Pre-Amplifier atau biasa disingkat pre-amp merupakan suatu rangkaian elektronik yang
berfungsi sebagai penguatan awal.Yang popular di Indonesia adalah pre-amp yang menggunakan
komponen utamanya berupa Transistor NPN.
Gambaran singkat mengenai transistor adalah sebagai berikut, Transistor adalah
komponen dasar untuk semua rangkaian elektronika modern. Bentuknya sederhana tetapi
merupakan komponen elektronika yang sangat penting. Transistor dapat berfungsi sebagai
penguat dan saklar elektronik (switch). Transistor mempunyai tiga buah kaki yaitu collector,
basis, dan emitter, seperti pada gambar berikut ini :
Persoalan utama dari rangkaian penguat-awal yang masih dibangun dengan komponen
diskrit menyebabkan derau (noise),untuk mengatasi hal ini,komponen bermutu tinggi harus
dipergunakan, dan berbagai kiat desain banyak diterapkan,antara lain :
Penapisan (filtering) yang tepat perbaikan rasio sinyal-terhadap-derau,caranya dengan menekan
komponen sinyal yang sumbangannya kecil kepada kuat sinyal keseluruhan pada domain
frekuensi.
Gerbang (gate) linear dapat dipergunakan untuk memilah peristiwa-peristiwa radiasi nuklir yang
layak diamati,untuk menyisihkan dari analisis kejadian-kejadian yang tidak menarik, atau
kejadian-kejadian yang diduga menimbulkan ralat (error)
Pewaktuan (timing) dapat dipakai untuk pengukuran rentang waktu,sehingga dapat dengan tepat
memilah peristiwa-peristiwa radiasi nuklir yang ingin diamati.
Hasil pulsa dari detektor setelah diproses didalam pre-amplifier adalah sebagai berikut,
tampak bahwa hasil pulsa dari detector dikuatkan sehingga tegangannya menjadi lebih
besar,hasil dari pre-amp masih memiliki buntut sinyal panjang yang kemudian akan diproses
kembali didalam pre-amplifier.
Gambar 2 Diagram skematik datektor dan rangkaian elektronik beserta hasil output
tiap step rangkaian elektronik
Amplifier
Laju cacah yang dihasilkan proses dari partikel radiasi ke medium memiliki orde yang relatif kecil,
sehingga diperlukan piranti untuk membentuk dan memperkuat pulsa. Piranti ini disebut sebagai
amplifier. Pulsa dari detektor yang berbentuk eksponensial, akan dibentuk menjadi bentuk gaussian oleh
amplifier.
Perangkat amplifier terdiri dari penguat operasi, operational amplifier yang disebut juga dengan op-amp.
Pada rangkaian di bawah, terdapat tiga buah op-amp.
Dengan persamaan
Op amp merupakan rangkaian elektronik yang dikemas dalam satu chip, rangkaian terpadu, untuk
menguatkan sinyal inti.
Op-Amp mempunyai dua input yaitu Vin1 dan Vin2 dengan output Vout seperti pada gambar di atas. Vin1
disebut input tak membalik (non-inverting) dengan tanda plus (+) dan Vin2 disebut input membalik
(inverting) dengan tanda minus (-). Jika sinyal input diberikan pada Vin1 maka polaritas Vout sama
dengan polaritas Vin1. Sebaliknya jika sinyal input diberikan pada Vin2, maka polaritas Vout berlawanan
dengan Vin2. Simbol +Vcc dan Vcc adalah masukan catu daya yang besarnya 5 V hingga 15 V. Besar
penguatan tegangan (gain) dari op-amp merupakan perbandingan antara Vout dan Vin yang dilambangkan
dengan symbol Av.
Op-Amp ideal mempunyai karakteristik :
1. Impedansi input yang tak terhingga, artinya tidak ada arus yang mengalir ke dalam opamp ketika suatu tegangan masukan diberikan ke terminal inputnya.
2. Penguatan tegangan yang tak terhingga, artinya kedua input op-amp seolah-olah
terhubung singkat.
3. Impedansi keluaran nol, artinya seluruh arus keluar pada output op-amp mengalir tanpa
hambatan.
Diskriminator
Penganalisis tinggi pulsa merupakan bagian utama pada sistem spektroskopi , maupun .
Karena hanya pulsa dengan ketinggian tertentu saja yang akan diteruskan ke pencacah. Penganalisa pulsa
sendiri terdiri dari dua macam yaitu penganalisa tinggi pulsa saluran tunggal atau Single Channel
Analyzer (SCA) dan penganalisa tinggi pulsa saluran ganda atau Multi Channel Analyzer (MCA). Pada
Single channel Analyzer tiap pulsa masukan dilengkapi dua diskriminator, yaitu diskriminator atas (upper
level) dan diskriminator bawah (lower level). Tiap diskriminator membangkitkan sebuah pulsa keluaran
jika pulsa masukan berada diantara diskriminator bawah dan diskriminator atas. Untuk operasi integral
diskriminator yang diatur adalah diskriminator bawah, selama pulsa masih berada di atas diskriminator
bawah maka pulsa akan tercacah. Untuk operasi differensial, pulsa yang dapat lolos adalah pulsa yang
tingginya berada diantara diskriminator bawah dan diskriminator atas. Operasi differensial sendiri terdiri
dari dua mode, yaitu normal dan window. Untuk mode normal diskriminator bawah dan atas diatur secara
manual, sedang untuk mode window diskriminator atas didasarkan pada pengaturan diskriminator bawah
terhadap ground. Dengan memilih salah satu saklar integral atau differensial, sebuah keluaran SCA
dibangkitkan jika diskriminator bawah dipacu.
Dalam timming Gambar di atas digambarkan dua kemungkinan kondisi pulsa input. Pertama
adalah sebuah pulsa yang melebihi ambang diskriminator bawah tanpa melebihi diskriminator atas, dan
pulsa lainnya adalah pulsa yang melebihi kedua ambang. Jika dipilih operasi integral, sebuah pulsa
keluaran SCA dibangkitkan untuk setiap pulsa input jika pulsa input melebihi batas diskriminator bawah.
Jika dipilih mode operasi window (salah satu normal atau differensial) sebuah pulsa keluaran SCA
dibangkitkan untuk pulsa pertama tapi tidak untuk pulsa kedua.
Sistem listrik biasanya menghasilkan sinyal nois tidak teratur maka diperlukan pembedaan antara
pulsa sejati dan pulsa nois tidak teratur dalam suatu alat pencatat. Tiap pulsa umumnya memperlihatkan
suatu amplitudo pulsa maksimum yang sesuai dengan aliran elektron terbesar yang terjadi antara waktu
terbentuk dan matinya pulsa. Amplitudo maksimum ini yang disebut tinggi pulsa. Pemilih tinggi pulsa
dinamakan diskriminator yaitu rangkaian elektronik yang menahan atau membuang semua pulsa dengan
amplitudo lebih rendah daripada yang telah ditentukan. Alat ini merupakan bagian semua alat pencatat
pulsa yang memungkinkan pencatatan pulsa sejati dan pembuangan pulsa nois. Amplitudo pulsa yang
diperlukan untuk melewati tinggi pulsa dinamakan kepekaan input rangkaian. Beberapa detektor yang
sering digunakan menghasilkan pulsa yang tingginya bergantung ada besarnya energi yang dipindahkan
pada detektor. Jika pulsa yang bergantung pada energi ini dapat dibedakan menurut tinggi pulsa maka
diperoleh spektrum energi.
Susunan suatu penganalisis tinggi pulsa tertera pada gambar di atas yang mana digunakan dua
Rangkaian Pencacah
Hampir semua peralatan digital menerapkan pencacah untuk mengatur urutan dan pelaksanaan langkahlangkah dalam perintah-perintahnya. Pencacah berfungsi untuk menghitung jumlah pulsa yang masuk.
Rangkaian counter terdiri dari beberapa buah FF JK dengan masukan berupa clock, yang di dalam
detektor clock adalah hasil keluaran dari diskriminator, baik itu SCA maupun MCA. Hasil keluaran dari
diskriminator merupakan sinyal analog, yaitu bilangan biner 0 atau 1, 0 berarti tidak ada pulsa dalam
rentang waktu tersebut, dan 1 artinya terdapat pulsa keluaran dari diskriminator. Pada rangkaian pencacah
terdapat pula masukan untuk pewaktu, fungsinya yaitu menentukan lama waktu pencacahan. Rangkaian
pencacah terbagi menjadi dua jenis, yaitu pencacah asinkron dan pencacah sinkron.
Pencacah 4 bit disusun dari 4 buah FF JK dengan keluaran dari setiap FF akan memicu FF yang ada di
belakangnya. Suatu sinyal tegangan segi empat sebagai sinyal clock memicu FF A pada saat pemicu pulsa
tiba. Selanjutnya keluaran FF A akan memicu FF B, dengan keluaran FF B memicu FF C, yang pada
akhirnya keluaran FF C akan memicu FF D. Pemicu pulsa bisa berupa pemicuan tepi positif (saat nilai
input dari 0 menuju 1) maupun negatif (saat nilai input dari 1 menuju 0).
Dengan mengganggap bahwa rangkaian pencacah asinkron dipicu pada tepi negatif, cara kerja dari
rangkaian pencacah di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Misalkan pada keadaan awal semua FF telah direset, sehingga setiap FF mempunyai
keluaran nol. Jadi sebelum datang pulsa clock pertama diperoleh nilai DCBA yaitu 0000.
2. Ketika pulsa clock pertama tiba, komponen FF A akan dipicu, sehingga diperoleh A = 1,
sedangkan FF lainnya belum bekerja dan tetap pada keadaan awalnya. Untuk clock yang pertama
diperoleh keluaran DCBA yaitu 0001.
3. Ketika pulsa clock kedua tiba, maka FF A kembali dipicu sehingga keluarannya berubah
dari 1 menjadi 0. Perubahan keadaan pada A merupakan picuan negatif pada FF B, sehingga
menghasilkan B = 1. Sedangkan FF C dan D tetap pada keadaan awalnya. Untuk daur ini
diperoleh DCBA = 0010.
4. Ketika pulsa clock ketiga tiba, maka FF A akan dipicu kembali pada pinggiran
negatifnya, sehingga keluaran A menjadi tinggi (A = 1). Sedangkan FF lainnya tetap berada pada
keadaan terakhirnya. Dengan demikian pada daur ini diperoleh DCBA = 0011.
5. Untuk pulsa clock keempat, FF A terpicu sehingga keluaran untuk FF ini menjadi 0.
Perubahan keluaran FF A ini merupakan picuan negatif untuk FF B sehingga keluaran FF B
berubah menjadi rendah (B = 0). Perubahan keluaran FF B ini akan memicu FF C sehingga
keluaran dari FF C yang semula rendah menjadi tinggi (C = 1). Karena FF D belum terpicu, maka
keluaran pada daur ini adalah DCBA = 0100.
Demikian untuk seterusnya didapatkan bahwa FF A akan selalu terpicu oleh pinggiran negatif pulsa
clock, sedangkan FF B terpicu oleh pinggiran negatif dari keluaran FF A. FF C terpicu oleh pinggiran
negatif keluaran FF B, dan FF D akan terpicu oleh pinggiran negatif dari keluaran FF C. Secara singkat
dikatakan bahwa setiap keluaran dari masing-masing FF akan memicu FF lain yang ada dibelakangnya.
Keluaran dari pencacah kemudian diubah menjadi sinyal analog dengan menggunakan rangkaian DAC.
Pada pencacah asinkron, FF pada tahap selanjutnya baru dapat bekerja apabila FF sebelumnya telah
menghasilkan nilai keluaran, sehingga pencacah asinkron tidak cocok digunakan untuk pencacah yang
menggunakan banyak FF. Semakin banyak FF dalam pencacah asinkron membuat waktu pengolahan
pulsa semakin lama. Untuk pencacah yang menggunakan banyak FF (detektor) memerlukan rangkaian
pencacah sinkron. Clock pada pencacah sinkron menjadi masukan tiap-tiap FF-nya, oleh karena itu
masalah waktu tunda akibat pengolahan pulsa yang dialami oleh pencacah asinkron tidak dialami pada
pencacah sinkron.
4. Kalibrasi Energi
5. Adanya noise
6. Kesensitifan detektor pada gelombang elektromagnetik seperti TV dan radio
7.