Anda di halaman 1dari 10

Power, Balance of Power, Teori Stabilitas Hegemoni

APR 26

Posted by Renny Candradewi

1 Votes

Renny Candradewi 070810532

rennycandradewi@yahoo.com

Setiap penjelasan selalu dimulai dengan definisi yang tepat. Mendefinisikan


esensi power tidaklah mudah, bahkan sampai sekrang masih sering diperdebatkan.
Perhatian terhada power terus menerus menjadi kajian yang menarik dan seringkali
menimbulkan beragam persoalan. Manakala mendefinisikan suatu power maka sebagian
besar akan merujuk pada konsepsi pemikiran realis. Menurut seorang realis, Robert Dahl
(2002), kapabilitas suatu negara banyak sekali ditentukan oleh sejuumlah power yang ia
miliki. Dan power merupakan subjek utama dalam hubungan internasional yang takkan
pernah kehilangan pengaruhnya untuk menyediakan berbagai alasan maupun jawaban
dalam konteks politik internasional.

Untuk bisa mengidenfikasikan dan menganalisa konsep awal power dalam


hubungan internasional, kita mesti memahami perkembangan power di negara besar dan
negara kecil. Ditinjau dari segi pemikiran dan teori sistem internasional oleh Geopolitik.
Power secara alami muncul karena distribusi geografi yang tidak seimbang dari sudut
luas wilayah. Karen A Mingst juga menambah dimensi alami power muncul karena
kepemilikan minyak, jumlah sumber daya alam atau populasi (Mingst, 2009).

Definisi power suatu negara menurut liberal ditentukan oleh kekuatan ekonomi
dan industrialisasi. Boleh jadi suatu negara tidak memiliki luas wilayah yang signifikan
tetapi dilain sisi ia memiliki basis ekonomi dan industri kuat, maka negara tersebut bisa
diasumsikan negara kuat. Power menurut Marxisme ditentukan oleh dominasi kelas yang
lebih tinggi kepemilikan faktor produksi untuk bisa menindas kelas marjinal.

Dalam bukunya, Robert Dahl mengulas dengan jelas apa yang dimaksud oleh
power. Robert Dahl menamai power sebagai suatu atribut yang melekat secara langsung
pada suatu negara ketika ia dibandingkan dengan negara lain. Kedua, power menurut
Robert Dahl adalah kemampuan suatu negara untuk membuat negara lain melakukan
sesuatu yang semula tidak diinginkannya. Power yang meliputi tangible dan intangible
power (Anonim, 2008).

Intangible power meliputi kepimimpinan dan kepribadian, efisiensi organisasi


birokrasi, tipe pemerintahan, persatuan masyarakat, reputasi, dukungan luar negeri dan
ketergantungan. Sedangkan tangible power meliputi wilayah, populasi, sumber alam dan
kapasitas industri, kapasita pertanian, kekuatan militer dan mobilitas (Anonim, 2008).

Balance of power

Pada beragam pengertian, balance of power merupakan konsep yang telah


dipegang sepanjang sejarah, praktisi, dan negarawanstatesmen; sehingga perilaku
demikian membawa konsekuensi pada tingkat beragam pengertian pada setiap orang
berbeda. Walaupun demikian tidak terdapat konsesus resmi definisi balance
power secara tepat (Emmers, 2004. p.40-41), beragam pandangan definisi tersebut
terletak pada pemahaman pada berbagai istilah yakni sebagai suatu simbol, situasi,
kebijakan, dan sistem (Emmers, 2004. p.41 ).

Pengertian yang demikian banyak dan luas sebagaimana diutarakan oleh Inis
Claude (1962: 13) disebabkan konsepnya yang mudah dipahami serta banyaknya literatur
antara lain sebagai berikut (Sheehan, 1996, p.1-2):

1. Masa klasik: distribusi power yang sama di antara Princes of Europe


memungkinkan bagi salah satu dari mereka untuk mengganggu ketenangan yang
lain (Anonymous, Europes Catechism, 1741);
Pada Midieval Era di mana masing-masing kerajaan di Eropa berlomba untuk
memperkuat diri; semakin intensnya kompetisi tersebut, makin intens pula adanya
ancaman yang memicu kapabilitas ketenangan negara lain yang secara geografis
berdekatan.

2. Aksi dari negara lain untuk menghambat negara tetangganya untuk menjadi lebih
kuat dan menjaga keseimbangan dan kesejajaran antarnegara tetangganya
terdekatnya (Fenelon, 1835);

Balance of power sebagai reaksi yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas keamanan
regional antarnegara yang berdekatan.

3. Menjaga keseimbangan: yang lemah seharusnya tidak dihancurkan oleh negara


yang lebih kuat merupakan prinsip yang membentuk kesatuan pada peta politik
sejarah Eropa Modern (Stubbs, 1886);

Balance of power sebagai kolektif reaksi untuk mencegah terbitnya satu kekuatan
dominan yang berpotensi mendesak yang lemah.

4. Suatu penyusunan hubungan sehingga tidak akan ada negara yang berada pada
posisi lebih kuat di atas negara-negara lainnya (Vattel, 1916);

Seperti halnya poin ketiga yang mana balance of power sebagai kolektif reaksi karena
adanya kesadaran bersama untuk menghindari munculnya negara yang terkuat di antara
yang lainnya.

5. Balance of Power beroperasi melalui aliansi-aliansi yang tidak memberi peluang


adanya satu dominan power yang tumbuh lebih kuat sehingga berpotensi
mengancam keamanan yang lain (Palmer and Perkins, 1954);

Balance of power sebagai strategi untuk menciptakan stabilitator regional melalui


keikutsertaan dalam aliansi maupun kelompok kerjasama keamanan yang kolektif.
6. Balance of Power: merujuk pada hubungan aktual antarnegara dimana power
terdistribusi secara paralel pada semua negara (Morgentahu, 1978);

Balance of power merupakan strategi alternatif melakukan atau mempengaruhi distribusi


power.

7. Balance of Power merujuk pada respon untuk melakukan ukuran (pemantauan


dan pengawasan) yang ekivalen secara individual maupun kolektif guna
meningkatkan power mereka (Claude, 1962);

Balance of power sebagai tool efektif untuk melakukan check and balance posisi dan
pemetaan power yang dimiliki masing-masing negara.

8. Balance of Power merupakan prinsip dasar guna merenggangkan power yang


sanggup mengintervensi pada satu sisi, dimana ada bahaya potensi meletusnya
perang, untuk menjamin bahwa yang kalahlemah tidak tereliminasi dari sistem
dan tidak terserap ke dalam kolosus yang sedang berkembang (Quester, 1977).

Balance of power merupakan efektif tool untuk mendispersi power guna mengurangi
potensi konflik dan perang.

Dari berbagai pengertian di atas, tentunya menimbulkan permasalahan tentang


bagaimana menggunakan konsep dan istilah balance of power dalam hubungan dan
politik internasional. Salah satu permasalahan intelektual disebabkan oleh power sebagai
suatu konsep dan istilah, adalah interprestasi berbeda pada tiap orang yang berbeda pula.

Beberapa diantaranya mengasumsikan power tidak hanya mengandung arti


kekuatan militer, tetapi juga mengandung implikasi kekuatan politik dan ekonomioleh
realis disebut tradisional power. Bagi yang lainnya, power tidak hanya menyangkut
aktivitas spesifik seperti tersebut di atas, tetapi juga kemampuan untuk mempengaruhi
perilaku state lain (Sheehan, 2004, p.7.).

Teori Stabilitas Hegemoni oleh Charles Kindleberg, menyatakan ekonomi dunia


liberal yang terbuka memerlukan keberadaan seorang hegemoni atau kekuatan dominan.
Hegemoni dan stabilitas dalam ekonomi politik internasional menggunakan kerangka
penjelasan yang dikemukakan oleh teori ini. Robert Keohane seorang neo-realis
strukturalis mengungkapkan hal serupa yang mana keadaan dunia dengan hegemoni
menjamin kestabilan seperti semasa system dunia bipolar (Keohane 1980, p. 132).

OPINI

Balance of power merupakan ide, konsep politis sekaligus strategi kebijakan yang
relevan terhadap kondisi empiris situasi politik internasional yang anarkis yang tertuang
dalam beragam definisi dan pengertian berbeda, kemudian dipelajari menjadi panduan
kebijakan politik luar negeri baik oleh praktisi hubungan internasionaluntuk
memahami perilaku kolektif states, maupun statesmen sebagai strategi untuk menyusun
perjanjianagreement dalam usaha membela kepentingan nasional. Secara khusus,
ASEAN sebagai rezim regional menjadi ilustrasi adanya pengaruh faktor balance of
power pada perilaku anggotanya yang secara politis saling berseberangan tetapi masih
mempertahankan konsep sekuriti sebagai alasan mendasar mendirikan kelompok
kerjasama kooperatif maupun satuan organisasi regional yang dijanjikan mampu
menciptakan stabilitas dan keamanan kawasan.

Balance of power menurut sudut pandang realis: memandang masyarakat


internasional sebagai aksi-reaksi yang tidak ekivalenassymetris: power berhadapan
dengan weakness. Basis dasar asimetris antar-state tersebut dapat diseimbangkan, yakni
dengan cara setiap state bertindak saling mengawasi terhadap posisi masing-masing
check and balance. Karena politik internasional yang anarkis perlawanan dengan
keamanan dan stabilitas jangka panjang, makanation-states semestinya memotori
terciptanya keseimbangan dalam sistem power, sehingga dalam jangka absolut,
keamanan, stabilitas, power, dan pengaruh dapat kemudian lebih potensial ditingkatkan.
Adalah tugas seorang negarawanstatesmen untuk mendemonstrasikan dan
memprioritaskan kepentingan masing-masing berdasarkan perubahan-perubahan yang
terjadi dengan membuat kebijakan dan penyesuaian berdasarkan tujuan menciptakan
stabilitas yang kondusif. Maka dari itu, Morgenthau berpendapat bahwa balance of
power dan politik luar negeri yang diciptakan untuk diraih dan dipelihara bukanlah hal
yang tidak mungkin, lebih dari itu, merupakan mekanisme penting untuk menstabilkan
komunitas internasional (Sheehan, 1996, p.8.).

Berkaitan erat dengan power, di dalam balance of power terdapat konsep national
interestdan objectives antara lain tujuan fundamentalnya adalah menolak adanya
hegemoni secara regional maupun global, yang pada intinya untuk mencegah terbitnya
hegemoni dengan mengijinkan semua state untuk memelihara identitas, kesatuan, dan
independensinya, hingga pada level optimal mencegah potensi agresi perang, dan lain
sebagainya. Teori balance of power maka dari itu erat kaitannya dan kedudukannya
selaras dengan pandangan tradisional realis mengenai hubungan internasional.secara
tidak langsung dimaksudkan untuk menyediakan kondisi internasional yang stabil dan
damai (Emmers, 2004, p.42), sekaligus sebagai faktor penstabil dalam masyarakat
negara-negara yang berdaulat Morgenthau, 1955. p.185) Dari pengertian di atas, intinya
teori balance of power sebenarnya merupakan konsep penting dalam menciptakan dan
memelihara stabilitas komunitas internasional. Balance of power sebagai suatu strategi
umumnya diterapkan oleh hegemon untuk mencegah timbulnya satu kekuatan yang
sanggup menyaingi sphere of influencenya.

Kekuatan hegemoni harus mampu membuat dan menjaga keberlangsungan


peraturan yang ia buat dipatuhi oleh seluruh negara. Kekuatan hegemoni dalam menjaga
kestabilan ekonomi terletak pada komitmen untuk mematuhi peraturan dan norma-norma
internasional yang ia tetapkan misalnya norma yang dibentuk dalam rezim internasional.
Sumber kekuatan ekonomi menurut teori stabilitas hegemoni Kindleberg terdapat pada
tiga hal, yakni hegemoni, norma liberal, dan kepentingan sama.

Menjadi hegemoni dan mempertahankan sistem yang mendukung hegemoni


bukanlah hal yang mudah. Antonio Gramsci menyatakan memelihara sistem hegemoni
haruslah didukung oleh kekuatan negara besar. Jika tidak terdapat kekuatan negara-
negara besar yang mendukungnya maka sistem hegemoni tersebut akan sangat mudah
sekali kolaps. Menurut teori ini ekonomi pasar terbuka terdapat collective dan public
good: adalah good yang setiap konsumsi oleh individual atau yang lainnya tidak
mengurangi kuantitasnya atau akan selalu tersedia bagi konsumer yang lainnya.
Singkatnya, konsumer dapat mengkonsumsi good tersebut tanpa harus membayarnya.
Namun, kendala yang muncul mengancam sistem hegemoni tersebut ialah adanya free
rider dan kecurangan. Hegemoni selain menanggung beban adanya free rider dan
kecurangan (monopoli) mendapatkan keuntungan karena sphere of influence-nya meluas,
ia berhak menetapkan siapa yang berhak masuk dan siapa yang tidak.

Norma liberal yang dianut dalam ekonomi politik internasional mendukung


pernyataan bahwa sistem pasar terbuka beoperasi berdasarkan rasional yang berjalan
dengan sendirinya dimana terdapat supply bertemu dengan demand (mekanisme pasar),
masing-masing aktor bergerak dengan memaksimalkan interest masing-masing, serta
(Gilpin, 1987). Pasar cenderung bersifat dinamis, karenanya hegemoni mesti fleksibel
dalam melakukan berbagai penyesuaian.

Untuk alasan internal dan eksternal, hegemoni mengalami berbagai tantangan


antara lain free rider, cheating, dan sementara ia sibuk memlihara sistem supaya stabil,
negara-negara lain mendapatkan keuntungan lebih dari berjalannya
sistem. Semakin sphere of global influenceterdispersi ke mana-mana, makin sulit
memelihara pengaruhnya supaya tetap stabil (Kindleberger, 1981, p.251).

Jika tidak sanggup mempertahankan keeskistensiannya, maka kekuatan hegemoni


perlahan akan menurun. Penurunan hegemoni dapat dijelaskan melalui empat fase
hegemoni teori sistem dunia Modelsky (Flint, 2007).

Fase yang menjelaskan turunnya pamor hegemoni adalah ketika (1) peraturan-
peraturan yang dibuat sudah tidak ditaati oleh negara-negara lain, (2) hegemoni mendapat
tantangan dari pergolakan ekonomi domestik dan perlawanan dari entitas yang tidak
menyukainya, (3) adanya negara core baru yang muncul dari negara periphery maupun
semiperiphery. Jika kekuatan hegemoni tersebut tidak mampu bertahan dari ancaman-
ancaman tersebut, maka ia cenderung akan mengalami diintegrasi (collaps) (Flint, 2007).

Teori stabilitas hegemoni, isu keamanan dan politik menjadi subjek utama yang
mengakibatkan dinamika pada ekonomi internasional. Kedua hal tersebut saling
mempengaruhi satu sama lain dimana ekonomi internasional tidak bisa dipisahkan dari
politik dan kebijakan suatu negara apalagi yang berkaitan dengan isu keamanan. Suatu
hegemoni mutlak diperlukan untuk menjaga kestabilan politik dan keamanan. Secara
langsung keamanan dan politik menjadi lingkungan tempat berkembangnya ekonomi
internasional. Sehingga bisa juga ditarik kesimpulan ekonomi dan lingkungan saling
berhubungan, jika lingkungan berubah maka ekonomi juga mengikutinya.

Pertanyaan berikutnya, teori manakah yang paling relevan? Secara pribadi saya
ingin berpendapat bahwa tidak ada teori yang benar-benar 100% relevan terhadap tatanan
ekonomi internasional sekarang. Ketiganya saling komplementer dari pada kontradiktif.
Dalam hal tertentu, ekonomi internasional bergerak berdasarkan supply and
demand aktor-aktor ekonomi di luar state. Yang membuat integrasi ekonomi terjadi pada
level yang sangat signifikan. Hal ini seolah menyiratkan bahwa perekonomian itu
bergerak sesuai dengan invisible hand-nya Adam Smith. Artinya tidak ada faktor lain
yang diikutsertakan dalam telaah dinamika ekonomi politik internasional. Akan tetapi
seolah teori ini menjadi ketinggalan jaman, ketika faktor politik dan lingkungan
dilibatkan. Negara tetap menjadi aktor utama dan influensial dalam mempengaruhi dan
mengarahkan tatanan dunia sesuai dengan yang diinginkan, dalam hal ini disebutkan oleh
seorang hegemon.

Hegemon berperan untuk menciptakan environment yang favorable buat ladang


subur perekonomian. Negara tetap secara politis berperan mengurangi batasan-batasan
ekonomi yang mesti dicapai dalam suatu insitusi bersama dimana persaingan negatif
akibat konflik kepentingan bisa dinegosiasikan. Teori sistem dunia modern memegang
peran lainnya dalam menyediakan bukti bahwa perekonomian cenderung menciptakan
sistem hierarki antara negara yang terklasifikasi dalam negara core dan negara periphery.
Menurutnya ini adalah hal yang terjadi secara natural, ada yang tergantung dan ada yang
menggantungkan diri. Inilah yang membentuk sistem secara utuh dan dinamis. Manakala
salah satu variabel diatas mengalami pergeseran dan perubahan either insignifacantly nor
indisively, maka dinamika itu merupakan suatu yang abadi.

REFERENSI

Mingst, Karen. 2009. The Essentials of International Relations. New York: Norman Pub.
Ch. 3., 68-72.

Wallerstein, Immanuel. 1974. The Modern World-system. New York: Academic Press.
Hobden, Stephen and Richard Wyn Jones. 2001. Marxist Theories of International
Relations, ins: Baylis, John and Steve Smith. 2001. The Globalization of World Politics.
London: Oxford University Press. Ch. 10., p 200-226.

Burchill, Scott, et.al. 2004. Theories of International Relations. London: Palgrave


Macmillan

Emmers, Ralf. 2004. Cooperative Security and Balance of Power in ASEAN and The
ARF. New

York: Routledge Publishing. p. 10-39, 40-60.

Sheehan, Michael. 1996. The Balance of Power: History and Theory. New York :
Routledge

Publishing. p. 1-23, 53-96.

Anonim. 2008. Power dan Kapabilitas Negara-Bangsa dalam Pengantar Hubungan


Internasional. Surabaya: Universitas Airlangga

http://frenndw.wordpress.com/2010/04/26/power-balance-of-power-teori-stabilitas-
hegemoni/

Anda mungkin juga menyukai