Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak berakhirnya Prang Dunia II sampai sekarang, geopolitik dan geostrategi
sub wilayah Asia Tenggara telah mengalami perubahan peta dan konfigurasi
keamanan regional satu dengan yang lain, dilihat dari struktur dan aliansi hubungan
internasional terlihat kontradiktif. Pertama, konfigurasi keamanan regional masa
perang dingin, dan kedua, konfigurasi keamanan regional pasca perang. Pada masa
perang dingin konfigurasi keamanan regional Asia Tenggara sangat dipengfaruhi oleh
konstelasi persaingan konfrontatif global antar Amerika Serikat dan Uni Soviet
sebagai kelanjutan dari persaingan kedua negara adidaya tersebut di kancah
Internasional.
Secara garis besar negara-negara Asia Tenggara terelaborasi kedalam dua kubu
tersebut. Negara-negara kawasan Indocina (Vietnam, Laos, Kamboja) teridentifikasi
sebagai kubu Uni Soviet dengan Vietnam sebagai pemimpinnya. Sementara negara-
negara yang tergabung dalam ASEAN (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina,
Thailand dan Brunei). teridentifikasi sebagai kubu AS. Sedangkan Myanmar sejak
kudeta militer oleh Jenderal Ne Win tahun 1962, mengisolasi diri dengan tidak terlibat
jauh dalam urusan-urusan eksternal.
Namun konstalasi politik Asia Tenggara saat ini menunjukkan bahwa negara-
negara anggota ASEAN tidak lagi terpengaruh oleh dua kubu tersebut. Negara-negara
dikawasan asia tenggara berupaya menciptakan perdamaian perdamaian melalui
kerjasama-kerjasama regional untuk senantiasa menjaga perdamaian kawasan.
Dengan cara meningkatkan anggraran militer mereka. Stockholm International Peace
Research Institute (SIPRI) pada Maret 2012 merilis laporan yang menyebutkan bahwa
impor senjata yang dilakukan oleh negara-negara di Asia Tenggara meningkat 185%
selama tahun 2007 sampai 20111. Fenomena arm transfer yang terjadi diantara
Negara ASEAN selanjutnya disebut sebagai pembangunan kekuatan militer (arms
build-up), yaitu peningkatan atau modernisasi persenjataan melalui penyesuaian
kuantitas maupun kualitas sistem militer yang telah dimiliki oleh sebuah negara.
Untuk selanjutnya istilah arms build-up menggunakan kata modernisasi postur militer
atau persenjataan.
1 Stockhlom International Peace Reseach Institute, Trends In International Arms Transfers, 2011 (online),
<http://milexdata.sipri.org> , 2012 , diakses pada 25 Desember 2016
Terdapat dua paradigma yang muncul akibat adanya modernisasi militer yang
dilakukan oleh negara-negara ASEAN tersebut. Pandangan pertama melihat bahwa
arms build up di Asia Tenggara akan mampu mendukung pembangunan perdamaian
regional. Sedangkan pandangan kedua lebih bersifat pesimis dimana mereka melihat
dari sudut pandang realis maka struktur sistem internasional yang anarki dan tidak
adanya kekuasaan sentral yang bisa mengendalikan tatanan dunia, kondisi ini akan
selalu menciptakan suatu kebutuhan terhadap senjata agar mereka tetap bisa bertahan
dan melindungi diri mereka sendiri serta mengimbangi negara lain. Dengan demikian
negara dengan kekuatan yang lebih besar akan cenderung mempunyai pengaruh yang
lebih besar pula.2
Modernisasi militer yang dilakukan dengan cara meningkatkan anggaran dan
persenjataan militer oleh negara-negara kawasan Asia Tenggara ini dilakukan agar
dapat mengimbangi kekuatan militer dari negara-negara besar yang mencoba
memasukkan kepentingannya di Asia Tenggara. Hal ini sesuai dengan konsep
ballance of power dimana negara-negara Asia Tenggara melakukan arms build up
agar mereka dapat sejajar dengan kekuatan-kekuatan besar lainnya. Penyeimbangan
kekuatan ini dilakukan untuk menjaga keamanan regional Asia Tenggara dan untuk
mencegah terjadinya intervensi dari negara-negara besar.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Implikasi modernisasi militer yang dilakukan oleh negara-negara di
ASEAN terhadap Keamanan regional Asia Tenggara ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Arms Build Up di Asia Tenggara

2 Budi Winarno, 2011, Isu-isu Global Kontemporer, Caps, Jakarta, p.118.


Arms Build Up Merupakan peningkatan atau modernisasi persenjataan
melalui penyesuaian kuantitas maupun kualitas sistem militer yang telah dimiliki oleh
sebuah negara.adapaun negara-negara di Asia Tenggara yang melakukan modernisasi
militer yaitu :

a. Indonesia

Indonesia merupakan negara di kawasan Asia Tenggara dengan wilayah


terluas dan populasi terbanyak. Dengan wilayahnya yang luas indonesia
mengeluarkan $6,900,000,000 untuk keperluan militernya. Indonesia membangun
visi sebagai macan asia dalam konteks pertahanan. Untuk memenuhi visi
sebagai negara yang berada digarda terdepan ASEAN, Tentara Nasional
Indonesia menerapkan sistem Minimum Essensial Force (MES) yang targetnya
dicapai pada tahun 2025. Saat ini kekuatan militer Indonesia menduduki posisi ke 14
dalam peringkat dunia dan posisi ke 7 di peringkat Asia Pacific.3

b. Malaysia

Malaysia merupakan salah satu negara yang tergabung dalam wilayah Asia
Tenggara dan tentunya negara yang paling dekat dengan Indonesia baik secara
geografis, kultur, maupun budaya karena sebagian wilayahnya terletak di Borneo
(Kalimantan). Dengan jumlah penduduk kurang lebih 30 juta, Malaysia juga berperan
aktif dalam meningkatkan kemampuan militernya dari tahun ke tahun. Didukung
dengan perekonomian yang terus berkembang dan alokasi anggaran militer yang
cukup untuk meningkatkan kemampuan militer baik dari sisi personil maupun
peralatan tempur (alutsista) untuk bersaing dan menghasilkan kekuatan militer yang
ideal di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Negara ini masih sangat tergantung
pada pembelian alutsista dari luar terutama dari blok barat, mengingat Malaysia
sendiri tidak memiliki Industri Militer. Malaysia sudah meniru Amerika dalam
persenjataannya dengan menggunakan National Missile Defense (NMD).
Persenjataan tercanggih Malaysia adalah Rudal Nasionalnya, dan dua kapal selam
canggih Scorpene. Anggaran militer malaysia mencapai $4,700,000,000 dan kekuatan
militernya saat ini menduduki posisi ke 34 dalam peringkat dunia dan posisi ke 15 di
peringkat Asia Pacific.
3 Indonesia Military Strength, www.globalfirepower.com, 2016. Diakses tanggal 25 Desember 2016
c. Singapura

Singapura merupakan negara yang wilayahnya tidak terlalu besar namun


memiliki militer yang kuat. kuatnya angkatan perang Singapura tampak jelas dari
belanja peralatan tempurnya. International Peace Institue yang bermarkas di
Stockholm mencatat, dalam periode 2008-2012, Singapura menjadi importir senjata
terbesar kelima di dunia. Sungguh luar biasa mengingat populasinya hanya 5,3 juta,
dan anggaran militernya mencapai 20% dari total anggaran belanja pemerintah.4
Tahun ini Singapura mengeluarkan $9,700,000,000 untuk anggaran militernya.
Dengan anggaran sebesar ini, kekuatan militer Singapura menduduki peringkat 64 di
dunia dan 21 di Asia Pacific.

d. Brunei Darussalam

Brunei Darussalam menghabiskan sekitar $ 719.000.000 untuk anggaran


militer negaranya. Semakin menegangnya sengketa teritorial di Laut China Selatan
telah memunculkan ketegangan antara China dan negara-negara termasuk Filipina,
Vietnam, Taiwan, Malaysia dan Brunei Darussalam. Baik Vietnam dan Malaysia terus
mendongkrak kemampuan militer mereka dengan menaikkan anggaran militer mereka
hingga dua kali lipat sejak 2011. Brunei pun tidak mau ketinggalan. Negara kecil ini
pun tak mau dianggap enteng dengan menggenjot belanja militer mereka. Menteri
Pertahanan Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina,
Singapura, Thailand dan Vietnam telah bertemu dalam forum ASEAN untuk
membahas kebutuhan pertahanan regional dan kerjasama pertahanan masa depan dan
menyimpulkan konferensi dengan menyetujui program tiga tahun. Pertemuan itu
menyusul pengumuman Maret oleh Menteri Keuangan Kedua Pehin Dato Abdul
Rahman Ibrahim tentang proposal negara untuk meningkatkan anggaran pertahanan
pemerintah pada tahun fiskal 2014/2015.

e. Thailand

Sejak akhir tahun 1990-an, Thailand merupakan satu-satunya negara di Asia


Tenggara yang memiliki kapal induk, salah satu simbol utama kekuatan militer sebuah
negara. Kapal induk Thailand ini bernama HTMS Chakri Naruebet (CVH-911),

4 Pangkalan Militer Paling Mematikan di ASEAN, indonesianreview.com, 2015. Diakses tanggal 25


Desember 2016.
sebagai kapal induk pertama dan satu-satunya milik Angkatan Laut Kerajaan Thailand
yang dimaksudkan untuk menjadi simbol kebanggaan militer Thailand dan
melambangkan kekuatan negara yang sedang berkembang ini.5Thailand
menghabiskan $5,390,000,000 untuk anggaran militernya tahun ini. Kekuatan
militernya menempati posisi ke 20 di peringkat dunia dan ke 11 di Asia Pacific.

f. Myanmar

Myanmar mengeluarkan $2,400,000,000 untuk anggaran militernnya. Dengan


jumlah penduduk yang mencapai 55,7 juta orang, Myanmar memiliki 406.000 tentara
aktif. 72 pasukan paramiliter dan polisi. Myanmar memiliki 569 unit tank. Dari
jumlah itu, ada yang sudah tidak terpakai atau hanya bisa digunakan sebagai cadangan
maupun latihan. Tank-tank Myanmar didominasi kelas berat macam MBT-2000, T-
72B3, atau Tank tipe 59 jelas bikin Angkatan Darat Myanmar bergigi. Andalan
pasukan kavaleri Myanmar yang lain adalah kendaraan tempur lapis baja BTR-3U
buatan Ukraina. Myanmar tercatat sudah memiliki sedikitnya 522 unit ranpur beroda
delapan itu. BTR-3U cukup ideal digunakan untuk misi-misi antigerilya di wilayah
mereka. Artileri mobil yang dimiliki Myanmar mencapai 108 unit. Sedangkan artileri
medan atau meriam sebanyak 884 unit.6 Saat ini kekuatan militernya berada di posisi
33 di dunia dan 14 di Asia Pacific.

g. Filipina

Filipina mengeluarkan anggaran militer sebesar $3,000,000,000 Militer


Filipina mulai mengganti alutsistanya yang sudah ketinggalan zaman. Tahun ini,
militer Filipina akan menerima kiriman pesawat tempur baru FA-50 buatan Korea
Selatan, dan kapal perang jenis strategic sealift vessel buatan PT PAL Indonesia. Ini
akan memberi penyegaran, sesudah Filipina mempensiunkan jajaran pesawat tempur
F-5 miliknya tahun 2005. Filipina juga mempertimbangkan untuk mengaktifkan kerja
sama militer dengan AS untuk memperkuat kehadiran di Laut China Selatan (LCS).
Kekuatan militer Filipina saat ini berada di peringkat 51 dunia dan 17 di Asia Pacific.

5 Kapal Induk Thailand, HTMS Chakri Naruebet, www.militerhankam.com, 2015. Diakses pada
tanggal 25 Desember 2016.

6 Data Kekuatan Militer Myanmar, militermeter.com, 2016. Diakses tanggal 25 Desember 2016
h. Vietnam

Keunggulan Vietnam yang menyolok adalah sebagai satu-satunya yang


mengoperasikan rudal balistik, baik Scud C/D/E, maupun Iskander-M, dan Bastion-P.
Perlu dicatat bahwa Vietnam sudah memproduksi sendiri komponen rudal Scud.
Kepemilikan rudal balistik anti kapal Bastion-P (Yakhont/Onyx versi pertahanan
pantai), menjadikan Vietnam memiliki pertahanan pantai yang terkuat dikawasan.
Selain itu pertahanan udara strategis Vietnam dibangun sangat komprehensif, dengan
berbagai radar, rudal jarak jauh anti balistik S-300, jarak menengah S-125 dan S-75
disamping meremajakan rudal Buk-M2E yang sudah terbukti efektif. 7 Anggaran
militer Vietnam mencapai $3,365,000,000 dengan kekutan militer menduduki ranking
17 dunia dan ranking 9 di Asia Pacific.

i. Laos

Laos merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak memiliki


wilayah laut, namun ia tetap memiliki angkatan laut yang disiagakan di sungai
mekong. Diantara semua negara ASEAN militer laos merupakan yang terlemah baik
di darat, udara, maupun laut. Laos hanya menghabiskan $18,500,000 untuk anggaran
militernya dan berada pada peringkat 121 di dunia dan 33 di Asia Pacific.

j. Kamboja

Militer Kamboja mulai di tingkatkan pasca konflik perbatasan dengan


Thailand, kekuatan darat Kamboja dengan cepat memulihkan kondisi tank-tank
tempur, lapis baja, dan MLRS-nya dengan dukungan Ukraina sementara pelatihan
pasukan khusus diperoleh dari Kopasus Indonesia, kekuatan laut Kamboja masih
belum berkembang memadai, sementara kekuatan udara Kamboja masih lemah
dengan belum diremajakannya fighter Kamboja, namun pengadaan heli tempur Z-8
cukup memperkuat kekuatan udara Kamboja.8 Kamboja menghabiskan anggaran
$192,000,000 untuk militernya dan berada di posisi 88 peringkat dunia dan 27 di Asia
Pacific.

7 Peringkat Kepemilikian Alutistas di Asia Tenggara, id.kampusmiliter.com, 2015. Diakses tanggal 25


Desember 2016.

8 Ibid, Diakses tanggal 25 Desember 2016


Diagram Anggaran Militer Negara-Negara ASEAN :

Defense Budget

Kamboja; 1% Laos; 0% Brunei Darussalam; 2%


Singapura; 27 % Indonesia; 19%

Vietnam; 9%

Filipina; 8%
Thailand; 15%
Malay sia; 13%
My anmar; 7 %

B. Implikasi Modernisasi militer Asia Tenggara terhadap Keamanan Regional

Peningkatan kekuatan militer suatu negara merupakan keniscayaan, terlebih


lagi jika ada faktor penggerak ke arah sana. Artinya, peningkatan kekuatan militer
negara-negara di kawasan ini tidak berdiri sendiri, tetapi ada faktor yang
menggerakkan ke arah itu. Dalam konteks kawasan Asia, Nhususnya Asia Tenggara
dapat diidentifiNasi bahwa faktor-faktor penggerak tersebut adalah adanya
ketegangan regional, kebutuhan proyeksi kekuatan baru, pergeseran aktivitas militer
Amerika Serikat (AS) ke Asia, dan semakin meningkatnya kehadiran Tiongkok di
LCS.
Terkait dengan ketegangan regional, hal ini memang masih terus terjadi di
kawasan yang disebabkan oleh, antara lain, belum tuntasnya masalah perbatasan yang
tumpang-tindih di perairan teritorial, zona tambahan, dan juga Zona Ekonomi Ekslusif
(ZEE) di antara sejumlah negara di kawasan. Dari 60 batas maritim yang
dipermasalahkan, baru 20 persen yang dapat diselesaikan. Masalah perbatasan di
perairan teritorial sangat sensitif karena hal ini menyangkut kedaulatan teritorial suatu
negara, sementara masalah di ZEE menyangkut kepentingan energi dan sumber daya
maritim suatu negara. Tumpang-tindih klaim teritorial di LCS, yang melibatkan
Tiongkok dan sejumlah negara ASEAN, tentunya juga menjadi bagian yang dapat
memicu ketegangan regional.
Kekuatan militer suatu negara idealnya juga harus mampu merespons
perubahan kebutuhan militer ke depan, sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang
dihadapi. Hal ini bisa terjadi apabila kekuatan militer yang dibangun juga
diproyeksikan ke arah pemenuhan kebutuhan dan tantangan itu. Kebutuhan dan
kemampuan proyeksi kekuatan militer ini biasanya akan terlihat, misalnya, pada saat
dilaksanakannya latihan operasi militer dan ketertiban di laut bersama di antara
negara-negara kawasan. Di sini, masing-masing negara biasanya dapat mengukur
kelebihan dan kekurangan kekuatan militernya. Apalagi, tantangan militer saat ini dan
ke depan tidak saja menyangkut isu-isu tradisional, seperti sengketa antarnegara tetapi
juga isu-isu non- tradisional, seperti kejahatan lintas negara, misalnya. Pergeseran
aktivitas militer AS ke Asia, tampaknya juga telah memengaruhi negara- negara di
kawasan untuk menyesuaikan diri atas kemampuan militernya. Setidak- tidaknya, hal
itu dilakukan untuk bisa sedikit mengimbangi kehadian militer AS yang kini
diproyeksikan ke wilayah Asia. Negara-negara di kawasan, sebagai tuan rumah,
tentunya tidak ingin hanya menjadi penonton dalam melihat kehadiran militer AS di
Asia. Mereka juga perlu menampilkan diri dengan percaya diri dalam menghadapi
kekuatan militer AS sebagai salah satu kekuatan militer terbesar di dunia. Untuk itu,
peningkatan kekuatan militer menjadi pilihan yang harus dilakukan oleh negara-
negara Asia sekaligus untuk membangun kemandirian dalam hal pengamanan wilayah
kedaulatan negara.
Tampilnya Tiongkok, sebagai negara besar di kawasan dengan modernisasi
militernya, sudah tentu juga turut memengaruhi negara-negara di kawasan untuk
meningkatkan kekuatan militernya, terutama negara-negara yang memiliki sengketa
teritorial dengan Tiongkok di LCS dan Laut China Timur. Dalam beberapa tahun ini,
Tiongkok terus memperlihatkan agresivitasnya di Asia Pasific, terutama di LCS yang
bersinggungan dengan beberapa negara anggota ASEAN dan Laut China Timur yang
bersinggungan dengan Jepang. Tiongkok, dengan belanja militernya yang terus
meningkat (kedua tertinggi setelah AS), terus membangun kekuatan militer yang lebih
modern dan sudah tentu diproyeksikan untuk dapat menerobos lebih dalam ke
perairan sengketa di LCS dan Laut China Timur.
Modernisasi militer atau peningkatan kekuatan militer yang terjadi di Asia,
khususnya Asia Tenggara sesungguhnya juga merupakan konsekuensi logis dari
pertumbuhan ekonominya. Hal inilah yang terjadi pada lima negara utama di Asia
Tenggara, yang disebut dengan the Big Five, yaitu Singapura, Thailand, Indonesia,
Malaysia dan Vietnam. Selain itu, meluasnya cakupan keamanan regional yang harus
dijaga, yang didasari oleh kepentingan nasional masing-masing, telah turut pula
mendorong negara-negara di kawasan untuk melakukan peningkatan kekuatan
militernya agar dapat menjangkau cakupan wilayah keamaannya. Indonesia, Malaysia
dan Singapura, misalnya, berkepentingan dengan keamanan Selat Malaka, begitu juga
dengan negara-negara Asia lain yang menjadikan perairan strategis tersebut sebagai
jalur pasokan energi dan perdagangan mereka.
Modernisasi militer yang dilakukan oleh negara-negara di Asia Tenggara ini
memiliki tujuan awal untuk membangun kerjasama dalam menjaga perdamaian dan
keamanan di kawasan. Namun seperti yang terlihat dalam kasus LCS, negara-negara
yang bersengketa semakin meningkatkan kemampuan militernya bukan untuk sama-
sama menjaga keamanan tetapi untuk saling menakuti agar wilayahnya tidak
diganggu. Hal ini kemudian membuktikan bahwa kerjasama negara-negara ASEAN
untuk menjaga keamanan dan perdamaian kawasan kurang efektif. Dengan
meningkatkan kemampuan militer melalui modernisasi ini mereka malah saling
mengadu kekuatan siapa yang lebih besar dan lebih berhak di kawasan LCS, Tetapi
mau tidak mau peningkatan dalam hal militer memang harus tetap dilakukan. Karena
jika militer negara-negara di Asia Tenggara lemah maka kekuatan asing akan sangat
mudah mengintervensi kawasan mereka dan akan membuat konflik-konflik yang
sudah ada menjadi semakin keruh.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tingginya tingkat modernisasi militer negara-negara Asia Tenggara tidak
hanya disebabkan oleh keinginan negara-negara anggota ASEAN untuk bersama
meningkatkan keamanan kawasan melalui kerjasama militer. Hal ini juga disebabkan
oleh banyaknya konflik yang terjadi di kawasan Asia Tenggara sehingga setiap negara
yang terlibat merasa perlu untuk meningkatkan kemampuan militernya agar
kedaulatan negaranya tidak diinjak-injak. Lalu, implikasi dari Arms Build Up ini
sendiri terhadap keamanan regional adalah seperti pedang bermata dua, dimana jika
tidak dilakukan maka negara-negara Asia Tenggara akan mudah terancam dari luar
kawasan, tetapi dengan terus dilakukannya peningkatan militer ini juga cukup
menjadi pemicu semakin panasnya hubungan beberapa negara.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai