Anda di halaman 1dari 3

Tafsir Surah al Baqarah ayat 144

Tafsir ad Durrul Mansur fi Tafsir bil Maksur


Windha Intan Aryani
Bismillah.







Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,
maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orangorang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari
Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan (144)
Tafsir :
Ulama berbeda pendapat mengenai sebab diturunkannya ayat ini.
Diantara sekian perbedaan tersebut, disebutkan bahwa ayat ini turun
karena kegundahan Nabi ketika shalat menghadap Baitul Maqdis,
Palestina. Seperti ungkapan Barra bin Azib yang dinarasikan oleh Ibnu
Majah, kami shalat bersama Nabi dengan menghadap Baitul Maqdis
selama 18 bulan, dan pengubahan arah kiblat itu terjadi 2 bulan setelah
menempati kota Madinah
Pada saat-saat Nabi shalat menghadap Baitul Maqdis, beliau lebih
sering menengadah ke langit. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa beliau
sedang resah. Di saat yang sama, Allah mengetahui kegundahan
kekasihnya, dengan meminta Jibril turun, seraya membacakan firman
Allah tersebut. Namun, menengadah kelangit tersebut, sebagian asumsi

ulama mengatakan bahwa beliau melakukannya ketika usai salat, ulama


lain berpendapat seperti uraian sebelumnya.
Jelasnya, kejadian tersebut terjadi pada saat beliau sedang
menunaikan shalat dhuhur bersama sahabat yang ikut berjamaah pada
saat itu. Hingga ketika ayat tersebut turun, jamaah salat pun pindah.
Kaum pria menuju tempat wanita dan kaum wanita menggantikan tempat
pria, begitu juga Nabi yang berjalan ke depan jamaah pria tanpa
membatalkan salat dengan perubahan arah kiblat yang berlawanan.
Maksud dari ayat, Falanuwalliyannaka

ayat,

seperti yang

diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam al Kabir, adalah Kiblat Ibrahim.


Hingga selanjutnya, Fawalli Wajhaka ayat, merupakan perintah Allah
untuk mengubah arah kiblatnya ke Masjidil Haram atau Kiblat kakeknya,
Ibrahim.

Selanjutnya, wahaitsuma kuntum-ayat, mempunyai pengertian yang


lebih universal. Bahasannya menyangkut kewajiban seseorang untuk
menghadap Kiblat, Masjidil Haram dimana pun ia berada. Hal ini juga
ditegaskan Nabi dalam hadisnya melalui Baihaqi, Baitullah (Kakbah)
merupakan Kiblat bagi penghuni Masjid, dan Masjid merupakan Kiblat
bagi penduduk tanah haram, sedangkan tanah haram adalah Kiblat bagi
seluruh penduduk bumi di seantero dunia dari ummatku.
Hal ini juga menjadi sanggahan terhadap bangsa Yahudi. Sebab,
ketika muslim menghadap ke Baitul Maqdis, Yahudi sempat tertawa
girang. Namun, hal tersebut tiada ketika ayat di atas turun. Khitobnya
juga bisa terhadap mereka, Yahudi, pasalnya, mereka mengetahui tentang
ayat tersebut bahwa benar dari tuhan Muhammad, Allah. Akan tetapi,
arogansi mereka mengalahkan segalanya.
Yahudi tahu persis siapa itu Muhammad, seperti yang mereka telaah
dalam kitab mereka, Taurat dan Injil, kemudian kejadian perubahan kiblat
ini juga menunjukkan tentang tingkat kesombongan mereka untuk tidak

mengakui kebenaran. Seperti yang diungkapkan dalam ayat, Wa Inna al


Ladzina Utu al Kitaba ayat.
Wallahu Alam bi Showab

Anda mungkin juga menyukai