Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

Oleh:
L. Briyan Berjid

(H1A011038)

Ni Wayan Pariastini

(H1A011052)

Sakinah Marie Sanad

(H1A011060)

Pembimbing:
dr. Ketut Adi Wirawan, Sp.A, M.Sc

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD PRAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA
2015

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Demam Rematik (DR) atau Rheumatic Fever (RF) merupakan suatu penyakit
inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen
atau kelainan jaringan ikat. Proses rematik ini merupakan reaksi peradangan yang
dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan sistem saraf pusat.
Demam Rematik Akut (DRA) adalah sinonim dari demam rematik dengan penekanan
akut, sedangkan yang dimaksud demam rematik inaktif adalah pasien-pasien dengan
demam rematik tanpa tanda-tanda radang. 1,2,3,4
Penyakit demam rematik dan gejala sisanya, yaitu Penyakit Jantung Rematik
(PJR), merupakan jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada
populasi anak-anak dan dewasa muda. Puncak insiden demam rematik terdapat pada
kelompok 5-15 tahun; penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun
dan penduduk di atas 50 tahun. Prevalensi demam rematik atau penyakit jantung
rematik yang diperoleh dan penelitian WHO mulai tahun 1984 di 16 negara sedang
berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat
berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000 anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar
2,2 per 1.000 anak sekolah.4
Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober1 November
2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000
penduduk di negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang di
daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000 penduduk. Diperkirakan sekitar
2.000-332.000 penduduk yang meninggal diseluruh dunia akibat penyakit tersebut.5
Prevalensi DR di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa
penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi PJR berkisar antara
0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian, secara kasar dapat
diperkirakan bahwa prevalensi DR di Indonesia pasti lebih tinggi dari angka tersebut,
mengingat PJR merupakan akibat dari DR.6

1.1.

Demam Rematik Akut

Etiologi
Demam rematik akut disebabkan oleh respon imunologis yang terjadi
sebagai sekuel dari infeksi streptokokus grup A pada faring. Faringitis
yang terjadi akibat infeksi streptokokus grup A dapat diprediksi
menggunakan skor Centor yang telah dimodifikasi.12

Gambar 1.1 Skor Centor yang telah dimodifikasi dan opsi manajemen.
Beberapa tahun terakhir terjadi perdebatan mengenai kemungkinan
infeksi streptokokus grup A pada kulit juga dapat menyebabkan demam
rematik.11 Tingkat serangan demam rematik akut setelah infeksi
streptokokus bervariasi tergantung derajat infeksinya, yaitu 0,3 sampai 3
persen. Faktor predisposisi yang penting meliputi riwayat keluarga yang
menderita demam rematik, status sosial ekonomi rendah (kemiskinan,
sanitasi yang buruk), dan usia antara 6 sampai 15 tahun (dengan puncak
insidensi pada usia 8 tahun).7
2

Patofisiologi
Lesi peradangan dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh, terutama
pada jantung, otak, sendi dan kulit. Karditis akibat rematik sering disebut
sebagai pankarditis, dengan miokarditis sebagai bagian yang paling utama.
Saat ini, diketahui bahwa komponen katup yang mungkin sama atau lebih
penting dibandingkan keterlibatan otot jantung maupun pericardium. Pada
miokarditis rematik, kontraktilitas miokard jarang mengalami kerusakan
dan kadar troponin serum tidak mengalami peningkatan. Pada penyakit
jantung rematik tidak hanya terjadi kerusakan pada daun katup akibat
timbulnya vegetasi pada permukaannya, namun seluruh katup mitral
mengalami kerusakan (dengan pelebaran annulus dan tertariknya korda
tendineae).7,8
Katup mitral merupakan katup yang paling sering dan paling berat
mengalami kerusakan dibandingkan dengan katup aorta dan lebih jarang
pada katup trikuspid dan pulmonalis. Badan Aschoff yang ditemukan pada
otot jantung atrium merupakan salah satu tanda khas pada demam rematik.
Badan Aschoff terdiri dari lesi-lesi peradangan yang disertai dengan
pembengkakan, serat kolagen yang berfragmen, dan perubahan jaringan
penyambung, yang saat ini dianggap sebagai sel miokardium yang
mengalami nekrosis.7

Manifestasi Klinis
Demam rematik akut didiagnosis dengan menggunakan kriteria Jones.
Kriteria tersebut dibagi menjadi tiga bagian : (1) lima gejala mayor, (2)
empat gejala minor, dan (3) bukti pemeriksaan yang mendukung adanya
infeksi streptokokus grup A.5,7,8
Tabel 1.1 Kriteria Jones untuk DRA (WHO 2002-2003)

Kriteria Mayor
1. Karditis

Kriteria Minor
1. Demam

2. Polyarthritis

2. Polyatralgia

3. Chorea

3. Laboratorium:Peningkatan acute phase

4. Erythema marginatum
5. Subcutaneous nodul

reactan (LEDatau leukosit)


4. PR interval memanjang

Bukti Infeksi Sebelumnya Streptokokus Grup A:


3

1.

Peningkatan

antistreptollysin

atau

streptokokkus yang lain pada hari ke 45


Hapus tenggorok positif atau test
streptokokkus grup A
Riwayat demam skarletina

2.
3.

peningkatan
cepat

antigen

antibodi
terhadap

Kriteria Mayor
1.

Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling


berat karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat
mengakibatkan kematian penderita pada fase akut dan dapat
menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung
rematik. Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik
berdasarkan adanya salah satu tanda berikut: (a) bising baru atau
perubahan sifat bising organik, (b) kardiomegali, (c) perikarditis,
dan gagal jantung kongestif. Bising jantung merupakan manifestasi
karditis rematik yang seringkali muncul pertama kali, sementara
tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya
baru timbul pada keadaan yang lebih berat. 5

2.

Poliartritis,

ditandai

oleh

adanya

nyeri,

pembengkakan,

kemerahan, teraba panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua


sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling sering
mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini
hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi
dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang
saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama;
sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang
lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa artritis yang hanya
mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai
suatu criteria mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu
kriteria mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya dua
kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta
harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi anti
Streptokokus lainnya yang tinggi.5
3.

Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan

tidak bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat


bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh.
Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan
ketidakstabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di
bawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi
pada perempuan. Korea Sydenham merupakan satu-satunya tanda
mayor yang sedemikian penting sehingga dapat dianggap sebagai
pertanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan kriteria
yang lain. Korea merupakan manifestasi demam rematik yang
muncul secara lambat, sehingga tanda dan gejala lain kemungkinan
sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul.5,7
4.

Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas


pada demam rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna
merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk bulat
atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara sentrifugal.
Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare
rematikum dan terutama timbul di daerah badan, pantat, anggota
gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah
wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap,
berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain,
dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan.
Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang
berat.5

5.

Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus


yang berat dan terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit
kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang
padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya,
dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm.
Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat
karditis.5,7

Gambar 1.2 Manifestasi klinis DRA


Kriteria Minor
1.

Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai


salah satu kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu
diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan
tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif
yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara
baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak

2.

terdiagnosis.5,7
Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai
peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus
dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya,
atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anakanak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor

3.

apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.5


Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya
mencapai 39C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim
berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa
minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan
karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria

4.

minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.5


Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap
darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator
nonspesifik dan peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase

akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika
korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan.
Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus
anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak
meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal
jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat
meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif
tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi Streptokokus
5.

akut dapat dipertanyakan. 5,8


Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya
keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel
dan meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan
gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu,
interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang
memadai akan adanya karditis rematik.5,7

Bukti yang mendukung


Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik
standar untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung
adanya infeksi Streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila
mencapai 250 unit Todd pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada anakanak di atas usia 5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai
80% kasus demam rematik akut.5
Infeksi Streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan
usapan tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam
rematik

akut.

Bagaimanapun,

biakan

yang

negatif

tidak

dapat

mengesampingkan kemungkinan adanya infeksi Streptokokus akut.5

Diagnosis
Demam rematik akut didiagnosis berdasarkan kriteria Jones dimana
didapatkan minimal dua gejala mayor atau satu gejala mayor dan dua
gejala minor, ditambah adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan
adanya infeksi streptokokus. Dua gejala mayor selalu lebih kuat
dibandingkan satu gejala mayor dengan dua gejala minor. Arthralgia atau
pemanjangan interval PR tidak dapat digunakan sebagai gejala minor

ketika menggunakan karditis dan arthritis sebagai gejala mayor. Tidak


adanya bukti yang mendukung adanya infeksi streptokokus grup A
merupakan peringatan bahwa demam rematik akut mungkin tidak terjadi
pada pasien (kecuali bila ditemukan adanya khorea). Murmur innocent
(Stills) sering salah interpretasi sebagai murmur dari regurgitasi katup
mitral (MR) dan oleh karenanya merupakan penyebab yang sering dari
kesalahan diagnosis dari demam rematik akut. Murmur dari MR
merupakan tipe regurgitan sistolik (berawal dari bunyi jantung I)
sedangkan murmur innocent merupakan murmur dengan nada rendah dan
tipe ejeksi.7
Tabel 1.2 Kriteria WHO Tahun 2002-2003 untuk Diagnosis DRA dan PJR
(Berdasarkan Revisi Kriteria Jones)
Kategori diagnostik
Demam

Reumatik

serangan pertama

Demam
Reumatik
serangan berulang
tanpa
PJR
Demam

Reumatik

serangan

Berulang

dengan PJR
Korea
Reumatik

(stenosi
PJR
s
Mitral
murn
i
atau kombinasi
dengan insufisiensi
mitral
dan/atau gangguan

Kriteria
Dua mayor atau satu mayor dan
dua
minor ditambah dengan bukti
infeksi
Streptococcus beta hemolyticus
group A
sebelumnya
Dua mayor atau satu mayor dan
dua
minor ditambah dengan bukti
infeksi
Streptococcus beta hemolyticus
group A
sebelumnya
Dua minor ditambah dengan
bukti
Streptococcus beta
infeksi hemolyticus
group sebelumny
A
a
Tidak diperlukan kriteria mayor
lainnya
Streptococcus
atau bukti infeksi beta
hemolyticus
group A
Tidak diperlukan kriteria lainnya
untuk
mendiagnosis sebagai PJR

katup
aorta
)

Diagnosis Banding
Arthritis reumatoid juvenile sering didiagnosis sebagai demam rematik
akut. Temuan klinis yang mengarah ke arthritis reumatoid juvenile antara
lain : keterlibatan dari sendi-sendi kecil di perifer, sendi-sendi besar
terkena secara simetris tanpa adanya arthritis yang berpindah, kepucatan
pada sendi yang terkena, tidak ada bukti infeksi streptokokus, perjalanan
penyakit yang lebih indolen, dan tidak adanya respon awal terhadap terapi
salisilat selama 24 sampai 48 jam.7
Penyakit vaskular kolagen (systemic lupus erythematosus ; SLE,
penyakit jaringan penyambung campuran); arthritis yang reaktif, termasuk
arthritis poststreptococcal; serum sickness; dan infeksius arthritis (seperti
gonokokus), kadang-kadang perlu dibedakan.7
Infeksi virus yang disertai arthritis akut (rubella, parvovirus, virus
hepatitis B, herpesvirus, enterovirus) lebih sering terjadi pada orang
dewasa. Penyakit-penyakit hematologi seperti anemia sel sabit dan
leukemia, dianjurkan untuk tetap dipikirkan sebagai diagnosis banding. 7
Hanya karditis yang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada
jantung. Tanda klinis ringan dari karditis menghilang secara cepat dalam
jangka waktu mingguan, tetapi pada pasien dengan karditis berat baru
hilang setelah 2-6 bulan. Khorea secara bertahap berkurang setelah 6
sampai 7 bulan atau lebih lama dan biasanya tidak menimbulkan sekuel
neurologis yang permanen.7

Tatalaksana
Ketika demam rematik akut ditemukan secara anamnesis dan
pemeriksaan fisik, selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium antara
lain : pemeriksaan darah lengkap, reaktan fase akut (LED, protein Creaktif), kultur tenggorok, titer anti streptolisin O (dan titer antibodi kedua,
terutama

pada

pasien

dengan

khorea),

foto

Rontgen,

dan

elektrokardiografi. Konsultasi ke ahli jantung diindikasikan untuk

menjelaskan apakah terjadi kerusakan pada jantung : pemeriksaan


ekhokardiografi dua dimensi dan Doppler yang biasa dilakukan.5,7
Penisilin benzathine G 0,6 sampai 1,2 juta unit disuntikkan secara
intramuskular, diberikan untuk eradikasi streptokokus. Pada pasien yang
mempunyai alergi penisilin, dapat diberikan eritromisin dengan dosis 40
mg/kgBB perhari dalam dua sampai empat dosis selama 10 hari. Terapi
anti-inflamasi atau supresi dengan salisilat atau steroid tidak boleh
diberikan sampai ditegakkannya diagnosis pasti.
Ketika diagnosis demam rematik akut ditegakkan, diperlukan edukasi
kepada pasien dan orang tuanya tentang perlunya pemakaian antibiotik
secara berkelanjutan untuk mencegah infeksi streptokokus berikutnya.
Adanya keterlibatan jantung, diperlukan pemberian profilaksis untuk
menangani endokarditis infektif.5,7,9
Jangka waktu tirah baring bergantung pada tipe dan keparahan dari
gejala dan berkisar dari seminggu (untuk arthritis) hingga beberapa
minggu untuk karditis berat. Tirah baring diikuti periode untuk ambulasi di
dalam rumah dengan durasi bervariasi sebelum anak diperbolehkan untuk
kembali ke sekolah. Aktivitas bebas diperbolehkan bila laju endap darah
sudah kembali ke normal, kecuali pada anak dengan kerusakan jantung
yang cukup berat. 5,7
Tabel 1.2 Durasi tirah baring dan ambulasi indoor
Hanya
Karditis

Karditis

Karditis
berat***
Selama masih

arthritis

ringan*

sedang**

1-2 minggu

3-4 minggu

4-6 minggu

Tirah baring

adanya gagal
jantung
kongestif

Ambulasi
indoor

1-2 minggu

kardiomegali diragukan

**

kardiomegali ringan

3-4 minggu

4-6 minggu

2-3 bulan

*** kardiomegali yang nyata atau gagal jantung

10

Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin saat
demam rematik akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan hingga
sedang, penggunaan aspirin saja sebagai anti inflamasi direkomendasikan
dengan dosis 90-100 mg/kgBB perhari yang dibagi dalam 4 sampai 6
dosis. Kadar salisilat yang adekuat di dalam darah adalah sekitar 20-25
mg/100 mL. Dosis ini dilanjutkan selama 4 sampai 8 minggu, tergantung
pada respon klinis. Setelah perbaikan, terapi dikurangi secara bertahap
selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase akut. 7
Untuk arthritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu dan
dikurangi secara bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu. Adanya
perbaikan gejala sendi dengan pemberian aspirin merupakan bukti yang
mendukung arthritis pada demam rematik akut. Pemberian prednisone ( 2
mg/kgBB perhari dalam 4 dosis untuk 2 sampai 6 minggu ) diindikasikan
hanya pada kasus karditis berat. 5,7
Penanganan gagal jantung kongestif meliputi istirahat total dengan
posisi setengah duduk (orthopneic) dan pemberian oksigen. Prednison
untuk karditis berat dengan onset akut. Digoksin digunakan dengan hatihati, dimulai dengan setengah dosis rekomendasi biasa, karena beberapa
pasien dengan karditis rematik sangat sensitif terhadap pemberian digitalis.
Furosemid dengan dosis 1 mg/kgBB setiap 6 sampai 12 jam, jika terdapat
indikasi. 7
Penanganan khorea Sydenham dilakukan dengan mengurangi stres
fisik dan emosional. Terapi medikamentosa antara lain pemberian benzatin
penisilin G 1,2 juta unit, sebagai awalan eradikasi streptokokus dan juga
setiap 28 hari untuk pencegahan rekurensi, seperti pada pasien dengan
gejala rematik lainnya. Tanpa profilaksis sekitar 25% pasien dengan
khorea (tanpa adanya karditis) berkembang menjadi penyakit katup
jantung rematik pada follow-up 20 tahun berikutnya. Pada kasus yang
berat, obat-obatan berikut dapat diberikan : fenobarbital (15-30 mg setiap
6-8 jam), haloperidol (dimulai dengan dosis 0,5 mg dan ditingkatkan setiap
8 jam sampai 2 mg setiap 8 jam), asam valproat, klorpromazine, diazepam,
atau steroid.5,7

11

Prognosis
Ada maupun tidak adanya kerusakan jantung permanen menentukan
prognosis. Perkembangan penyakit jantung sebagai akibat demam rematik
akut diperngaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1.

Keadaan jantung pada saat memulai pengobatan. Lebih parahnya


kerusakan jantung pada saat pasien pertama datang, menunjukkan lebih
besarnya kemungkinan insiden penyakit jantung residual.

2.

Kekambuhan dari demam rematik : Keparahan dari kerusakan katup


meningkat pada setiap kekambuhan.

3.

Penyembuhan dari kerusakan jantung : terbukti bahwa kelainan jantung


pada serangan awal dapat menghilang pada 10-25% pasien. Penyakit
katup sering membaik ketika diikuti dengan terapi profilaksis. 7

Pencegahan
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer dari demam rematik dimungkinkan dengan
terapi penisilin selama 10 hari untuk faringitis karena streptokokus.
Namun, 30% pasien berkembang menjadi subklinis faringitis dan
oleh karena itu tidak berobat lebih lanjut. Sementara itu, 30%
pasien lainnya berkembang menjadi demam rematik akut tanpa
keluhan dan tanda klinis faringitis streptokokus.7,8,9
2. Pencegahan sekunder
Pasien dengan riwayat demam rematik, termasuk dengan gejala
khorea dan pada pasien dengan tidak adanya bukti pemeriksaan
yang menunjukkan pasien menderita demam remati akut harus
diberikan profilaksis. Sebaiknya, pasien menerima profilaksis
dalam jangka waktu tidak terbatas. 7
Tabel 1.3 Durasi Profilaksis untuk DR
Kategori
Demam rematik tanpa karditis

Durasi
Minimal selama 5 tahun atau sampai usia

21 tahun, yang mana lebih lama


Demam rematik dengan karditis tetapi Minimal 10 tahun atau hingga dewasa,
tanpa penyakit jantung residual (tidak ada yang mana lebih lama

12

kelainan katup)
Demam rematik dengan karditis dan Minimal 10 tahun sejak episode terakhir
penyakit jantung residual (kelainan katup dan minimal sampai usia 40 tahun,
persisten)
1.2.

kadang-kadang selama seumur hidup

Penyakit Jantung Rematik (PJR)

Definisi
Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan
penyakit jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit
jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat
demam reumatik akut sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%),
aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang
katup pulmonal. Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis
atau insufisiensi atau keduanya. 5,8
Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi paling penting
dari demam rematik. Lesi pada katup berawal dari verrucae kecil yang
terdiri dari fibrin dan sel-sel darah di sepanjang perbatasan dari satu atau
lebih katup jantung. Katup mitral paling sering terkena, selanjutnya diikuti
oleh katup aorta; manifestasi ke jantung-kanan jarang ditemukan. Sejalan
dengan berkurangnya peradangan, verrucae akan menghilang dan
meninggalkan jaringan parut. Dengan serangan berulang dari demam
rematik, verrucae baru terbentuk di bekas tempat tumbuhnya verrucae
sebelumnya dan endokardium mural dan korda tendinea menjadi terkena.8

Patofisiologi
Demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring maupun
kulit yang disebabkan Streptokokus beta hemolitik grup A. Reaksi
autoimun

terhadap

infeksi

Streptokokus

secara

hipotetif

akan

menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam reumatik,


sebagai berikut (1) Streptokokus grup A akan menyebabkan infeksi pada
faring, (2) antigen Streptokokus akan menyebabkan pembentukan antibodi
pada hospes yang hiperimun, (3) antibodi akan bereaksi dengan antigen
Streptokokus, dan dengan jaringan hospes yang secara antigenik sama
seperti Streptokokus ( dengan kata lain antibodi tidak dapat membedakan

13

antara antigen Streptokokus dengan antigen jaringan jantung), (4)


autoantibodi

tesebut

bereaksi

dengan

jaringan

hospes

sehingga

mengakibatkan kerusakan jaringan. 5

Gambar 1.2 Patofisiologi penyakit jantung rematik


Adapun kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada
lapisan jantung khususnya mengenai endotel katup, yang mengakibatkan
pembengkakan daun katup dan erosi pinggir daun katup. Hal ini
mengakibatkan tidak sempurnanya daun katup mitral menutup pada saat
sistolik sehingga mengakibatkan penurunan suplai darah ke aorta dan
aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri, hal ini mengakibatkan
penurunan curah sekuncup ventrikel sehingga jantung berkompensasi
dengan dilatasi ventrikel kiri, peningkatan kontraksi miokardium,
hipertrofi dinding ventrikel dan dinding atrium sehingga terjadi penurunan
kemampuan atrium kiri untuk memompa darah hal ini mengakibatkan
kongesti vena pulmonalis dan darah kembali ke paru-paru mengakibatkan
terjadi edema intertisial paru, hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi
ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.5,7

14

Pola Kelainan Katup


1. Insufisiensi mitral
Insufisiensi mitral merupakan akibat dari perubahan struktural
yang biasanya meliputi kehilangan beberapa komponen katup dan
pemendekan serta penebalan korda tendineae. Selama demam rematik
akut dengan karditis berat, gagal jantung disebabkan oleh kombinasi
dari insufisiensi mitral yang berpasangan dengan peradangan pada
perikardium, miokardium, endokardium dan epikardium. Oleh karena
tingginya volume pengisian dan proses peradangan, ventrikel kiri
mengalami pembesaran. Atrium kiri berdilatasi saat darah yang
mengalami regurgitasi ke dalam atrium. Peningkatan tekanan atrium
kiri menyebabkan kongesti pulmonalis dan gejala gagal jantung kiri.
8,10

Perbaikan spontan biasanya terjadi sejalan dengan waktu,


bahkan pada pasien dengan insufisensi mitral yang keadaannya berat
pada saat onset. Lebih dari separuh pasien dengan insufisiensi mitral
akut tidak lagi mempunyai murmur mitral setelah 1 tahun. Pada pasien
dengan insufisiensi mitral kronik yang berat, tekanan arteri pulmonalis
meningkat, ventrikel kanan dan atrium membesar, dan berkembang
menjadi gagal jantung kanan. Insufisiensi mitral berat dapat berakibat
gagal jantung yang dicetuskan oleh proses rematik yang progresif,
onset dari fibrilasi atrium, atau endokarditis infekstif. 8,9
2. Stenosis Mitral
Stenosis mitral pada penyakit jantung rematik disebabkan
adanya fibrosis pada cincin mitral, adhesi komisura, dan kontraktur
dari katup, korda dan muskulus papilaris. Stenosis mitral yang
signifikan menyebabkan peningkatan tekanan dan pembesaran serta
hipertrofi atrium kiri, hipertensi vena pulmonalis, peningkatan
rersistensi vaskuler di paru, serta hipertensi pulmonal. Terjadi dilatasi
serta hipertrofi atrium dan ventrikel kanan yang kemudian diikuti gagal
jantung kanan.8

3. Insufisiensi Aorta

15

Pada insufisiensi aorta akibat proses rematik kronik dan


sklerosis katup aorta menyebabkan distorsi dan retraksi dari daun
katup. Regurgitasi dari darah menyebabkan volume overload dengan
dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri. Kombinasi insufisiensi mitral
dengan insufisiensi aorta lebih sering terjadi daripada insufisiensi aorta
saja. Tekanan darah sistolik meningkat, sedangkan tekanan diastolik
semakin rendah. Pada insufisiensi aorta berat, jantung membesar
dengan apeks ventrikel kiri terangkat.Murmur timbul segera bersamaan
dengan bunyi jantung kedua dan berlanjut hingga akhir diastolik.
Murmur tipe ejeksi sistolik sering terdengar karena adanya
peningkatan stroke volume. 8
4. Kelainan Katup Trikuspid
Kelainan katup trikuspid sangat jarang terjadi setelah demam
rematik akut. Insufisiensi trikuspid lebih sering timbul sekunder akibat
dilatasi ventrikel kanan. Gejala klinis yang disebabkan oleh
insufisiensi trikuspid meliputi pulsasi vena jugularis yang jelas terlihat,
pulsasi sistolik dari hepar, dan murmur holosistolik yang meningkat
selama inspirasi. 8,10
5. Kelainan Katup Pulmonal
Insufisiensi pulmonal sering timbul pada hipertensi pulmonal
dan merupakan temuan terakhir pada kasus stenosis mitral berat.
Murmur Graham Steell hampir sama dengan insufisiensi aorta, tetapi
tanda-tanda

arteri

perifer

tidak

ditemukan.

Diagnosis

pasti

dikonfirmasi oleh pemeriksaan ekhokardiografi dua dimensi serta


Doppler.8

BAB II

16

LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama Lengkap

: An. NF

Tempat dan tanggal lahir

: Nyongong, 24 November 2005

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 9 tahun

Alamat

: Sengkol

No. RM

: 049447

Nama
Umur
Pendidikan/Berapa tahun
Pekerjaan

Ibu
Ny. R
39 th
SD
IRT

Tanggal Masuk RS

: 19 Mei 2015

Diagnosis MRS

: Obs. Febris H-9 + artritis

Ayah
Tn. L
42 th
SMP
Buruh bangunan

SUBYEKTIF
II. Keluhan Utama : demam
III. Riwayat Penyakit Sekarang (alloanamnesis oleh ibu pasien tanggal 20 Mei
2015) :
Pasien datang ke RSUD Praya dengan keluhan demam tinggi timbul
mendadak sejak 9 hari yang lalu (Senin 11 Mei 2015 pukul 10.00 WITA), demam
pasien naik turun. Pasien sudah diberikan obat penurun panas (bodrexin), namun
pasien masih demam. Demam tinggi biasanya muncul malam hari sekitar pukul 01.00
WITA. Demam tidak disertai menggigil, kejang, muntah, mencret, dan perdarahan.
Pasien juga tidak memiliki riwayat nyeri menelan. Pasien mengeluhkan nyeri pada
paha kanan sejak tanggal 17 Mei 2015. Nyeri muncul jika kaki digerakkan dan
disentuh, selain itu juga pasien mengeluhkan nyeri dada jika pasien lelah. Pasien
biasanya merasa cepat lelah ketika bermain dengan teman-temannya. Pasien juga
mengaku sulit untuk mengikuti kegiatan olah raga di sekolahnya. Tidak ada keluhan
BAB dan BAK, tidak ada keluhan nyeri kepala. Ibu pasien mengaku nafsu makan
pasien menurun sejak sakit.

17

IV. Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien mengalami nyeri pada paha kanan tiga tahun yang lalu. Nyeri paha
kanan yang dirasakan tanpa disertai dengan demam dan nyeri menghilang tanpa
minum obat setelah kurang-lebih tujuh hari. Dua bulan yang lalu, pasien mengalami
gatal-gatal di pergelangan tangan kiri sekitar dua minggu, dan sudah diberi obat salep,
keluhan gatal berkurang dan sembuh. Gatal-gatal disertai dengan tampakan
kemerahan dan timbul benjolan berisi cairan kekuningan.
V. Riwayat Penyakit Keluarga :
Anggota keluarga tidak ada yang mengalami hal serupa. Bapak pasien
memiliki riwayat DM.
VI. Pedigree

Pasien
Ayah pasien memiliki penyakit DM.
VII. Riwayat Kehamilan Ibu :
Ibu pasien mengaku selama hamil pernah demam, batuk, dan pilek, dan diberi
obat dari puskesmas. Ibu pasien mengaku melakukan ANC sesuai jadwal di
Posyandu. Ibu pasien mengatakan umur kehamilan 9 bulan 2 hari saat melahirkan
pasien. Peningkatan berat badan selama hamil dirasakan cukup baik. Riwayat
perdarahan, trauma, kencing manis, hipertensi, asma dan keputihan disangkal.
VIII. Riwayat Persalinan :
Pasien lahir spontan di rumah pada tanggal 24 November 2005,persalinan
dibantu dukun, dan langsung menangis. Ibu pasien mengaku BBL 2700 gram (diukur
2 hari setelah lahir di bidan). Ibu tidak menderita demam tinggi, tekanan darah tinggi,
kejang dan sesak napas setelah persalinan.
IX. Riwayat Nutrisi:

18

Pasien setelah lahir diberikan ASI oleh ibunya sampai usia dua tahun.
Sekarang pasien mengkonsumsi nasi dan lauk pauk, namun sejak sakit nafsu makan
pasien menurun.
OBYEKTIF
X. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum

: sedang

Tanda Tanda Vital :

Kesadaran
Nadi
Frekuensi nafas

: sadar (E4V5M6)
: 96 x/menit, isi dan tegangan kuat angkat, regular
: 40 x/menit

Suhutubuh

: 37,3oC

Tekanandarah

: 90/60 mmHg

Status gizi:

Berat Badan

:18kg

Berat BadanLahir

: 2700 gram

Panjang Badan

: 120 cm

Lingkar Kepala

: 51 cm

BB/PB

: 18/22 x 100% = 81.81%

Kesimpulan status gizi: gizi kurang

Status generalis :
1. Kepala:
Bentuk kepala : Normocephali, kelainan yang ada: Ubun-ubun besar: tertutup dan datar
Mata:
a. Pupil: refleks cahaya (+/+), isokor (+)
b. Sekret mata: c. Edema palpebra: d. Konjungtiva: anemia (+/+)
e. Sklera: ikterus (-/-)
Telinga: simetris, otorea (-/-)
Hidung: simetris, rinorhea (-/-)
Mulut: pucat dan kering
19

Tenggorok: hiperemis (-), tonsil (-)


Gigi: cavitas (-)

2. Leher:
Pembesaran kelenjar: (-)
3. Thoraks
Cor:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: ictus cordis terlihat


: teraba thrill pada ICS 5 midclavicula line sinistra
: Batas jantung kanan
Batas jantung kiri

Auskultasi

: ICS 4 linea parasternalis dextra


: ICS 4 dua jari sebelah kiri dari linea

klavikularis media sinistra


: S1 S2 regular tunggal gallop (-), murmur (+) sistolik derajat
4/6 pada ICS 5 midclavicula line sinistra yang menjalar ke
arah aksila. Punctum maksimum terdengar pada ics 5
midclavicula line sinistra.

Pulmo:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
4. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi

: simetris, retraksi(-)
: simetris
: sonor (+)
: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-), stridor (-/-)
: distensi (-), organomegali (-), kelainan kongenital (-)
: bising usus normal
: nyeri tekan (-), massa (-), hepatomegali (+) teraba padat kenyal
dan tumpul serta teraba 2 jari dibawah arcus costae 12 dextra,

Perkusi

lien tidak teraba. Turgor kulit normal.


: timpani (+) diseluruh lapang abdomen

5. Ekstremitas
Kelainan bentuk
Nyeri tekan
Kekuatan
Edema
CRT: <3 detik

Ekstremitas atas
-/-/+5/+5
-/-

Ekstremitas bawah
-/-/+4/+5
-/-

6. Kulit
Dalam batas normal
7. Urogenital
Dalam batas normal

20

8. Vertebrae
Dalam batas normal
ASSESSMENT
Diagnosis Awal
Demam Reumatik

Diagnosis demam rematik dipilih karena adanya riwayat demam disertai


nyeri pada persendian dan bunyi jantung tambahan serta batas jantung yang
melewati batas normal pada anak.
DD : Penyakit Jantung Rematik, Juvenile Rheumatoid Arthritis, Systemic
Lupus Erythematosus

PLANNING

Diagnostik
DL
GDS
LED
Imuno-serologi: ASTO
Foto thoraks
EKG

Terapi
IVFD D5 NS 20 tpm
Inj. Ampicilin 4 x 1gr
PO:
Aspirin 4 x 500 mg

Hasil Pemeriksaan Penunjang


1. Darah Lengkap
WBC: 11 x 103/uL
NEU: 63,7%
RBC: 4.37 x 106/uL
HGB: 11.3 g/dL
HCT: 35.0%
PLT: 494 x 103/uL
2. Glukosa : 115 mg/dl
21

3.
4.
5.
6.

ASTO: 400 IU/mL


LED: 90 mm/jam
Foto thoraks
: tampakan kardiomegali dan edema pulmo
EKG
: Interval P-R memanjang

RESUME
Anak perempuan usia 9 tahun :
Demam sejak 9 hari yang lalu
Nyeri pada paha kanan dan ibu jari kaki kiri setelah 1 minggu demam muncul
Tiga tahun yang lalu keluhan nyeri yang sama muncul tanpa disertai demam
Dua bulan yang lalu pasien gatal-gatal pada pergelangan tangan kiri disertai
benjolan kecil berisi cairan
Dari auskultasi jantung didapatkan murmur sistolik
ASTO : 400 IU/mL
LED
: 90 mm/jam
Foto thoraks: kardiomegali dan edema pulmo
EKG
: Interval P-R memanjang
Diagnosis Akhir

Demam Reumatik Akut Berulang dengan PJR


Diagnosis ini dipilih karena kriteria DRA berulang dengan PJR terpenuhi
yakni adanya minimal dua kriteria minor dan bukti infeksi streptokokus grup
A sebelumnya. Kriteria minor yang terpenuhi adalah demam, poliathralgia,
interval P-R memanjang, dan peningkatan LED. Bukti infeksi streptokokus
grup A sebelumnya juga terpenuhi yakni peningkatan ASTO. Selain itu pada
pemeriksaan fisik didapatkan thrill dan murmur sistolik yang menandakan
adanya gangguan pada katup jantung.

22

FOLLOW UP
Tanggal
20 Mei 2015

S
tidak demam,
paha kanan
nyeri, jempol
kiri nyeri,
batuk, tidak
sesak, tidak
kejang, dan
tidak ada
keluhan BAB
maupun BAK

O
KU: sedang, N:
120x/menit, R:
40x/menit, T:
37,3oC.
Mata: anemis
(-/-), ikterik (-/-)
Hidung:
rinnorhea (-)
Telinga:
simetris, otorhea
(-)
Mulut: pucat
Leher:
pembesaran
KGB (-)
Toraks:
Pulmo:
I: simetris,
retraksi (-)
P: simetris
P: sonor
A:
bronkovesikuler
(+/+) rhonki (-/-)
wheezing (-/-)
Cor:
I: ictus cordis (-)
P: ictus cordis
(+) thrill (+)
P: sde
A: S1 S2 tunggal
regular gallop
(+) murmur (-)

A
PJR

P
IVFD D5 NS
20 tpm
Inj. Ampicilin 4
x 1gr
Inj. Ranitidine 3
x amp (25
mg)
PO:
Aspirin 4 x 500
mg
WBC: 11 x
103/uL
neu: 63,7%
RBC: 4.37 x
106/uL
Hb: 11.3 g/dL
HCT: 35.0%
PLT: 494 x
103/uL
DDR: negatif
Widal O: 1/320
H: 1/160
AH: negatif
BH: negatif
Glukosa: 115
mg/dl
ASTO 400

Abdomen:
23

I: distensi (-)
A: bising usus
(+) kesan normal
P: nyeri tekan
(-), hepar renal
lien tidak teraba
P: timpani

21 Mei 2015

tidak demam,
paha kanan
nyeri, jempol
kiri nyeri,
batuk, tidak
sesak, tidak
kejang, tidak
mual muntah
dan tidak ada
keluhan BAB
maupun BAK

Ekstremitas:
Hangat (+/+),
edema (-/-),
nyeri paha kanan
dan jempol kiri.
KU: sedang, N:
PJR
120x/menit, R:
24x/menit, T:
36,6oC.
Mata: anemis
(-/-), ikterik (-/-)
Hidung:
rinnorhea (-)
Telinga:
simetris, otorhea
(-)
Mulut: pucat
Leher:
pembesaran
KGB (-)

IVFD D5 NS
20 tpm
Inj. Ampicilin 4
x 1gr
Inj. Ranitidine 3
x amp (25
mg)
PO:
Aspirin 4 x 500
mg
Eritromisin 4 x
500 mg
Lasix 3 x 15 mg
Spironolakton 2
x tab
Captopril 3 x
tab

Toraks:
Pulmo:
I: simetris,
retraksi (-)
P: simetris
P: sonor
A:
bronkovesikuler
(+/+) rhonki (-/-)
wheezing (-/-)
Cor:
I: ictus cordis (-)
P: ictus cordis
(+)
P: sde
A: S1 S2 tunggal
regular gallop
(+) murmur (-)
Abdomen:
I: distensi (-)
24

A: bising usus
(+) kesan normal
P: nyeri tekan
(-), hepar renal
lien tidak teraba
P: timpani

22 Mei 2015

Ekstremitas:
Hangat (+/+),
edema (-/-),
nyeri paha kanan
dan jempol kiri.
tidak demam, KU: sedang, N:
PJR
nyeri sendi (-), 118x/menit, R:
batuk (+),
32x/menit, T:
tidak sesak,
36,5oC.
tidak kejang,
tidak mual
Mata: anemis
muntah dan
(-/-), ikterik (-/-)
tidak ada
Hidung:
keluhan BAB rinnorhea (-)
maupun BAK Telinga:
simetris, otorhea
(-)
Mulut: pucat
Leher:
pembesaran
KGB (-)

IVFD D5 NS
20 tpm
Inj. Ranitidine 3
x amp (25
mg)
PO:
Aspirin 4 x 500
mg
Eritromisin 4 x
500 mg
Lasix 3 x 15 mg
Spironolakton 2
x tab
Captopril 3 x
tab

Toraks:
Pulmo:
I: simetris,
retraksi (-)
P: simetris
P: sonor
A:
bronkovesikuler
(+/+) rhonki (-/-)
wheezing (-/-)
Cor:
I: ictus cordis (-)
P: ictus cordis
(+)
P: sde
A: S1 S2 tunggal
regular gallop
(+) murmur (-)
Abdomen:
I: distensi (-)
A: bising usus
25

(+) kesan normal


P: nyeri tekan
(-), hepar renal
lien tidak teraba
P: timpani

24 Mei 2015

Ekstremitas:
Hangat (+/+),
edema (-/-),
nyeri paha kanan
dan jempol kiri.
tidak demam, KU: sedang, N:
PJR
nyeri sendi (-), 104x/menit, R:
batuk (+),
24x/menit, T:
tidak sesak,
36,6oC.
tidak kejang,
tidak mual
Mata: anemis
muntah dan
(-/-), ikterik (-/-)
tidak ada
Hidung:
keluhan BAB rinnorhea (-)
maupun BAK Telinga:
simetris, otorhea
(-)
Mulut: pucat
Leher:
pembesaran
KGB (-)

IVFD D5 NS
20 tpm
Inj. Ranitidine 3
x amp (25
mg)
PO:
Aspirin 4 x 500
mg
Eritromisin 4 x
500 mg
Lasix 3 x 15 mg
Spironolakton 2
x tab
Captopril 3 x
tab

Toraks:
Pulmo:
I: simetris,
retraksi (-)
P: simetris
P: sonor
A:
bronkovesikuler
(+/+) rhonki (-/-)
wheezing (-/-)
Cor:
I: ictus cordis (-)
P: ictus cordis
(+)
P: sde
A: S1 S2 tunggal
regular gallop
(+) murmur (-)
Abdomen:
I: distensi (-)
A: bising usus
(+) kesan normal
26

P: nyeri tekan
(-), hepar renal
lien tidak teraba
P: timpani

25 Mei 2015

Ekstremitas:
Hangat (+/+),
edema (-/-),
nyeri paha kanan
dan jempol kiri.
tidak demam, KU: sedang, N:
PJR
nyeri sendi (-), 98x/menit, R:
batuk (+),
22x/menit, T:
tidak sesak,
36,7oC.
tidak kejang,
tidak mual
Mata: anemis
muntah dan
(-/-), ikterik (-/-)
tidak ada
Hidung:
keluhan BAB rinnorhea (-)
maupun BAK Telinga:
simetris, otorhea
(-)
Mulut: pucat
Leher:
pembesaran
KGB (-)

Bed Rest
Diet Jantung
IVFD D5 NS
20 tpm
Inj. Ranitidine 3
x amp (25
mg)
Aspirin 4 x 500
mg
Eritromisin 4 x
500 mg
Lasix 40 mg 2 x
tab
Spironolakton 2
x tab
Captopril 3 x
tab

Toraks:
Pulmo:
I: simetris,
retraksi (-)
P: simetris
P: sonor
A:
bronkovesikuler
(+/+) rhonki (-/-)
wheezing (-/-)
Cor:
I: ictus cordis (-)
P: ictus cordis
(+)
P: sde
A: S1 S2 tunggal
regular gallop (-)
murmur (+)
Abdomen:
I: distensi (-)
A: bising usus
(+) kesan normal
P: nyeri tekan
27

(-), hepar renal


lien tidak teraba
P: timpani

26 Mei 2015

Ekstremitas:
Hangat (+/+),
edema (-/-),
nyeri paha kanan
dan jempol kiri.
tidak demam, KU: sedang, N:
PJR
nyeri sendi (-), 96x/menit, R:
batuk (+),
20x/menit, T:
tidak sesak,
36,6oC. TD:
tidak kejang,
90/60 mmHg
tidak mual
muntah dan
Mata: anemis
tidak ada
(-/-), ikterik (-/-)
keluhan BAB Hidung:
maupun BAK rinnorhea (-)
Telinga:
simetris, otorhea
(-)
Mulut: pucat
Leher:
pembesaran
KGB (-)

Bed Rest
Diet Jantung
IVFD D5 NS
20 tpm
Tab Ranitidine 2
x tab
Aspirin 4 x 500
mg
Eritromisin 4 x
500 mg
Lasix 40 mg 2 x
tab
Spironolakton 2
x tab
Captopril 3 x
tab

Toraks:
Pulmo:
I: simetris,
retraksi (-)
P: simetris
P: sonor
A:
bronkovesikuler
(+/+) rhonki (-/-)
wheezing (-/-)
Cor:
I: ictus cordis (-)
P: ictus cordis
(+)
P: sde
A: S1 S2 tunggal
regular gallop (-)
murmur (+)
Abdomen:
I: distensi (-)
A: bising usus
(+) kesan normal
P: nyeri tekan
28

(-), hepar renal


lien tidak teraba
P: timpani
Ekstremitas:
Hangat (+/+),
edema (-/-),
nyeri paha kanan
dan jempol kiri.

29

BAB III
ANALISIS KASUS
Daftar masalah:
1. Demam hari ke-9
2. Nyeri paha kanan dan ibu jari kaki kiri
3. Murmur sistolik
4. ASTO dan LED meningkat
5. Tampakan kardiomegali pada foto thoraks
6. Pemanjangan interval P-R pada EKG
Pembahasan:
Demam, nyeri pada persendian, peningkatan ASTO dan LED, kardiomegali
dan pemanjangan interval P-R termasuk dalam kriteria diagnostik demam rematik
akut yang dirumuskan oleh Jones pada tahun 1965 dan telah diperbaharui oLeh WHO
pada 2002-2003. Sesuai dengan kriteria Jones terdapat lima kriteria mayor dan empat
kriteria minor serta bukti yang mendukung adanya infeksi streptokokus. Untuk
menegakkan diagnosis demam rematik akut perlu didapatkan minimal dua gejala
mayor atau satu gejala minor dan dua gejala minor. Pada pasien ini didapatkan empat
gejala minor yakni demam, poliathralgia, peningkatan LED serta pemanjangan
interval P-R. Selain itu juga terdapat bukti yang mendukung adanya infeksi
streptokokus grup A berupa peningkatan titer antistreptolisin O atau ASTO. Sehingga,
pada pasien ini diagnosis demam rematik akut dapat ditegakkan dan jika disesuaikan
dengan kriteria Jones yang dimodifikasi oleh WHO maka diagnosis menjadi Demam
Reumatik Akut Berulang dengan Penyakit Jantung Rematik.
Port de entry kuman streptokokus grup A dapat berupa faringitis atau lesi kulit
(impetigo). Pasien ini memiliki riwayat Pasien mengaku mengalami gatal-gatal pada
pergelangan tangan kiri dua bulan yang lalu. Gatal-gatal disertai dengan benjolan
berisi cairan kekuningan dengan kemerahan disekitar benjolan. Gatal-gatal ini
kemungkinan adalah impetigo yang dapat disebabkan oleh streptokokus grup A yang
jika tidak dieradikasi dengan baik dapat meyebabkan demam rematik akut hingga
penyakit jantung rematik. Namun, jika dilihat dari gambaran foto thoraks pasien ynag
menunjukkan kardiomegali, maka kemungkinan perjalanan penyakit ini sudah lebih
dari dua bulan. Demam reumatik akut pertama mungkin saja terjadi beberapa tahun

30

yang lalu namun tidak terdiagnosis. Berlanjutnya infeksi streptokokus grup A menjadi
demam rematik ataupun peyakit jantung rematik kemungkinan disebabkan oleh
kecendrungan genetik, karena tidak semua yang mengalami infeksi streptokokus grup
A pada faring maupun kulit dapat berlanjut menjadi demam rematik akut atau
penyakit jantung rematik.
Diagnosis penyakit jantung rematik

dapat mungkin terjadi dengan

didapatkannya tampakan kardiomegali pada foto thoraks yang mungkin terjadi akibat
gangguan pada katup dan infeksi pada lapisan jantung baik endokardium, miokardium
ataupun perikardium. Selain itu, terdengar bunyi murmur pada fase sistolik yang
menandakan kemungkinan adanya gangguan katup. Namun perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan pola kelainan katup yang terjadi pada
pasien berupa pemeriksaan ekhokardiografi dua dimensi atau Doppler.

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Affandi MB. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik: Diagnosis,


penatalaksanaan dan gambaran klinik pada pemeriksaan pertama di RSCM
Bagian 1K Anak, Jakarta 1978-1981. Maj Kes Mas 1986; XVI (4): 240-48.
2. Wahab AS. Penanganan Demam Rematik pada Anak. Berita Kedokteran
Masyarakat 1989; V (5): 196-203
3. World Health Organization. WHO program for the prevention of rheumatic
fever/rheumatic heart disease in 16 developing countries: report from Phase
1(1986-90). Bull WHO 1992; 70(2): 213-18
4. Koshi G, Benjamin V, Chenan G. Rheumatic fever and rheumatic heart disease
in rural South Indian children. Bull WHO 1981; 59 (4): 599-603
5. Stollerman GH. Rheumatic Fever. In: Braunwald, E. etal (eds). Harrison's
Principles of Internal Medicine. 16th. ed. Hamburg. McGraw-Hill Book.
2005 : 1977-79
6. Soeroso S dkk. Tinjauan Prevalensi Demam Rematik dan Penyakit Jantung
Rematik pada Anak di Indonesia. Dalam: Sastrosubroto H. dkk (ed). Naskah
Lengkap Simposium dan Seminar Kardiologi Anak. Semarang. 27 September
1986: 1-11
7. Park M. Pediatric Cardiology for Practicioners. 5th ed. Philadelphia: Mosby
Elsevier. 2008
8. Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Rheumatic Heart Disease in Nelson
Textbook of Pediatric. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007. p.196163
9. Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : FKUI, 2002.
599-613.
10. Price, Sylvia Anderson and Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. p. 613-27
11. Gray C, Thomson N. 2013.Review of acute rheumatic fever and rheumatic
heart disease among Indigenous Australians. Aust Indig Heal.

32

12. Endah, R. N. 2011. Demam Reumatik Akut. Pediatrica Indonesiana Vol. 50.
Bandung

33

Anda mungkin juga menyukai

  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading Forensik
    Journal Reading Forensik
    Dokumen6 halaman
    Journal Reading Forensik
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • CP1 Astigmatisme
    CP1 Astigmatisme
    Dokumen12 halaman
    CP1 Astigmatisme
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • DBD Fix
    DBD Fix
    Dokumen14 halaman
    DBD Fix
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • CP2 Katarak
    CP2 Katarak
    Dokumen13 halaman
    CP2 Katarak
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading Forensik
    Journal Reading Forensik
    Dokumen6 halaman
    Journal Reading Forensik
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • BPPV
    BPPV
    Dokumen23 halaman
    BPPV
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • ADRENOLEUKODISTROFI
    ADRENOLEUKODISTROFI
    Dokumen9 halaman
    ADRENOLEUKODISTROFI
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus KNF
    Laporan Kasus KNF
    Dokumen29 halaman
    Laporan Kasus KNF
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Wayan
    Laporan Kasus Wayan
    Dokumen34 halaman
    Laporan Kasus Wayan
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • DM 1
    DM 1
    Dokumen5 halaman
    DM 1
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan, Isi, Penutup, Daftar Pustaka
    Pendahuluan, Isi, Penutup, Daftar Pustaka
    Dokumen14 halaman
    Pendahuluan, Isi, Penutup, Daftar Pustaka
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Kedokteran Keluarga Hipertensi Fix
    Kedokteran Keluarga Hipertensi Fix
    Dokumen28 halaman
    Kedokteran Keluarga Hipertensi Fix
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • DISMENORE
    DISMENORE
    Dokumen14 halaman
    DISMENORE
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Adenokarsinoma Ginjal
    Adenokarsinoma Ginjal
    Dokumen4 halaman
    Adenokarsinoma Ginjal
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • DM Tipe 2
    DM Tipe 2
    Dokumen5 halaman
    DM Tipe 2
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • PNEUMOTORAKS
    PNEUMOTORAKS
    Dokumen2 halaman
    PNEUMOTORAKS
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Blow Out Fracture
    Blow Out Fracture
    Dokumen6 halaman
    Blow Out Fracture
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Dra PJR
    Dra PJR
    Dokumen60 halaman
    Dra PJR
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Ca Mamma
    Ca Mamma
    Dokumen9 halaman
    Ca Mamma
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Dislokasi Hip Posterior
    Dislokasi Hip Posterior
    Dokumen46 halaman
    Dislokasi Hip Posterior
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Fungsi Dokter Keluarga
    Fungsi Dokter Keluarga
    Dokumen2 halaman
    Fungsi Dokter Keluarga
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Paru
    Paru
    Dokumen5 halaman
    Paru
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Definisi Keamanan Nasional
    Definisi Keamanan Nasional
    Dokumen1 halaman
    Definisi Keamanan Nasional
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • BBLR
    BBLR
    Dokumen12 halaman
    BBLR
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Paru
    Paru
    Dokumen5 halaman
    Paru
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • PPOK
    PPOK
    Dokumen2 halaman
    PPOK
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Diagnosis Tatalaksana Komplikasi Prognosis
    Diagnosis Tatalaksana Komplikasi Prognosis
    Dokumen3 halaman
    Diagnosis Tatalaksana Komplikasi Prognosis
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Gerd
    Gerd
    Dokumen14 halaman
    Gerd
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat