Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ade Indriani Siagian

NIM : 210120200514

Manajemen Krisis PT Alpen Food Industry (AFI)


Ada banyak merek es krim yang dijual di Indonesia, salah satunya adalah Aice. Sejak
awal masuk ke Indonesia, es krim Aice dikenal dengan cepat dan dapat laku dalam jumlah
banyak karena harganya yang sangat terjangkau dan rasanya yang manis. Hanya saja,
perlakuan perusahaan es krim ini terhadap buruh-buruhnya tidak semanis es krimnya.

Es krim Aice diproduksi oleh PT Alpen Food Industry (AFI). Perusahaan ini mulai
beroperasi di Indonesia sejak tahun 2014, berlisensi dan berkantor pusat di Singapura. PT
AFI juga telah mendapat sertifikat halal dan jaminan halal dengan predikat A (sangat baik)
dari LPPOM MUI sekaligus memenangkan Halal Award pada tahun 2017
(https://www.aice.co.id/, diakses pada 17 September 2021).

Di tahun yang sama, PT AFI (Aice) diterpa krisis yang sangat mencuri perhatian
publik. Buruh pabrik es krim Aice melakukan mogok kerja dan menggaungkan boiket Aice.
Isu yang muncul adalah eksploitasi buruh. Banyak buruh PT AFI yang mengaku tidak
mendapat upah sesuai UMR, kesulitan dalam mekanisme pengambilan cuti atau izin, dipaksa
bekerja walaupun dalam kondisi hamil, mendapat cek kosong untuk bonus, standar keamanan
kerja yang buruk dan beberapa perlakuan lainnya yang tidak sesuai dengan aturan hukum
yang berlaku di Indonesia.

Berdasarkan konsep manajemen krisis, isu ini termasuk ke dalam isu internal (Griffin,
2014). Hal ini disebabkan isu atau permasalahan yang muncul berawal dari tata kelola
perusahaan yang kurang baik terutama dalam bidang sumber daya manusia. Oleh karena itu,
isu internal menjadi isu yang paling sulit untuk dikelola risikonya karena melibatkan
perilaku, kinerja, nilai bahkan tujuan perusahaan.

Menanggapi isu-isu tersebut, PT AFI berusaha melakukan perundingan dengan SGBBI


(Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia) sebanyak dua kali pada bulan Oktober 2017. Hanya
saja perundingan tersebut gagal dan tidak memeroleh hasil. Alhasil, permasalahan semakin
meruncing dan berujung pada aksi demonstasi oleh lebih dari 600 orang buruh PT AFI.
Mencuatnya isu-isu negatif ini membuat citra produk Aice menjadi buruk. Padahal,
citra produk adalah aspek yang memengaruhi konsumen dalam melakukan keputusan
pembelian (Melias dkk, 2017). Konsumen memiliki kecenderungan untuk mengonsumsi
produk dengan citra yang baik. Citra produk menjadi salah satu tolak ukur dalam
membandingkan produk yang satu dengan yang lainnya, termasuk dengan ekspektasi
konsumen sehingga minat membeli dapat muncul. Banyak aktivis-aktivis yang ikut serta
mendorong masyarakat untuk tidak mengonsumsi es krim Aice dan menolak PT AFI sebagai
sponsor Asian Games yang hendak diselenggarakan pada tahun 2018. Tidak hanya itu,
media-media ikut serta mendorong naiknya isu ini agar segera diselesaikan oleh perusahaan
dengan campur tangan pemerintah.

Kondisi tersebut berpeluang membuat perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan


jika tidak segera diatasi. Untuk menghadapi krisis tersebut, Humas (hubungan masyarakat)
PT Alpen Food Industry, Sylvana Zhong Xin Yun mencoba melakukan beberapa hal. Sylvana
melakukan bantahan terhadap pernyataan-pernyataan buruh mengenaik standar keamanan
kerja di pabrik yang tidak sesuai standar dan tidak aman. Beliau mengajak untuk melihat
secara langsung kondisi pabrik. Sylvana juga melakukan mediasi di Dinas Tenaga Kerja
Kabupaten Bekasi. Dalam mediasi tersebut, PT AFI berusaha menjelaskan permasalahan
yang sedang dihadapi perusahannya.

Strategi-strategi tersebut belum juga berhasil mencapai mufakat antara PT AFI dengan
buruh-buruhnya. Griffin (2014) menyatakan bahwa dalam menyelesaikan risiko citra dan
reputasi dapat dilakukan perubahan/inovasi. Namun, itu tidak menjamin seluruh isu dapat
sekaligus terselesaikan. Griffin (2014) juga menganjurkan untuk memanfaatkan stakeholder
dalam menyelesaikan konflik perusahaan bisnis. Dalam hal ini, PT AFI berusaha
menghubungi kembali SGBBI untuk melakukan perundingan. Perundingan tersebut akhirnya
mencapai kesepakatan yang dituangkan dalam surat keputusan Nomor 022/SK-
KARTAP/AFI/XII/2017 yang berisi tentang pengangkatan karyawan PT AFI menjadi
karyawan tetap sebanyak 665 orang termasuk yang telah mengalami pemutusan hubungan
kerja (PHK). Kesepakatan tersebut ditandatangani langsung oleh Direktur Utama PT AFI
pada 11 Desember 2017.

Selain itu, PT AFI juga berjanji akan mendaftarkan karyawan-karyawannya dalam


BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Ini untuk menjamin hak-hak buruh dalam hal
kesehatan dan keselamatan kerja. Dengan demikian, aksi mogok kerja dan demonstrasi pun
dapat berakhir.

Penyelesaian yang dilakukan PT AFI cukup baik dan reaktif, terutama yang dilakukan
oleh PR perusahaan. Hanya saja, sebenarnya dibutuhkan keterlibatan langsung oleh petinggi
perusahaan dengan menunjukkan diri dan menyampaikan sikapnya terhadap isu yang ada
secara langsung kepada publik. Upaya itu dapat dinilai sebagai niat yang baik dan keseriusan
perusahaan dalam menangani masalah perusahaan sehingga suasana negative yang sedang
mencuat dapat sedikit meredam karena kesan adanya harapan.

Referensi:

Griffin, Andrew. 2014. Crisis, Issues and Reputation Management. Great Britain and United
States: Kogan Page.

Melias, Lisbeth & Christoffel. (2017). Pengaruh Brand Image dan WOM (Word Of Mouth)
Terhadap Loyalitas Konsumen Pada RM. Dahsyat Wanea. Jurnal Emba, Vol. 5 No. 2,
Hlm 1.081 – 1.092.

AICE Have an Aice Day, Histori: Our Story dalam https://www.aice.co.id/, diakses pada
tanggal 17 September 2021.

Anda mungkin juga menyukai