Oleh:
L. Briyan Berjid
(H1A011038)
Ni Wayan Pariastini
(H1A011052)
(H1A011060)
Pembimbing:
dr. Ketut Adi Wirawan, Sp.A, M.Sc
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Demam Rematik (DR) atau Rheumatic Fever (RF) merupakan suatu penyakit
inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen
atau kelainan jaringan ikat. Proses rematik ini merupakan reaksi peradangan yang
dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan sistem saraf pusat.
Demam Rematik Akut (DRA) adalah sinonim dari demam rematik dengan penekanan
akut, sedangkan yang dimaksud demam rematik inaktif adalah pasien-pasien dengan
demam rematik tanpa tanda-tanda radang. 1,2,3,4
Penyakit demam rematik dan gejala sisanya, yaitu Penyakit Jantung Rematik
(PJR), merupakan jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada
populasi anak-anak dan dewasa muda. Puncak insiden demam rematik terdapat pada
kelompok 5-15 tahun; penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun
dan penduduk di atas 50 tahun. Prevalensi demam rematik atau penyakit jantung
rematik yang diperoleh dan penelitian WHO mulai tahun 1984 di 16 negara sedang
berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat
berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000 anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar
2,2 per 1.000 anak sekolah.4
Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober1 November
2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000
penduduk di negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang di
daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000 penduduk. Diperkirakan sekitar
2.000-332.000 penduduk yang meninggal diseluruh dunia akibat penyakit tersebut.5
Prevalensi DR di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa
penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi PJR berkisar antara
0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian, secara kasar dapat
diperkirakan bahwa prevalensi DR di Indonesia pasti lebih tinggi dari angka tersebut,
mengingat PJR merupakan akibat dari DR.6
1.1.
Etiologi
Demam rematik akut disebabkan oleh respon imunologis yang terjadi
sebagai sekuel dari infeksi streptokokus grup A pada faring. Faringitis
yang terjadi akibat infeksi streptokokus grup A dapat diprediksi
menggunakan skor Centor yang telah dimodifikasi.12
Gambar 1.1 Skor Centor yang telah dimodifikasi dan opsi manajemen.
Beberapa tahun terakhir terjadi perdebatan mengenai kemungkinan
infeksi streptokokus grup A pada kulit juga dapat menyebabkan demam
rematik.11 Tingkat serangan demam rematik akut setelah infeksi
streptokokus bervariasi tergantung derajat infeksinya, yaitu 0,3 sampai 3
persen. Faktor predisposisi yang penting meliputi riwayat keluarga yang
menderita demam rematik, status sosial ekonomi rendah (kemiskinan,
sanitasi yang buruk), dan usia antara 6 sampai 15 tahun (dengan puncak
insidensi pada usia 8 tahun).7
2
Patofisiologi
Lesi peradangan dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh, terutama
pada jantung, otak, sendi dan kulit. Karditis akibat rematik sering disebut
sebagai pankarditis, dengan miokarditis sebagai bagian yang paling utama.
Saat ini, diketahui bahwa komponen katup yang mungkin sama atau lebih
penting dibandingkan keterlibatan otot jantung maupun pericardium. Pada
miokarditis rematik, kontraktilitas miokard jarang mengalami kerusakan
dan kadar troponin serum tidak mengalami peningkatan. Pada penyakit
jantung rematik tidak hanya terjadi kerusakan pada daun katup akibat
timbulnya vegetasi pada permukaannya, namun seluruh katup mitral
mengalami kerusakan (dengan pelebaran annulus dan tertariknya korda
tendineae).7,8
Katup mitral merupakan katup yang paling sering dan paling berat
mengalami kerusakan dibandingkan dengan katup aorta dan lebih jarang
pada katup trikuspid dan pulmonalis. Badan Aschoff yang ditemukan pada
otot jantung atrium merupakan salah satu tanda khas pada demam rematik.
Badan Aschoff terdiri dari lesi-lesi peradangan yang disertai dengan
pembengkakan, serat kolagen yang berfragmen, dan perubahan jaringan
penyambung, yang saat ini dianggap sebagai sel miokardium yang
mengalami nekrosis.7
Manifestasi Klinis
Demam rematik akut didiagnosis dengan menggunakan kriteria Jones.
Kriteria tersebut dibagi menjadi tiga bagian : (1) lima gejala mayor, (2)
empat gejala minor, dan (3) bukti pemeriksaan yang mendukung adanya
infeksi streptokokus grup A.5,7,8
Tabel 1.1 Kriteria Jones untuk DRA (WHO 2002-2003)
Kriteria Mayor
1. Karditis
Kriteria Minor
1. Demam
2. Polyarthritis
2. Polyatralgia
3. Chorea
4. Erythema marginatum
5. Subcutaneous nodul
1.
Peningkatan
antistreptollysin
atau
2.
3.
peningkatan
cepat
antigen
antibodi
terhadap
Kriteria Mayor
1.
2.
Poliartritis,
ditandai
oleh
adanya
nyeri,
pembengkakan,
Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan
5.
2.
terdiagnosis.5,7
Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai
peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus
dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya,
atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anakanak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor
3.
4.
akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika
korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan.
Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus
anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak
meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal
jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat
meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif
tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi Streptokokus
5.
akut.
Bagaimanapun,
biakan
yang
negatif
tidak
dapat
Diagnosis
Demam rematik akut didiagnosis berdasarkan kriteria Jones dimana
didapatkan minimal dua gejala mayor atau satu gejala mayor dan dua
gejala minor, ditambah adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan
adanya infeksi streptokokus. Dua gejala mayor selalu lebih kuat
dibandingkan satu gejala mayor dengan dua gejala minor. Arthralgia atau
pemanjangan interval PR tidak dapat digunakan sebagai gejala minor
Reumatik
serangan pertama
Demam
Reumatik
serangan berulang
tanpa
PJR
Demam
Reumatik
serangan
Berulang
dengan PJR
Korea
Reumatik
(stenosi
PJR
s
Mitral
murn
i
atau kombinasi
dengan insufisiensi
mitral
dan/atau gangguan
Kriteria
Dua mayor atau satu mayor dan
dua
minor ditambah dengan bukti
infeksi
Streptococcus beta hemolyticus
group A
sebelumnya
Dua mayor atau satu mayor dan
dua
minor ditambah dengan bukti
infeksi
Streptococcus beta hemolyticus
group A
sebelumnya
Dua minor ditambah dengan
bukti
Streptococcus beta
infeksi hemolyticus
group sebelumny
A
a
Tidak diperlukan kriteria mayor
lainnya
Streptococcus
atau bukti infeksi beta
hemolyticus
group A
Tidak diperlukan kriteria lainnya
untuk
mendiagnosis sebagai PJR
katup
aorta
)
Diagnosis Banding
Arthritis reumatoid juvenile sering didiagnosis sebagai demam rematik
akut. Temuan klinis yang mengarah ke arthritis reumatoid juvenile antara
lain : keterlibatan dari sendi-sendi kecil di perifer, sendi-sendi besar
terkena secara simetris tanpa adanya arthritis yang berpindah, kepucatan
pada sendi yang terkena, tidak ada bukti infeksi streptokokus, perjalanan
penyakit yang lebih indolen, dan tidak adanya respon awal terhadap terapi
salisilat selama 24 sampai 48 jam.7
Penyakit vaskular kolagen (systemic lupus erythematosus ; SLE,
penyakit jaringan penyambung campuran); arthritis yang reaktif, termasuk
arthritis poststreptococcal; serum sickness; dan infeksius arthritis (seperti
gonokokus), kadang-kadang perlu dibedakan.7
Infeksi virus yang disertai arthritis akut (rubella, parvovirus, virus
hepatitis B, herpesvirus, enterovirus) lebih sering terjadi pada orang
dewasa. Penyakit-penyakit hematologi seperti anemia sel sabit dan
leukemia, dianjurkan untuk tetap dipikirkan sebagai diagnosis banding. 7
Hanya karditis yang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada
jantung. Tanda klinis ringan dari karditis menghilang secara cepat dalam
jangka waktu mingguan, tetapi pada pasien dengan karditis berat baru
hilang setelah 2-6 bulan. Khorea secara bertahap berkurang setelah 6
sampai 7 bulan atau lebih lama dan biasanya tidak menimbulkan sekuel
neurologis yang permanen.7
Tatalaksana
Ketika demam rematik akut ditemukan secara anamnesis dan
pemeriksaan fisik, selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium antara
lain : pemeriksaan darah lengkap, reaktan fase akut (LED, protein Creaktif), kultur tenggorok, titer anti streptolisin O (dan titer antibodi kedua,
terutama
pada
pasien
dengan
khorea),
foto
Rontgen,
dan
Karditis
Karditis
berat***
Selama masih
arthritis
ringan*
sedang**
1-2 minggu
3-4 minggu
4-6 minggu
Tirah baring
adanya gagal
jantung
kongestif
Ambulasi
indoor
1-2 minggu
kardiomegali diragukan
**
kardiomegali ringan
3-4 minggu
4-6 minggu
2-3 bulan
10
Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin saat
demam rematik akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan hingga
sedang, penggunaan aspirin saja sebagai anti inflamasi direkomendasikan
dengan dosis 90-100 mg/kgBB perhari yang dibagi dalam 4 sampai 6
dosis. Kadar salisilat yang adekuat di dalam darah adalah sekitar 20-25
mg/100 mL. Dosis ini dilanjutkan selama 4 sampai 8 minggu, tergantung
pada respon klinis. Setelah perbaikan, terapi dikurangi secara bertahap
selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase akut. 7
Untuk arthritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu dan
dikurangi secara bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu. Adanya
perbaikan gejala sendi dengan pemberian aspirin merupakan bukti yang
mendukung arthritis pada demam rematik akut. Pemberian prednisone ( 2
mg/kgBB perhari dalam 4 dosis untuk 2 sampai 6 minggu ) diindikasikan
hanya pada kasus karditis berat. 5,7
Penanganan gagal jantung kongestif meliputi istirahat total dengan
posisi setengah duduk (orthopneic) dan pemberian oksigen. Prednison
untuk karditis berat dengan onset akut. Digoksin digunakan dengan hatihati, dimulai dengan setengah dosis rekomendasi biasa, karena beberapa
pasien dengan karditis rematik sangat sensitif terhadap pemberian digitalis.
Furosemid dengan dosis 1 mg/kgBB setiap 6 sampai 12 jam, jika terdapat
indikasi. 7
Penanganan khorea Sydenham dilakukan dengan mengurangi stres
fisik dan emosional. Terapi medikamentosa antara lain pemberian benzatin
penisilin G 1,2 juta unit, sebagai awalan eradikasi streptokokus dan juga
setiap 28 hari untuk pencegahan rekurensi, seperti pada pasien dengan
gejala rematik lainnya. Tanpa profilaksis sekitar 25% pasien dengan
khorea (tanpa adanya karditis) berkembang menjadi penyakit katup
jantung rematik pada follow-up 20 tahun berikutnya. Pada kasus yang
berat, obat-obatan berikut dapat diberikan : fenobarbital (15-30 mg setiap
6-8 jam), haloperidol (dimulai dengan dosis 0,5 mg dan ditingkatkan setiap
8 jam sampai 2 mg setiap 8 jam), asam valproat, klorpromazine, diazepam,
atau steroid.5,7
11
Prognosis
Ada maupun tidak adanya kerusakan jantung permanen menentukan
prognosis. Perkembangan penyakit jantung sebagai akibat demam rematik
akut diperngaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1.
2.
3.
Pencegahan
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer dari demam rematik dimungkinkan dengan
terapi penisilin selama 10 hari untuk faringitis karena streptokokus.
Namun, 30% pasien berkembang menjadi subklinis faringitis dan
oleh karena itu tidak berobat lebih lanjut. Sementara itu, 30%
pasien lainnya berkembang menjadi demam rematik akut tanpa
keluhan dan tanda klinis faringitis streptokokus.7,8,9
2. Pencegahan sekunder
Pasien dengan riwayat demam rematik, termasuk dengan gejala
khorea dan pada pasien dengan tidak adanya bukti pemeriksaan
yang menunjukkan pasien menderita demam remati akut harus
diberikan profilaksis. Sebaiknya, pasien menerima profilaksis
dalam jangka waktu tidak terbatas. 7
Tabel 1.3 Durasi Profilaksis untuk DR
Kategori
Demam rematik tanpa karditis
Durasi
Minimal selama 5 tahun atau sampai usia
12
kelainan katup)
Demam rematik dengan karditis dan Minimal 10 tahun sejak episode terakhir
penyakit jantung residual (kelainan katup dan minimal sampai usia 40 tahun,
persisten)
1.2.
Definisi
Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan
penyakit jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit
jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat
demam reumatik akut sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%),
aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang
katup pulmonal. Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis
atau insufisiensi atau keduanya. 5,8
Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi paling penting
dari demam rematik. Lesi pada katup berawal dari verrucae kecil yang
terdiri dari fibrin dan sel-sel darah di sepanjang perbatasan dari satu atau
lebih katup jantung. Katup mitral paling sering terkena, selanjutnya diikuti
oleh katup aorta; manifestasi ke jantung-kanan jarang ditemukan. Sejalan
dengan berkurangnya peradangan, verrucae akan menghilang dan
meninggalkan jaringan parut. Dengan serangan berulang dari demam
rematik, verrucae baru terbentuk di bekas tempat tumbuhnya verrucae
sebelumnya dan endokardium mural dan korda tendinea menjadi terkena.8
Patofisiologi
Demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring maupun
kulit yang disebabkan Streptokokus beta hemolitik grup A. Reaksi
autoimun
terhadap
infeksi
Streptokokus
secara
hipotetif
akan
13
tesebut
bereaksi
dengan
jaringan
hospes
sehingga
14
3. Insufisiensi Aorta
15
arteri
perifer
tidak
ditemukan.
Diagnosis
pasti
BAB II
16
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama Lengkap
: An. NF
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 9 tahun
Alamat
: Sengkol
No. RM
: 049447
Nama
Umur
Pendidikan/Berapa tahun
Pekerjaan
Ibu
Ny. R
39 th
SD
IRT
Tanggal Masuk RS
: 19 Mei 2015
Diagnosis MRS
Ayah
Tn. L
42 th
SMP
Buruh bangunan
SUBYEKTIF
II. Keluhan Utama : demam
III. Riwayat Penyakit Sekarang (alloanamnesis oleh ibu pasien tanggal 20 Mei
2015) :
Pasien datang ke RSUD Praya dengan keluhan demam tinggi timbul
mendadak sejak 9 hari yang lalu (Senin 11 Mei 2015 pukul 10.00 WITA), demam
pasien naik turun. Pasien sudah diberikan obat penurun panas (bodrexin), namun
pasien masih demam. Demam tinggi biasanya muncul malam hari sekitar pukul 01.00
WITA. Demam tidak disertai menggigil, kejang, muntah, mencret, dan perdarahan.
Pasien juga tidak memiliki riwayat nyeri menelan. Pasien mengeluhkan nyeri pada
paha kanan sejak tanggal 17 Mei 2015. Nyeri muncul jika kaki digerakkan dan
disentuh, selain itu juga pasien mengeluhkan nyeri dada jika pasien lelah. Pasien
biasanya merasa cepat lelah ketika bermain dengan teman-temannya. Pasien juga
mengaku sulit untuk mengikuti kegiatan olah raga di sekolahnya. Tidak ada keluhan
BAB dan BAK, tidak ada keluhan nyeri kepala. Ibu pasien mengaku nafsu makan
pasien menurun sejak sakit.
17
Pasien
Ayah pasien memiliki penyakit DM.
VII. Riwayat Kehamilan Ibu :
Ibu pasien mengaku selama hamil pernah demam, batuk, dan pilek, dan diberi
obat dari puskesmas. Ibu pasien mengaku melakukan ANC sesuai jadwal di
Posyandu. Ibu pasien mengatakan umur kehamilan 9 bulan 2 hari saat melahirkan
pasien. Peningkatan berat badan selama hamil dirasakan cukup baik. Riwayat
perdarahan, trauma, kencing manis, hipertensi, asma dan keputihan disangkal.
VIII. Riwayat Persalinan :
Pasien lahir spontan di rumah pada tanggal 24 November 2005,persalinan
dibantu dukun, dan langsung menangis. Ibu pasien mengaku BBL 2700 gram (diukur
2 hari setelah lahir di bidan). Ibu tidak menderita demam tinggi, tekanan darah tinggi,
kejang dan sesak napas setelah persalinan.
IX. Riwayat Nutrisi:
18
Pasien setelah lahir diberikan ASI oleh ibunya sampai usia dua tahun.
Sekarang pasien mengkonsumsi nasi dan lauk pauk, namun sejak sakit nafsu makan
pasien menurun.
OBYEKTIF
X. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: sedang
Kesadaran
Nadi
Frekuensi nafas
: sadar (E4V5M6)
: 96 x/menit, isi dan tegangan kuat angkat, regular
: 40 x/menit
Suhutubuh
: 37,3oC
Tekanandarah
: 90/60 mmHg
Status gizi:
Berat Badan
:18kg
Berat BadanLahir
: 2700 gram
Panjang Badan
: 120 cm
Lingkar Kepala
: 51 cm
BB/PB
Status generalis :
1. Kepala:
Bentuk kepala : Normocephali, kelainan yang ada: Ubun-ubun besar: tertutup dan datar
Mata:
a. Pupil: refleks cahaya (+/+), isokor (+)
b. Sekret mata: c. Edema palpebra: d. Konjungtiva: anemia (+/+)
e. Sklera: ikterus (-/-)
Telinga: simetris, otorea (-/-)
Hidung: simetris, rinorhea (-/-)
Mulut: pucat dan kering
19
2. Leher:
Pembesaran kelenjar: (-)
3. Thoraks
Cor:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
4. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
: simetris, retraksi(-)
: simetris
: sonor (+)
: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-), stridor (-/-)
: distensi (-), organomegali (-), kelainan kongenital (-)
: bising usus normal
: nyeri tekan (-), massa (-), hepatomegali (+) teraba padat kenyal
dan tumpul serta teraba 2 jari dibawah arcus costae 12 dextra,
Perkusi
5. Ekstremitas
Kelainan bentuk
Nyeri tekan
Kekuatan
Edema
CRT: <3 detik
Ekstremitas atas
-/-/+5/+5
-/-
Ekstremitas bawah
-/-/+4/+5
-/-
6. Kulit
Dalam batas normal
7. Urogenital
Dalam batas normal
20
8. Vertebrae
Dalam batas normal
ASSESSMENT
Diagnosis Awal
Demam Reumatik
PLANNING
Diagnostik
DL
GDS
LED
Imuno-serologi: ASTO
Foto thoraks
EKG
Terapi
IVFD D5 NS 20 tpm
Inj. Ampicilin 4 x 1gr
PO:
Aspirin 4 x 500 mg
3.
4.
5.
6.
RESUME
Anak perempuan usia 9 tahun :
Demam sejak 9 hari yang lalu
Nyeri pada paha kanan dan ibu jari kaki kiri setelah 1 minggu demam muncul
Tiga tahun yang lalu keluhan nyeri yang sama muncul tanpa disertai demam
Dua bulan yang lalu pasien gatal-gatal pada pergelangan tangan kiri disertai
benjolan kecil berisi cairan
Dari auskultasi jantung didapatkan murmur sistolik
ASTO : 400 IU/mL
LED
: 90 mm/jam
Foto thoraks: kardiomegali dan edema pulmo
EKG
: Interval P-R memanjang
Diagnosis Akhir
22
FOLLOW UP
Tanggal
20 Mei 2015
S
tidak demam,
paha kanan
nyeri, jempol
kiri nyeri,
batuk, tidak
sesak, tidak
kejang, dan
tidak ada
keluhan BAB
maupun BAK
O
KU: sedang, N:
120x/menit, R:
40x/menit, T:
37,3oC.
Mata: anemis
(-/-), ikterik (-/-)
Hidung:
rinnorhea (-)
Telinga:
simetris, otorhea
(-)
Mulut: pucat
Leher:
pembesaran
KGB (-)
Toraks:
Pulmo:
I: simetris,
retraksi (-)
P: simetris
P: sonor
A:
bronkovesikuler
(+/+) rhonki (-/-)
wheezing (-/-)
Cor:
I: ictus cordis (-)
P: ictus cordis
(+) thrill (+)
P: sde
A: S1 S2 tunggal
regular gallop
(+) murmur (-)
A
PJR
P
IVFD D5 NS
20 tpm
Inj. Ampicilin 4
x 1gr
Inj. Ranitidine 3
x amp (25
mg)
PO:
Aspirin 4 x 500
mg
WBC: 11 x
103/uL
neu: 63,7%
RBC: 4.37 x
106/uL
Hb: 11.3 g/dL
HCT: 35.0%
PLT: 494 x
103/uL
DDR: negatif
Widal O: 1/320
H: 1/160
AH: negatif
BH: negatif
Glukosa: 115
mg/dl
ASTO 400
Abdomen:
23
I: distensi (-)
A: bising usus
(+) kesan normal
P: nyeri tekan
(-), hepar renal
lien tidak teraba
P: timpani
21 Mei 2015
tidak demam,
paha kanan
nyeri, jempol
kiri nyeri,
batuk, tidak
sesak, tidak
kejang, tidak
mual muntah
dan tidak ada
keluhan BAB
maupun BAK
Ekstremitas:
Hangat (+/+),
edema (-/-),
nyeri paha kanan
dan jempol kiri.
KU: sedang, N:
PJR
120x/menit, R:
24x/menit, T:
36,6oC.
Mata: anemis
(-/-), ikterik (-/-)
Hidung:
rinnorhea (-)
Telinga:
simetris, otorhea
(-)
Mulut: pucat
Leher:
pembesaran
KGB (-)
IVFD D5 NS
20 tpm
Inj. Ampicilin 4
x 1gr
Inj. Ranitidine 3
x amp (25
mg)
PO:
Aspirin 4 x 500
mg
Eritromisin 4 x
500 mg
Lasix 3 x 15 mg
Spironolakton 2
x tab
Captopril 3 x
tab
Toraks:
Pulmo:
I: simetris,
retraksi (-)
P: simetris
P: sonor
A:
bronkovesikuler
(+/+) rhonki (-/-)
wheezing (-/-)
Cor:
I: ictus cordis (-)
P: ictus cordis
(+)
P: sde
A: S1 S2 tunggal
regular gallop
(+) murmur (-)
Abdomen:
I: distensi (-)
24
A: bising usus
(+) kesan normal
P: nyeri tekan
(-), hepar renal
lien tidak teraba
P: timpani
22 Mei 2015
Ekstremitas:
Hangat (+/+),
edema (-/-),
nyeri paha kanan
dan jempol kiri.
tidak demam, KU: sedang, N:
PJR
nyeri sendi (-), 118x/menit, R:
batuk (+),
32x/menit, T:
tidak sesak,
36,5oC.
tidak kejang,
tidak mual
Mata: anemis
muntah dan
(-/-), ikterik (-/-)
tidak ada
Hidung:
keluhan BAB rinnorhea (-)
maupun BAK Telinga:
simetris, otorhea
(-)
Mulut: pucat
Leher:
pembesaran
KGB (-)
IVFD D5 NS
20 tpm
Inj. Ranitidine 3
x amp (25
mg)
PO:
Aspirin 4 x 500
mg
Eritromisin 4 x
500 mg
Lasix 3 x 15 mg
Spironolakton 2
x tab
Captopril 3 x
tab
Toraks:
Pulmo:
I: simetris,
retraksi (-)
P: simetris
P: sonor
A:
bronkovesikuler
(+/+) rhonki (-/-)
wheezing (-/-)
Cor:
I: ictus cordis (-)
P: ictus cordis
(+)
P: sde
A: S1 S2 tunggal
regular gallop
(+) murmur (-)
Abdomen:
I: distensi (-)
A: bising usus
25
24 Mei 2015
Ekstremitas:
Hangat (+/+),
edema (-/-),
nyeri paha kanan
dan jempol kiri.
tidak demam, KU: sedang, N:
PJR
nyeri sendi (-), 104x/menit, R:
batuk (+),
24x/menit, T:
tidak sesak,
36,6oC.
tidak kejang,
tidak mual
Mata: anemis
muntah dan
(-/-), ikterik (-/-)
tidak ada
Hidung:
keluhan BAB rinnorhea (-)
maupun BAK Telinga:
simetris, otorhea
(-)
Mulut: pucat
Leher:
pembesaran
KGB (-)
IVFD D5 NS
20 tpm
Inj. Ranitidine 3
x amp (25
mg)
PO:
Aspirin 4 x 500
mg
Eritromisin 4 x
500 mg
Lasix 3 x 15 mg
Spironolakton 2
x tab
Captopril 3 x
tab
Toraks:
Pulmo:
I: simetris,
retraksi (-)
P: simetris
P: sonor
A:
bronkovesikuler
(+/+) rhonki (-/-)
wheezing (-/-)
Cor:
I: ictus cordis (-)
P: ictus cordis
(+)
P: sde
A: S1 S2 tunggal
regular gallop
(+) murmur (-)
Abdomen:
I: distensi (-)
A: bising usus
(+) kesan normal
26
P: nyeri tekan
(-), hepar renal
lien tidak teraba
P: timpani
25 Mei 2015
Ekstremitas:
Hangat (+/+),
edema (-/-),
nyeri paha kanan
dan jempol kiri.
tidak demam, KU: sedang, N:
PJR
nyeri sendi (-), 98x/menit, R:
batuk (+),
22x/menit, T:
tidak sesak,
36,7oC.
tidak kejang,
tidak mual
Mata: anemis
muntah dan
(-/-), ikterik (-/-)
tidak ada
Hidung:
keluhan BAB rinnorhea (-)
maupun BAK Telinga:
simetris, otorhea
(-)
Mulut: pucat
Leher:
pembesaran
KGB (-)
Bed Rest
Diet Jantung
IVFD D5 NS
20 tpm
Inj. Ranitidine 3
x amp (25
mg)
Aspirin 4 x 500
mg
Eritromisin 4 x
500 mg
Lasix 40 mg 2 x
tab
Spironolakton 2
x tab
Captopril 3 x
tab
Toraks:
Pulmo:
I: simetris,
retraksi (-)
P: simetris
P: sonor
A:
bronkovesikuler
(+/+) rhonki (-/-)
wheezing (-/-)
Cor:
I: ictus cordis (-)
P: ictus cordis
(+)
P: sde
A: S1 S2 tunggal
regular gallop (-)
murmur (+)
Abdomen:
I: distensi (-)
A: bising usus
(+) kesan normal
P: nyeri tekan
27
26 Mei 2015
Ekstremitas:
Hangat (+/+),
edema (-/-),
nyeri paha kanan
dan jempol kiri.
tidak demam, KU: sedang, N:
PJR
nyeri sendi (-), 96x/menit, R:
batuk (+),
20x/menit, T:
tidak sesak,
36,6oC. TD:
tidak kejang,
90/60 mmHg
tidak mual
muntah dan
Mata: anemis
tidak ada
(-/-), ikterik (-/-)
keluhan BAB Hidung:
maupun BAK rinnorhea (-)
Telinga:
simetris, otorhea
(-)
Mulut: pucat
Leher:
pembesaran
KGB (-)
Bed Rest
Diet Jantung
IVFD D5 NS
20 tpm
Tab Ranitidine 2
x tab
Aspirin 4 x 500
mg
Eritromisin 4 x
500 mg
Lasix 40 mg 2 x
tab
Spironolakton 2
x tab
Captopril 3 x
tab
Toraks:
Pulmo:
I: simetris,
retraksi (-)
P: simetris
P: sonor
A:
bronkovesikuler
(+/+) rhonki (-/-)
wheezing (-/-)
Cor:
I: ictus cordis (-)
P: ictus cordis
(+)
P: sde
A: S1 S2 tunggal
regular gallop (-)
murmur (+)
Abdomen:
I: distensi (-)
A: bising usus
(+) kesan normal
P: nyeri tekan
28
29
BAB III
ANALISIS KASUS
Daftar masalah:
1. Demam hari ke-9
2. Nyeri paha kanan dan ibu jari kaki kiri
3. Murmur sistolik
4. ASTO dan LED meningkat
5. Tampakan kardiomegali pada foto thoraks
6. Pemanjangan interval P-R pada EKG
Pembahasan:
Demam, nyeri pada persendian, peningkatan ASTO dan LED, kardiomegali
dan pemanjangan interval P-R termasuk dalam kriteria diagnostik demam rematik
akut yang dirumuskan oleh Jones pada tahun 1965 dan telah diperbaharui oLeh WHO
pada 2002-2003. Sesuai dengan kriteria Jones terdapat lima kriteria mayor dan empat
kriteria minor serta bukti yang mendukung adanya infeksi streptokokus. Untuk
menegakkan diagnosis demam rematik akut perlu didapatkan minimal dua gejala
mayor atau satu gejala minor dan dua gejala minor. Pada pasien ini didapatkan empat
gejala minor yakni demam, poliathralgia, peningkatan LED serta pemanjangan
interval P-R. Selain itu juga terdapat bukti yang mendukung adanya infeksi
streptokokus grup A berupa peningkatan titer antistreptolisin O atau ASTO. Sehingga,
pada pasien ini diagnosis demam rematik akut dapat ditegakkan dan jika disesuaikan
dengan kriteria Jones yang dimodifikasi oleh WHO maka diagnosis menjadi Demam
Reumatik Akut Berulang dengan Penyakit Jantung Rematik.
Port de entry kuman streptokokus grup A dapat berupa faringitis atau lesi kulit
(impetigo). Pasien ini memiliki riwayat Pasien mengaku mengalami gatal-gatal pada
pergelangan tangan kiri dua bulan yang lalu. Gatal-gatal disertai dengan benjolan
berisi cairan kekuningan dengan kemerahan disekitar benjolan. Gatal-gatal ini
kemungkinan adalah impetigo yang dapat disebabkan oleh streptokokus grup A yang
jika tidak dieradikasi dengan baik dapat meyebabkan demam rematik akut hingga
penyakit jantung rematik. Namun, jika dilihat dari gambaran foto thoraks pasien ynag
menunjukkan kardiomegali, maka kemungkinan perjalanan penyakit ini sudah lebih
dari dua bulan. Demam reumatik akut pertama mungkin saja terjadi beberapa tahun
30
yang lalu namun tidak terdiagnosis. Berlanjutnya infeksi streptokokus grup A menjadi
demam rematik ataupun peyakit jantung rematik kemungkinan disebabkan oleh
kecendrungan genetik, karena tidak semua yang mengalami infeksi streptokokus grup
A pada faring maupun kulit dapat berlanjut menjadi demam rematik akut atau
penyakit jantung rematik.
Diagnosis penyakit jantung rematik
didapatkannya tampakan kardiomegali pada foto thoraks yang mungkin terjadi akibat
gangguan pada katup dan infeksi pada lapisan jantung baik endokardium, miokardium
ataupun perikardium. Selain itu, terdengar bunyi murmur pada fase sistolik yang
menandakan kemungkinan adanya gangguan katup. Namun perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan pola kelainan katup yang terjadi pada
pasien berupa pemeriksaan ekhokardiografi dua dimensi atau Doppler.
31
DAFTAR PUSTAKA
32
12. Endah, R. N. 2011. Demam Reumatik Akut. Pediatrica Indonesiana Vol. 50.
Bandung
33