DI SUSUN OLEH :
RIDHO DWI SAPUTRO
SN 152123
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Induksi persalinan terjadi antara 10%-20% dari seluruh persalinan dengan
berbagai indikasi baik ibu maupun janin. Dikenal dua jenis induksi yaitu secara
mekanis dan medisinalis. Pemakaian balon kateter, batang laminaria, dan pemecahan
selaput ketuban termasuk cara mekanis. Induksi medisinalis dapat dengan
menggunakan infus oksitosin intravena dengan keuntungan waktu paruh yang pendek
hingga mudah diawasi dan dikendalikan bila terjadi komplikasi, namun sangat
bergantung pada skor bishop sehingga perlu pematangan serviks terlebih dahulu
(Elasari, et al., 2007).
Bahan
induksi
persalinan
yang
bersifat
nonmekanik
paling
sering
BAB II
ISI
A. Resume Jurnal
Dari Jurnal yang di dapat pada kasus ibu intranatal penulis mengambil
referensi dari jurnal yang berjudul tentang efektifitas pemberian misoprostol 25 mcg
sublingual, misoprostol 25 mcg pervaginam dan drips oksitosin 5 IU intravena untuk
induksi persalinan pada kehamilan 38-42 minggu di BLU. RS. Dr. Wahidin
Sudirohusodo. Menggunakan hasil perhitungan besar sampel berdasarkan standar
Isack michael dengan tingkat kesalahan =0,05 (5%) ditargetkan jumlah sampel
minimal adalah 90.
Pada penelitian ini didapatkan 90 sampel wanita hamil aterm dengan umur
kehamilan 38-42 minggu yang mendapat dosis awal misoprostol 25 mcg sublingual,
misoprostol 25 mcg pervaginam dan drips 5 IU oksitosin intravena untuk induksi
persalinan yang masing-masing kelompok terdiri atas 30 sampel.
Hasil dari penelitian ini bahwa Bishop Skor tertinggi adalah >6 untuk
misoprostol sublingual 25 mcg sebanyak 19 (63,3%), misoprostol pervaginam 25 mcg
sebanyak 21(70,0) dan drips oksitosin sebanyak 20 (66,7%). Lama Persalinan
terbanyak 12 jam untuk kelompok sampel misoprostol sublingual dan misoprostol
pervaginam masing-masing 29 dan 19 sampel (96,7% dan 63,3%) dan untuk
kelompok drips oksitosin sebanyak 17 sampel (56,7%). Jenis persalinan terbanyak
rata-rata adalah pervaginam untuk ketiga kelompok sampel dengan persentase tidak
terlalu berbeda (96,7% dan 83,3%). Dengan Hasil Luaran berdasarkan APGAR skor
terbanyak adalah nilai 8/10 untuk ketiga kelompok sampel dengan persentase 93,3%
untuk kelompok misoprostol sublingual 25 mcg dan misoprostol pervaginam 25 mcg
serta 90% untuk kelompok drips oksitosin 5 IU intravena. Hail Luaran untuk Berat
badan bayi baru lahir terbanyak adalah 2500-3500 gram untuk ketiga kelompok
sampel dan persentase tertinggi adalah 96,7% pada kelompok sampel misoprostol
pervaginam 25 mcg.
Hasil dari penelitian ini memberi gambaran bahwa induksi persalinan pada
ketiga kelompok sampel (misoprostol sublingual 25 mcg, misoprostol pervaginam 25
mcg dan drips oksitosin 5 IU) menunjukkan keberhasilan dalam persalinan. Lama
persalinan dapat dicapai dalam 12 jam pada kelompok misoprostol sublingual dan
pervaginam, masing masing sebesar 96,7% dan 63,3% dengan rerata lama interval
waktu dari awal induksi sampai pembukaan lengkap pada kelompok misoprostol
BAB III
TEORI PENDUKUNG
A. Induksi Persalinan
pasien-pasien
yang
memiliki
kecenderungan
untuk
mencapai
keberhasilan induksi. Lama persalinan berhubungan terbalik dengan skor bishop; nilai 8
berarti kemungkinan besar persalinan terjadi secara pervaginam. Skor bishop < 6
biasanya membutuhkan metode pematangan serviks sebelum penggunaan metode lain
(American College of Obstetricians and Gynecologists, 1999, Ludmir, 2000, Edwards,
2000).
Adapun skor Bishop untuk menilai kematangan serviks pada induksi persalinan
diperlihatkan pada tabel dibawah ini (Shetty, et al., 2007). Tabel 1. Skor Bishop untuk
menilai kematangan serviks untuk induksi persalinan.
faktor
skor
Pembukaan(cm)
1-2
3-4
5-6
Pendataran (%)
0-30
40-50
60-70
80
station
-3
-2
-1 atau 0
+1 atau +2
konsistensi
kenyal
medium
anterior
posisi
posterior
medial
anterior
Table 1.
B. Misoprostol
Misoprostol
merupakan
prostaglandin
sintetik
termasuk
golongan
melalui urine. Pasien dengan penyakit hati sebaiknya mendapat dosis yang lebih
rendah (Ngai, et al., 2000).
Dosis toksik misoprostol belum diketahui secara pasti, dosis kumulatif sampai
dengan 2200 g dalam waktu 12 jam masih dapa ditoleransi. Konsentrasi plasma
dari asam misoprostol mencapai puncak dalam waktu 1-2 jam setelah misoprostol
tablet diletakkan di sublingual. Onset aktivitas puncak uterus terjadi lima hingga
enam jam kemudian (Goldberg, A.B., et al., 2001, Ngai, et al., 2000).
2. Farmakologik
Misoprostol adalah analog prostaglandin E1 yang digunakan untu mengobati
dan mencegah ulkus peptikum. Bila digunakan, misoprostol akan merangsang
peningkatan sekresi kelenjar untuk melindungi traktus gastrointestinal dan
meningkatkan aliran darah ke mukosa, sehingga meningkatkan integritas mukosa.
Sering digunakan untuk mencegah kejadian ulkus peptikum akibat penggunaan obatobat NSAID (Anonim, 2006, Goldberg, A.B., et al., 2001).
3. Mekanisme kerja
Misoprostol digunakan untuk mencegah sekresi asam lambung melalui kerja
langsung pada sel parietal melalui ikatan reseptor prostaglandin. Aktifitas reseptor
ini dilakukan oleh protein G dengan mengaktifkan adenylate cyclase. Rintangan
tidak langsung adenylate cyclase mungkin tergantung dari guanosine-5triphosphate (GTP).
Pemberian misoprostol dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu
oral, vagina, sublingual, buccal, dan rektal. Berbagai studi yang pernah dilakukan
dari setiap cara pemberian menunjukkan bahwa misoprostol tablet per sublingual
dapat larut dalam 20 menit setelah diletakkan di bawah lidah. Konsentrasi
maksimum dicapai dalam 30 menit, konsentrasi maksimum lebih tinggi dibanding
cara lain (oral dan vagina). Hal ini dikarenakan oleh penyerapan yang lebih cepat
melalui sublingual dan terhindar dari metabolisme melalui hati. Namun, kadar
misoprostol dalam serum sesudah 6 jam lebih rendah dibanding dengan pervaginam,
akan tetapi sama dengan oral (Norwitz, et al., 2002).
Penggunaan misoprostol tidak direkomendasikan pada pematangan serviks
atau induksi persalinan pada wanita yang pernah mengalami persalinan dengan
seksio sesaria atau operasi uterus mayor karena kemungkinan terjadinya ruptur uteri.
Wanita yang diterapi dengan misoprostol untuk pematangan serviks atau induksi
persalinan dianjurkan untuk dilakukan monitor denyut jantung janin dan aktivitas
uterusnya di rumah sakit sampai penelitian lebih lanjut mampu mengevaluasi dan
membuktikan keamanan terapi pada pasien. Uji klinis menunjukkan bahwa dosis
optimal dan pemberian interval dosis 25 mcg setiap empat sampai enam jam
(Norwitz, et al., 2002, How, H.Y., et al., 2001).
Penggunaan dosis misoprostol yang lebih tinggi (misalnya 50 setiap 6 jam)
untuk induksi persalinan mungkin dapat diberikan pada beberapa situasi, meskipun
ada laporan bahwa dosis tersebut meningkatkan risiko komplikasi, termasuk
hiperstimulasi uterus dan rupture uteri. Bentuk sediaan misoprostol berupa tablet
dengan dosis 100 dan 200 mcg. Di Indonesia terdapat kemasan misoprostol 200 mcg
(Soewarto, etal., 2008).
C. Oksitosin
Oksitosin memainkan peranan yang sangat penting dalam persalinan.
Oksitosin merupakan obat yang banyak digunakan dibagian kebidanan untuk induksi
atau augmentasi persalinan serta digunakan pula untuk mencegah perdarahan pasca
persalinan akibat atoni uteri. (Carlan, S.J., Blust, D., OBrien, W.F. 2002).
Oksitosin diproduksi di hipotalamus dan dilepaskan dari kelenjar hipofise
posterior secara pulsatik. Reseptor spesifik oksitosin berada di membran sel
ditemukan pada miometrium dan payudara. Oksitosin merangsang kontraksi otot
polos uterus dan kelenjar payudara, diduga pula oksitosin memungkinkan terjadinya
persalinan dan memegang peranan penting pada pengeluaran air susu. (Knoch, J.,
Susanto, H., Sukarya, S.W., Prawira, B.H. 2006).
Persalinan yang normal tergantung pada mekanisme umpan balik yang
positif dan dengan mekanisme ini terjadi intensifikasi perubahan inisial sehingga
proses persalinan berakhir. Penekanan kepala bayi pada serviks menyebabkan
pelepasan oksitosin yang menstimulasi kontraksi uterus dan selanjutnya kontraksi
uterus akan meningkatkan penekanan pada serviks yang mengintensifkan pelepasan
oksitosin. Lingkaran umpan balik ini terjadi secara berulang sampai bayi dilahirkan.
(Carlan, S.J., 2002).
Sensitifitas uterus terhadap oksitosin akan meningkat secara perlahan selama
kehamilan dan akan meningkat secara cepat pada saat aterm, inpartu dan beberapa
saat pasca persalinan (Knoch, J., 2006).
Absorbsi ditempat penyuntikan terjadi dengan cepat dan efeknya tidak
berlangsung lama. Oksitosin tidak aktif bila ditelan karena akan dirusak didalam
lambung dan usus. Oleh karena itu harus diberikan secara parenteral. Aktifitas
BAB IV
PEMBAHASAN EXPERT
A. Hasil
1). Bidan Senior ruang Persalinan (VK)
Menurutnya bahwa induksi persalinan adalah salah satu upaya stimulasi
mulainya proses kelahiran (dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian
distimulasi menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk
mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal.
Menurutnya Tujuan Induksi juga dilakukan dengan alasan kesehatan ibu,
misalnya si ibu terkena infeksi serius, atau menderita diabetes. Wanita diabetik yang
hamil memiliki resiko mengalami komplikasi. Tingkat komplikasi secara langsung
berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama masa kehamilan dan
dipengaruhi oleh komplikasi diabetik sebelumnya. Meliputi: Aborsi spontan
(berhubungan dengan kontrol glikemia yang buruk pada saat konsepsi dan pada
minggu-minggu awal kehamilan).
Kontra indikasi : Sama dengan kontra indikasi induksi persalinan secara umum
yaitu :
1. Malposisi dan malpresentase janin
2. Insufisiensi plasenta
3. Disproporsi sefalopelvik
4. Bekas seksio sesaria atau miomektomi
5. ibu menderita penyakit jantung
6. Grandemultipara
7. Plasenta previa
8. Gamelli (kehamilan kembar)
9. Distensi rahim yang berlebihan seperti akibat hidramnion
Beliau mengatakan Cara pemberian Oksitosin tidak diberikan secara oral
karena dapat dirusak di dalam lambung oleh Enzym Trypsin. Oksitosin diberikan
secara bucal, nasal spray, intramuskular atau intravena. Pemakaian secara intravena
(drips/tetesan) adalah paling banyak digunakan oleh karena dengan cara ini uterus
dirangsang sedikit demi sedikit secara kontinyu dan bila perlu infus dapat dihentikan
dengan segera. Pemberian tetesan oksitosin harus diberikan dibawah pengawasan
yang ketat dengan pengamatan pada his dan denyut jantung janin. Pada janin hidup 5
IU oksitosin dalam 500 cc dekstrose 5 %. Ini berarti 2 tetesan mengandung 1 mIU.
Dosis awal 1-2 mIU (2-4 tetes) permenit.Dosis dinaikkan 2 mIU (4 tetes) permenit
setiap 30 menit.
keberhasilan dengan cara ini bisa dilakukan amniotomi, striping of the membrane
ataupun menggunakan balon kateter.
B. Pembahasan
Pasien dengan persalinan yang sudah cukup bulan (intranatal) memang banyak
dijumpai di ruang persalinan RSUD kota Surakarta. Adapun keluhan yang muncul
seperti ibu merasakan keceng- keceng, kehamilan sudah memasuki 38-40 minggu.
Namun kontraksi HIS masih belum ada hal ini biasanya dilakukan induksi persalinan
untuk merangsang kontraksi uterus. Seperti yang di lakukan di RSUD Kota Surakarta
pasien yang sudah memasuki masa aterm 38-40 minggu yang belum berkontraksi
biasanya dilakukan induksi dengan oksitosin . Dari wawancara dengan
expert
adapun pemberiannya pun melalui intra vena. Dari hasil wawancara dengan expert
serta pengamatan pada pasien yang sudah mengalami cukup bulan untuk melahirkan
yang dilakukan injeksi oksitosin dilakukan dengan perbandingan dengan jurnal yang
berjudul Perbandingan Efektifitas dan keamanan pemberian misoprosol sublingual 25
mcg dengan misoprosol pervaginam 25 mcg dan drips Oksitosin 5 IU intravena Untuk
induksi Persalinan.
Pada jurnal dilakukan penelitian di kamar bersalin BLU. RS. Dr. Wahidin
Sudirohusodo. Merupakan studi intervensi. Cara pengambilan sampel metode clinical
eksperimen dengan randomized single blind. Subjek penelitian adalah ibu hamil aterm
(38-42 minggu) dan telah memenuhi kriteria inklusi yang merupakan suatu studi
intervensi.
Pemberian misoprostol dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu
oral, vagina, sublingual, buccal, dan rektal. Berbagai studi yang pernah dilakukan dari
setiap cara pemberian menunjukkan bahwa misoprostol tablet per sublingual dapat
larut dalam 20 menit setelah diletakkan di bawah lidah.
Bahan dan Peralatan
1. Handschoen steril.
2. Laenec/Dapton (pengukur denyut jantung janin) atau KTG (Kardiotokografi)
3.Misoprostol 25 mcg dikemas dalam bentuk kapsul (misoprostol 200 mcg
dihancurkan dan dibagi menjadi 8 bagian oleh apotek).
4. Oksitosin 5 IU (1/2 ampul) sediaannya 10 IU dalam 1 ampul
5. Infus set, abocath no.18, spoit 3 cc, botol cairan RL 500 cc
6. Jam (pengukur waktu).
Pemberian misoprostol 25 mcg sublingual yaitu meletakkan kapsul
misoprostol pada sublingual, pemberian misoprostol 25 mcg pervaginam yaitu
meletakkan kapsul misoprostol pada forniks posterior intravagina, dan pemberian
drips oksitosin 5 IU melalui pemasangan infus dalam botol cairan 500 cc.
Dari sumber jurnal di dapat bahwa bahwa induksi persalinan pada ketiga
kelompok sampel (misoprostol sublingual 25 mcg, misoprostol pervaginam 25 mcg
dan drips oksitosin 5 IU) menunjukkan keberhasilan dalam persalinan. Lama
persalinan dapat dicapai dalam 12 jam pada kelompok misoprostol sublingual dan
pervaginam, masingmasing sebesar 96,7% dan 63,3% dengan rerata lama interval
waktu dari awal induksi sampai pembukaan lengkap pada kelompok misoprostol
penggunaan
misoprostol
telah
banyak
dilaporkan,diantara
parameter yang digunakan adalah efek samping terhadap ibu dan efek samping pada
bayi baru lahir yang dinilai melalui skor APGAR. Kejadian seksio sesaria pada
penelitian ini pada ketiga kelompok sampel lebih sedikit, masing-masing 1 kasus
(3,3%) pada misoprostol sublingual, 1 kasus (3,3%) pada misoprostol pervaginam dan
5 kasus (16,7%) pada drips oksitosin intravena. Kasus gawat janin merupakan salah
satu efek samping pemberian misoprostol, oleh karena itu gawat janin merupakan
indikasi medik dilakukan seksio sesaria. Terlebih dahulu diberikan resusitasi
intrauterin berupa pemasangan infus, pemberian oksigenasi dan miring kiri.
Melalui pembahasan ini diharapkan misoprostol sublingual dapat sebagai
metode alternatif yang cukup efektif, murah, mudah, dan mampu laksana dipakai pada
fasilitas yang lengkap dan memadai. Juga diharapkan sebagai suatu metode alternatif
untuk menurunkan angka kejadian seksio sesaria.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan jurnal penelitian dan juga diskusi dengan beberapa expert
yang
DAFTAR PUSTAKA