Anda di halaman 1dari 4

RESUME

Achieving Cooperation Under Anarchy : Strategies And Institutions


Oleh:
Bima Setyawan
L1A014009
Program Hubungan Internasional Universitas Mataram

Mewujudkan sebuah kesepakan dalam sebuah kerjasama di dunia politik sangatlah sulit.
Tidak adanya peraturan yang bersifat mengikat serta memaksa seperti yang diungkapkan kaum
realis menjadi salah satu penyebab sulitnya menghasilkan kesepakatan antara para pihak.
Selanjutnya kaum neorealis beranggapan bahwa dunia ini tersusun atas struktur internasional
yang anarki. Kaum neorealis melihat struktur anarki tersebut karena tidak adanya kekuatan yang
bersifat tunggal yang mampu mengatur negara-negara dalam sistem internasional. Otomatis
dengan tidak adanya kekuatan tunggal tersebut, suatu kepatuhan diantara negara-negara sangat
sulit tercipta. Negara yang dalam struktur anarki ini dijadikan sebagai aktor yang dominan harus
mampu memenuhi setiap kepentingan-kepentingan nasionalnya semaksimal mungkin.
Dalam kajian politik kerjasama internasional suatu keberhasilan dan kegagalan kerjasama
internasional dapat dianalisis melalui Game Theory. Di dalam Game Theory terdapat dimensi
situasional yang mempengaruhi yang mempengaruhi tindakan suatu actor dalam kerjasama,
antara lain; (a) payoff structure (mutual and conflicting preferences), (b) the shadow of the
future, dan (c) number of actors (sanctioning problems).
A. Payoff Structure (Mutual and Conflicting Preferences)
Axelrod yang merupakan pencetus awal ide ini mengatakan bahwa struktur payoff
mempengaruhi tingkat kerjasama aktor dengan melihat pada peristiwa yang terjadi di luar
kendali aktor.
Secara garis besar struktur payoff menjelaskan bahwa jika konflik antara kepentingan aktor
berskala besar, maka akan lebih besar pula kemungkinan aktor memilih keluar dalam kerjasama,

begitu pula sebaliknya. Untuk menghindari hal tersebut struktur payoff menekankan pada proses
timbale balik antar aktor.
B. The Shadow of the Future
Hasil yang akan dicapai dimasa depan dalam sebuah kerjasama adalah nilai-nilai relatif
terhadap hasil saat ini. Maksudnya apa yang didapat sekarang meskipun kecil nilainya namun
suatu kerjasama akan bernilai jika kerjasama tersebut memiliki potensi menguntungkan di masa
depan. Kerjasama Internasional dalam sebuah Rezim Internasional memang tidak dapat
sepenuhnya menjamin peroleha keuntungan maksimal. Tapi keterjaminan kerjasama jangka
panjang (iterated play) setidaknya lebih menguntungkan dibandingkan defect untuk keuntungan
yang hanya bersifat sementara (myopic pursuit) yang dapat membawa kerugian di jangka
panjang. Itulah sebabnya diperlukan Shadow of the future dalam bentuk Long time horizon
sehingga dapat diperoleh keuntungan yang terbaik yang bisa didapat melalui kerjasama
internasional.
Bayangan akan masa depan ini bisa berjalan efektif dalam memajukan suatu kerjasama
jika dipengaruhi oleh factor; (1) long time horizon, (2) interaksi yang terus menerus, (3)
informasi tentang tindakan orang lain, dan (4) tanggapan cepat terhadap perubahan tindakan
aktor lain
Setiap negara dalam menjalin kerjasama internasional dalam sebuah aturan main (rezim)
internasional memang tidak dapat sepenuhnya menjamin mendapatkan keuntungan yang besar.
Namun yang terpenting ialah adanya jaminan kerjasama jangka panjang setidaknya lebih
menguntungkan.
C. Number of Actors (Sanctioning Problems)
Jumlah pemain dalam sebuah kerjasama internasional menjadi dimensi terakhir
pelengkap keberhasilan suatu kerjasama internasional. Semakin banyak aktor yang mempunyai
kepentingan di dalam suatu kerjasama, maka potensi keretakan kerjasama tersebut akan semakin
besar pula.
Dalam kerjasama yang melibatkan banyak aktor poin yang menjadi fokus utamanya ialah
ada atau tidaknya prinsip resiprositas dalam kerjasama tersebut. Pada prinsipnya resiprositas
akan berjalan efektif apabila aktor dapat mengidentifikasi defectors, kemudian aktor-aktor dapat

fokus terhadap apa yang akan dilakukan terhadapsi defector, serta yang lebih penting ialah para
aktor mempunyai insentive jangka panjang yang cukup untuk menekan si defectors.
Hal diatas akan sulit dilakukan jika suatu kerjasama memilki aktor yang banyak. Terdapat
beberapa masalah yang dihadapi oleh para aktor, diantaranya ialah:
1.

Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi defector. Dalam rangka mempertahankan kerjasama


pemerintah harus memiliki keyakinan dalam kemampuan mereka untuk memantau rekan-rekan
mereka agar merespons secara efektif terhadap pengkhianatan.

2. Pemberian sanksi akan menjadi masalah ketika para aktor tidak bisa fokus memberikan hukuman
terhadap si defector, misalnya ketika menghadapi si defector yang sangat kuat.
3. Pemberian sanksi akan menjadi masalah ketika sebagian anggota kelompok justru tidak bersikap
sama, ada yang merasa perlu memberikan hukuman tetapi ada yang merasa tidak perlu
memberikan hukuman pada si defector.
Dalam kajian politik kerjasama internasional, kerjasama dan harmoni merupakan suatu
hal yang berbeda dan tidak memiliki ikatan pertalian. Kerjasama merupakan sebuah objek yang
sukar untuk dipahami dan sumber-sumbernya memiliki banyak segi dan saling bertalian.
Sedangkan harmoni menunjuk kepada situasi di mana kebijakan-kebijakan para aktor (dalam
mengejar kepentingan pribadi mereka tanpa memperhatikan yang lain) secara otomatis
memfasilitasi pencapaian tujuan-tujuan pihak lain.
Reciprocity dan Strategi dalam Multilevel Games
Suatu aktor dalam hal ini negara dapat berada dalam sebuah kondisi reciprocity apabila
berada dalam sebuah keadaan dimana antara kepentingannya memiliki kecenderungan yang
sama dengan keadaan sekitarnya (aktor lain yang bekerjasama). Dengan adanya hubungan timbal
balik maka terdapat isu akan terciptanya hubungan saling ketergantungan antar aktor.
Pentingnya Sebuah Persepsi
Sebuah persepsi dalam suatu kerjasama merupakan suatu hal yang penting dimiliki oleh
suatu aktor negara dalam struktur dunia yang anarki. Fokus utama yang paling signifikan dari
sebuah persepsi adalah kepercayaan dan kognisi. Sebuah kebijakan akan menjadi suatu hal yang
ambigu saat terpengaruh dengan berbagai masalah yang ada dalam diri aktor pembuat kebijakan

(deciasion maker). Selain itu pembuatan kebijakan juga cukup dipengaruhi oleh hal-hal yang
berkenaan dengan psikologi dalam diri aktor tersebut atau faktor idiosinkrasi seorang pembuat
kebijakan. Semua kepala negara sebenarnya berada pada tempat yang saling berbeda antara satu
dengan yang lainya. Sehingga banyak dari keputusan yang diambil selalu berdasarkan asumsi
dasar dari rasionalitas yang ada dalam diri mereka seperti apa hal yang paling terpenting untuk
dilakukan, apa yang akan didapat, apa yang sudah didapat, dan yang terpenting adalah
tanggungjawab untuk melakukan perubahan.
Terdapat hal lain yang lebih penting dari poin di diatas, yakni hal yang paling mendasar
dari sebuah persepsi datang dari keamanan teriotrial sautu negara. Sebuah negara yang sedang
berada dalam keadaan perlombaan senjata selalu melakukan keputusan pertahanan yang
deffensife (bertahan) dengan menguatkan kekuatan militernya dibandingkan offensife
(menyerang). Hal ini disebabkan karena dalam persepsi mereka tertanam, bahwa persenjataan
tersebut memiliki daya tawar yang lebih besar dari pada keamanan itu sendiri. Oleh karena
itulah, banyak dari perlombaan senjata antar negara yang tidak memikirkan konsekuensi dari
perlombaan itu sendiri.

Isu mengenai keamanan selalu menyajikan sebuah contoh yang

dramatik, dimana pemerintah tidak lebih baik memahami mengenai aksi mereka dalam sebuah
dunia ekonomi politik yang mana selalu menjadi perhatian negara lainnya. Peperangan dalam hal
perekonomian sering sekali terjadi dengan diawali oleh kesalahan negara dalam mempercayai
negara lainnya.

Anda mungkin juga menyukai