Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi oleh virus Dengue masih tetap menjadi masalah kesehatan yang serius di banyak
daerah tropis dan subtropis di dunia. Penyakit yang dalam penyebarannya diperantarai oleh
faktor nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus betina ini, merupakan hiperendemis di Asia
Tenggara, dengan manifestasi Demam Dengue (DD) dan bentuk yang paling berbahaya berupa
Deman Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD) yang biasanya bersifat fatal,
terutama pada anak-anak (Hadi, 2009).
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-
2, DEN-3 dan DEN-4 melalui perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. Keempat serotipe
dengue terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan
dengan kasus berat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan
kematian (IDAI, 2009; FK UI, 2014).
Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health
Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan
kematian akibat DBD, khususnya pada anak. Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada
peningkatan dan penyebaran kasus DBD, antara lain pertumbuhan penduduk yang tinggi,
urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, dan tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk
yang efektif di daerah endemis.
Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama kontrol vektor
nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi yang optimal pada penderita
DBD, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit ini. Sampai saat
ini, belum ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama dalam terapi DBD adalah terapi
suportif, yakni pemberian cairan pengganti. Dengan memahami patogenesis, perjalanan
penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat
dilakukan secara efektif dan efisien (Chen dkk,2009).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara penyakit paling ringan, demam dengue, demam berdarah dengue
sampai demam berdarah dengue disertai syok.
DBD adalah suatu penyakit demam akut akibat infeksi virus dengan manifestasi
sangat bervariasi, mulai dari demam akut disertai gejala perdarahan sindrom renjatan
yang dapat menyebabkan mortalitas (FK UI, 2014).
2.2 Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus
dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe,
yaitu DEN-1, DEN2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk
terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan
yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis
dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Serotipe DEN-3
merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat dengan
masa inkubasi 4-10 hari (IDAI, 2009; Hadi, 2009; FK UI, 2014).
2.3 Epidemiologi
Dengue adalah penyakit virus yang diperantarai nyamuk yang menyebar paling
cepat di dunia. Dalam 50 tahun terakhir, insiden telah meningkat 30 kali lipat dengan
peningkatan ekspansi geografis ke negara-negara baru. Diperkirakan 50 juta infeksi
dengue terjadi setiap tahun dan sekitar 2,5 miliar orang hidup di negara-negara endemik
DBD. Di Indonesia, lebih dari 35% dari penduduk negara itu hidup di daerah perkotaan,
150.000 kasus dan dilaporkan pada tahun 2007 (rekor tertinggi) dengan lebih dari 25.000
kasus dari Jakarta dan Jawa Barat. Tingkat fatalitas kasus adalah sekitar 1%
(WHO,2009).
2.4 Patofisiologi
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup.
Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai
pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut
sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi
penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan
penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah
yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis
infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune
enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang
mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog
yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan
kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc
reseptor dari membrane sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog
maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi
dalam sel makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi
antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam
limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak.
Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus
antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular
ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang
sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini
terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak
ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat
berakhir fatal, oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah
kematian.
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain
dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi
baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan
genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia,
peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu
beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar.
Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.

Gambar 2.1 Patogenesis terjadinya syok pada DBD


Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi
selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua
faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi
sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat
satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo
endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati
konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

Gambar 2.2 Patogenesis Perdarahan pada DBD

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga


walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain,
aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi
sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit,
dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok
yang terjadi (Chen dkk, 2009).
2.5 Manifestasi Klinis
2.5.1 Fase febril
Pasien biasanya mengalami demam tinggi yang muncul tiba-tiba. Fase
demam akut ini biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai dengan facial
flushing, eritema kulit, umumnya sakit/nyeri badan, mialgia, artralgia dan sakit
kepala. Beberapa pasien mungkin memiliki sakit tenggorokan, radang faring dan
injeksi konjungtiva. Umumnya ada gejala anoreksia, mual dan muntah. Tes
tourniquet positif dalam fase ini meningkatkan kemungkinan demam berdarah.
Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa
(misalnya hidung dan gusi) dapat terlihat. Terdapat pembesaran hati setelah
beberapa hari demam. Kelainan awal pada hitung darah lengkap adalah penurunan
progresif total jumlah sel darah putih (leukosit), yang harus diwaspadai untuk
probabilitas tinggi dengue (WHO, 2009).
2.5.2 Fase kritis
Saat terjadi penurunan suhu badan sampai batas normal ketika suhu turun
pada 37,5-38oC atau kurang dan tetap di bawah tingkat ini, biasanya terjadi pada
hari 3-7 sakit, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dsertai dengan peningkatan
kadar hematokrit. Ini menandai awal dari fase kritis. Periode kebocoran plasma
yang signifikan secara klinis biasanya berlangsung 24-48 jam.
Leukopenia progresif diikuti dengan penurunan cepat dari jumlah trombosit
biasanya mendahului kebocoran plasma. Pasien yang tidak mengalami peningkatan
permeabilitas kapiler akan cepat membaik, sementara pasien yang mengalami
peningkatan permeabilitas kapiler lebih cepat memburuk sebagai akibat dari
volume plasma yang hilang. Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Efusi pleura
dan asites mungkin secara klinis terdeteksi tergantung pada tingkat kebocoran
plasma dan volume terapi cairan. Peningkatan hematokrit diatas normal
mencerminkan beratnya kebocoran plasma.
Syok terjadi ketika volume plasma sisa hilang melalui kebocoran plasma
tersebut. Ini sering menjadi tanda waspada (warning signs) dari infeksi dengue.
Suhu tubuh dapat subnormal selama syok berlangsug. Selama syok
berkepanjangan, konsekuensi dari hipoperfusi organ adalah terjadi kerusakan
organ yang progresif, asidosis metabolik, dan koagulasi intravaskular (WHO,
2009).
2.5.3 Fase Penyembuhan
Jika pasien bertahan selama fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi bertahap cairan
kompartemen ekstravaskuler akan berlangsung pada 48-72 jam berikutnya.
Keadaan umum membaik, nafsu makan meningkat, gejala gastrointestinal
berkurang, status hemodinamik stabil dan terjadi diuresis.
Hematokrit menjadi stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi dari
reabsorbsi cairan. Jumlah sel darah putih biasanya mulai menigkat setelah
penurunan suhu badan sampai batas normal, namun perbaikan jumlah trombosit
biasanya terjadi setelah perbaikan jumlah sel darah putih.
Gangguan pernapasan dari efusi pleura masif dan ascites akan terjadi setiap
saat jika cairan infus yang diberikan berlebihan. Selama fase kritis dan/atau
penyembuhan, terapi cairan yang berlebihan berhubungan dengan edema paru atau
gagal jantung kongestif (WHO, 2009).
Gambar 2.3 Skema Perjalanan Infeksi Dengue
2.6 Penegakkan Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
- Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari
- Disertai lesu, tidak mau makan, dan muntah
- Pada anak besar dapat menegeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri perut
- Diare kadang-kadang dapat ditemukan
- Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan: uji bendung positif, petekie,
ekimosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan atau melena
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
- Ditemukan facial flush, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorork dengan faring
hiperemis, dan nyeri dibawah lengkung iga kanan.
- Hepatomegali
- Dapat ditemukan efusi pleura dan asites
- Jika dalam kondisi syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba,
penyempitan tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki
dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang (>2 detik) dan
pasien tampak gelisah.
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit,
jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis
relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3).
Trombositopenia (≤100.00/µL) umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak
timbulnya demam. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥20%) dapat
mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.
- Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya
gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,
Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan
adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.
- Pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.
Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai
minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG
mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat
terdeteksi mulai hari ke 2.
IgM IgG Interpretasi

+ - Infeksi primer

+ + Infeksi sekunder

- + Riwayat terpapar/
dugaan infeksi
sekunder

- - Non-dengue

- Pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein


1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus
Dengue. Sebuah literatur mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat
terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam
pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder
Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%).
- Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan)
dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada
hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat
ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi
dengan USG.
Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau
hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan Diagnosis Kerja DBD
(Chen dkk, 2009; IDAI, 2009; WHO Indonesia, 2008).
2.6.4 Derajat Penyakit
WHO (1975) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat :

Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya


manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet positif
Derajat II Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau
perdarahan lain
Derajat III Ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg)
atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan pasien
menjadi gelisah
Derajat IV Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diukur

2.7 Diagnosis Banding


Pada hari-hari pertama diagnosis DBD sulit dibedakan dari morbili dan idiopathic
thrombocytopenic purpura (ITP) yang disertai demam. Penyakit dengan gejala akut
lainnya, seperti demam tifoid, campak, influenza, malaria, atau chikungunya (FK UI,
2014).
2.8 Penatalaksanaan
Tatalaksana demam berdarah dengue tanpa syok (WHO Indonesia, 2008):
- Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup, susu
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah/diare.
- Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal dan ibuprofen karena
obat-obat ini dapat merangsang perdarahan.
- Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
o Berikan hanya larutan isotonic seperti Ringer Laktat/Asetat
o Kebutuhan cairan parenteral:
Berat badan <15 kg : 7 ml/kgBB/jam
Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
Berat badan >40 kg : 3 ml/kgBB/jam
o Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit, dan hemoglobin) tiap 6 jam.
o Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh
kapiler spontan setelah pemberian cairan.
- Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tatalaksana
syok terkompensasi.

Tatalaksana demam berdarah dengue dengan syok (WHO Indonesia, 2008):


- Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara
nasal.
- Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer Laktat/Asetat secepatnya.
- Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB
secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-20
ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
- Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi, berikan transfuse
darah/komponen.
- Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai
kondisi klinis dan laboratorium.
- Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kemtaian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak
daripada pemberian yang terlalu sedikit.

Pemantauan:
- Untuk anak dengan syok:
Petugas medis memeriksa tanda vital anak setiap jam (terumata tekanan nadi)
hingga pasien stabil, dan periksa nilai hematokrit setiap 6 jam. Dokter harus
mengkaji ulang pasien sedikitnya 6 jam.
- Untuk anak tanpa syok:
Petugas medis memriksa tanda vital anak (suhu badan, denyut nadi, dan tekanan
darah) minimal empat kali sehari dan nilai hematokrit minimal sekali sehari.
- Catat dengan lengkap cairan masuk dan keluar.
Klasifikasi kasus dengue dan tingkat keparahannya.

Kemungkinan Demam Dengue Tanda bahaya


Tinggal di/berkunjung ke daerah  Nyeri perut
endemis. Demam dan 2 kriteria  Muntah persisten
berikut:  Penumpukan cairan klinis
 Mual, muntah  Perdarahan mukosa
 Ruam  Letargi
 Nyeri  Pembesaran hepar > 2cm
 Tes Rumple-leed (+)  Laboratorium : peningkatan Hct
 Leukopenia bersamaan dengan penurunan
 Tanda bahaya manapun cepat jumlah trombosit

Kriteria Dengue Berat


Kebocoran plasma berat
 Syok (DSS)
 Penumpukan cairan dengan distres
pernafasan
Perdarahan berat
 Sesuai evaluasi oleh klinisi
Keterlibatan organ berat
 Hepar : SGOT atau SGPT ≥ 1000
 SSP : gangguan kesadaran
 Jantung dan organ lainnya
2.9 Komplikasi
- Ensefalopati dengue: edema otak dan alkalosis. Dapat terjadi baik pada syok maupun
tanpa syok.
- Kelainan ginjal: akibat syok berkepanjangan.
- Edema paru: akibat pemberian cairan berlebihan.
2.10 Kriteria Memulangkan Pasien
- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit > 50.000/ml
- Tidak dijumpai distress pernafasan

Anda mungkin juga menyukai

  • CP2 Katarak
    CP2 Katarak
    Dokumen13 halaman
    CP2 Katarak
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading Forensik
    Journal Reading Forensik
    Dokumen6 halaman
    Journal Reading Forensik
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Wayan
    Laporan Kasus Wayan
    Dokumen34 halaman
    Laporan Kasus Wayan
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • BPPV
    BPPV
    Dokumen23 halaman
    BPPV
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus KNF
    Laporan Kasus KNF
    Dokumen29 halaman
    Laporan Kasus KNF
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • CP1 Astigmatisme
    CP1 Astigmatisme
    Dokumen12 halaman
    CP1 Astigmatisme
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading Forensik
    Journal Reading Forensik
    Dokumen6 halaman
    Journal Reading Forensik
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • DM 1
    DM 1
    Dokumen5 halaman
    DM 1
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan, Isi, Penutup, Daftar Pustaka
    Pendahuluan, Isi, Penutup, Daftar Pustaka
    Dokumen14 halaman
    Pendahuluan, Isi, Penutup, Daftar Pustaka
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Kedokteran Keluarga Hipertensi Fix
    Kedokteran Keluarga Hipertensi Fix
    Dokumen28 halaman
    Kedokteran Keluarga Hipertensi Fix
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Dislokasi Hip Posterior
    Dislokasi Hip Posterior
    Dokumen46 halaman
    Dislokasi Hip Posterior
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • ADRENOLEUKODISTROFI
    ADRENOLEUKODISTROFI
    Dokumen9 halaman
    ADRENOLEUKODISTROFI
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Adenokarsinoma Ginjal
    Adenokarsinoma Ginjal
    Dokumen4 halaman
    Adenokarsinoma Ginjal
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • DISMENORE
    DISMENORE
    Dokumen14 halaman
    DISMENORE
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Dra PJR
    Dra PJR
    Dokumen60 halaman
    Dra PJR
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Fungsi Dokter Keluarga
    Fungsi Dokter Keluarga
    Dokumen2 halaman
    Fungsi Dokter Keluarga
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • DM Tipe 2
    DM Tipe 2
    Dokumen5 halaman
    DM Tipe 2
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Responsi
    Responsi
    Dokumen34 halaman
    Responsi
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Ca Mamma
    Ca Mamma
    Dokumen9 halaman
    Ca Mamma
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • PNEUMOTORAKS
    PNEUMOTORAKS
    Dokumen2 halaman
    PNEUMOTORAKS
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Blow Out Fracture
    Blow Out Fracture
    Dokumen6 halaman
    Blow Out Fracture
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Definisi Keamanan Nasional
    Definisi Keamanan Nasional
    Dokumen1 halaman
    Definisi Keamanan Nasional
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Paru
    Paru
    Dokumen5 halaman
    Paru
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Gerd
    Gerd
    Dokumen14 halaman
    Gerd
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Diagnosis Tatalaksana Komplikasi Prognosis
    Diagnosis Tatalaksana Komplikasi Prognosis
    Dokumen3 halaman
    Diagnosis Tatalaksana Komplikasi Prognosis
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Paru
    Paru
    Dokumen5 halaman
    Paru
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • BBLR
    BBLR
    Dokumen12 halaman
    BBLR
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • PPOK
    PPOK
    Dokumen2 halaman
    PPOK
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat