Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH GIZI

POLA KONSUMSI MAKANAN


Dosen : Prof.Dr.Herman Sudiman, SKM

OLEH KELOMPOK V
1. Nia Kurniasih
2. Nunung Sukaemi
3. Wawan Darmawan
4. Yuniar Rahmah

PROGRAM PASCASARJANA ILMU KESEHATAN


MASYARAKAT URINDO JAKARTA
T.A. 2016/2017

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perilaku konsumsi konsumen masyarakat menunjukkan perilaku masyarakat
dalam jangka panjang terhadap alokasi pendapatannya untuk melakukan konsumsi yang
di dalamnya meliputi berapa besar pendapatan mereka yang dialokasikan untuk konsumsi
dan pola hasrat untuk mengkonsumsi. Dalam usaha mengalokasikan pendapatannya
untuk konsumsi tersebut, konsumen akan dihadapkan pada proses membuat keputusan
terhadap produk atau jasa yang akan dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan hidup
sekaligus mencapai kepuasan. Pada kondisi inilah sebenarnya perilaku konsumen sudah
mulai berjalan. Sehingga perilaku beli konsumen atau disebut perilaku konsumen,
bukanlah suatu perkara kecil karena setiap anggota masyarakat merupakan konsumen.
Setelah terjadi revolusi atau gelombang peradaban yang pertama, manusia
beranjak pada tahapan agrikultur. Mata pencaharian manusia sudah bukan lagi berburu
dan meramu, melainkan sudah pada tahap bercocok tanam. Pada tahap ini pola dan jenis
makanan yang dikonsumsi pun adalah makanan hasil olahan.
Setiap masyarakat memiliki persepsi yang berbeda mengenai benda yang
dikonsumsi. Perbedaan persepsi ini sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma budaya yang
berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, bila bertemu beberapa orang dengan latar
belakang budaya berbeda akan menunjukkan persepsi ini terhadap makanan yang
berbeda.
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pola makan dan gaya
hidup masyarakat menjadi semakin modern. Hal tersebut juga merubah stuktur sosial dan
kebudayaan masyarakat. Perubahan tersebut berkaitan dengan perubahan pola konsumsi,
produksi, dan distribusi pangan.
Pola makan masyarakat modern cenderung mengonsumsi makanan cepat saji
(fast food). Hal ini mereka lakukan karena tingginya jam kerja atau tingginya kompetisi
hidup yang membutuhkan kerja keras. Padahal, dibalik pola makan tersebut, misalnya
hasil olahan siap santap, memiliki kandungan garam yang sangat tinggi.

1.2 Permasalahan
1. Bagaimana terbentuknya pola konsumsi pada individu dan masyarakat ?
2. Bagaimana perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat ?
3. Bagaimana akibat yang ditimbulkan dan analisis konsekuensi
1.3 Tujuan
Mengetahui pola konsumsi , perubahan pola konsumsi dan akibat yang ditimbulkan pada
masyarakat .

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pola Konsumsi Makanan
Konsumsi, dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu kegiatan yang
bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa
barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung.
Menurut Dumairy (1996:114) menyatakan bahwa Konsumsi adalah bagain dari
pendapatan yang dibelanjakan. Sedangkan menurut Samuelson dan Nordhaus
(1995: 123) mendefinisikan konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran untuk
pembelian barang-barang dan jasa akhir guna mendapatkan kepuasan ataupun
memenuhi kebutuhannya.
Menurut Dumairy (1996:117) menyatakan bahwa Pengeluaran untuk
makanan terdiri atas padi-padian,umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu,
sayur-mayur, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan
minuman, bumbuan, bahan pangan, makanan jadi, minuman beralkohol,
tembakau dan sirih. Sedangkan pengeluaran bukan makanan

tediri atas

perumahan dan bahan baker, aneka barang dan jasa (bahan perawatan badan,
bacaan, komunikasi, kendaraan bermotor, transportasi, pembantu, dan sopir),
biaya kesehatan, pakaian, alas kaki, tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan
premi asuransi, keperluan pesta dan upacara.
Pola konsumsi menurut Samuelson (Makroekonomi: 2002) Dalam
kehidupan sehari-hari tidak pernah ada dua keluarga yang menggunakan uang
mereka dengan cara yang tepat sama. Pola konsumsidapat dikenali berdasrkan
alokasi penggunaannya. Untuk keperluan analisis, secara garis besar alokasi
pengeluaran konsumsi masyarakat digolongkan dalam dua kelompok penggunaan,
yauti pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk non- makanan.
Pola konsumsi makanan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi seseorang atau kelompok pada waktu tertentu (Khomsan, 2010). Pola
konsumsi makanan yang baik berpengaruh positif pada diri seseorang seperti
3

menjaga kesehatan dan mencegah atau membantu menyembuhkan penyakit. Di


masyarakat, pola konsumsi makanan disebut juga dengan kebiasaan makan.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Makan
Pemilihan makanan individu sangat kompleks dan dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti:
1. Jenis Kelamin
Menurut Brown (2005), pria lebih banyak membutuhkan energi
dan protein daripada wanita. Hal ini dikarenakan pria lebih banyak
melakukan aktivitas fisik daripada wanita. Oleh karena itu, kebutuhan
kalori pria akan lebih banyak daripada wanita, sehingga pria
mengkonsumsi lebih banyak makanan. Selain itu, banyak wanita yang
memperhatikan citra tubuhnya sehingga banyak dari mereka yang
menunda makan bahkan mengurangi porsi makan sesuai kebutuhannya
agar memiliki porsi tubuh yang sempurna.
2. Pengetahuan
Pengetahuan umum maupun pengetahuan tentang gizi dan
kesehatan akan mempengaruhi komposisi dan konsumsi pangan seseorang
(Khomsan,
2000).
Informasi terkait gizi dan nutrisi dapat disebarkan melalui:
a. Poster yang dipajang di tempat-tempat umum (seperti sekolah,
PUSKESMAS, rumah sakit), dimana orang mempunyai kesempatan
untuk membacanya.
b. Leaflet dengan pesan kesehatan yang sederhana dan spesifik.
c. Artikel di koran.
d. Iklan di televisi dan radio.
e. Program sekolah untuk murid dan orangtua.
3. Teman Sebaya
Teman

sebaya

dapat

mempengaruhi

seseorang

dalam

mengkonsumsi suatu makanan. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan


pada kandungan gizi tetapi sekedar bersosialisasi, untuk kesenangan, dan
4

supaya tidak kehilangan status (Khomsan, 2003). Pada periode remaja,


pengaruh teman sebaya lebih terlihat dalam hal pemilihan makanan
(Brown, 2005).
4. Budaya
Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi.
Demikian

pula

letak

geografis

mempengaruhi

makanan

yang

diinginkannya. Sebagai contoh, nasi untuk orang-orang Asia dan


Orientalis, pasta untuk orang-orang Italia, kari untuk orang-orang India
merupakan makanan pokok, selain makanan-makanan lain yang mulai
ditinggalkan. Makanan laut banyak disukai oleh masyarakat sepanjang
pesisir Amerika Utara. Sedangkan penduduk Amerika bagian Selatan lebih
menyukai makanan goreng-gorengan (Dirjen Binkesmas Depkes RI,
2007).
5. Agama/Kepercayaan
Agama/kepercayaan juga mempengaruhi jenis makanan yang
dikonsumsi. Sebagai contoh, agama Islam dan Yahudi Orthodok melarang
mengkonsumsi jenis daging tertentu, agama Roma Katolik melarang
mengkonsumsi daging setiap hari, dan beberapa aliran agama melarang
pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi atau alkohol (Dirjen Binkesmas
Depkes RI, 2007).
6. Status Sosial Ekonomi
Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut
dipengaruhi oleh status sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas
menengah ke bawah tidak sanggup membeli makanan jadi, daging, buah
dan sayuran yang mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang untuk
mengkonsumsi makanan yang mahal harganya. Kelompok sosial juga
berpengaruh terhadap kebiasaan makan, misalnya kerang dan siput disukai
oleh beberapa kelompok masyarakat, sedangkan kelompok masyarakat
yang lain lebih menyukai hamburger dan pizza (Dirjen Binkesmas Depkes
RI, 2007).
7. Personal Preference

Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh


terhadap
kebiasaan makan seseorang. Orang seringkali memulai kebiasaan makannya
sejak dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Misalnya, ayah tidak suka
makan kari, begitu pula dengan anak laki-lakinya. Ibu tidak suka makan
kerang, begitu pula anak perempuannya. Perasaan suka dan tidak suka
seseorang terhadap makanan tergantung asosiasinya terhadap makanan
tersebut. Anak- anak yang suka dimarahi oleh bibinya akan tumbuh
perasaan tidak suka pada daging ayam yang dimasak bibinya (Dirjen
Binkesmas Depkes RI, 2007).
8. Rasa Lapar, Nafsu Makan, dan Rasa Kenyang
Rasa

lapar

umumnya

merupakan

sensasi

yang

kurang

menyenangkan karena berhubungan dengan kekurangan makanan.


Sebaliknya, nafsu makan merupakan sensasi yang menyenangkan berupa
keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan rasa kenyang merupakan
perasaan puas karena telah memenuhi keinginannya untuk makan. Pusat
pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu makan dan rasa
kenyang dilakukan oleh sistem saraf pusat, yaitu hipotalamus (Dirjen
Binkesmas Depkes RI, 2007). 9. Kesehatan Kesehatan seseorang
berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan. Sariawan atau gigi yang
sakit seringkali membuat individu memilih makanan yang lembut. Tidak
jarang orang yang kesulitan menelan, memilih menahan lapar dari pada
makan (Dirjen Binkesmas Depkes RI, 2007).
Penyebab Faktor Ekonomi
1. Pendapatan
Pendapatan yang meningkat tentu saja biasanya otomatis diikuti
dengan peningkatan pengeluaran konsumsi. Contoh : seseorang yang
tadinya makan nasi aking ketika mendapat pekerjaan yang menghasilkan
gaji yang besar akan meninggalkan nasi aking menjadi nasi beras rajalele.
Orang yang tadinya makan sehari dua kali bisa jadi 3 kali ketika dapat
tunjangan tambahan dari pabrik.

2. Kekayaan
Orang kaya yang punya banya aset riil biasanya memiliki
pengeluaran konsumsi yang besar. Contonya seperti seseorang yang
memiliki banyak rumah kontrakan dan rumah kost biasanya akan memiliki
banyak uang tanpa harus banyak bekerja. Dengan demikian orang tersebut
dapat membeli banyak barang dan jasa karena punya banyak pemasukan
dari hartanya.
3. Tingkat Bunga
Bunga bank yang tinggi akan mengurangi tingkat konsumsi yang
tinggi karena orang lebih tertarik menabung di bank dengan bunga tetap
tabungan atau deposito yang tinggi dibanding dengan membelanjakan
banyak uang.
4. Perkiraan Masa Depan
Orang yang was-was tentang nasibnya di masa yang akan datang
akan menekan konsumsi. Biasanya seperti orang yang mau pensiun, punya
anak yang butuh biaya sekolah, ada yang sakit buatuh banyak biaya
perobatan, dan lain sebagainya.
Penyebab Faktor Demografi
1. Komposisi Penduduk
Dalam suatu wilayah jika jumlah orang yang usia kerja produktif
banyak maka konsumsinya akan tinggi. Bila yang tinggal di kota ada
banyak maka konsumsi suatu daerah akan tinggi juga. Bila tingkat
pendidikan sumber daya manusia di wilayah itu tinggi-tinggi maka
biasanya pengeluaran wilayah tersebut menjadi tinggi.
2. Jumlah Penduduk
Jika suatu daerah jumlah orangnya sedikit sekali maka biasanya
konsumsinya sedikit. Jika orangnya ada sangat banyak maka konsumsinya
sangat banyak pula.

Penyebab / Faktor Lain


1. Kebiasaan Adat Sosial Budaya
Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat
konsumsi seseorang. Di daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk
hidup sederhana biasanya akan memiliki tingkat konsumsi yang kecil.
Sedangkan daerah yang memiliki kebiasaan gemar pesta adat biasanya
memeiliki pengeluaran yang besar.
2. Gaya Hidup Seseorang
Seseorang yang berpenghasilan rendah dapat memiliki tingkat
pengeluaran yang tinggi jika orang itu menyukai gaya hidup yang mewah
dan gemar berhutang baik kepada orang lain maupun dengan kartu kredit.
Menurut J. M Keynes, tingkat konsumsi seseorang atau rumah tangga
ditentukan oleh pendapatannya. Lalu, apakah ada faktor lain yang
mempengaruhi konsumsi?
Faktor Objektif, yaitu faktor yang secara umum diakui sebagai faktor yang
mempengaruhi konsumsi. Factor Objektif dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Harga
Keynes mengatakan bahwa perubahan harga yang cukup besar
akan menyebabkan perubahan daya beli masyarakat yang besar pula.
Artinya, naik turunnya tingkat harga umum yang cukup besar akan
mengubah pendapatan rill dan nilai rill uang yang cukup besar pula.
2. Kebijakan Fiskal
Salah satu instrument kebijakan fiskal , yaitu pajak sangat
mempengaruhi besarnya pendapatan yang digunakan untuk konsumsi.
Semakin besar tarif pajak yang berlaku terhadap barang dan jasa, semakin
tinggi harga tersebut. Artinya, pendapatan rill masyarakat menurun
sehingga konsumsi mereka pun menurun.
3. Suku Bunga

Faktor yang menarik sesorang untuk menabung atau investasi


adalah suku bunga. Semakin besar suku bunga tabungan, semakin besar
pula imbalan jasa yang diberikan oleh bank. Jadi, besar kecilnya suku
bunga akan mempengaruhi keputusan konsumsi seseorang.
Faktor Subjektif
Faktor yang berasal dari kondisi yang dialami oleh setiap orang. Faktor
subjektif tidak selalu mempunyai pengaruh yang sama pada setiap orang.
Faktor Subjektif dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Sikap hati-hati
Seorang

konsumen

berusaha

untuk

lebih

hati-hati

dalam

membelanjakan uangnya dengan cara mengurangi konsumsi dengan


menyisihkan sebagian pendapatnnya untuk menghadapi kesulitan di masa
yang akan datang.
2. Kekayaan (wariasan) yang dimiliki
Menurut Keynes, seseorang yang mempunyai kekayaan dari
warisan atau tabungan akan menggunakan sebagian besar pendapatannya
untuk konsumsi. Sebaliknya, seseorang yang tidak memiliki kekayaan dari
warisan

atau

tabungan

akan

lebih

memilih

untuk

menyisihkan

pendapatannya ke dalam tabungan. Dengan tujuan memperoleh kekayaan


yang lebih besar atau untuk persiapan di masa mendatang. Pengertian dan
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat Konsumsi merupakan kegiatan
manusia dalam penggunaan barang dan jasa untuk mengurangi atau
menghabiskan daya guna atau manfaat suatu barang dan jasa dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Beberapa factor yang mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang yaitu:
1. Tingkat Pendapatan
Pendapatan merupakan suatu balas jasa dari seseorang atas tenaga
atau pikiran yang telah disumbangkan, biasanya berupa upah atau gaji.

Makin tinggi pendapatan seseorang makin tinggi pula daya belinya dan
semakin beraneka ragam kebutuhan yang harus dipenuhi, dan sebaliknya.
2. Tingkat Pendidikan
Makin tinggi pendidikan seseorang makin tinggi pula kebutuhan
yang ingin dipenuhinya. Contohnya seorang sarjana lebih membutuhkan
computer dibandingkan seseorang lulusan sekolah dasar.
3. Tingkat Kebutuhan
Kebutuhan setiap orang berbbeda-beda. Seseorang yang tinggal di
kota daya belinya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang tinggal
di desa.
4. Kebiasaan Masyarakat
Di

zaman

yang

serba

modern

muncul

kecenderungan

konsumerisme didalam masyarakat. Penerapan pola hidup ekonomis yaitu


dengan membeli barang dan jasa yang benar-benar dibutuhkan, maka
secara tidak langsung telah meningkatkan kesejahteraan hidup.
5. Harga Barang
Jika harga barang naik maka daya beli konsumen cenderung
menurun sedangkan jika harga barang dan jasa turun maka daya beli
konsumen akan naik. Hal ini sesuai dengan hokum permintaan
6. Mode
Barang-barang yang baru menjadi mode dalam masyarakat
biasanya akan laku keras di pasar sehingga konsumsi bertambah. Dengan
demikian mode dapat mempengaruhi konsumsi Manusia senantiasa
berusaha untuk memperoleh kepuasan setinggi-tingginya dan mencapai
tingkat kemakmuran dengan memenuhi berbagai macam kebutuhannya.
Usaha itu dilakukan dengan mengkonsumsi barang dan jasa yang
dibutuhkan.
Tujuan konsumsi antara lain:
1. Pendapatan seseorang tidak semuanya dihabiskan untuk konsumsi.
2. Konsumsi akan menciptakan tingkat permintaan masyarakat.

10

3. Konsumsi dapat memenuhi kebutuhan nilai ganda pada seseorang.


4. Konsumsi dapat memenuhi kepuasan seseorang.

2.1.2 Kelompok Pola Konsumsi


Dalam membedakan pola konsumsi secara umum, kita pisahkan
konsumen dalam tiga kategori besar. Pemisahan ini sudah cukup mampu
menjadi gambaran bagi anda untuk mengkonsep layanan anda sehingga
laku dipasaran.
1. Konsumen Menengah Kebawah
Pola konsumsi kategori ini sesuai dengan kapasitas ekonomi
kalangan ini yang terbatas. Mereka cenderung mencari produk dengan
harga rendah, tentu dengan kesadaran penuh kalau mereka tidak bisa
menuntut produk terbaik dengan harga tersebut. Selain itu kebutuhan
mereka lebih terbatas hanya pada hal hal seputar dengan kebutuhan sehari
hari. Untuk target ini, anda bisa mengupayakan penghematan biaya
produksi seefisien mungkin, demi bisa memberikan harga yang tetap
miring namun anda dapat meraih keuntungan yang cukup. Namun
upayakan anda tetap mampu memberikan kualitas yang baik, terlebih jika
anda mampu memberi produk yang seakan akan berharga mahal.
2. Konsumen Menengah keatas
Pola konsumsi kelompok ini jauh lebih leluasa dari kelompok
sebelumnya. Kelompok ini memiliki kemampuan ekonomi yang lebih
baik, sehingga standar kebutuhan mereka juga lebih kompleks. Pada
kalangan ini mereka mulai mencari layanan tambahan seperti hiburan,
investasi DLL. Pola konsumsi kategori ini juga lebih siap dengan harga
yang lebih tinggi, tentu dengan produk yang diharapkan lebih baik. Namun
mereka sangat vokal dengan produk yang mengecewakan. Karenanya anda
harus peka dengan kebutuhan mereka dan layanan yang anda berikan.
3. Konsumen Luxury

11

Kelompok ini memiliki kekuatan finansial yang sangat baik,


sehingga pola konsumsi mereka sangat khusus. Mereka sanggup membeli
dengan harga sangat tinggi, namun mereka menuntut untuk mendapat
layanan terbaik. Terkadang mereka mendapat layanan VIP karena daya
beli mereka, seperti meja khusus, ruang khusus atau bahkan acara khusus.
Untuk melayani mereka, anda harus memahami bahwa anda harus
mengeluarkan semua upaya untuk memperoleh produk dengan kualitas
terbaik, sekali mereka kecewa mereka akan mengajak relasi mereka untuk
meninggalkan anda. Begitulah pola konsumsi mereka.
2.1.3 Prilaku Konsumen dalam Berbelanja
1. Prilaku konsumen rasional
Prilaku konsumen yang didasari oleh proses rasional dalam
mengkonsumsi suatu produk. Suatu pembelian dikatakan rasional apabila :
Produk tersebut mampu memberikan kegunaan optimal bagi konsumen
Mutu produk terjamin
Produk tersebut benar-benar dibutuhkan oleh konsumen
Harga terjangkau dan sesuai dengan kemampuan konsumen
2. Prilaku konsumen tidak rasional
Sebuah tindakan dalam berbelanja dikatakan tidak irasional bila
seorang

konsumen

memutuskan

untuk

membeli

barang

tanpa

pertimbangan yang baik.


Membeli karena tertarik iklan
Membeli hanya karena merknya yang terkenal
Membeli karena memperoleh bonus atau diskon
Konsumsi hanya untuk pamer atau gengsi, bukan karena kebutuhan sang
konsumen
Rasional atau tidaknya si konsumen dalam melakukan konsumsi sangat
dipengaruhi oleh
Pendidikan
Kedewasaan
Kematangan emosional

12

2.2 Penyebab Perubahan Perilaku Konsumsi Konsumen di Indonesia


1. Pertumbuhan Penduduk
Dari tahun ke tahun pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin
bertambah sekitar pada tahun 1970 pertumbuhan penduduk berkisar 140 Juta jiwa
lalu 30 tahun kemudian tumbuh 80 Juta jiwa yang mayoritas masyarakat
menengah bawah dengan nutrisi rendah, kesehatan rentan, dan pendidikan
mutunya rendah, sehingga terjadi peningkatan 220 Juta jiwa di tahun 2000, dan
yang lebih buruknya pada tahun 2010 peningkatan sangat besar terjadi menjadi
233,4 Juta jiwa rata-rata peningkatan pertahun kurang lebih sekitar 60 Juta jiwa
usia Produktif yang mutu SDM nya rendah, mudah marah (amukan / tawuran),
dan daya nalarnya rendah. Dan diprediksi akan terjadi peningkatan pertumbuhan
penduduk sekitar 82 juta jiwa 20 tahun mendatang dan akan semakin meningkat
dan meningkat jika tidak ditanggulangi. Hal ini akan sangat berpengaruh air
bersih yang semakin langka, sampah dan polusi bertambah, kebutuhan energi
bertambah, Pangan terbatas, ledakan pencari kerja, dan masalah lainnya.
2. Mega Trend Dunia
Misalnya budaya masuknya makanan cepat saji mempengaruhi pola
konsumsi pangan masyarakat makanan seperti burger, fried chicken hotdog dan
lainnya sudah bertebaran luas dimana-dimana dan dikonsumsi dari semua
kalangan masyarakat, masuknya barang-barang import mempengaruhi pola
konsumsi sandang masyarakat yang selalu ingin tampil modis sesuai trend saat itu
belum lagi tas, sepatu, perhiasan, transportasi, dan sebagainya terutama bagi
kalangan kelas atas yang menjadi pangsa pasar barang import.
3. Budaya Setempat atau suatu daerah
Budaya setempat sangat mempengaruhi pola konsumsi seseorang,
misalnya si A tinggal di kota besar dia berbelanja selalu ke Mall besar memakai
barang bermerk belanja dalam 1 bulan gajinya selalu habis. Lalu dya
dipindahtugaskan ke kota kecil, karena di kota tersebut belum ada Mall maka si A
hanya belanja di Minimarket atau Toko terdekat, dalam 1 bulan uang gajinya bisa
sebagian di tabung.

13

Contoh ke 2 : Pak Harto tinggal di Jawa beliau terbiasa makan nasi dalam
kesehariannya, bisa menghabiskan berasa 30 Kg dalam 1 Bulan. Lalu ketika Pak
Harto pindah ke NTT, disana notabene pertanian ditanami dengan jagung, maka
lama kelamaan Pak Harto lebih sering memakan Jagung sebagai kebutuhan pokok
di bandingkan Nasi.
4. Perubahan Iklim
Cuaca sangat mempengaruhi pola konsumsi konsumen, saat cuaca panas
maka baju-baju yang tipis akan banyak diminati orang, minuman dan makanan
dingin juga banyak terjual, lain halnya jika dimusim hujan yang lebih laku terjual
adalah jas hujan, payung, sandal jepit, dsb.
Untuk diluar negeri yang memiliki musim salju atau dingin, akan membuat
pedagang mantel bulu laku keras. Inilah bukti betapa iklim sangat mempengaruhi
pola konsumsi.
5. Makanan Sebagai Identitas Kelompok
Nasi adalah satu komoditas makanan utama bagi masyarakat Sunda-Jawa.
Semantara jagung menjadi komoditas makanan utama masyarakat Madura. Bagi
orang barat mereka tidak membutuhkan nasi setelah mengkonsumsi roti karena
roti merupakan makanan utama dalam budaya barat. Persepsi dan penilaian seperti
ini merupakan makna makanan sebagai budaya utama sebuah masyarakat, oleh
karena itu tidak menghjerankan bila orang sunda, kendati sudah makan roti
kadang kala masih berkata belum makan kerena dirinya belum makan nasi.
Karena ada kesangsian terhadap makanan hasil olahan atau makanan
instan, banyak di antara masyarakat kota yang sudah mulai pidah ketradisi
vegetarian. Bagi kelompok gang, meenghirup ganja, narkoba, dan merokok
merupakan ciri kelompoknya. Kacang diidentikan sebagai makan yang biasa
menemani orang menonton sepak bola, merokok menjadi teman untuk
menghadirkan inspirasi atau kreativitas. Pemahaman dan persepsi inilah lebih
merupakan sebuah persepsi budaya tandingan (counter-cultulre) terhadap budaya
domuinan.

14

Selain mengandung budaya dominan dan budaya tandingan, makanan pun


menjadi bagian dari budaya populer. Bakso merupakan makanan populer bagi
perempua. Trakhir makanan sebagai makanan khusus untuk kelompok tertentu.
Makanan sub kultural misalnya daging babi bagi kalangan nasrani, ketupat bagi
kalangan muslim di hari lebaran, dodol bagi Cina dihari imlek, coklat menjadi
icon budaya dalam menunjukan rasa cinta dan kasih.
Bardasarkan talaahan ini, makanan mengandung makna sebagai:

Identitas arus budaya utama (dominan culture), artinya harus ada dan

menjadi kebutuhan utama masyarakat.


Budaya tandingan (counterculture), yaitu menghindari arus utama akibat

adanya kesangsian atau ketidak sepakatan dengan budaya arus utama, dan.
Makanan sebagai identitas budaya bagi suatu kelompok tertentu
(subculture)

6. Makanan sebagai keunggulan etnik


Bila orang mendengar kata gudek, maka akan terbayang kota Yogyakarta,
mendengar kata pizzahat akan terbayang Italia, mendengar kata dodol dan jeruk
terbayang kota Garut, tetapi bila mendengar jeruk bangkok atau ayam bangkok
sudah tentu akan terbayang Bangkok-Thailand.
Contoh tersebut menunjukan bahwa makanan merupakan unsur budaya
yang membawa makna budaya komunitasnya. Di dalam makanan itu, orang tidak
hanya mengkonsumsi material makananya melainkan mengkonsumsi kretivitas
dan keagungan budaya. Tidak ada yang heran bila ada orang yang makan tahu
sumedang terasa hampa makna bila tahu itu dibeli diluar sumedang dan dirinya
pun tidak pegi kesumedang. Begitu pula sebaliknya, masyarakat akan memiliki
kebanggaan tertentu bila mengkonsumsi moci yang dibeli asli dari Cianjur.
Makanan adalah icon keunggulan budaya masyarakat. Semakin variatif
makanan itu dikenal publik semakin tinggi apresiasinya masyarakat daerah itu,
semakin luas distribusi wilayah pasar dari makanan tersebut, menunjukan kualitas
makanan tersebut diakui oleh masyarakat.
7. Perubahan Produksi pangan

15

Produksi pangan yang dilakukan secara modern dapat mempermudah


proses produksi. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi perubahan sosial dan
kebudayaan. Contohnya adalah jika produksi pangan dilakukan secara tradisional
maka masyarakat akan saling bekerja sama dan saling bergotong-royong,
dan dapat meningkatkan hubungan sosial antar masyarakat. Sedangkan produksi
pangan yang dilakukan secara modern menggunakan alat-alat canggih dapat
meregangkan hubungan antar masyarakat. Karena dalam proses produksi hanya
dibutuhkan tenaga kerja dengan jumlah yang relatif sedikit.
8. Perubahan Konsumsi Pangan
Pola konsumsi pangan masyarakat di setiap daerah berbeda-beda, yaitu
perbedaan pola konsumsi pada masa pra-ASI, balita, anak-anak, remaja, dewasa,
ibu hamil, dan lanjut usia.
Pada masa sebelum adanya pengetahuan masyarakat tentang gizi, para
orang tua mengambil peran penting dalam memperhatikan kebutuhan gizi
keluarganya. Pengetahuan orang tua yang minim dapat mempengaruhi status gizi
keluarganya.
Sebelum adanya panduan tentang gizi, makanan pra-ASI yang dikonsumsi
bayi dibawah 6 bulan adalah madu, air tajin, pisang, air kelapa, dan kopi.
Masyarakat belum mengetahui bahwa bayi berumur dibawah 6 bulan tidak boleh
diberi makanan lain kecuali ASI. Setelah adanya panduan ilmu gizi yang
menyebar di masyarakat, pemberian makanan pra-ASI yang salah semakin
berkurang.
Pada kalangan anak-anak dan remaja, pola konsumsi makanan dipengaruhi
oleh budaya masyarakat yang menganggap bahwa makanan memiliki pantangan
atau tabu untuk dimakan. Contohnya bagi anak-anak dan balita dilarang memakan
makanan yang asam, pedas, anyir, karena dapat mengakibatkan perut menjadi
panas bahkan sakit perut. Di era globalisasi, pola konsumsi anak-anak dan remaja
beralih ke makanan cepat saji (fast food), snack, dan konsumsi gula yang
berlebihan. Hal tersebut dapat memperburuk status gizi dan kesehatan.
Masyarakat beralih pada tempat-tempat yang menjual makanan cepat saji,
yaitu restoran, cafe, pizza hut, dan outlet-outlet lainnya. Kepercayaan masyarakat

16

terhadap makanan tertentu dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan pada


setiap kalangan. Perubahan pola konsumsi pangan tersebut dapat menjadikan
status gizi lebih baik ataupun menjadi semakin buruk.
9. Perubahan Distribusi Pangan
Secara sederhana, proses distribusi pangan hanya menggunakan alat
transportasi sederhana, yaitu gerobak sapi, angkutan umum, truk, dan sebagainya.
Di era modern, peralatan yang digunakan adalah teknologi canggih yang dapat
mempermudah proses distribusi pangan. Bahkan, proses distribusi dapat
melibatkan hubungan kerja antar negara. Alat transportasi yang digunakan pun
semakin modern, seperti pesawat, helikopter, paket kilat, dan sebagainya.
Pemasaran Makanan menyatukan produsen dan konsumen. Ini adalah
rangkaian kegiatan yang membawa makanan dari petani ke piring. Pemasaran
bahkan produk makanan tunggal dapat menjadi proses rumit yang melibatkan
banyak produsen dan perusahaan. Sebagai contoh, lima puluh enam perusahaan
yang terlibat dalam pembuatan satu dapat dari mie sup ayam. Usaha ini meliputi
tidak hanya ayam dan prosesor sayuran tetapi juga perusahaan-perusahaan yang
mengangkut bahan dan orang-orang yang mencetak label dan pembuatan kaleng.
Sistem pemasaran pangan adalah tidak langsung terbesar langsung dan nonpemerintah majikan di Amerika Serikat.
2.3 Analisis konsekuensi / Akibat yang ditimbulkan ( contoh kasus )
A . Hubungan antara pola konsumsi manusia modern dengan kesehatan
Manusia modern di zaman sekarang ini lebih menyukai makanan yang
bersifat cepat saji yang mana banyak mengandung gula tinggi, berkalori tinggi,
dan mengandung garam yang tinggi. Kaitan antara konsumsi makanan seperti ini
dengan kesehatan dapat dijelaskan pada kasus anak remaja di SMA yang dimana
dianalisis :
a. Jenis Kelamin
Sebagian besar responden berumur 16 tahun (56,2%), dengan jenis
kelamin yang terbanyak yaitu laki-laki (54,5%), dan kelas terbanyak yaitu kelas
XI (55,4%). Adapun pekerjaan ayah responden yang paling banyak yaitu pegawai

17

swasta (52,7%), dan pekerjaan ibu yaitu IRT/tidak bekerja (62,5%). Terdapat
50,9% responden yang mengalami obesitas/overweight dan 49,1% yang tidak
mengalami overweight. Dengan kata lain, status gizi obesitas/overweight lebih
banyak dibandingkan dengan status gizi yang tidak overweight. Adapun frekuensi
konsumsi fast food kategori jarang lebih banyak (56,2%) dibandingkan dengan
kategori sering (43,8%).
Jenis kelamin yang paling banyak mengalami overweight yaitu laki-laki (60,7%)
dan tidak overweight (39,3%), sedangkan untuk jenis kelamin perempuan
persentase overweightnya rendah (39,2%) dibandingkan yang tidak overweight
(60,8%).
b. Jenis konsumsi
Untuk persentase konsumsi tiap jenis fast food yang paling sering
dikonsumsi yaitu sosis (51,78%), nuget dan kentang (49,10%). Dan yang paling
jarang dikonsumsi yaitu steak (94,64%) dan hotdog (85,71%).
c. Status Gizi
Status gizi overweight lebih sering mengkonsumsi fast food (53,1%) dan
untuk status gizi tidak overweight jarang yang mengkonsumsi fast food (50,8%).
Rata-rata asupan energi untuk status gizi overweight yaitu 493 kkal, protein 39,5
gr, lemak 47,1 gr, dan karbohidrat 80 gr. Dan rata-rata energi untuk status gizi
tidak overweight 221 kkal, protein 28,1 gr, lemak 24,8 gr, dan karbohidrat 41 gr.
Jenis kelamin responden yang tinggi yang berstatus gizi overweight adalah
laki-laki. Jenis kelamin tampaknya ikut berperan dalam kejadian overweight.
Karena dapat dilihat pada umumnya obesitas dijumpai pada laki-laki, walaupun
overweight dapat terjadi juga pada perempuan. Obesitas/overweight terjadi karena
adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan
keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer)
sebagai akibat nutrisional dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat adanya
kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik. Pengaturan keseimbangan energi
diperankan oleh hipotalamus melalui proses fisiologis yaitu, pengendalian rasa
lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi, dan regulasi sekresi

18

hormon. Overweight ini kemudian dapat menyebabkan timbulnya berbagai


penyakit degeneratif pada saat menjelang dewasa jika tidak dicegah sejak dini.
Frekuensi remaja yang tinggi dalam mengkonsumsi fast food dapat
meningkatkan timbunan kalori dalam tubuh yang menyebabkan peningkatan nilai
IMT (gizi lebih). Fast food dipandang negatif karena kandungan gizi di dalamnya
yang tidak seimbang yaitu lebih banyak mengandung karbohidrat, lemak,
kolesterol, dan garam. Makanan tersebut umumnya diproduksi oleh industri
pengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat adiktif
untuk mengawetkan serta memberikan cita rasa. Jika makanan ini sering
dikonsumsi secara terus menerus dan berlebihan, dikhawatirkan akan berakibat
pada terjadinya peningkatan nilai indeks massa tubuh (gizi lebih).
Untuk jenis fast food yang paling banyak dikonsumsi yaitu sosis, serta
nuget dan kentang goreng. Dan yang paling sedikit dikonsumsi yaitu steak dan
hotdog. Sosis, nuget dan kentang paling banyak dikonsumsi karena jenis fast food
tersebut paling banyak dijumpai di warung-warung ataupun kantin sekolah dan
juga harganya yang terjangkau.

19

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Pola konsumsi masyarakat dapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaannya.
Untuk keperluan analisis, secara garis besar alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat
digolongkan ke dalam dua kelompok besar yaitu, pengeluaran untuk makanan dan
pengeluaran untuk non-makanan. Pengeluaran masyarakat Indonesia banyak pada
makanan. Akan tetapi terdapat ketimpangan dalam hal pengeluaran konsumsi antara
penduduk pedesaan dan penduduk perkotaan, misalkan dari besarnya pengeluaran dan
juga pola konsumsinya. Perbandingan besar pengeluaran antara penduduk pedesaan dan
penduduk perkotaan cenderung konstan tahun demi tahun. Melalui perbandingan perilaku
dan pola konsumsi, terdapat kesenjangan antara masyarakat pedesaan dan masyarkat
perkotaan. Pengeluaran konsumsi dapat pula difungsikan untuk mendeteksi ketimpangan
kemakmuran antar lapisan masyarakat, yang dapat diukur baik dengan pendekatan
pendapatan maupun pendekatan pengeluaran. Bagian dari pendapatan yang dapat
dibelanjakan tapi tidak dikeluarkan untuk konsumsi merupakan tabungan masyarakat.
Penggabungan antara tabungan masyarakat dan tabungan pemerintah dapat membentuk
tabungan nasional yang merupakan sumber dana investasi. Untuk mendapatkan gambaran
fungsional tabungan dan konsumsi digunakan suatu fungsi yaitu fungsi konsumsi dan
fungsi tabungan.
3.2 Saran
Pengeluaran konsumsi masyarakat di Indonesia dewasa ini semakin besar
tergunakan untuk keperluan pembentukan modal atau investasi serta ekspor dan impor.
Itu menunjukkan bahwa Indonesia akhir-akhir ini sudah memiliki bekal kemandirian.
Bekal kemandirian tersebut dapat dikonfirmasi melalui tinjauan pengeluaran konsumsi

20

masyarakat sesuai dengan proporsinya dalam pembentukan permintaan agregat. Apabila


penurunan permintaan agregat menurun dapat menyiratkan dua hal, pertama peran
tabungan masyarakat terhadap pendapatan nasional semakin besar. Kedua, peran sectorsektor penggunaan lain dalam membentuk permintaan agregat semakin besar, khususnya
sector pembentukan modal atau investasi dan sector ekspor-impor.

DAFTAR PUSTAKA
Dharmmesta, B. S. (1993), Perilaku beli Konsumen Era 90an dan Startegi Pemasaran,
Journal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. VIII, No. 1, pp. 29-41.
Dharmmesta, B. S. (1994), Perilaku Konsumen Indonesia Tahun 2000, Kelola, Vol. III,
No. 6, pp. 83-93.
Dinas Pendidikan DIY (2006), Direktori Potensi Pendidikan DIY Tahun 2006,
Pemerintah
Propinsi DIY-Dinas Pendidikan, Yogyakarta.
Maulana Agus, Perilaku Konsumen di Masa Krisis Implikasinya terhadap Stategi
Pemasaran, Majalah Usahawan, No.1, Tahun XXVIII, Januari 1999.
Susenas, Modul Konsumsi tahun 1990, 1993, 1996, 1999 dan 2002.
Devi N. Gizi Anak Sekolah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas; 2012.
Oktaviani WD, Saraswati LD, Rahfiludin Z. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Fast Food,
Aktivitas Fisik, Pola Konsumsi, Karakteristik Remaja Dan Orang Tua Dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT) (Studi Kasus Pada Siswa SMA Negeri 9 Semarang Tahun 2012).
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2012;1(7):2-3.
Manurung NK. Pengaruh Karakteristik Remaja, Genetik, Pendapatan Keluarga,
Pendidikan Ibu, Pola Makan, dan Aktivitas Fisik Terhadap Kejadian Obesitas di SMU RK
Trisakti Medan (Tesis). Medan: Universitas Sumatera Utara; 2009.

21

http://khairilanwarsemsi.blogspot.com/2011/03/analisis-pola-konsumsi-masyarakat.html
http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/pub/detail/pola-konsumsi-masyarakat
kotamadya-kedirioleh-endang-tri-windusari-4442.html.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/10739/A.%20ARYATI
%20ANUGRAH%20K11110103.pdf?sequence=1
http://tiarameilita.blogspot.co.id/2011/03/perubahan-sosial-budaya-berkaitan.html

22

Anda mungkin juga menyukai