Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sampai saat ini manusia dan memahami dirinya adalah satu-satunya makhluk
beradab dalam dunia yang luas dan kosong ini. Ini adalah suatu pengertian yang
membangkitkan perasaan kagum. Namun demikian, kalau saja jagat raya ini
ternyata penuh terisi dengan bentuk-bentuk kehidupan yang berada diluar yang
dibayangkan manusia juga membangkitkan perasaan yang sama. Bagi manusia
modern yang hidup diplanet bumi sendiri, kehadirannya yang begitu tiba-tiba
dibandingkan usia bumi dan kemunculan makhluk pertama,merupakan kenyataan
yang menajubkan.
Asal usul manusia dikaitkan dengan keberadaan alam semesta merupakan topic
yang menarik. Berlandaskan adanya persamaan bentuk morfologis dan fisiologis
(dan alasan yang bersifat idiologis) pada abad ke-19 tumbuh suatu pemahaman
tentang asal usul manusia yang dikaitkan dengan primata diatur secara berjejer
yang menunjukan batas-batas berbagai penghunian. Semua penemuan ini
menunjukan adanya kemampuan untuk berpikir dan merenung.
Manusia dan alam semesta telah diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Bagaimanapun proses penciptaan manusia adalah bagian integral dari alam
semesta. Manusia hidup, tumbuh, dan berkembang dalam lingkungan alam dan
social-budaya. Oleh karena itu, manusia harus mempunyai etika dalam berprilaku
terhadap lingkungannya dengan cara tidak mengeksplorasi berlebihan terhadap
lingkungan.
Lingkungan menjadi suatu media dimana makhluk hidup tinggal, mencari
pemenuhan kehidupannya dan memiliki karakter serta fungsi khas yang mana
terkait secara timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya,
terutama manusia yang memiliki peranan yang lebih kompleks dan riil.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah hakikat keberadaan alam semesta dan tujuan manusia hidup di dunia?
1.2.2 Bagaimana hakikat kecerdasan dan kesadaran diri manusia?

1
1.2.3 Bagaimana kesalingtergantungan umat manusia dan alam semesta?
1.2.4 Apa keterkaitan antara perilaku etis dengan tingkat kesadaran spiritual?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui hakikat keberadaan alam semesta dan tujuan manusia hidup di
dunia
1.3.2 Mengetahui hakikat kecerdasan dan kesadaran diri manusia
1.3.3 Mengetahui kesalingtergantungan umat manusia dan alam semesta
1.3.4 Mengetahui keterkaitan antara perilaku etis dengan tingkat kesadaran
spiritual

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Keberadaan Alam Semesta dan Manusia


Hakikat Kebenaran
Menurut E. F. Schumacher dalam Sukrisna Agoes (2011) ada empat kebenaran
besar, yakni sebagai berikut.
1. Kebenaran (hakikat) tentang eksistensi (dunia/alam semesta), yaitu kebenaran
tentang adanya empat tingkat eksistensi dunia yakni benda, hewan, tumbuh-
tumbuhan dan manusia. Yang membedakan keempatnya adalah unsur
kesadaran yang dimiliki oleh keempat kelompok eksistensi tersebut.
2. Kebenaran tentang alat, maksudnya ketepatan penggunaan alat (tools) yang
dipakai untuk memahami keempat eksistensi tersebut. Ketepatan tersebut
dinamakan sebagai asas adaequatio.
3. Kebenaran tentang cara belajar tentang dunia, yaitu kebenaran yang
menyangkut dunia yang berbeda untuk empat bidang pengetahuan: (1) saya-
batin, (2) saya-lahirian, (3) dunia-batin, dan (4) dunia-lahiriah/material.
4. Kebenaran tentang hidup, yakni hidup selalu memiliki masalah. Dalam
kebenaran ini, dijumpai dua jenis masalah, yaitu: (1) masalah konvergen
(berititik temu) yakni sesuatu yang dapat dipecahkan secara menyeluruh, dan
(2) masalah divergen (bertitik pisah) yakni sesuatu yang selalu berlawanan.
Kedua masalah tersebut tidak dapat dipecahkan dengan penyelesaian yang
sama.

Hakikat Eksistensi
Hakikat eksistensi mengacu pada adannya kecenderungan yang disodorkan
oleh saintisme modern. Schumacher membagi tingkatan tingkatan eksistensi alam
semesta sebagai berikut:
Benda P
Tumbuhan P+X
Hewan P+X+Y

3
Manusia P+X+Y+Z
Berdasarkan urutan ini, manusia berada pada tingkat keempat, yaitu yang
tertinggi dan paling kompleks. Manusia selalu dianggap memiliki derajat lebih
tinggi daripada hewan. Namun, apakah tindakan keji dan sadis yang dilakukan
manusia terhadap hewan dapat diterima dalam masyarakat? Tidak.
Secara rasional, tidak salah bagi manusia untuk membunuh hewan. Namun ada
sisi spiritual manusia yang menganggap perbuatan membunuh itu kejam, meskipun
dilakukan kepada hewan.Oleh karena itulah, dapat disimpulkan bahwa hakikat
keberadaan alam semesta tidak hanya terbatas pada suatu hal yang bersifat fisik
saja.

Hakikat Manusia
Terdapat kecenderungan peneliti dan para ahli untuk mengartikan hakikat
manusia secara sepotong-potong. Contohnya Karl Marx mengatakan bahwa hakikat
riil manusia adalah keseluruhan hubungan sosial dengan menolak adanya Tuhan
dan menganggap bahwa tiap pribadi adalah produk dari tahapan ekonomis tertentu
dari masyarakat manusia tempat manusia itu hidup.
Hal ini juga dapat diamati jika kita mengamati perkembangan dan aliran dalam
aliran psikologi manusia. McDavid dan Harari mengemukakan empat teori
psikologi tentang manusia sebagai berikut:
a. Psikoanalisis, melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh
keinginan-keinginan terpendam (homo Volensi)
b. Behaviourisme, menganggap manusia sebagai makhluk yang digerakkan
semuanya oleh lingkungan. Teori ini menganggap bahwa manusia sebagai
mesin (homo Mechanicus) lahir bagaikan sebuah kertas putih. Ia akan belajar
dari lingkungan sebagai pembentuknya menjadi seorang individu.
c. Kognitif, menganggap manusia sebagai makhluk yang berfikir aktif dalam
mengorganisasikan dan mengolah segala informasi dan stimulasi yang
diterimanya (homo sapiens). Artinya, manusia ada karena berfikir bukan hanya
pasif terbentuk dari lingkungan.
d. Humanisme, melukiskan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan
strategi transaksional dengan lingkungannya (Homo Iudens). Disini

4
diperkenalkan konsep I – Thou relationship. Artinya menunjukkan pentingnya
hubungan seorang dengan orang lain sebagai pribadi dengan pribadi sesama
manusia.
Untuk mengerti manusia secara utuh, kita perlu mengetahui lapisan-lapisan pada
manusia sebagai berikut.
a. Lapisan fisik (materi), manusia memiliki tubuh (bentuk fisik) sama seperti
benda mati, tumbuhan maupun hewan.
b. Badan Eterik merupakan lapisan/unsur hidup yang memungkinkan siklus hidup
(lahir, tumbuh, tua dan mati). Memungkinkan kita merasa lapar haus dan
mengantuk, sakit juga sehat.
c. Badan astral merupakan lapisan yang memungkinkan suatu memiliki nafsu
(passion), keinginan (desire) serta perasaan senang atau sedih.
d. Lapisan ego memungkinkan timbulnya kesadaran “aku”. Yaitu pandangan
egoisme dan mau enaknya sendiri.
e. Lapisan manas, yakni lapisan yang baru terbentuk sebagian tidak seperti empat
lapisan sebelumnya.
f. Lapisan buddhi, berupa potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut.
g. Lapisan atma merupakan lapisan paling halus (roh) yang dapat berkembang
lebih lanjut.
Manusia adalah bagian dari keberadaan alam semesta. Segala sesuatu yang ada
di alam semesta (makrokosmos) juga ada di alam manusia (mikrokosmos). Oleh
karena itu, alam semesta dan alam manusia sebenarnya sama sama mempunyai tiga
lapisan keberadaan, yaitu : fisik (body), energi pikiran (mind), dan kesadaran murni
(roh, soul, spirit).

2.2 Hakikat Kecerdasan dan Kesadaran Diri Manusia


Hakikat Otak
Otak merupakan struktur yang rumit dan sangat kompleks. Ia memungkinkan
kita sebagai manusia untuk dapat melakukan berbagai kegiatan yang kompleks
seperti belajar berbagai hal dan kemampuan. Kemampuan untuk
mempelajari Advanced skill ini hanya dimiliki oleh manusia. Contoh, ilmuan

5
menemukan handphone, listrik, dan lain lain. Hewan seperti babi atau anjing tidak
akan mampu melakukannya.
Dalam pengembangannya, otak sering dibagi menjadi otak kanan dan kiri.
Pada awalnya, ilmuan hanya mengetahui tentang IQ saja, namun seiring dengan
penelitian lebih lanjut, peneliti mengetahui bahwa ada berbagai macam kecerdasan.
Contohnya, kecerdasan matematis, linguistis, kinestetis, dan lain lain.
Kemudian, Gardner dalam Agoes (2011: 10) menambahkan teori tentang tiga
potensi kecerdasan yaitu naturalis, spiritual, dan existential intelligence. Zohar dan
Marshall melihat fungsi otak menjadi 3 cara berpikir, yaitu: proses berfikir seri
(Intellectual Quotient / IQ), berfikit asosiatif (Emotional Quotient / EQ), dan
berfikir konvergen (Spiritual Quotient / SQ)
Kajian dan implementasi etika melibatkan ketiga kecerdasan secara terpadu,
yaitu IQ, EQ dan SQ. Etika merupakan cabang ilmu yang membahas tentang
perilaku manusia, mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik dalam konteks
hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, dan
manusia dengan alam. Banyak yang keliru menafsirkan bahwa etika hanya
menyentuh aspek hubungan manusia dengan manusia lainnya melalui proses
penalaran (logika, IQ) saja. Padahal dalam kajian etika, di samping mencari konsep,
teori dan penjelasan logis tentang apa yang baik dan tidak baik menyangkut
perilaku manusia, hendaknya hasil pemahaman tersebut juga dapat dimanfaatkan
untuk melakukan proses transformasi diri menuju tingkat tingkat kematangan emosi
dan kesadaran diri yang lebih tinggi.

Hakikat Pikiran (Mind) dan Kesadaran (Consciousness)

Drever dalam Sudibyo (2001) memberikan batasan mengenai pikiran (mind)


atau mental sebagai keseluruhan sruktur dalam proses – proses kejiwaan – baik
yang disadari maupun tidk disadari – yang merupakan bagian dari psyche yang
terorginisir. Jalaludin Rakhmat (2001) melihat proses berpikir sebagai komunikasi
intrapersonal yang meliputi: sensasi, perpsepsi, memori, dan berpikir.
Sensasi merupakan alat pengindraan melalui pancaindra yang menghubungkan
organisme (manusia) dengan lingkungan. Persepsi adalah proses pemberian makna
pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Memori adalah

6
proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali. Berfikir adalah
mengolah informasi dan memanipulasi informasi untuk memenuhi kebutuhan atau
kebutuhan respon.
Lapisan sadar berhubungan dengan dunia luar dalam wujud sensasi dan
berbagai pengalaman yang didasari setiap saat. Lapisan prasadar sering disebut
memori (ingatan) yang tersedia menyangkut pengalaman – pengalaman yang tidak
disadari pada saat pengalaman tersebut terjadi, dengan mudah dapat muncul
kembali menjadi kesadaran secara spontan atau dengan sedikit usaha. Lapisan tidak
sadar yang merupakan lapisan yang paling dalam dari pikaran manusia, menyimpan
semua dorongan insting primitif serta emosi dan memori yang mngancam pikiran
sadar yang telah sedemikian ditekan, atau secara tidak disadari telah didorong ke
dalam lapisan yang paling dalam pada pikiran manusia.
Menurut Khrisna kesadaran manusia terbagi menjadi lima tingkat / lapisan
yaitu:
1. Lapisan kesadaran fisik, yang ditentukan oleh makanan
2. Lapisan kesadaran psikis, yang didasarkan atas energi dari udara yang
disalurkan melalui pernapasan
3. Lapisan kesadaran pikiran, yang merupakan kesadaran pikiran rasional dan
emosional. Bila pikiran kacau atau dalam keadaan marah, maka napas akan lebih
cepat. Dan sebalikanya jika pikiran tenang maka napas kita juga tenang , karena
seluruh kepribadian kita ditentukan oleh pikiran
4. Lapisan intelegensia (bukan Intelek ), menyangkut kesadaran hati nurani atau
budi pekerti. Lapisan ini yang menyebabkan manusia menjadi bijak
5. Lapisan kesadaran murni (kesadaran transendental), merupakan hasil akhir
pemekaran kepribadian manusia, yang merupakan tingkat kesadaran tertinggi
yang dapat dicapai oleh manusia.
Manusia telah memiliki kesadaran mental atau emosional yang telah berkembang,
sementara hewan belum mencapai tingkat atau lapisan kesadaran ini.

7
2.3 Kesalingtergantungan Umat Manusia dan Alam Semesta
Tujuan dan Makna Kehidupan
Siapapun pasti sependapat dan tidak ada yang membantah bahwa tujuan hidup
umat manusia adalah untuk memeperoleh kebahagiaan. Namun dalam kehidupan
sehari – hari yang dipenuhi oleh filsafat materialisme, makin banyak orang yang
merasa tidak bahagia.
Tidak mudah mengukur tingkat kesadaran yang dimiliki seseorang
berdasarkan ukuran objektif atau pendekatan ilmiah yang biasa digunakan oleh
ilmu pengetahuan pada umumnya. Kematangan diri hanya dapat dirasakan secara
subjektif oleh yang bersangkutan melalui refleksi diri. Empat tinggkat kesadaran
berdasarkan pengamalan dan pemahaman akan hakikat kehidupan sebagai berikut:
1. jalan syariah yaitu tahap dimana seseorang secara taat asas mengikuti hukum –
hukum moral dalam kehidupan sehari – hari;
2. jalan tariqoh yaitu tahap dimana seseorang mencoba mencari kebenaran
melalui jalan tanpa rambu;
3. jalan haqiqah yaitu tahap dimana seseorang telah memahami makna terdalam
dari praktik syariah dan thariqah;
4. jalan ma’rifah yaitu tahap dimana seseorang telah mempunyai kearifan dan
pengetahuan terdalam tentang kebenaran spiritual.

Alam Semesta sebagai Satu Kesatuan Sistem


Alam semesta beserta seluruh isinya sebenarnya merupakan satu kesatuan
sistem. Pengertian sistem menurut kamus bahasa indonesia karangan
Poerwadarminta (1976) yaitu:
- sekelompok bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja bersama untuk
melakukan suatu maksud, misalnya urat syaraf dalam tubuh;
- sekelompok pendapat, peristiwa, kepercayaan, dan sebagainya yang disusun
dan diatur baik – baik, misalnya filafat; dan
- cara (metode) yang teratur untuk melakukan sesuatu, misalnya pengajaran
bahasa.
Jogiyanto (1988) menyebutkan bahwa setiap sistem mempunyai karakteristik
sebagai berikut:

8
- mempunyai komponen – komponen (components/subsystems);
- ada batas suatu sistem (boundaries);
- ada lingkungan luar sistem (environment);
- ada penghubung (interface);
- ada masukan (input), proses (process) dan keluaran (output); dan
- ada sasaran (objectives) atau tujuan (goal).
Inti dari pemahaman konsep sistem adalah bahwa setiap elemen (bagian, unsur,
subsistem) saling bekerja sama, saling mendukung, saling memerlukan, dan saling
memengaruhi satu dengan lainnya dalam kerangka mencapai tujuan sistem secara
keseluruhan.

2.4 Keterkaitan antara Perilaku Etis dengan Tingkat Kesadaran Spiritual

Kajian etika erat kaitannya dengan pengembangan karakter. Pemahaman


tentang etika yang terpisah dari spiritualitas ini sangat keliru. Sejatinya, setiap
manusia harus menyadari bahwa kesempatan hidup di dunia ini hendaknya
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mencapai tingkat kesadaran Tuhan.

Namun, pengembangan karakter harus dilakukan memlaui pengembangan


keempat kecerdasan manusia- PQ, IQ, EQ, dan SQ- secara seimbang dan utuh,
sedangkan spiritualitas (prilaku bersifat vertical) berkaitan antara hubungan
manusia dengan Tuhan. Banyak pakar etika yang membedakan antara etika dan
spiritual, menurut mereka spiritualitas bukan merupakan bidang kajian etika.

Contoh Analisa Kasus berkaitan dengan Manusia dan Alam Semesta

Manusia dan alam semesta hidup saling berdampingan. Satu dengan yang lainnya
saling membutuhkan. Air sebagai salah satu hasil bumi yang melimpah ruah menjadi
kebutuhan bagi penyokong kehidupan manusia sebagai pelaku utama kehidupan.

Air dapat diperoleh dari banyak sumber tempat, salah satunya sungai. Namun,
perilaku buruk manusia terhadap alam menjadikan air yang semula akrab sebagai
kebutuhan justru dapat berbalik menjadi bencana bagi manusia itu sendiri. Contoh

9
terdekatnya adalah bencana banjir. Banjir merupakan salah satu bencana alam yang
sudah tidak asing lagi ditengah pembicaraan masyarakat Indonesia apalagi ibukota
Jakarta. Bencana alam tersebut sudah sering sekali melanda daerah-daerah yang ada di
Indonesia terutama ketika musim hujan mulai datang. Dampaknya masyarakat
mengalami kerugian besar secara material, psikologis dan juga kesehatan.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya bencana banjir, seperti


curah hujan yang tinggi, adanya pendangkalan sungai, peningkatan jumlah penduduk
secara drastis, hingga akibat dari ulah atau perilaku buruk manusia. Perilaku manusia
yang seharusnya bersahabat dengan alam justru kerap kali sebaliknya. Manusia
dilahirkan dengan akal sehat dan tingkat kesadaran yang tinggi. Contoh perilaku
manusia yang berlawanan dengan etika terutama dalam menjaga lingkungan adalah
penebangan hutan secara liar dan kebiasaan membuang sampah sembarangan. Sudah
bukan rahasia umum lagi bahwa penyebab dari banjir ada terjadinya penebangan hutan
atau yang sering disebut dengan pembalakan liar. Hutan sendiri berfungsi sangat
penting bagi kehidupan manusia dan makhluk lainnya, yakni sebagai daerah resapan air,
serta menyimpan air lalu mengalirkannya kepada manusia dengan melalui bentuk air
dari tanah. Bila hutan terus-menerus ditebangi secara liar, maka berpotensi
menimbulkan banjir di kawasan tersebut. Banjir dengan skala yang besar akan
memungkinkan terjadinya tanah longsor. Selain itu, kebiasaan masyarakat membuang
sampah sembarangan juga menjadi faktor penyebab terjadinya bencana banjir.Sungai-
sungai, selokan maupun parit yang dipenuhi dengan sampah tidak akan mampu
menampung jumlah volume air yang banyak. Akibatnya, sampah yang menumpuk
meluap ke atas permukaan, menjadi sarang bagi hewan-hewan kotor yang dapat
menimbulkan berbagai jenis penyakit bagi masyarakat yang tinggal disekitar kawasan
tersebut.

10
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Manusia dan alam semesta merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Karena memiliki kenggulan dalam sistem kesadaran maka alam semesta menjadi
sebuah obyek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tinjauan ilmiah
tentang alam mendekatkan manusia kepada tata laku penciptanya. Pengetahuan
mengenai alam akan menambah kekuatan manusia mengatasi alam dan
memberinya pandangan total tak terhingga yang telah dicari oleh filsafat tetapi tak
didapat.

Penglihatan terhadap hakikat alam tanpa kekuatan untuk memakmurkan akan


dapat memberikan penigkatan moral tetapi tidak akan dapat memberikan
kebudayaan yang abadi. Sebaliknya, kekuatan tanpa penglihatan cenderung untuk
menjadi destruktif dan tak perikemanusiaan. Keduany harus digabungkan agar
supaya perluasan rohaniah kemanusiaan dapat terlaksana.

Kemajuan pengetahuan terhadap alam dan teknologi-teknologi yang


diterapkannya menempatkan alam dalam posisi sebagai sumber kehidupan yang
tiada batasnya. Maka wajarlah jika semakin dalam kehidupan pengetahuan samkin
terasa hubungan saling ketergantungan antara manusia dan alam semesta ini.
Manusia tunduk di bawah hukum-hukum alam fisik dan tak mampu mengubahnya,
akan tetapi mampu mengatasinya. Ia dapat mengambil jarak sekaligus menjadi
bagian dari alam.

Namun keharmonisan tidak senantiasa menghiasi hubungan manusia dengan


alam semesta. Pada suatu saat, tatkala kehidupannya masih sangat sederhana,
insting-insting manusia berjalan bersesuaian dengan sifat-sifat hukum alam.
Manusia hidup di gua-gua, berburu dengan kapak dan panah batu serta memakan
makanan yang alamiah. Tetapi perkembangan pengetahuan manusia dalam
merespons berbagai kesulitan yang terkait dengan penyusaian diri dengan alam
pada akhirnya membuahkan kreasi-kreasi yang mengungguli sifat-sifat alam.

11
Eksploitasi terhadap alam merusak keseimbangan hubungan yang telah berlangsung
bermilyar-milyar tahun. Krisis global lingkungan mengganggu hubungan antara
manusia dan alam pada saat ini.

3.2 Saran

Manusia sebagai makhluk hidup yang paling baik dan sempurna dibandingan
makhluk hidup ciptaan lainnya memiliki peran dan tanggung jawab dalam
mengelola, menjaga serta melestarikan kemakmuran alam semesta. Manusia wajib
memperlakukan lingkungan dengan sangat baik, sehingga alam pun akan mampu
memberikan hasilnya yang terbaik dari dalam bumi. Perilaku manusia yang tidak
baik dan melanggar etika terutama terhadap alam sebaiknya memiliki sanksi yang
jelas dna tegas. Bagaimanapun, manusia akan terus selamanya hidup berdampingan
dengan alam tempat ia tinggal dan tempat sumber dari segala pemenuhan
kebutuhannya.

12

Anda mungkin juga menyukai