sampel tanah tidak utuh, kertas label, dan beberapa zat kimia yang digunakan dalam
analisis tekstur dan bahan organik.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1
Survei
Peta kelas lereng, peta tanah dan peta pengunaan lahan ditumpangsusunkan
dengan mengunakan aplikasi ArcGIS 10.0, sehingga diperoleh sebelas unit lahan
yang meliputi penggunaan lahan hutan (dua unit), semak belukar, (satu unit),
persawahan (satu unit), ladang (satu unit), kebun campuran (dua unit), dan
pemukiman (empat unit). Prediksi erosi dilakukan pada semua unit lahan kecuali
17
18
pada penggunaan lahan permukiman. Survei kemudian dilakukan pada tujuh unit
lahan untuk dilakukan pengamatan terhadap panjang lereng, kemiringan lereng,
vegetasi yang dominan, dan melihat unit lahan yang masih berpotensi untuk
dilakukan pengelolaan lahan pertanian jangka panjang.
3.3.2 Pengambilan sampel tanah
Metode Pengambilan sampel tanah untuk bahan analisis di laboratorium
ditentukan secara acak pada setiap unit lahan, diambil sebanyak tiga sampel untuk
masing-masing contoh tanah utuh dan terganggu.
3.3.3 Analisis sampel
Analisis tanah dilakukan untuk menentukan tekstur, struktur, bahan organik,
bobot isi dan permeabilitas tanah.
3.3.4 Pengumpulan data
Peta kelerengan, peta tanah, dan peta penggunaan lahan diperoleh dari Balai
Pengelolaan DAS Palu - Poso, serta data curah hujan 10 tahun terakhir diperoleh dari
BMKG Bandar Udara Muitira Sis-Aljufri Palu.
3.4 Pelaksanaan
3.4.7 Faktor erosivitas hujan (R)
Faktor erosivitas hujan dihitung dengan menggunakan data curah hujan 10 tahun
terakhir. Erosivitas hujan di daerah penelitian ditentukan dengan menggunakan
prosedur yang dikemukakan oleh Utomo (1994) dengan menggunakan Persamaan
2.
19
20
3.4.10
Faktor pengelolaan Tanaman (CP) dapat dilihat pada Lampiran 5 (Tabel nilai
faktor pengelolaan tanaman (C) dan Lampiran 6 (Tabel nilai faktor teknik konservasi
tanah (P)) oleh Arsyad (2010).
3.4.11
RL
21
<1,0
Rendah
2.
1,01 4,00
Sedang
3.
4,01 10,00
Tinggi
4.
>10,01
Sangat Tinggi
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
6,77
4,42
6,24
7,19
4,97
7,48
8,84
7,75
5,91
3,95
5,89
5,08
38,91
29,13
36,68
40,65
31,44
41,85
47,47
42,95
35,33
27,17
35,24
31,88
438,70
Total
Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Bandar Udara Mutiara Sis-Aljufri Palu
(diolah)
Dari hasil perhitungan indeks erosivitas hujan (R) dengan menggunakan data
rata-rata curah hujan bulanan selama 10 tahun terakhir pada stasiun BMKG Bandar
Udara Mutiara Sis-Aljufri Palu (Lampiran 1), maka Daerah DAS
Kawatuna
memiliki nilai erosivitas hujan sebesar 438,70 (Tabel 2). Nilai erosivitas tersebut
dapat menjadi indikator terjadinya aliran permukaan yang tergolong sangat tinggi
pada DAS Kawatuna ketika hujan terjadi. Aliran permukaan ini membawa partikelpartikel tanah hasil dari rusaknya agregat tanah akibat kuatnya daya tekanan hujan
22
23
karena energi kinetik hujan. Menurut Asdak (2010), apabila jumlah dan intensitas
hujan tinggi maka potensi terjadinya aliran permukaan dan erosi akan tinggi pula.
Erosivitas di pengaruhi jatuhnya butir-butir hujan langsung diatas tanah dan sebagian
lagi karena aliran air diatas permukaan tanah.
4.2 Erodibilitas Tanah (K)
Analisis tanah yang dilakukan di laboratorium untuk mengetahui kandungan
bahan organik tanah, tekstur tanah, permeabilitas tanah, dan struktur tanah sehingga
diperoleh hasil erodibilitas tanah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Faktor Erodibilitas Tanah Pada Tujuh Unit Lahan
TEKSTUR (%)
PH
D
L
UL
BO
KST
KPT
Klasifikasi
2,21
4,00
6,00
12,47
54,70
15,70
0,69
Sangat Tinggi
0,99
4,00
5,00
18,57
35,60
10,87
0,62
Sangat Tinggi
2,63
3,00
4,00
11,60
52,20
21,57
0,49
Tinggi
3,75
3,00
6,00
13,00
37,50
20,83
0,42
Agak Tinggi
1,97
4,00
6,00
12,20
49,87
18,27
0,64
Sangat Tinggi
1,44
3,00
2,00
10,20
26,37
16,07
0,28
Sedang
2,71
3,00
4,00
12,67
51,87
23,27
0,49
Tinggi
Keterangan : UL = Unit lahan; BO = bahan organik; KST = kelas struktur tanah; KPT =
kelas permeabilitas tanah; PH = pasir halus; D = debu; L = liat;
K = erodibilitas tanah
Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat nilai erodibilitas tanah bervariasi yaitu pada
lahan semak belukar (unit lahan 6) memiliki erodibilitas tingkat sedang dan lahan
kebun campuran (unit lahan 1 dan 4) mempunyai erodibiltas dari tingkat agak tinggi
sampai sangat tinggi, sedangkan pada lahan sawah (unit lahan 2), ladang (unit lahan
5), dan hutan (unit lahan 3 dan 7) masing-masing termasuk dalam kategori tingkat
24
sangat tinggi dan tinggi. Perbedaan dari nilai erodibilitas tanah pada DAS Kawatuna
disebabkan oleh sifat tanah yaitu tekstur, permeabilitas, struktur, dan bahan organik,
dimana untuk nilai permeabilitas dan bahan organik dapat berubah setiap waktu
akibat dari
tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya dalam penentuan tingkat erodibilitas
tanah pada suatu unit lahan. Pada lahan kebun campuran dan hutan yang memiliki
kandungan debu tinggi akan mudah mengalami erosi karena debu memiliki ukuran
yang lebih halus sehingga mudah terbawa air ketika terjadi hujan. Sebarannya tingkat
erodibilitas tanah pada berbagai penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 2.
Dariah et al. (2004), menyatakan bahwa debu merupakan fraksi tanah yang
paling mudah tererosi, karena selain mempunyai ukuran yang relatif halus, fraksi ini
juga tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan sehingga mudah
dihancurkan oleh air hujan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Wischmeier dan
Mannering (1969) dan Morgan (1979) dalam Rusdi et al. (2013), menunjukkan
bahwa pasir halus dan debu merupakan partikel-partikel tanah yang berpengaruh
pada kepekaan tanah terhadap erosi. Tanah akan lebih mudah tererosi, apabila
mempunyai kandungan debu lebih tinggi disertai dengan bahan organik rendah.
Tanah dengan kandungan debu 40-60% sangat peka terhadap erosi. Selain itu,
permeabilitas lambat, juga merupakan penyebab tingginya erodibilitas.
25
Gambar 2. Peta Erodibilitas Tanah pada Tujuh Unit Lahan di Das Kawatuna
26
Pengunaan Lahan
LS
Kebun Campuran
36,7
0,08
0,73
Sawah
90,3
0,08
1,15
Hutan Sekunder
213,5
0,09
1,78
Kebun Campuran
23,7
0,08
0,59
Ladang
312,3
0,09
2,15
Semak Belukar
56,4
0,13
0,93
Hutan Primer
242,3
0,09
1,89
Tabel 4 menunjukan bahwa nilai faktor panjang dan kemiringan lereng sangat
beragam pada setiap unit lahan di DAS Kawatuna. Pada lahan semak belukar nilai
LS-nya adalah 0,93, untuk lahan kebun campuran masing-masing memiliki nilai
0,59 pada unit lahan 4 dan 0,73 pada unit lahan 1, sedangkan pada lahan sawah,
hutan sekunder, hutan primer, dan ladang memiliki panjang dan kemiringan lereng
yaitu 1,15, 1,78, 1,89 dan 2,15.
Arsyad (2010) menyatakan bahwa semakin besar kemiringan lereng, maka
jumlah butir-butir tanah yang terpercik kebagian bawah lereng oleh tumbukan butirbutir hujan semakin banyak. Jika lereng permukaan tanah menjadi dua kali lebih
curam, maka banyaknya erosi per satuan luas menjadi 2,0 sampai 2,5 kali lebih
besar. Hal ini sejalan dengan pendapat Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), yaitu
bahwa erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam dan kemiringan lereng
semakin panjang. Jika lereng semakin curam maka kecepatan aliran permukaan
27
meningkat sehingga kekuatan mengangkut meningkat pula dan lereng yang semakin
panjang menyebabkan volume air yang mengalir semakin besar.
4.4 Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi (CP)
Nilai CP masing-masing penggunaan lahan pada DAS Kawatuna dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Perhitungan Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi (CP)
UL
Pengunaan Lahan
CP
Kebung Campuran
0,2
0,2
Sawah
0,01
0,4
0,004
Hutan Sekunder
0,005
0,005
Kebung Campuran
0,2
0,2
Ladang
0,357
0,4
0,143
Semak Belukar
0,3
0,3
Hutan Primer
0,001
0,001
28
Luas
(Ha)
ET
(ton th-1)
438,70
0,69
0,73
0,2
44,09
136,19
6004,05
438,70
0,62
1,15
0,004
1,25
53,60
67,24
438,70
0,49
1,78
0,005
1,92
1141,35
2194,39
438,70
0,42
0,59
0,2
21,97
963,28
21161,81
438,70
0,64
2,15
0,143
85,69
822,87
70508,43
438,70
0,28
0,93
0,3
34,25
20,82
712,92
438,70
6232,08
2509,44
11,01
0,49
1,89
0,001
0,40
-1
Laju Erosi Rata-rata (ton ha th-1)
29
Tabel 6 menunjukan bahwa erosi tertinggi terjadi pada lahan ladang dengan
sistem pertanian pola tanam berurutan. Pergantian tanaman pada setiap musim tanam
membuat pengolahan tanah menjadi lebih intensif, disesuaikan dengan jenis tanaman
yang akan ditanam. Hal ini mengakibatkan terjadinya perombakan struktur tanah
sehingga tanah menjadi
yang berlempung.
Sedangkan erosi yang terendah terjadi pada lahan hutan dan lahan sawah.
Sutono et al. (2005), menyatakan bahwa erosi di wilayah Citarum pada lahan
sawah lebih rendah dibandingkan dengan tegalan, kebun campuran, kebun teh, kebun
karet, dan hampir sama dengan tingkat erosi hutan. Erosi paling tinggi terjadi pada
lahan tegalan. Lahan sawah erosinya berkisar antara 0,33 ton ha-1 th-1 dan 1,45 ton
ha-1 th-1.
4.6 Erosi yang Ditoleransi (TSL) dan Indeks Bahaya Erosi (IBE)
Berdasarkan data yang diperoleh dari perhitungan menggunakan Persamaan 5
dan 6 dengan mengacu pada data kedalaman tanah (mm), umur guna tanah (th), laju
pembentukan tanah (mm th-1), bobot isi tanah (g cm-3), maka diketahui nilai erosi
yang dapat ditoleransi dan IBE seperti tercantum pada Tabel 7.
30
IBE
Klasifikasi
16,69
44,09
2272,71
6004,05
2,64
Sedang
32,52
1,25
1743,25
67,24
0,04
Rendah
36,58
1,92
41748,93
2194,39
0,05
Rendah
16,46
21,97
15859,46
21161,81
1,33
Sedang
21,81
85,69
17943,04
70508,43
3,93
Sedang
22,17
34,25
461,44
712,92
1,54
Sedang
245518,94
8,54
2509,44
0,05
1,29
Rendah
Sedang
39,40
0,40
Rata-rata
11,01
Ketengan: UL = unit lahan; TSL = besarnya erosi yang diperbolehkan (ton ha-1 th-1); A =
laju erosi (ton ha-1 th-1); TSLT : total erosi yang diperbolehkan (ton th-1);
AT : erosi total (ton th-1).
Gambar 3 menunjukan sebaran IBE pada DAS Kawatuna yang bervariasi dari
tingkat rendah sampai sedang. Pada lahan kebun campuran, semak belukar dan
ladang memiliki erosi tergolong sedang, dengan kedalaman efektif berturut-turut 530
mm, 600 mm dan 240 mm. Sedangkan pada lahan sawah dan hutan tergolong dalam
kategori rendah dengan kedalaman efektif berturut-turut 47 mm dan 1130 - 1180
mm. Tingkat bahaya erosi yang dominan di DAS Kawatuna dengan luas lahan area
penelitian sebesar 9370,18 Ha adalah tingkat sedang dengan laju rata-rata erosi 11,01
ton ha-1 th-1 dan nilai rata-rata erosi yang dapat ditoleransi sebesar 8,54 ton ha-1 th-1.
Dengan demikian perlu dilakukan tindakan konservasi untuk menurunkan laju erosi
pada DAS Kawatuna khususnya pada daerah semak belukar dan pertanian pola
tanam berurutan dengan kemiringan lereng >40%.
31
32
Zainuddin (2015) menyatakan bahwa potensi erosi yang terjadi di DAS Palu
pada kondisi eksisting sejumlah 19.241.205,99 ton th-1 atau sebesar 10.689.558,88
m3 th-1 atau sekitar 62,09 ton ha-1 th-1 masuk kategori bahaya erosi kelas III (sedang)
dengan kehilangan ketebalan lapisan tanah sebesar 3,45 mm th-1 dan setelah
pengendalian jumlah erosi menurun sejumlah 14.829.860,24 atau 8.238.811,24m3 th1
atau sebesar 47,85 ton ha-1 th-1, dengan tingkat bahaya erosi klasifikasi II (ringan).
33
ringan (R) dan sedang (S) pemilihan dan pengaturan pola tanam, penanaman penutup
tanah, penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa, pada lahan tingkat bahaya erosi berat
(B) dengan cara mengembangkan usaha tani tanaman tahunan (tanaman perkebunan
atau tanaman industri, sedangkan pada lahan dengan tingkat bahaya erosi sangat
berat (SB) tidak digunakan untuk lahan pertanian. Banuwa (2013) menyatakan hal
yang sama bahwa tanah yang memiliki solum yang dangkal dan kelerengan yang
curam dapat dilakukan konservasi yaitu penanaman tanaman yang menutup tanah
secara terus menerus. Reboisasi umumnya digunakan tanaman yang dapat mencegah
erosi dan memiliki umur yang panjang, serta diutamakan tanaman keras yang
memiliki nilai ekonomis yang dapat digunakan baik dari hasil kayunya atau hasil
sampingan seperti buah, getah, akar dan minyak, misalnya pohon kemiri dan pohon
cendana.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di DAS Kawatuna tentang prediksi
erosi pada beberapa unit lahan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkat bahaya erosi yang terjadi pada beberapa unit lahan di DAS Kawatuna
termasuk kedalam kriteria rendah sampai sedang. Nilai rata-rata erosi yang di
toleransi sebesar 8,54 ton ha-1 th-1.
2. Laju erosi pada DAS Kawatuna dominan disebabkan oleh faktor erodibilitas
tanah, pengelolaan tanaman, dan tindakan konservasi.
3. Tindakan konservasi yang perlu dilakukan adalah mempertahankan vegetasi
yang ada, penggunaan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa, penggunaan teras
bangku, guludan, reboisasi, dan evaluasi lahan.
5.2
Saran
Perlu adanya kesadaran dari semua pihak, baik pemerintah setempat dan
34
DAFTAR PUSTAKA
Alviyanti, V., 2006. Kajian Erosi dan Aliran Permukaan Pada Berbagai Sistem
Tanam di Tanah Terdegradasi. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas
Jember.
Arsyad, S., 2010. Konservasi Tanah dan Air.IPB press. Bogor.
Asdak, C., 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Banuwa, I.S., 2013. Erosi. PT Fajar Interpratama Mandiri.Jakarta
BP2TPDAS IBB, 2002. Pedoman Praktik Konservasi Tanah dan Air, Departemen
Kehutanan BALITBANG Teknologi Pengelolaan DAS Indonesia Bagian
Barat, Surakarta.
Dariah, A., U. Haryati dan T. Budhiyastoro. 2004. Teknologi Konservasi Tanah pada
Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Depertemen Pertanian. Jakarta
Desifindiana, D., Banmbang S, dan Ruslan W., 2013. Analisa Tingkat Bahaya Erosi
pada Das Bondoyudo Lumajang dengan Menggunakan Metode Musle (In
Press). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 1 (2). 9-17
Edison., M. Bisri, dan E. Suhartanto, 2012. Studi Teknologi Konservasi untuk
Menurunkan Laju Erosi pada Sub DAS Sombe Lewara. Jurnal Teknik
Pengairan 3 ( 2) : 204210
Fitri, R., 2011. Prediksi Erosi pada Lahan Pertanian di Sub DAS Krueng Simpo.
Jurnal Hidrolitan 2 (3) : 96-102
Hammer, W. I. 1981. Soil Conservation Consultant Report Center for Soil Research.
LPT Bogor. Indonesia
Hardjowigeno, S., dan Widiatmaka., 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Idjudin, A. A., 2011. Peranan Konservasi Lahan Dalam Pengelolaan Perkebunan.
Jurnal Sumberdaya Lahan 5 (2) : 103-116
Komaruddin, Nanang., 2008. Penilaian Tingkat Bahaya Erosi di Sub Daerah Aliran
Sungai Cileungsi, Bogor. Jurnal Faperta UNPAD 19 (3) : 173-178
35
36
Koulouri, M., and C. Glourga, 2009. Land Abandonment And Slope Gradient As Key
Factors Of Soil Erosion In Mediterrannean Terraced Lands. Journal Catena.
69 (3) : 274-281.
Lihawa, F., 2012. Tingkat Erosi Permukaan Pada Lahan Pertanian Jagung Di DAS
Alo-Pohu Provinsi Gorontalo. Pusat Studi Lingkungan UNG. Gorontalo.
Mulyono, A., 2009. Perkiraan Tingkat Erosi Tanah di Sub DAS Besai, Lampung
Barang. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan 19 (1) : 35-47.
Rahim, S. E., 2012. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Ramlan., 2009. Tingkat Reduksi Erosi dan Aliran Permukaan Terhadap Tanaman
Kakao (Theobroma cacao L.)Dewasa di DAS Nopu. J.Agroland 16(3):213-223.
Rusdi, R. M. Alibasyah, dan A. Karim, 2013. Degradasi Lahan Akibat Erosi pada
Areal Pertanian di Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar.
Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan 2 (3): 240-249
Soleh, S., 2007. Kajian Erosi dengan Metode USLE di Kecamatan Patean
Kabupaten Kendal. Skripsi. Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Suharto, E., 2000. Analisis Keseimbangan Air Tanah Pada Lahan Produktif Taman
Hutan Raya Raja Lelo Bengkulu. Laporan Penelitian Dasar, LP UNIB,
Bengkulu.
Sumarna, D., 2015. Identifikasi Erosi dan Pengaruhnya Terhadap Lapisan Tanah
Subur pada Lahan Pertanian Produktif Studi Kasus : Daerah Aliran Sungai
(DAS) Citarum Hulu. Jurnal FTUMJ : 1-13
Suripin. 2004., Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi Offset.Yogyakarta.
Sutapa, I.W., 2010. Analisis Potensi Erosi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di
Sulawesi Tengah. Jurnal SMARTek 8 (3): 169-181
Sutono, S., H. S. Talaohu, O. Sopandi, dan F. Agus, (2005). Erosi Pada Berbagai
Penggunaan Lahan Di Das Citarum. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Tan, K. H., 1991. Dasar-dasar Kimia Tanah. Terjemahan Goenadi, D.H. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta.
Utomo, W.H., 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. IKIP, Malang.
37
Zainuddin, R., 2015 Prediksi Erosi Dengan Bantuan Program Sistim Informasi
Geografi Arcview 3,3 di Daerah Aliran Sungai Palu. Fakultas Pertanian.
Universitas Tadulako. Palu.
LAMPIRAN
Lampiran 1.Tabel Nilai rata-rata curah hujan bulanan selama 10 tahun terakhir pada
stasiun BMKG Bandar Udara Sis-Aljufri Palu.
2006
2007
2008
JAN
FEB
MAR
40,3
20,3
130
111
88,5
48,9
37
12,8
135
11,7
55,9
73,3
58,9
32,1
11,7
64,7
87,8
45
APR
MEI
JUN
JUL
69,9
77,7
61,6
6
55,4
78,6
104
143
59,4
30,1
55
187
162
28,2
40,2
44
80,2
81,5
123
112
AGU
SEP
OKT
NOV
14
93,2
4,6
51,5
108
47,7
26,9
76,4
199
60,7
103
49,5
15,9
10,4
12,6
54,2
DES
31,3
61
20,9
54,9
Bulan
2013
2014
2015
Ratarata
110
23,6
46,4
51
28
35
137
34,8
33,4
55,9
58
64,6
67,73
44,18
62,35
23,7
34,3
76,2
32,5
98,8
15,9
52,8
166
58,5
49,8
97
130
42,2
68,8
25,6
41,9
69,6
32,4
113
21,2
71,92
49,73
74,83
88,36
100
114
66,6
44,2
51,6
101
50,7
53,5
83
15
32
28
79,8
98,4
57,2
152
119
30,8
29,5
37,1
4,5
20
11,5
42,5
77,46
59,11
39,45
58,89
38,6
48,3
79
69
105
50,8
Nilai
38
Nilai
6
5
4
3
2
1
39
Lampiran 4. Tabel Klasifikasi nilai Erodibilitas Tanah (K) USDA (1973) dalam
Arsyad (2010)
Kelas
Nilai K
Harkat
1
0,00-0,10
Sangat Rendah
2
0,11-0,21
Rendah
3
0,22-0,32
Sedang
4
0,33-0,44
Agak Tinggi
5
0,45-0,55
Tinggi
6
0,56-0,64
Sangat Tinggi
40
Lanjutan Lampiran 5.
23
Semak Belukar/Padang Rumput
24
Ubi Kayu+Kedelai
25
Ubi Kayu+ Kacang Tanah
26
Kacang Tanah + Gude
27
Kacang Tanah + Kacang Tunggak
28
Kacang Tanah + Mulsa Jerami 4 Ton / Ha
29
Padi + Sorghum
30
Padi + Kedelai
31
Padi + Mulsa Jerami 4 Ton / Ha
32
Kacang Tanah + Mulsa Jagung 4 Ton / Ha
33
Kacang Tanah + Crotalaria 4 Ton / Ha
34
Kacang Tanah + Mulsa Kacang Tunggak
36
Kacang Tanah + Mulsa Jerami 2 Ton / Ha
37
Padi + Mulsa Crotalaria 3 Ton /Ha
38
Jagung + Padi + Ubi Kayu + Mulsa Jerami
6 Ton / Ha (Pola Tanam Tumpang Gilir)
39
Padi + Jagung + Kacang Tanah (Pola
Berurutan) + Mulsa Sisa Tanaman
40
Alang-Alang
0,300
0,181
0,195
0,495
0,671
0,049
0,345
0,417
0,096
0,128
0,256
0,359
0,377
0,387
0,079
0,357
0,001
2
3
4
Nilai
Faktor
0,04
0,15
0,35
0,40
0,40
0,50
0,75
0,90
1,00
41
42
Lanjutan Tabel 8.
Kentang
Hui
Talas
Pisang
Jeruk; Mangga
Kelapa Sawit
Kelapa
Karet
Kakao
Kopi
Cengkeh
Teh
Kapas
Tebu
Rumput Ternak
Jati
Mahoni
Agathis
Altingia
Albizia
Leucaina
Acasia
Eucalyptus
Gelam
Pinus
30
25
30
50
50
75
50
50
50
50
50
50
45
40
15
75
75
75
75
75
75
50
50
50
50
0,50
1,00
1,50
2,00
0,50
0,50
0,75
1,00
0,25
0,25
0,50
0,50
43
44
Lampiran 11. Peta Penggunaan Lahan Pada DAS Kawatuna Propinsi Sulawesi Tengah
45
Lampiran 12. Peta Kelerengan Pada DAS Kawatuna Propinsi Sulawesi Tengah
46
Lampiran 13. Peta Tanah Pada DAS Kawatuna Propinsi Sulawesi Tengah
BIODATA PENULIS
47