Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
Kanker serviks adalah kanker primer serviks (kanalis servikaslis dan/atau
porsio). Dimana kanker ini merupakan keganasan yang paling sering pada
kehamilan. Kanker serviks merupakan kanker paling umum ketiga pada wanita,
dengan perkiraan 529.828 kasus baru dan 275.128 kematian dilaporkan di seluruh
dunia pada tahun 2008. Lebih dari 85 % dari beban global terjadi di negara
berkembang, yang merupakan 13 % dari semua kanker perempuan. Di negara
berkembang , angka kematian standar minimum adalah 10/10.000 lebih dari tiga
kali lebih tinggi dibandingkan di negara maju. Sudah menjadi rahasia umum
bahwa penyebab paling penting dari kanker serviks adalah infeksi papillomavirus
persisten. Human papillomavirus ( HPV ) yang terdeteksi pada 99 % tumor
serviks , khususnya subtipe onkogenik seperti HPV 16 dan 18. Teknik skrining
utama yang digunakan untuk kanker serviks ini adalah Papanicolau smears, HPV
DNA pengujian, diperkenalkan pada tahun 2008, baik menyebar di negara maju
maupun di negara berkembang dengan penurunan yang signifikan berpotensi
dalam jumlah kanker serviks stadium lanjut dan kematian. Dalam era vaksinasi
HPV , di harapkan bahwa kejadian kanker serviks akan berkurang , terutama di
negara-negara maju di mana imunisasi skala besar telah diperkenalkan. Namun,
kanker serviks masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama
bahkan di negara maju dengan 54.517 kasus baru kanker serviks invasif yang
didiagnosis di Eropa setiap tahun dan 24 874 perempuan meninggal karena
penyakit ini. (Sarwono Prawirohardjo et al, 2010; N. Colombo et al, 2012)

KANKER SERVIKS

Page 1

BAB II
ISI
2.1. DEFINISI
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari
metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan
mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis. Kanker serviks merupakan
kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ
reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya
antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina.
2.2. EPIDEMIOLOGI
Kanker serviks merupakan penyakit kanker perempuan yang
menimbulkan kematian terbanyak akibat penyakit kanker terutama di Negara
berkembang. Diperkirakan dijumpai kanker serviks baru sebanyak 500.000
orang di seluruh dunia dan sebagian besar terjadi di Negara berkembang.
Insidensi kanker serviks adalah 1,2 kasus per 10.000 kehamilan pada saat
kehamilan saja dan 4,5 kasus per 10.000 kehamilan hingga 12 bulan
pascapersalinan. (Sarwono Prawirohardjo et al, 2010; Mochamad Anwar et al,
2011)
2.3. ETIOLOGI
Kanker serviks disebabkan oleh karena infeksi dengan resiko tinggi
human papillomavirus (HPV). Perkembangan dari infeksi HPV kanker
serviks terjadi melalui serangkaian langkah 4, yakni transmisi HPV, infeksi
HPV akut, infeksi HPV persisten sehingga menyebabkan perubahan
prakanker, dan ICC (invasive cervical cancer). Lebih dari 40 jenis HPV dapat
menginfeksi leher rahim, dan peneliti terus menyempurnakan pentingnya
KANKER SERVIKS

Page 2

berbagai jenis HPV risiko tinggi. Jenis human papillomavirus 16 dan 18


menyebabkan sekitar 70% kasus kanker serviks. (Kimberly K. Vesco et al,
2011)
2.4. FAKTOR RISIKO
Berhubungan dan disebabkan oleh infeksi human papilloma virus
(HPV) khususnya tipe 16, 18, 31, dan 45. Faktor risiko lain yang
berhubungan dengan kanker serviks adalah aktivitas seksual pada usia muda
(< 16 tahun), berhubungan seksual dengan multipartner, Co-infeksi dengan
agen menular seksual lainnya, seperti Chlamydia trachomatis dan herpes
simplex virus, mungkin berhubungan dengan risiko infeksi HPV, menderita
HIV atau mendapat penyakit/penekanan kekebalan (immunosuppressive)
yang bersamaan dengan infeksi HPV, dan perempuan merokok. (Mochamad
Anwar et al, 2011; Kimberly K. Vesco, 2011)
2.5. PATOGENESIS
Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan
intraepitel, berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks
setelah 10 tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya
berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat)
menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis
umum, proses perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen
pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut adalah onkogen, tumor
supresor gene, dan repair genes. Onkogen dan tumor supresor gen
mempunyai efek yang berlawanan dalam karsinogenesis, dimana onkogen
memperantarai timbulnya transformasi maligna, sedangkan tumor supresor
gen akan menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang
terlibat dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive berkembang
melalui perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi

KANKER SERVIKS

Page 3

invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3


-35%.
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka
regresi yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma
insitu (KIS) berkisar antara 1 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan
dari karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 20 tahun. Proses
perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan
displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul
bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma
mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan
hormon. Dalam jangka waktu 7 10 tahun perkembangan tersebut menjadi
bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan
adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka,
pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi
dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat
menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang
epitel permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor
risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat
diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel
normal sehingga terjadi keganasan. Berbagai jenis protein diekspresikan oleh
HPV yang pada dasarnya merupakan pendukung siklus hidup alami virus
tersebut. Protein tersebut adalah E1, E2, E4, E5, E6, dan E7 yang merupakan
segmen open reading frame (ORF). Di tingkat seluler, infeksi HPV pada fase
laten bersifat epigenetic. Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1
dan E2 yang menstimulus ekspresi terutama terutama L1 selain L2 yang
berfungsi pada replikasi dan perakitan virus baru. Virus baru tersebut
menginfeksi kembali sel epitel serviks. Di samping itu, pada infeksi fase laten
ini muncul reaksi imun tipe lambat dengan terbentuknya antibodi E1 dan E2
yang mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan E2. Penurunan ekspresi E1
dan E2 dan jumlah HPV lebih dari 50.000 virion per sel dapat mendorong
terjadinya integrasi antara DNA virus dengan DNA sel penjamu untuk

KANKER SERVIKS

Page 4

kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif (Djoerban, 2000). Ekspresi E1


dan E2 rendah hilang pada pos integrasi ini menstimulus ekspresi onkoprotein
E6 dan E7. Selain itu, dalam karsinogenesis kanker serviks terinfeksi HPV,
protein 53 (p53) sebagai supresor tumor diduga paling banyak berperan.
Fungsi p53 wild type sebagai negative control cell cycle dan guardian of
genom mengalami degradasi karena membentuk kompleks p53-E6 atau
mutasi p53. Kompleks p53-E6 dan p53 mutan adalah stabil, sedangkan p53
wild type adalah labil dan hanya bertahan 20-30 menit.
Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis
berjalan tanpa kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai
sebagai indikator prognosis molekuler untuk menilai baik perkembangan lesi
pre-kanker maupun keberhasilan terapi kanker serviks (Kaufman et al, 2000).
Dengan demikian dapatlah diasumsikan bahwa pada kanker serviks terinfeksi
HPV terjadi peningkatan kompleks p53-E6. Dengan pernyataan lain, terjadi
penurunan p53 pada kanker serviks terinfeksi HPV. Dan, seharusnya p53
dapat dipakai indikator molekuler untuk menentukan prognosis kanker
serviks. Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke
pembuluh getah bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening
obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini
tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta.
Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar
getah bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu,
pankreas dan otak.
2.6. MANIFESTASI KLINIS
Tanda-tanda dini kanker serviks mungkin tidak menimbulkan gejala.
Tanda-tanda dini yang tidak spesifik seperti secret vagina yang agak
berlebihan dan kadang-kadang disertai dengan bercak perdarahan. Gejala
umum yang sering terjadi berupa perdarahan pervaginam (pascasenggama,
perdarahan diluar haid) dan keputihan. Pada penyakit lanjut keluhan berupa

KANKER SERVIKS

Page 5

keluar cairan pervaginam yang berbau busuk, nyeri panggul, nyeri pinggang,
dan pinggul, sering berkemih, buang air kecil atau buang air besar yang sakit.
Gejala penyakit yang residif berupa nyeri pinggang, edema kaki unilateral,
dan obstruksi ureter. (Mochamad Anwar et al, 2011)
2.7. DIAGNOSIS
Tes Pap pada saat ini merupakan alat skrining yang diandalkan. Lima
puluh persen pasien baru kanker serviks tidak pernah melakukan tes Pap. Tes
Pap direkomendasikan pada saat mulai melakukan aktivitas seksual atau
setelah menikah. Setelah tiga kali pemeriksaan tes Pap tiap tahun, interval
dapat lebih lama (tiap 3 tahun sekali). Bagi kelompok perempuan yang
berisko tinggi (infeksi HPV, HIV, kehidupan seksual yang berisiko)
dianjurkan pemeriksaan tes Pap setiap tahun. Pemastian diagnosis
dilaksanakan dengan biopsi serviks. Diagnosis kanker serviks diperoleh
melalui pemeriksaan klinis berupa anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
ginekologik, termasuk evaluasi kelenjar getah bening, pemeriksaan panggul,
dan pemeriksaan rektal. Pemeriksaan radiologik berupa foto paru-paru,
pielografi intravena atau CT-scan merupakan pemeriksaan penunjang untuk
melihat perluasan penyakit, serta menyingkirkan adanya obstruksi ureter.
Pemeriksaan laboratorium klinik berupa pemeriksaan darah tepi, tes fungsi
ginjal, dan tes fungsi hati diperlukan untuk mengevaluasi fungsi organ serta
menentukan jenis pengobatan yang akan diberikan. Adapun stadium kanker
serviks menurut Fderation Internationale de Gyncologie et dObsttrique
(FIGO) 2000, yaitu : (Mochamad Anwar et al, 2011)
Stadium 0
Stadium I

Karsinoma insitu, karsinoma intraepithelial.


Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus

Stadium I A

uteri diabaikan).
Invasi kanker ke stroma hanya dapat didiagnosis secara
mikroskopik. Lesi yang dapat dilihat secara makroskopik
walau dengan invasi yang superficial dikelompokan pada
stadium IIB

KANKER SERVIKS

Page 6

I A1

Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3,0 mm dan

I A2

lebar horizontal lesi tidak lebih 7 mm.


Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan

Stadium I B

perluasan horizontal tidak lebih 7 mm.


Lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara

I B1
I B2
Stadium II

mikroskopik lesi lebih luas dari stadium I A2.


Lesi yang tampak tidak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar.
Lesi yang tampak lebih dari 4 cm diameter terbesar.
Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai

II A
II B
Stadium III

dinding panggul atau sepertiga distal/bawah vagina.


Tanpa invasi ke parametrium.
Sudah menginvasi parametrium.
Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/atau mengenai
sepertiga bawah vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis

III A

atau tidak berfungsinya ginjal.


Tumor telah meluas ke sepertiga bawah vagina dan tidak

III B

invasi ke parametrium tidak sampai dinding panggul.


Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/atau

Stadium IV
IV A

menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal.


Tumor meluas ke luar dari organ reproduksi.
Tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rectum

IV B

dan/atau ke luar dari rongga panggul minor.


Metastasis jauh penyakit mikroinvasif : invasi stroma dengan
kedalaman 3 mm atau kurang dari membrana basalis epitel
tanpa invasi ke rongga pembuluh limfe/darah atau melekat

dengan lesi kanker serviks.


Catatan : pada stadium I A adenokarsinoma masih kontroversi berhubung
pengukuran kedalam invasi pada endoserviks sukar dan tidak standar.
2.8. PENATALAKSANAAN
Berikut penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kanker serviks,
yaitu : (Mochamad Anwar et al, 2011)
a. Pembedahan
Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada kanker serviks sampai
stadium IIA dan dengan hasil pengobatan seefektif radiasi, akan tetapi
KANKER SERVIKS

Page 7

mempunyai keunggulan dapat meninggalkan ovarium pada pasien usia


premenopause. Kanker serviks dengan diameter lebih dari 4 cm menurut
beberapa peneliti lebih baik diobati dengan kemoradiasi daripada operasi.
Histerektomi radika mempunyai mortalitas kurang dari 1%. Morbiditas
termasuk kejadian fistel (1% sampai 2%), kehilangan darah, atonia
kandung

kemih

yang

membutuhkan

kateterisasi

intermiten,

antikolinergik, atau alfa antagonis.


Stadium I A1 tanpa invasi limfo-vaskuler: konisasi serviks atau
histerektomi totalis simple. Risiko metastasis ke kelenjar getah

bening/residif 1%.
Stadium I A1 dengna invasi limfi-vaskuler, stadium I A2.
Modifikasi histerektomi radikal (tipe II) dan limfadenektomia
pelvik. Stadium I A1 dengan invasi limfo-vaskuler didapat 5%

risiko metastasis kelenjar getah bening.


Stadium I A2 berkaitan dengan 4% sampai 10% risiko metastasis

kelenjar getah bening.


Stadium I B sampai stadium II A; Histerektomia radikal (tipe III)

dan limfadenektomia pelvik dan para-aorta.


Radiasi ajuvan diberikan pascabedah pada kasus dengan risiko
tinggi (lesi besar, invasi limfo-vaskluer, atau invasi stroma yang
dalam). Radiasi pascabedah dapat mengurangi residif sampai
50%.

b. Radioterapi
Terapi radiasi dapat diberikan pada semua stadium, terutama
mulai stadium II B sampai IV atau bagi pasien pada stadium
yangh lebih kecil tetapi tudak merupakan kandidat untuk
pembedahan. Penambahan Cisplatin selama radioterapi whole

pelvic dapat memperbaiki kesintasan hidup 30% sampai 50%.


Komplikasi radiasi yang paling sering adalah komplikasi
gastrointestinal seperti, proktitis, kolitis, dan traktus urinarius
seperti sistitis dan stenosis vagina.

KANKER SERVIKS

Page 8

Teleterapi dengan radioterapi whole pelvic diberikan dengan


fraksi 180-200 cGy per hari selama 5 minggu (sesuai dengan
dosis total 4500-500 cGy) sebagai awal pengobatan. Tujuannya
memberikan radiasi seluruh rongga panggul, parametrium, klenjar

getah bening iliaka, dan para-aorta.


Teleterapi kemudian dilanjutkan dengan brakiterapi dengan
menginsersi tandem dan ovoid (dengan dosis total ke titik A 8500
cGy dan 6500 cGy ke titik B) melalui 2 aplikasi. Tujuan
brakiterapi untuk memberikan radiasi dosis tinggi ke uterus,

serviks, vagina, dan parametrium.


Titik A adalah titik 2 cm superior dari ostium uteri eksterna dan 2
cm lateral dari garis tengah uterus. Titik ini berada di

parametrium.
Titik B adalah titik 2 cm superior dari ostium uteri eksterna dan 5
cm lateral dari garis tengah uterus. Titik ini berada di dinding

pelvis.
Radioterapi ajuvan dapat diberikan pada pasien pascabedah
dengan risiko tinggi.

c. Kemoterapi
Kemoterapi terutama diberikan sebagai gabungan radio-kemoterapi
ajuvan atau untuk terapi paliatif pada kasus residif. Kemoterapi yang
paling efektif adalah Cisplatin. Carboplatin juga merupakan aktivitas
yang sama dengan Cisplatin. Jenis kemoterapi lainnya yang mempunyai
aktivitas yang dimanfaatkan dalam terapi adalah Ifosfamid dan
pacalitaxel.
2.9. PENCEGAHAN
Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat
dan menghindari faktor- faktor penyebab kanker meliputi:

KANKER SERVIKS

Page 9

1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda,
pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks. Wanita
yang berhubungan seksual dibawah usia 20 tahun serta sering berganti
pasangan beresiko tinggi terkena infeksi. Namun hal ini tak menutup
kemungkinan akan terjadi pada wanita yang telah setia pada satu
pasangan saja.
2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak
perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau menurut
petunjuk dokter. Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk mendeteksi
dini kanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak sakit
dengan biaya yang relatif terjangkau dan hasilnya akurat. Disarankan
untuk melakukan tes Pap setelah usia 25 tahun atau setelah aktif
berhubungan seksual dengan frekuensi dua kali dalam setahun. Bila dua
kali tes Pap berturut-turut menghasilkan negatif, maka tes Pap dapat
dilakukan sekali setahun. Jika menginginkan hasil yang lebih akurat, kini
ada teknik pemeriksaan terbaru untuk deteksi dini kanker leher rahim,
yang dinamakan teknologi Hybrid Capture II System (HCII).
3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom,
karena dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher rahim.
4. Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Faktor nutrisi juga dapat
mengatasi masalah kanker mulut rahim. Penelitian mendapatkan
hubungan yang terbalik antara konsumsi sayuran berwarna hijau tua dan
kuning (banyak mengandung beta karoten atau vitamin A, vitamin C dan
vitamin E) dengan kejadian neoplasia intra epithelial juga kanker serviks.
Artinya semakin banyak makan sayuran berwarna hijau tua dan kuning,
maka akan semakin kecil risiko untuk kena penyakit kanker mulut Rahim.
5. Pada pertengahan tahun 2006 telah beredar vaksin pencegah infeksi HPV
tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab kanker serviks. Vaksin ini bekerja
dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkap virus
sebelum memasuki sel-sel serviks. Selain membentengi dari penyakit
kanker serviks, vaksin ini juga bekerja ganda melindungi perempuan dari
ancaman HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil kelamin.Yang perlu

KANKER SERVIKS

Page 10

ditekankan adalah, vaksinasi ini baru efektif apabila diberikan pada


perempuan yang berusia 9 sampai 26 tahun yang belum aktif secara
seksual. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu tertentu.
Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker serviks bisa menurun hingga
75%.
2.10. KOMPLIKASI
Komplikasi berkaitan dengan intervensi pembedahan sudah sangat
menurun yang berhubungan dengan peningkatan teknik-teknik pembedahan.
Komplikasi tersebut meliputi fistula uretra, disfungsi kandung kemih, emboli
pulmonal, limfosit, infeksi pelvis, obstruksi usus besar, dan fistula
rektovaginal.
Komplikasi segera saat terapi radiasi adalah reaksi kulit, sistitis
radiasi dan enteritis. Komplikasi berkaitan dengan kemoterapi tergantung
pada kombinasi obat yang digunakan. Masalah efek samping yang digunakan
adalah supresi sumsum tulang, mual dan muntah karena penggunaan
kemoterapi yang mengandung sisplatin.

2.11. PROGNOSIS
Kehamilan tidak memperngaruhi luaran dari perempuan dengan
kanker serviks. Prognosis kemungkinan lebih buruk pada perempuan yang
diagnosis kanker serviks ditegakkan pada periode 12 bulan pascapersalinan
dibandingkan yang ditegakkan selama kehamilan. (Sarwono Prawirohardjo et
al, 2010) Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk
tersebut dihubungkan dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada
stadium invasif, stadium lanjut, bahkan stadium.

KANKER SERVIKS

Page 11

Selama ini, beberapa cara dipakai menentukan faktor prognosis adalah


berdasarkan klinis dan histopatologis seperti keadaan umum, stadium, besar
tumor primer, jenis sel, derajat diferensiasi Broders. Prognosis kanker serviks
tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk
stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira
50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher

rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu
masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau
vagina. Kanker serviks disebabkan oleh karena infeksi dengan resiko tinggi

KANKER SERVIKS

Page 12

human papillomavirus (HPV). Gejala umum yang sering terjadi berupa


perdarahan pervaginam (pascasenggama, perdarahan diluar haid) dan
keputihan. Untuk menegakkan diagnosis kanker serviks memerlukan
pemeriksaan yang salah satunya adalah pap smear. Penatalaksaan dari kanker
serviks ini dapat dilakukan pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi.
Terdapat pula pencegahan dari kanker serviks yaitu dengan melakukan pap
smear sesegara mungkin, makan makanan yang sehat, dan menggunakan
vaksin.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar Mochamad, Baziad Ali, Prabowo RP. 2011. Ilmu Kandungan Ed.3. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Colombo N, Carinelli S, Colombo A, Marini C, Rollo D, Sessa C. 2012. Cervical
cancer: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and
follow-up. European: the European Society for Medical Oncology.
Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Bari SA, Rachmihadhi T. 2010. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

KANKER SERVIKS

Page 13

Vesco K Kimberly, W.P Evelyn, Eder M, B.U Brittany, Senger A.C, Lutz K. 2011.
Risk Factors and Other Epidemiologic Considerations for Cervical Cancer
Screening: A Narrative Review for the U.S. Preventive Services Task Force.
USA: Ann Intern Med;155:698-705.

KANKER SERVIKS

Page 14

Anda mungkin juga menyukai

  • DBD Fix
    DBD Fix
    Dokumen14 halaman
    DBD Fix
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading Forensik
    Journal Reading Forensik
    Dokumen6 halaman
    Journal Reading Forensik
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Wayan
    Laporan Kasus Wayan
    Dokumen34 halaman
    Laporan Kasus Wayan
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • BPPV
    BPPV
    Dokumen23 halaman
    BPPV
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading Forensik
    Journal Reading Forensik
    Dokumen6 halaman
    Journal Reading Forensik
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • CP1 Astigmatisme
    CP1 Astigmatisme
    Dokumen12 halaman
    CP1 Astigmatisme
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • CP2 Katarak
    CP2 Katarak
    Dokumen13 halaman
    CP2 Katarak
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus KNF
    Laporan Kasus KNF
    Dokumen29 halaman
    Laporan Kasus KNF
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan, Isi, Penutup, Daftar Pustaka
    Pendahuluan, Isi, Penutup, Daftar Pustaka
    Dokumen14 halaman
    Pendahuluan, Isi, Penutup, Daftar Pustaka
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • DM 1
    DM 1
    Dokumen5 halaman
    DM 1
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • PNEUMOTORAKS
    PNEUMOTORAKS
    Dokumen2 halaman
    PNEUMOTORAKS
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Kedokteran Keluarga Hipertensi Fix
    Kedokteran Keluarga Hipertensi Fix
    Dokumen28 halaman
    Kedokteran Keluarga Hipertensi Fix
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • ADRENOLEUKODISTROFI
    ADRENOLEUKODISTROFI
    Dokumen9 halaman
    ADRENOLEUKODISTROFI
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Adenokarsinoma Ginjal
    Adenokarsinoma Ginjal
    Dokumen4 halaman
    Adenokarsinoma Ginjal
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • DISMENORE
    DISMENORE
    Dokumen14 halaman
    DISMENORE
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Blow Out Fracture
    Blow Out Fracture
    Dokumen6 halaman
    Blow Out Fracture
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • DM Tipe 2
    DM Tipe 2
    Dokumen5 halaman
    DM Tipe 2
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Paru
    Paru
    Dokumen5 halaman
    Paru
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Dislokasi Hip Posterior
    Dislokasi Hip Posterior
    Dokumen46 halaman
    Dislokasi Hip Posterior
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Dra PJR
    Dra PJR
    Dokumen60 halaman
    Dra PJR
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Fungsi Dokter Keluarga
    Fungsi Dokter Keluarga
    Dokumen2 halaman
    Fungsi Dokter Keluarga
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Ca Mamma
    Ca Mamma
    Dokumen9 halaman
    Ca Mamma
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Responsi
    Responsi
    Dokumen34 halaman
    Responsi
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • PPOK
    PPOK
    Dokumen2 halaman
    PPOK
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Paru
    Paru
    Dokumen5 halaman
    Paru
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • BBLR
    BBLR
    Dokumen12 halaman
    BBLR
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Definisi Keamanan Nasional
    Definisi Keamanan Nasional
    Dokumen1 halaman
    Definisi Keamanan Nasional
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Gerd
    Gerd
    Dokumen14 halaman
    Gerd
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat
  • Diagnosis Tatalaksana Komplikasi Prognosis
    Diagnosis Tatalaksana Komplikasi Prognosis
    Dokumen3 halaman
    Diagnosis Tatalaksana Komplikasi Prognosis
    Wayan Pariastini
    Belum ada peringkat