Anda di halaman 1dari 14

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL

Pendahuluan
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal reflux disease / GERD) adalah suatu
keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan
berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring, dan saluran nafas.
Epidemiologi
Keadaan ini umum ditemukan pada populasi di negara-negara Barat, namun dilaporkan
relatif rendah insidennya di negara-negara Asia-Afrika. Di Amerika dilaporkan bahwa satu dari
lima orang dewasa mengalami gejala refluks (heartburn dan atau regurgitasi) sekali dalam
sebulan serta lebih dari 40% mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan. Prevalensi
esofagitis di Amerika Serikat mendekati 7%, sementara di negara-negara non-western
prevalensinya lebih rendah (1,5% di China dan 2 ,7% di Korea).
Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun di Divisi
Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo
Jakarta didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani
pemeriksaan endoskopi atas indikasi dispepsia (Syafruddin, 1998).
Tingginya gejala refluks pada populasi di negara-negara Barat diduga disebabkan karena
faktor diet dan meningkatnya obesitas.
Etiologi Dan Patogenesis
Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktorial. Esofagitis dapat terjadi sebagai
akibat dari refluks gastroesofageal apabila: 1). terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama
antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus, 2). terjadi penurunan resistensi

jaringan

mukosa esofagus, walaupun waktu kontak antara bahan refluksat dengan esofagus tidak cukup
lama.
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang
dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini
akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan,

atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke
esofagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3mmHg).
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme : 1). Refluks
spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat, 2). aliran retrograd yang mendahului
kembalinya tonus LES setelah menelan, 3). Meningkatnya tekanan intra abdomen.
Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya GERD menyangkut
keseimbangan antara faktor defensif dari esofagus dan faktor ofensif dari bahan refluksat. Yang
termasuk faktor defensif esofagus adalah :
Pemisah antirefluks. Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES.
Menurunnya tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograd pada saat terjadinya
peningkatan tekanan intra abdomen.
Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal. Faktor-faktor
yang dapat menurunkan tonus LES: 1). adanya hiatus hernia, 2). panjang LES (makin pendek
LES, makin rendah tonusnya), 3). obat-obatan seperti antikolinergik, beta adrenergik, theofilin,
opiat dan lain-lain, 4). faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat
menurunkan tonus LES.

Namun dengan berkembangnya teknik pemeriksaan manometri, tampak bahwa pada


kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang berperan dalam terjadinya proses
refluks ini adalah transient LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan
dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan. Belum diketahui
bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu diketahui ada hubungannya
dengan pengosongan lambung lambat (delayed gastric emptying) dan dilatasi lambung.
Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya GERD masih kontroversial. Banyak
pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi ditemukan hiatus hernia, namun hanya sedikit
yang memperlihatkan gejala GERD yang signifikan. Hiatus hemia dapat memperpanjang waktu
yang dibutuhkan untuk bersihan asam dari esofagus serta menurunkan tonus LES.

Bersihan asam dari lumen esofagus. Faktor-faktoryang berperan pada bersihan asam dari
esofagus adalah gravitasi, peristaltik, eksresi air liur dan bikarbonat.
Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan
dorongan peristaltik yang dirangsang oleh proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh
bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esofagus.
Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak antara bahan refluksat
dengan esofagus (wakru transit esofagus) makin besar kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada
sebagian pasien GERD temyata memiliki waktu transit esofagus yang normal sehingga kelainan
yang timbul disebabkan karena peristaltik esofagus yang minimal.
Refluks malam hari (nocturnal reflux) lebih besar berpotensi menimbulkan kerusakan
esofagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esofagus tidak aktif.
Ketahanan epitelial esofagus. Berbeda dengan lambung dan duodenum, esofagus tidak
memiliki lapisan mukus yang melindungi mukosa esofagus. Mekanisme ketahanan epitelial
esofagus terdiri dari :

Membran sel
Batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan esofagus.
Aliran darah esofagus yang mensuplai nutrien, oksigen dan bikarbonat, serta mengeluarkan

ion H+ dan CO2


Sel-sel esofagus mempunyai kemampuan untuk mentransport ion H + dan Cl intraselular

dengan Na+ dan bikarbonat ekstraselular.


Nikotin dapat menghambat transport ion Na + melalui epitel esofagus, sedangkan alkohol
dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H. Yang dimaksud dengan faktor
ofensif adalah potensi daya rusak refluksat. Kandungan lambung yang menambah potensi Daya
rusak refluksat terdiri dari HCl, pepsin, garam empedu, Enzim pankreas.
Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung pada bahan yang dikandungnya. Derajat
kerusakan mukosa esofagus makin meningkat pada pH <2, atau adanya pepsin atau garam
empedu. Namun dari kesemuanya itu yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah
asam.
Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan di
lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, antara lain : dilatasi lambung atau
obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying.
Peranan infeksi Helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan kurang
didukung oleh data yang ada. Namun demikian ada hubungan terbalik antara infeksi H. pylori
dengan strain yang virulens (Cag A positif) dengan kejadian esofagitis, Barrett's esophagus dan
adenokarsinoma esofagus. Pengaruh dari infeksi H. pyIori terhadap GERD merupakan
konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung. Pengaruh
eradikasi infeksi H.pylori sangat tergantung kepada distribusi dan lokasi gastritis. Pada pasienpasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra infeksi H. pylori dengan predominant antral
gastritis, pengaruh eradikasi H.pylori dapat menekan munculnya gejala GERD. Sementara itu
pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H.pylori dengan corpus
predominant gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat meningkatkan sekresi asam lambung
serta memunculkan gejala GERD. Pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra infeksi H. pylori
dengan antral pre dominant gastritis, eradikasi H. pyIori dapat memperbaiki keluhan GERD
serta menekan sekresi asam lambung. Sementara itu pada pasien-pasien dengan gejala GERD
pra-infeksi H.pylori dengan corpus predominant gastritis, eradikasi H.pylori dapat memperburuk

keluhan GERD serta meningkatkan sekresi asam lambung. Pengobatan PPI jangka panjang pada
pasien-pasien dengan infeksi H. pylori dapat mempercepat terjadinya gastritis atrofi. Oleh sebab
itu, pemeriksaan serta eradikasi H. pylori dianjurkan pada pasien GERD sebelum pengobatan
PPI jangka panjang.
Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri / rasa tidak enak di epigastrium atau
retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan), mual atau
regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau demikian derajat berat ringannya keluhan heartburn
ternyata tidak berkorelasi dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang timbul rasa tidak enak
retrosternal yang mirip dengan keluhan pada serangan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat
makan makanan padat mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang dari
Barrett's esophagus. Odinofagia (rasa sakit pada waktu menelan makanan) bisa timbul jika sudah
terjadi ulserasi esofagus yang berat.
GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esofageal yang atipik dan
sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak (non-cardiac chest pain / NCCP), suara
serak, laringitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya bronkiektasis atau asma.
Di lain pihak, beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor predisposisi untuk timbulnya
GERD karena timbulnya perubahan anatomis di daerah gastroesophageal high pressures zone
aklbat penggunaan obat-obatan yang menurunkan tonus LES (misalnya teofilin).
Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sanagt jarang terjadi episode akut atau
keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh sebab itu, umumnya pasien dengan GERD
memerlukan penatalaksanaan secara medik.
Diagnosis
Di samping anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama, beberapa pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD, yaitu :
Endoskopi saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas
merupakan standar baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di
esofagus (esofagitis refluks). Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi dapat dinilai perubahan

makroskopik dari mukosa esofagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain yang
dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan
endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut
sebagai non-erosive reflux disease (NERD)

Ditemukannya kelainan esofagitis pada pemekrisaan endoskopi yang dipastikan dengan


pemeriksaan histopatologi (biopsi), dapat mengkonfirmasikan bahwa gejala heartburn atau
regurgitasi tersebut disebabkan oleh GERD.
Pemeriksaan histopatologi juga dapat memastikan adanya Barrett's esophagus, displasia
atau keganasan Tidak ada bukti yang mendukung perlunya pemeriksaan histopatologilbiopsi
pada NERD.
Esofagografi dengan barium. Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka
dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan
yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus
atau penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitif untuk diagnosis GERD,
namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada
1). stenosis esofagus derajat ringan akibat esofagitis peptik dengan gejala disfagia, 2). hiatus
hemia.
Pemantauan pH 24 jam. Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal
esofagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan mikroelektroda pH
pada bagian distal esofagus. pengukuran pH pada esofagus bagian distal dapat memastikan ada

tidaknya refluks gastroesofageal. pH di bawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap


diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
Tes Bernstein. Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan
melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari satu jam.
Test ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jampadapasien-pasien dengan gejala yang
tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien,
sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. Test
Bernstein yang negatif tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esofagus.
Manometri esofagus. Test manometri akan memberi manfaat yang berarti jika pada pasienpasien dengan gejala nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata didapatkan esofagografi
barium dan endoskopi yang normal.
Sintigrafi gastroesofageal. Pemeriksaan ini menggunakan Cairan atau campuran makanan cair
dan padat yang dilabel Dengan radioisotop yang tidak diabsorpsi, biasanya tecnitium.
Selanjutnya sebuah penghitung gamma (gamma counter) eksternal akan memonitor transit dari
cairan/makanan yang dilabel tersebut. Sensitivitas dan spesfitas test ini masih diragukan.
Tes penghambat pompa proton (Proton Pump Inhibitor / PPI test / (tes supresi asam) Acid
Supression Test. Pada dasarnya test ini merupakan terapi empirik untuk menilai gejala dari
GERD dengan memberikan PPI dosis tinggi selama 1-2 minggu sambil melihat respons yang
terjadi. Test ini terutama dilakukan jika tidak tersedia modalitas Diagnostik seperti endoskopi,
pH metri dan lain-lain. Test Ini dianggap positif jika terdapat perbaikan dari 50%-15% Gejala
yang terjadi. Dewasa ini terapi empirik /PPI test merupakan salah satu langkah yang dianjurkan
dalam algoritma tatalaksana GERD pada pelayanan kesehatan lini pertama untuk pasien-pasien
yang tidak disertai dengan gejala alarm (yang dimaksud dengan gejala alarm adalah: berat badan
furun, anemia, hematemesis/melena, disfagia, odinofagia, riwayat keluarga dengan kanker
esofagus/ lambung) dan umur >40 tahun.
Penatalaksanaan
Walaupun keadaan ini jarang sebagai penyebab kematian, mengingat kemungkinan
timbulnya komplikasi jangka panjang berupa ulserasi, striktur esofagus ataupun esofagus Barrett
yang merupakan keadaan premaligna, maka seyogyanya penyakit ini mendapat penatalaksanaan
yang adekuat.

Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi
medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik.
Target

penatalaksanaan

GERD

adalah:

a).menyembuhkan

lesi

esofagus,

b).

menghilangkan gejala keluhan, c). mencegah kekambuhan, d). Memperbaiki kualitas hidup, e).
mencegah timbulnya komplikasi.
Modifikasi Gaya Hidup
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD, namun
bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat hemperlihatkan
kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks
serta mencegah kekambuhan.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah sebagai berikut: 1).
Meninggikan posisi kepala pada saat tidur seda menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan
untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke
esofagus; 2). Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan
tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel; 3). Mengurangi konsumsi
lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena keduanya dapat menimbulkan
distensi lambung; 4). Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari
pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intra abdomen; 5). Menghindari
makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan minuman bersoda karena dapat
menstimulasi sekresi asam; 6). Jika memungkinkan

menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti anti kolinergik,
teofilin, diazepam,opiat, antagonis kalsium, agonist beta adrenergik, progesteron.

Terapi Medikamentosa
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step down Pada
pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang kuat dalam
menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan
obat golongan penekan sekesi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat
pompa proton /PPI). Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI dan
setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang
lebih rendah atau antagonis reseptor H, atau prokinetik atau bahkan antasid.
Dari berbagai studi dilaporkan bahwapendekatan terapi step down ternyata lebih
ekonomis (dalam segi biaya yang dikeluarkan pasien) dibandingkan dengan pendekatan terapi
step up.
Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang penatalaksanaan
GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan
digunakan pendekatan terapi step down.
Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD
:
Antasid. Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi
Iidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat
memperkuat tekanan sfingter esofagus bagian bawah.
Kelemahan golongan obat ini adalah 1). Rasanya kurang menyenang-kan, 2). Dapat
menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid
yang mengandung alumunium, 3). Penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal.
Dosis: sehari 4x 1 sendok makan
Antagonis reseptor H2.Yang termasuk golongan obat ini adalah simetidin, raniditin, famotidin
dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan
penyakit refluks gastroesofageal j ika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi
ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang
serta tanpa komplikasi. Dosis pemberian:
Simetidin :2x800mgatau4x400mg
Ranitidin :4x 150mg
Famotidin:2x20mg

Nizatidin :2x 150mg


Obat-obatan prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena
penyakit ini dianggap lebih condong ke arah gangguan motilitas Namun pada prakteknya,
pengobatan GERD sangat bergantung kepada penekanan sekresi asam.
Metoklopramid :
Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin
Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi
di esofagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H 2 atau penghambat pompa
proton.
Karena melalui sawar darah otak, maka dapat tumbuh efek terhadap susunan saraf pusat
berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor dan diskinesia.
Dosis: 3x10mg
Domperidon :
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamin dengan efek samping yang lebih jarang
dibanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak
Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esofageal belum
banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus ZES serta
mempercepat pengosongan lambung.
Dosis: 3 x 10-20 mg sehari
Cisapride :
Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat pengosongan lambung
serta meningkatkan tekanan tonus LES.
Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esofagus lebih baik
dibanding domperidon.
Dosis 3 x 10 mg sehari
Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat).
Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat Ini tidak memiliki efek langsung
terhadap asam lambung. obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa
esofagus, sebagai buffer terhadap HCI di esofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam

empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi)
Dosis :4x1 gram
Penghambat Pompa Proton (Proton Pump Inhibitor/PPI).
Golongan ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD.
Golongan obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan
mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan
asam lambung.
obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi
esofagus, bahkan pada esofagitis erosiva derajat berat serta yang refrakter dengan golongan
antagonist reseptor H2.
Dosis yang diberikan untuk GERD adalah dosis penuh, yaitu:
- Omeprazole :2x20mg
- Lansoprazole:2x30mg
- Panloprazole :2x40mg
- Rabeprazole :2x 10mg
- Esomeprazole:2x40mg
Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on demand
therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya.
Efektivitas golongan obat ini semakin bertambah jika dikombinasi dengan golongan
prokinetik.
Untuk pen gobatan NERD diberikan dosis standar yaitu:
- Omeprazole

: 1x20mg

- Lansoprazole

: 1x30mg

- Pantoprazole

: 1 x40mg

- Rabeprazole

: 1x l0mg

- Esomeprazole

: 1 x40mg

Umumnya pengobatan diberikan selama minimal 4 minggu, dilanjutkan dengan on demand


therapy. Terdapat beberapa algoritme dalam penatalaksanaan GERD pada pelayanan kesehatan
lini pefiama, salah satu di antaranya adalah yang direkomendasikan dalam Konsensus Nasional
untuk Penatalaksanaan GERD di Indonesia (2004).

Terapi terhadap Komplikasi


Komplikasi yang paling sering terjadi adalah striktur dan perdarahan. Sebagai dampak adanya
rangsangan kronik asam lambung terhadap mukosa esofagus, dapat terjadi perubahan mukosa
esofagus dari skuamosa menjadi epitel kolumnar yang metaplastik. Keadaan ini disebut sebagai
esofagus Barrett (.Banett s esophagus) dan merupakan suatu keadaan premaligna. Risiko
terjadinya karsinoma pada Barrett's esophagu.r adalah sampai 30-40 kali dibandingkan populasi
normal.
Striktur Esofagus

Jika pasien mengeluh disfagia dengan diameter striktur kurang dari 13 mm, dapat
dilakukan dilatasi busi (Hurst bougie, Maloney bougie, Savarry bougy, Pneumatic bougie). Jika
dilatasi busi gagal, dapat dilakukan operasi.
Esofagus Barrett
Esofagus Barett dapat diobati secara medikamentosa Berikut ini adalah algoritme
penatalaksanaan Barrets esophagus pada pasien GERD :
Terapi Bedah
Beberapa keadaan dapat menyebabkan gagalnya terapi

Medikamentosa, yaitu: 1). Diagnosis tidakbenar; 2). Pasien GERD sering disertai gejala-gejala
lain seperti rasa kembung, cepat kenyang dan mual-mual yang sering tidak memberikan respon
dengan pengobatan PPI serta menutupi perbaikan gejala refluksnya; 3). Pada beberapa pasien,
diperlukan waktu yang lebih lama untuk menyembuhkan esofagitisnya; 4). Kadang-kadang
beberapa kasus Barrett's esophagus tidak memberikan respons terhadap terapi PPI. Begitu pula
halnya dengan adenokarsinoma; 5). Terjadi striktur; 6). Terdapat stasis lambung dan disfungsi
LES.
Terapi bedah merupakan terapi altematif yang penting jika terapi medikamentosa gagal,
atau pada pasien GERD dengan striktur berulang. Umumnya pembedahan yang dilakukan adalah
fundoplikasi.
Terapi Endoskopi
Walaupun laporannya masih terbatas sefia masih dalam konteks penelitian, akhir-akhir ini
mulai dikembangkan pilihan terapi endoskopi pada pasien GERD, yaitu:
penggunaan energi radiofrekuensi
plikasi gastrik endoluminal
implantasi endoskopis, yaitu dengan menyuntikkan zat implan di bawah mukosa esofagus
bagian distal, sehingga lumen esofagusbagian distal menjadi lebih kecil.

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Kasus KNF
    Laporan Kasus KNF
    Dokumen29 halaman
    Laporan Kasus KNF
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading Forensik
    Journal Reading Forensik
    Dokumen6 halaman
    Journal Reading Forensik
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • CP1 Astigmatisme
    CP1 Astigmatisme
    Dokumen12 halaman
    CP1 Astigmatisme
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • DBD Fix
    DBD Fix
    Dokumen14 halaman
    DBD Fix
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • CP2 Katarak
    CP2 Katarak
    Dokumen13 halaman
    CP2 Katarak
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading Forensik
    Journal Reading Forensik
    Dokumen6 halaman
    Journal Reading Forensik
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • BPPV
    BPPV
    Dokumen23 halaman
    BPPV
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan, Isi, Penutup, Daftar Pustaka
    Pendahuluan, Isi, Penutup, Daftar Pustaka
    Dokumen14 halaman
    Pendahuluan, Isi, Penutup, Daftar Pustaka
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Wayan
    Laporan Kasus Wayan
    Dokumen34 halaman
    Laporan Kasus Wayan
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • DM 1
    DM 1
    Dokumen5 halaman
    DM 1
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • ADRENOLEUKODISTROFI
    ADRENOLEUKODISTROFI
    Dokumen9 halaman
    ADRENOLEUKODISTROFI
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Kedokteran Keluarga Hipertensi Fix
    Kedokteran Keluarga Hipertensi Fix
    Dokumen28 halaman
    Kedokteran Keluarga Hipertensi Fix
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • DISMENORE
    DISMENORE
    Dokumen14 halaman
    DISMENORE
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Adenokarsinoma Ginjal
    Adenokarsinoma Ginjal
    Dokumen4 halaman
    Adenokarsinoma Ginjal
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • DM Tipe 2
    DM Tipe 2
    Dokumen5 halaman
    DM Tipe 2
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • PNEUMOTORAKS
    PNEUMOTORAKS
    Dokumen2 halaman
    PNEUMOTORAKS
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Blow Out Fracture
    Blow Out Fracture
    Dokumen6 halaman
    Blow Out Fracture
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Dra PJR
    Dra PJR
    Dokumen60 halaman
    Dra PJR
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Ca Mamma
    Ca Mamma
    Dokumen9 halaman
    Ca Mamma
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Dislokasi Hip Posterior
    Dislokasi Hip Posterior
    Dokumen46 halaman
    Dislokasi Hip Posterior
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Fungsi Dokter Keluarga
    Fungsi Dokter Keluarga
    Dokumen2 halaman
    Fungsi Dokter Keluarga
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Responsi
    Responsi
    Dokumen34 halaman
    Responsi
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Definisi Keamanan Nasional
    Definisi Keamanan Nasional
    Dokumen1 halaman
    Definisi Keamanan Nasional
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • BBLR
    BBLR
    Dokumen12 halaman
    BBLR
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Paru
    Paru
    Dokumen5 halaman
    Paru
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • PPOK
    PPOK
    Dokumen2 halaman
    PPOK
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Diagnosis Tatalaksana Komplikasi Prognosis
    Diagnosis Tatalaksana Komplikasi Prognosis
    Dokumen3 halaman
    Diagnosis Tatalaksana Komplikasi Prognosis
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Paru
    Paru
    Dokumen5 halaman
    Paru
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Gerd
    Gerd
    Dokumen14 halaman
    Gerd
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat