CERPEN
X MIA 8
Achmad Hanif (02)
Amaris Zahwa Adila (08)
Anastasia Evangelista (09)
Endry Salsabila Sampurno(16)
Fastabiqul Khairati Rhamdiyah (21)
Muhammad Yafa Pradana (27)
Kegiatan 1
Pembangunan Konteks dan Pemodelan Teks Cerita Pendek
Juru Masak
Damhuri Muhammad
Perhelatan bisa kacau tanpa kehadiran lelaki itu. Gulai Kambing akan terasa hambar lantaran
racikan bumbu tak meresap ke dalam daging. Kuah Gulai Kentang dan Gulai Rebung bakal
encer karena keliru menakar jumlah kelapa parut hingga setiap menu masakan kekurangan
santan. Akibatnya, berseraklah gunjing dan cela yang mesti ditanggung tuan rumah, bukan
karena kenduri kurang meriah, tidak pula karena pelaminan tempat bersandingnya pasangan
pengantin tak sedap dipandang mata, tapi karena macam-macam hidangan yang tersuguh tak
menggugah selera. Nasi banyak gulai melimpah, tapi helat tak bikin kenyang. Ini celakanya
bila Makaji, juru masak handal itu tak dilibatkan.
Beberapa tahun lalu, pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamadji yang digelar dengan
menyembelih tigabelas ekor kambing dan berlangsung selama tiga hari, tak berjalan mulus,
bahkan hampir saja batal. Keluarga mempelai pria merasa dibohongi oleh keluarga mempelai
wanita yang semula sudah berjanji bahwa semua urusan masak-memasak selama kenduri
berlangsung akan dipercayakan pada Makaji, juru masak nomor satu di Lareh Panjang ini.
Tapi, di hari pertama perhelatan, ketika rombongan keluarga mempelai pria tiba, Gulai
Kambing, Gulai Nangka, Gulai Kentang, Gulai Rebung dan aneka hidangan yang tersaji
ternyata bukan masakan Makaji. Mana mungkin keluarga calon besan itu bisa dibohongi?
Lidah mereka sudah sangat terbiasa dengan masakan Makaji.
Kalau besok Gulai Nangka masih sehambar hari ini, kenduri tak usah dilanjutkan! ancam
Sutan Basabatuah, penghulu tinggi dari keluarga Rustamadji.
Apa susahnya mendatangkan Makaji?
Percuma bikin helat besar-besaran bila menu yang terhidang hanya bikin malu.
Begitulah pentingnya Makaji. Tanpa campur tangannya, kenduri terasa hambar, sehambar
Gulai Kambing dan Gulai Rebung karena bumbu-bumbu tak diracik oleh tangan dingin lelaki
itu. Sejak dulu, Makaji tak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang hendak
menggelar pesta, tak peduli apakah tuan rumah hajatan itu orang terpandang yang tamunya
membludak atau orang biasa yang hanya sanggup menggelar syukuran seadanya. Makaji tak
pilih kasih, meski ia satu-satunya juru masak yang masih tersisa di Lareh Panjang. Di usia
senja, ia masih tangguh menahan kantuk, tangannya tetap gesit meracik bumbu, masih kuat ia
berjaga semalam suntuk.
Separuh umur Ayah sudah habis untuk membantu setiap kenduri di kampung ini, bagaimana
kalau tanggungjawab itu dibebankan pada yang lebih muda? saran Azrial, putra sulung
Makaji sewaktu ia pulang kampung enam bulan lalu.
Mungkin sudah saatnya Ayah berhenti,
Belum! Akan Ayah pikul beban ini hingga tangan Ayah tak lincah lagi meracik bumbu,
balas Makaji waktu itu.
Kalau memang masih ingin jadi juru masak, bagaimana kalau Ayah jadi juru masak di salah
satu Rumah Makan milik saya di Jakarta? Saya tak ingin lagi berjauhan dengan Ayah,
Sejenak Makaji diam mendengar tawaran Azrial. Tabiat orangtua selalu begitu, walau terasa
semanis gula, tak bakal langsung direguknya, meski sepahit empedu tidak pula buru-buru
dimuntahkannya, mesti matang ia menimbang. Makaji memang sudah lama menunggu ajakan
seperti itu. Orangtua mana yang tak ingin berkumpul dengan anaknya di hari tua? Dan kini,
gayung telah bersambut, sekali saja ia mengangguk, Azrial segera memboyongnya ke rantau,
Makaji tetap akan punya kesibukan di Jakarta, ia akan jadi juru masak di Rumah Makan milik
anaknya sendiri.
Beri Ayah kesempatan satu kenduri lagi!
Kenduri siapa? tanya Azrial.
Mangkudun. Anak gadisnya baru saja dipinang orang. Sudah terlanjur Ayah sanggupi, malu
kalau tiba-tiba dibatalkan,
Merah padam muka Azrial mendengar nama itu. Siapa lagi anak gadis Mangkudun kalau
bukan Renggogeni, perempuan masa lalunya. Musabab hengkangnya ia dari Lareh Panjang
tidak lain adalah Renggogeni, anak perempuan tunggal babeleng itu. Siapa pula yang tak
kenal Mangkudun? Di Lareh Panjang, ia dijuluki tuan tanah, hampir sepertiga wilayah
kampung ini miliknya. Sejak dulu, orang-orang Lareh Panjang yang kesulitan uang selalu
beres di tangannya, mereka tinggal menyebutkan sawah, ladang atau tambak ikan sebagai
agunan, dengan senang hati Mangkudun akan memegang gadaian itu.
Masih segar dalam ingatan Azrial, waktu itu Renggogeni hampir tamat dari akademi perawat
di kota, tak banyak orang Lareh Panjang yang bisa bersekolah tinggi seperti Renggogeni.
Perempuan kuning langsat pujaan Azrial itu benar-benar akan menjadi seorang juru rawat.
Sementara Azrial bukan siapa-siapa, hanya tamatan madrasah aliyah yang sehari-hari bekerja
honorer sebagai sekretaris di kantor kepala desa. Ibarat emas dan loyang perbedaan mereka.
Bahkan bila ia jadi kepala desa pun, tak sudi saya punya menantu anak juru masak! bentak
Mangkudun, dan tak lama berselang berita ini berdengung juga di kuping Azrial.
Dia laki-laki taat, jujur, bertanggungjawab. Renggo yakin kami berjodoh,
Apa kau bilang? Jodoh? Saya tidak rela kau berjodoh dengan Azrial. Akan saya carikan kau
jodoh yang lebih bermartabat!
Apa dia salah kalau ayahnya hanya juru masak?
Jatuh martabat keluarga kita bila laki-laki itu jadi suamimu. Paham kau?
Derajat keluarga Azrial memang seumpama lurah tak berbatu, seperti sawah tak
berpembatang, tak ada yang bisa diandalkan. Tapi tidak patut rasanya Mangkudun
memandangnya dengan sebelah mata. Maka, dengan berat hati Azrial melupakan
Renggogeni. Ia hengkang dari kampung, pergi membawa luka hati. Awalnya ia hanya tukang
cuci piring di Rumah Makan milik seorang perantau dari Lareh Panjang yang lebih dulu
mengadu untung di Jakarta. Sedikit demi sedikit dikumpulkannya modal, agar tidak selalu
bergantung pada induk semang. Berkat kegigihan dan kerja keras selama bertahun-tahun,
Azrial kini sudah jadi juragan, punya enam Rumah Makan dan duapuluh empat anak buah
yang tiap hari sibuk melayani pelanggan. Barangkali, ada hikmahnya juga Azrial gagal
mempersunting anak gadis Mangkudun. Kini, lelaki itu kerap disebut sebagai orang Lareh
Panjang paling sukses di rantau. Itu sebabnya ia ingin membawa Makaji ke Jakarta. Lagi
pula, sejak ibunya meninggal, ayahnya itu sendirian saja di rumah, tak ada yang merawat,
adik-adiknya sudah terbang-hambur pula ke negeri orang. Meski hidup Azrial sudah berada,
tapi ia masih saja membujang. Banyak yang ingin mengambilnya jadi menantu, tapi tak
seorang perempuan pun yang mampu luluhkan hatinya. Mungkin Azrial masih sulit
melupakan Renggogeni, atau jangan-jangan ia tak sungguh-sungguh melupakan perempuan
itu.
Kenduri di rumah Mangkudun begitu semarak. Dua kali meriam ditembakkan ke langit,
pertanda dimulainya perhelatan agung. Tak biasanya pusaka peninggalan sesepuh adat Lareh
Panjang itu dikeluarkan. Bila yang menggelar kenduri bukan orang berpengaruh seperti
Mangkudun, tentu tak sembarang dipertontonkan. Para tetua kampung menyiapkan
pertunjukan pencak guna menyambut kedatangan mempelai pria. Para pesilat turut ambil
bagian memeriahkan pesta perkawinan anak gadis orang terkaya di Lareh Panjang itu.
Maklumlah, menantu Mangkudun bukan orang kebanyakan, tapi perwira muda kepolisian
yang baru dua tahun bertugas, anak bungsu pensiunan tentara, orang disegani di kampung
sebelah. Kabarnya, Mangkudun sudah banyak membantu laki-laki itu, sejak dari sebelum ia
lulus di akademi kepolisian hingga resmi jadi perwira muda. Ada yang bergunjing,
perjodohan itu terjadi karena keluarga pengantin pria hendak membalas jasa yang dilakukan
Mangkudun di masa lalu. Aih, perkawinan atas dasar hutang budi.
Mangkudun benar-benar menepati janji pada Renggogeni, bahwa ia akan carikan jodoh yang
sepadan dengan anak gadisnya itu, yang jauh lebih bermartabat. Tengoklah, Renggogeni kini
tengah bersanding dengan Yusnaldi, perwira muda polisi yang bila tidak macam-macam
tentu karirnya lekas menanjak. Duh, betapa beruntungnya keluarga besar Mangkudun. Tapi,
pesta yang digelar dengan menyembelih tiga ekor kerbau jantan dan tujuh ekor kambing itu
tak begitu ramai dikunjungi. Orang-orang Lareh Panjang hanya datang di hari pertama,
sekedar menyaksikan benda-benda pusaka adat yang dikeluarkan untuk menyemarakkan
kenduri, setelah itu mereka berbalik meninggalkan helat, bahkan ada yang belum sempat
mencicipi hidangan tapi sudah tergesa pulang.
Gulai Kambingnya tak ada rasa, bisik seorang tamu.
Kuah Gulai Rebungnya encer seperti kuah sayur Toge. Kembung perut kami dibuatnya,
Dagingnya keras, tidak kempuh. Bisa rontok gigi awak dibuatnya,
Masakannya tak mengeyangkan, tak mengundang selera.
Pasti juru masaknya bukan Makaji!
Makin ke ujung, kenduri makin sepi. Rombongan pengantar mempelai pria diam-diam juga
kecewa pada tuan rumah, karena mereka hanya dijamu dengan menu masakan yang asalasalan, kurang bumbu, kuah encer dan daging yang tak kempuh. Padahal mereka
bersemangat datang karena pesta perkawinan di Lareh Panjang punya keistimewaan
tersendiri, dan keistimewaan itu ada pada rasa masakan hasil olah tangan juru masak nomor
satu. Siapa lagi kalau bukan Makaji?
Kenapa Makaji tidak turun tangan dalam kenduri sepenting ini? begitu mereka bertanyatanya.
Sia-sia saja kenduri ini bila bukan Makaji yang meracik bumbu,
Ah, menyesal kami datang ke pesta ini!
Dua hari sebelum kenduri berlangsung, Azrial, anak laki-laki Makaji, datang dari Jakarta. Ia
pulang untuk menjemput Makaji. Kini, juru masak itu sudah berada di Jakarta, mungkin tak
akan kembali, sebab ia akan menghabiskan hari tua di dekat anaknya. Orang-orang Lareh
Panjang telah kehilangan juru masak handal yang pernah ada di kampung itu. Kabar
kepergian Makaji sampai juga ke telinga pengantin baru Renggogeni. Perempuan itu dapat
membayangkan betapa terpiuh-piuhnya perasaan Azrial setelah mendengar kabar kekasih
pujaannya telah dipersunting lelaki lain.
Orientasi
Komplikasi
Contoh
Ada seorang juru masak bernama Makaji yang terkenal di
kampungnya. Tanpa campur tangan Makaji dalam meracik bumbu
masakan di sebuah perhelatan akan dinilai tidak sukses karena tidak
menyuguhkan hidangan yang lezat sehingga Makaji tidak ada yang
bisa menggantikannya
Keluarga mempelai pria merasa dibohongi oleh keluarga mempelai
wanita yang semula sudah berjanji bahwa semua urusan masakmemasak selama kenduri berlangsung akan dipercayakan pada
Makaji, juru masak nomor satu di Lareh Panjang ini. Tapi, di hari
pertama perhelatan, ketika rombongan keluarga mempelai pria tiba,
Gulai Kambing, Gulai Nangka, Gulai Kentang, Gulai Rebung dan
aneka hidangan yang tersaji ternyata bukan masakan Makaji. Mana
mungkin keluarga calon besan itu bisa dibohongi? Lidah mereka
sudah sangat terbiasa dengan masakan Makaji.
Kalau besok Gulai Nangka masih sehambar hari ini, kenduri
tak usah dilanjutkan! ancam Sutan Basabatuah, penghulu tinggi dari
keluarga Rustamadji.
Apa susahnya mendatangkan Makaji?
Percuma bikin helat besar-besaran bila menu yang terhidang
hanya bikin malu.
Begitulah pentingnya Makaji. Tanpa campur tangannya,
kenduri terasa hambar, sehambar Gulai Kambing dan Gulai Rebung
karena bumbu-bumbu tak diracik oleh tangan dingin lelaki itu. Sejak
dulu, Makaji tak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang
hendak menggelar pesta, tak peduli apakah tuan rumah hajatan itu
orang terpandang yang tamunya membludak atau orang biasa yang
hanya sanggup menggelar syukuran seadanya. Makaji tak pilih kasih,
meski ia satu-satunya juru masak yang masih tersisa di Lareh Panjang.
Di usia senja, ia masih tangguh menahan kantuk, tangannya tetap gesit
meracik bumbu, masih kuat ia berjaga semalam suntuk.
Separuh umur Ayah sudah habis untuk membantu setiap kenduri di
kampung ini, bagaimana kalau tanggungjawab itu dibebankan pada
yang lebih muda? saran Azrial, putra sulung Makaji sewaktu ia
pulang kampung enam bulan lalu.
Mungkin sudah saatnya Ayah berhenti, Belum! Akan Ayah
pikul beban ini hingga tangan Ayah tak lincah lagi meracik bumbu,
balas Makaji waktu itu.
Kalau memang masih ingin jadi juru masak, bagaimana kalau
Ayah jadi juru masak di salah satu Rumah Makan milik saya di
Resolusi
Koda
milik seorang perantau dari Lareh Panjang yang lebih dulu mengadu
untung di Jakarta. Sedikit demi sedikit dikumpulkannya modal, agar
tidak selalu bergantung pada induk semang. Berkat kegigihan dan
kerja keras selama bertahun-tahun, Azrial kini sudah jadi juragan,
punya enam rumah makan dan dua puluh empat anak buah yang tiap
hari sibuk melayani pelanggan. Barangkali, ada hikmahnya juga
Azrial gagal mempersunting anak gadis Mangkudun. Kini, lelaki itu
kerap disebut sebagai orang Lareh Panjang paling sukses di rantau.
Pada tahapan terakhir ini, koda berfungsi untuk menerangkan akhir
dari cerita sebuah cerpen. Koda cerpen Juru Masak, Azrial sekarang
telah sukses, dan dia berkeinginan mengajak ayahnya (Makaji) untuk
tinggal bersamanya di Jakarta dan menghabiskan masa tuanya disana
dengan Azrial.
Kegiatan 2
Kerjasama Membangun Cerita Pendek
Tugas 1 : Memahami kaidah cerpen Juru Masak
(1)Buatlah struktur teks cerita pendek Juru Masak di atas ke dalam kolom yang tersedia.
A. Struktur
1. Abstraksi
Abstraksi merupakan tahap dimana pengarang memberikan ringkasan cerita atau inti
cerita dimana akan dikembangkan menjadi rangkaian peristiwa yang dialami tokoh.
Abstraksi cerpen juru masak :
Ada seorang juru masak bernama Makaji yang terkenal di kampungnya. Tanpa
campur tangan Makaji dalam meracik bumbu masakan di sebuah perhelatan akan
dinilai tidak sukses karena tidak menyuguhkan hidanganyang lezat sehingga Makaji
tidak ada yang bisa menggantikannya
2. Orientasi
Orientasi merupakan tahap dimana pengarang menceritakan latar yang berkaitan
dengan waktu, tempat dan suasana yang terjadi dalam sebuah cerpen supaya sebuah cerita
terlihat lebih hidup
Orientasi Cerpen Juru Masak
Beberapa tahun lalu, pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamadji yang digelar
dengan menyembelih tiga belas ekor kambing dan berlangsung selama tiga hari,
tidak berjalan mulus, bahkan hampir saja batal.........
.....Di usia senja, ia masih tangguh menahan kantuk, tangannya tetap gesit meracik
bumbu, masih kuat ia berjaga semalam suntuk.
3. Komplikasi
Komplikasi merupakan urutan kejadian yang saling terhubung secara sebab akibat.
Temen-temen bisa memahami ini sebagai konflik atau permasalahan
Komplikasi Cerpen Juru Masak
Azrial pergi merantau karena dihina keluarga Ronggogeni dengan tujuan untuk
menjadi orang yang sukses. Bukti :
Separuh umur Ayah sudah habis untuk membantu setiap kenduri di kampung ini,
bagaimana kalau tanggung jawab itu dibebankan pada yang lebih muda? saran
Azrial, putra sulung Makaji sewaktu ia pulang kampung enam bulan lalu. Mungkin
sudah saatnya Ayah berhenti. Belum! Akan Ayah pikul beban ini hingga tangan
Ayah tak lincah lagi meracik bumbu, balas Makaji waktu itu. Kalau memang masih
ingin jadi juru masak, bagaimana kalau Ayah jadi juru masak di salah satu rumah
makan milik saya di Jakarta? Saya tak ingin lagi berjauhan dengan Ayah......
....Dan tak lama berselang, kabar ini berdengung juga di telinga Azrial. Dia laki-laki
taat, jujur, bertanggung jawab. Renggo yakin kami berjodoh. Apa kau bilang?
Jodoh? Saya tidak rela kau berjodoh dengan Azrial. Akan saya carikan kau jodoh
yang lebih bermartabat! Apa dia salah kalau ayahnya hanya juru masak? Jatuh
martabat keluarga kita bila laki-laki itu jadi suamimu. Paham kau?.
4. Resolusi
Resolusi merupakan tahap sebuah solusi yang menyelesaikan konflik pada tahap
Komplikasi
Resolusi Cerpen Juru Masak
Kerja keras Azrizal membuahkan hasil, Azrizal yang dulunya menjadi tukang cuci
piring di rumah makan Jakarta sekarang sudah sukses. Ia memiliki enam buah rumah
dan dua puluh empat orang anak buah Bukti :
Awalnya ia hanya tukang cuci piring di rumah makan milik seorang perantau dari
Lareh Panjang yang lebih dulu mengadu untung di Jakarta. Sedikit demi sedikit
dikumpulkannya modal, agar tidak selalu bergantung pada induk semang. Berkat
kegigihan dan kerja keras selama bertahun-tahun, Azrial kini sudah jadi juragan,
punya enam rumah makan dan dua puluh empat anak buah yang tiap hari sibuk
melayani pelanggan. Barangkali, ada hikmahnya juga Azrial gagal mempersunting
anak gadis Mangkudun. Kini, lelaki itu kerap disebut sebagai orang Lareh Panjang
paling sukses di rantau.
5. Koda/Evaluasi
Koda berfungsi untuk menerangkan akhir sebuah cerita
C. Latar / Setting
1. Tempat
+ Lareh Panjang : Makaji yang merupakan juru masak nomer satu di Lareh Panjang.
+ Rumah Mangkudun : Kenduri di rumah mangkudun begitu semarak.
2. Waktu
+ Beberapa tahun lalu : Beberapa tahun lalu pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamaji
yangdi gelar dengan menyembelih tiga belas ekor kambing dab berlangsung tiga hari
+ Sejak dulu : Sejak dulu, Makaji tidak pernah keberatan membantu keluarga mana saja.
+ Kini : Azrial kini sudah menjadi juragan, punya enam rumah makan dan dua puluh
empat anak buahyang tiap hari melayani pelanggan.
+ Sejak ibunya meninggal : Sejak ibunya meninggal Ayahnya itu sendirian saja di rumah
tidak adayang merawat.
+ Dua hari sebelum perhelatan berlangsung : Dua hari sebelum perhelatan berlangsung,
Azrial putraMakaji datang dari Jakarta, ia pulang untuk menjemput Makaji.
3. Suasana
+ Kacau : Apabila Makaji tidak di libatkan gulai kambing akan terasa hambar.
+ Bingung : Rombongan mempelai pria datang, gulai kambing, gulai nangka, gulai
kentang, gulairebung dan aneka hidangan yang tersaji bukan masakan Makaji.
+ Kesal : Kalau besok gulai nangka masih sehambar ini, kenduri tak usah dilanjutkan!
+ Debat : "Mungkin sudah saatnya ayah berhenti"."Belum! Akan ayah pikul beban ini
hingga tangan ayah tak lincah lagi meracik bumbu." balas Makaji.
+ Sedih : Dengan berat hati Azrial melupakan Renggogeni.
(2d) Kalian sudah memahami alur yang membangun cerita pendek diatas. Apakah kalian
menemukan keempat kaidah alur itu di dalam cerpen yang ada? Uraikanlah jawaban
kalian.
3. Alur
Kaidah alur dalam cerpen Juru Masak
1.
dua puluh empat anak buah yang tiap hari sibuk melayani pelanggan.
2. Suspense (rasa ingin tahu). Suspense adalah hasrat dari pembaca suatu cerpen untuk
menyelesaikan kegiatan membacanya yang dikarenakan cerita tersebut menarik,
memotivasi dan mengikat pembaca.
3. Surprise ( Kejutan). pemplotan dengan cara mengejutkan pembaca ketika telah larut
dalam suatu cerita pendek atau cerpen.
4. Unity( kesatupaduan), pemlotan dengan cara mengutamakan keutuhan, keterkaitan antara
hal sebelumnya dan didiceritakan dengan hal yang lain. Plot unity :
Beri Ayah kesempatan satu kenduri lagi !. Kenduri siapa ? tanya Azrizal.
Mangkudun anak gadisnya baru saja dipinang orang. Sudah terlanjur ayah sanggupi,
mali kalau tiba-tiba dibatalkan.
a. Azrial mengajak ayahnya(Makaji) jadi juru masak di salah satu Rumah Makan
miliknya di Jakarta.
b. Azrial mengajak ayahnya ke Jakarta karena tidak ingin berjauhan lagi dengan
ayahnya. Sebab istri ayahnya(istri Makaji) telah meninggal dan anak anaknya
yang lain pergi keluar negeri.
Juru Masak
Beberapa tahun lalu, pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamadji yang digelar
dengan sangat meriah dan berlangsung selama tiga hari tak berjalan mulus.
SutanBasabatuah
:Kalau besok Gulai Nangka masih sehambar hari ini, kenduri tak usah
dilanjutkan!, Apa susahnya mendatangkan Makaji?, Percuma bikin helat
besar-besaran bila menu yang terhidang hanya bikin malu.
Makaji
:Belum! Akan Ayah pikul beban ini hingga tangan Ayah tak lincah lagi
meracik bumbu.
Azrial
Makaji
Azrial
:Kenduri siapa?
Makaji
Mangkudun
:Bahkan bila ia jadi kepala desa pun, tak sudi saya punya menantu
anak juru masak!
Renggogeni
Mangkudun
:Apa kau bilang? Jodoh? Saya tidak rela kau berjodoh dengan Azrial.
Akan saya carikan kau jodoh yang lebih bermartabat!
Renggogeni
Mangkudun
:Jatuh martabat keluarga kita bila laki-laki itu jadi suamimu. Paham
kau?
Awalnya ia hanya tukang cuci piring di Rumah Makan milik seorang perantau dari
Lareh Panjang yang lebih dulu mengadu untung di Jakarta. Sedikit demi sedikit
dikumpulkannya modal, agar tidak selalu bergantung pada induk semang. Berkat kegigihan
dan kerja keras selama bertahun-tahun, Azrial kini sudah jadi juragan, punya enam Rumah
Makan dan duapuluh empat anak buah yang tiap hari sibuk melayani pelanggan. Kini, lelaki
itu kerap disebut sebagai orang Lareh Panjang paling sukses di rantau. Itu sebabnya ia ingin
membawa Makaji ke Jakarta. Lagi pula, sejak ibunya meninggal, ayahnya sendiri saja di
rumah, tak ada yang merawat, adik-adiknya sudah terbang-hambur pula ke negeri orang.
Meski hidup Azrial sudah berada, tapi ia masih saja membujang. Banyak yang ingin
mengambilnya jadi menantu, tapi tak seorang perempuan pun yang mampu luluhkan hatinya.
Mungkin Azrial masih sulit melupakan Renggogeni, atau jangan-jangan ia tak sungguhsungguh melupakan perempuan itu.
Para tetua kampung menyiapkan pertunjukan pencak guna menyambut kedatangan
mempelai pria. Para pesilat turut ambil bagian memeriahkan pesta perkawinan anak gadis
orang terkaya di Lareh Panjang itu. Maklumlah, menantu Mangkudun bukan orang
kebanyakan, tapi perwira muda kepolisian yang baru dua tahun bertugas, anak bungsu
pensiunan tentara, orang disegani di kampung sebelah. Kabarnya, Mangkudun sudah banyak
membantu laki-laki itu, ada yang mengajakan bahwa pernikahan itu berdasarkan hutang budi
saja.
Mangkudun benar-benar menepati janji pada Renggogeni, bahwa ia akan carikan
jodoh yang sepadan dengan anak gadisnya itu, yang jauh lebih bermartabat. Sekarang
Renggogeni bersanding dengan Yusnaldi. Betapa beruntungnya keluarga besar Mangkudun.
Tapi pesta yang digelar meriah itu tak begitu ramai dikunjungi. Orang-orang hanya datang di
hari pertama, setelah itu mereka berbalik meninggalkan helat, bahkan ada yang belum sempat
mencicipi hidangan tapi sudah tergesa pulang.
Tamu 1
Tamu 2
:Kuah Gulai Rebungnya encer seperti kuah sayur toge. Kembung perut
kami dibuatnya.
Tamu 3
Tamu 4
Tamu 5
Tamu 5
Rombongan pengantar mempelai pria diam-diam juga kecewa pada tuan rumah.
Keluarga mempelai
Tamu 7
:Sia-sia saja kenduri ini bila bukan Makaji yang meracik bumbu,
Tamu 8
Dua hari sebelum kenduri berlangsung, Azrial, anak laki-laki Makaji, datang dari Jakarta. Ia
pulang untuk menjemput Makaji.
Azrial
Makaji
Kini, juru masak itu sudah berada di Jakarta, mungkin tak akan kembali, sebab ia
akan menghabiskan hari tua di dekat anaknya. Orang-orang Lareh Panjang kehilangan juru
masak handal yang pernahada di kampun gitu. Kabar kepergian Makaji sampai juga ketelinga
pengantin baru Renggogeni. Perempuan itu dapa tmembayangkan betapa terpiuh-piuhnya
perasaan Azrial setelah mendengar kabar kekasih pujaannya telah dipersunting lelaki lain.
Kegiatan 3
Kerja Mandiri Membangun Teks Cerita Pendek
Tugas 2 : Mengabstraksi Dan Mengonversi Teks Cerita Pendek
1. Abstraksi
Pemahaman :
Abstraksi merupakan tahap dimana pengarang memberikan ringkasan cerita atau inti cerita
dimana akan dikembangkan menjadi rangkaian peristiwa yang dialami tokoh
Abstraksi Cerpen Juru Masak
Ada seorang juru masak bernama Makaji yang terkenal di kampungnya. Tanpa campur
tangan Makaji dalam meracik bumbu masakan di sebuah perhelatan akan dinilai tidak sukses
karena tidak menyuguhkan hidangan
2. Hasil Konversi
Perhelatan bisa kacau tanpa kehadiran lelaki itu. Gulai Kambing akan terasa hambar
lantaran racikan bumbu tak meresap ke dalam daging. Kuah Gulai Kentang dan Gulai
Rebung bakal encer karena keliru menakar jumlah kelapa parut hingga setiap menu masakan
kekurangan santan. Akibatnya, berseraklah gunjing dan cela yang mesti ditanggung tuan
rumah, bukan karena kenduri kurang meriah, tidak pula karena pelaminan tempat
bersandingnya pasangan pengantin tak sedap dipandang mata, tapi karena macam-macam
hidangan yang tersuguh tak menggugah selera. Nasi banyak gulai melimpah, tapi helat tak
bikin kenyang. Ini celakanya bila Makaji, juru masak handal itu tak dilibatkan.
Beberapa tahun lalu, pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamadji yang digelar
dengan menyembelih tigabelas ekor kambing dan berlangsung selama tiga hari, tak berjalan
mulus, bahkan hampir saja batal. Keluarga mempelai pria merasa dibohongi oleh keluarga
mempelai wanita yang semula sudah berjanji bahwa semua urusan masak-memasak selama
kenduri berlangsung akan dipercayakan pada Makaji, juru masak nomor satu di Lareh
Panjang ini. Tapi, di hari pertama perhelatan, ketika rombongan keluarga mempelai pria tiba,
Gulai Kambing, Gulai Nangka, Gulai Kentang, Gulai Rebung dan aneka hidangan yang
tersaji ternyata bukan masakan Makaji. Mana mungkin keluarga calon besan itu bisa
dibohongi? Lidah mereka sudah sangat terbiasa dengan masakan Makaji.Sutan Basabatuah,
penghulu tinggi dari keluarga Rustamadji akhirnya mengancam untuk menghentikan keduri
tersebut apabila Gulai Nangka yang disajikan masih hambar
Beliau merasa kecewa dan menanyakan mengapa Makaji tidak diundang. Dia merasa
acara tersebut percuma apa bila menu yang dihidangkan hanya membuat malu yang hadir di
acara itu. Begitulah pentingnya Makaji. Tanpa campur tangannya, kenduri terasa hambar,
sehambar Gulai Kambing dan Gulai Rebung karena bumbu-bumbu tak diracik oleh tangan
dingin lelaki itu. Sejak dulu, Makaji tak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang
hendak menggelar pesta, tak peduli apakah tuan rumah hajatan itu orang terpandang yang
tamunya membludak atau orang biasa yang hanya sanggup menggelar syukuran seadanya.
Makaji tak pilih kasih, meski ia satu-satunya juru masak yang masih tersisa di Lareh Panjang.
Di usia senja, ia masih tangguh menahan kantuk, tangannya tetap gesit meracik bumbu,
masih kuat ia berjaga semalam suntuk.
Azrial, putra sulung Makaji pernah berkata kalau separuh umur ayahnya sudah habis
membantu setia kenduri di kampung ini sewaktu ia pulang kampung enam bulan lalu. Dia
pun akhirnya menawarkan untuk menurunkan tanggung jawab tersebut kepada orang yang
lebih muda dan memberi tahu ayahnya utuk berhenti. Akan tetapi, Makaji menolak dan
berkata bahwa ia akan terus memikul beban itu sampai tangannya tak lincah lagi.
Azrial pun tidak bisa membalas perkataan ayahnya tersebut. Dia hanya bisa
menawarkan posisi juru masak di Rumah Makannya di Jakarta supaya dia tidak berjauhan
lagi dengan ayahnya itu. Sejenak Makaji diam mendengar tawaran Azrial. Tabiat orangtua
selalu begitu, walau terasa semanis gula, tak bakal langsung direguknya, meski sepahit
empedu tidak pula buru-buru dimuntahkannya, mesti matang ia menimbang. Makaji memang
sudah lama menunggu ajakan seperti itu. Orangtua mana yang tak ingin berkumpul dengan
anaknya di hari tua? Dan kini, gayung telah bersambut, sekali saja ia mengangguk, Azrial
segera memboyongnya ke rantau, Makaji tetap akan punya kesibukan di Jakarta, ia akan jadi
juru masak di Rumah Makan milik anaknya sendiri.
Makaji meminta kepada anaknya supaya dia diberi kesempatan membantu satu
kenduri lagi. Kenduri terakhir yang ingin ia bantu adalah kenduri milik Mangkudun, anaknya
yang perempuan baru saja dipinang orang. Dia merasa malu apa bila dia membatalkan
kenduri ini, karena dia sudah menerima tawaran itu sebelum anaknya meminta dia untuk ikut
ke jakarta.
Merah padam muka Azrial mendengar nama itu. Siapa lagi anak gadis Mangkudun
kalau bukan Renggogeni, perempuan masa lalunya. Musabab hengkangnya ia dari Lareh
Panjang tidak lain adalah Renggogeni, anak perempuan tunggal babeleng itu. Siapa pula yang
tak kenal Mangkudun? Di Lareh Panjang, ia dijuluki tuan tanah, hampir sepertiga wilayah
kampung ini miliknya. Sejak dulu, orang-orang Lareh Panjang yang kesulitan uang selalu
beres di tangannya, mereka tinggal menyebutkan sawah, ladang atau tambak ikan sebagai
agunan, dengan senang hati Mangkudun akan memegang gadaian itu.
Masih segar dalam ingatan Azrial, waktu itu Renggogeni hampir tamat dari akademi
perawat di kota, tak banyak orang Lareh Panjang yang bisa bersekolah tinggi seperti
Renggogeni. Perempuan kuning langsat pujaan Azrial itu benar-benar akan menjadi seorang
juru rawat. Sementara Azrial bukan siapa-siapa, hanya tamatan madrasah aliyah yang seharihari bekerja honorer sebagai sekretaris di kantor kepala desa. Ibarat emas dan loyang
perbedaan mereka.
Mangkudun pernah berkata kalau ia tidak sudi menerima Azrial yang seorang anak
juru masak sebagai menantunya sekalipunpun Azrial menjadi kepala desa. Hal ini sudah pasti
terdengar sampai ke telinga Azrial. Renggogeni sebenarnya percaya bagwa dia dan Azrial
sebenarnya cocok, terlihat dari sikap Azrial yang taat, jujur dan bertanggung jawab. Namun
Mangkudun tetap tidak rela. Dia ingin mencarikan putrinya jodoh yang menurutnya lebih
bermartabat. Kata Mangkudun, martabat keluarga mereka akan jatuh apabila Renggogeni
menikahi Azrial yang hanya anak juru masak.
Derajat keluarga Azrial memang seumpama lurah tak berbatu, seperti sawah tak
berpembatang, tak ada yang bisa diandalkan. Tapi tidak patut rasanya Mangkudun
memandangnya dengan sebelah mata. Maka, dengan berat hati Azrial melupakan
Renggogeni. Ia hengkang dari kampung, pergi membawa luka hati. Awalnya ia hanya tukang
cuci piring di Rumah Makan milik seorang perantau dari Lareh Panjang yang lebih dulu
mengadu untung di Jakarta. Sedikit demi sedikit dikumpulkannya modal, agar tidak selalu
bergantung pada induk semang. Berkat kegigihan dan kerja keras selama bertahun-tahun,
Azrial kini sudah jadi juragan, punya enam Rumah Makan dan duapuluh empat anak buah
yang tiap hari sibuk melayani pelanggan. Barangkali, ada hikmahnya juga Azrial gagal
mempersunting anak gadis Mangkudun. Kini, lelaki itu kerap disebut sebagai orang Lareh
Panjang paling sukses di rantau. Itu sebabnya ia ingin membawa Makaji ke Jakarta. Lagi
pula, sejak ibunya meninggal, ayahnya itu sendirian saja di rumah, tak ada yang merawat,
adik-adiknya sudah terbang-hambur pula ke negeri orang. Meski hidup Azrial sudah berada,
tapi ia masih saja membujang. Banyak yang ingin mengambilnya jadi menantu, tapi tak
seorang perempuan pun yang mampu luluhkan hatinya. Mungkin Azrial masih sulit
melupakan Renggogeni, atau jangan-jangan ia tak sungguh-sungguh melupakan perempuan
itu.
Kenduri di rumah Mangkudun begitu semarak. Dua kali meriam ditembakkan ke
langit, pertanda dimulainya perhelatan agung. Tak biasanya pusaka peninggalan sesepuh adat
Lareh Panjang itu dikeluarkan. Bila yang menggelar kenduri bukan orang berpengaruh seperti
Mangkudun, tentu tak sembarang dipertontonkan. Para tetua kampung menyiapkan
pertunjukan pencak guna menyambut kedatangan mempelai pria. Para pesilat turut ambil
bagian memeriahkan pesta perkawinan anak gadis orang terkaya di Lareh Panjang itu.
Maklumlah, menantu Mangkudun bukan orang kebanyakan, tapi perwira muda kepolisian
yang baru dua tahun bertugas, anak bungsu pensiunan tentara, orang disegani di kampung
sebelah. Kabarnya, Mangkudun sudah banyak membantu laki-laki itu, sejak dari sebelum ia
lulus di akademi kepolisian hingga resmi jadi perwira muda. Ada yang bergunjing,
perjodohan itu terjadi karena keluarga pengantin pria hendak membalas jasa yang dilakukan
Mangkudun di masa lalu. Aih, perkawinan atas dasar hutang budi.
Mangkudun benar-benar menepati janji pada Renggogeni, bahwa ia akan carikan
jodoh yang sepadan dengan anak gadisnya itu, yang jauh lebih bermartabat. Tengoklah,
Renggogeni kini tengah bersanding dengan Yusnaldi, perwira muda polisi yang bila tidak
macam-macam tentu karirnya lekas menanjak. Duh, betapa beruntungnya keluarga besar
Mangkudun. Tapi, pesta yang digelar dengan menyembelih tiga ekor kerbau jantan dan tujuh
ekor kambing itu tak begitu ramai dikunjungi. Orang-orang Lareh Panjang hanya datang di
hari pertama, sekedar menyaksikan benda-benda pusaka adat yang dikeluarkan untuk
menyemarakkan kenduri, setelah itu mereka berbalik meninggalkan helat, bahkan ada yang
belum sempat mencicipi hidangan tapi sudah tergesa pulang.
Seorang tamu berbisik kepada tamu lainnya bahwa gulai kambingnya terasa hambar,
ada yang berkata perut mereka bisa menjadi kembung karena kuahnya encer seperti kuah
sayur toge, ada juga yang berkata gigi mereka bisa rontok bila memakan dagingnya yang
keras dan tidak empuk, Satu tamu sudah merasa sangat pasti kalau juru masaknya bukan
Makaji.
Makin ke ujung, kenduri makin sepi. Rombongan pengantar mempelai pria diamdiam juga kecewa pada tuan rumah, karena mereka hanya dijamu dengan menu masakan
yang asal-asalan, kurang bumbu, kuah encer dan daging yang tak kempuh. Padahal mereka
bersemangat datang karena pesta perkawinan di Lareh Panjang punya keistimewaan
tersendiri, dan keistimewaan itu ada pada rasa masakan hasil olah tangan juru masak nomor
satu. Siapa lagi kalau bukan Makaji?
Dua hari sebelum kenduri berlangsung, Azrial, anak laki-laki Makaji, datang dari
Jakarta. Ia pulang untuk menjemput Makaji. Kini, juru masak itu sudah berada di Jakarta,
mungkin tak akan kembali, sebab ia akan menghabiskan hari tua di dekat anaknya. Orangorang Lareh Panjang telah kehilangan juru masak handal yang pernah ada di kampung itu.
Kabar kepergian Makaji sampai juga ke telinga pengantin baru Renggogeni. Perempuan itu
dapat membayangkan betapa terpiuh-piuhnya perasaan Azrial setelah mendengar kabar
kekasih pujaannya telah dipersunting lelaki lain
Kamu punya mimpi apa Ka? pertanyaan dari guru itu masih mengiar-ngiar di telingaku.
Kini aku disini, di persimpangan jalan kota kretek yang penuh lalu lalang kendaraan beroda.
Masih dengan seragam putih abu-abu kebangganku. Senja mulai pudar dari persinggahannya.
Mengenai mimpiku, mengapa aku baru befikir sekarang? Sedangkan sejak Sekolah Dasar
sudah sering guru menanyakan akan mimpiku. Ah, tepatnya cita-citaku. Namun dulu aku
selalu asal dalam menjawab, pernah aku bilang ingin menjadi dokter, profesor, guru, dan juga
orang hebat. Tetapi sekarang, aku sudah berusia hampir tujuh belas tahun. Usia yang sudah
tidak bisa lagi aku jawab asal-asalan untuk impianku.
Aku berhenti sejenak, berdiri di tengah-tengah hamparan jalan kota yang banyak dilalui
kendaraan ini. Mungkin seperti inilah hatiku saat ini. Terusik dan juga tak tahu harus
bagaimana. Bahkan aku bingung mau melalui jalan yang mana, mengenaskan!
Tiba-tiba saja aku tersadar, sejak tadi aku mematikan handphoneku. Bunda pasti akan sangat
khawatir dengan keadaanku saat ini. Dengan segera aku membuka handphone, dan benar
saja, ada dua puluh tiga panggilan tak terjawab dari bunda. Maka segera mungkin aku
melangkah pulang.
Sampainya aku di ambang pintu rumah, bunda sudah berjaga disana. Begitu melihatku ia
segera berlari dan memelukku.
Kamu darimana Le? Kamu buat Bunda kepikiran, biasanya gak sampai semalam ini Kamu
pulang. Apa ada masalah? Ceritalah sama Bunda! aku sudah menebak bahwa itu akan
menjadi pertanyaan bunda setibanya aku di rumah. Aku tahu bunda akan sangat khawatir
kepadaku. Jelaslah, aku adalah harta batin satu-satunya. Dan begitu pula bunda, ia adalah
orangtuaku satu-satunya setelah meninggalnya ayah.
Gak Bun, Raka gak apa-apa. tadi Raka Cuma cari angin di luar. Jawabku bohong
Kamu jangan bohong sama Bunda, kalau cari angin saja kenapa sampai semalam ini?
Bahkan Kamu belum pulang sekolah sejak tadi kan? Kamu sudah makan?
Iya, Bun. Maafin Raka ya
Ya sudah, sekarang Kamu mandi ya, terus nanti makan sama Bunda.
iya Bun, Raka kekamar dulu.
Kamu kenapa to Le? Apa ada masalaah? Sudah malam kok masih di luar. Aku tersadar dari
lamunanku. Ternyata bunda sudah ada di dekatku. Wajahnya menyiratkan hal yang sama
seperti aku rasakan. Aku tahu ia khawatir.
Bunda punya mimpi apa? tanyaku ragu. Bunda menatapku heran, lalu tersenyum.
Mimpi Bunda sudah Kamu wujudkan Le. Dengan Kamu menjadi anak baik dan juga selalu
taat pada Allah. Itu mimpi terakhir Bunda. Aku tertegun, jawaban bunda tentu tidak sama
dengan jawabanku saat kecil.
Maksud Raka bukan itu Bun, mimpi Bunda untuk diri Bunda sendiri. Seperti jadi guru atau
apa.
Mimpi itu to, kalau mimpi itu juga sudah Bunda wujudkan. Bunda punya mimpi pengen
punya anak baik dalam segala hal Ka. Itu juga termasuk mimpi kan?
Tapi bukan mimpi yang seperti itu yang Raka tanyakan Bun, mimpi Bunda untuk pekerjaan.
Untuk dapat uang.
Raka, mimpi itu bukan untuk pekerjaan, bukan untuk uang. Tapi untuk pengabdian, kalau
Kamu punya mimpi berusahalah untuk meraihnya, tapi jangan pernah berfikir bahwa Kamu
akan memperoleh uang dari mimpi Kamu itu. Kalau Kamu mampu, pasti uang yang akan
mencari Kamu. Jangan Kamu yang mencari uang. Aku diam, bungkam. Bingung mau
menjawab bagaimana. Pernyataan bunda itu membuatku berfikir. Aku terus menatap bunda.
Kamu bingung ya dengan mimpi Kamu? Kamu bingung ingin jadi apa? tepat sasaran,
bunda memang yang paling tahu akan diriku.
Iya Bun. Tadi di sekolah guru BK Raka tanya, dan hanya Raka yang belum bisa jawab. Raka
bingung Bun, dulu waktu SD Raka gak pernah fikir tentang impian Raka. Jawaban Raka itu
katanya penting untuk mengisi data siswa. Tapi kalau Raka jawab asal-asalan sama saja Raka
masih anak SD Bun. Raka bingung. jawabanku itu kembali membuat bunda tersenyum.
Sekarang gini, coba Kamu fikir akan apa yang ingin Kamu inginkan di dunia ini. Tapi
cobalah yang Kamu pikirkan itu Kamu kaitkan dengan akhirat. Ada manfaatnya gak? Bisa
kamu pertanggung jawabkan tidak. Bunda hanya berpesan itu, karena Kamu yang lebih tahu
impian Kamu. Sekarang masuk ya, ini sudah malam, besok Kamu sekolah. Setelah
penjelasan panjang bunda itu, ia memutuskan untuk masuk ke dalam rumah terlebih dahulu.
Aku masih di luar. Duduk menatap para bintang, merasakan hawa angin yang membuatku iri.
Setidaknya angin itu tahu kemana ia akan pergi. Namun aku?
Bahkan masuk sekolah saja mebuatku takut. Memikirkan bahwa guru BK itu akan kembali
menanyakan tentang impianku. Mengapa harus ada mimpi segala? Percuma saja bermimpi
jika kita tidak bisa meraihnya. Itu hanya akan membuat kita terluka bukan?.
Hai Raka. seseorang menyapaku. Seorang anak laki-laki yang tak tahu aku siapa dia.
Hai balasku acuh.
Aku di jalan yang sama. Persimpangan jalan kota yang menjadi tempat bergelut nestapaku.
Bahkan langit yang mulai mengkuning tak membuatku ingin pulang. Aku menatap ke arah
tengah jalan. Kenadaraan-kenadaraan itu melaju karena mereka tahu kemana mereka harus
pergi. Sedangkan aku?
Tanpa sengaja tatapanku beralih kepada seseorang di sebrang jalan. Dia seperti
memperhatikaku sedari tadi. Aku menatapnya ragu, heran. Laki-laki separuh baya itu
melambaikan tangan ke arahku seperti mengisyaratkan agar aku pergi kepadanya. Dengan
ragu aku melangkah pelan ke arahnya, mungkin orang itu ingin menanyakan sesuatu.
Kamu Raka kan?
Anda kok tahu?
Saya Pak Sahal. Juri waktu Kamu ikut lomba cerdas cermat di kabupaten. Ingat gak?
Ahh, iya, Saya ingat. Bagaimana keadaan Anda pak?
Baik, baik. Kamu bagaimana? Saya lihat dari tadi Kamu seperti orang bingung. Ada apa?
Saya baik Pak, hanya saja Saya sedang bingung. Ada pertanyaan yang tidak bisa Saya
jawab, Saya bingung mencarinya dimana.
Kamu ini kan cedas. Pertanyaan semacam apa itu kok buat Kamu tidak bisa menjawab? Apa
sulit? Mungkin Saya bisa bantu!
Semoga Anda memang bisa bantu Pak. Pertanyaannya itu tentang mimpi. Impian Saya pak.
Saya gak tahu apa impian Saya. Kalau Saya saja gak tahu impian Saya bagaimana Saya akan
berusaha meraihnya.
Wahh ternyata seperi itu to pertanyaannya. Oh Kita duduk di sana saja yang teduh. Pak
Sahal melangkah menuju taman dan duduk di bangku panjang. Aku mengikutinya di
belakang dan ikut duduk di dekatnya.
Dulu Saya juga seperti Kamu. Waktu ditanya bapak Saya tentang apa yang Saya impikan,
Saya tidak bisa menjawab. Tapi bapak Saya berpesan agar Saya mencarinya terlebih dulu.
Biar Saya gak asal jawab. Bapak juga Saya berpesan, perkataan adalah doa. Dan beliau
khawatir kalau Saya asal ceplos tentang impian Saya, nanti kalau ternyata terwujud. Saya
malah menyesal karena memimpikan itu. Kamu begitu juga?
Hampir sama Pak. Saya juga berfikir seperti bapak Anda. Hanya saja ini yang bertanya guru
BK. Saya bingung mau menjawab bagaimana. Padahal tinggal lusa data pribadi itu harus
Saya kumpulan.
Hahahaha, Bapak dulu juga gitu. Bingungnya minta ampun. Tapi entah karena apa bapak
bisa menemukan jawabannya sendiri, dan Kamu tahu? Ternyata jawaban itu ada pada diri
Bapak! Apa Kamu sudah bertanya pada diri Kamu tentang apa yang Kamu impikan? Dulu
Bapak pernah, bahkan sampai Bapak sholati segala. Dan ketemunya ini, jadi guru. Tapi niatan
Bapak gak untuk dapat uang dengan jadi guru. Bapak berharapnya agar Bapak bisa
bermanfaat untuk orang lain.
Kalau Kamu bingung, berdoalah sama Allah, minta petunjuk. Karena jawaban terbaik itu
selalu pada-Nya. Kalau memang sudah ketemu, Kamu harus buat niat yang baik, biar Kamu
lebih mudah menggapainya dan barokah. Paham?
Malam ini, seusai sholat isya Aku segera melakukan apa yang dipesankan oleh pak Sahal
sore tadi. Aku berdoa dengan sesegukan. Meminta petunjuk dari-Nya. Hingga tanpa sadar
aku tertidur di lantai sampai bunda membangunkanku saat subuh.
Le, Kamu kok tidur isini?
Iya Bunda, Raka pusing. Rengekku pelan