Anda di halaman 1dari 15

MODEL PERILAKU KONSUMEN INDUSTRI MENURUT SHETH

PERILAKU KONSUMEN

Dosen Pengampu : Bernadetta Eka Noviati, S.Kep. Ns., M.M

KELOMPOK 2

1. Air Ristya W.M/201833002


2. Audrey Angelica B.S/201833007
3. Dyah Hayot R/201833017
4. Gabriella Sekartanjung/201833022
5. Kesia Nopita M/201833027
6. Theresia Avila E.N/201833041

PROGRAM STUDI SARJANA GIZI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH

YOGYAKARTA

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih-Nya sehingga penyusunan
Makalah Model Perilaku Konsumen Industri Menurut Sheth ini dapat terselesaikan dengan
baik. Makalah ini sebagai bukti pemenuhan kewajiban kami untuk melaksanakan tugas
dengan baik.

Makalah ini dapat dibuat dan diselesaikan dengan adanya bantuan dari pihak lain.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Bernadetta Eka Noviati, S.Kep.
Ns., M.M selaku dosen pengampu mata kuliah Perilaku Konsumen yang membimbing kami
dalam mengerjakan makalah ini dan kepada teman-teman yang sudah membantu dalam hal
diskusi..

Demikian makalah ini kami buat. Semoga bermanfaat bagi kita serta para pembaca.
Kami juga sangat berharap kritik dan saran atas ketidaksempurnaan makalah ini, agar lebih
baik lagi untuk proses kedepannya.

Yogyakarta, 16 Februari 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER .......................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ................................................................................................. 4
I.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
I.3 Tujuan .............................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Model Perilaku Konsumen Industri Menurut Sheth ..................... 6
II.2 Perbedaan Model Perilaku Konsumen Howard-Sheth dan Sheth .................. 6
II.3 Bagan Model Perilaku Konsumen Industri Menurut Sheth ............................ 6
II.4 Aplikasi Model Perilaku Konsumen Industri Menurut Sheth ........................ 12
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan ................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 15

3
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Perilaku konsumen adalah proses yang berhubungan dengan suatu pembelian,


penelitian dan pengevaluasian produk atau jasa. Perilaku konsumen adalah hal yang
mendasari konsumen untuk membuat keputusan dalam pembelian. Pasar industri, pasar
produsen, atau pasar organisasional merupakan kelompok organisasional yang membeli
produk dan jasa untuk dijual kembali atau diproses menjadi produk lain yang akan dijual
untuk kepentingan organisasinya.

Model perilaku konsumen merupakan teori yang mempelajari berbagai jenis faktor
yang dapat mempengaruhi konsumen dalam membeli barang atau jasa. Model perilaku
konsumen merupakan gambaran sederhana dari kenyataan yang ada di masyarakat. Fungsi
model perilaku konsumen yang pertama sangat bermanfaat untuk mengembangkan teori
dalam penelitianperilaku konsumen, kedua bermanfaat untuk mempermudah dalam
mempelajari apa yang telah diketahui mengenai perilaku konsumen. Fungsi lain model
perilaku konsumen yaitu deskriptif, prediksi, explanation dan pengendalian. Fungsi deskriptif
berhubungan dengan pendahuluan meliputi langkah-langkah yang akan diambil konsumen
dalam memutuskan sebuah penelitian dalam membeli. Fungsi prediksi meramalkan kejadian
dari aktivitas konsumen pada waktu yang akan datang, contohnya meramalkan produk yang
mudah diingat oleh konsumen. Fungsi explanation mempelajari sebab-sebab dari beberapa
aktivitas pembelian. Sedangkan fungsi pengendalian mempengaruhi dan mengendalikan
aktivitas konsumen pada masa yang akan datang. Jenis model perilaku konsumen yang
dipaparkan oleh para ahli yaitu sebagai berikut:

1. Model Howard dan Sheth


2. Model Kotler
3. Model Engel, Kollat dan Blackwall (EKB)
4. Model Schiffman dan Kanuk

I.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian model perilaku konsumen industri menurut Sheth ?


2. Apa perbedaan model perilaku konsumen Howard-Sheth dan Sheth ?

4
3. Bagaimana bagan model perilaku konsumen industri menurut Sheth ?
4. Bagaimana aplikasi model perilaku konsumen industri Sheth ?

I.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian model perilaku konsumen industri menurut Sheth


2. Mengetahui perbedaan model perilaku konsumen Howard-Sheth dan Sheth
3. Mengetahui bagan model perilaku konsumen industri menurut Sheth
4. Mengetahui aplikasi model perilaku konsumen industri Sheth

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Model Perilaku Konsumen Menurut Sheth

Model ini merupakan pengembangan dari model perilaku konsumen menurut


Howard-Sheth. Model ini merupakan model asli yang diaplikasikan untuk kelompok pembuat
keputusan membeli dalam suatu kelompok organisasi. Menurut Sheth keputusan membeli
dilakukan bersama dan dilakukan apabila ada resiko yang cukup berat, pemakaian modal
lebih besar daripada pembelian rutin, desakan waktu yang rendah, organisasi yang besar, dan
organisasi yang didesentralisasi.

Seorang konsumen industri adalah kelompok yang melakukan aktifitas seperti


membeli produk dengan tujuan untuk proses kelangsungan bisnis. Hal ini berbeda dengan
konsumen individu yang membeli barang atau jasa untuk penggunaan pribadi. Contoh konkrit
konsumen industri ada dibidang pertanian, mereka membeli peralatan pertanian atau
perlengkapan yang digunakan untuk mengelola usaha pertaniannya. Dibidang industri
pertambangan, mereka membeli peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk proses
esktraksi mineral dan sumber daya alam dari bumi. Di bidang industri transportasi, seperti
perusahaan yang membangun jalan akan membeli bahan yang akan digunakan dalam
kegiatan bisnis mereka. Kegiatan diatas dilakukan untuk menghasilkan keuntungan atau
profit untuk menunjang pengelolaan industri tersebut.

II.2 Perbedaan Perilaku Konsumen Howard-Sheth dan Sheth

Terdapat beberapa perbedaan perilaku konsumen Howard-Sheth dan Sheth yaitu :

1. Model Howard-Sheth memberikan gambaran lebih umum dan mungkin lebih berguna
dalam perilaku konsumen, sedangkan model Sheth menggambarkan pembelian
organisasi saja.
2. Model Howard-Sheth terbatas pada proses pengambilan keputusan individu,
sedangkan model Sheth secara eksplisit menggambarkan proses pengambilan
keputusan bersama.

II.3 Bagan Model Perilaku Konsumen Industri Menurut Sheth

6
1. Ekspektasi
Ekspektasi mengacu pada apa yang dirasakan dari supplier dan merek
alternatif untuk memenuhi sejumlah tujuan eksplisit dan implisit dalam setiap
keputusan pembelian tertentu. Tujuan paling umum adalah kepentingan relatif,
kualitas produk, waktu pengiriman, jumlah pasokan, layanan purna jual yang sesuai,
dan harga.
Ekspektasi dari purchasing agen atau agen pembelian mencari keuntungan
harga dan ekonomi maksimum dalam pengiriman dan penerusan, sedangkan untuk
Engineers mencari keunggulan dalam kualitas standardisasi produk, dan pretesting
teknik produk. Dalam ekspektasi terdapat lima proses paling menonjol yang
menentukan harapan perusahaan terdapat sesuatu yang diinginkan, antara lain:
a. Latar belakang individual
Faktor pertama dan paling signifikan adalah latar belakang dan orientasi
masing-masing individu yang terlibat dalam proses pembelian. Latar belakang
pendidikan yang berbeda dari agen pembelian, engineer, dan manajer pabrik
seringkali menghasilkan tujuan dan nilai profesional yang sangat berbeda. Pada
ekspektasi tugas juga menghasilkan persepsi yang saling bertentangan tentang
peran satu sama lain dalam organisasi. Akhirnya, gaya hidup pribadi pengambil

7
keputusan individu memainkan peran penting dalam mengembangkan harapan
yang berbeda
b. Sumber informasi dan pencarian aktif
Faktor ini menciptakan harapan yang berbeda melalui sumber dan jenis
informasi yang masing-masing diungkapkan oleh para pembuat keputusan dan
partisipasinya dalam pencarian aktif. Agen pembelian menerima paparan yang
tidak proporsional dari sumber-sumber komersial, misalnya iklan, sales dan dari
mulut ke mulut. Informasi ini seringkali menyebabkan bias dalam menilai dan
melihat suatu merk. Selain itu, pencarian aktif untuk mendapat informasi
diserahkan kepada agen pembelian karena dianggap sebagai tanggung jawab
untuk memenuhi kebutuhan mereka.
c. Distorsi perseptual
Setiap individu berusaha untuk membuat informasi yang objektif, konsisten
dengan pengetahuan dan harapannya sendiri sebelumnya dengan secara sistematis
mendistorsi informasi itu. Misalnya, karena terdapat perbedaan substansial dalam
tujuan dan nilai agen pembelian, insinyur, dan personel produksi mengharapkan
interpretasi yang berbeda dari informasi yang sama di antara mereka. Meskipun
tidak ada penelitian khusus yang dilakukan pada kecenderungan ini untuk
mengubah persepsi informasi dalam bidang perilaku pembeli industri, banyak
penelitian yang ada tentang konsistensi kognitif untuk menjelaskan keberadaannya
sebagai kecenderungan manusia yang alami.
Distorsi persepsi mungkin adalah variabel yang paling sulit untuk diukur
dengan metode penelitian survei standar. Salah satu pendekatan yang mungkin
adalah eksperimen, tetapi ini mahal. Alternatif yang lebih realistis adalah
menggunakan teknik pemetaan perseptual seperti pengskalaan multidimensi atau
fakta atau analisis dan membandingkan perbedaan dalam penilaian agen
pembelian, insinyur, dan personil produksi dengan daftar pemasok atau merek
yang umum.
d. Kepuasan terhadap Pembelian Sebelumnya
Faktor kelima yang mempengaruhi ekspetasi pada berbagai individu yang
terlibat dalam proses pembelian adalah kepuasan terhadap pengalaman pembelian
di masa lalu dengan penjual. Seringkali penjual tidak memberikan kepuasan yang
sama kepada pembeli karena masing-masing pembeli memiliki tujuan atau kriteria
yang berbeda. Misalnya, penjual memiliki harga yang lebih rendah tetapi

8
pengiriman produk kepada pembeli mungkin tidak memuaskan. Demikian pula,
ketika kualitas suatu produk yang ditawarkan penjual sangat baik tetapi harganya
mungkin lebih tinggi daripada penjual lain, sehingga mempengaruhi keinginan
pembeli untuk memilih produk yang harganya lebih rendah.
2. Penentu Keputusan Bersama vs Otonomi
Tidak semua keputusan pembelian industri dibuat bersama oleh berbagai individu
yang terlibat dalam proses pembelian. Terkadang keputusan pembelian didelegasikan
ke satu pihak, yang belum tentu merupakan agen pembelian. Oleh karena itu, penting
bagi pemasok untuk mengetahui apakah keputusan pembelian bersama atau otonom
dan kepada pihak mana ia didelegasikan. Ada enam faktor utama yang menentukan
apakah keputusan pembelian tertentu akan dilakukan bersama atau otonom. Tiga
faktor ini terkait dengan karakteristik produk atau layanan dan tiga lainnya terkait
dengan karakteristik perusahaan pembeli :
a. Faktor Khusus Produk
Variabel spesifik produk yang pertama adalah risiko apa yang akan dirasakan
dikemudian hari setelah keputusan pembelian. Persepsi risiko mengacu pada
besarnya konsekuensi buruk yang dirasakan oleh pembuat keputusan jika ia
membuat pilihan yang salah, dan ketidakpastian di mana ia harus memutuskan.
Semakin besar ketidakpastian dalam situasi pembelian, semakin besar risiko yang
dirasakan. Walaupun hanya ada sedikit bukti langsung, adalah logis untuk
berhipotesis bahwa semakin besar risiko yang dirasakan dalam keputusan
pembelian tertentu, semakin besar kemungkinan bahwa pembelian akan
diputuskan bersama oleh semua pihak yang berkepentingan. Faktor spesifik
produk kedua adalah jenis pembelian. Jika ini adalah pembelian pertama atau
pengeluaran modal sekali seumur hidup, orang akan mengharapkan pengambilan
keputusan bersama yang lebih besar. Di sisi lain, jika keputusan pembelian
berulang dan rutin atau terbatas pada produk atau layanan pemeliharaan,
keputusan pembelian kemungkinan akan didelegasikan ke satu pihak. Faktor
ketiga adalah tekanan waktu. Jika keputusan pembelian harus dibuat di bawah
banyak tekanan waktu atau berdasarkan keadaan darurat, kemungkinan akan
didelegasikan ke satu pihak daripada diputuskan bersama.
b. Faktor Khusus Perusahaan

9
Tiga faktor spesifik organisasi adalah orientasi perusahaan, ukuran
perusahaan, dan tingkat sentralisasi. Jika perusahaan berorientasi teknologi,
kemungkinan akan didominasi oleh orang-orang teknik dan keputusan pembelian,
pada dasarnya, akan dibuat oleh mereka. Demikian pula, jika perusahaan
berorientasi produksi, keputusan pembelian akan dibuat oleh personel produksi.
Kedua, jika perusahaan adalah perusahaan besar, pengambilan keputusan akan
cenderung dilakukan bersama. Akhirnya, semakin besar tingkat sentralisasi,
semakin kecil kemungkinan keputusan itu akan digabungkan. Dengan demikian,
sebuah perusahaan kecil milik pribadi dengan teknologi atau orientasi produksi
akan cenderung ke arah pengambilan keputusan yang otonom dan sebuah
perusahaan publik berskala besar dengan desentralisasi yang besar akan
cenderung memiliki pengambilan keputusan bersama yang lebih besar.

3. Resolusi Konflik
Jika konflik antarpihak sebagian besar disebabkan oleh ketidaksepakatan pada
harapan tentang pemasok atau merek mereka, kemungkinan konflik tersebut akan
diselesaikan dengan cara pemecahan masalah atau problem solving. Konsekuensi
langsung dari jenis konflik ini adalah secara aktif mencari lebih banyak informasi,
lebih banyak mempertimbangkan informasi yang tersedia, dan seringkali mencari
pemasok lain yang tidak dipertimbangkan secara serius sebelumnya. Informasi
tambahan kemudian disajikan dengan cara pemecahan masalah sehingga konflik
cenderung diminimalkan.
Jika konflik di antarpihak disebabkan oleh ketidaksepakatan pada beberapa
kriteria spesifik yang digunakan untuk mengevaluasi pemasok walaupun ada
kesepakatan mengenai tujuan atau sasaran pembelian pada tingkat yang lebih
mendasar, kemungkinan akan diselesaikan dengan persuasi atau bujukan. Suatu usaha
dilakukan untuk membujuk anggota yang berselisih dengan menunjukkan pentingnya
tujuan perusahaan secara keseluruhan dan bagaimana kriterianya tidak mungkin
mencapai tujuan-tujuan ini. Tidak ada upaya untuk mengumpulkan informasi lebih
lanjut. Namun, ada hasil interaksi dan komunikasi yang lebih besar di antara para
pihak, dan kadang-kadang orang luar dibawa untuk mendamaikan perbedaan. Karena
itu, keputusan bersama yang dihasilkan juga cenderung lebih rasional. Dengan
demikian, konflik yang dihasilkan karena perbedaan pendapat tentang ekspektasi
tentang pemasok atau kriteria tertentu adalah sehat dari sudut pandang organisasi

10
meskipun mungkin memakan waktu. Seseorang mungkin akan menemukan,
bagaimanapun, bahwa situasi yang lebih khas di mana konflik muncul adalah karena
perbedaan mendasar dalam tujuan atau tujuan pembelian di antara berbagai pihak. Hal
ini terutama berlaku sehubungan dengan keputusan pembelian unik atau baru yang
terkait dengan item pengeluaran modal.
Hal lain yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu konflik adalah bargaining
atau tawar menawar. Konflik diselesaikan bukan dengan mengubah perbedaan
kepentingan relatif dari tujuan pembelian atau tujuan individu yang terlibat, tetapi
dengan proses tawar-menawar. Perbedaan mendasar di antara para pihak secara
implisit diakui oleh semua anggota dan konsep keadilan distributif (gayung
bersambut) diajukan sebagai bagian dari perundingan. Hasil yang paling umum
adalah untuk memungkinkan satu pihak untuk memutuskan secara mandiri dalam
situasi khusus ini sebagai imbalan atas bantuan atau janji timbal balik dalam
keputusan masa depan. Akhirnya, jika perselisihan tidak hanya berkenaan dengan
tujuan atau tujuan pembelian tetapi juga sehubungan dengan gaya pengambilan
keputusan, konflik cenderung menjadi serius dan berbatasan dengan ketidaksukaan
kepribadian yang saling menguntungkan di antara para pembuat keputusan individu.
Penyelesaian konflik jenis ini biasanya diikuti dengan politisasi dan taktik menikam
ke belakang. Metode resolusi konflik seperti itu biasa dalam keputusan pembelian
industri.
Baik tawar-menawar dan politisasi adalah metode penyelesaian konflik yang
tidak rasional dan tidak efisien. Selain itu, para pembuat keputusan menemukan diri
mereka tenggelam di bawah peran profesional dan manajerial mereka. Keputusan
tidak hanya ditunda tetapi cenderung diatur oleh faktor-faktor selain pencapaian
tujuan perusahaan.
4. Faktor Situasional
Model yang dijelaskan sejauh ini mengandaikan bahwa pilihan pemasok atau
merek adalah hasil dari proses pengambilan keputusan yang sistematis dalam
pengaturan organisasi. Namun, ada bukti empiris yang cukup dalam literatur untuk
menunjukkan bahwa setidaknya beberapa keputusan pembelian industri ditentukan
oleh faktor situasional dan bukan oleh proses pengambilan keputusan sistematis.
Dengan kata lain, mirip dengan perilaku konsumen, pembeli industri sering
memutuskan faktor selain kriteria rasional atau realistis.

11
Sulit untuk menyiapkan daftar kondisi yang menentukan perilaku pembeli
industri tanpa pengambilan keputusan. Namun, sejumlah faktor situasional yang
sering mengintervensi antara pilihan aktual dan proses pengambilan keputusan
sebelumnya dapat diisolasi. Ini termasuk: kondisi ekonomi sementara seperti kontrol
harga, resesi, atau perdagangan luar negeri, pemogokan internal, pemogokan,
kerusakan mesin, dan acara terkait produksi lainnya, perubahan organisasi seperti
merger atau akuisisi dan perubahan ad hoc di pasar, seperti upaya promosi,
pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya, di industri pemasok.

II.4 Aplikasi Model Perilaku Konsumen Industri Menurut Sheth

Untuk mempermudah pemahaman mengenai model perilaku konsumen industri dari


Sheth maka berikut disajikan contoh aplikasi model tersebut :

Sebuah perusahaan misalnya saja Telkom membutuhkan seperangkat komputer baru


untuk menunjang kinerja karyawannya, sehingga karyawan bagian peralatan yang
bertanggung jawab terhadap peralatan yang ada di kantor mencari dengan aktif (active
search) informasi mengenai berbagai macam merk komputer, kemudian informasi yang telah
dikumpulkan mengenai berbagai macam merek komputer tersebut menjadi sebuah sumber
informasi (information sources) untuk pembelian seperangkat komputer yang dibutuhkan
perusahaan, informasi yang telah dikumpulkan mengenai berbagai macam merek komputer
itu tentunya akan mengalami distorsi, maksudnya setiap individu dalam bagian peralatan
pasti mempunyai persepsi yang telah tertanam dalam diri masing-masing mengenai merek
komputer yang paling baik menurut mereka.

Setelah karyawan bagian peralatan mempersepsikan merek komputer yang terbaik


untuk dibeli, mereka kemudian menaruh harapan (expectation) bahwa merek yang mereka
persepsikan memiliki kualitas yang bagus memang benar adanya, tetapi harapan dari masing-
masing karyawan bagian peralatan ini tentunya dipengaruhi latar belakang mereka
(background of individuals) seperti pendidikan, corak kehidupan, orientasi kehidupan dan
keputusan pembelian sebelumnya. Setelah menaruh harapan pada produk yang mereka
anggap memiliki kualitas yang bagus, bagian peralatan kemudian melakukan industrial
buying process berupa tindakan pembelian yang dipengaruhi oleh faktor spesifik perusahaan
dan produk komputer yang akan mereka beli misalnya dari segi periklanan, brand produk,
dan kemasan dari berbagai macam merk komputer yang akan dibeli.

12
Setelah melakukan tindakan pembelian, maka akan muncul dua pilihan efek, yaitu
autonomous decisions dan joint decisions. Efek autonomous decisions yaitu untuk pembelian
berikutnya, maka bagian peralatan akan memutuskan merek komputer apa yang sesuai
dengan kebutuhan perusahaan mereka berdasarkan pengalaman mereka terhadap produk yang
telah dipilih dan dibeli sebelumnya. Sedangkan Efek joint decisions yaitu untuk pembelian
berikutnya perusahaan dalam hal ini Telkom tidak hanya melibatkan bagian peralatan untuk
memutuskan pembelian komputer tetapi juga melibatkan bagian keuangan sehingga dalam
memutuskan merek komputer apa yang akan dibeli, keputusannya harus disetujui oleh bagian
peralatan dan keuangan. Keputusan pembelian yang harus disetujui oleh bagian peralatan dan
keuangan ini tentunya akan menimbulkan conflik resolution yaitu perbedaan pendapat
mengenai merek komputer yang kualitasnya paling baik antara bagian peralatan dan
keuangan. Sehingga dalam conflik resolution terjadi proses sosial karena bagian peralatan
dan keuangan harus berkomunikasi dan menghasilkan resolusi yaitu produk yang akan dibeli.

Kedua efek diatas akhirnya akan bermuara pada produk yang akhirnya dipilih dan
akan dibeli oleh konsumen industri (Supplier or brand choice). Produk yang telah dipilih ini
dipengaruhi oleh faktor situational, misalnya saja merek komputer yang akhirnya terpilih
adalah LG tetapi pada kenyataannya LG tidak dapat memenuhi kebutuhan komputer yang
berasal dari Telkom karena pada saat ini pabrik LG terkena banjir. Tetapi jika faktor situasi
mendukung tindakan pembelian terhadap produk yang telah dipilih, maka tindakan
pembelian terhadap produk yang telah dipilih konsumen industri dapat dilakukan, dan jika
pada akhirnya konsumen membeli secara terus-menerus suatu produk yang telah dipilih maka
itu merupakan bentuk kepuasan (satisfaction) dari konsumen dan konsumen akan
memberikan harapan (expectations) kembali terhadap produk yang telah dipilih, tetapi jika
konsumen merasa tidak puas maka siklus pembelian pun akan terputus.

13
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

1. Model ini merupakan pengembangan dari model perilaku konsumen menurut Howard-
Sheth. Model ini merupakan model asli yang diaplikasikan untuk kelompok pembuat
keputusan membeli dalam suatu kelompok organisasi. Menurut Sheth keputusan membeli
dilakukan bersama.
2. Ada lebih sedikit variabel dalam model Sheth daripada dalam model perilaku pembeli
Howard-Sheth.
3. Dalam model perilaku konsumen menurut Sheth terdapat beberapa variable yaitu
ekspetasi, penentu keputusan bersama vs otonomi, resolusi konflik, dan peran kritis faktor
situasional.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Sheth, Jagdish N. 1973. A Model of Industrial Buyer Behavior. Journal of Marketing,


37, 50-56
2. Sumarwan, U. 2004. Perilaku Konsumen. Jakarta: Ghalia Indonesia
3. Engel, F. James, Blackwell D. Roger, dan Miniard W. Paul. 2010. Perilaku
Konsumen. Alih Bahasa Budiyanto. Binarupa Aksara. Jakarta
4. M, Firmansyah Anang. 2018. Perilaku konsumen Sikap dan Pemasaran. Yogyakarta :
Deepublisher

15

Anda mungkin juga menyukai