Anda di halaman 1dari 8

Science And Engineering Na onal Seminar 1 (SENS 1)- Semarang, 8 Agustus 2015

RISK ASSESSMENT ON GAS PIPING AGAINST CORROSION


USING A RISK BASED INSPECTION API 581
M. Ervando Among Satmoko1, G. Dwi haryadi1, R. Ismail1, S. Jeon Kim2
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas TEKNIK, Universitas Diponegoro Semarang
2
Jurusan Teknik Mesin dan Otomotif, Fakultas TEKNIK, Universitas Nasional Pukyong
Jl. Prof. Sudharto, SH. Tembalang, Semarang 50275
E-mail : mochamad_ervando@yahoo.co.id1, gunawan_dh@yahoo.com2,
ismail.rifky@gmail.com3
1

Abstrak
Pipa penyalur menjadi salah satu sarana yang sangat penting. Proses pemasangan dan
berbagai kondisi lingkungan jaringan perpipaan yang berbeda akan berpengaruh terhadap
korosi yang terjadiKegiatan ini akan mendapat beberapa potensi bahaya dan resiko
keselamatan seperti kebakaran, ledakan, kebocoran maupun pencemaran lingkungan. Hal ini
dipengaruhi beberapa faktor baik oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Beberapa faktor
internal yaitu seperti faktor faktor umur pipa, ketebalan, dan korosi pipa. Kemudian untuk
factor eksternalnya misalnya kerusakan oleh pihak ketiga.Proses pemasangan dan berbagai
kondisi lingkungan jaringan perpipaan yang berbeda akan berpengaruh terhadap korosi yang
terjadi. Setiap alat memiliki tingkat resiko kerusakan yang merupakan hasil dari peluang
kerusakan dan akibat yang ditimbulkan.Salah satu usaha untuk menanggulangi penurunan
produksi dan menghindari kejadian seperti kebocoran adalah dengan melakukan penelitian
menggunakan sistem Risk Based Inspection API 581.
Kata Kunci: Risk Based Inspection, Pipa, Korosi.
I.

PENDAHULUAN
Pipa penyalur menjadi salah satu sarana yang sangat penting untuk distribusi minyak atau
gas. Kegiatan ini akan mendapat beberapa potensi bahaya dan resiko keselamatan seperti
kebakaran, ledakan, kebocoran maupun pencemaran lingkungan. Hal ini dipengaruhi beberapa
faktor baik oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Beberapa faktor internal yaitu seperti
faktor umur pipa, ketebalan, dan korosi pipa. Kemudian untuk factor eksternalnya misalnya
kerusakan oleh pihak ketiga dan adanya sabotase. Dari suatu kejadian atau kasus kerusakan bisa
ditelusuri penyebabnya dengan cara mengumpulkan data yang terkait dan menganalisanya.
Sehingga dapat diperkirakan upaya-upaya penanggulangan untuk menghindari kerusakan yang
serupa. Dengan demikian biaya dan dampak yang ditimbulkan dapat diminimalisir.
Proses pemasangan dan berbagai kondisi lingkungan jaringan perpipaan yang berbeda
akan berpengaruh terhadap korosi yang terjadi. Interaksi antara logam pipa dengan
lingkungannya akan mengakibatkan terjadinya korosi. Dimana korosi tersebut dapat menjadi
salah satu penyebab kebocoran pipa. Proses korosi terjadi secara alamiah dan tidak dapat
dicegah seluruhnya, seringkali berlangsung tiba-tiba sehingga diluar prediksi yang telah
direncanakan.
Korosi dapat menyebabkan menurunnya kekuatan struktur dan kerusakan pada pipa [1].
Korosi eksternal pada pipa disebabkan oleh faktor - faktor lingkungan dan proses coating yang
kurang baik, sedangkan korosi internal pipa disebabkan oleh jumlah kandungan unsur kimia
yang bersifat korosif yang terkandung dalam fluida yang mengalir di dalam pipa.Perlu
dilakukan perawatan atau inspeksi secara berkala pada pipa. Setiap alat memiliki tingkat resiko
kerusakan yang merupakan hasil dari peluang kerusakan dan akibat yang ditimbulkan

64

ISBN : 978-602-0960-12-8

Science And Engineering Na onal Seminar 1 (SENS 1)- Semarang, 8 Agustus 2015

Salah satu usaha untuk menanggulangi penurunan produksi dan menghindari kejadian
seperti kebocoran adalah dengan melakukan penelitian menggunakan sistem RBI API 581 yang
dapat memberikan hasil perhitungan yang cepat dan cukup akurat terhadap resiko keselamatan
sistem perpipaan, sehingga dapat dilakukan upaya-upaya pengendalian yang memadai untuk
mencegah terjadinya kegagalan. Berdasarkan code ini akan digunakan untuk analisis resikoresiko yang dapat terjadi pada studi kasus pipa pipa gas di PT Indonesia Power Semarang.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk tindakan penanggulangan kerusakan,
khususnya dari segi material dan pengembangan ilmu bahan dalam penambahan kelengkapan
data untuk simulasi pada pemeriksaan berdasarkan resiko yang dikenal dengan istilah Risk
Based Inspection (RBI).
II. METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Metodologi Penelitian
a. Definisi Resiko
Resiko adalah potensi bahwa tindakan yang dipilih atau kegiatan yang akan
dilakukan menyebabkan kerugian atau hasil yang tidak diinginkan. Gagasan ini
menunjukkan bahwa pilihan mempunyai pengaruh pada hasil akhir. Potensi kerugian ini
dapat disebut "resiko". Contohnya, ketika seseorang mengendarai mobil berarti orang
tersebut sudah menerima kemungkinan akan terjadinya kecelakaan yang menyebabkan
dia terluka serius atau meninggal. Alasan orang tersebut tetap mengendarai mobil karena
resiko yang diambil dengan kemungkinan akan terluka serius atau meninggal masih
cukup rendah. Tentunya hal yang mempengaruhi keputusan tersebut adalah jenis mobil,
peralatan keselamatan, kepadatan lalu lintas jalan dan kecepatan kendaraan [2].

Gambar2.1 Matriks derajat resiko analisa [3].


b. Risk Based Inspection
Risk Based Inspection (RBI) adalah suatu metode yang menggunakan tingkat
resiko sebagai dasar dalam memprioritaskan dan mengatur suatu aktivitas inspeksi.
Keuntungan potensial dari metode RBI ini adalah dapat meningkatkan waktu operasi dan
kerja dari suatu fasilitas proses dimana pada saat bersamaan terjadi peningkatan atau
setidaknya perawatan pada level resiko yang sama [4].
Tujuan dari RBI adalah untuk menentukan kemungkinan terjadinya sebuah insiden
yang merugikan (probability) dan bagaimana dampak dari insiden tersebut (consequence)
juga untuk mengidentifikasi kerusakan atau cacat yang bisa menyebabkan kecelakaan
beskala besar sebelum terjadi.
ISBN : 978-602-0960-12-8

65

Science And Engineering Na onal Seminar 1 (SENS 1)- Semarang, 8 Agustus 2015

Perlu diketahui bahwa RBI tidak akan menghilangkan resiko, probabilitas dan
konsekuensi resiko dari peralatan akan selalu ada. RBI berguna untuk membantu dan
mengontrol resiko kepada tingkat yang masih bisa diterima dengan memprioritaskan
sumber daya kepada peralatan yang diketahui memiliki resiko tinggi.
Ada beberapa acuan dokumen yang digunakan, yaitu API 580 dan API 581.
Perbedaan dua dokumen tersebut adalah, API 580 bertujuan untuk pelatihan bagi yang
ingin menjadi auditor RBI, sehingga API 580 dapat disebut juga sebagai dokumen kerja
atau dokumen pelatihan. Sedangkan dokumen API 581 merupakan dokumen penelitian,
dimana jika ingin melakukan assesment RBI terhadap suatu sistem atau unit, maka
dokumen API 581 ini sebagai acuannya.

Data and
informa on
collec on

Consequence
of failure

Risk
Ranking

Inspec on
plan

Mi ga on
(if any)

Probability of
failure

Reassesment
Gambar 2. Proses Risk Based Inspection secara umum [5].
c. PenentuanCorrosion Rate
Perhitungan corrosion rate untuk pipa menggunakan API 570, rumus untuk
menentukan corrosion rate ditentukan dengan persamaan:
corrosion rate =

Keterangan:
= ketebalan pada inspeksi saat ini (inch)
=
ketebalanpada inspeksi sebelumnya (inch)
previous

(1)

Data yang dibutuhkan dalam menghitung laju korosi adalah ketebalan yang diukur
pada inspeksi sebelumnya, ketebalan yang diukur pada inspeksi saat ini, dan usia
inspeksinya. Laju korosi ini berfungsi untuk menentukan remaining life dari
pipa.Remaining life dapat diartikan sebagai toleransi equipment terhadap jenis
kerusakannya. Remaining life ini yang akan menentukan waktu interval
inspeksiselanjutnya.Rumus untuk menentukan Remaining Life ditentukan dengan
persamaan [6] :
Remaining life =
(2)
Keterangan:
= ketebalan pada inspeksi saat ini (inch)
= ketebalan minimum yang seharusnya dimiliki pipa dan tidak termasuk
corrosion allowance (inch)

66

ISBN : 978-602-0960-12-8

Science And Engineering Na onal Seminar 1 (SENS 1)- Semarang, 8 Agustus 2015

d. Perhitungan ar/t
Perhitungan ar/t(parameter faktor kerusakan) berfungsi dalam menentukan faktor
kerusakan thinning.Penentuan ar/t diperoleh dari waktu (a), corrosion rate (r), dan juga
ketebalan (t). Perhitungan ini setara dengan fraksi kerugian dinding akibat penipisan [4].
Rumus untuk perhitungan ar/t ditentukan dengan menggunakan persamaan:
ar/t =

(3)

e. Korosi Merata atau Uniform Corrosion


Bentuk korosi dimana terjadi secara merata pada seluruh permukaan logam atau
pada sebagian besar permukaan logam. Korosi merata dapat dengan mudah ditemukan,
diukur dan diprediksi. Secara visual korosi merata dapat dengan mudah ditemukan karena
korosi merata akan memberikan warna yang berbeda dengan logam induknya. Umumnya
warna produk korosi merata adalah merah kecoklat-coklatan. Korosi merata jarang
mengakibatkan kerusakan atau akibat yang fatal pada suatu area kerja atau operasi, tetapi
korosi merata bisa menjadi cikal bakal terjadinya korosi lain yang cukup membahayakan.
Penanggulangan korosi merata umumnya dilakukan dengan metode katodik, coating, atau
memberlakukan ambang batas korosi (corrosion allowance) pada logam yang digunakan [7].
f. Alat dan Bahan
Pipa-pipa gas ruang HTSH (High Temperature Superheater) dan LTSH (Low
Temperatur Superheater) pada PLTU unit tiga pada PT Indonesia Power Unit Bisnis
Pembangkitan Semarang dijadikan studi kasus dalam penelitian ini. PT Indonesia Power
Unit Bisnis Pembangkitan Semarang berlokasi di area seluas 40 hektar di Teluk Tanjung
Emas, Semarang. UBP Semarang memiliki kapasitas terpasang sebesar 1.408 MW dan
terdiri dari 3 Pembangkit. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik
Tenaga Gas Uap (PLTGU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG).
Alat yang digunakan dalam penelitian Ultrasonic Thickness Meter MT-160. Bahan
yang digunakan adalah sampel pipa-pipa gas ruang HTSH dan LTSH pada PLTU unit
tiga di PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Semarang. Metode Penelitian yang
digunakan adalah menggunakan analisa semi kuantitatif berdasarkan pada API 581.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Peralatan yang Dievaluasi
Data yang diambil di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Semarang adalah
data pipa-pipa gas ruang LTSH pada PLTU unit tiga. Karena PT . Indonesia Power Unit Bisnis
Pembangkitan Semarang memberikan data yang terbatas dikarenakan tergolong data rahasia
dari sebuah perusahaan, maka berdasar data-data yang diperoleh dapat menggunakan analisa
yang berupa analisa semi kuantitatif. Penentuan tekanan operasi dan temperatur operasi
berdasarkan pada kebutuhan pembebanan yang dibutuhkan pada saat penelitian, pembebanan
yang dibutuhkan 100 Mega Watt. Data tersebut berupa data pipa-pipa gas dengan perlakuan
pengujian 3 sampel pipa-pipa gas pada ruang HTSH dan LTSH.
Sampel
1
2
3
4

Tabel 3.1 Data Pipa


Tebal Awal
Diameter
Jenis Pipa
Pipa (mm)
Pipa (mm)
SA213T22-01 (HTSH)
6
50,8
SA213T22-26 (HTSH)
6
50,8
SA178C-01 (LTSH)
4
57,1
SA178C-30 (LTSH)
4
57,1

ISBN : 978-602-0960-12-8

Umur Pakai
Pipa (tahun)
5
5
5
5

67

Science And Engineering Na onal Seminar 1 (SENS 1)- Semarang, 8 Agustus 2015

No

Jenis Pipa

SA213T22-01

Tabel 3.2Data Inspeksi dan Pemeliharaan Pipa yang Dilakukan


Sistem Sistem Thinning
Kuantitas
Kualitas
Deteksi Isolasi
Type
Inspeksi
Inspeksi
B

Corrosion

SA213T22-26

Corrosion

SA178C-01

Corrosion

SA178C-30

Corrosion

N
o
1
2
3
4

Jenis Pipa
SA213T2201
SA213T2226
SA178C-01
SA178C-30

Tabel 3.3Data kondisi proses dan lingkungan


Tekanan
Corrosion
Jenis
Temperatur
Operasi
Rate
Fluida
Operasi (oC)
(KPa)
(inch/year)
steam

12356

540

0,0048

steam

12356

540

0,0040

steam
steam

12356
12356

535
535

0,0024
0,0030

Sistem
Mitigasi
Usually
effective
Usually
effective
Usually
effective
Usually
effective

Corrosion
Allowance
(inch)

Inventor
y (lbs)

0,2

1711,02

0,2

1709,28

0,13
0,13

1690,33
1688, 02

Jenis inspeksi yang dilakukan saat inspeksi berupa inspeksi visual. Inspeksi visual ini
adalah inspeksi eksternal yaitu melakukan inspeksi dari luar kondisi pipa. Dikarenakan hasilnya
berupa data ketebalan maka inspeksi ini menggunakan alat ukur yaitu Ultrasonic Thickness
Meter MT-160 yang digunakan untuk mengukur ketebalan material.
Interval inspeksi yang dilakukan selama ini adalah tiap 13.100 jam atau tiap 1 tahun 6
bulan sekali. Berdasarkan proses pemasangan pipa-pipa HTSH dan LTSH pada tahun 2010,
jumlah inspeksi yang sudah dilakukan sebanyak 3 kali yaitu inspeksi pertama pada tahun 2012,
inspeksi kedua pada pertengahan tahun 2013, dan inspeksi ketiga pada awal tahun 2015. Pada
Gambar 4.1 menunjukkan ketebalan pipa rata-rata yang berbeda. Untuk SA213T22-01 pada
inspeksi pertama ketebalan pipa 0,214 inch, inspeksi kedua ketebalan pipa 0,212 inch dan
inspeksi ketiga ketebalan pipa 0,212 inch. SA213T22-26 pada inspeksi pertama ketebalan pipa
0,219 inch, inspeksi kedua ketebalan pipa 0,216 inch dan inspeksi ketiga ketebalan pipa 0,214
inch. SA178C-01 pada inspeksi pertama ketebalan pipa 0,145 inch, inspeksi kedua ketebalan
pipa 0,141 inch dan inspeksi ketiga ketebalan pipa 0,139 inch. SA178C-30 pada inspeksi
pertama ketebalan pipa 0,142 inch, inspeksi kedua ketebalan pipa 0,140 inch dan inspeksi ketiga
ketebalan pipa 0,140 inch. Ketebalan pada pipa-pipa cenderung menurun disebabkan oeh
penipisan karena adanya korosi atau biasa disebut juga damage mechanism dan juga adanya
penipisan dinding material.

68

ISBN : 978-602-0960-12-8

Science And Engineering Na onal Seminar 1 (SENS 1)- Semarang, 8 Agustus 2015

Wall Thickness, inch

Perbandingan Wall Thickness dengan


Waktu Inspeksi

0,3
0,2

SA213T22-01

0,1

SA213T22-26

Times of Inspection

SA178C-01

SA178C-30

Gambar 3.1 Grafik perbandingan wall thickness dengan waktu inspeksi

> 10.000 ft2

< 10 ft2

1.000-10.000 ft2

100-1.000 ft2

Perhitungan Konsekuensi Kegagalan

10-100 ft2

3.2

> 1000

100 - 1000
10 - 100
1 - 10
<1
Gambar 3.2 Matriks Resiko Analisa Semi Kuantitatif
Berdasarkan pada gambar 3 dapat diketahui bahwa semua pipa berada pada peringkat
resiko medium, sehingga respon inspeksi atau maintenance yang perlu dilakukan bersifat
corrective maintenance. Hal yang mengakibatkan 4 pipa tersebut berada dalam posisi medium
dalam matriks karena memiliki peringkat sistem deteksi dan isolasi yang tergolong baik, yaitu
B, sehingga jika terjadi kegagalan atau kebocoran pada pipa, maka bisa dideteksi dan diisolasi
lebih cepat.
Nilai resiko pada kedua pipa pada ruang LTSH lebih tinggi dibandingkan pada kedua
pipa pada ruang HTSH. Dalam hal tersebut terjadi karena pengaruh nilai generic failure
frequency berdasarkan tabel 2.1 yang digunakan sebagai dasar asumsi.
Nilai asumsi fraksi kontribusi kebocoran jika terjadi kebocoran pada pipa SA178C-01
dan SA178C-30 memiliki nilai lebih besar daripada pipa di ruang HTSH SA213T22-01 dan
ISBN : 978-602-0960-12-8

69

Science And Engineering Na onal Seminar 1 (SENS 1)- Semarang, 8 Agustus 2015

SA213T22-26. Maka prediksi luas area yang terkena resiko kebocoran menjadi lebih besar juga
yaitu sekitar 4205,718 ft2.
Hal-hal lain yang memberikan kontribusi nilai CoF yang rendah pada 4 pipa karena
sistem deteksi dan isolasi yang tergolong baik, sehingga berpengaruh juga terhadap penilaian
sistem mitigasinya. Dengan sistem mitigasi yang baik maka berpengaruh terhadap reduksi luas
area di sekitar pipa jika terjadi kebocoran pipa. Pipa-pipa tersebut mengalam reduksi sebesar
15% untuk luas area yang mengalami dampak jika terjadi kebocoran pipa. Untuk tingkat
keracunan (toxicity) diasumsikan 0, karena kandungan HF dan H2S tergolong rendah sehingga
bisa diasumsikan bernilai 0.
Untuk pipa SA178C-01 dan SA178C-30 memiliki nilai korosi lebih baik yaitu 0,004
in/year daripada pipa di ruang HTSH SA213T22-01 dan SA213T22-26.yaitu sebesar 0,006
in/year.
Didalam pengamatan, pipa-pipa yang ada sebaiknya dapat dikategorikan minimal dalam
posisi 2B, karena peringkat resiko tergolong rendah. Hal tersebut dapat dicapai jika sistem
deteksi dan isolasinya dapat ditingkatkan ke peringkat A. Hal ini berarti merubah sistem deteksi
dan isolasi yang ada sekarang ke bentuk yang otomatis.
Inspeksi bertujuan untuk menurunkan kemungkinan terjadinya suatu resiko dimana
bermanfaat untuk mengendalikan resiko dan meminimalkan biaya untuk mengendalikan biaya
yang dikeluarkan karena resiko yang mungkin terjadi kedepannya. Supaya inspeksi efektif dan
efisien maka inspeksi sebaiknya disusun berdasarkan tingkat resiko peralatan yang ada.
Berdasarkan peringkat resiko yang ditentukan dan juga hasil perhitungan sisa masa pakai
suatu peralatan maka dapat disusun suatu perencanaan inspeksi. Frekuensi suatu inspeksi
dilakukan paling lama tidak boleh melebihi setengah masa sisa pakai dari alat tersebut. Hal ini
dikarenakan bila suatu peralatan telah mencapai setengah masa sisa pakainya, maka alat tersebut
telah membutuhkan perhatian lebih intensif dan analisa lebih jauh untuk memutuskan apakah
peralatan tersebut masih masih dapat digunakan dalam sistem operasi atau tidak.
Efektifitas dari setiap inspeksi yang dilakukan dalam waktu yang telah ditentukan adalah
karakteristik untuk setiap mekanisme kerusakan. Jumlah efektifitas tertinggi akan digunakan
untuk mentukan faktor kerusakan. Jika beberapa inspeksi yang dilakukan dan memiliki nilai
efektifitas yang rendah selama periode waktu yang ditentukan. Metode yang efektif adalah
dengan mengacu pemeriksaan secara visual dan ditambah juga analisa dengan menggunakan
alat ultrasonik untuk mengukur ketebalan pipa.Untuk metode inspeksi yang tergolong efektif
dengan kondisi pipa yang ada dengan pemeriksaan visual, ultrasonic straight beam, eddy
current, flux leakage, radiography dan pengukuran dimensi.
3.3 Analisa Perencanaan inspeksi
Inspeksi bertujuan untuk menurunkan kemungkinan terjadinya suatu resiko dimana
bermanfaat untuk mengendalikan resiko dan meminimalkan biaya untuk mengendalikan biaya
yang dikeluarkan karena resiko yang mungkin terjadi kedepannya. Supaya inspeksi efektif dan
efisien maka inspeksi sebaiknya disusun berdasarkan tingkat resiko peralatan yang ada.
Berdasarkan peringkat resiko yang ditentukan dan juga hasil perhitungan sisa masa pakai
suatu peralatan maka dapat disusun suatu perencanaan inspeksi. Frekuensi suatu inspeksi
dilakukan paling lama tidak boleh melebihi setengah masa sisa pakai dari alat tersebut. Hal ini
dikarenakan bila suatu peralatan telah mencapai setengah masa sisa pakainya, maka alat tersebut
telah membutuhkan perhatian lebih intensif dan analisa lebih jauh untuk memutuskan apakah
peralatan tersebut masih masih dapat digunakan dalam sistem operasi atau tidak.
Efektifitas dari setiap inspeksi yang dilakukan dalam waktu yang telah ditentukan adalah
karakteristik untuk setiap mekanisme kerusakan. Jumlah efektifitas tertinggi akan digunakan
untuk mentukan faktor kerusakan. Jika beberapa inspeksi yang dilakukan dan memiliki nilai
efektifitas yang rendah selama periode waktu yang ditentukan. Metode yang efektif adalah
dengan mengacu pemeriksaan secara visual dan ditambah juga analisa dengan menggunakan

70

ISBN : 978-602-0960-12-8

Science And Engineering Na onal Seminar 1 (SENS 1)- Semarang, 8 Agustus 2015

alat ultrasonik untuk mengukur ketebalan pipa.Untuk metode inspeksi yang tergolong efektif
dengan kondisi pipa yang ada dengan pemeriksaan visual, ultrasonicstraight beam, eddy
current, flux leakage, radiography dan pengukuran dimensi
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa RBI terhadap 4 pipa yang dianalisa maka 4 pipa berada pada posisi
2D dalam matriks 5X5 analisa semi kuantitatif. Status pada 4 pipa adalah status resiko medium
dan perlu mendapatkan perhatian dalam skala coreective maintenance. Metode inspeksi yang
dianjurkan berupa pemeriksaan visual, ultrasonic beam, eddy current, fluk leakage, radiography
dan pengukuran dimensi.
VI. REFERENSI
Referensi mengikuti format American Psychological Association (APA) lihat
selengkapnya di http://www.apastyle.org/
[1] A.P. Teixeiraa, C. Guedes Soaresa, T.A. Nettob, S.F. Estefenb. 2008. Reliability of
Pipelines with Corrosion Defects International Journal of Pressure Vessels and Piping
85 (2008) 228 237.
[2] American Petroleum Institut
second edition, API Publishing Service, Washington (D.C., USA).
[3]
ng Service, Washington (D.C., USA).
[4]
[5]
[6]
[7]

American Petroleum Institute. 2002. API Pub


edition, API Publishing Service, Washington (D.C., USA).
second edition, API Publishing Service, Washington (D.C., USA).
Roberge, P. R. 2000. Handbook of Corrosion Engineering,

ISBN : 978-602-0960-12-8

-Hill, New York.

71

Anda mungkin juga menyukai