Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh
karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang
bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya
proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati
nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati

Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik


(AHA) dan abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu
komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai
di

daerah

tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga

sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of


the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus yang
relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400 SM) dan
dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.

Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi


yang jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk.
Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus
abses hati di daerah perkotaan. Di negara yang sedang berkembang
abses hati amuba lebih sering didapatkan secara endemik dibandingkan
dengan abses hati piogenik. Dalam beberapa dekade terakhir ini telah
banyak

perubahan

mengenai

aspek

epidemiologis,

etiologi,

bakteriologi, cara diagnostik maupun mengenai pengelolaan serta


prognosisnya.1

B. Anatomi dan fisiologi hepar


H
ati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata
23

sekitar 1.500 gr atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Letaknya


sebagian besar di regio hipokondria dekstra, epigastrika, dan sebagian
kecil di hipokondria sinistra. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan
dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh
fisura segmentalis kanan. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan
lateral oleh ligamentum falsiformis. Di bawah peritonium terdapat jaringan
ikat padat yang disebut kapsula Glisson yang meliputi seluruh permukaan hati.

Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai


lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ yang
terdiri atas lempeng-lempeng sel hati dimana diantaranya terdapat
sinusoid. Selain sel-sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh sel endotel khusus
dan sel Kupffer yang merupakan makrofag yang melapisi sinusoid
dan mampu memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah
sinus hepatikus. Hati memiliki suplai darah dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta hepatika dan dari aorta melalui arteria hepatika.

2,3,4

C. Fungsi Hati
1. Pembentukan dan ekskresi empedu
Dalam hal ini terjadi metabolisme pigmen dan garam empedu. Garam
empedu penting

untuk

pencernaan
24

dan

absopsi

lemak

serta

vitamin larut-lemak di dalam usus.


2. Pengolahan metabolik kategori nutrien

utama

(karbohidrat,

lemak, protein) setelah penyerapan dari saluran pencernaan


a. Metabolisme karbohidrat : menyimpan glikogen dalam jumlah
besar,

konversi

galaktosa

dan

friktosa

menjadi

glukosa,

glukoneogenesis, serta pembentukan banyak senyawa kimia dari


produk antara metabolisme karbohidrat.
b. Metabolisme lemak : oksidasi asam lemak untuk menyuplai
energi

bagi

fungsi

tubuh

yang

lain,

sintesis

kolesterol,fosfolipid,dan sebagian besar lipoprotein, serta sintesis


lemak dari protein dan karbohidrat
c. Metabolisme protein : deaminasi asam amino, pembentukan ureum
untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan
protein plasma, serta interkonversi beragam asam amino dan
sintesis senyawa lain dari asam amino.
3. Penimbunan vitamin dan mineral
Vitamin larut-lemak ( A,D,E,K ) disimpan dalam hati, juga
vitamin B12, tembaga, dan besi dalam bentuk ferritin. Vitamin
yang paling banyak disimpan dalam hati adalah vitamin A, tetapi
sejumlah besar vitamin D dan B12 juga disimpan secara normal.
Hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin
Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut
apoferritin, yang dapat bergabung dengan besi baik dalam
jumlah sedikit maupun banyak. Oleh karena itu, bila besi
banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan
dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam
bentuk ini di dalam sel hati sampai diperlukan. Bila besi dalam
sirkulasi cairan tubuh mencapai kadar rendah, maka ferritin

akan melepaskan besi.


Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi
darah dalam jumlah banyak.
Zat-zat yang dibentuk di hati yang digunakan pada proses
koagulasi meliputi
akselerator,

faktor

fibrinogen,
VII,
25

protrombin,

globulin

dan beberapa faktor koagulasi

lainnya. Vitamin K dibutuhkan oleh proses metabolisme


hati, untuk membentuk protrombin dan faktor VII, IX, dan X.
4. Hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon, dan
zat lain
Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam
melakukan detoksifikasi
meliputi
dalam

atau

ekskresi

berbagai

obat-obatan

sulfonamid, penisilin, ampisilin, dan eritromisin ke


empedu.

Beberapa

hormon yang disekresi oleh kelenjar

endokrin diekskresi atau dihambat secara kimia oleh hati meliputi


tiroksin dan terutama semua hormon steroid seperti estrogen, kortisol,
dan aldosteron.
5. Hati berfungsi sebagai gudang darah dan filtrasi
Hati adalah organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat
penampungan darah yang bermakna saat volume darah berlebihan dan
mampu menyuplai darah ekstra di saat kekurangan volume darah.
Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali dari vena
cava (gagal jantung kanan). kerja fagositik sel Kupffer membuang
bakteri dan debris dari darah.

D. Epidemiologi
Di
negara negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan
secara endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. AHP ini
tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan
kondisi hygiene /sanitasi yang kurang. Secara epidemiologi, didapatkan
8 15 per 100.000 kasus
RS,

dan

dari

AHP

yang

memerlukan

perawatan

di

beberapa kepustakaan Barat, didapatkan prevalensi

autopsi bervariasi antara 0,29 1,47% sedangkan prevalensi di RS


antara 0,008 0,016%. AHP lebih sering terjadi pada pria dibandingkan
perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun, dengan
insidensi puncak pada dekade ke 6.
26

Abs

es hati piogenik sukar ditetapkan. Dahulu hanya dapat dikenal

setelah otopsi. Sekarang dengan peralatan yang lebih canggih seperti


USG, CT Scan dan MRI lebih mudah untuk membuat diagnosisnya.
Prevalensi otopsi berkisar antara 0,29-1,47 % sedangkan insidennya 8-15
2

kasus/100.000 penderita.
H
ampir 10 % penduduk dunia terutama negara berkembang
terinfeksi E.histolytica tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala.
Insidens amubiasis hati di rumah sakit seperti Thailand berkisar 0,17 %
sedangkan di berbagai rumah sakit di Indonesia berkisar antara 5-15%
pasien/tahun. Penelitian di Indonesia menunjukkan perbandingan pria
dan wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade
keempat. Penularan umumnya melalui jalur oral-fekal dan dapat juga
oral-anal-fekal. Kebanyakan yang menderita amubiasis hati adalah pria
dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering dari wanita. Usia yang sering
dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih
jarang pada anak. Infeksi E.histolytica memiliki prevalensi yang tinggi di
daerah subtropikal dan tropikal dengan kondisi yang padat penduduk,
sanitasi serta gizi yang buruk.

2,7

E. Etiologi
1. Abses hati amoebik
Did
apatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup
sebagai parasit non-patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya
Entamoeba histolytica yang dapat menyebabkan penyakit. Hanya
sebagian kecil individu yang terinfeksi Entamoeba histolytica yang
memberikan gejala amebiasis invasif, sehingga diduga ada 2 jenis
Entamoeba histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen.
Bervariasinya virulensi berbagai strain Entamoeba
berbeda

berdasarkan

histolytica

ini

kemampuannya menimbulkan lesi pada

hati.

27

Entamoeba
Rhizopoda

yang

histolytica

adalah

mengadakan

protozoa

pergerakan

usus

kelas

menggunakan

pseupodia/kaki semu. Terdapat 3 bentuk parasit, yaitu tropozoit


yang aktif bergerak dan bersifat invasif, mampu memasuki organ
dan jaringan, bentuk kista yang tidak aktif bergerak dan bentuk
prakista yang merupakan bentuk antara kedua stadium tersebut.
Tropozoit adalah bentuk motil yang biasanya hidup komensal di
dalam usus. Dapat bermultiplikasi dengan cara membelah diri
menjadi 2 atau menjadi kista. Tumbuh dalam keadaan anaerob dan
hanya perlu bakteri atau jaringan untuk kebutuhan zat gizinya.
Tropozoit ini tidak penting untuk penularan karena dapat mati
terpajan hidroklorida atau enzim pencernaan. Jika terjadi diare,
tropozoit dengan ukuran 10-20 um yang berpseudopodia keluar,
sampai yang ukuran 50 um.Tropozoit besar sangat aktif bergerak,
mampu

memangsa

eritrosit,

mengandung

protease

yaitu

hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan


destruksi jaringan. Bentuk tropozoit ini akan mati dalam suasana
kering atau asam. Bila tidak diare/disentri tropozoit akan
membentuk kista sebelum keluar ke tinja.
Kista akan

berinti 4

2,9

setelah melakukan

kali

pembelahan dan berperan dalam penularan karena tahan terhadap


perubahan

lingkungan,

tahan
28

asam

lambung

dan

enzim

pencernaan. Kista infektif mempunyai 4 inti merupakan bentuk


yang dapat ditularkan dari penderita atau karier ke manusia lainnya.
Kista berbentuk bulat dengan diameter 8-20 um, dinding kaku.
Pembentukan kista ini dipercepat dengan berkurangnya bahan
makanan atau perubahan osmolaritas media.
2. Abses Hati Piogenik
Etiologi AHP adalah
streptococci,

anaerobic

2,9

enterobacteriaceae,
streptococci,

microaerophilic

klebsiella

pneumoniae,

bacteriodes, fusobacterium, staphylococcus aureus, staphylococcus


milleri,

candida

albicans,

aspergillus,

actinomyces,

eikenella

corrodens, yersinia enterolitica, salmonella typhi, brucella melitensis,


dan fungal. Organisme penyebab yang paling sering ditemukan adalah
E.Coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris, Enterobacter
aerogenes dan spesies dari bakteri

anaerob

contohnya

Streptococcus Milleri ). Staphylococcus aureus biasanya organisme


penyebab pada pasien yang juga memiliki penyakit granuloma yang
kronik. Organisme yang jarang ditemukan sebagai penyebabnya
adalah Salmonella, Haemophillus, dan Yersinia. Kebanyakan abses
hati piogenik adalah infeksi sekunder di dalam abdomen. Bakteri
dapat mengivasi hati melalui :
a. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal atau
bisa menyebabkan fileplebitis porta
b. Arteri hepatika sehingga terjadi bakteremia sistemik
c. Komplikasi
infeksi
intra
abdominal
seperti
divertikulitis, peritonitis, dan infeksi post operasi
d. Komplikasi dari sistem biliaris, langsung dari kantong
empedu atau saluran-saluran empedu. Obstruksi bilier
ekstrahepatik
lainnya

menyebabkan
biasanya

choledocholithiasis,

kolangitis.

berhubungan

tumor jinak dan

Penyebab
dengan
ganas

atau

pascaoperasi striktur.
e. Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi
29

transarterial dan cryoablation massa hati sekarang


diakui sebagai etiologi baru abses piogenik.
f. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas,
terutama

pada orang lanjut usia. Namun insiden

meningkat pada pasien dengan diabetes atau kanker


metastatik.

1,7,10,11

F. Patogenesis
1. Abses Hepar Amebik
Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan
kista, baik melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi atau
transmisi langsung pada orang dengan higiene yang buruk. Kasus
yang jarang terjadi adalah penularan melalui seks oral ataupun anal.
11,12

E.h

ystolitica

dalam 2

bentuk,

baik

bentuk

trofozoit

yang menyebabkan penyakit invasif maupun kista bentuk infektif


yang dapat ditemukan pada lumen usus. Bentuk kista tahan terhadap
asam lambung namun dindingnya akan diurai oleh tripsin dalam usus
halus. Kemudian kista pecah dan melepaskan trofozoit yang
kemudian menginvasi lapisan mukosa usus. Amuba ini dapat menjadi
patogen dengan mensekresi enzim cysteine protease, sehingga
melisiskan jaringan maupun eritrosit dan menyebar keseluruh organ
secara hematogen dan perkontinuinatum. Amoeba yang masuk ke
submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam aliran darah melalui
vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica mensekresi enzim proteolitik
yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. Di hati terjadi fokus
akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi
granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan granuloma diganti
dengan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis
seperti jaringan fibrosa. Lokasi yang sering adalah di lobus kanan
(70% - 90%) karena lobus kanan menerima darah dari arteri
mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima
darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik. Dinding
30

abses bervariasi tebalnya,bergantung pada lamanya penyakit. Secara


klasik, cairan abses menyerupai achovy paste dan berwarna coklat
kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang
dicerna.
2.

2,8,12,13

Abses hati piogenik


H

ati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya

abses. Dari suatu studi di Amerika, didapatkan 13% abses hati dari
48% abses viseral. Abses hati dapat berbentuk soliter maupun
multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun
secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga
peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui
sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh
karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel
Kuppfer

yang

membatasi

sinusoid

hati

akan

menghindari

terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Bakteri piogenik dapat


memperoleh akses ke hati dengan ekstensi langsung dari organ-organ
yang berdekatan atau melalui vena portal atau arteri hepatika. Adanya
penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan
menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan
distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal
dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis.
Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen
sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk
akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga
terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis
hati, perdarahan intrahepatik dan terjadinya kebocoran saluran
empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan
kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi
pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP
dibanding lobus kiri, kal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu
31

lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan


vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri
mesenterika inferior dan aliran limfatik.

1,10

G. Gambaran Klinis
Abses amoeba
Gejala :
o
- Demam internitten ( 38-40 C)
- Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar
-

hingga bahu kanan dan daerah skapula


Anoreksia
Nausea
Vomitus
Keringat malam
Berat badan menurun
Batuk
Pembengkakan perut kanan atas
Ikterus
Buang air besar berdarah
Kadang ditemukan riwayat diare m. Kadang terjadi cegukan (hiccup)
Kelainan fisis :
-

Ikterus
Temperatur naik
Malnutrisi
Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai

komplikasi
Nyeri perut kanan atas
Fluktuasi

Abses hati piogenik

1,2,8,15

Gambaran klinis abses hati piogenik menunjukkan manifestasi


sistemik yang lebih berat dari abses hati amuba.
Keluhan :
-

Demam yang sifatnya dapat remitten, intermitten atau

kontinyu yang disertai menggigil


Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan

membungkuk ke depan dan kedua tangan diletakkan di atasnya.


Mual dan muntah
Berkeringat malam
Malaise dan kelelahan
32

Berat badan menurun


Berkurangnya nafsu makan
Anoreksia

Pemeriksaan fisis :
-

Hepatomegali
Nyeri tekan perut kanan
Ikterus, namun jarang terjadi
Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeri

pleura.
- Buang air besar berwarna seperti kapur
- Buang air kecil berwarna gelap
- Splenomegali pada AHP yang telah menjadi kronik
H. Diagnosis
2,9
- Abses hati amebik
Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan
trofozoit amuba. Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat
dipertimbangkan jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas,
hepatomegali yang juga ada nyeri tekan. Disamping itu bila didapatkan
leukositosis, fosfatase alkali meninggi disertai letak diafragma yang
tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan USG juga dibantu oleh
tes serologi. Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat
menggunakan kriteria Sherlock (1969), kriteria Ramachandran (1973),
atau kriteria Lamont dan Pooler.
- Kriteria Sherlock (1969)
o Hepatomegali yang nyeri tekan
o Respon baik terhadap obat amebisid
o Leukositosis
o Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang

kurang.
o Aspirasi pus
o Pada USG didapatkan rongga dalam hati
o Tes hemaglutinasi positif.
Kriteria Ramachandran (1973)
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
o Hepatomegali yang nyeri
o Riwayat disentri
o Leukositosis
o Kelainan radiologis
o Respons terhadap terapi amebisid
33

Kriteria Lamont Dan Pooler


Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
o Hepatomegali yang nyeri
o Kelainan hematologis
o Kelainan radiologis
o Pus amebik
o Tes serologi positif
o Kelainan sidikan hati
o Respons terhadap terapi amebisid
Abses hati piogenik
Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis dan laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP
kadang- kadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering
tidak spesifik. Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya dengan CTScan saja, meskipun pada akhirnya dengan CT-Scan mempunyai
nilai prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga
dengan tes serologi yang dilakukan.
T

es serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis AHA,

meskipun terdapat pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif


beberapa hari kemudian. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah
dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur
hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk diagnosis.

I. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien abses hati amebik, pemeriksaan hematologi
didapatkan hemoglobin 10,4-11,3 g% sedangkan lekosit 15.00016.000/mL

pada pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,76-

3,05 g%, globulin 3,62- 3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%,
fosfatase alkali 270,4-382,0 u/L, SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,763,0 u/L. Jadi kelainan yang didapatkan pada amubiasis hati adalah
34

anemia ringan sampai sedang, leukositosis berkisar 15.000/mL .


S
edangkan kelainan faal hati didapatkan ringan sampai sedang.
Uji serologi dan uji kulit yang positif menunjukkan adanya Ag atau
Ab yang spesifik terhadap parasit ini, kecuali pada awal infeksi. Ada
beberapa uji yang banyak digunakan antara lain hemaglutination
(IHA), countermunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. Real Time
PCR cocok untuk mendeteksi E.histolityca pada feses dan pus
2,7,9

penderita abses hepar.


P
ada pasien abses hati piogenik, mungkin didapatkan leukositosis
dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah,
gangguan fungsi hati seperti peninggian bilirubin, alkalin fosfatase,
peningkatan enzim transaminase, serum bilirubin, berkurangnya
konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang
menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati. Kultur darah yang
memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar emas untuk
menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. Pemeriksaan biakan pada
permulaan penyakit sering tidak ditemukan kuman. Kuman yang
sering ditemukan adalah kuman gram negatif seperti Proteus
vulgaris, Aerobacter aerogenes atau Pseudomonas aeruginosa,
sedangkan kuman anaerib Microaerofilic sp, Streptococci sp,
-

Bacteroides sp, atau Fusobacterium sp.


Pemeriksaan Radiologi

1,2

Pada pasien abses hati amebik, foto thoraks menunjukkan


peninggian

kubah

diafragma

kanan

dan

berkurangnya

pergerakan diafragma efusi pleura kolaps paru dan abses paru.


Kelainan pada foto polos abdomen tidak begitu banyak. Mungkin
berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di
atas hati. Jarang didapatkan air fluid level yang jelas, USG untuk
mendeteksi amubiasis hati, USG sama efektifnya dengan CT atau
MRI. Gambaran USG pada amubiasis hati adalah bentuk bulat atau
oval tidak ada gema dinding yang berarti ekogenitas lebih rendah dari
35

parenkim hati normal bersentuhan dengan kapsul hati dan peninggian


sonic distal. Gambaran CT scan : 85 % berupa massa soliter relatif
besar, monolokular, prakontras tampak sebagai massa hipodens
berbatas suram. Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U. Pasca
kontras tampak penyengatan pada dinding abses yang tebal. Septa
terlihat pada 30 % kasus. Penyengatan dinding terlihat baik pada fase
porta.

Gambaran CT Scan pada abses hati amebic

(8)

Pada pasien abses hati piogenik, foto polos abdomen kadangkadang didapatkan kelainan yang tidak spesifik seperti peninggian
diafragma kanan, efusi pleura, atelektasis basal paru, empiema, atau
abses paru. Pada foto thoraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup,
pada posisi lateral sudut kostofrenikus anterior tertutup. Secara
angiografik abses merupakan daerah avaskuler. Kadang-kadang
didapatkan gas atau cairan pada subdiafragma kanan. Pemeriksaan
USG, radionuclide scanning, CT scan dan MRI mempunyai nilai
diagnosis yang tinggi. CT scan dan MRI dapat menetapkan lokasi
abses lebih akurat terutama untuk drainase perkutan atau
tindakan bedah. Gambaran CT scan : apabila mikroabses berupa
lesi hipodens kecil-kecil < 5 mm sukar dibedakan dari mikroabses
jamur, rim enhancement pada mikroabses sukar dinilai karena lesi
terlalu kecil. Apabila mikroabses > 10 mm atau membentuk kluster
sehingga tampak massa agak besar maka prakontras kluster
36

piogenik abses tampak sebagai masa low density berbatas suram.


Pasca kontras fase arterial tampak gambaran khas berupa masa
dengan rim enhancement dimana hanya kapsul abses yang
tebal yang menyengat. Bagian tengah abses terlihat hipodens
dengan banyak septa-septa halus yang juga menyengat, sehingga
membentuk gambaran menyerupai jala. Fase porta penyengatan
dinding kapsul abses akan semakin menonjol dan sekitar
dinding abses tampak area yang hipodens sebagai reaksi edema di
sekitar abses. Sebagian kecil piogenik bersifat monokuler, tidak
bersepta, dan menyerupai abses amoebiasis. Pembentukan gas di
1,2

dalam abses biasanya pada infeksi oleh kuman Klebsiella.

Gambaran CT Scan dengan multifokal abses hati piogenik pada segmen IV. Abses
(8)
lainnya terdapat pada segmen VII dan VIII.

Karateristik abses pada pemeriksaan MRI adalah lesi dengan


penyengatan kontras yang berbentuk cincin dan bagian sentral yang
tidak tampak penyengatan. Cincin penyengatan tetap terlihat pada
2

fase tunda. Sangat sukar dibedakan gambaran USG antara abses


piogenik dan amebik.
B

iasanya sangat besar, kadang-kadang multilokular. Struktur

eko rendah sampai cairan ( anekoik ) dengan adanya bercakbercak hiperekoik (debris) di dalamnya. Tepinya tegas, ireguler
yang makin lama makin bertambah tebal.
J. Penatalaksanaan
37

16

2,12,14,17

Abses hati amebik


o Medikamentosa
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan
penyembuhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba.
Pengobatan yang dianjurkan adalah:
- Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk
amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping
yang paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan
rasa kecap logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati
amoeba adalah 3 x 750 mg per hari selama 5 10 hari.
Sedangkan untuk anak ialah 35- 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam
tiga dosis. Derivat nitroimidazole lainnya yang dapat digunakan
adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800 mg perhari selama 5
hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari dalam dosis
-

tunggal selama 3-5 hari.


Dehydroemetine (DHE)
Merupakan derivat diloxanine

furoate.

Dosis

yang

direkomendasikan untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500


mg

perhari

selama

10

hari

atau

1-1,5

mg/kgBB/hari

intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10 hari. DHE relatif


lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan kadarnya pada
otot jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan pada
-

penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anak


Chloroquin
Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis
ekstraintestinal ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan
dilanjutkan dengan 2x150 mg/hari selama 2 atau 3 minggu.
Dosis untuk anak ialah 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi
selama 3 minggu. Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari
selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari selama 20 hari.

o Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di
atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau
38

pada ancaman ruptur atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan


kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi.
Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG.
K. Komplikasi
- Abses Hepar Amoeba
Kompl
ikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5 - 5,6
%. Ruptur dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus,
intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi,
terutama setelah aspirasi atau drainase. Infeksi pleuropneumonal adalah
komplikasi yang paling umum terjadi. Mekanisme infeksi termasuk
pengembangan efusi serosa simpatik, pecahnya abses hati ke dalam
rongga dada yang dapat menyebabkan empiema, serta penyebaran
hematogen sehingga terjadi infeksi parenkim. Fistula hepatobronkial
dapat

menyebabkan

batuk

produktif

dengan

bahan

nekrotik

mengandung amoeba. Fistula bronkopleural mungkin jarang terjadi.


Komplikasi pada jantung biasanya dikaitkan pecahnya abses pada lobus
kiri hati dimana ini dapat menimbulkan kematian. Pecah atau rupturnya
abses dapat ke organ-organ peritonium dan mediastinum. Kasus
pseudoaneurys arteri hepatika telah dilaporkan terjadi sebagai
12,13,14

komplikasi.
Abses Hepar Piogenik
S
aat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit berat
seperti septikamia/bakterimia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati
disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan
pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses,
hemobilia, empiema, fistula hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard
atau retroperineum. Sesudah mendapatkan

terapi,

sering

terjadi

diatesis hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan sekunder


1

dan terjadi rekurensi atau reaktifasi abses.


L. Prognosis
Pada kasus AHA, sejak digunakan obat seperti dehidroemetin atau
emetin, metronidazole dan kloroquin, mortalitas menurun tajam.
39

Mortalitas di rumah sakit dengan fasilitas menurun tajam. Mortalitas di


rumah sakit dengan fasilitas memadai sekitar 2% dan pada fasilitas yang
kurang memadai mortalitasnya
membutuhkan

tindakan

10%.

Pada

kasus

yang

operasi mortalitas sekitar 12%. Jika ada

peritonitis amuba, mortalitas dapat mencapai 40-50%. Kematian yang


tinggi ini disebabkan keadaan umum yang jelek, malnutrisi, ikterus, dan
renjatan. Sebab kematian biasanya sepsis atau sindrom hepatorenal. Selain
itu, prognosis penyakit ini juga dipengaruhi oleh virulensi penyakit, status
imunitas, usia lanjut, letak serta jumlah abses dan terdapatnya komplikasi.
Kematian

terjadi

pada

sekitar

5%

pasien

dengan

infeksi

ektraintestinal, serta infeksi peritonial dan perikardium. 2,13


Prognosis abses piogenik sangat ditentukan diagnosis dini, lokasi
yang akurat dengan ultrasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti
kultur anaerob, pemberian antibiotik perioperatif dan aspirasi perkutan
atau drainase secara bedah. Faktor utama yang menentukan mortalitas
antara lain umur, jumlah abses, adanya komplikasi serta bakterimia
polimikrobial

dan

gangguan

fungsi

hati

seperti

ikterus

atau

hipoalbuminemia. Komplikasi yang berakhir mortalitas terjadi pada


keadaan sepsis abses subfrenik atau subhepatik, ruptur abses ke rongga
peritonium, ke pleura atau ke paru, kegagalan hati, hemobilia, dan
perdarahan dalam abses hati. Penyakit penyerta yang menyebabkan
mortalitas tinggi adalah DM, penyakit polikistik dan sirosis hati.
Mortalitas abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang sesuai
bakterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16 %. Prognosis
buruk apabila: terjadi umur di atas 70 tahun, abses multipel, infeksi
polimikroba,

adanya

immunosupresif,

hubungan

terjadinya

dengan

sepsis,

keganasan

keterlambatan

atau

penyakit

diagnosis

dan

pengobatan, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus,


hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.1,2

40

DAFTAR PUSTAKA
1. Wenas,Nelly Tendean. Waleleng,B.J. Abses hati piogenik.
Dalam : Sudoyo,Aru W. Setiyohadi,Bambang. Alwi,Idrus.
Simadibrata,Marcellus. Setiati,Siti. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
41

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461.
2. Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius.
Zubir,
Nasrul.
Anatomi
hati.
Gambar
tomograf
dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic resonance imaging
(MRI) hati. Abses hati. Penyakit hati parasit. Dalam :
Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul. Lesmana, Laurentius A. Noer,
Sjaifoellah M. Buku ajar ilmu penyakit hati edisi pertama.
Jakarta : Jayabadi. 2007. Hal 1, 80-83, 93-94, 487-491,
513-514.
3. Lindseth, Glenda N. Gangguan hati, kandung empedu,
dan pankreas. Dalam : Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M.
Patofsiologi konsep klinis proses-proses penyakit vol.1
edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. Hal 472-476.
4. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Hati sebagai suatu organ.
Dalam : Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta :
EGC. 2008. Hal 902-906.
5. Sherwood, Lauralee. Sistem pencernaan. Dalam :
Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta : EGC.
2001. Hal 565.
6. Keshav, Satish. Structure and function. In : The
gastrointestinal system at a glance. United Kingdom :
Ashford Colour Press, Gosport. 2004. Chapter 27-28.
7. Friedman, Lawrence S. Rosenthal, Philip J. Goldsmith,
Robert S. Liver, biliary tract and pancreas. Protozoal and
helminthic infections. In : Papadakis, Maxine A. McPhee,
Stephen J. Tierney, Lawrence M. Current medical diagnosis
and treatment 2008 forty-seventh edition. Jakarta : PT.
Soho Industri Pharmasi. 2008. Page 596, 1304-1306.
8. Krige,J. Beckingham, I.J. Liver abscesses and hydatid
disease. In : Beckingham, I.J. ABC of Liver, Pancreas, and
42

Gall Bladder. Spain : GraphyCems,Navarra. 2001. Chapter


40-42
9. Soedarto.
Penyakit
protozoa.
Dalam
:
Sinopsis
kedokteran tropis. Surabaya : Airlangga University Press.
2007. Hal 23-24, 27-29
10.
23

Nickloes, Todd A. Pyogenic liver abcesses. January


th

, 2009.

11.
Crawford, James M. Hati dan saluran empedu.
Dalam : Kumar. Cotran. Robbins. Robbins buku ajar
patologi vol.2 edisi 7. Jakarta : EGC. 2007. Hal 684.
12.

Fauci. et all. Infectious disease. In : Harrisons


th
principles of internal medicine 17
edition. USA. 2008.
Chapter 202.

13.

Brailita, Daniel. Amebic liver abscesses. September


th
st
19 , 2008. November 1 , 2011.

14.
Junita,Arini. Widita,Haris. Soemohardjo,Soewignjo.
Beberapa kasus abses hati amuba. Dalam : Jurnal
penyakit dalam vol. 7 nomor 2. Mei 2006.
15.

Kliegman. Behrman. Jenson. Stanton. The digestive


th
system. In : Nelson textbook of pediatric 18
edition.
USA. 2007. Chapter 356.

16.
Iljas, Mohammad. Ultrasonograf hati. Dalam :
Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik edisi kedua. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal 469.
17.
Syarif, Amir. Elysabeth. Amubisid. Dalam :
Gunawan, Sulistia Gan. Setiabudy, Rianto. Nafrialdi.
43

Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit


UI. 2008. Hal 551-554.
18.
Rani, Aziz. Soegondo, Sidartawan. Nasir, Anna
Uyainah. Wijaya, Ika Prasetya. Nafrialdi. Mansjoer, Arif.
Abses hati. Kolesistitis akut. Dalam : Panduan pelayanan
medik perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam
Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
2009. Hal 321- 324.
19.
Almatsier,
Sunita.
Diet
penyakit
hati
dan
kandung empedu. Dalam : Penuntun diet edisi baru.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 2010. Hal 120122.

44

20.
21.
22.
23.
24.

25.
26.
27.
-

28.

29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.

45

Anda mungkin juga menyukai