dari Islam Between East and West oleh Alija Ali Izetbegovic(19252003), yang pertama kali diterbitkan pada 1984. Manusia tidaklah disesuaikan berdasarkan Darwin, dan alam ini tidaklah disesuaikan berdasarkan Newton. Berjuang untuk kenikmatan dan lari dari penderitaan-dengan kalimat sederhana ini, dua pemikir materialis terhebat, Epicurus di masa lampau dan Holbach di masa modern, mengartikan prinsip dasar kehidupan, tidak hanya bagi kehidupan manusia tapi juga kehidupan hewan. Materialisme selalu menekankan apa yang menjadi persamaan antara hewan dan manusia, sedangkan agama menekankan apa yang membedakan antara hewan dan manusia. Arti dari larangan dalam agama adalah untuk menggaris-bawahi perbedaan ini. Di dalam usahanya untuk memaksakan naluri hewani dari manusia, materialism terkadang memperlihatkan sesuatu yang berlebihan demi membenarkann ide-ide mereka.
Contoh yang baik dari ini adalah kengototan mereka bahwa
hubungan seksual benar-benar bebas di sebagian besar masa pra-sejarah. Setiap wanita adalah kepunyaan pria dan setiap pria adalah kepunyaan wanita. Engels secara terbuka menyatakan bahwa tidak ada bukti gamblang yang menyatakan demikian, tapi dia sendiri tetap berkeras untuk melanjutkan faham ini di bukunya The Origin of The Family Private Property, and The State. Bukanlah bukti sains, namun keputusan ideologis-lah yang menjadi faktor yang menentukan disini. Darwin tidak menjadikan manusia sebagai hewan, tapi dia menjadikan mereka (manusia) sadar akan asal mulanya sebagai hewan. Di luar dari kesadaran ini, pakar yang lain melanjutkan untuk menarik kesimpulan yang mendukung ini, baik dari segi moral ataupun politik dengan pernyataan bahwa komunitas manusia (human society)adalah sekelompok kawanan dalam bentuk yg beradab (civilized form), dan peradaban adalah kebangkitan manusia yang disertai dengan penolakan akan hal-hal yang terlarang, penguasaan atas alam, hidup dengan insting, alih-alih dengan ruh, dan lainnya. Dengan menegakkan persamaan antara hewan dan manusia, evolusi meniadakan perbedaan antara alam dan budaya (nature&culture). Bermula dari titik yang berbeda, agama menegakkan ulang perbedaan ini.Karenanya, dari penciptaan (act of creation), manusia-dan segala budaya yg ada padanya- tidak terbantahkan lagi (inexorably) telah menentang segala perkembangan sejarah manusia.
Perbedaan di antara budaya dan peradaban bermula dari sini.
Ketika Camus menyatakan bahwa Manusia adalah hewan yang menolak untuk menjadi hewan, Whitehead melihat penolakan ini merupakan inti dari perilaku beragama, this great rejection.Agama seolah berkata: lihatlah apa yang hewan lakukan, lakukan sebaliknya; mereka lambat-kamu harus cepat; mereka berkawan-kau harus menjauh; mereka tinggal bersama kawanan-kau harus hidup sendiri; mereka berjuang untuk kenikmatan dan menjauh dari kesengsaraankau harus menampakkan dirimu pada kesulitan. Dengan kata lain, mereka hidup dengan jasad mereka, namun kau harus hidup dengan spiritmu. Penolakan untuk berada di posisi hewan, keinginan negatif yang tidak dapat dijelaskan oleh pengikut darwin dan teori rasional, adalah fakta krusial dari kehidupan manusia di planet ini. Fakta ini bisa merupakan kutukan utk manusia, atau justru keiistimewaannya, tetapi hal ini merupakan ciri unik yang menjadikan seseorang itu sebagai manusia. Realitanya, ada persamaan dan perbedaan antara manusia dan hewan. Kita menemukan persamaan di aspek mekanik, aspek biologis, tapi di sisi lain,sebenarnya tidak sama, karena hewan adalah innocent, tidak berdosa, dan netral secara moral, seperti benda-benda. Manusia tidak pernah demikian. Dari kisah terkenal turunnya Adam dari surga, manusia tidak dapat memilih untuk menjadi hewan yang tidak bersalah. Manusia telah diset bebas dengan tidak ada opsi untuk kembali,setiap solusi yang ditawarkan oleh Freudian
menjadi tidak relevan. Dari momen ini, manusia tidak lagi
menjadi hewan atau manusia; dia hanya bisa menjadi manusia atau bukan manusia. Jika manusia secara sederhana dikatakan sebagai hewan yang paling sempurna, hidupnya akan sederhana dan tanpa misteri. Karena manusia adalah child of heaven dan karena dia diciptakan, dia menjadi makhluk yang tidak sama dengan hewan, dan Euclids harmony menjadi mustahil. Bukan hanya karena kebenaran dasar yang kita yakini, tapi dosa yang kita lakukan juga didasari fakta bahwa kita diciptakan. Berdasarkan hal ini kita mendapati adanya kehormatan manusia, perjuangan moral, tragedi, dilema, ketidak-puasan, kutukan, kekejaman, dan kebencian. Hewan tidak tahu menahu tentang semua itu dan disini terbarin arti sebenarnya dari momen ini. Pertanyaan mengenai penciptaan sesungguhnya adalah pertanyaan mengenai kebebasan manusia. Jika seseorang menerima konsep bahwa manusia tidak memiliki kebebasan, bahwa setiap perbuatannya sudah ditenntukaan (predetermined)-baik itu karena faktor internal dan eksternal di dlm dirinya- seseorang mungkin akan memandang bahwa Tuhan tidak diperlukan untuk menjelaskan dan memahami dunia. Tetapi, jika seseorang memberikan manusia kebebasan, jika seseorang memandang ia bertanggungjawab, seseorang akan mengakui eksistensi Tuhan, secara terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi. Hanya Tuhan yang mampu menciptakan makhluk yang bebas, dan
kebebasan hanya akan terjadi karena aksi penciptaan (the
act of creation). Kebebasan bukanlah hasil dari produk evolusi. Kebebasan dan produk adalah dua ide yang berbeda. Tuhan tidak memproduksi atau membangun. Tuhan mencipta. Kita menyebut hal yang sama kepada paras seminan, karena semin yang membangun tidak menciptakan kepribadian tapi ia membuat gambaran dari manusia (poster of a man). Kepribadian tidak bisa dibangun. Aku tidak tahu bagaimana arti sebuah gambar tanpa Tuhan. Mungkin,cepat atau lambat, di sepanjang abad ini atau setelah jutaan tahun peradaban yang berkelanjutan, manusia akan sukses dalam mengkonstruksi imitasi dari dirinya, sejenis robot atau monster, sesuatu yang serupa dengan penciptanya. Monster yang terlihat seperti manusia ini mungkin memiliki rupa yang sama dengan manusia, tapi satu yang pasti: monster ini tidak memiliki kebebasan, dia hanya akan mampu untuk melakukan apa yang telah diprogramkan. Pada yang demikian ini nampak kesempurnaan ciptaan Tuhan yang tidak dapaat terulaangi dan tak ada bandingannya dengan apapun yang terjadi sebelum atau setelah kosmos. Di dalam satu kekekalan, sebuah free being mulai eksis. Tanpa sentuhan ilahi, hasil dari evolusi tidaklah berbentuk manusia, tetapi hewan yang lebih berkembang, hewan super, makhluk dengan tubuh manusia dan kecerdasannya namun tanpa hati dan kepribadian. Kecerdasan tanpa moral/hati mungkin akan lebih efisien, namun di waktu yang sama, akan lebih kasar. Beberapa orang membayangan tipe makhluk seperti ini datang dari planet yang jauh; beberapa melihat ini sebagai
produk dari peradaban di dalam perkembangan yang sangata
tinggi. Ada makhluk di dalam buku Goethe, Faust, tapi ia adalah quasi-man (a homonculus). Perlu dicatat bahwa tidak sama antara makhluk yang berbeda nan kasar, homunculus, dan kriminal yang jahat. Manusia dapat memilih untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan etika moral, tapi ia tidak bisa seperti monster yang keluar dari lingkaran moral dan berada di tengahnya, antara kebaikan dan keburukan. Pengalaman moral menunjukkan kecenderungan yang lebih besar dari manusia untuk melakukan dosa daripada berusaha untuk melakukan kebaikan. Kemampuannya untuk tenggelam dalam dosa cenderung lebih besar daripada melonjaknya ia ke bukit kebajikan. Kepribadian negatif cenderung lebih besar daripada positif, dan penulis puisi yang menggambarkan karakter negatif lebih unggul daripada yang menggambarkan kepahlawanan. Bagaimanapun, manusia akan selalu baik atau buruk, namun tak akan pernahinnocent, dan bisa jadi ini merupakan arti sesungguhnya dari kisah bible tentang turunnya Adam, the original sin. Dari momen pengusiran Adam dari surga, Adam tidak dapat melepaskan dirinya dari kebebasan, juga tak bisa lepas dari peristiwa ini, untuk menjadi hewan atau malaikat yang suci (tak bersalah). Dia harus memilih, menggunakan kebebasannya, menjadi benar/salah; dengan kata lain, menjadi manusia. Kemampuan untuk memilih ini, apapun hasilnya, adalah bentuk tertinggi dari eksistensi yang ada di alam semesta.
Manusia mempunyai soul (jiwa), namun psikologi bukanlah
ilmu tentangnya. Tidak ada yang namanya ilmu/pengetahuan/sains tentang jiwa. Psikologi membahas (deal with) tentang beberapa bentuk kehidupan batin. Inilah mengapa mungkin untuk berbicara tentang psychopsychology, psychometry, pysco-hygiene, dan the physics of the psyche. Psikologi kuantitatif membenarkan tesis dari outer, mechanical, dan kuantitatif, yang merupakan alam berpikir dan perasaan yang bebas dari jiwa (soulless). Psikologi hewan dan manusia mungkin dapat menyokong satu sama lain, karena psikologi tidak ada hubungannya dengan jiwa dengan manifestasi psikologisnya. John Watson menulis: Psikologi manusia, sebagaimana dipahami oleh behaviorism, harus dibangun berdasakan contoh objektif dan eksperimen mengenai psikologi hewan, mengadopsi caranya untuk meneliti, metodenya, dan tujuannya. Dengan demikian, tidak ada dua tipe psikologi (manusia dan hewan), yang terpisah satu dengan lainnya, tidak mengenal satu sama lain; mempunyai objek berbeda secara dasar, metode, dan tujuan; tapi hanya satu psikologi yang mengambil tempat di dalam natural science. Ucapan ini tidak membutuhkan komentar. Jika kita menggunakan istilah Islam, kita dapat mengatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang nafs bukan tentang ruh,yaitu ilmu tentang hal-hal biologis, bukan hal-hal pribadi. Ada tiga lingkaran (mekanis, biologis, dan personal) yang berhubungan/sesuai dengan tiga derajat realitas (matter, life, and personal). Cara berpikir seperti ini membawa pada aplikasi metode sains, yang selalu diartikan
dengan hubungan sebab akibat yang absolut, ini berarti
penolakan kebebasan yang merupakan inti dari jiwa. Percobaan kita untuk mempelajari kejiwaan di psikologi membawa kita tentu saja pada penolakan (negasi) dari subjek studi. Tidak ada jalan keluar dari lingkaran ini. Persamaan dan persaudaran manusia hanya mungkin jika manusia diciptakan oleh Tuhan. Persamaan manusia adalah perkara spiritual, bukan fakta natural, physical, ataupun intelektual. Ini eksis sebagai kualitas moral seorang manusia, sebagai martabat manusia, dan nilai yang setara dari kepribadian manusia. Sebaliknya, sebagai makhluk sosial yang berpikir; sebagai anggota dari grup, kelas, dan politik, serta negara; manusia selalu tidak setara. Jika nilai spiritual manusia tidak diakui-karakter relijius-, dasar dari kesetaraan manusia akan hilang. Kesetaraan. Kemudian, hanya menjadi frasa tanpa dasar dan konten, lalu akan hilang, berhadapan dengan fakta ketidak setaraan manusia atau dengan keinginan alamiah manusia untuk berkuasa dan ditaati. Semakin pendekatan relijius dihilangkan, ruang kosong itu akan diisi oleh bentuk lain dari ketidak-setaraan-racial, nasional, sosial, atau politik. Martabat manusia tidak dapat dicari/ditemukan dengan biologi, psikologi, atau sains lainnya. Martabat manusia adalah permasalahan spiritual.Setelah pengamatan objektif, mudah bagi sains untuk membenarkan ketidaksetraan dari manusia, dan karenanya, scientific racism menjadi mungkin dan bahkan logis.
Kemanusiaan bukanlah kemurahan hati, memaafkan, dan
toleransi, meskipun hal ini mrupakan hasil dari itu. Kemanusiaan merupakan pengesahan/penguatan dari manusia dan kebebasannya, disebut, nilai dia sebagai manusia. Segala sesuatu yang merendahkan kepribadian manusia, yang membawa dia rendah seperti sebuah benda, adalah tidak manusiawi. Contohnya, manusiawi untuk menyatakan bahwa manusia bertanggung jawab atas apa yang ia perbuat dan menghukum mereka. Tidak manusiawi untuk meminta mereka menyesal, mengubah pikirannya, agar diampuni. Lebih manusiawi untuk menuntut manusia atas keyakinannya ketimbang memaksanya untuk meninggalkan kepercayaannya, memberikannya kesempatan yang disebut, taking into consideration his sincere attitude. Jadi, ada hukuman yang manusiawi, dan pengampunan yang paling tidak manusiawi. Jaksa pengadilan mengklaim mereka membakar jasad untuk menyelamatkan jiwa. Jaksa modern melakukan yang sebaliknya: mereka membakar jiwa sebagai kompensasi atas jasad. Menurunkan derajat manusia menjadi fungsi dari produsen dan konsumen, bahkan jika setiap manusia memberikan tempatnya di produksi dan konsumsi, tidak menandakan kemanusiawian tapi ketidakmanusiawaian. Demikian pula tidak manusiawi untuk menuntut manusia menjadi warga yang benar dan disiplin.
Pendidikan juga bisa jadi tidak manusiawi: Jika pendidikan itu
satu arah, diarahkan, dan dalam bentuk pendoktrinan; jika pendidikan tidak mengajarkan seseorang agar berpikir independen, jika hanya memberikan jawaban yang sudah disediakan; jika menciptakan seseorang hanya untuk fungsi yang berbeda, tidak dengan melebarkan horizon dan kebebasannya. Setiap manipulasi dari manusia, meskipun dilakukan karena kepentingan mereka, adalah tidak manusiawi. Membebaskan mereka dari tanggung jawab dan kewajiban juga tidak manusiawi. Saat Tuhan memberikan manusia kemampuan untuk memilih dan mengancamnya dengan sejumlah hukuman, Ia menetapkan dengan cara yang tertinggi nilai manusia sebagai seorang manusia. Kita harus mengikuti contoh yang telah ditetapkan Tuhan: kita biarkan manusia untuk berjuang untuk dirinya, daripada kita melakukannya untuknya. Tanpa agama dan konsep manusia sebagai jiwa yang selalu berjuang, seperti dinyatakan di prologue in heaven, tidak ada keyakinan yang otentik yang menyatakan manusia sebagai nilai tertinggi. Tanpanya, tidak ada keyakinan bahwa manusia mungkin menjadi manusia dan manusia sebenarnya eksis. Kemanusiaan atheistik adalah sebuah kontradiksi karena jika tidak ada Tuhan, maka tidak pula ada manusia. Jika tidak ada manusia, kemanusiaan hanyalah sebuah frasa tanpa makna. Seseorang yang tidak mengaakui penciptaan manusia tidak akan mengerti arti sebenarnya dari
kemanusiaan. Karena dia telah menghilangkan standard
dasarnya, dia akan selalu merendahkan kemanusian ke derajat memproduksi kebaikan dan distribusi mereka berdasarkan kebutuhan. Untuk menyakinkan bahwa setiap orang tersuapi tentu saja merupakan konsern yang besar, tapi berkaca dari komunitas kita yang saat ini makmur, kita tidak dapat meyakini bahwa dengan cara ini kita akan mendapatkan dunia yang lebih baik dan manusiawi. Aakan menjadi lebih tidak manusiawi jika ide dari beberapa orang tentang general levelling, uniformity, dan depersonification direalisasikan. Di dunia yang seperti ini, seperti digambarkan oleh Aldous Huxley dalam Brave New World, tidak akan ada problem sosial. Dan keserasian, stabilitas akan tersebar dimana-mana. Meskipun demikian, setiap kita secara sadar menolak visi ini sebagai contoh dari ketidak manusiawian secara umum. Manusia adalah hasil dari lingkungannya-postulat dasar dari materialism yang menjadi titik tolak dari manusia yang tidak manusiawi, yang di masa kita mencapai titik terdahsyat di zaman Nazi dan Stalin. Teori menarik yang lain tentang prioritas sosial dari individual, tentang keharusan manusia untuk melayani sosial, termasuk kesini pula. Manusia tidak harus melayani setiap orang; dia tidak boleh menjadi alat. Segala sesuatu harus melayani manusia, dan manusia harus melayani Tuhan semata. Ini adalah arti sebenarnya dari kemanusiaan.