Anda di halaman 1dari 9

1.

Fonetik
Objek kajian fonologi terdiri atas dua macam, yang pertama
adalah bunyi bahasa (fon) yang disebut dengan tata bunyi
(fonetik). Adapun yang mengkaji fonem disebut tata fonem
(fonemik). Bagian linguistik yang mempelajari alat-alat ucap
disebut fonetik (Robins, 1992:23). Satu-satunya medium
universal dalam komunikasi linguistis antara segenap manusia
normal (tidak termasuk tuna rungu dan tuna wicara, orang-orang
terbelakang, dan sebagainya) adalah wicara (speech). Kajian
ilmiah tentang wicara ini dikenal sebagai fonetik. (Robins,
1992:96)
Fonetik mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan
apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai
pembeda makna atau tidak, karena hanya mempelajari alat-alat
ucap yang berperan dalam pengucapan suatu bunyi bahasa.
Fonetik mengaji dan mendeskripsikan bunyi bahasa dari
sudut ucapan dan bagaimana cara membentuk bunyi tersebut
sehingga menjadi
getaran udara dan dapat diterima oleh
pendengaran, sehingga tidak memperhatikan makna yang
dihasilkan oleh bunyi tersebut. Dengan menghasilkan suara dan
dapat ditangkap oleh pendengar, maka terjadilah komunikasi
antara orang yang satu dengan yang lain. Kata-kata yang
dihasilkan memberikan makna yang dapat dimengerti oleh
pendengar. Sehingga, bahasa menjadi alat untuk interaksi
dengan orang lain yang mempunyai bahasa yang sama.
Berdasarkan sudut pandang bunyi bahasa, fonetik dapat
dibagi menjadi tiga macam, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik
akustis, dan fonetik auditoris. Dalam fonetik, bunyi bahasa
adalah proses yang menghasilkan getaran terhadap suatu benda.
Benda yang bergetar adalah artikulator, sementara alat getarnya
adalah udara yang dihembuskan melalui paru-paru.
Fonetik adalah cabang ilmu linguistik yang meneliti dasar
fisik bunyi bunyi bahasa. Ada 2 segi dasar fisik tersebut,
yaitu: segi alat-alat bicara serta penggunaannya dalam
menghasilkan bunyi-bunyi bahasa; sifat sifat akuistik bunyi yang
telah dihasikan. (Verhaar, 2010:19)
Fonetik secara fisik meneliti bunyi bunyi bahasa yang dibagi
menjadi 2 segi dasar yakni segi alat-alat bicara serta
penggunaannya dalam menghasilkan bunyi-bunyi bahasa; sifat
sifat akuistik bunyi yang telah dihasikan. Segi alat bicara ini
membentuk berbagai bunyi yang akan dihasilkan dari berbagai
teknik dalam penggunaan alat ucap.
Fonetik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi
bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai
fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Kemudian, menurut

urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, dibedakan adanya tiga


jenis fonetik, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik, dan
fonetik auditoris. Fonetik artikulatoris, disebut juga fonetik
organis atau fonetik fisiologis, mempelajari bagaimana
mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan
bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.
(Chaer, 2007: 103)
Seperti yang tertera pada kutipan di atas fonetik dapat
diartikan sebagai ilmu linguistik yang mengkaji suatu bahasa
bukan dari arti atau maksud suatu kata atau bahasa tersebut
melainkan lebih kepada kajian tentang artikulasi atau
pengucapan di dalam berbahasa agar suatu kata yang
dikeluarkan lewat suara dapat terdengar oleh lawan bicara atau
tidak. Dalam konteks ini fonetik yang akan kami bahas adalah
fonetik artikulatoris dimana ilmu ini yang nantinya akan
menentukan suatu pembentukan vokal atau pengucapan
seseorang didalam berbahasa.
Fonetik merupakan ilmu yang sangat berkembang, yang
mencakup bagian-bagian fisiologi dan fisika, tetapi dengan
persyaratan-persyaratan
relevansinya,
metode-metode
penyelidikan
dan
eksperimen-eksperimennya,
serta
perbendaharaan kata teknisnya sendiri. (Lyons,1995:100)
Fonetik
merupakan
cabang
ilmu
linguistika
yang
mempelajari bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan cara
indera pendengar menangkap bunyi itu. Cara indera pendengar
menangkap bunyi sebenarnya adalah mencakup bagian-bagian
fisika yaitu gelombang bunyi, frekuensi bunyi, dan lain
sebagainya. Sedangkan ilmu fisiologi sedikit berperan yaitu
wicara sebagai hasil sampingan yang menakjubkan dari proses
penghembusan napas.
1.1 Fonetik Artikulatoris
Wicara bisa dikaji terutama sebagai aktivitas penutur
berkenaan dengan alat-alat artikulatoris dan proses yang terlibat
dalam aktivitas itu; kajian ini disebut fonetik artikulatoris.
(Robins, 1992:97)
Berdasarkan pada sudut pandang bahasa dan bagian dari
linguistik umum, fonetik artikulatoris mempunyai bagian-bagian
utama tubuh yang menghasilkan dan membedakan bunyi-bunyi
bahasa, yaitu alat-alat ucap berupa bibir, gigi dan lidah yang
berperan penting dalam menghasilkan suatu bunyi. Penutur
dapat mengendalikan proses bicaranya sehingga mempunyai
kesadaran untuk mengucapkan sesuatu yang menghasilkan
bunyi. Sehingga, orang bisa mengenal dan membedakan
berbagai bunyi bahasa yang didengar. Dalam fonetik, bunyi

bahasa akan menghasilkan getaran terhadap suatu benda.


Benda yang bergetar tersebut disebut dengan articulator,
sementara alat getarnya adalah udara yang dihembuskan
melalui paru-paru. Fonetik artikulatoris mempelajari cara kerja
atau mekanisme alat ucap manusia dalam menghasilkan suatu
bunyi bahasa, bagaimana bunyi bahasa itu diklasifikasikan
berdasarkan artikulasinya. Beberapa alat ucap tersebut
diantaranya bibir, gigi, dan lidah yang mempunyi peran dalam
kegiatan berbicara. Dalam berbicara dibutuhkan kejelasan dalam
mengucapkan bunyi agar mudah diterima oleh otak pendengar.
1.2 Fonetik Akustik
Wicara bisa juga dikaji dengan memberikan perhatian utama
pada gelombang-gelombang bunyi yang ditimbulkan oleh
kegiatan berbicara dan transmisi gelombang tersebut melalui
udara yang disebut dengan fonetik akustik. (Robins, 1992:97)
Bunyi dan sumber bunyi lainnya secara fisik akan
menghasilkan gelombang bunyi sehingga dapat ditangkap oleh
pendengaran. Semakin besar sumber bunyi, akan semakin besar
pula gelombang yang dihasilkan, sehingga dengan mudah
pendengar mengakap bunyi tersebut. Fonetik akustik mengaji
bunyi bahasa yang berdasarkan pada aspek fisik sebagai getaran
bahasa, sehingga yang diselidiki adalah frekuensi getaran,
amplitudo, intensitas maupun timbrenya. Hal-hal tersebut
mempengaruhi pendengar dalam menangkap bunyi yang
dihasilkan oleh pengucap. Dalam menghasilkan bunyi vocal
maupun konsonan akan menghasilkan gelombang bunyi yang
berbeda-beda begitu pula dengan frekuensi, amplitudo,
intensitas maupun timbre bunyi tersebut. Hal tersebut dii luar
kesadaran kita, seperti halnya dalam penyebaran gelombang
bunyi tersebut yang tidak bisa diamati secara langsung.
Sehingga, untuk mengetahui gelombang bunyi tersebut sampai
kepada pendengar, maka pendengar akan menangkap bunyi dari
sumber dan akan memberikan respons.
Menurut dasar yang kedua, fonetik disebut fonetik akuistik
karena menyangkut bunyi bahasa dari sudut bunyi sebagai
getaran udara. (Verhaar, 2010:19)
Fonetik akuistik menyelidiki mengenai bunyi menurut sifatsifatnya sebagai getaran udara. Udara yang bergetar adalah
udara yang bergerak dalam gelombang-gelombang. Artinya,
partikel-partikel udara dibuat bergerak, dan partikel yang lain itu
mendesak partikel udara yang lain lagi, dan begitu terus sampai
membentuk gelombang. (Verhaar, 2010:20)
Fonetik akuistik menggunakan getaran udara dari sudut
bunyi. Maka dari itu fonetik akuistik menyangkut bunyi bahasa.

Getaran udara ini dihasilkan dari pergeseran dari udara yang


keluar dari sumber bunyi yang kemudian mengalami
peningkatyan dan penurunan tekanan udara secara cepat dan
berkurang sampai habis. Getaran getaran udara ini dapat
membentuk gelombang sehingga dapat terjadi bunyai yang
dihasilkan dari pergerakan-pergerakan partikel-partikel udara
yang mendesak partikel udara lain lagi.
1.3 Fonetik Auditoris
Persepsi gelombang-gelombang bunyi ini oleh telinga
pendengar dapat diberi penekanan utama, baik berkenaan
dengan fisiologi telinga dan alat-alat dengar yang terkait maupun
berkenaan dengan psikologi persepsi, yang disebut dengan
fonetik auditoris. (Robins, 1992:97)
Sehingga, fonetik artikulatoris sangat berkaitan dengan
fonetik auditoris karena mengaji mekanisme pendengaran dalam
menerima bunyi bahasa sebagai getaran bahasa yang dihasilkan.
Pendengaran akan mudah menangkap suatu bunyi bila bunyi
tersebut dapat ditangkap oleh gendang telinga. Melalui gendang
telinga tersebut akan disalurkan ke otak orang yang mendengar,
sehingga akan terjadi komunikasi antara keduanya jika mereka
mempunyai bahasa yang sama.
Fonetik artikulatoris meneliti alat-alat organik manakah yang
menghasilkan bunyi bahasa. (Verhaar, 2010:19)
Bila kita berbicara, udara dipompakan dari paru-paru,
melalui batang tenggorokan ke pangkal tenggorok yang di
dalamnya terdapat pita-pita suara. Pita-pita itu harus terbuka
agar supaya udara bisa keluar melalui rongga mulut atau rongga
hidung (atau kedua-duanya). Apabila udara keluar
tanpa
hambatan apa-apa di sana-sini, kita tidak menghasilkan bunyi
bahasa; contohnya adalah bernafas saja, hambatan yang perlu
untuk menghasilkan bunyi bahasa dan pita-pita suara dan pada
berbagai tempat artikulasi di pita-pita itu, khususnya di antara
salah satu bagian lidah dan salah satu tempat lain, seperti langitlangit, gusi, gigi, dan lain sebagainya.( Verhaar, 2010:19)
Hubungan ketiga fonetik tersebut terdapat dalam gambar berikut
ini.

Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa fonetik


artikulatoris, fonetik akustis dan fonetik auditoris sangat
berkaitan erat dalam kajian ilmu fonologi. Fonetik artikulatoris
akan mengeluarkan bunyi bahasa dengan alat-alat ucapnya,
yaiyu bibir, lidah dan gigi yang berperan penting dalam
menghasilkan bunyi bahasa. Kemudian, bunyi bahasa tersebut
akan keluar melalui mulut kita sebagai objek fonetik akustik.
Dalam proses keluarnya bunyi ini, sangat dipengaruhi oleh
frekuensi, amplitudo, intensitas maupun timbre yang keluar
berupa gelombang-gelombang bunyi yang kemudian akan
diterima oleh telinga sebagai fonetik auditoris. Gendang telinga
akan bergetar jika menangkap bunyi tersebut. Semakin keras
sumber bunyi yang ditangkap, maka akan semakin keras
bergetarnya gendang telinga tersebut. Maka pendengar akan
memberikan respon kepada lawan bicaranya sebagai tanda
bahwa dia telah menerima rangsangan bunyi yang dihasilkan
oleh lawan bicaranya.
2. Bunyi dan Alat Ucap
Kita menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dengan alat-alat
bicara, yaitu dengan mulut dan bagian-bagiannya, dengan
kerongkongan dan pita-pita suara di dalamnya, dan semuanya
itu dengan mempergunakan udara yang dihembuskan dari paruparu. (Verhaar, 2010:27-28)
Bunyi bahasa dibedakan sebagai yang segmental dan
yang suprasegmental . untuk memahami apa yang dimaksud
dengan bunyi segmental, ambillah contoh sederhana, yaitu
kata Indonesia dan . Kata itu terdiri dari bunyi [d], [a],dan [n],
dalam urutan tersebut. (Verhaar, 2010:27)
Bila kita menuturkan sesuatu, udara dipompakan dari pariparu dan keluar dengan harus melalui sesuatu penyempitan
tertentu, sehingga udara yang keluar itu mulai bergetar. Dari
sudut pandang akuistik, bunyi itu tidak lain adalah udara yang

bergetar. Bila tidak ada penyempitan seperti itu, tak ada bunyi
bahasa samasekali, dan kita hanya bernafas secara normal saja
(Verhaar, 2010:30)
Untuk mengerti apa pentingnya penyempitan tadi,
silahkan anda menghembuskan nafas dengan mendekatkan bibir
bawah pada gigi atas. Yang dihasilkan adalah bunyi [f]. (bila
bunyi bahasa dilambangkan dengan cara fonetis , lazimnya para
ahli linguistik mengapit lambing bunyi di antara kurung persegi).
Sebagai contoh lain, dekatkanlah daun lidah pada gusi gigi atas,
dan hasilnya adalah bunyi [s]. yang terjadi bila udara harus
melalui penyempitan macam itu ialah udara yang keluar itu
mulai bergetar; dan bunyi (termasuk bunyi bahasa) tidak lain
adalah getaran udara. (Verhaar, 2010:30)
Dalam menghasilkan bunyi bahasa, alat alat organik yang
berperan disini dengan alat-alat bicara diantaranya mulut dan
bagian- bagiannya sebagai alat ucap yang terdiri atas gigi
bawah; gigi atas; bibir atas; bibir bawah; lidah; rongga mulut,
dengan kerongkongan dan rongga kerongkongan dan pita-pita
suara di dalamnya, yang semuanya menggunakan udara yang
dihembuskan dari paru-paru. Dalam hbal ini fonetik artikulatoris
memberikan penjelasan mengenai alat-alat ucap beserta
penggunaannya dan tahapan-tahapan terjadinya bunyi. Disini
bunyi terjadi apabila ada hambatan hambatan yang dihasilkan
dari terbukanya pita-pita suara. Selanjutnya akan diteruskan dan
dikeluarkan oleh hidung atau mulut atau bahkan kedua-duanya.
Dalam fonetik artikulatoris hal pertama yang harus
dibicarakan adalah alat ucap manusia untuk menghasilkan bunyi
bahasa. Sebetulnya alat yang digunakan untuk menghasilkan
bunyi bahasa ini mempunyai fungsi utama lain yang bersifat
biologis. Misalnya, paru-paru untuk bernapas, lidah untuk
mengecap, dan gigi untuk mengunyah. Namun, secara kebetulan
alat-alat itu digunakan juga untuk berbicara. (Chaer, 2007: 104)
Pada buku berjudul Linguistik Umum yang ditulis oleh
Abdul Chaer ini juga menyatakan bahwa bunyi-bunyi yang terjadi
pada alat-alat ucap tidak biasa disebut bunyi gigi atau bunyi
bibir, melainkan bunyi dental dan bunyi labial, yakni istilah
berupa bentuk ajektif dari bahasa Latinnya. Oleh karena itu,
untuk memudahkan, baiklah didaftarkan bentuk-bentuk ajektif
untuk nama-nama yang sering muncul dalam studi fonetik itu,
yaitu antara lain; pangkal tenggorok (larynx) laringal, rongga
kerongkongan (pharynx) faringal, pangkal lidah (dorsum)
dorsal, tengah lidah (medium) medial, daun lidah (laminum)
laminal, ujung lidah (apex) apikal, anak tekak (uvula) uvular,
langit-langit lunak (velum) velar, langit-langit keras (palatum)
palatal, gusi (alveolum) alveolar, gigi (dentum) dental, bibir

(labium) labial. Sesuai dengan bunyi bahasa itu dihasilkan,


maka harus kita gabungkan istilah dari dua nama alat ucap itu.
Misalnya, bunyi apikodental yaitu gabungan antara ujung lidah
dengan gigi atas; labiodental yaitu gabungan antara bibir bawah
dengan gigi atas; dan laminopalatal yaitu gabungan anatara
daun lidah dengan langit-langit keras.
Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan jika suatu
bunyi yang kita keluarkan sangat dipengaruhi oleh alat-alat ucap
yang ada pada tubuh manusia seperti mulut, gigi, gusi, lidah, dan
pendukung lainnya seperti paru-paru, diafragma, dan lain-lain
yang mempengaruhi terbentuknya suatu bunyi pada manusia
sehingga dapat diterima dengan jelas atau tidak oleh pendengar
atau lawan bicara.
3. Vokal dan Konsonan
Ada dua kelas bunyi bahasa, konsonan dan vokal.
Konsonan adalah bunyi yang dihasilkan dengan menggunakan
artikulasi pada salah satu bagian alat-alat bicara seperti
dijelaskan pada [ii] sampai dengan [xi] itu. Apabila dalam
pengartikulasian konsonatal pita-pita suara dipakai untuk
menghasilkan suara, maka konsonan itu adalah konsonan
bersuara. (Verhaar, 2010:33)
Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan
melibatkan pita-pita suara tanpa penyempitan atau penutupan
apa pun pada tempat pengartikulasian mana pun. (Verhaar,
2010:33)
Dalam fonetik artikulatoris, alat alat ucap menghasilkan
bunyi dan membaginya menjadi dua kelas bunyi yakni bunyi
konsonan dan bunyi vocal yang itu dihasilkan dari alat-alat ucap.
Dengan hubungan antara alat ucap dan bunyi itu, bisa diambil
kesimpulan sebagaimana bunyi vocal dan konsonan akan
dibentuk dari penghubungan klasifikasi alat ucap sehingga
membentuk karakteristik bunyi tertentu.
3.1 Vokal
Vokal umumnya diklasifikasikan menurut tiga dimensi
artikulatoris: tingkat terbukanya mulut (rapat lw. buka); posisi
bagian lidah yang tertinggi (depan lw. belakang); dan posisi bibir
(bundar lw. hampar atau tak bundar). Jadi, bunyi yang tertentu
mungkin dideskripsikan sebagai vocal rapat, depan, dan bundar
(misalnya, vocal dalam kata prancis lune); bunyi lain sebagai
rapat, depan, dan tak bundar (seperti dalam kata Prancis si dan
kata inggris sea). (Lyons,1995:102)
Vokal dibagi atas tiga dimensi artikulatoris yaitu posisi
mulut, posisi lidah, dan posisi bibir. Mulut, apakah terbuka

ataukah tertutup. Lidah, yang mana posisi lidah yang tertinggi,


depan atau belakang. Dan bagaimana posisi bibir saat
mengucap, bundar, rapat, tak bundar atau bagaimana. Setiap
bunyi dari huruf atau kata, pasti memiliki cara pengucapan yang
berbeda-beda, baik mulut, bibir atau lidahnya.
Vokal adalah modifikasi bunyi bersuara yang melibatkan
hambatan, geseran, atau sentuhan lidah atau bibir. (Robins,
1992:106).
Sehingga, bentuk dan ciri-ciri bibir dapat membedakan
kualitas vokal seseorang, seperti bibir yang berbentuk bulat atau
terentang. Contohnya adalah perbedaan dalam mengucapkan
beat dan feel dengan bentuk bibir tertutup depan panjang
dengan bibir terentang. Selain itu uga dalam pengucapan put
dan pull dengan bentuk bibir tertutup belakang pendek dengan
bibir bundar.
Bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama
berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa
bersifat vertikal bisa bersifat horizontal. Secara vertikal
dibedakan adanya vokal tinggi, misalnya bunyi [i] dan [u]; vokal
tengah, misalnya, bunyi [e] dan []; dan vokal rendah, misalnya,
bunyi [a]. Secara horizontal dibedakan adanya vokal depan,
misalnya bunyi [i] dan [e]; vokal pusat, misalnya, bunyi []; dan
vokal belakang, misalnya, bunyi [u] dan [o]. Kemudian menurut
bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tak
bundar. Disebut vokal bundar karena bentuk mulut membundar
ketika mengucapkan vokal itu, misalnya, vokal [o] dan vokal [u].
Disebut vokal tak bundar karena bentuk mulut tidak membundar,
melainkan melebar, pada waktu pengucapan vokal tersebut,
misalnya, vokal [i] dan vokal [e]. (Chaer, 2007: 113)
Dalam konteks ini yang dimaksud vokal adalah huruf-huruf
yang pengucapannya hanya menggunakan alat ucap berupa
bibir yang tidak dikatubkan antara bibir atas dengan bibir bawah
atau bibir dengan gigi dan tidak ada penggabungan alat ucap
seperti lidah dengan gigi, lidah dengan gusi, dan lainnya.
3.2 Konsonan
Konsonan-konsonan digolongkan menjadi beberapa kategori
yang berbeda-beda dan menarik, mungkin bersuara atau tak
bersuara, dan oral atau nasal. (Lyons,1995:103) Konsonankonsonan
apikal
adalah
konsonan-konsonan
yang
di
artikulatornya di ujung lidah; konsonan-konsonan dorsal adalah
konsonan-konsonan yang artikulatornya dorsum atau bagian
belakang lidah. (Lyons,1995:103)
konsonan-konsonan
kemudian
dapat
diklasifikasikan
menurut berbagai variabel artikulatoris (hanya beberapa yang

telah kita sebut). Misalnya menurut konvensi-konvensi IPA, [p]


adalah bilabial, tak bersuara, oral, hambat; [b] adalah bilabial,
bersuara, oral, hambat; [f] adalah labiodental ,tak bersuara,
frikatif (oral); [m] adalah bilabial, nasal (bersuara), hambat; [t]
adalah dental (atau alveolar), tak bersuara, hambat, oral. [n]
adalah dental (atau alveolar),hambat, nasal (bersuara), dsb.
(Lyons,1995:104)
Konsonan memiliki banyak macam berdasarkan alat ucap
yang digunakan untuk membentuknya. Macam konsonan yang
dibedakan berdasarkan alat ucap yaitu diantaranya adalah
labiodental, apikodental, bilabial, alveolar, dan lain sebagainya.
Adanya fonetik artikulatoris, fonetik akustik, dan fonetik
auditoris menyebabkan seseorang mudah bekomunikasi dengan
orang lain dalam menghasilkan bunyi. Fonetik tersebut
berhubungan dengan mekanisme alat ucap dalam mengeluarkan
bunyi. Bunyi yang dikeluarkan dapat berupa bunyi vokal maupun
konsonan yang mempunyai cara berbeda dalam cara
pengucapannya.
Dalam konsonan, dua komponen terpenting adalah daerah
artikulasi dan cara artikulasi. (Robins, 1992:115). Daerah
artikulasi tersebut menjadi daerah pertemuan antara dua
artikulator. Seperti pertemuan bibir atas dan bibir bawah (kedua
bibir terkatup) yang disebut dengan bilabial, misalnya dalam
mengucapkan [p], [b], dan [m]. Cara artikulasi adalah cara
artikulator menyentuh atau mendekati daerah artikulasi, seperti
bunyi getar pada ujung lidah yang menyentuh tempat yang sama
berulang-ulang, seperti saat mengucapkan [r].
Penutupan

Anda mungkin juga menyukai